uud 1945 amandemen ke 4

35
UUD 1945 AMANDEMEN KE- IV BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN Pasal 1 Pasal 1 menjelaskan tentang: (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik. Implementasi dari bentuk Negara Indonesia sebagai Negara kesatuan yaitu tidak boleh adanya Negara dalam Negara. Namun, daerah memiliki hak untuk mengatur urusan daerahnya sendiri dengan adanya proses desentralisasi dan sentralisasi. (2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Implementasinya yaitu rakyat memiliki kekuasaan tertinggi yang dijalankan oleh presiden. Pemerintahan harus berdasarkan dari, oleh, dan untuk rakyat yang berlandaskan kepada UUD 1945. (3) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Implementasinya yaitu seluruh kegiatan penyelenggaraan negara, baik yang menyangkut dengan pemerintahan, maupun kehiodupan berbangsa dan bermasyarakathubungan harus berdasarkan hukum. (4) Negara Indonesia adalah negara hukum. Implementasinya yaitu Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum yang dapat mengikat dan bersifat memaksa bagi seluruh rakyatnya. BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Upload: rahmi-oknivyoza

Post on 24-Oct-2015

247 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

UUD 1945 AMANDEMEN KE- IV

BAB IBENTUK DAN KEDAULATAN

Pasal 1

Pasal 1 menjelaskan tentang:

(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.Implementasi dari bentuk Negara Indonesia sebagai Negara kesatuan yaitu tidak boleh

adanya Negara dalam Negara. Namun, daerah memiliki hak untuk mengatur urusan daerahnya sendiri dengan adanya proses desentralisasi dan sentralisasi.

(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Implementasinya yaitu rakyat memiliki kekuasaan tertinggi yang dijalankan oleh presiden. Pemerintahan harus berdasarkan dari, oleh, dan untuk rakyat yang berlandaskan kepada UUD 1945.

(3) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.Implementasinya yaitu seluruh kegiatan penyelenggaraan negara, baik yang

menyangkut dengan pemerintahan, maupun kehiodupan berbangsa dan bermasyarakathubungan harus berdasarkan hukum.

(4) Negara Indonesia adalah negara hukum.Implementasinya yaitu Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas

hukum yang dapat mengikat dan bersifat memaksa bagi seluruh rakyatnya.

BAB IIMAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

Pasal 2

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang pilih melalui pemilihan umum dan daitur lebih lanjut dengan undang-undang.

Imlementasi pasal 2 telah terlaksana dengan baik. Seperti yang kita lihat MPR itu terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum yang besidang sedikitnya sekali dalam lima tahun.

Pasal 3

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.(3) Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau

Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.

Implementasinya, Ketentuan ini dirumuskan untuk melakukan penataan ulang terhadap system ketatanegaraan Indonesia yang menganut system saling mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga Negara dalam kedudukan yang setara,dalam hal ini antara MPR dan lembaga Negara lainnya yaitu DPR dan Presiden. Kekuasaan MPR bukan lagi menetapkan GBHN, namun MPR memiliki 3 wewenang dalam pasal ini.

BAB III

KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 4

(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.

(2) Dalam melakukan kewajibannya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.

Implementasi,Pasal 4 menjelaskan tentang pemegang kekuasaaan pemerintahan Negara. Disini, Indonesia sebagai sebuah Negara demokrasi memiliki kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat dan dijalankan oleh Presiden dan Wapres yang kekuasaannya dibatasi oleh UUD.

Pasal 5 (1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana

mestinya.

Implementasinya, Pasal 5 menjelaskan tentang kekuasaan membentuk undang-undang. Implementasinya, pemegang kekuasaan membentuk undang-undang berada ditangan DPR sebagai lembaga legislative dan presiden sebagai kekuasaan eksekutive yang menjalankan undang-undang boleh mengajukan RUU kepada DPR. Presiden dan DPR mempunyai wewenang yang sama untuk membahas setiap RUU yang kemudian disetujui bersama.

Pasal 6

(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmiani untuk melakukan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Implementasinya Pasal 6 menjelaskan tentang persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Implementasinya capres dan cawapres dipilih harus sesuai criteria tanpa membedakan warga Negara atas dasar keturunan, ras, dan agama. Selain itu, juga harus memiliki kemauan politik untuk memantapkan ikatan kebangsaan Indonesia, sehingga benar-benar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara optimal.

