pengaruh tiongkok dalam perdagangan maritim di pelabuhan …
Post on 29-Oct-2021
6 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGARUH TIONGKOK DALAM PERDAGANGAN
MARITIM DI PELABUHAN MALAKA ABAD XV
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar
Sarjana Humaniora (S. Hum)
Oleh :
Ika Wahyuni
NIM : 11140220000096
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
i
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Pengaruh Tiongkok dalam Perdagangan
Maritim di Pelabuhan Malaka Abad XV. Tujuan penulisan dari
judul tersebut adalah untuk mengetahui kontribusi Dinasti Ming
di Tiongkok dalam dinamika perekonomian di Pelabuhan
Malaka, pelabuhan yang menjadi pasar internasional sepanjang
abad XV. Pentingnya kajian maritim untuk perkembangan ilmu
sejarah menjadi alasan mengapa tema ini menarik untuk dibahas
dan ditulis.
Penelitian ini menggunakan metode historis dengan penulisan
deskriptif-analisis. Hasil temuan skripsi ini bersifat kualitatif
dengan data-data yang diperoleh dari berbagai literatur lokal
maupun internasional. Untuk menganalisa hubungan yang
dilakukan antara Malaka dan Tiongkok, teori yang digunakan
adalah teori dependensi (ketergantungan). Malaka, sebagai daerah
vasal dari Dinasti Ming, berusaha menjalin kerjasama untuk
memenuhi misi kepentingan wilayah masing-masing
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa adanya motif politik yang
mengawali hubungan keduanya. Dinasti Ming melindungi
Kerajaan Malaka dari serangan Kerajaan Siam dan Kerajaan
Majapahit, kemudian Dinasti Ming mengangkat dan
mengukuhkan Parameswara sebagai raja di Kerajaan Malaka.
Hubungan tersebut memberikan efek atau pengaruh terhadap
bidang perekonomian. Tiongkok menyumbangkan keuntungan
terbesar bagi perdagangan di Malaka. Begitu pula saat terjadinya
perpindahan ibukota Dinasti Ming, volume perdagangan bagi
Malaka dan beberapa daerah pusat perdagangan di Asia Tenggara
menurun di Tiongkok.
Kata kunci: Maritim, Pelabuhan Malaka, Tiongkok, Abad XV
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji syukur semoga selalu
tercurahkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah
memberi kasih sayang kepada kita, sehingga kita dapat menjalani
kehidupan berkat rahmatNya. Tak lupa juga, Shalawat serta
salam yang selalu kita persembahkan kepada junjungan agung
Nabi Muhammad SAW beserta sahabat-sahabatnya, yang telah
membawa kita ke jalan Dinul Islam.
Dalam rangka memenuhi dan menyelesaikan syarat studi
strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, maka dengan itu penulis telah menulis karya ilmiah
berbentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Tiongkok dalam
Perdagangan Maritim di Pelabuhan Malaka Abad XV”.
Kajian maritim merupakan kajian yang menarik bagi
penulis, terlebih Malaka, sebuah pelabuhan yang telah
menorehkan pelajaran dan sejarah besar bagi dunia kemaritiman
di Nusantara. Malaka tidak sekedar nama tempat, akan tetapi
Malaka adalah pintu gerbang peradaban Nusantara, beragam adat,
budaya, bahasa, etnis dan ras dari berbagai negara singgah disini.
Untuk menelusuri jejak kejayaan maritim di Malaka, sekiranya
penting bagi kita untuk memperdalam khazanah keilmuan dan
naskah-naskah lokal mengenai Malaka.
Dalam proses pengkajian dan penelusuran jejak-jejak
peninggalan Tiongkok di Malaka, penulis banyak menemui
iv
tantangan dan kesulitan. Akan tetapi, berkat dorongan semangat
dan do’a dari berbagai pihak, penulis mampu menyelesaikan
karya tulis ini dengan baik. Oleh karena itu, izinkan penulis
menghaturkan ucapan terimakasih sebagai bentuk apresiasi
kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam
menyusun skripsi ini, baik bantuan dari segi moril maupun
materil
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Lubis, Lc, MA, selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2019-
2023
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas
Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam beserta Shalikatus Sa’diyah selaku
Sekretaris Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam (SPI),
UIN Syarif Hidayatullah.
4. Dosen pembimbing akademik, Bapak Ma’ruf Misbah,
MA, selaku dosen pembimbing akademik penulis, yang
telah mengarahkan perkuliahan penulis dari semester awal
hingga kini.
5. Dosen pembimbing skripsi sekaligus motivator penulis,
Ibu Amelia Fauzia, M.A yang selalu memberi arahan,
memberi tantangan kepada penulis, dan mengajarkan
bagaimana cara menulis dan beragumentasi yang baik.
Terima kasih miss, telah percaya dan yakin kepada
penulis untuk bisa berbuat lebih baik lagi.
v
6. Kepada seluruh civitas akademik Fakultas Adab dan
Humaniora, khususnya dosen-dosen SPI yang telah
memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis
semenjak penulis memasuki bangku perkuliahan.
7. Kepada ayahanda dan ibunda tercinta, yang tak henti-
hentinya mencurahkan kasih sayang, kerja kerasnya, serta
membimbing sedari kecil sampai saat ini. Semoga dengan
selesainya karya tulis ini, bisa menjadi kebanggan bagi
mereka. Serta adik tecinta dan semua anggota keluarga
yang berada di kampung halaman, Magetan.
8. Kepada teman-teman SPI 2014, khususnya Youngers,
Rika, Vida, Novi, Ziah, Rina, Adam, Ubay, Tarjo, Dika,
Opang, Fahri, Ari, Raden yang telah memberikan
semangat, waktu, dan dukungan selama penulis kuliah
dan berorganisasi. Tawa kalian telah mampu menjadi
stimulus bagi penulis selama kurang lebih empat tahun
ini.
9. Keluarga besar LAPMI HMI Cabang Ciputat, Ka Ma’ruf,
Ka Daniel, Fufu, Hakim, Reza, Fairuz yang telah menjadi
motivator dan teman penulis selama belajar tentang pers
dan media. Khususnya, Ratu Aisyah dan Siti Nurhasanah
(Kim) yang selalu ada untuk penulis, baik susah maupun
senang, terimakasih telah menjadi teman terbaik penulis.
10. Kepada keluarga besar HMI KOFAH, khususnya
angkatan 2014 yang telah menjadi teman berproses baik
di organisasi internal maupun eksternal. Serta teman-
teman pengurus KOHATI Cabang Ciputat periode 2018-
vi
2019, terimakasih telah mendidik penulis menjadi
perempuan yang berguna bagi sesama.
11. Kepada tim KKN Ekspedisi Nusantara Jaya 2017, yang
telah memberikan pengalaman luar biasa selama
perjalanan satu bulan. Terima kasih atas ilmu travelling
dan pengabdian yang teman-teman berikan.
12. Kepada teman-teman seperjuangan DEMA FAH 2017,
khususnya BPH, Naji, Usamah, dan Ali yang sudah
menghibahkan dirinya untuk mengurus organisasi ini
selama satu periode. Serta Ghea dan Basmah, tempat
curhat, tempat keluh kesah saat kepengurusan ini.
13. Kepada keluarga besar SEMA-U 2018, khususnya tim 18,
terimakasih sudah mengajarkanku bahwa ‘kalah tak lantas
membuat kita lemah’.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis
memohon maaf apabila ada kesalahan dalam seluruh tahapan
penulisan atau pengerjaan skripsi ini. Penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
perkembangan historiografi penulis di masa yang akan datang.
Semoga skripsi ini mampu bermanfaat dan bernilai positif bagi
akademisi dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Ciputat, 20 Februari 2019
Penulis
vii
DAFTAR ISTILAH
Junk atau Jung Kapal besar dari Tiongkok
Upeti Uang, emas, dsb yang wajib
dibayarkan (dipersembahkan) oleh
negeri-negeri kecil kepada raja yang
berkuasa atau yang menaklukan.
Laguna Sekumpulan air asin yang terpisah
dari laut oleh penghalang yang
berupa pasir, batu karang atau
semacamnya. Jadi, air yang tertutup
di belakang gugusan karang atau
pulau-pulau
Delta Daratan pada muara sungai-sungai
besar, berupa endapan material
lapuk yang diangkut oleh sungai
Eboni Kayu yang keras, berat dan tahan
lama. Biasanya digunakan untuk
membuat mebel dan barang ukiran.
Kayu ini berwarna hitam
Damar Getah pohon yang menetes ke tanah
dan diambil dengan cara digali.
Tetesan damar hampir sama dengan
resin pohon pinus. Damar akan
terbakar jika disulut api, oleh
karenanya penduduk
menggunakannya sebagai lampu
viii
penerang. Damar berkualitas tinggi
tidak berwarna atau transparan.
Balairung Balai atau pendapa besar tempat
raja dihadap rakyatnya.
Depa Ukuran sepanjang kedua belah
tangan mendepang dari ujung jari
tengah tangan kiri sampai ke ujung
jari tengah tangan kanan.
Hokkien atau Hokkian Merupakan salah satu suku
Tionghoa yang populasinya
mendominasi di Nusantara. Mereka
berasal dari wilayah Fujian di
Tiongkok Selatan. Bahasa Hokkian
adalah dialek Minnan Selatan yang
merupakan bagian dari bahasa Han.
Kanton Penduduk Tiongkok yang berasal
dari Guangzhou, ibukota dari
provinsi Guangdong dan
merupakan kota terbesar di
Tiongkok bagian selatan.
Penduduknya banyak yang
berpendidikan tinggi, serta mereka
terkenal dengan teknik pengobatan
tradisionalnya yang mujarab.
Cruzados Uang koin Portugis lama yang
dibuat dari emas. Nilai 1 ceuzados
adalah 390 reis pada masa Pires,
ix
walaupun menurut perhitungannya
sendiri sepertinya ekuivalen dengan
375 reis. Cortesao menyebut nilai 1
cruzado yang dikonversi ke mata
uang modern sekitar 285 escudos,
atau sama dengan kurang lebih
23.550 rupiah.
Mate Sebuah unit nilai untuk emas. Emas
8 mate senilai 16 calaim per mate,
100 calaim adalah 3 cruzados.
Nanyang Penyebutan orang-orang Tionghoa
untuk wilayah yang berada di
selatan Tiongkok, terutama Asia
Tenggara.
Kuala Tempat pertemuan sungai dengan
sungai atau sungai dengan laut atau
bermuara bersama-sama dari
beberapa aliran menjadi satu.
Commenda Sistem kerjasama antar dua pihak,
yakni pemilik modal dan pekerja.
Hasil atau keuntungannya juga akan
dibagi dua.
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISTILAH vii
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah 6
C. Batasan Masalah 7
D. Rumusan Masalah 9
E. Tujuan dan Manfaat Penulisan 9
F. Metode Penulisan 10
G. Sistematika Penulisan 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA 15
A. Landasan Teori 15
B. Kajian Pustaka 17
C. Kerangka Berfikir 23
BAB III AKTIVITAS PERDAGANGAN DI MALAKA
ABAD XV 25
A. Dukungan Kondisi Alam dalam Perdagangan 26
B. Masyarakat Malaka dalam Perdagangan 33
C. Peran Kerajaan terhadap Perdagangan 37
D. Datangnya Pedagang Asing ke Malaka 41
xii
E. Malaka sebagai Bandar Perdagangan
Internasional 43
BAB IV KERJASAMA ANTARA TIONGKOK DAN
MALAKA 49
A. Tiongkok sebagai Penguasa Asia 50
B. Sejarah Awal Malaka dan Tiongkok Menjalin
Hubungan 56
C. Kerjasama Politik antara Dinasti Ming dan
Kerajaan Malaka Abad XV 58
D. Motif Kepentingan Nasional antara Tiongkok
dan Malaka 67
BAB V PENGARUH TIONGKOK TERHADAP
PEREKONOMIAN DI MALAKA ABAD XV 73
A. Kondisi Perekonomian Malaka pasca Kedatangan
Tiongkok 74
B. Terbentuknya Koloni Tiongkok 81
C. Keuntungan Berdagang dengan Tiongkok 83
D. Besarnya Hadiah dari Tiongkok 85
E. Jumlah Kedatangan Kapal dan Komoditas dari
Tiongkok 89
F. Perpindahan Ibukota dan Turunnya Volume
Perdagangan Malaka di Tiongkok 91
BAB VI PENUTUP 99
A. Kesimpulan 99
DAFTAR PUSTAKA 101
LAMPIRAN 107
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Misi Malaka dalam Kunjungan Ke
Tiongkok (1405-35) 69
Tabel 5.1 Pengiriman Misi Kehormatan kepada
Tiongkok 88
Tabel 5.2 Penurunan Populasi Penduduk di Tiongkok 93
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Letak Geografis Malaka 32
Gambar 4.1 Jalur Pelayaran Tiongkok 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sepanjang sejarah, Asia Tenggara merupakan wilayah
yang menjadi jalur lalu lintas internasional, sehingga sangat
memungkinkan jika wilayah ini mendapat berbagai pengaruh dan
aspirasi dari luar. Terletak antara Samudera Hindia dan Laut
Cina, serta menjadi pemisah antara dua wilayah yang berbeda
secara geografis, antropologis, dan ekonomi. Semenanjung
Malaya dan Kepulauan Indonesia sejak masa lalu telah
memainkan peranan penting sebagai daerah transit.1
Semenanjung Malaya (sekarang Thailand Selatan dan
Malaysia semenanjung) dan ujung utara Pulau Sumatera
merupakan bagian dari jaringan perdagangan subregional yang
berkembang pesat pada abad XV. Semenanjung ini dipenuhi
negara-kota pesisir yang terhubung dengan daerah-daerah jauh
lainnya di timur dan barat. Negara-negara kota ini mempunyai
peran penting dalam merangsang perdagangan dan kemakmuran
serta menyebarkan kebudayaan dari luar daerah.
Tidak hanya sebagai daerah transit untuk produk-produk
dari timur dan barat, wilayah ini juga menjadi lokasi pertemuan
1 M.A.P Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara
Sejarah Perniagaan 1500-1630 (Depok: Komunitas Bambu, 2016), 11.
2
para pedagang dari berbagai arah.2 Oleh karena itu, wilayah ini
sangat cocok untuk dijadikan Entrepot.3
Selat Malaka yang berada di Semenanjung Malaya
menjadi lalu lintas perdagangan Tiongkok4 dan Jepang di wilayah
timur serta India, Timur Tengah, Afrika Timur, dan bahkan Eropa
bagian barat. Selain itu, pelayaran dan perdagangan di wilayah ini
juga didukung oleh dua sistem angin yang berlawanan bertemu
disini, yakni angin muson dari Samudra Hindia dan angin pasat
dari Laut Cina. Hal ini menyebabkan kapal-kapal harus
menunggu selama beberapa waktu sampai memungkinkan
mereka untuk melanjutkan perjalanan. Kapal-kapal bergerak ke
timur melewati Samudra Hindia berlayar melewati perairan selat
yang tenang dan kemudian singgah untuk beristirahat, memasok
perbekalan dan membeli barang-barang lokal. Para saudagar yang
berlayar ke barat daya melewati Laut Cina Selatan juga
melakukan hal yang sama sambil menunggu angin yang akan
membawa kapal mereka ke Samudera Hindia dan ke arah barat
menuju pelabuhan-pelabuhan perdagangan.5
2 M.A.P Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara
Sejarah Perniagaan 1500-1630, 11. 3 Pelabuhan tempat barat dagangan diimpor dan kemudian diekspor
kembali tanpa membayar bea impor, dengan selisih harga yang
menguntungkan. 4 Tiongkok merupakan nama klasik dari Cina yang digunakan oleh
dinasti-dinasti yang silih berganti berkuasa di Cina, yakni Dinasti Tang, Sung,
Yuan, Ming dan Ch‘ing. Penggunaan nama Cina dimulai pada akhir masa
kekuasaan Dinasti Ch‘ing. Ditambah ketika peristiwa revolusi Cina yang
dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen, secara resmi negara ini mempoklamirkan
dengan sebutan Republik Rakyat Cina (Irfani, 2012: 01) 5 M.C. Ricklefs, dkk, Sejarah Asia Tenggara dari Masa Presejarah
sampai Kontemporer (Depok : Komunitas Bambu, 2013), 162.
3
Kegiatan perdagangan merupakan warisan kegiatan orang
pribumi yang sudah berjalan sejak zaman awal kerajaan
Langkasuka6 dan Sriwijaya, yakni dalam kurun waktu abad ke-7
sampai abad ke-13, kemudian perdagangan tersebut dilanjutkan
oleh Kerajaan Siam dan Kesultanan Malaka pada kurun waktu
abad XIV sampai abad XV. Kerajaan-kerajaan maritim yang
terdapat di pesisir Selat Malaka ini diuntungkan dengan kondisi
geografi dan perairan sehingga memudahkan kedatangan para
pedagang asing dari timur dan barat ke Nusantara.7
Berbagai macam jenis komoditi diperdagangkan di
Malaka. Negeri-negeri lain di Sumatera pesisir timur, seperti Aru,
Rokan, Kampar, Indragiri, Siak, Jambi, hingga Palembang
membawa hasil-hasil hutan seperti lada, kapur barus, kayu
gaharu, madu, lilin, pinang, emas, dan hasil tambang untuk
diperdagangkan di pasaran Malaka. Sepulangnya dari Malaka,
negeri-negeri tersebut membeli komoditas dari negeri-negeri
asing, seperti jenis-jenis kain dari India, porselen dan sutera dari
Tiongkok, wangi-wangian dari Timur Tengah, dan masih banyak
yang lain.8
Sebelum kejayaan Malaka pada abad XV, Tiongkok telah
menjadi salah satu wilayah yang mempunyai peradaban tertua
dan terbesar di dunia. Bangsa-bangsa Tionghoa merupakan
6 Kerajaan Langkasuka merupakan kerajaan tertua di Semenanjung
Malaya, yang berdiri pada abad II. Pada abad XV, kerajaan ini berubah
menjadi kerajaan Melayu Islam atau Kesultanan Pattani di Thailand Selatan. 7 Muhammad Yusoff Hashim, Kesultanan Melayu Melaka Kajian
Beberapa Aspek tentang Melaka pada Abad ke-15 dan Abad ke-16 dalam
Sejarah Malaysia (Kuala Lumpur : Maziza Sdn. Bhd, 1989), 236. 8 Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2009), 45.
4
bangsa yang cerdas dalam bidang perekonomian dengan basis
perdagangan. Hal tersebut dapat dilihat dari sisa-sisa barang
dagangan dari Tiongkok, seperti keramik dan mata uang logam
yang ditemukan di beberapa situs di sepanjang pesisir Sumatera
Utara. Hal ini menunjukkan ramainya komoditas Tiongkok yang
dijual ke berbagai daerah, seperti India Selatan, Timur Tengah,
Asia Tenggara, termasuk Selat Malaka. Hubungan maritim ini
sudah lama dikenal. Maka, ketika Portugis menduduki Malaka
pada abad XVI, Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental,
dengan bangga mengatakan :9
Barang siapa menguasai Malaka bisa mencekik
Venesia. Sejauh Malaka, dan dari Malaka ke Cina
dan dari Cina ke Maluku, dan dari Maluku ke Jawa,
dan dari Jawa ke Malaka dan Sumatra, semuanya
sudah berada dalam kekuasaan kami.
Awal berdirinya Malaka, Malaka merupakan daerah di
bawah kekuasaan Kerajaan Siam.10
Parameswara yang masih
mempunyai hubungan erat dengan Kerajaan Sriwijaya di
Palembang, kemudian memberontak dan memerdekakan diri.11
Setelahnya, Malaka terus mendapat ancaman dari Kerajaan Siam
9 Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-
16 dan 17 (Depok : Komunitas Bambu, 2017), 5. 10 Kerajaan Siam yang pertama kali berdiri adalah Kerajaan Sukothai,
yang didirikan oleh Raja Sri Intradit pada tahun 1238. Di bawah kekuaasaan
Raja Ramkamhaeng, Sukothai mencapai puncak kejayaannya dan mulai
menjalin hubungan dengan Tiongkok. Setelah Ramkamhaeng turun, Sukothai
mengalami kemunduran. Disaat itulah, kemudian Kerajaan Ayutthaya mulai
didirikan pada tahun 1350 oleh Raja Ramadhipati I, hingga menemui
kehancurannya pada abad XVIII karena serangan dari Burma. 11 W.P Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa (Depok;
Komunitas Bambu, 2018), 139.
5
dan Majapahit. Oleh karena itu, Parameswara memutuskan untuk
menjalin hubungan dengan Dinasti Ming dari Tiongkok agar ia
dapat mendirikan sebuah kerajaan dan lepas dari ancaman
tersebut. Di sisi lain, kesempatan ini juga dimanfaatkan Tiongkok
untuk menjadi negara adikuasa di Asia. Tiongkok sebagai
penguasa besar telah menjamin keamanan bagi Malaka dari
serangan para bajak laut, sehingga memudahkan Malaka untuk
melakukan segala aktivitas perdagangannya. Dengan begitu,
Malaka mempunyai hutang budi kepada Tiongkok dan hubungan
dagang antar dua negara ini terus terjalin.
Pada awalnya, Malaka hanya melayani orang-orang
Tionghoa untuk mengisi air, perbekalan dan komoditas
perdagangan sebelum melanjutkan ekspedisi ke barat Samudera
Hindia.12
Di tahun-tahun berikutnya, ekspedisi-ekspedisi maritim
besar telah disiapkan oleh Kaisar Yongle dari Dinasti Ming pada
awal abad XV. Salah satu tujuan dari ekspedisi tersebut adalah
untuk membangun hubungan diplomatik dengan negara-negara
lain di luar Tiongkok.
Kontak antar kedua wilayah ini terus terjalin hingga
menjelang keruntuhan Kerajaan Malaka pada abad XVI.
Saudagar-saudagar Tionghoa harus membawa persembahan yang
lebih banyak dibandingkan dengan para saudagar dari negeri lain.
Hal itu disebabkan karena mereka membawa saudagar berjumlah
paling banyak dalam satu kapal. Malaka pun memiliki
12 M.A.P Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di
Nusantara Sejarah Perniagaan 1500-1630, 72.
6
syahbandar khusus untuk orang-orang Tionghoa.13
Dengan
demikian, hubungan antara Malaka dan Tiongkok adalah
hubungan bilateral (dua negara) yang bekerjasama, baik dalam
bidang politik maupun perekonomian.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan
dibahas oleh penulis adalah tentang pengaruh dan kontribusi yang
diberikan oleh Tiongkok dalam perdagangan maritim di
Pelabuhan Malaka selama abad XV, pada saat Dinasti Ming
berkuasa di Tiongkok. Dalam sumber-sumber sejarah maritim
yang ditulis oleh Adrian B. Lapian dan sejarah Asia Tenggara
yang ditulis Anthony Reid, disebutkan bahwa Selat Malaka
merupakan selat yang strategis bagi rute pelayaran dan
perniagaan internasional. Selat Malaka mempunyai pelabuhan
atau bandar perniagaan yang setiap saat ramai dikunjungi oleh
kapal-kapal para pedagang, terutama pedagang dari Tiongkok
yang mempunyai misi besar.
Bukan hanya perihal geografis saja, komoditi yang
tersedia di Pelabuhan Malaka sangat beragam, seperti rempah-
rempah, bahan makanan, hasil alam, hasil hutan, pakaian,
perhiasan, obat-obatan dan lain-lain. Hal tersebut tentunya
menjadi incaran atau daya tarik tersendiri bagi para pedagang,
baik dari Timur Tengah, Barat, Nusantara, terlebih bagi
Tiongkok. Di antara barang-barang komoditi tersebut yang
13 Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-
16 dan 17, 103.
7
menjadi unggulannya adalah beras, karena beras menjadi
makanan pokok orang Asia Tenggara, meskipun bahannya
diperoleh dengan menggunakan teknologi yang primitif atau
sederhana.14
Komoditi yang dibawa para pedagang dari benua
kecil India, Asia Tenggara dan Tiongkok biasanya dikategorikan
barang buatan atau barang jadi, barang untuk keperluan manusia
sehari-hari dan hasil hutan. Selain itu, barang-barang mentah juga
diperjualbelikan di Pelabuhan Malaka. Oleh karena itu, Tiongkok
pada masa Dinasti Ming mempunyai kekuatan dan pengaruh yang
besar di Asia melalui pintu masuk Selat Malaka. Pengaruh
tersebut menjadikan kedua negara ini maju dalam bidang
perekonomian.
C. Batasan Masalah
Agar kajian dalam penulisan ini fokus, maka perlu adanya
pembatasan masalah terkait judul ―Pengaruh Tiongkok dalam
Perdagangan Maritim di Pelabuhan Malaka Abad XV‖. Pertama,
batasan spasial, yaitu batasan ruang. Batasan ruang atau wilayah
pada penelitian ini adalah wilayah Kerajaan Malaka, lebih
khususnya adalah Pelabuhan Malaka. Hal itu dikarenakan,
wilayah Malaka merupakan wilayah yang penting bagi lalu lintas
perdagangan internasional, termasuk Tiongkok di dalamnya.
Kedua, batasan temporal berupa batasan waktu yang dimulai
pada abad ke XV hingga menjelang keruntuhannya di akhir abad
14 Anthony Reid. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid I : Tanah di Bawah Angin (Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2014), xx.
8
tersebut. Dalam rentang waktu tersebut, Kerajaan Malaka
mencapai puncak kejayaannya melalui perkembangan
perekonomian maritimnya yang terpusat di Pelabuhan Malaka.
Kejayaan tersebut dimulai pada masa Sultan Muhammad Syah
(1424-1444 M) dan mencapai puncak kejayaannya pada masa
Sultan Mansyur Syah (1456-1477). Kejayaan Malaka juga tidak
bisa dilepaskan dari peran dua sultan sebelumnya, yakni
Parameswara dan Sultan Muhammad Iskandar Syah yang telah
meletakkan pondasi kekuataan dan membangun relasi untuk
kerajaan. Sedangkan Tiongkok, pada abad XV dikuasai oleh
Dinasti Ming, khususnya sejak masa Kaisar Yongle (1402-1424)
sampai dengan Kaisar Cheng Hua (1464-1487). Ketiga, adalah
tema. Tema penulisan ini fokus terhadap sejarah hubungan atau
kontak antar wilayah maritim, yakni Tiongkok dan Malaka,
khususnya dalam bidang perdagangan antar kedua negara
tersebut. Produk-produk Malaka sangat diminati oleh saudagar
Tiongkok untuk dijual dengan harga yang lebih tinggi di negeri
mereka sendiri. Perdagangan yang dilakukan Malaka di Tiongkok
juga sama menguntungkannya. Jung-jung15
milik para pedagang
yang menetap di Malaka sepertinya berlayar ke Tiongkok secara
regular.16
15 Jung merupakan perahu besar dari Tiongkok yang digunakan untuk
melaut. Pada abad ke-13, Marcopolo menjelaskan bahwa Jung memiliki
dinding lambung ganda yang disambungkan dengan baut besi dan mampu
membawa 300 awak atau lebih. Jung digerakkan dengan layar yang dibuat dari
tikar bambu serta dayung. Hanya saja kapal raksasa ini lamban bergerak
karena memiliki bobot rata-rata sekitar 600 ton. Jung terbesar dimiliki oleh
Kerajaan Demak, yang mempunyai bobot mencapai 1000 ton. 16 M.A.P Meilink-Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara
Sejarah Perniagaan 1500-1630 , 75.
9
D. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka
masalah-masalah penelitian dapat dirumuskan dengan bentuk
pertanyaan, di antaranya sebagai berikut :
1. Bagaimana aktivitas perdagangan di Pelabuhan Malaka
abad XV?
2. Bagaimana Malaka menjalin hubungan perdagangan
dengan Tiongkok?
3. Bagaimana pengaruh Tiongkok bagi perekonomian di
Malaka?
E. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
hubungan atau pengaruh Tiongkok dalam perdagangan maritim
di Pelabuhan Malaka pada abad XV, dengan penjelasannya
sebagai berikut :
1. Memberikan wawasan yang luas terkait sejarah
aktivitas perdagangan antara Malaka dan Tiongkok pada
abad XV
2. Mengetahui bagaimana Malaka dan Tiongkok menjalin
kerjasama dengan Tiongkok
3. Memberikan informasi tentang bagaimana pengaruh
Tiongkok bagi perekonomian di Malaka.
Adapun manfaatnya, memberikan sumber kepada penulis
dan para akademisi dalam rangka pengembangan sejarah maritim
di Nusantara. Selain itu, menambah perbendaharaan ilmu
10
pengetahuan sekaligus referensi perbandingan atau rujukan
keilmuan sejarah maritim.
F. Metode Penelitian
Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah metode sejarah dengan pendekatan sosial ekonomi-politik.
Metode sejarah merupakan proses menguji dan menganalisa
secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Tahapan-
tahapan yang dilakukan dalam metode sejarah adalah :
1. Heuristik, merupakan tehnik mencari dan
mengumpulkan sumber. Dalam hal ini penulis mencari
sumber-sumber primer berupa naskah, buku, majalah,
jurnal dan juga sumber lisan yang berkaitan dengan
Malaka. Untuk memperoleh sumber-sumber tersebut,
penulis melakukan penelusuran ke berbagai tempat,
diantaranya Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora,
Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, Perpustakaan
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
toko-toko buku dan ke berbagai situs jurnal nasional dan
internasional. Dari beberapa tempat tersebut, penulis tidak
banyak menemukan sumber primer terkait hubungan
intens antara Tiongkok dan Malaka. Sumber primer
berupa naskah lokal, yakni Hukum Kanun, Sulalatus
Salatin atau Sejarah Melayu dan Hikayat Hang Tuah dapat
penulis temukan di Perpustakaan Nasional.
11
2. Tahap selanjutnya, yakni verifikasi atau kritik sumber.
Verifikasi mempunyai dua macam, yakni verifikasi
autentisitas atau keaslian atau kritik ekstern dan verifikasi
kredibilitas atau kritik intern.17
Dalam tahap ini, penulis
melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang
ditemukan, baik sumber primer maupun sumber sekunder.
Diantaranya adalah sumber Suma Oriental of Tome Pires.
Dari segi konten, buku ini sangat layak untuk dijadikan
rujukan penulisan tentang Malaka. Akan tetapi dari segi
tulisan atau pemilihan diksi, buku ini hampir sulit untuk
dipahami bagaimana isinya, sehingga perlu adanya
perbaikan atau revisi pada setiap diksi yang kurang tepat
digunakan.
3. Interpretasi, merupakan penafsiran sejarah atau analisis
sejarah, yaitu dengan menguraikan sebab akibat dari
setiap peristiwa. Interpretasi atau penafsiran biasanya
disebut sebagai biang subyektivitas.18
Pada tahap ini,
penulis sudah mampu menarik kesimpulan dari hasil
perbandingan-perbandingan sumber serta kritik internal
yang sudah dilakukan pada tahap sebelumnya, serta
mampu menemukan berbagai faktor, penyebab dan
masalah mengenai Tiongkok dan Malaka. Dalam proses
menafsirkan data atau sumber-sumber sejarah, penulis
17 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2013) , 77.
18 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 78.
12
perlu sikap kehati-hatian yang tinggi, agar menghasilkan
analisis yang obyektif.
4. Tahap terakhir adalah historiografi, yakni merangkai
bab demi bab berdasarkan data menjadi sebuah karya
sejarah. Historiografi berarti juga merekontruksi imajinasi
dari peristiwa masa lampau berdasarkan sumber yang
diperoleh.19
Dalam tahap ini maka penulis akan
melaporkan dan memaparkan hasil penelitian sejarah yang
telah dilakukan dalam bentuk tulisan. Tahap ini adalah
rangkaian dari keseluruhan tehnik metode pembahasan.
Tak kalah penting dari tahap-tahap sebelumnya, disini
penulis dituntut untuk menghadirkan kembali sejarah
dalam bentuk tulisan yang menarik, inspiratif serta tidak
membosankan. Dalam upaya memperkaya kajian atau
khazanah maritim yang masih sangat terbatas di
Indonesia, dalam penelitian ini penulis juga mencoba
menghadirkan historiografi maritim nusantara.
G. Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan secara rinci permasalahan yang
diangkat serta gambaran yang jelas dan sistematis tentang materi
pembahasan, maka penulis menyusun sistematika penulisan ke
dalam enam bab dengan urutan sebagai berikut:
BAB I ; Membahas tentang latar belakang masalah,
identifikasi masalah, rumusan masalah yang dihasilkan,
19 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Depok: UI-Press, 2008), 39
13
tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II ; merupakan bab yang membahas tentang
tinjauan pustaka. Beberapa sub bab dari bab II adalah
landasan teori, kajian pustaka dan kerangka berpikir.
BAB III ; merupakan bab inti pertama yang membahas
tentang gambaran umum Kerajaan Malaka. Beberapa sub
bab dari bab III yaitu membahas letak geografis dan
topografi Malaka serta aktivitas perdagangan dan
Kerajaan Malaka.
BAB IV ; merupakan bab inti kedua. Dalam bab ini
penulis akan menjelaskan kelebihan Tiongkok sebagai
penguasa di Asia Timur serta bagaimana Tiongkok dan
Malaka membangun dan menjalin relasi secara intens.
Hubungan antar kedua wilayah tersebut akan penulis
paparkan dalam beberapa sub bagian.
BAB V ; merupakan bab inti terakhir yang akan
menjelaskan dampak hubungan atau pengaruh Tiongkok
terhadap perekonomian di Malaka. Sub bab yang akan
dibahas diantaranya adalah perekonomian Malaka pasca
kedatangan Tiongkok, terbentuknya pemukiman
Tiongkok, keuntungan-keuntungan yang didapatkan
Malaka dari Tiongkok serta pengaruh kebijakan politik
Tiongkok terhadap Malaka.
BAB VI ; merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan,
yang merupakan pandangan penulis tentang hasil
penelitian yang ditempuh, merupakan hasil akhir dari
14
penelitian serta uraian ringkas jawaban-jawaban
permasalahan, ditambah dengan hasil refleksi penulis
tentang kajian maritim di nusantara.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Segala aspek yang berkaitan dengan sejarah Tiongkok di
Malaka pada abad XV, dapat dipahami dengan pemikiran yang
lebih umum tentang keadaan sosial ekonomi dan politik Kerajaan
Malaka beserta interaksinya dengan para pendatang dari
Tiongkok. Maka dengan demikian, diperlukan suatu pendekatan
multidimensional. Bukan hanya pendekatan historis yang
menjelaskan tentang urutan, tempat dan tempo peristiwa, akan
tetapi penulis juga perlu menggunakan pendekatan dari beberapa
disiplin ilmu sosial yang lain. Teori-teori atau konsep dari
beberapa macam disiplin ilmu dipandang perlu untuk menjawab
dan menganalisa secara luas segala permasalahan dalam
penelitian ini.
Sebagai upaya menjawab permasalahan mengenai sejarah
maritim, khususnya dalam bidang perdagangan antara Tiongkok
dan Malaka, maka landasan teori yang menurut penulis relevan
untuk menjawab adalah teori dependensi (dependency). Kondisi
ketergantungan merupakan keadaaan saat kehidupan ekonomi di
negara-negara tertentu dipengaruhi oleh perkembangan dan
ekspansi dari negara-negara lain, dan negara yang tersebut hanya
sebagai penerima akibat saja. Hubungan ketergantungan terjadi
bila ekonomi di beberapa wilayah bisa melakukan ekspansi dan
berdiri sendiri, sedangkan ekonomi negara-negara tertentu
16
mengalami perubahan tetapi hanya sebagai akibat dari ekspansi
tersebut, baik positif maupun negatif.20
Tokoh utama dari teori ini adalah Theotonio Dos Santos
dan Andre Gunder Frank. Mereka mendefinisikan bahwa
ketergantungan adalah hubungan yang relasional yang tidak
imbang antar wilayah yang perekonomiannya maju dan wilayah
yang sedang berusaha mengembangkan sektor perekonomian.
Hal tersebut menyebabkan apabila terjadi sesuatu dalam wilayah
yang berkuasa juga akan berdampak wilayah yang menjadi
bawahannya. Artinya, dalam teori ini ada hubungan yang tidak
berimbang. Apabila terjadi gejolak politik di wilayah yang
berkuasa, maka wilayah yang menjadi bawahan akan menerima
akibat gejolak politik tersebut.21
Dengan menggunakan teori ini dapat dijelaskan bahwa
langkah-langkah yang diambil oleh Tiongkok kepada Malaka
pada abad XV, merupakan bagian dari upaya mempengaruhi
Malaka agar bisa saling menguntungkan satu sama lain. Malaka,
sebagai kerajaan yang baru dibangun pada abad XV diuntungkan
dengan kebijakan perlindungan atau jaminan keamanan dari
Dinasti Ming di Tiongkok. Sedangkan, Tiongkok mendapatkan
kesempatan untuk memperluas eksistensi sebagai penguasa di
Asia. Dalam bidang perdagangan, Malaka sebagai pelabuhan
internasional mendapatkan pasokan barang-barang dari
Tiongkok, berupa mutiara, emas, perak, sutra mentah dan tenun,
20 Rauf A. Hatu. Sosiologi Pembangunan (Interpena: Jogjakarta,
2013), 58 21 Ibid, 58
17
dan masih banyak lagi. Sedangkan sepulangnya dari Malaka, para
saudagar Tiongkok membeli lada –produk yang sangat diminati
orang-orang Tionghoa pada saat itu- untuk dijual kembali dengan
keuntungan lebih dari dua kali lipat di Tiongkok. Pires
mengatakan bahwa lada sebanyak sepuluh jung dapat dijual
setiap tahunnya dari Malaka ke Tiongkok.
Selain itu, kajian ini dipandang perlu menggunakan
pendekatan geo-history. Sejarah sosial-ekonomi yang
berhubungan dengan lingkungan geografi (geo-history) Lautan
Tengah (Mediterania), pernah dipelopori Fernand Braudel22
dalam bukunya yang berjudul La Mediterranee et le Monde
Mediterraneen a l’epoque de Philippe II (1949). Fernand Braudel
merupakan pakar ilmu sejarah pengganti Lucien Febvre tahun
1956 dari Mazhab Annales.23
Sejatinya, keberhasilan hubungan
yang dibangun antara Malaka dan Tiongkok pada abad XV juga
tidak bisa dipisahkan dari faktor atau kondisi alam yang
mendukung dan letak geografi yang strategis di kedua wilayah
ini.