BAB IIIKEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

Pasal 6A(1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai

politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. (3) Pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen

dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Implementasinya Pasal 6A ini menjelaskan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Ketentuan ini berarti memperkuat system pemerintahan presidensial yang kita anut dengan salah satu cirinya adalah periode masa jabatan yang pasti (fixed term) dari presiden dan wapres. Capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol dimaksudkan untuk mewujudkan fungsi parpol sebagai pemersatu bangsayang menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat. Sehingga, presiden dan wapres yang yang diajukan parpol merupakan kristalisasi dari aspirasi rakyat. Presiden yang terpilih melalui pemilu juga didasarkan pada perolehan suara terbanyak.

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

Implementasi pasal 6A ayat (4) telah terlaksana dengan baik. Sebagaiman halnya Pasangan calon terpilih adalah pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia. Dalam hal tidak ada pasangan calon yang perolehan suaranya memenuhi persyaratan tersebut, 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak

pertama dan kedua dipilih kembali dalam pemilihan umum (putaran kedua). Dalam hal perolehan suara terbanyak dengan jumlah yang sama diperoleh oleh 2 pasangan calon, kedua pasangan calon tersebut dipilih kembali oleh rakyat dalam pemilihan umum.

Pasal 7

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Implementasinya Pasal 7 menjelaskan tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden. Implementasinya presiden dan wapres hanya boleh menjabat dua kali masa jabatan dengan periode 5 tahun. Ini dimaksudkan untuk menegaskan pembatasan kekuasaan, sehingga pemerintahan itu bisa seoptimal mungkin dalam masa jabatan presiden tersebut.

Pasal 7A

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Implementasinya Pasal 7A ini menjelaskan tentang alasan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya. Ini merupakan implementasi dari proses check and balances antar lembaga Negara. Proses impeachment terhadap pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya ini dapat dilakukan setelah melalui proses konstitusional melalui MK dan DPR.

Pasal 7B

(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan kekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/ atau Wakil Presiden terbukti melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,

atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usulan tersebut.

(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usulan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Implementasinya Pasal 7B ini menjelaskan tentang prosedur pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya. Implementasinya presiden dapat diberhentikan oleh MPR setelah ada usul pemberhentian dari DPR sebagi fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR. Kemudian MK menjalankan proses hukum atas usul pemberhentian tersebut dengan cara memeriksa,mengadili,dan memutus pendapat DPR. Semua proses hukum ini diatur dengan batasan waktu dan ketentuan sesuai dengan undang-undang.

Pasal 7 C

Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat

Implementasinya Pasal 7C ini menjelaskan bahwa presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mewujudkan keseimbangan politis dan untuk melindungi keberadaan DPR sebagai salah satu lembaga Negara yang mencerminkan kedaulatan rakyat sekaligus meneguhkan kedudukan yang setara antara Presiden dan DPR yang sama-sama memperoleh legitimasi langsung dari rakyat.

Pasal 8

(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

Implementasi : Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

Implementasi : Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan

secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tigapuluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai akhir masa jabatannya.

Implementasi pasal 8 ayat (3) telah terlaksana dengan baik. Dalam pelaksanaannya, ini dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas solusi konstitusional untuk menghindarkan bangsa dan Negara dari kemungkinan terjadinya kekosongan jabatan presiden dan/atau wapres, baik secara sendirisendiri maupun bersamaan dan disini MPR berperan penting.

Pasal 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rkyat tidak dapat mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.

Implementasinya Pasal 9 ini menjelaskan tentang sumpah/janji presiden dan/atau wakil presiden. Dalam pelaksanaannya, ini dimaksudkan agar presiden dan/atau wakil presiden benar-benar menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagi kepala Negara dengan baik. Sumpah dan janji ini dapat dilakukan pada saat DPR dan MPR melaksanakan sidang. Namun, jika DPR dan MPR tidak dapat mengadakan sidang, presiden dan/atau wapres dapat berjanji dan bersumpah menurut agama dengan disaksikan oleh ketua MPR, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh wakil presiden BJ. Habibie disaat menggantikan Presiden Soeharto yang turun dari jabatannya.

Pasal 10

Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Implementasi : Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara

Pasal 11

(1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.

Implementasinya, presiden dapat menyatakan perang jika keadaan Negara sedang terancam atas pertimbangan dan persetujuan dari DPR, begitu pula dalam pembentukan perjanjian ataupun perdamaian.

Pasal 12

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Implementasi : Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 13

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan

Rakyat. (3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan

Dewan Perwakilan Rakyat.

Implementasi Pasal 13 mengenai pengangkatan duta dan konsul serta penerimaan duta Negara lain. Implementasinya, presiden harus memperhatikan pertimbangan DPR dalam hal ini, namun pertimbangan DPR tidak bersifat mengikat secara yuridis-formal, tetapi perlu diperhatikan secara sosial-politis. Ini dimaksudkan agar pemerintah tidak disalahkan apabila menolak duta asing yang diajukan oleh Negara lain karena telah ada pertimbangan DPR.

Pasal 14 (1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah

Agung.(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan

Perwakilan Rakyat.

Implementasi Pasal 14 mengenai pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Implementasinya yaitu presiden mempunyai hak untuk memberikan grasi dan rehabilitasi dengan pertimbangan dari MA dari pelaksana fungsi yudikatif, dan Presiden dapat memberikan amnesty dan abolisi dengan pertimbangan politik dari DPR. Ini dimaksudkan agar terjalannya proses check and balances dengan baik.

Pasal 15

Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Implementasi : Presiden memberi tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang.

Pasal 16

Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang.

Implementasinya, menjelaskan tentang penghapusan DPA dan kekuasaan Presiden suatu dewan pertimbangan. Dalam pelaksanaanya sekarang ini, dewan pertimbangan berada

dibawah kekuasaan eksekutif dan bertugas untuk memberikan nasihat dan dukungan kepada presiden agar sukses menjalankan tugasnya. DPA dihapuskan karena fungsinya tidak berjalan dengan efektif sebagai lembaga Negara yang setingkat dengan presiden, karena dalam pelaksanaanya sering membutuhkan waktu lama untuk pembahsan, sedangkan presiden dalam keadaan yang membutuhkan keputusan yang mendesak.

BAB V

KEMENTERIAN NEGARA

Pasal 17

(1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

Implementasi : dalam menjalankan pemerintahan sekarang, Presiden SBY saat ini dibantu oleh 37 menteri.

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Implementasi : Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung jawab kepada dewan perwakilan rakyat. Kedudukannya tidak tergantung dari DPR, akan tetapi tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan tergantung pada presiden, yaitu menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Jadi pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri menjadi wewenang penuh presiden, dan oleh karenanya menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden.

(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Implementasi : Menteri Dalam Negeri yang jabatannya dipegang oleh Gamawan Fauzi berbeda dengan Menteri Luar Negeri yang jabatannya dipegang oleh Marty Natalegawa.

(4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.

Implementasi: dalam hal pengangkatan dan pemberhentian kementrian negara semua itu telah diatur oleh undang-undang yang berlaku.

BAB VI

PEMERINTAHAN DAERAH

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi kabupataen dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur oleh undang-undang.

Implementasi : contohnya saja di Padang ini sendiri, jabatan Gubernur di pegang oleh Irwan Prayitno dan Walikota Padang itu Fauzi Bahar, yang mana walikota Padang itu sendiri berbeda dengan walikota Bukittingi, dan kepala daerah itu dipilih melalui pemilihan umum.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Implementasi : kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan kota Padang pasti berbeda dengan dengan kota Bukittingi, contohnya saja dalam pelaksanaan ujian semester di sekolah-sekolah.

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang angota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

Implementasi : karena negara Indonesia adalah negara demokrasi, oleh sebab itu rakyat juga berhak menentukan wakil rakyat yang dipilh melalui pemilu.

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokrasi.

Implementasi : di Jabar yang baru melakukan pemilihan umum calon gubernur dan wakil gubernurnya pada 24 February 2013 kemarin.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Implementasi : setiap daerah itu mempunyai hak untuk mengatur daerahnya masnig-masing yang menyangkut kepentingan daerahnya seperti pemilu calon Bupati dan wakilnya, tapi tidak semua urusan daerah itu dijalankan oleh pemerintahan daerah, seperti masalah anggaran pendapatan dan belanja daerah itu menjadi urusan pemerintah pusat. Di daerah-daerah yang berrsifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

Implementasi : setiap pemerintahan daerah berhak membuat kebijakan-kebijakan untuk melaksanakan otonominya dan untuk kemajuan daerahnya, yang mana peraturan itu tidak akan sama dengan daerah-daerah lainnya. Seperti kebijakan car free day yang ada di Jakarta.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalan undang-undang.