Berdasarkan penjelasan teori ketergantugan oleh Dos
Santos maupun pendekatan geo-history dari Braudel di atas,
penulis akan menghubungkan antara pengaruh atau
22 Menurut Reid dalam bukunya yang berjudul ―Asia Tenggara dalam
Kurun Niaga 1450-1680‖, Fernand Braudel adalah orang yang pertama kali
melakukan studi dengan metode sejarah total. la bercerita tentang dunia
Mediteranian, pada masa Raja Philip II dari Spanyol-raja yang berkuasa pada
paruh kedua abad ke-16. Bagi kita ia lebih dikenal sebagai raja yang
menghadapi revolusi Belanda, suatu peristiwa yang dalam sejarah dikenal sebagai perang 80 tahun (1568-1648)
23 Uka Tjandrasasmita. Arkeologi Islam Nusantara, 37.
18
ketergantungan perdagangan maritim dan politik dalam setiap
lingkup kekuasaan antara Malaka dan Tiongkok.
B. Kajian Pustaka
Terdapat beberapa penelitian atau kajian terdahulu yang
menggambarkan tentang situasi Malaka pada abad XV. Dengan
demikian, penulis ingin lebih memfokuskan pada hubungan
antara Tiongkok dan Malaka, khususnya hubungan perdagangan
yang berbasis kemaritiman.
Kajian pertama yang penulis gunakan, yakni jurnal yang
berjudul “The Sea Common to All: Maritime Frontiers, Port
Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of
Commerce, ca 1400-1750” karya Craig A. Lockard. Jurnal
terbitan Universitas Hawai ini mengungkapkan karateristik
wilayah di Asia Tenggara yang perekonomiannya berbasis
kemaritiman dalam masa-masa kejayaan perdagangan. Craig
menyebut penduduk yang tinggal di Asia Tenggara pada saat itu
sebagai littoral society atau masyarakat pesisir. Lalu lintas laut
yang terbuka membawa kemakmuran bagi para pedagang dan
siapapun yang terlibat di dalamnya. Selama 20 tahun masa
perdagangan, Melaka, Hoi An, dan Ayutthaya semuanya
memiliki hubungan yang penting, khususnya ekonomi dan politik
dengan Kekaisaran Tiongkok dan semua komunitas penduduk
Tionghoa, yang mana didominasi oleh suku Hokkien. Para
pemukim Tionghoa di Asia Tenggara ini memadukan budaya
Tiongkok dan Asia Tenggara. Dalam sumber ini penulis
mendapatkan informasi mengenai orang-orang Tionghoa yang
19
berlayar ke wilayah-wilayah di Asia Tenggara, termasuk Malaka.
Tidak hanya di Malaka, dalam jurnal ini penulis dapat
membandingkan peran atau campur tangan bangsa Tionghoa
dalam perdagangan di wilayah-wilayah pesisir lainnya, seperti di
Ayutthaya, Sumatera dan lain-lain.
Kajian yang kedua adalah buku yang berjudul ―Hubungan
Politik dan Sosiobudaya China-Dunia Melayu Hingga Kurun ke-
15 Masihi‖ dengan editor Nasarudin Zainun dan Nasha Rodziadi
Khaw. Buku ini merupakan kumpulan artikel yang membahas
tentang hubungan politik dan sosiobudaya awal yang pernah
dijalin oleh Tiongkok, sebagai kekaisaran besar di Asia, dengan
dunia Melayu yang mempunyai pengaruh dalam bidang ekonomi
dan perdagangan. Adanya hubungan dengan Tiongkok ini
menunjukkan bahwa berdirinya kerajaan-kerajaan Melayu atas
dasar kuasa politik atau pengangkatan dari Tiongkok. Pada saat
itu, hampir semua wilayah di Nusantara berfungsi sebagai pusat
pelabuhan yang diapit oleh dua kuasa besar, yaitu Tiongkok dan
India. Oleh sebab itu, lokasi kerajaan-kerajaan Melayu yang
strategis, dapat menjadi pusat persinggahan serta pusat
pengumpulan dan pengedaran komoditi asing, terutama oleh
pedagang-pedagang dari Tiongkok. Dari kumpulan artikel ini,
penulis mendapatkan pengetahuan mengenai sejarah bagaimana
Tiongkok menjalin hubungan dan kerjasama dengan kerajaan-
kerajaan Melayu atau Nusantara.
Kajian ketiga, yakni karya David Henley yang berjudul
“Ages of Commerce in Southeast Asian History”. Artikel jurnal
ini menceritakan tentang sejarah perniagaan atau perdagangan di
20
Asia Tenggara. David Henley menulis masalah ini berdasarkan
sebuah survei kritis yang singkat tentang pengembangan,
implikasi, dan keterbatasan paradigma perdagangan. Belum lama
berselang, sejarah perdagangan di Asia Tenggara sebagian besar
mempunyai tujuan agar disamakan dengan sejarah kolonialisme.
Uang dan perdagangan terlihat sebagai salah satu komponen
serangan Barat yang hebat - ekonomi, politik dan budaya - pada
masyarakat Asia Tenggara 'tradisional' yang dimulai pada abad
ke-16 atau abad ke-17, dan akhirnya mengarah pada reaksi
nasionalis pada abad kedua puluh. Dalam sumber ini penulis
menemukan sumber atau informasi mengenai data perekonomian
di Asia Tenggara dalam kurun waktu abad ke-9 sampai abad ke-
20. Periodisasi yang disajikan dalam tabel di tulisan ini lengkap
dengan deskripsi kondisi ekonomi, politik dan budaya di Asia
Tenggara.
Kajian keempat yakni jurnal yang berjudul ―Hubungan
Diplomatik Melaka-China pada abad XV dan Kesinambungan
Kerjasama Melaka-China abad XXI‖, yang ditulis oleh Syaimak
Ismail dan Mohd. Khalil Yakub. Pada jurnal tersebut, hubungan
Tiongkok dan Malaka dituliskan sudah terjalin sejak abad III M.
Pada saat berdirinya kerajaan Malaka pada abad XV, Tiongkok
sebagai kerajaan besar yang mempunyai pengaruh hampir di
seluruh daratan Asia, melindungi Kerajaan Malaka dari serangan
Kerajaan Siam dan Kerajaan Majapahit. Hubungan diplomatis
tersebut berjalan hingga keruntuhan Malaka pada tahun 1511.
Hubungan harmonis yang terjalin sepanjang abad XV ini,
dianggap mempunyai kesinambungan kerjasama yang dilakukan
21
pada abad XXI. Setelah 600 tahun lamanya, hubungan antar dua
wilayah semakin berkembang ke dalam sektor politik, diplomatik
dan juga ekonomi. Dari kajian ini, penulis dapat memperoleh
informasi atau wawasan bagaimana Tiongkok dan Malaka
melakukan kerjasama politik pada abad XV dan juga abad XXI.
Kajian terakhir adalah jurnal yang berjudul ―Strategi
Utusan Kerajaan dalam Menjalin Hubungan Diplomatik pada
Zaman Kesultanan Melayu‖ yang diterbitkan oleh Jurnal Bahasa
dan Sastera Melayu, Malaysia. Dalam jurnal ini dipaparkan
mengenai bentuk strategi yang digunakan oleh utusan-utusan
kerajaan Melayu, terutama Malaka untuk menjalin hubungan
diplomatik dengan wilayah-wilayah yang lain, termasuk
Tiongkok. Penulisan dalam jurnal ini berdasarkan naskah kuno,
yakni Hikayat Hang Tuah, yang mana pada saat itu menjadi
utusan atau wakil dari kerajaan Malaka untuk menjalankan misi
diplomatik. Hang Tuah menunjukkan kriteria yang tepat sebagai
seorang diplomat, sebagaimana yang ditulis dalam naskah Siyar
al-Muluk, Nasihat al-Muluk, Taj al-Salatin dan Bustan al-Salatin.
Kejayaanpun dibuktikan oleh Hang Tuah dalam menjalin
hubungan dengan kerajaan yang lain. Oleh karena itu, pengaruh
Malaka semakin meluas dan menjadikan Malaka sebagai
pelabuhan internasional sepanjang abad XV sampai awal abad
XVI. Melalui jurnal ini, penulis menemukan sumber tentang
pentingnya strategi yang digunakan Malaka dalam menjalin
hubungan diplomatik dari naskah-naskah kuno, baik strategi dari
personal maupun dari pemerintahan. Penulis juga mendapatkan
22
gambaran mengenai dampak yang signifikan bagi pemerintahan
kerajaan Malaka.
Kajian-kajian terbaru di atas menunjukkan bahwa Malaka,
khususnya dalam bidang perekonomian maritim masih relevan
dan menarik untuk dikaji lebih lanjut. Selain mendapatkan
berbagai informasi yang menunjang data dan sumber skripsi,
penulis juga dapat mengambil celah atau kesempatan berupa
permasalahan tentang pengaruh Tiongkok sebagai kekaisaran di
Asia Timur terhadap perdagangan maritim di Pelabuhan Malaka.
Dua kerajaan ini adalah basis kuat perekonomian di Asia pada
abad XV, Tiongkok adalah penguasa di Asia Timur, sedangkan
Malaka adalah penguasa yang baru berdiri di Asia Tenggara dan
kemudian dua negara yang kuat ini saling melakukan kerjasama,
terlebih Malaka yang membutuhkan wilayah lain agar dapat
menjalankan roda kerajaan atau pemerintahan bagi kehidupan
masyarakat. Seperti yang tercatat dalam sejarah, Tiongkok
merupakan bangsa yang besar, yang penduduknya tersebar untuk
melakukan kegiatan perekonomian hampir di seluruh dunia.
C. Kerangka Berfikir
Pengaruh Tiongkok terhadap Malaka pada abad XV telah
menghadirkan langkah baru dalam memperkuat dan
mempertahankan wilayah masing-masing kerajaan. Langkah
tersebut terus diupayakan demi keharmonisan hubungan dan
keuntungan yang akan diperoleh keduanya. Semua wilayah tidak
bisa terlepas dari wilayah lain untuk meningkatkan
perkembangan dan kemajuan negaranya. Maka dari itu,
23
kerjasama politik dan ekonomi antar wilayah merupakan
kerangka yang tepat digunakan untuk merepresentasikan
kebijakan antara Kerajaan Malaka dan Dinasti Ming. Karena
adanya ketergantungan tersebut, maka kerjasama global yang
dijalin antar keduanya merupakan langkah yang tepat untuk
memenuhi kekurangan di wilayah kerajaan masing-masing.
Teori yang tepat untuk menjelaskan permasalahan dalam
skripsi ini, penulis menggunakan teori dependensi atau
ketergantungan berdasarkan dari pemikiran Dos Santos dan
Andre Gunder Frank. Secara sederhana teori ini menjelaskan
bahwa situasi sebuah negara ditentukan atau dipengaruhi secara
signifikan oleh faktor-faktor eksternal. Pendekatan politik dan
ekonomi, adalah pendekatan yang penulis gunakan, karena awal
dari ketergantungan Malaka terhadap Tiongkok didasari oleh dua
motif tersebut beserta kondisi geo-history atau letak kawasan
kedua wilayah ini yang dinilai strategis untuk menjalankan roda
perekonomian berbasis perdagangan.
Kerjasama antara dua wilayah ini (Malaka dan Tiongkok)
pada dasarnya tidak terlepas dari kepentingan nasional,
khususnya dalam bidang politik dan ekonomi masing-masing
kerajaan. Kepentingan nasional merupakan unsur yang sangat
vital yang mencakup kelangsungan hidup bangsa, negara,
kemerdekaan, keutuhan wilayah, keamanan dan kesejahteraan
ekonomi di wilayah mereka. Berawal dari kerjasama politik
global itulah, maka ekonomi kepentingan, kebudayaan, maupun
sosial antara Malaka dan Tiongkok pada abad XV juga dapat
dijalin dan disinergik
24
SKEMA KERANGKA BERFIKIR
Perdagangan di
Malaka Abad XV
Masalah
Literature
Review
Sumber Primer
Bagaimana Pengaruh Tiongkok
dalam Perdagangan Maritim di
Pelabuhan Malaka Abad XV?
Artikel Ages Commerce in
Southeast Asian History oleh
David Henley
The Sea Common to All
karya Craig A. Lockard
Sejarah Melayu terjemahan
oleh W.G Shellabear
The Suma Oriental of Tome
Pires, Ed. Armando
Cortesao
Metode Historis
Pendekatan
Ekonomi
Politik
Teori
Relasi antara Tiongkok dan
Malaka diawali motif politik
Tiongkok dan Malaka saling bertukar komoditas
untuk meningkatkan perekonomian negerinya
Dependensi atau
ketergantungan oleh Dos
Santos dan Andre Gunder
Frank Temuan
Tiongkok menyumbang keuntungan terbesar
di Malaka, yakni sebanyak 300% daripada
pedagang yang lain
Tiongkok melindungi Malaka dari serangan
Siam dan Majapahit, kemudian menetapkan
Parameswara menjadi raja di Malaka .
Metodologi
25
BAB III
AKTIVITAS PERDAGANGAN DI MALAKA ABAD XV
Pendekatan geo-history sangat dibutuhkan untuk
memaparkan bab tiga atau bab inti pertama ini. Keadaan geografi
Malaka yang strategis dan topografi alam yang mendukung, turut
menjadi andil atau faktor utama perkembangan aktivitas wilayah
ini, sebagai pelabuhan internasional. Malaka mempunyai kontur
alam berupa pegunungan dan pesisir pantai serta mempunyai
letak yang strategis, yakni berada di pertengahan jalur
perdagangan internasional. Maka dari itu, pada bab ini akan
diuraikan secara detail bagaimana peran penting aspek geografis
dalam perkembangan Malaka menjadi pelabuhan internasional.
Sebelum masuk ke pembahasan yang lebih kompleks,
penulis sedikit menyinggung sejarah awal terbentuknya nama
Malaka. Sebelum abad XV, tulisan-tulisan Tiongkok menyebut
Malaka sebagai ―Man la Chia‖. Ma Huan dalam bukunya yang
berjudul Ying Yai Shing Lan (deskripsi pantai-pantai Samudera)24
menyatakan bahwa pada waktu itu Malaka bukan negeri yang
mempunyai kerajaan. Di pesisir kawasan itu terdapat lima buah
pulau, dan Malaka dikenal dengan nama ―Pulau Lima‖.25
24 Sejarawan Melayu, M. Yussof Hashim dalam bukunya
menyebutkan bahwasannya Ying-yai Sheng-Lan dan Hsing-cha merupakan
laporan naratif dua orang penulis Tiongkok, yakni Ma Huan dan Fei Hsin
yang menyertai ekspedisi Cheng Ho ke Malaka pada awal abad ke XV.
Mereka adalah pegawai dalam ekspedisi tersebut. Ma Huan mempunyai tugas
khusus sebagai penerjemah bahasa Arab. Ying-yai Sheng-lan telah diterbitkan pada tahun 1451, sementara Hsing-cha diterbitkan pada tahun 1436.
25 W.P Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa, 30.
26
Nama Malaka adalah berasal dari nama pohon. Ketika
Parameswara dan rombongannya berburu ke hutan, Parameswara
menanyakan nama pohon tempat mereka berteduh. Lalu
dijawablah, namanya pohon kayu melaka. Parameswara pun
berkata,‖Jika demikian, Melakalah nama negeri ini.‖ Kemudian
dibukalah kawasan itu sebagai tapak awal Kemaharajaan Melayu
Malaka.26
Hal tersebut juga terdapat dalam ‗Sejarah Melayu‘
yang memberikan keterangannya :
Maka disuruh baginda perbuat negeri pada tempat itu.
Maka Raja Iskandar bertanya,‖apa nama kayu ini,
tempat kita bersandar?‖ Maka sembah orang,‖Kayu
Malaka namanya, Tuanku.‖ Maka titah baginda,‖Jika
demikian, Malaka lah nama negeri ini.27
A. Dukungan Kondisi Alam dalam Perdagangan
Keadaan topografi wilayah di Asia Tenggara pada
umumnya banyak memiliki kesamaan. Wilayah Asia Tenggara
merupakan wilayah pegunungan dan lembah-lembah sungai yang
sempit, daratan pantai, laguna28
, dan delta yang sedikit luas,
seperti di Mekong dan Chaophraya. Bukan hanya di Asia
Tenggara, keadaan topografi semacam itu juga terdapat di
Tiongkok bagian Selatan.29
26 O.W Wolters, The Fall of Srivijaya in Malay History (Kuala
Lumpur: Oxford University Press, 1970), 108. 27 W.G Shellabear, Sejarah Melayu (Selangor: Siri Kajian Sastera
Fajar Bakti, 1896), 54. 28 Sekumpulan air asin yang terpisah dari laut oleh penghalang yang
berupa pasir, batu karang atau semacamnya. Jadi, air yang tertutup di
belakang gugusan karang atau pulau-pulau atau di dalam atol disebut laguna. 29 Craig A. Lockard,‖The Sea Common to All‖: Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of Commerce, ca.
1400-1750. Journal of World History, Vol. 21, No.2 (2010) : 220.
27
Kepulauan Melayu merupakan gerbang awal bagi
pelayaran perdagangan ke timur. Maka, tidak heran jika banyak
kerajaan yang berdiri di sini. Kerajaan-kerajaan ini kemudian
tumbuh menjadi bandar perdagangan serta pusat perkembangan
Islam.30
Referensi pertama yang menyebutkan “Sea of Malayu”
adalah dokumen Arab tahun 1000 M, yang mana dalam dokumen
tersebut dicatat bahwa para pengembara mencapai laut Melayu
yang letaknya mendekati wilayah Tiongkok. Dalam tulisan
Eredia31
tahun 1613 dari Malaka, juga menggunakan frasa “Sea
of Malayu” untuk mengidentifikasikan wilayah yang dikelilingi
laut dan berada diantara tanah Semenanjung Malaya dan
Sumatra. Eredia percaya bahwa “Sea of Malayu” adalah
penyebutan sederhana dari Selat Malaka. Orang-orang
menamainya dengan bentangan sungai atau kali atau pesisir
Malaka.32
Malay Peninsula atau Semenanjung Tanah Melayu adalah
sebidang tanah kecil yang menganjur di antara lautan Tiongkok
dan Selat Malaka. Semenanjung Malaya terletak di persimpangan
jalan bagi tiga pasar Dunia Timur, yakni India, Jawa dan
30 Khairul Huda,‖ Islam Melayu dalam Pusaran Sejarah, Sebuah
Transformasi Kebudayaan Melayu Nusantara‖. Jurnal Toleransi: Media
Komunikasi Umat Beragama, Vol. 8, No. 1 (2016) : 80. 31 Eredia atau Emanuel Godinho de Eredia, lahir pada tanggal 16 Juli
1563 di Malaka. Ia adalah seorang penulis dan kartografer (ahli peta) Melayu-
Portugis. Ia menulis beberapa buku, diantaranya tentang Semenanjung Malaya
yang menjadi sumber informasi pada masa itu. Pada awal abad XVII, ia
tertarik untuk menjelajahi tanah selatan atau Australia. Karya kartografinya
yang terkenal diantaranya adalah “Construction of Malacca City : Intramuros
Anno 1604” dan buku yang berjudul Declaracam de Malaca e India
Meridional com o Cathay tahun 1613. 32 Leonard Y. Andaya, Leave of the Same Tree Trade and Ethnicity in
the Straits of Melaka (Honolulu : University of Hawaii Press, 2008), 22.