Implementasi : dalam menjalankan pemerintahan di daerah itu semua telah diatur oleh undang-undang.

Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

Implementasi : dalam terrioir Negara Indonesia banyak terdapat suku dan adat daerah, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minagkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Implementasi : di daerah-daerah yang bersifat otonom (streak dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Implementasi : pemerintah pusat menghargai setiap kebijakan atau peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah untuk kepentingan daerahnya, seperti pemerintah pusat memberikan penghargaan kepada daerah yang kebersihan lingkungannya benar-benar terjaga.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Implementasi : dalam terrioir Negara Indonesia banyak terdapat suku dan adat daerah, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minagkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Dan segala peraturan negara mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut.

BAB VII

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Pasal 19

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemiihan umum.

Implementasi : negara Indonesia adalah negara demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat, oleh karena itu rakyat juga berhak ikut dalam pemilihan DPR

(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.

Implementasi : susunan DPR telah diatur dengan undang-undang.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Implementasi : selama masa jabatannya sebagai anggota DPR, sekurang-kurangnya DPR harus mengadakan sekali sidang dalam setahun.

Pasal 20

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Implementasi : DPR sebagai lembaga eksekutif mempunyai fungsi untuk membentuk undang-undang.

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk dapat persetujuan bersama.

Implementasi : UUD 1945 juga mengatur kekuasaaan Presiden di bidang legislatif, antara lain ketentun bahwa pembahasan setiap rancangan undang-undang oleh DPR dilakukan bersama dengan Presiden.

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Implementasi : rancangan undang-undang yang tidak mendapatkan persetujuan bersama, maka RUU itu tidak bisa diajukan sebagai rancangan undang-undang dalm persidangan DPR saat itu.

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang

Implementasi : sebagai lembaga eksekutif, Prseiden mempunyai wewenang untum mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama.

(5) Dalam rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

Implementasi : bahwa suatu RUU sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan apabila lewat waktu 30 hari presiden tidak mengesahkannya. Ketentuan ini dirumuskan untuk memberikan kepastian hukum.

Pasal 20A

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislatif, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.

Implementasai : DPR mempunyai fungsi dalam pembuatan undang-undang, mebuat anggaran pendapatan dan belanja dan juga mempunyai fungsi untuk mengawasi kerja Presiden selama masa jabatannya.

(2) Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

Implementasi : dalam menjalankan tugasnya, DPR mempunyai hak-hak tertentu. Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dan hak untyk menyatakan pendapatnya.

(3) Selain hak diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas.

Implementasi : selain hak angket, hak interpelasi dan menyatakan pendapat, DPR juga mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usulan dan hak imunitas. Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR tidak dapat dituntut di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.

(4) Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.

Implementasi : semua hal tetang DPR telah diatur dan ditetapkan dalam undang-undang.

Pasal 21

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Implementasi : DPR mempunyai fungsi legislatif yaitu salah satunya mengajukan rancangan undang-undang.

Pasal 22

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintahan sebagi pengganti undang-undang.

Implementasi : pada situasi yang memaksa, presiden berhak untuk menentukan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut.

Implementasi : peraturan pemerintah yang diusulkan oleh presiden harus mendapatkan persetujuan dari DPR pada persidangan berikutnya.

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Implementasi : jika peraturan pemerintah yang diusulkan tadi tidak mendapatkan persetujuan dari DPR, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut, tidak bisa disahkan.

Pasal 22A

Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.

Implementasi : tata cara mengenai pembentukan undang-undang telah diatur dengan undang-undang.

Pasal 22B

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dengan dalam undang-undang.

Implementasi : syarat pemberhentian anggota DPR telah diatut dan ditentukan oleh undang-undang.

BAB VIIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH

Pasal 22C

(1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilh dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.

Implementasi : DPD segabai wakil dari daerah dipilih melalui pemilu.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Implementasi : Jumlah anggota DPD pada pemilu 2009 adalah 132, dan jumlah ini tidak lebih dari sepertiga jumlah DPR yaitu 560

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.

Implementasi : setidaknya dalam setahun masa jabatannya DPD harus melakukan sekali sidang.

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.

Implementasi : semua hal yang menyangkut tentang DPD telah diatur dengan undang-undang.

Pasal 22D

(1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta memberikab pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang ynabg berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.

(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai, otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumberr daya ekomnomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasan itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

Implementasi pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4) : dalam urusan yang menyangkut semua kepentingan daerah, DPD mempunyai wewenang untuk mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang. Dalam pembahasan mengenai rancangan UU itu, DPD juga mempunyai wewenang pertimbangan terhadap rancangan UU itu. Dalam pelaksanaanya DPD mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU itu dan menyampaikan hasil pengawasan itu kepada DPR. Semua hal uang menyangkut tentang DPD telah diatur dan ditetapkan dalam undang-undang.

BAB VIIB

PEMILIHAN UMUM

Pasal 22E

(1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Implementasi : dalam pelaksanaan pemilu haruslah jujur, adil, bebas, umum, langsung, dan rahasia tidak ada pembohongan public dalam pemilihan umum ini.

(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Implementasi : masyarakat bisa ikut dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR dan DPRD karena pemilu itu dilaksanakan secara langsung.

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

Implementasi : setiap anggota DPR dan DPRD dipilih oleh partai politik.

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

Implementasi : anggota DPD yang menjadi peserta pemilu merupakan wakil dari partai politiknya.

(5) Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

Implementasi : dalam pelaksanaan pemilu haruslah bisa mencangkup semua wilayah yang seharusnya ikut terlibat dalam pemilu.

(6) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.

Implementasi : semua ketentuan tentang pemilu telah diatur oleh undang-undang.

BAB VIII

HAL KEUANGAN

Pasal 23

(1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2) Rancangan undang-undang anggaran pendapat dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

(3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.

Implementasi pasal 23 ayat (1), (2), dan (3) : dalam negara demokrasi anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Betapa caranya rakyat sebagai bangsa akan hidup dan dari mana didapatnya belanja buat hidup, harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantara dewan perwakilannya. Oleh karena itu penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menetapkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan DPR.

Pasal 23A

Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Implementasi : penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menetapkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lainnya, harus ditetapkan dengan undang-undang.

BAB VIIIHAL KEUANGAN

Pasal 23B

Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.

Implementasi dari pasal ini yaitu adanya Bank Idonesia yang mengatur percetakan, dan penyebaran uang. Nilai mata uang juga harus disesuaikan dengan kurs valuta asing yang berstandarkan kepada dolar Amerika yang ketentuannya diatur dalam UUD.

Pasal 23C

Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.

Implementasi : barang yang menjadi pengukur harga, mestilah tetap harganya, mestilah tetap harganya, jangan naik turun karena keadaan uang yang tidak teratur. Oleh karena itu, keadaan uang itu harus ditetapkan dengan undang-undang.

Pasal 23D

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.

Implementasinya yaitu Di dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Bab VIII berkenaan dengan Hal Keuangan secara singkat dijelaskan tentang fungsi Bank Indonesia yang pada hakikatnya merupakan pengaturan tentang fungsi bank sentral.

Ketentuan mengenai bank sentral dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum dan kedudukan hukum yang jelas kepada bank sentral sebagai suatu lembaga yang sangat penting dalam suatu negara yang mengatur dan melaksanakan fungsi kebijakan moneter.

BAB VIIIA

BADAN PEMERIKSAAN KEUANGAN

Pasal 23E

(1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sesuai dengan kewenangannya.

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang-undang.

Implementasi pasalm23E ayat (1) dan (2) : dalam hal pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan dibentuk sebuah badan pemeriksa keuangan yang bersifat bebas dan mandiri. Hasil dari pemeriksaan keuangan itu dilaporkan oleh BPK kepada wakil rrakyat sesuai kewenangan yang dimilikinya. Hasil pemeriksaan itu akan ditindaklanjuti sesuai dengan undng-undang yang berlaku.

Pasal 23F

(1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan anggota.