28
Tiongkok, sehingga terjadilah singgah menyinggah para
pedagang di sini. Semenanjung Tanah Melayu (Semenanjung
Malaya) merupakan bumi yang subur dan kaya dengan hasil
bumi, logam galian dan jenis-jenis tanaman dan tumbuhan yang
makmur.33
Dengan kondisi geografi seperti itu, Malaka mempunyai
hasil alam yang cukup melimpah.34
Negara ini menghasilkan
gaharu, eboni35
, damar36
, timah.37
Di dalam hutan terdapat pohon
sagu. Sagu tersebut diolah menjadi makanan dengan cara
dibasahi dan ditumbuk. Kemudian tepung yang diperoleh akan
dibentuk bola-bola sebesar kacang polong, lalu dikeringkan dan
dijual sebagai makanan. Sayuran yang dihasilkan diantaranya,
bawang bombay, jahe, bawang bakung, dan melon. Di dataran
33 Ibrahim Mahmood, Sejarah Perjuangan Bangsa Melayu (Kuala
Lumpur: Pustaka Antara, 1981), 2. 34 Terdapat perbedaan sangat besar mengenai penjelasan tentang
lingkungan di Malaka yang ditulis oleh Tome Pires dan laporan dari Tiongkok.
Tome Pires menyebutkan bahwa Malaka adalah daerah yang subur, sementara
laporan Tiongkok menyebutkan bahwa Malaka memiliki tanah yang tandus
dan kering, sehingga sedikit tanaman yang bisa tumbuh disini. Tentu saja,
mungkin satu abad setelah laporan Tiongkok ditulis, lingkungan Malaka telah
menemukan metode pertanian yang lebih baik. 35 Kayu yang keras, berat dan tahan lama. Biasanya digunakan untuk
membuat mebel dan barang ukiran. Kayu ini berwarna hitam. 36 Damar adalah getah pohon yang menetes ke tanah dan diambil
dengan cara digali. Tetesan damar hampir sama dengan resin pohon pinus.
Damar akan terbakar jika disulut api, oleh karenananya penduduk
menggunakannya sebagai lampu penerang. Damar dikumpulkan untuk pasar
luar negeri. Damar berkualitas tinggi tidak berwarna atau transparan. Jika
selesai membuat perahu, maka damar akan dioleskan pada sambungannya,
agar tidak bocor. 37Timah putih ditemukan di dua lokasi pegunungan. Raja
memperkerjakan penduduk untuk mengelolanya. Setelah dicairkan, timah
dicetak menjadi balok-balok kecil. Berat satu balok sekitar satu kati delapan tahil. Penduduk menggunakan timah ini sebagai alat transaksi dan tidak
menggunakan uang.
29
rendah sepanjang pantai ditumbuhi pohon yang daunnya panjang
seperti daun kajang.38
Malaka terletak di sepanjang daratan sempit yang dilalui
oleh Selat Malaka, selat yang terletak di Semenanjung Malaya
dan Pulau Sumatera. Pada abad XV, Malaka menjadi pelabuhan
perdagangan internasional dari timur sampai barat. Hal itu
dikarenakan, Malaka mempunyai akses yang mudah bagi
pelayaran kapal-kapal dari Tiongkok atau India dengan
mengandalkan arah angin muson. Antara bulan November dan
Februari, angin muson timur laut membawa kapal para pedagang
dari Asia Timur, dan di antara bulan Juni dan Agustus para
pedagang dari India, Timur Tengah. Bangsa Eropa menggunakan
angin muson barat daya untuk berlayar ke selat-selat di wilayah
timur. Dengan arah dan pola angin yang tepat ini, memudahkan
para pedagang dari berbagai wilayah untuk mencapai pelabuhan-
pelabuhan yang dekat dengan Selat Malaka. Pelabuhan Malaka
juga tidak banyak ditumbuhi hutan bakau dan terlindung dari
angin kencang atau badai, sehingga memudahkan kapal-kapal
untuk bersandar.39
Negara ini berbatasan dengan laut di sebelah utara dan
bagian tenggara menghadap laut. Sedangkan di bagian timur dan
barat berbatasan dengan pegunungan. Tanah di pegunungan
38 W.P Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa, 140.
Penampilan buah kajang seperti leci dan sebesar telur. Penduduk pribumi
biasanya membuat arak dari pohon ini dan disebut sebagai arak kajang serta
sangat memabukkan. Penduduk juga menggunakan daunnya serta bambu
untuk dijadikan tikar. Lebar tikar ini sekitar 70 kaki dan panjangnya lebih dari
tiga meter. Tikar ini kemudian dijual. 39 Leonard Y. Andaya, Leave of the Same Tree Trade and Ethnicity
in the Straits of Melaka, 24.
30
sangat berpasir dan payau. Suhu udaranya panas di siang hari
dan dingin di malam hari. Di kawasan itu, terdapat sungai yang
melewati istana dan airnya mengalir ke laut. Sultan membangun
jembatan kayu di atas sungai tersebut. Di atas sungai tersebut
dibangun lebih dari 20 balairung40
yang digunakan sebagai
tempat berdagang.41
Di wilayah Upeh, bersebrangan dengan Kedah, Malaka
berbatasan dengan Kuala Lingi (Acoala Penajy)42
, sebuah sungai
yang mengalir ke laut. Di wilayah Iler,43
berseberangan dengan
Muar, berbatasan dengan Kuala Kesang (Acoala Cacam)44
. Dari
satu batas ke perbatasan lain, terdapat kaki bukit bernama
Gunung Ledan yang merupakan batas wilayah daratan Malaka.
40Balai atau pendapa besar tempat raja dihadap rakyatnya. Di
Yogyakarta dan Surakarta disebut ‗Bangsal Kencana‘. 41Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho : Misteri Perjalanan
Muhibah Nusantara (Jakarta : Pustaka Populer Obor, 2007), 144. 42Acoala Penajy kemungkinan besar sesuai dengan Kuala Linggi,
muara Sungai Linggi. 43 Menurut Eredia, Yler merupakan sebuah desa yang terletak di luar
tembok Malaka, lebih tepatnya di sisi sungai Malaka yang mengarah ke
tenggara. Tempat ini muncul dalam rencana tata kota, tempat ini berkaitan
dengan wilayah tenggara Kota Malaka yang kini dikenal dengan nama Banda
Hilir. 44 Kuala Kesang membentuk apa yang kini merupakan batas di
sebelah timur antara Pemukiman Malaka dan Negeri Johor. Eredia menyebut
wilayah ini sebagai tempat yang indah dan penuh dengan aligator serta buaya.
Menurut Eredia, pada masanya, Distrik Malaka yang disebut-sebut oleh
Portugal merupakan bagian perluasan dari Sungai Linggi di Timur Sungai
Muar, jaraknya yakni 38 mil, sedangkan luas daratan yang ditembus yakni 25
mil, dengan lingkar sepanjang 64 mil. Jarak antara Kuala Linggi dan Kuala
Muar kira-kira sejauh 50 mil sepanjang pesisir, sedangkan Kuala Kesang berjarak sejauh 18 mil dari Malaka. Di masa Pires, perbatasan wilayah Malaka
sama luasnya dengan yang ada hari ini.
31
Di wilayah perbatasan tersebut terdapat hutan yang luas dan
simpanan air yang berkualitas.45
Menurut Wolters, pengetahuan tentang jalan ke sebelah
utara (Tiongkok dan lain-lain) tidak setua pengetahuan tentang
jalan ke sebelah barat atau negeri-negeri di atas angin (Asia
Tenggara). Menurut Wolters, beberapa abad telah terdapat
pelayaran dari dan ke barat sebelum ditemukannya kapal-kapal
laut menuju Tiongkok.46
45 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues (Yogyakarta : Ombak,
2014) : 332. 46Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah
Nasional Indonesia III : Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Kerajaan-
Kerajaan Islam di Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), 93.
32
Gambar 3.1 Letak Geografis Malaka Abad XV47
47 Leonard Y. Andaya . Leave of the Same Tree Trade and Ethnicity
in the Straits of Melaka, 23.
33
B. Masyarakat Malaka dalam Perdagangan
Penduduk Asia Tenggara, termasuk Champa, Jawa, Bugis
dan Melayu memanfaatkan laut sebagai ladang mencari nafkah.
Beberapa ilmuwan menyebut mereka sebagai littoral society atau
masyarakat pesisir.48
Pada mulanya, Malaka hanyalah sebuah
perkampungan nelayan. Masyarakat Melayu tinggal di kaki bukit,
di rumah kayu dan beratap rumbia. Rumah mereka dibangun
cukup tinggi diatas tanah (sekitar satu meter dari tanah) dan tidak
menggunakan papan. Sebagai gantinya, mereka menggunakan
batang kelapa yang dibelah dan diikat dengan rotan. Diatas lantai
ini, mereka menggelar tempat tidur dan tikar, dan segala aktivitas
yang mereka lakukan. Mereka tinggal di seberang sungai agar
dapat mengaitkan kapal-kapal mereka di mulut sungai atau di
pantai.49
Secara umum, stratifikasi sosial masyarakat di Malaka
terbagi menjadi tiga. Strata teratas diduduki oleh raja Malaka dan
kerabatnya, kemudian strata selanjutnya diisi oleh para pembesar-
pembesar atau para pegawai kerajaan, dan yang terakhir diisi oleh
rakyat biasa, baik yang merdeka maupun yang menjadi budak.
Berdasarkan catatan Tome Pires dan Sejarah Melayu menuliskan
bahwa raja Malaka dan kerabatnya tinggal di atas bukit yang
strategis dari laut dan wilayah pertahanan. Pembesar-pembesar
kerajaan tinggal di sekitar lereng bukit berdekatan dengan istana
raja dan mempunyai kumpulan masing-masing, seperti kampung
48 Craig A. Lockard,‖The Sea Common to All‖: Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of Commerce, ca. 1400-1750‖, 229.
49Ibid, 229.
34
Bendahara, kampung Laksamana, dan kampung Seri Nara Diraja.
Ada juga sebagian penduduk Melayu yang tinggal di beberapa
kampung pedalaman, sembari menjalankan kegiatan pertanian
kecil-kecilan. Di bagian utara bandar Pelabuhan Malaka
berpenduduk lebih padat. Di sepanjang kawasan utara Malaka,
merentang Kampung Keling menjorok ke Linggi dan dipenuhi
dengan rumah-rumah. Arah ke hilir muara sungai, terdapat
kawasan niaga yang sibuk. Saudagar kaya raya menduduki
bagian utara tebing Sungai Malaka yang dikelilingi oleh
perkebunan bunga dan buah-buahan. Mereka tinggal di rumah-
rumah yang besar. Di bagian selatan pelabuhan Malaka juga
merupakan kawasan yang padat penduduk, menjorok dari Air
Leleh sampai ke Muar.50
Raja dan penduduk Malaka merupakan penganut Islam
yang taat. Raja menutup kepalanya dengan kain putih lokal yang
bagus, dan berpakaian yang terbuat dengan kain katun indah
berwarna hijau dan bermotif bunga. Sepatunya terbuat dari kulit,
biasanya ia menaiki kursi tandu jika bepergian. Sedangkan, kaum
pria menutup kepalanya dengan kain persegi empat yang terbuat
dari katun, dan para perempuan menyanggul rambutnya di
belakang kepala. Mereka berkulit agak gelap, tubuh bagian
bawah ditutupi oleh sehelai kain kain katun berwarna putih dan
bagian atas ditutupi jaket pendek dari katun bermotif bunga.51
Menurut catatan Fei Xin bahwa di antara orang Malaka yang
50 Muhammad Yusoff Hashim, Kesultanan Melayu Melaka Kajian
Beberapa Aspek tentang Melaka pada Abad ke-15 dan Abad ke-16 dalam Sejarah Malaysia, 278.
51 W.P Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa, 140.
35
berkulit kehitam-hitaman, terdapat juga orang berkulit kuning
langsat yang merupakan keturunan Tionghoa.52
Bangsa Melayu adalah salah satu bangsa yang
mempunyai sifat pahlawan. Mereka adalah salah satu bangsa
yang taat dan setia, pantang durhaka kepada raja. Tingkah laku
mereka sangat sopan dan sederhana. Bangsa Melayu juga bangsa
yang cinta perdamaian, tetapi jika diserang mereka pantang
mundur.53
Sejak abad VII akhir, mereka memainkan peranan
penting dalam jaringan perdagangan nusantara. Fakta seperti ini
terjadi berkelanjutan, sehingga dapat menghubungkan India dan
Sri Lanka ke Teluk Bengal, Sumatra, Selat Malaka, Semenanjung
Melayu, Teluk Siam, Laut Cina Selatan, Mekong, dan Vietnam
Tengah. Di sinilah awal mula adanya interaksi ekonomi dan
budaya secara intensif dan ekstensif.54
Hingga awal abad XV, Malaka berubah menjadi kerajaan
yang menguasai hampir seluruh semenanjung Tanah Melayu dan
timur Sumatera. Masyarakat Malaka merupakan masyarakat yang
jujur dan berkelakuan baik, terutama dalam berdagang. Malaka,
sebelum jatuh ke tangan Portugis tahun 1511, banyak didiami
oleh orang Jawa yang menjadi budak atau tanggungan para
pedagang besar Jawa yang memasok Malaka dengan bahan
makanan dan membeli banyak barang dagangannya. Pedagang
paling kaya mempunyai gelar ―Utama Diraja‖, dikabarkan
52 Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho : Misteri Perjalanan
Muhibah Nusantara, 144. 53 Ibrahim Mahmood, Sejarah Perjuangan Bangsa Melayu, 2. 54 Leonard Y. Andaya, Leave of the Same Tree Trade and Ethnicity
in the Straits of Melaka, 22.
36
menguasai 8.000 budak. Orang-orang Jawa ini adalah pengrajin
terkemuka dari emporium besar itu, mereka pandai membuat
almari, pembuatan senapan dan berbagai macam senjata api. Para
budak ini juga datang ke Patani dan kota-kota lainnya sebagai
salah satu dagangan yang penting. Ekspor budak, hampir selalu
berkaitan dengan perpecahan internal, dan wilayah Indonesia
bagian timur, Irian, Bali, Nias, selamanya merupakan
pengekspor.55
Sebelum kedatangan Parameswara, daerah Malaka di huni
oleh Suku Laut.56
Kemudian pada abad XV, masyarakat yang
tinggal di sekitar Pelabuhan Malaka adalah masyarakat campuran
dari berbagai etnik. Mereka adalah penduduk Jawa, Melayu,
Jawi, Luzon dan Siam, dan beberapa masyarakat maritim lainnya.
Masyarakat Melayu adalah para pedagang yang berdiaspora
sembari membawa barang perniagaan Malaka dan berbicara
menggunakan bahasa perantara warisan kebudayaan, yakni
bahasa Melayu. Etnik yang berada di Malaka bermacam-macam,
akan tetapi para imigran didominasi oleh masyarakat yang berasal
dari pesisir Jawa, bahkan Sejarah Melayu juga ditulis dengan
frasa bahasa Jawa, mereka terkenal sebagai tukang kayu
sekaligus pembuat kapal.57
Dengan banyaknya para pedagang
asing yang datang ke Malaka, maka penduduk Malaka terbagi
55 Anthony Reid. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680
Jilid I : Tanah di Bawah Angin, 152. 56 Suku Laut (Sea Nomads) merupakan salah komunitas pribumi yang
hidupnya nomaden. Mereka mendiami wilayah perairan Kepulauan Riau,
Kepulauan Malaka dan Laut Cina Selatan 57 Anthony Reid,―Hybrid Identities in the Fifteenth-Century Straits of
Malacca‖. Asia Research Institute, no. 67 (2003): 30.
37
menjadi tiga macam, yaitu penduduk pribumi, para pedagang
asing yang menetap di Malaka dan para pedagang yang sering
singgah atau sekedar berkunjung ke Malaka.
C. Peran Kerajaan dalam Perdagangan
Kejayaan perdagangan di Malaka tentunya tidak bisa
dilepaskan dari peran pemerintah atau kerajaan setempat. Berkat
adanya perdagangan maritim ini pula, para sultan di Malaka dapat
memperoleh keuntungan yang besar. Dengan penghasilan dari
bea cukai yang dipungut dari barang impor ditambah dengan
pajak yang lainnya, kekayaan sultan bertambah dengan ramainya
kapal-kapal yang berlabuh di Malaka.
Menurut analisa dari beberapa sumber yang penulis
temukan, diantaranya Suma Oriental of Tome Pires yang
disunting oleh Armanda Cortesao dan Sejarah Melayu yang
diterjemahkan oleh Shellabear, dalam mengelola sistem
perdagangan maritim di Malaka, kerajaan dibantu oleh para
utusan. Utusan-utusan tersebut terbentuk dalam struktur kerajaan,
diantaranya adalah :
1. Raja atau sultan, menduduki puncak tertinggi di strata
sosial masyarakat. Sultan memegang tampuk kerajaan dan
kuasa paling besar, bukan hanya di negerinya, tetapi juga
wilayah taklukannya. Kata-kata sultan adalah undang-
undang yang harus dijalankan. Baginda sultan juga
sebagai pusat perpaduan dan titik ketaatan rakyatnya.
38
Raja-raja Malaka seringkali mengangkat kapten jenderal
yang disebut paduka raja.58
2. Bendahara, Bendahara adalah utusan sultan yang bertugas
mengatur biaya diplomatik, pemasukan raja dan
perdagangan serta hal-hal yang berkaitan dengan
administrasi. Bendahara juga bertugas sebagai penasehat
kerajaan. Bendahara adalah ahli kabinet yang paling dekat
hubungannya dengan sultan. Selain itu, ia juga
diamanahkan sebagai pemangku raja selama sultan
melakukan kunjungan ke negeri lain. Bendahara hampir
seperti hakim tertinggi dalam hukum sipil dan pidana.
Secara historis, Bendahara Malaka yang terkenal adalah
Tun Perak dan Tun Mutahir.
3. Perdana Menteri, untuk posisi ini sedikit membingungkan
tugas dan perannya di kerajaan. Di Balairung, Perdana
Menteri dikatakan duduk berhadapan dengan Bendahara.
Seorang perdana menteri Singapura bergelar Tun Perpatih
Permuka Segalar. Penghulu Bendahari, ber
4. tugas seperti menteri keuangan masa kini. Ia diamanahkan
untuk mencatat penghasilan dalam negeri dan
bertanggung jawab atas perbelanjaan dan pentadbiran
kerajaan. Penghulu juga bertanggung jawab atas
pemungutan pajak.
5. Temanggung atau Tumenggung atau Temenggung,
temanggung adalah kepala keamanan atau polisi. Selain
58 Ding Choo Ming,‖Penafsiran Kuasa Raja dalam Beberapa Teks
Sastra Melayu Lama‖. Jurnal Jumantara, vol. 3, no. 2 (2012) : 69.
39
itu, temanggung juga bertugas mengepalai para
syahbandar dan berkuasa atas seluruh kota dan pelabuhan.
Temanggung bertanggung jawab atas kepastian hukum
atau undang-undang serta pemeliharaan ketertiban dan
keamanan di Malaka. Ia merupakan hakim di kota. Tiap
kasus yang berkaitan dengan penjara harus terlebih dahulu
dilaporkan kepadanya, baru kemudian dilaporkan ke
Bendahara. Ia juga ditugaskan atas keselamatan harta
benda dan menerima pajak komoditas.
6. Syahbandar, adalah seseorang yang mengurus dan
mengawasi perdagangan orang-orang yang dibawahinya,
termasuk pengawasan di pasar dan gudang. Ia harus
mengawasi timbangan, ukuran dagangan, dan mata uang
yang ditukarkan. Pada masa kejayaannya, Pelabuhan
Malaka sampai memiliki empat orang syahbandar.