Implementasi pasal 23F ayat (1) dan (2) : Presiden mempunyai wewenang untuk memersmikan anggota BPK dengan pertimbangan dari DPD dan Pemimpin BPK itu sendiri dipilih dari anggota BPK.

Pasal 23G

(1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan Di ibukota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Periksa Keuangan diatur dengan undang-undang.

Implementasi pasal 23G ayat (1) dan (2) : BPK itu berkedudukan di Ibukota negara dan di setiap provinsi ada perwakilannya. Semua hal yang menyangkut tentang BPK telah diatur dengan undang-undang.

Pasal 24

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

Implementasinya, Pasal 24 berisikan tentang hal-hal yang berhungan dengan kekuasaan kehakiman yang akan menegakkan keadilan dalam negei ini. Salah satu permasalahan di Negeri ini adalah tentang keadilan. Keadilan sulit sekali ditegakkan. Yang menjadi sasaran dari ketidakadilan adalah masyarakat miskin. Terkadang hukuman yang diberikan terhadap mereka tidak setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Seperti yang kita lihat sekarang bahwa hukum tentang keadilan lebih berpihak kepada yang berduit.

BAB XIIIPENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Pasal 31

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib

membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,

yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Implementasi Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.” Pasal ini merupakan hasil refleksi dan evaluasi dari pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang sebelumnya berorientasi pada aspek kognitif dengan mengabaikan aspek afektif dan kreatifitas anak bangsa. Diakui bahwa saat ini pendidikan Indonesia terutama wajib belajar pendidikan dasar cukup berhasil, paling tidak secara kuantitatif. Itu semua karena rata – rata penduduk Indonesia sudah hampir seluruhnya telah mengecap pendidkan dasar walaupun juga tak bias dipungkiri juga msaih ada yang belum tersentuh akan pendidikan sekolah dasar itu sendiri.

Pasal 31 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.” Ayat ini secara khusus berbicara tentang pendidikan dasar 9 tahun (tingkat SD dan SLTP), bahwa target yang dikehendaki adalah warga negara yang berpendidikan minimal setingkat SLTP. Karena sifatnya wajib, bila tidak, semestinya ada sanksi hukum terhadap keluarganya dan juga bagi anaknya. Sanksi apa yang dikenakan kepada mereka, haruslah jelas. Tidak boleh lagi ada alasan bahwa seorang anak tidak bersekolah karena ia tidak ingin bersekolah atau keluarganya tidak mampu membiayainya karena pemerintah wajib membiayainya. Diakui bahwa saat ini wajib belajar pendidikan dasar cukup berhasil, paling tidak secara kuantitatif.

Pasal 31 ayat 3 berbunyi “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta aklaq mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur undang-undang”. benar bahwa pemerintah sudah menjalankan system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, hal ini dapat dilihat dengan diwajibkannya pada setiap jenjang pendidikan pendidikan untuk mempeajari palajaran pendidikan agama, pendidikan pancasila, pendidikan kewarganegaraan, yang mana melalui pelajaran ini bisa meningkatkan keimanan, ketakwaan, serta akhlak mulia warga Negara.

Pasal 31 ayat 4 “Pemerintah memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.” Dalam merencanakan pemanfaatan anggaran 20 (dua puluh persen), pemerintah menguraikan kebijakan pendidikan ke dalam beberapa program yang dipandang menjadi prioritas utama yang harus segera dilakukan. Prioritas penggunaan anggaran sebanyak 20% (dua puluh persen) dari APBN bidang pendidikan tersebut adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan dosen, menuntaskan wajib belajar 9 tahun dengan kualitas yang lebih baik, murah, dan terjangkau, akses mutu dan relevansi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi yang lebih baik, serta mutu dan relevansi penelitian yang lebih baik. Selain itu juga memperhatikan beasiswa kepada siswa/mahasiswa berprestasi serta mendapatkan jaminan melanjutkan pendidikan dimanapun, memberikan perhatian pada pendidikan non formal yang lebih baik dan penguatan tata kelola. Namun tidak konsistenya pemerintah pusat dan daerah dalam mengimplementasikan pasal 31 ini yang ternyata sampai sekarang pemerintah pusat maupun pemprop/pemkab/pemkot termasuk Kalimantan Timur belum dapat merealisasikan amanat UUD itu. Memang ada sebagian pemkot/pemkab di kaltim yang telah mengalokasikan 20 % untuk pendidikan. Sangat ironis jika daerah yang kaya seperti kaltim belum mampu memberikan porsi 20% untuk pendidikan dalam APBD.