Syahbandar merupakan pejabat pertama yang menemui
kapal-kapal asing. Biasanya, mereka dipilih di antara
pedagang-pedagang asing yang sudah lama menetap di
Malaka.59
7. Laksamana, laksamana adalah utusan sultan mengepalai
atau memimpin kekuatan angkatan laut negara.
Laksamana mempunyai tanggung jawab untuk menjamin
perdamaian dan keamanan di laut. Segala yang berada di
laut, jung dan lanchara berada di bawah kekuasaannya. Ia
59 Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-
16 dan 17, 103.
40
adalah pengawal bagi raja. Legenda Laksamana Hang
Tuah, adalah salah satu legenda yang terkenal.60
8. Para menteri kecil yang terdiri dari : (1) Bentara, yakni
yang bertugas melayani dan menyampaikan titah raja atau
membawa alat-alat kebesaran kerajaan. (2) Sida-sida,
yakni semacam golongan pegawai tinggi. Dan (3)
Hulubalang, yakni kepala laskar atau kepala distrik, yang
memimpin para hulubalang adalah hulubalang besar.61
Jabatan Syahbandar diperkirakan mulai ada ketika
pemerintahan Sultan Mansyur Syah (1456--1477). Walaupun
sebagai jabatan yang baru, posisi Syahbandar dalam Undang-
Undang Malaka setara dengan empat pembesar utama kerajaan
Malaka, yakni Bendahara, Penghulu Bendahari, Tumenggung,
dan Laksamana.
Tome Pires menulis bahwa di Malaka, terdapat
syahbandar khusus yang mengawasi kepentingan saudagar
Tionghoa, Siam dan Ryu Kyu62
. Mereka dibebaskan dari
kewajiban membayar bea cukai. Sebagai gantinya, mereka harus
membawa upeti berdasarkan jenis permintaan dan harga dari
syahbandar. Walaupun begitu, saudagar Tionghoa tetap
mengikuti apa yang telah menjadi adat negeri Malaka, meskipun
60 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues (Yogyakarta : Ombak,
2014), 103. 61 Ibid, 104. 62
Kerajaan Ryukyu adalah kerajaan yang berkuasa di kepulauan
Ryukyu dari abad ke-15 sampai abad ke-19. Raja Ryukyu menyatukan
pulau Okinawa dan memperluas kerajaan ke Kepulauan Amami, dan Kepulauan Yaeyama di dekat Taiwan. Kerajaan ini resmi menjadi bagian
dari Jepang pada 11 Maret 1879.
41
upeti yang mereka bawa ke Malaka terbilang sangat berlebihan
dikarenakan mereka membawa para pedagang dengan jumlah
yang lebih banyak dalam satu kapal, dibandingkan dengan negeri
lain. Akan tetapi, saudagar Tionghoa tetap saja mau datang ke
Malaka karena keuntungan yang mereka dapat masih cukup
dibandingkan dengan upeti yang mereka berikan ke kerajaan. Di
sisi lain, mereka juga harus membayar pajak yang tinggi jika
meminta izin meninggalkan negerinya.63
Menurut Hikayat Langlang Buana, selain para pembesar
di atas, terdapat banyak pula yang memainkan peranan penting di
istana. Mereka adalah pawang, bomoh (dukun) dan tukang
nujum. Mereka sering mengadakan rapat dengan raja perihal
ramalan tentang baginda dan negerinya.64
D. Pedagang Asing di Malaka
Orang Tiongkok, Jawa, Keling, Benggala, Arab, Persia
dan Gujarat, mewakili kelompok paling penting, mengunjungi
Malaka secara reguler. Orang Gujarat adalah kelompok yang
paling banyak datang. Sebagai pelaut yang hebat pada masa itu,
mereka mengawaki kapal-kapal Gujarat. Gujarat merupakan
negara perdagangan paling penting di pesisir barat India. Selain
menjadi pelaut, mereka juga menjadi pedagang pasar, pedagang
besar yang melakukan perjalanan dengan modal yang cukup
besaratau kargo berharga. Di kalangan para pedagang yang
63 Adrian B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-
16 dan 17, 110. 64 Ding Choo Ming,‖Penafsiran Kuasa Raja dalam Beberapa Teks
Sastra Melayu Lama‖, 69.
42
menetap di Malaka, para pedagang skala besar adalah orang
Keling dan Jawa. Mereka kadangkala berhasil meraih posisi yang
cukup berkuasa.65
Banyak kota pelabuhan di sepanjang Selat Malaka yang
membawa barang dagangan dan melakukan aktivitas transaksi
jual beli, seperti Aru, Kampar, Siak, Indragiri, Tungkal, Jambi,
Palembang, dan Malaka menjadi kota pelabuhan terbesar. Bukan
hanya itu, Tome Pires menyebutkan pedagang-pedagang yang
datang ke Malaka berasal dari Kairo, Mekkah, Aden, Abessina,
Kilwa, Malindi, Ormuz, Persia, Turki, Armenia, Gujarat, Chaul,
Dabhol, Gowa, Kerajaan Deccan, Malabari, Keling, Orissa,
Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malay, Pahang,
Patani, Camboja, Campa, Cochin Cina, Tiongkok, Lequeos,
Brunei, Locoes, Tanjungpura, Lawu, Bangka, Lingga, Maluku,
Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi,
Tungkal, Indragiri, Kapatta, Minangkabau, Siak, Arqua, Aru,
Bata, Negari Tamjano, Pasai, dan Pedir Maladewa. Pedagang-
pedagang tersebut datang ke Malaka dengan membawa barang
dagangannya, dan kembali ke negara mereka dengan membawa
barang dagangan seperti cengkeh, porselen, musk, kapur barus,
emas, timah, sutera putih, damas putih, burung-burung, dan lain-
lain.66
Penduduk asli dan para pedagang asing semuanya tinggal
di distrik pemukiman yang terpisah. Di sebelah utara Sungai
65 M.A.P Meilink Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara
: Sejarah Perniagaan 1500-1630, 36. 66 Armanda Cortesao, Suma Oriental of Tome Pires (Yogyakarta :
Ombak, 2014) : 270
43
Malaka terletak Upeh, yang terdiri dari dua distrik. Dalam satu
distrik, tinggal orang-orang yang datang dari Asia bagian barat
laut. Di distrik lainnya, tinggal orang-orang dari timur.67
E. Malaka sebagai Bandar Perdagangan Internasional
Sebagai wilayah yang strategis, Malaka memang
memenuhi standar sebagai pelabuhan. Malaka memiliki daerah
hinterland68
yang cocok untuk pertanian. Banyak faktor yang
menjadikan Malaka sebagai bandar perdagangan internasional.
Pertama, adalah keuntungan geografi. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, Malaka terletak di tempat pertemuan
angin muson, sehingga dapat menjadi tempat persinggahan yang
dikehendaki oleh saudagar Tiongkok dan India. Terlebih,
Pelabuhan Malaka terletak di lalu lintas pelayaran kapal dagang
internasional. Terletak di selat yang sempit dan pertengahan
―kawasan rempah‖ di Nusantara.
Faktor kedua, adalah Malaka merupakan pelabuhan yang
memiliki pelayanan yang baik dan jaminan keselamatan bagi
siapa saja yang singgah di sana. Penduduk Melayu yang ramah
dan baik, sangat membantu agar pedagang asing mau berkunjung
ke Negeri Malaka. Selain itu, jaminan keselamatan yang telah
diupayakan oleh Parameswara dengan bekerjasama dengan
Tiongkok, sangat membantu para pedagang asing dari serangan
67 M.A.P Meilink Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara
: Sejarah Perniagaan 1500-1630, 35. 68 Suatu daerah yang berfungsi sebagai pemasok dan pemenuhan
kebutuhan bahan makanan pokok serta tempat produksi komoditi eksport.
44
perompak dan bajak laut. Malaka juga mempunyai aturan negara
yang tertuang dalam Undang-Undang Malaka.
Faktor ketiga, adalah pengaruh orang Islam. Sepanjang
abad XIV, saudagar Islam dari Arab dan India lah yang
menguasai perdagangan. Saudagar ini bertapak di pelabuhan
Sumatera Timur. Hingga pada akhirnya pada tahun 1414,
Parameswara memeluk agama Islam, karena kedatangan para
saudagar Islam ke Malaka dengan membawa pengaruh dan ajaran
Islam. Hingga pada akhirnya, Parameswara masuk Islam dan
menikah dengan putri dari Kerajaan Samudera Pasai. Bukan
hanya itu, Lombard juga menekankan sesungguhnya Islamlah
yang pertama mempunyai andil besar dalam penyebaran gagasan
tentang waktu yang linear dan ruang geografis yang sebenarnya.
Menurutnya, Islam hampir tidak terguncang oleh modernitas
Barat dan tetap mempunyai pengaruh yang luar biasa terhadap
mentalitas masyarakat.69
Faktor keempat, adalah komoditas perdagangan.
Komoditas utama yang diangkut dalam pelayaran pulang oleh
para pedagang dari Malaka adalah cengkih, bunga pala, biji pala,
kayu cendana, biji mutiara, porselin, wewangian musk, tanaman-
tanaman obat, kemenyan, rempah-rempah. Mereka juga
membawa emas, kain sutra putih, timah, damask putih, sutra
69 Susanto Zuhdi, ‖Budaya Bahari dan Jati Diri Bangsa dalam
Perspektif Sejarah‖ (Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional Pernaskahan Nusantara: Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta,
17-21 September 2018), 7.
45
warna-warni, burung-burung yang berasal dari Banda.70
Barang-
barang inilah yang menjadi komoditi utama di Malaka.71
Faktor kelima, sistem perdagangan. Sebagai pelabuhan
internasional, Malaka menerapkan sistem perdagangan yang
tersusun rapi. Di Malaka, telah menjadi kebiasaan bahwa ketika
para pedagang tiba, mereka akan segera membongkar kargo dan
membayar pajak atau bea cukai dan hadiah yang sudah
ditentukan. Jumlah yang dibayar tergantung ukuran dan
timbangannya. Sepuluh hingga dua puluh pedagang akan
berkumpul dengan pemilik barang dagangan dan melakukan
tawar-menawar. Dari sini, harga ditentukan dan jumlah dibagi
sesuai jatah masing-masing. Kemudian para pedagang Malaka
membawa barang dagangan ke kapal untuk dijual sesuai
keinginan mereka. Dari sini, para pedagang menerima
keuntungan dan tempat tinggal, sehingga mereka dapat hidup
dalam keteraturan dan menjalankan bisnis mereka. 72
Sebagai bandar pelabuhan internasional, Malaka memiliki
tembok kota dengan empat pintu gerbang serta dilengkapi menara
pengawas dan menara genderang. Pada malam hari, mereka
berpatroli sambil membunyikan semacam bel kecil. Di balik
tembok tersebut, terdapat pertahanan berupa pagar yang terbuat
dari batang kayu yang runcing. Di balik tembok kayu ini, dibuat
70 Bulu dari burung-burung tersebut biasanya akan dipakai sebagai
hiasan oleh orang-orang Rum, Turki dan Arab. Burung-burung tersebut sangat
mahal harganya. 71Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, 270. 72 Ibid, 350.
46
sejumlah gudang untuk menyimpan uang dan persediaan bahan
makanan.73
Eredia mengatakan bahwa para pedagang yang terdiri dari
masyarakat biasa, banyak yang berkumpul di Sabak, tepatnya di
sepanjang pinggir sungai Malaka. Para pedagang yang kedua,
yang terdiri dari para pemerintah dan para pembesar Malaka yang
berkumpul dan berdagang di kawasan-kawasan elit di atas dan di
lereng bukit. Para pedagang yang kaya raya dan para pedagang
yang datang dari berbagai daerah di Nusantara, mereka
berkumpul dan menetap di kawasan Upeh atau Iler.74
Tome Pires menulis bahwa setiap tahun dalam bulan
Februari, 15 atau 16 buah kapal besar dari Pegu, bertiang tiga
atau empat, berlayar ke Malaka. Selain itu, ada 20 sampai 30
kapal berlunas panjang dengan muatan yang kurang juga tiba di
Malaka pada bulan Maret dan April. Raja-raja Pahang, Kampang,
dan Inderagiri mempunyai kantor sendiri di Malaka, sekalipun
peranan mereka pasif. Rupanya raja-raja ini tidak memiliki kapal,
akan tetapi mereka mempunyai saham dalam kapal yang berlayar
ke Malaka.75
Kemunculan Malaka sebagai pelabuhan internasional
bersamaan dengan kejayaan Dinasti Ming di Tiongkok dengan
politik luar negerinya dan promosi pertukaran ekonominya.
Laksamana Cheng Ho (Zheng He) beserta armadanya gencar
melakukan ekspedisi ke Malaka, menyepakati aliansi dengan
73 W.P Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa, 142. 74 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires, 259-260 75 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, 98
47
sultan dan membuat basis pelabuhan untuk penjelajahan atau
eksplorasi di Samudra Hindia. Malaka sangat menjaga hubungan
dekatnya dengan Tiongkok, karena kapal-kapal Tiongkok yang
datang meramaikan pelabuhan. Pada abad XV, Tiongkok
membawa parfum, sutra, satin, emas, perhiasan, besi, sulfur,
porselin, perkakas dapur dan bola meriam untuk ditukarkan
dengan rempah-rempah, lada, candu, hasil-hasil hutan dan kayu-
kayu tertentu di Malaka. Permintaan lada oleh para pembesar
Tionghoa membawa keuntungan besar bagi Malaka, lada-lada
tersebut diimpor dari Sumatra dan Patani (pelabuhan di Thailand
Selatan) oleh para tengkulak. Menjalin relasi perdagangan dengan
Tiongkok membawa keuntungan yang tinggi bagi orang-orang
Malaka dan komunitas pedagang lainnya.76
Malaka merupakan pelabuhan pertama yang dikunjungi
oleh Dinasti Ming di Tiongkok pada tahun 1403. Eksistensi
Malaka terdengar sampai di Tiongkok melalui beberapa
pedagang Muslim dari India Selatan. Rupanya, pedagang-
pedagang tersebut menginginkan perkembangan sebuah
pelabuhan di Selat Malaka, yang mana pelabuhan tersebut lebih
baik dari pelabuhan di Ayutthaya bagi pedagang yang datang dari
barat.77
Keuntungan yang dimiliki oleh Malaka, baik secara
geografis maupun demografis memberi daya tarik sendiri bagi
76 Craig A. Lockard,‖The Sea Common to All : Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of Commerce, ca.
1400-1750‖, 231. 77 Leonard Y. Andaya, Leave of the Same Tree Trade and Ethnicity in
the Straits of Melaka, 69.
48
pedagang asing, terutama Tiongkok. Malaka bagi Tiongkok
adalah sasaran yang tepat untuk melakukan kerjasama politik dan
ekonomi sekaligus sebagai momen eksistensi Tiongkok di mata
dunia. Kemudian, dua kerajaaan besar di Asia Tenggara dan Asia
Timur ini bekerjasama untuk membangun peradaban di wilayah
masing-masing. Dengan demikian, pembahasan spesifik
mengenai terjalinnya kerjasama antara Malaka dan Tiongkok,
akan dilanjutkan dalam bab IV.
49
BAB IV
KERJASAMA ANTARA TIONGKOK DAN MALAKA
Dalam bab empat akan menjelaskan banyak tentang
Tiongkok sekaligus sejarah awal mula Tiongkok dan Malaka
menjalin hubungan. Tiongkok sebagai kerajaan besar di Asia
Timur melakukan diplomasi politik dengan Malaka. Sebelumnya,
penulis akan menjelaskan kekuatan atau kejayaan Tiongkok
dalam berbagai bidang, sehingga kekuatan tersebut dapat
digunakan untuk mempengaruhi atau memberikan kontribusi bagi
wilayah yang lainnya.
Tiongkok sendiri merupakan daerah yang luas. Ruang
lingkup geografisnya membentang dari Siberia hingga daerah
beriklim tropis, dan dari Samudra Pasifik hingga mencapai
jantung Asia Tengah. Saat era kepemimpinan Dinasti Ming,
Tiongkok mempunyai 16 wilayah provinsi, yakni Liaoyang,
Jingshi, Shandong, Shanxi, Shaanxi, Henan, Nanjing, Zhejiang,
Huguang, Sichuan, Jiangxi, Fujian, Guangzhou, Guangxi,
Guizhou, dan Yunnan. Dari wilayah-wilayah tersebut, daerah
yang menjadi pasar bagi dagangan dari Asia Tenggara, termasuk
Malaka adalah daerah Tiongkok Selatan, khususnya di Fujian dan
Guangzhou.78
Menurut apa yang dikatakan oleh orang-orang timur,
segala hal yang berasal dari Tiongkok selalu berkualitas tinggi,
kaya, dan megah. Raja Tiongkok adalah seorang pagan yang
78 Taniputera, Ivan. History of China (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2011), 462.
50
berkuasa atas negeri yang sangat luas dan rakyat yang berjumlah
banyak. Orang-orang Tionghoa berkulit putih. Sebagian dari
mereka mengenakan kain katun berwarna hitam dan lima lapis
jubah dengan tanduk kerbau. Tiongkok memiliki banyak kota dan
benteng, semuanya terbuat dari batu.79
Jika dalam sastra Melayu klasik disebutkan bahwa putri-
putri Tiongkok terkenal dengan kulit mereka yang berwarna
kuning langsat dan paras yang cantik. Tidak heran, jika pada
masa silam, banyak bangsawan bahkan sultan di dunia Melayu
menjadikan putri-putri Tiongkok sebagai istri. Seorang jenderal
Portugis meninggalkan catatan bahwa Sultan Malaka yang kedua,
pernah memperistri puteri dari seorang kapten Tiongkok di
Malaka. Dapat dipastikan bahwa kapten tersebut telah lama
menetap di Malaka dan menikah dengan perempuan pribumi.80
A. Tiongkok Sebagai Penguasa di Asia
Sifat keterbukaan yang dimiliki bangsa Tiongkok
mendorong negara-negara di Asia untuk menjalankan aktivitas
kerjasama dengan Tiongkok, karena pada waktu itu Tiongkok
merupakan negara yang kuat dan mempunyai kedudukan yang
tinggi bagi negara-negara di Asia.
Bidang Perniagaan
Jauh sebelum abad ke XV, orang-orang Tionghoa
sudah giat berdagang antar wilayah. Pada masa Dinasti Tang
79 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, 151. 80 Kong Yuanzhi,‖Cerita Hang Lipo: Ode Persahabatan Kedua-dua
Bangsa China-Malaysia‖. Nota Penyelidikan, no. 19 (2001): 184
51
(618-907 M), Tiongkok menggalakkan hubungan eksternal
dengan membuka pintu kepada dunia asing, di samping
mengasimilasikan unsur luar bagi peningkatan peradaban
Tiongkok. Kerajaan ini giat melakukan pertukaran dua arah
dengan negeri-negeri lain, terutama hal-hal yang melibatkan
ekonomi dan kebudayaan. Tiongkok tidak pernah secara paksa
kepada negeri lain untuk menerimanya. Negeri-negeri yang
datang menghadap kaisar Tiongkok adalah berdasarkan
kehendak rajanya sendiri. Selain itu, upeti diberikan oleh
Tiongkok guna menjaga hubungan diplomatik dengan
kawasan luar negeri, terutama di kawasan Asia Timur Laut
dan Asia Tenggara. Oleh karena itu, negara-negara tersebut
akan merasa bangga jika dapat menjalin hubungan dengan
Tiongkok.81
Sejak zaman dahulu, bangsa Tionghoa adalah bangsa
yang gemar mengelilingi seluruh negeri di dunia. Dengan
timbangan di tangan, mereka membeli semua lada yang
mereka jumpai. Setelah menimbang sedikit, mereka
menentukan perkiraan jumlahnya, kemudian menawarkan
pembayaran.82
Zaman pemerintahan Dinasti Tang merupakan
era perdagangan yang maju bagi Tiongkok, jalur-jalur
perdagangan mulai dikenal oleh para pedagang.
81Mohd Khalil Yaakob dan Syaimak Ismail,‖Hubungan Diplomatik
Melaka-China pada Abad Ke-15 dan Kesinambungan Kerjasama Melaka-
China Abad Ke 21‖. Jurnal Malaysia Sains Sosial, no. 2 (2017): 132. 82 Gavin Menzies, 1421: Saat China Menemukan Dunia (Ciputat : PT
Pustaka Alvabet, 2006), 65.
52
Kota Kanton adalah tempat dimana seluruh kerajaan
Tiongkok membongkar barang-barang dagangan mereka yang
sangat banyak, baik dari darat maupun laut. Kota Kanton
berada di pintu masuk muara sebuah sungai besar yang
dalamnya mencapai 3 atau 4 depa83
pada saat air pasang.
Tempat ini memiliki pelabuhan-pelabuhan di mana mereka
memiliki banyak jung. Kota ini memiliki penjagaan,
gerbangnya ditutup. Mereka kuat, mereka menyediakan
stempel untuk duta-duta besar. Mereka berdagang di dalam
kota, atau kalau tidak mereka berdagang di luar dengan
membawa barang-barang dagangan dari tempat tersebut dari
Kanton. Tak lama setelah jung-jung menurunkan jangkar,
penguasa mengirimnkan pesan ke Kanton dan para pedaganga
segera datang untuk menimbang barang dagangan.84
Bidang Pelayaran
Sejak masa kekaisaran Dinasti Ming (1368-1644 M)
pelayaran internasional di Asia Tenggara semakin meluas.
Utusan-utusan para raja di Asia Tenggara, Asia Selatan, barat,
bahkan dari Afrika Timur berlayar mempersembahkan
upetinya ke kaisar Tiongkok, kemudian kaisar Tiongkok
mengirimkan sampai tujuh kali armada kapal-kapalnya ke
raja-raja ini, dipimpin oleh Cheng Ho.
83 Ukuran sepanjang kedua belah tangan mendepang dari ujung jari
tengah tangan kiri sampai ke ujung jari tengah tangan kanan (empat hasta,
enam kaki) atau kurang lebih 1,8 meter. 84Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, 162.
53
Kapal-kapal Tiongkok semuanya berangkat dari
Liujiagang di Suzhou, kemudian berlayar menuju Wuhumen di
Fujian dan menyeberang ke pantai Vietnam Tengah di
pelabuhan Culao-Re dan Qui Nhon. Dari sini jalur pelayaran
dibagi menjadi tiga, menyeberang ke Kalimantan dan terus ke
Pulau Jawa, Siam, Malaka serta ujung Semenanjung Malaya.
Selanjutnya perjalanan menyusur ke pantai Sumatera sampai
ke Aceh, untuk melintasi Teluk Benggala menuju Sri Lanka.
Ada pula yang menuju ke muara sungai Gangga, dan juga ke
Quilon atau Cochin dan ke pantai Malabar. Sesudahnya, kapal-
kapal menyeberang ke pantai Arab (Dhofar), ke arah selatan
sampai di Afrika Timur, dan ada pula yang ke Ormuz, sebuah
pelabuhan yang menguasai pintu Teluk Persia.85
85 Adrian B. Lapian, “Peta Pelayaran Nusantara dari Masa ke Masa‖.
Jati, no. 2 (1996) : 38.
55
ditanam di daerah perantauan untuk persediaan makanan bagi
koloni Tiongkok.
Ukuran yang mengagumkan untuk kapal-kapal Tiongkok,
merupakan kapal yang terbaik dibandingkan angkatan laut
yang lain pada zamannya. Pada 1412, armada laut terkuat yang
berlayar adalah Venesia. Kapal terbesar Venesia berukuran
panjang sekitar 150 kaki, lebar 20 kaki87
dan dapat
mengangkut 50 ton kargo. Sebaliknya, kapal Tiongkok
merupakan kapal untuk mengarungi samudera yang terbuat
dari kayu jati. Kemudi salah satu dari kapal besar itu berdiri
setinggi 36 kaki. Setiap kapal mampu membawa lebih dari
2.000 ton kargo.88
Sebuah laporan dari Mekah, mengungkapkan bahwa
sejumlah kapal telah datang dari Tiongkok ke pelabuhan laut
India. Dua diantaranya menambatkan sauhnya di Aden, namun
barang dagangan mereka, seperti tembikar, sutera, musk dan
sejenisnya tidak diturunkan di sana karena tidak stabilnya
keadaan pemerintahan Yaman. Sultan menulis surat kepada
mereka dan meminta mereka untuk datang ke Jeddah. Orang-
orang Tionghoa dan Arab memiliki jumlah yang seimbang di
pelabuhan besar di India, di Calcutta. Hormuz di Teluk Persia
dan Malindi, Kilwa dan Zanzibar di Afrika Timur merupakan
pelabuhan Arab yang sering digunakan oleh bangsa Tionghoa.
87 Ukuran sekarang 150ft sekitar 45,72000 m dan 20ft sekitar 6.09600 m. Perhitungan ini didasarkan pada penghitungan kalkulator.
88 Gavin Menzies, 1421: Saat China Menemukan Dunia, 38.
56
Namun, Malaka pada akhirnya merupakan jaringan Tiongkok
yang melambangkan basis depan Tiongkok.89
B. Sejarah Awal Malaka dan Tiongkok Menjalin Hubungan
Pada abad I masehi, sudah terdapat jalur maritim antara
Tiongkok dengan India. Tidak diragukan lagi, pantai
Semenanjung Tanah Melayu menjadi salah satu jalur maritim
yang dilewati dalam pelayaran tersebut. Hal itu dibuktikan oleh
penemuan arkeologi berupa berbagai macam pecahan alat
keramik peninggalan masa Dinasti Qin (221-206 SM) dan Dinasti
Han (206 SM-220 M) dari Tiongkok di lembah sungai Johor.
Semenanjung Tanah Melayu merupakan tempat transit bagi
pelayaran perdagangan antara Tiongkok dan India pada masa
itu.90
Penguasaan atas Delta Chalton dan Pulau Hainan telah
membuka ruang dan jalan laut ke Asia Tenggara. Armada
Tiongkok telah menjelajah hingga ke sebelah selatan dan setiap
kerajaan yang terdapat di Asia Tenggara akan dihantar seorang
duta secara resmi untuk menandakan permulaan sebuah
hubungan. Bermula dari situ, ramai orang Tiongkok yang mulai
merantau dan menetap di wilayah-wilayah di Asia Tenggara.91
Hubungan politik antara Malaka dan Tiongkok dimulai
pada abad III. Kerajaan Wu (222-280) pernah mengirim Kang Tai
dan Zhu Ying sebagai utusan kerajaan dan kawasan di Asia
89 Gavin Menzies, 1421: Saat China Menemukan Dunia, 63. 90 Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho : Misteri Perjalanan
Muhibah Nusantara (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2007), 128. 91 Mohd Khalil Yaakob dan Syaimak Ismail,‖Hubungan Diplomatik
Melaka-China pada Abad Ke-15 dan Kesinambungan Kerjasama Melaka-
China Abad Ke 21‖. Jurnal Malaysia Sains Sosial, no. 2 (2017): 131.
57
Tenggara, diantaranya ke Tantatam, Johor, dan Wu Wen atau
Semenanjung Tanah Melayu, menurut ejaan bahasa Mandarin.
Selama Dinasti Song (420-479) sampai Dinasti Liang (502-557)
terdapat utusan kerajaan Dan Dan dan Langkasuka dari
Semenanjung Tanah Melayu, yang dikirim untuk menghadap
Kaisar Tiongkok guna menyampaikan cinderamata berupa patung
Buddha, ukiran pagoda yang terbuat dari gading, dan wangi-
wangi an.92
Pada awal abad VII, Kaisar Tiongkok dari Dinasti Sui
mengirim Chang Jun dan Wang Junzheng untuk kunjungan
persahabatan ke Kerajaan Chi Tu, yang terletak di bagian timur
laut Semenanjung Tanah Melayu, tepatnya di hulu sungai
Kelantan. Kedatangan orang-orang Tionghoa tersebut, disambut
hangat oleh Kerajaan Chi Tu. Ketika Chang Jun hendak kembali
ke Tiongkok, raja Chi Tu mengutus putra mahkotanya untuk
kunjungan balasan ke Tiongkok. Sang putra mahkota juga
mendapat sambutan yang hangat di Tiongkok. Hubungan
persahabatan berlanjut hingga ke Dinasti Tang (618-907), Dinasti
Song (960-1279), dan Dinasti Yuan (1206-1368). Hubungan
antara Malaka dan Tiongkok semakin berkembang dengan
adanya kunjungan timbal balik dari utusan kedua belah pihak.
Misalnya pada tahun 1001, Kerajaan Tambralingga mengirim
sembilan utusan ke Tiongkok dan bertukar cinderamata dengan
Dinasti Song (960-1279).93
92Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa Cheng Ho : Misteri Perjalanan Muhibah Nusantara, 129.
93Ibid, 129.
58
Leonard Andaya dalam bukunya yang berjudul Leaves of
the Same Tree “Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka”
menggunakan sumber Ming Shi-lu94
untuk asumsinya mengenai
kedatangan Tiongkok di Malaka. Malaka disebutkan menjadi
pelabuhan pertama yang dikunjungi kasim Yin Qing pada bulan
ke-10 tahun 1403. Pedagang-pedagang dari India pun juga
meyakinkan bahwa Malaka merupakan tempat berdagang yang
sukses. Dinasti Ming kemudian kembali memberangkatkan
pasukannya sebagai delegasi untuk menyatukan kekuatan politik
yang baru dan membuktikan kekayaan yang dimiliki oleh
Tiongkok. Yin Qing juga melaporkan, pembesar di Malaka
bernama Pai-li-su-ra (Parameswara).95
Ketika kasim Yin Qing
tiba di Malaka, ia menceritakan kekuatan dan kedudukan
Tiongkok serta keinginannya untuk mengajak Parameswara ke
Tiongkok.
C. Kerjasama Politik antara Dinasti Ming dan Kerajaan
Malaka Abad XV
Sebelumnya, Malaka tidak disebut sebagai kerajaan.
Tidak ada raja di sana, tetapi hanya seorang pemimpin. Sebagai
wilayah yang menjadi bagian dari Siam, setiap tahun orang-orang
94Ming Shih Lu atau yang biasanya disingkat dengan MSL adalah
kumpulan atau gambaran umum sejarah pemerintahan dari kesuksesan Dinasti
Ming. Pada saat berakhirnya kekaisaran ini, catatan selama pemerintahannya
dikumpulkan dan didirikan kantor untuk penulisan sejarah selama Dinasti
Ming berkuasa. MSL telah dikumpulkan pada tahun 1742. 95 Leonard Y. Andaya, Leaves of the Same Tree : Trade and
Ethnicity in the Straits of Melaka (Honolulu: University of Hawa‘i Press,
2008), 69.
59
di Malaka harus mengirimkan upeti berupa 40 tahil emas. Jika
Malaka tidak bisa memenuhinya, maka Siam akan menyerang.96
Dinasti Ming Melindungi dan Menjamin Keamanan di
Malaka
Pada awal mulai berdirinya Malaka sebagai
kerajaan, Parameswara, pendiri kerajaan Malaka sudah
mendapat serangan semenjak dirinya melarikan diri dari
Kerajaan Sriwijaya, yang pada saat itu mendapat serangan
dari Kerajaan Majapahit di Jawa. Di dalam Sejarah Melayu
dan sumber-sumber lainnya menyebutkan bahwa Malaka
diserang oleh Kerajaan Siam dari Sharu’n-nuwi, sebuah
nama dari Persia yang diberikan untuk nama kota di
Ayutthaya. Berdiri pada tahun 1351, Ayutthaya berkembang
menjadi pelabuhan besar di wilayahnya. Akan tetapi,
pertumbuhan pelabuhan-pelabuhan lainnya yang cepat
diprediksi akan menjadi ancaman dan saingan bagi ambisi
yang dimiliki oleh Ayutthaya.
Atas ancaman tersebut, maka Parameswara dan
beberapa pengikutnya pergi menghadap kaisar dari Dinasti
Ming di Tiongkok untuk mencari perlindungan dan
keamanan bagi Malaka. Kekaisaran Tiongkok memberikan
bantuannya kepada Malaka untuk memelihara perdamaian
dan keamanan di Selat Malaka.97
96 W.P Groeneveldt, Nusantara Dalam Catatan Tionghoa, 139 97 Leonard Y. Andaya, Leaves of the Same Tree : Trade and
Ethnicity in the Straits of Melaka, 70.
60
Menurut Tome Pires dalam Suma Oriental, sebelum
lari ke wilayah Malaka, Parameswara telah membunuh
jenderal di Tumasik (Singapore) dan mengambil alih wilayah
tersebut. Kejadian ini membuat marah raja Siam yang
menjadi penguasa Tumasik pada saat itu. Kemudian, raja
Siam dan pengikut-pengikutnya melancarkan ekspedisi besar
dan mengeluarkan orang-orang Palembang atau pengikut
Parameswara dari wilayahnya.
Delapan hari setelah kedatangannya, Sam Agy
Singapura terbunuh oleh kaki tangan
Paramjcura. Terusan dan kota-kota pun jatuh ke
tangan Paramjcura. Ia menjadi tuan (penguasa)
bagi semua wilayah dan menguasai terusan serta
kepulauan. Melalui usahanya, ia berhasil
memiliki dan memperoleh wilayah ini dengan
adil. Raja Siam, yang merupakan ayah mertua
dari Sam Agy Singapura mendengar tentang
berita anak menantunya ini dan memutuskan
untuk menyerangnya. Ia datang dengan pasukan
yang sangat kuat sehingga Paramijcura bahkan
tidak berani untuk menunggu kedatangannya.98
Fakta tentang serangan Siam ini juga tercatat dalam
Ming Shi Lu tertanggal 20 November 1407, yang
menyebutkan bahwa Raja dari dua negara, yakni Samudera
dan Malaka mengirim orang untuk protes bahwa Siam telah
bersikap sombong dan mengirim pasukan untuk mengambil
legalitas mereka. Raja-raja tersebut juga melaporkan bahwa
98 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, 299.
61
orang-orang di negerinya merasa takut dan tidak bisa hidup
dalam kedamaian.99
Pengangkatan Raja Malaka oleh Kaisar Tiongkok
Pada bulan ke-9 tahun 1405, utusan Malaka tiba di
ibukota Tiongkok pada saat itu, yakni Nanjing. Kaisar
menyanjung pemimpinnya dan mengangkatnya menjadi Raja
Malaka, melalui surat pengangkatan. Raja Malaka atau
Parameswara juga mendapatkan sebuah stempel, satu setel
pakaian sutra dan sebuah payung kuning kaisar. Raja Malaka
kemudian menyampaikan bahwa ia ingin negaranya menjadi
bagian dari distrik kekaisaran serta akan mengirim upeti
setiap tahun. Mereka juga ingin pegunungan di Malaka bisa
dijadikan pelindung negeri. Kaisar menyetujuinya dan
mempersiapkan sebuah prasasti yang di dalamnya diakhiri
syair. Kaisar juga memerintahkan pendirian tugu di gunung
itu.100
Pada tahun 1409 utusan Cheng Ho membawa
perintah dari kaisar Zhu Di dan menyampaikannya kepada
pemimpin di Malaka. Selain perintah, utusan dari Dinasti
Ming ini membawa dua stempel perak, sebuah topi, sebuah
ikat pinggang, dan sebuah jubah panjang. Cheng Ho
mendirikan sebuah batu dan meresmikan tempat ini menjadi
sebuah kota. Kemudian, wilayah ini berkembang menjadi
sebuah kerajaan. Sejak saat itu, orang-orang Siam tidak
99 Leonard Y. Andaya, Leaves of the Same Tree : Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka, 69.
100 W.P Groeneveldt,Nusantara Dalam Catatan Tionghoa, 139.
62
pernah menyerang lagi. Parameswara yang menjadi raja atas
penunjukan kaisar dari Dinasti Ming kemudian pergi ke
Tiongkok untuk menyampaikan rasa terima kasihnya. Bukan
hanya itu, pemimpin Malaka ini juga membawa upeti berupa
barang produksi Malaka. Kaisar pun memulangkannya
dengan menggunakan kapal Tiongkok, agar ia dengan segera
bisa mengurus kerajaannya.101
Dinasti Ming Mengirim Ekspedisi Cheng Ho
Tiongkok rupanya mempunyai inisiatif baru untuk
menjalankan wilayah-wilayah barunya. Laksamana Cheng Ho
beserta armadanya gencar mengunjungi Malaka dan menjalin
aliansi dengan pembesar-pembesar Malaka. Laksamana
Cheng Ho atau Zheng He adalah pelaut besar bukan hanya di
Tiongkok, akan tetapi juga di sepanjang sejarah pelayaran
dunia. Selama 28 tahun (1405-1433) ia memimpin pasukan
armada raksasa dalam ekspedisi ke 30 negara lebih di sekitar
kawasan Asia Tenggara, Samudra Hindia, Laut Merah, Afrika
Timur, dan lain-lain. Cheng Ho adalah utusan kedua dari
Tiongkok, setelah utusan yang pertama dipimpin oleh kasim
Yin Qing pada tahun 1403.
Ekspedisi maritim Tiongkok ini dimulai semenjak
awal abad XV atas kebijakan Dinasti Ming. Ekspedisi
tersebut dimaksudkan untuk memperluas pengaruh
diplomatik Tiongkok. Tujuannya adalah mengembalikan
101 W.P Groeneveldt. Nusantara Dalam Catatan Tionghoa, 139.
63
kejayaan Tiongkok dan mengontrol perdagangan global serta
memperluas pengaruh di Samudra Hindia.102
Terdapat 62 kapal besar yang mengiringi ekspedisi
Cheng Ho ke Saudra Barat (lautan sebelah barat Tiongkok).
Selain itu, jumlah awak kapalnya mencapai 27.800 orang.
Sejarawan J.V. Mills juga mengungkapkan kapasitas kapal
yang digunakan Cheng Ho mencapai 2.500 ton. Menurut
Prof. J. J. L Duyvendak103
dan sejumlah data kumpulan data
studi mengenai Cheng Ho104
, ekspedisi ini dilakukan
sebanyak tujuh kali, yakni :
1. Pada tahun ketiga Kaisar Yung-lo (1405), ia
memerintahkan armada Cheng Ho untuk pergi ke Calicut,
dan negara-negara lainnya. Pelayaran ini dimulai
tepatnya, pada tahun 1405-1407 tepatnya pada tanggal 11
Juli 1405, pada bulan ke enam di tahun ketiga dan
kembali pada bulan kesembilan di tahun kelima, tepatnya
pada tanggal 2 Oktober 1407. Cheng Ho dan para kasim
membawa 27.000 tentara prajurit. Cheng Ho mengunjungi
Jawa, Malaka, Samudra (Sumatra), dan Lambri (Lamuri)
lalu meneruskan perjalanan ke Calicut, daerah yang
menjadi objek pertama. Pada ekspedisi ini pula berhasil
102 Gavin Menzies, 1421: Saat China Menemukan Dunia, 66 103 J.J.L Duyvendak, ―The True Dates of the Chinese Maritime
Expeditions in the Early Fifteenth Century‖. T'oung Pao, Vol. 34, No. 5
(1939), 341-413. Jan Julius Lodewijk Duyvendak merupakan seorang
Sinologis asal Belanda dan professor di Universitas Leiden. Duyvendak
menjadi penerjemah untuk kedutaan Belanda di Peking pada tahun 1912-1918.