Pasal 31 ayat 5 “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradapan serta kesejahteraan umat manusia ini mencerminkan bahwa iptek mendapatkan prioritas dalam pendidikan.” Dalam penggunaan ilmu pengetahuan dan tehnologi ini hendaknya mendasarkan diri pada nilai-nilai agama yang transendental dan universal untuk kesejahteraan umat manusia dan memajukan peradapan serta persatuan bangsa.

Pasal 32

(1) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan mesyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya.

(2) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Implementasi dari pasal ini adalah bahwa pemerintah memang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya, asalkan masih sesuai dengan kebudayaan aslinya. menempatkan kebudayaan nasional pada derajat yang tinggi atas dasar pemahaman bahwa kebudayaan nasional, yang menjamin unsur-unsur kebudayaan daerah, merupakan identitas bangsa dan negara yang harus dilestarikan, dikembangkan, dan diteguhkan di tengah perubahan global yang pesat dan dapat mengancam identitas bangsa dan negara Indonesia. Sekaligus menyadari bahwa budaya Indonesia bukan budaya tertutup di tengah perubahan dunia. Dengan demikian, diharapkan pada masa yang akan datang, bangsa dan negara Indonesia tetap mem-punyai identitas yang sesuai dengan dasar negara dan nilai-nilai serta pandangan hidup bangsa Indonesia walaupun terjadi perubahan global. Ketentuan itu juga dilandasi oleh pemikiran bah-wa persatuan dan kebangsaan Indonesia itu akan lebih kukuh jika diperkuat oleh pendekatan kebudayaan selain pendekatan politik dan hukum.

BAB XIVPEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

Pasal 33

(4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

(5) ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Implementasi pasal 33 UUD 1945 di dalam kehidupan berbangsa di Indonesia tercantum dasar demokrasi ekonomi dan mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran orang-perorangan. Tetapi pada kenyataan hal itu belum sepenuhnya berjalan. Masih banyak kita lihat segala hal yang berhubungan dengan kekayaan alam masih mementingkan kemakmuran perorangan sehingga yang kaya semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin. Dalam penerapannya oleh perusahaan dilapangan menimbulkan polemik, kontravesi, bahkan perlawanan masyarakat. Apalagi jargon demi kepentingan umum atau demi pembangunan seolah-olah menjadi cara sah untuk mengusir rakyat dari sumber daya alamnya. Sehingga rakyatlah yang menangguang risiko terbesar dari aktivitas eksploitasi sumber daya alam, tanpa mendapatkan perlindungan yang layak. Dalam kenyataan saat sekarang ini sistem ekonomi yang dijalankan bersifat mendua karena hak menguasai oleh negara menjadi dapat didelegasikan ke sektor-sektor swasta besar buatan pemerintahan sendiri.

Pasal 34

(1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.(2) Negara mengembangkan sistim jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan

masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.(3) Negara bertanggungjawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak.(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Implementasi pada pasal 34 dikatakan bahwa semua orang miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara, tetepi pada kenyataan yang ada di lapangan bahwa tidak semua orang miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara. Masih banyak kita lihat adanya anak jalanan mencari uang untuk keperluan hidup sehari-hari. Penanganan masalah anak merupakan masalah yang harus di hadapi oleh semua pihak, bukan hanya orang tua atau keluarga saja, tetapi semua orang yang ada di dekat anak tersebut untuk membantu pertumbuhan anak dengan baik. Penanganan mengenai anak terlantar itu bisa di pantih asuah tetapi masih banyak pantiasuahan yang kekurangan danah sehingga di biarkan begitu saja. Selain itu seperti masih banyak rumah warga yang digusur dengan alasan tanah yang mereka tempati merupakan tanah negara yang akan dibuat suatu perusahaan megah, sementara mereka kehilangan tempat dimana mereka dilahirkan dan mencari nafkah. Tentang penyediaan fasilitas yankes dan fasilitas umum yang layak, disini dapat kita lihat bahwa pemerintah memang sudah menyediakan fasilitas yankes dan umum, tapi sayangnya fasilitas yang tersedia tersebut tidak semua kalangan yang dapat menikmatinya, contohnya saja dalam fasilitas yankes, rakyat miskin kurang menikmati fasilitas yankes tersebut dikarenakan ketidak adan biaya, walaupun pemerintah sudah mengatasinya dengan jankesmas dan semacamnya, tetapi pada kenyataannya tetap saja masyarakat kurang puas dalam hal tersebut.