Pada tahun 1919, dia memulai karirnya sebagai dosen Tionghoa di Leiden. 104 Data yang berbentuk bagan tersebut dibuat berdasarkan ―Catatan
Mengenai Pelayaran Cheng Ho ke Samudera Barat‖ yang ditulis oleh Shu
Shizheng.
64
menangkap bajak laut Ch‘en Tsuyi dan pengikutnya di
Palembang.
2. Pada tahun kelima kekuasaan Yung-lo (1407)
memerintahkan armada Cheng Ho untuk pergi ke Jawa,
Calicut, Cochin, Siam, Malaka dan daerah-daerah yang
lain. Raja-raja di wilayah tersebut memperkenalkan
produk lokal, dan binatang-binatang mahal kepada
Tiongkok.
3. Pada tahun ketujuh kekuasaan Yung-lo (1409), pelayaran
ketiga dimulai tepatnya pada tanggal 16 Januari-14
Februari 1409 dan kembali pada tanggal 6 Juli 1411. Fei
Shin menyebutkan negara-negara yang dikunjungi armada
Cheng Ho, diantaranya Champa, Jawa, Malaka, Samudra,
Ceylon, Quilon, Cochin, dan Calicut.
4. Pada tahun ke-12 kekuasaan Yung-lo (1413), armada
Cheng Ho pergi ke Hulu, Ormuz, dan beberapa negara
yang lain. Pelayaran keempat ini dimulai pada tanggal 18
Desember 1412 dan kembali pada tanggal 25 Agustus
1415. Selain ke Ormuz, Cheng Ho juga singgah di
Malaka, Jawa, Champa, Samudra, Aru, Cochin, Calicut,
Lambri, Pahang, Kelantan, Maldives, dan lain-lain.
5. Pada tahun ke-15 kekuasaan Yung-lo (1417), armada
Cheng Ho mengunjungi wilayah di sebelah barat,
diantaranya Campa, Jawa, Palembang, Malaka, Ceylon,
Cochin, Calicut, Aden, Mogedoxu, Brawa, Malinde,
Ormuz dan lain-lain. Ormuz mempersembahkan singa,
macan tutul dengan bintik emas, dan kuda barat. Aden
65
mempersembahkan jerapah. Negara Mogadisho
mempersembahkan singa yang bergaris seperti zebra.
Negara Brawa mempersembahkan unta. Ekspedisi ini
berangkat tepatnya pada tanggal 28 Desember 1916 dan
kembali pada tanggal 8 Agustus 1419.
6. Pada tahun ke-19 Yung-lo (1421) armada Cheng Ho
mengumpulkan duta besar dari Ormuz dan negara-negara
yang lain, yang sudah lama berada di ibukota kembali ke
negara mereka. Semua raja dari negara-negara tersebut
mempersembahkan produk lokal sebagai upeti atau tanda
kehormatan, produk yang diberikan bahkan lebih besar
dari sebelum-sebelumnya. Pelayaran ini dimulai pada
tanggal 3 Maret 1421 dan pulang pada tanggal 3
September 1422. Selain Ormuz yang menjadi tujuan,
pelayaran ini juga mengunjungi beberapa wilayah,
diantaranya Aden105
, Djofar106
, La-sa107
, Brawa108
,
Mogadisho, Calicut, Cochin, Cail, Ceylon, Maldives,
Lambri (Lamuri), Sumatra, Aru, Malaka, Kan-pa-li, Sulu,
Bengal, Borneo and Ku-ma-la-lang.
7. Pada tahun ke-5 dari kepemimpian kaisar Hsuan-te (1431)
memerintahkan sekali lagi kepada armada yang tersisa
untuk mengunjungi negara-negara barbar dan
membacakan dekrit kekasiaran serta memberi hadiah.
105 Nama sebuah kota di Yaman 106 Atau disebut Dhofar Nama sebuah tempat di Oman, berada di
persimpangan jalur perdagangan antara Asia dan Eropa di Laut Arab. 107 Atau Lha-sa adalah ibu kota tradisional Tibet dan ibu kota wilayah
Otonomi Tibet yang terletak di Republik Rakyat Tiongkok. 108 Sebuah tempat di Afrika
66
Pelayaran ini dimulai pada tanggal 29 Juni 1430 dan
kembali pada tanggal 14 September 1433. Beberapa
wilayah yang disinggahi, diantaranya Campa, Jawa,
Palembang, Malaka, Siam, Aceh, Aru, Lide, Lambri,
Ceylon, Bengal, Maldive, Quilon, dan lain-lain.
Dari tujuh kali pelayaran yang telah disebutkan di atas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa Malaka menjadi salah
satu daerah yang selalu disinggahi oleh setiap pelayaran Cheng
Ho. Malaka mempunyai daya tarik sendiri bagi bangsa
Tionghoa, hal ini diperkuat dengan sumber yang menyebutkan
bahwa Malaka merupakan pelabuhan yang dibangun oleh
bangsa Tionghoa dan kemudian pelabuhan tersebut digunakan
sebagai basis terdepan armada Cheng Ho yang menyediakan
perbekalan segar, air dan kayu sepanjang perjalanan dari
Tiongkok hingga Afrika Timur.109
Sebagai basis pelabuhan
dalam ekspedisinya, Cheng Ho memanfaatkan Malaka untuk
menjelajah lebih jauh lagi di Samudra Hindia, sesekali ia
memeriksa kerusakan kapalnya dan kelengkapan
perjalanannya di Malaka.110
Dalam perjalanannya ke Malaka, pasukan Cheng Ho
singgah di Kamboja dan Jawa, kemudian berlayar dengan
angin musim barat daya ke Sri Lanka dan Calcutta (Kalkuta)
di pesisir barat India. Pelayaran besar ini menghasilkan sebuah
buku yang berjudul Zheng He’s Navigation Map. Bahkan
109 Gavin Menzies, 1421: Saat China Menemukan Dunia, 62. 110 Craig A. Lockard,‖The Sea Common to All‖: Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of Commerce, ca.
1400-1750‖, 230
67
pelayaran ini juga mampu mengubah peta navigasi dunia
sampai abad XV. Dalam buku tersebut, terdapat 24 peta
navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan
berbagai pelabuhan. Jalur pelayaran Tiongkok berubah, tidak
sekedar bertumpu pada Jalur Sutra antara Beijing-Bukhara.111
Armada Cheng Ho tiba di Malaka enam minggu setelah
meninggalkan Tiongkok. Pertama kali yang dibangun oleh
Tiongkok sebagai tempat pelabuhan di mana rempah-rempah
Mollucas, Pulau Rempah-rempah (yang sekarang ini Maluku
di Indonesia) dapat dikumpulkan.112
D. Motif Kepentingan Nasional antara Tiongkok dan Malaka
Semenjak terjalinnya hubungan antara Tiongkok dan
Malaka, penulis menyimpulkan terdapat kepentingan nasional
dari kedua wilayah ini, meskipun intensitas kepentingan yang
dibangun oleh Malaka lebih tinggi daripada Tiongkok.
Kepentingan tersebut terlihat dari misi yang dibawa saat
Tiongkok mengunjungi Malaka dan begitu juga sebaliknya.
Bahwasanya terdapat dua misi penting yang mendasari Tiongkok
dan Malaka menjalin hubungan, yakni misi diplomasi dan misi
perdagangan.113
111 W.P Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa, hal.
217. 112 Gavin Menzies, 1421 Saat China Menaklukan Dunia, 62. 113 Geoff Wade, ―Melaka in Ming Dynasty Texts‖. Journal of The
Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. 70, No. 1 (1997), 31-69.
68
Misi Diplomasi Politik
Awal abad XV adalah masa di saat Tiongkok di
bawah kekuasaan Dinasti Ming baru saja pulih dari dominasi
Mongol. Tiongkok pada saat itu sedang gencar-gencarnya
melakukan ekspansi ke arah selatan sekaligus pembukaan
hubungan perniagaan. Misi-misi Tiongkok ini bahkan
menembus jauh ke Barat hingga ke Teluk Persia. Armada
perang yang sangat besar dan ribuan prajurit dibutuhkan
untuk mempertegas keinginan Tiongkok. Ketika Cheng Ho
sampai di Malaka, ia menaikkan kedudukan Malaka sebagai
negara bawahan Tiongkok.114
Sementara itu, Kerajaan
Malaka menaklukan Pahang sebagai pangkalan terdepan
melawan Kerajaan Siam. Malaka dijauhkan dari perhatian
Jawa (Majapahit) dan Siam, sementara Tiongkok dijamin
keamanan pelabuhannya ketika berlayar ke Samudera
Hindia.
Bukan hanya itu, pernikahan campuran antara orang
Melayu dan Tiongkok, terutama dalam kelas sosial atas,
memainkan peranan penting dalam sejarah pendirian
Kerajaan Malaka dan perkembangan politik dan
pemerintahan di Malaka :
Maka titah raja Tiongkok,”Besar Raja Melaka
ini, banyak sungguh rakyatnya. Tiada berapa
bezanya dengan rakyat kita. Baiklah ia kuambil
akan menantuku.115
114 Geoff Wade, ―Melaka in Ming Dynasty Texts‖, 41. 115 W.G Shellabear, Sejarah Melayu, 95.
69
Semenjak saat itu, hubungan yang teratur terjalin
antara Tiongkok dan Malaka selama abad XV. Ketika
Parameswara mengunjungi Tiongkok pada tahun 1411, dia
membawa pasukannya sebanyak 540 orang, begitu juga
dengan keponakan Parameswara yang berkunjung pada tahun
1413 dengan membawa 165 orang. Misi-misi dari Malaka
inipun tercatat selama beberapa tahun, yakni 1405, 1407,
1411, 1414, 1415, 1416, 1419, 1420, 1421, 1423, 1424,
1426, 1431, 1433 dan seterusnya hingga awal abad XVI.116
Kunjungan Kerajaan Malaka ke Dinasti Ming, akan
dijelaskan dalam bentuk tabel seperti berikut :
Tabel 4.1 Misi Malaka dalam Kunjungan Ke Tiongkok
(1405-35)117
116 Geoff Wade, ―Melaka in Ming Dynasty Texts‖, 41. 117 Wang Gungwu., ―The First Three Rulers of Malacca‖. Journal of
the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. 41, No. 1 (1968), 16
Tahun Tempat Nama Raja
Malaka
Nama Duta
Malaka
3 Oktober 1405 Nanking Pai-li-mi-su-la Tidak disebutkan
2 Oktober 1407 Nanking Tidak
disebutkan
Tidak disebutkan
16 Februari
1409
Nanking Pai-li-mi-su-la A-pu-la-chia-hsin
14 Agustus
1411
Nanking Pai-li-mi-su-la -
27 Juli 1412 Nanking Pai-li-mi-su-la Hsi-la-ma-lan-cha-
ya (keponakan raja)
20 September
1413
Peking Pai-li-mi-su-la Sai-li-la-che
(keponakan raja)
5 Oktober 1414 Peking Mu-kan-sa-yu-
ti-er-sha
-
70
Selain membangun hubungan politis dengan Tiongkok
dan mendapatkan perlindungan dari Dinasti Ming, Kerajaan
Malaka berambisi untuk melakukan ekspansi ke beberapa
11 Oktober
1415
Peking Tidak
disebutkan
Tidak disebutkan
19 November
1416
Nanking Tidak
disebutkan
Tidak disebutkan
3 September
1418
Peking Mu-kan-sa-yu-
ti-er-sha
Sa-li-wang-la-cha
(kakak laki-laki
raja, anak laki-laki
Parameswara)
23 September
1419
Peking I-ssu-han-ta-
er-sha
-
19 Oktober
1420
Peking Mu-kan-sa-yu-
ti-er-sha
Tuan-ku-ma-la-
shih-ti
26 Februari
1421
Peking Tidak
disebutkan
Tidak disebutkan
24 Oktober
1423
Peking Tidak
disebutkan
Tidak disebutkan
20 April 1424 Peking Hsi-li-ma-ha-
cha
-
20 Desember
1424
Peking Tidak
disebutkan
Na-la-ti-pa-na
17 Juni 1426 Peking Hsi-li-ma-ha-
cha
I-ssu-ma (Ismail)
20Maret 1431 Peking Tidak
disebutkan
Wu-pao-chih-na
26 Mei 1434
Pada 28
November 1433
sampai di
Peking dan
meninggalkan
Kanton setelah
28 April 1435
Peking Hsi-li-ma-ha-
cha -
11 April 1435 Peking Hsi-li-ma-ha-
cha
La-tien-pa-la
(adik laki-laki raja)
71
wilayah sekitarnya. Beberapa tahun kemudian, Malaka
meluaskan wilayah kekuasaannya hingga ke Kuala Linggi di
utara dan Kuala Kesang di selatan. Lalu Malaka berhasil
menaklukan Trengganu yang terletak di utara Pahang dan
Kelantan. Akan tetapi, Kerajaan Malaka tidak berani
melawan Patani yang kuat dan berpenduduk Melayu tetapi
sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Siam.
Misi Ekonomi
Penaklukan politik secara tidak langsung juga akan
melibatkan penaklukan ekonomi. Hasil berdagang dengan
wilayah taklukan atau kekuasaan dikehendaki untuk dijual
dan kemudian dipasarkan ke Malaka atau melalui Malaka.
Semenjak Cheng Ho mengukuhkan Malaka menjadi kerajaan
di bawah dari Dinasti Ming, maka semenjak itu pula
kerjasama dalam kegiatan perekonomian yang berbasis
perdagangan maritim juga gencar dilakukan.
Setiap orang akan menyadari bahwa begitu mereka
tiba di Malaka, mereka dapat berlayar ke Tiongkok, Bengal,
Pulicat dan Pegu. Malaka memiliki sumber daya manusia
yang memenuhi syarat. Pemerintahan yang besar tidak akan
tercapai dengan orang yang sedikit. Malaka terus disuplai
dengan orang dalam jumlah besar, mereka mengirimkan
orang-orang keluar negeri dan mengundang orang-orang baru
untuk masuk. Dari Malaka, Tiongkok dapat membeli lada
sebanyak 10 jung per tahun. Bukan hanya lada, tetapi juga
cengkih, sedikit pala, pachak yang agak banyak, catechu.
Mereka akan membeli dupa dalam jumlah banyak, gading
72
gajah, timah, tanaman obat, kamper, manik merah, kayu
cendana putih, kayu brasil, kayu hitam dalam jumlah yang
tak terkira.118
Sebagai wilayah yang berada di tengah-tengah jalur
pelayaran perdagangan, Malaka menjadi sebuah kota yang
khusus dibuat untuk barang dagangan. Oleh karena itu,
Malaka sangat butuh suplai barang dagangan produksi
Tiongkok di mana barang dagangan tersebut juga dibutuhkan
oleh beberapa wilayah lainnya. Jika tidak, maka kehidupan
rakyat Malaka hanya bergantung dengan menanam padi,
memancing ikan dan menjarah musuh-musuhnya.119
Selain itu, Malaka juga melakukan tanda tangan
kerjasama dengan berbagai wilayah penghasil timah, seperti
Klang, Selangor, Perak, Bernam, Mangong, dan Bruas.
Perjanjian ini mengharuskan wilayah-wilayah tersebut
mengirimkan perak dalam jumlah tertentu kepada sultan
Malaka. Pada saat yang sama, Malaka menjadikan Kampar
sebagai basis bagi perluasan wilayah ke utara dan selatan
Oleh karena itu, pembahasan terkait perkembangan
ekonomi Malaka dan bagaimana pengaruhnya dari Tiongkok,
akan dijelaskan secara spesifik dalam bab V.
118 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, 163.
119Ibid, 299.
73
BAB V
PENGARUH TIONGKOK TERHADAP
PEREKONOMIAN DI MALAKA ABAD XV
Sebagai sebuah pelabuhan, kekuatan perdagangan Malaka
bergantung kepada pedagang-pedagang asing, tak terkecuali
Tiongkok. Dalam bab ini, penulis akan menjelaskan bagaimana
Tiongkok turut berperan atau pengaruh dalam perkembangan
ekonomi perdagangan di Malaka. Sejalan dengan bab sebelumnya
yang menjelaskan kerjasama politik, hal itu turut mempengaruhi
Malaka dalam segi perekonomian. Merujuk pada tulisan
D‘Albuquerque yang menyatakan bahwa setelah berdirinya
kerajaan Malaka, mereka bergantung pada kedatangan kapal-
kapal dagang dari Tiongkok.120
Berkat adanya diplomasi dan aliansi politik antar kedua
pemimpin dari Tiongkok dan Malaka, Malaka mampu
memperluas daerah pedalaman dan hutan, agrikultur, laut, dan
produk-produk dagang lainnya. Dengan kewajiban membayar
bea cukai yang rendah, Malaka menjadi wilayah politik dan
perdagangan bebas. Malaka menjadi pelabuhan utama di
Samudra Hindia, sekaligus penghubung antara Samudra Hindia
dan Laut Cina Selatan.121
120 Purcell Victor, Orang-Orang Cina di Tanah Melayu (Johor Bahru:
Universiti Teknologi Malaysia, 1997), 21. 121 Craig A. Lockard,‖The Sea Common to All‖: Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of Commerce, ca.
1400-1750‖, 229.
74
A. Kondisi Perekonomian di Malaka setelah Kedatangan
Tiongkok
Perdagangan maritim adalah bagian yang menarik untuk
dibahas dari sejarah perekonomian di Malaka.122
Akan tetapi,
sebelum kedatangan Tiongkok dan pengukuhan atas raja Malaka,
catatan mengenai kondisi perekonomian Malaka tidak tercatat
secara jelas.
Trade especially the deep ocean trade, was the
glamorous part of the Melakan economy, and is well-
documented. Yet the Melakan economy comprised
much more, not so well-documented.123
Secara mikro, ekonomi penduduk lokal Malaka pada
awalnya digerakkan oleh para nelayan lokal. Sebagian besar
penduduk hidup dengan cara mencari ikan. Mereka menggunakan
kano (perahu panjang dan sempit, ujung haluan dan buritannya
tajam) yang terbuat dari sebatang pohon utuh.124
Akan tetapi,
persoalan mengenai penduduk asli Malaka ini pula tidak tercatat
secara jelas dan tidak banyak diketahui kegiatannya, karena
seiring berjalannya waktu, penduduk asing semakin banyak yang
menetap di Malaka dan membaur dengan penduduk setempat.125
Peningkatan penduduk yang terjadi di Malaka dan
semakin ramainya pedagang yang datang, maka penduduk
Malaka didominasi oleh masyarakat kota yang berjenis kelamin
122 Victor Purcell ,‖Chinese Settlement in Malacca‖. Journal of the
Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. 20, No.21 (1947), 118. 123 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖. Journal of the Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol 64,
No. 2, 47. 124 W.P Groeneveldt, Nusantara dalam Catatan Tionghoa, 140 125 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖, 47.