BAB XVIPERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

Pasal 37

(1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(2) Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(5) Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.

Implementasi dari pasal ini terlihat dalam system pelaksanaan check and balances antar lembaga Negara dalam pengubahan undang-undang dasar. DPR harus mengusulkan dahulu perubahan ini kepada MPR dengan kuorum yang cukup dan MPR berhak untuk memutuskan disetujui atau tidaknya pengubahan UUD tersebut. Di dalam ketentuan itu, Pembukaan tidak termasuk objek perubahan, sedangkan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak dapat diubah. Adanya ketentuan ini dimaksudkan untuk mempertegas komitmen bangsa Indonesia terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk NKRI sekaligus melestarikan putusan para pendiri negara pada tahun 1945. Rumusan itu juga menggambarkan sikap konsisten terhadap kesepakatan dasar yang dicapai fraksi-fraksi MPR sebelum dilakukannya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan pasal ini meliputi proses perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diawali dengan usul perubahan yang harus diajukan oleh sekurang-kurangnya satu pertiga jumlah anggota MPR; putusan untuk melakukan perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota MPR, lebih banyak dari persyaratan minimal, yaitu empat persembilan jumlah anggota MPR yaitu dua pertiga dikali dua pertiga sebagaimana diatur pada pasal ini sebelum perubahan.

ATURAN PERALIHAN

Pasal I Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang

baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal II Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan

Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal III Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk

segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Implementasinya, adanya ketentuan yang mengatur berbagai hal yang berkaitan dengan terjadinya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hal yang berlaku umum dalam setiap perubahan hukum. Peraturan perundang-undangan tetap berlaku selama belum diterbitkan yang baru menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diubah dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum atau ketidakpastian hukum sebagai akibat terjadinya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, adanya ketentuan yang mengatur bahwa lembaga negara tetap berfungsi sepanjang melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga dimaksudkan agar negara melalui berbagai lem-baga negara yang dibentuknya (seperti MPR, DPR, Pre-siden, dan MA) tetap berjalan sebagaimana mestinya untuk menyelenggarakan kegiatan negara dan pemerintahan, memenuhi kepentingan umum dan kebutuhan rakyat sampai adanya lembaga baru yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diubah. Ketentuan bahwa MA melaksanakan fungsi MK sebelum MK terbentuk penting untuk mencegah terjadinya kevakuman hukum dalam pelaksanaan tugas ketatanegaraan. Selain itu, ketentuan ini dimaksudkan juga untuk memastikan berjalannya mekanisme saling mengawasi dan saling mengimbangi. Sementara itu, lembaga negara yang ada, yaitu Presiden, DPR, MPR, MA, BPK, dan DPA telah menyesuaikan diri dengan ketentuan baru dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diubah.

ATURAN TAMBAHAN

Pasal I Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status

hokum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.

Pasal II Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Implementasinya, ketentuan Pasal I Aturan Tambahan dirumuskan sebagai tindak lanjut adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya yang terkait dengan perubahan kedudukan dan wewenang MPR sehingga perlu ada peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR.Adapun ketentuan Pasal II Aturan Tambahan dimaksudkan untuk menegaskan bahwa status Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak lagi merupakan bagian dari naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, ketentuan Pasal II Aturan Tambahan ini mengakhiri keberadaan Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, setelah hal-hal normatif di dalamnya dimasukkan ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu, ketentuan Pasal II Aturan Tambahan juga mengubah sistematika Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebelum diubah, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas tiga bagian, yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan. Setelah diubah, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas dua bagian yaitu Pembukaan dan pasal-pasal.

Tugas mandiri Pend. Pancasila

“bedah uud 1945 hasil amandemen ke iv”

Rahmi oknivyoza

1311211039

Ilmu kesehatan masyarakatFakultas kesehatan masyarakat

Universitas andalas

TA : 2013