75
laki-laki, terutama Tiongkok, karena perempuan-perempuan
Tionghoa tidak diperbolehkan keluar dari negerinya hingga abad
XX. Malaka harus mengimpor beberapa barang dagangan yang
lainnya untuk memenuhi permintaan lokal. Tentu saja, hal
tersebut masuk akal secara ekonomi, bahwa ukuran pasar yang
dilayani oleh perdagangan di Pelabuhan Malaka dan peningkatan
perdagangan sepanjang abad ini, difasilitasi oleh kehadiran
Muslim dalam perdagangan Samudra Hindia. Hal tersebut, secara
tidak langsung telah mempengaruhi peningkatan skala ekonomi
di berbagai industri manufaktur di seluruh Asia, sehingga
mendorong spesialisasi regional dalam hal-hal tertentu,
contohnya dalam komoditi perdagangan.126
Sedangkan secara makro, Malaka menggerakkan
perekonomiannya melalui kerjasama dengan beberapa wilayah
sekaligus melakukan ekspansi wilayah-wilayah yang berpotensi
menjadi saingannya dalam perdagangan. Malaka pertama kali
melakukan kerjasama dengan Tiongkok, bersama wilayah-
wilayah yang lain mengunjungi istana Dinasti Ming. Malaka
menjadikan kerajaan-kerakaan lokal sebagai kerajaan
bawahannya, dengan membuat kebijakan yang cukup menarik,
agar pelabuhannya dapat menjadi tujuan akhir untuk
berdagang.127
Kebijakan adanya penarikan pajak perdagangan sama
sekali tidak memberatkan para pedagang, meskipun ada
126 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖, 48. 127Ibid, 57.
76
perbedaan atau selisih jumlah yang diterapkan kepada wilayah di
timur dan di barat. Barang-barang dagangan yang datang dari
wilayah barat (India, Arabia, Burma, Siam, dan sekitarnya)
dengan ketentuan sebagai berikut :128
- Pegu, Thailand, Tenasserim, Kedah, Pedir dan Pasai
membayar 6% atas barang dagangan mereka
- Pedagang-pedagang asing yang menetap di Malaka
membayar 3% dan 6% wajib dibayarkan untuk pajak
kerajaan, tambahan 1% untuk orang asing dan 3% untuk
orang lokal. Baik orang-orang Melayu maupun non
Melayu wajib menyerahkan hadiah, kemudian
persembahan hadiah akan diserahkan kepada raja,
bendahara, tumenggung atau syahbandar. Nilai hadiah ini
adalah 1% hingga 2%.
- Walaupun sedikit memberatkan, akan tetapi kewajiban
pembayaran pajak ini mendorong kedisiplinan
administrasi pemerintahan di pasar. Orang-orang Melayu
membayar sekitar 7-8% sebagai pajak import dan orang-
orang non Melayu membayar sebesar 10-11%.
Sementara itu, barang-barang dagangan yang datang dari
timur, termasuk Tiongkok, Jepang, Luzon, Ryukyu, dan wilayah-
wilayah nusantara (Indonesia sekarang) dengan ketentuan tidak
ada kewajiban membayar pajak untuk barang dagangan, tetapi
hanya menyerahkan hadiah kepada Bendahara, Tumenggung dan
`128 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China, 273.
77
Syahbandar. Hadiah yang diberikan bernilai kurang lebih setara
dengan pajak.129
Dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat,
Kerajaan Malaka mengharuskan mengimpor bahan makanan
secara terus menerus. Bukan hanya bahan makanan, akan tetapi
kebutuhan rumah tangga lainnya juga sangat diperlukan, seperti
tembikar dari Thailand, porselen dari Tiongkok, kayu, bahan-
bahan bangunan, kain dan bahan lainnya untuk pakaian, kuda dan
gajah untuk tenaga kerja, perhiasan, rempah-rempah dan
lainnya.130
Meskipun impor dilakukan secara terus menerus
sepanjang abad XV, akan tetapi Malaka hampir tidak pernah
mengalami defisit perekonomian, karena antara impor dan
penghasilan dari perdagangan berjalan secara seimbang. Sumber-
sumber dari Thailand, Melayu, Tiongkok dan Portugis tidak
menyebutkan bahwa Malaka mengalami krisis nilai mata uang.
Kestabilan mata uang Malaka berkat usahanya mampu
mempertahankan keunggulan perdagangan di pelabuhan, serta
secara terus menerus mampu mempertahankan keuangan kerajaan
dalam jangka panjang.
Sistem upeti atau pajak di atas merupakan adopsi dari
sistem Tiongkok. Tiongkok telah menerapkan sistem ini
129 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China , 274. 130 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖, 61.
78
semenjak dahulu. Hal tersebut bisa dilihat dari kebijakan Dinasti
Ming yang mempengaruhi sistem upeti. Kaisar Tiongkok selalu
memberikan duta-duta yang datang dari wilayah lain dengan
jumlah yang lebih tinggi, dengan begitu maka mereka akan
merasa hutang budi kepada Tiongkok. 131
Secara tidak langsung, sistem pemungutan pajak ini
dilakukan sebagai upaya menarik para pedagang untuk singgah
di Pelabuhan Malaka, terkhusus Tiongkok yang tidak dibebani
membayar pajak. Setelah kedatangan Tiongkok pada awal abad
XV, populasi penduduk di Malaka bertambah, baik penduduk
lokal maupun penduduk asing yang datang untuk berdagang.
Sebelumnya, Malaka hanya ditempati oleh 20-30 orang saja.
Akan tetapi, setelah Malaka aman dan mendapat perlindungan
dari Tiongkok, Malaka berkembang menjadi pasar internasional
yang bebas didatangi oleh para pedagang dari berbagai wilayah.
Pada akhir tahun 1400, sekitar 50.000-100.000 orang menempati
kota-kota besar di Asia Tenggara. Setelah wafatnya
Parameswara, jumlah penduduk Malaka menjadi 6000 orang.132
Seperti pelabuhan lainnya, Malaka tergolong sebagai wilayah
yang kosmopolitan dan menarik bagi kapal-kapal perdagangan
dari berbagai wilayah, terhitung paling sedikit 15.000 pedagang
luar. Setidaknya, terdapat 61 bangsa dan suku bangsa serta 84
bahasa yang ada di Malaka pada saat itu. Mereka datang dari
seluruh lembah sungai Samudra Hindia dan Indonesia, termasuk
131 Gavin Menzies, Saat China Menemukan Malaka, 23 132 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China (Chennai: Asian Educational Services,
2005), 234-236.
79
juga orang-orang Vietnam, Champa, Okinawa, Jepang, dan
Muslim Filiphina (termasuk leluhur orang-orang Tionghoa).133
Sebagaimana raja-raja Sriwijaya yang menjadi nenek
moyang Parameswara dan pengganti-penggantinya, sedari awal
raja Malaka sadar peranan penting Tiongkok dan mengakuinya
sebagai kuasa besar atas berbagai wilayah di dunia, untuk tujuan
sebagai kepentingan ekonomi dan politik.134
Perlindungan yang
didapatkan dari Tiongkok terhadap Malaka adalah suatu hal yang
penting untuk menghalau ancaman dari negeri-negeri lain.
Hubungan ini menyiratkan kepentingan politik dan ekonomi yang
penting. Pertama, keberadaan Malaka mendapat pengakuan dari
kuasa Dinasti Ming. Pengakuan ini disimbolisasikan dengan
prasasti yang menceritakan suatu moral dan falsafah Dinasti
Ming. Malaka merupakan kerajaan seberang laut yang pertama
kali mendapat pengakuan dan penghormatan seperti itu.
Pengakuan ini semacam memberikan jaminan politik kepada
Malaka bukan sekedar tujuan untuk kedaulatannya, tetapi
sekaligus menjadi dorongan Malaka untuk menjadi sebuah
kekuasaan yang besar di nusantara.135
Tujuan seperti itu juga saling berkaitan dengan tujuan
kedua, yakni ekonomi, terutama dalam pengamalan dan
pelaksanaan sistem upeti atau sistem pajak. Pengawalan terhadap
seluruh kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Selat Malaka
133 Craig A. Lockard,‖The Sea Common to All‖: Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of Commerce, ca.
1400-1750‖, 230. 134 O.W. Wolters, The Fall of Sriwijaya, 33-40. 135 M. Yusoff Hashim, Kesultanan Melayu Melaka, 189.
80
berarti turut menjamin pengawalan terhadap kawasan lalu lintas.
Hal tersebut sekaligus memudahkan Tiongkok untuk menukarkan
barang dagangannya dengan Barat melalui Malaka.136
Dalam
konteks politik dan ekonomi, Malaka dan Tiongkok saling
membutuhkan.
Beberapa ilmuwan mencatat, penduduk-penduduk yang
datang dari Gujarat dan Tiongkok mendominasi. Meilink
mencatat dalam bukunya Persaingan Eropa dan Asia di
Nusantara: Sejarah Perniagaan 1500-1630137
, Gujarat
menduduki posisi paling banyak jumlah pedagang yang datang ke
Malaka pada abad XV, akan tetapi Kenneth Hall dalam jurnalnya
Multidimensional Networking: Fifteenth-Century Indian Ocean
Maritime Diaspora in Southeast Asian Perspective138
menyebutkan orang-orang Tionghoa paling banyak yang datang
ke Malaka. Terkait kuantitas para pedagang asing ini memang
tidak terdapat sumber yang menyediakan data-data penduduk
asing, sehingga terjadi perbedaan pendapat di kalangan para
ilmuwan terkait bangsa mana yang memiliki jumlah yang
mendominasi di Malaka.
136 M. Yusoff Hashim, Kesultanan Melayu Melaka, 189. 137 Meilink Roelofsz, Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara:
Sejarah Perniagaan 1500-1630, 35 138 Kenneth R. Hall, ―Multidimensional Networking: Fifteenth-
Century Indian Ocean Maritime Diaspora in Southeast Asian Perspective‖, 455
81
B. Terbentuknya Koloni Tiongkok
Sejarah mencatat bahwa orang-orang Tionghoa telah
tinggal di Melayu selama berabad-abad, entah itu untuk
kunjungan berdagang atau misi diplomatik atau bahkan memang
untuk tinggal secara permanen. Orang-orang Tiongkok sendiri
tidak menemukan jalan ke Semenanjung Melayu, mereka harus
mempelajarinya dari orang-orang Arab yang sudah menetap di
Kanton pada abad VIII.
Cheng Ho dalam pelayarannya melaporkan bahwa ia
menemukan komunitas orang-orang Tionghoa di Malaka.
Beberapa dari mereka tinggal di Bukit Cina. Menurut laporan
Eredia, terdapat sebuah kampung yang dinamakan ―Kampung
Cina‖ atau ―Bukit Cina‖. Bukit Cina, Bukit Gudong dan Bukit
Tempurong telah menjadi tanah pemakaman orang Tiongkok
yang terbesar di luar negerinya sendiri. 139
.
Bagaimanapun beberapa orang Tionghoa tinggal atau
bermarkas di Bukit Cina, tepatnya di pinggir kota Malaka atau di
daerah yang dekat dengan pusat-pusat perdagangan.
Diperkirakan, orang-orang Tionghoa di Malaka adalah keturunan
dari pelaut-pelaut semasa Cheng Ho yang memilih tinggal di
Malaka dan menikah dengan perempuan lokal, daripada harus
kembali ke negeri mereka. Komunitas Tiongkok ini didominasi
oleh suku Hokkien140
bersama beberapa penduduk Kanton,141
139 Victor Purcell, Orang-Orang Cina di Tanah Melayu (Johor Bahru:
Universiti Teknologi Malaysia, 1997), 22. 140 Hokkien atau Hokkian merupakan salah satu suku Tionghoa yang
populasinya mendominasi di Nusantara. Mereka berasal dari wilayah Fujian di
82
jumlah mereka berkembang hingga ratusan penduduk, baik yang
menetap tinggal di sana maupun penduduk musiman selama abad
XV. Sebagian besar komunitas asing seperti ini memiliki
lingkungan sendiri. Pada awal abad XVI banyak orang Tionghoa
tinggal di utara sungai di sepanjang pinggir laut. Mereka
diperkirakan mengorganisir semacam usaha bersama, yang
didasari oleh ikatan primordial.142
Dikatakan pula bahwa Hang Tuah telah dimakamkan di
Tanjung Keling. Eredia juga melaporkan bahwa terdapat sebuah
kampung, yaitu Kampung Keling yang ditempati oleh Chelis of
Coromandel. Selain itu, di Malaka terdapat pula Bazar of the
Jaos yang terletak di kuala143
sungai, tempat orang Jawa
menjalankan perdagangan setiap hari Wilayah-wilayah tersebut
diberi nama sesuai dengan mayoritas suku yang tinggal di sana.
Selain Kampung Cina, Kampung Keling, Kampung Jawa,
terdapat pula Kampung Pasai dan seterusnya. Pola demografi
seperti ini terbentuk karena dua faktor, yakni yang pertama
merujuk pada etnik dan kedua merujuk pada profesionalisme dan
kegiatan ekonomi.
Tiongkok Selatan. Bahasa Hokkian adalah dialek Minnan Selatan yang
merupakan bagian dari bahasa Han. 141 Cina Kanton atau suku Kanton adalah penduduk Tiongkok yang
berasal dari Guangzhou, ibukota dari provinsi Guangdong dan merupakan kota
terbesar di Tiongkok bagian selatan. Penduduknya banyak yang berpendidikan
tinggi, serta mereka terkenal dengan teknik pengobatan tradisionalnya yang
mujarab. 142 Craig A. Lockard,‖The Sea Common to All‖: Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian Age of Commerce, ca.
1400-1750‖, 230. 143 Tempat pertemuan sungai dengan sungai atau sungai dengan laut
atau bermuara bersama-sama dari beberapa aliran menjadi satu.
83
Sementara itu, saudagar-saudagar Tiongkok juga tinggal
di hotel-hotel dan berdampingan dengan penduduk lokal, mereka
dilayani oleh para buruh perempuan. Dengan adanya pemukiman
Tiongkok ini, aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh para
saudagar Tionghoa menjadi terpusat dan berjalan dengan baik.
C. Keuntungan Berdagang dengan Tiongkok
Berdasarkan buku Suma Oriental karya Tome Pires,
perdagangan antara Tiongkok dan Malaka pada abad XV
memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan koalisi
dagang Malaka dengan daerah yang lain. Tiongkok
menyumbangkan keuntungan bagi Malaka hingga mencapai
300%, sedangkan pesisir Coromandel di India bagian tenggara
dan Bengal memberikan keuntungan sekitar 80-90%, tetapi
kadang-kadang meningkat hingga 100%. Sementara itu
keuntungan yang diperoleh dari Pegu dan Siam sebanyak 50%,
terkadang meningkat hingga 200%. Sementara itu, keuntungan
perdagangan yang diperoleh dengan wilayah-wilayah di
nusantara diantara lain, Tanjung pura di Borneo memberikan
keuntungan sebesar 50%. Kedah, Pasai dan Pedir memberikan
keuntungan sebesar 35%. Pelabuhan-pelabuhan di Pantai Utara
Jawa memberikan keuntungan sebesar 20%, dan terkadang bisa
mencapai 200%. Di Pelabuhan Sunda memberikan keuntungan
sebesar 50%.144
144 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China , 284.
84
Dari perbandingan keuntungan yang didapat, maka dapat
dikatakan Tiongkok adalah wilayah dengan angka keuntungan
yang paling besar. Hal tersebut diperjelas oleh Tome Pires dalam
bukunya Suma Oriental :
China is a profitable voyage, and moreover
whoever loads up, hiring cabins (petiacas),
sometimes make three for one, and in good
merchandise which is soon sold145
Orang-orang Tionghoa memberikan banyak untung
karena mereka juga paling banyak dan sering menyewa petak-
petak untuk berdagang. Perdagangan yang dilakukan dengan
wilayah-wilayah ini pada umumnya berbentuk penanaman modal
yang berbentuk uang atau emas, serta mereka menjalankan
kegiatan perdagangan secara besar-besaran. Tome Pires
mengatakan bahwa berdagang antar pelabuhan lebih besar
keuntungannya daripada menanam modal dalam bentuk uang
atau emas. Hal ini dikarenakan apabila terjadi perubahan arah
angin, maka bahan dagangan yang diperlukan di pelabuhan
tersebut bisa jadi berkurang, sehingga kapal-kapal lain tidak akan
datang untuk beberapa waktu.146
Sistem ekonomi perdagangan
yang dipakai pada saat itu ialah commenda, yakni sistem
kerjasama antar dua pihak, yakni pemilik modal dan pekerja.
Hasil atau keuntungannya tentu akan dibagi dua.
Permintaan lada yang tinggi dari Tiongkok menjadi
keuntungan tersendiri bagi Malaka, karena Malaka berperan
145 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China (Chennai: Asian Educational Services, 2005), 284.
146 Ibid, 285.
85
sebagai orang tengah yang mengimpor lada dari Patani, Pasai dan
Pedir. Tome Pires melaporkan, satu kuintal lada yang dibeli
dengan harga 4 cruzados di Malaka, dijual kembali di Tiongkok
dengan harga 15 atau 16 cruzados.147
D. Besarnya Hadiah dari Tiongkok
Tradisi pemberian hadiah oleh Dinasti Ming ini biasanya
dilakukan dengan duta-duta utusan dari berbagai wilayah, tak
terkecuali Malaka. Hadiah tersebut diberikan setiap kali orang-
orang Tionghoa datang ke Malaka, ataupun utusan Malaka yang
menghadap Dinasti Ming.
Diantaranya hadiah tersebut diberikan dari Dinasti Ming
kepada Parameswara, ketika ia berkunjung ke Tiongkok. Barang-
barang tersebut adalah emas dan sabuk permata, lencana, dua
kuda, 100 ons emas, 500 ons perak, 400.000 guan uang kertas,
2600 uang tembaga, 300 bordir sutra halus, 1000 sutra tipis dan
dua lengan gaun sutra.148
Ditambah, Malaka merupakan basis wilayah Tiongkok
yang tidak mempunyai kewajiban membayar upeti. Jung-jung
yang datang dari Tiongkok ke Malaka dibebaskan dari kewajiban
membayar pajak. Akan tetapi saudagar-saudagar dari Tiongkok
147Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China , 274.
Nilai 1 cruzado (uang koin Portugis lama yang dibuat dari emas)
adalah 390 reis pada masa Pires, walaupun menurut perhitungannya sendiri
sepertinya ekuivalen dengan 375 reis. Cortesao menyebut nilai 1 cruzado yang
dikonversi ke mata uang modern sekitar 285 escudos, atau sama dengan
kurang lebih 23.550 rupiah. Dikatakan pada masa Marco Polo untuk setiap
satu kapal lada yang dikirim ke Alexandria untuk dikonsumsi Eropa maka 100 kapal dikirim ke Tiongkok Selatan.
148 Geoff Wade, ―Melaka in Ming Dynasty Texts‖, 41
86
ini wajib memberikan hadiah yang jumlahnya ditentukan oleh
syahbandar. Menurut beberapa sumber, para syahbandar menarik
hadiah yang sangat besar dari saudagar-saudagar yang datang dari
Tiongkok. Keuntungan besar yang diperoleh saudagar Tiongkok
yang datang ke Malaka, membuat mereka sama sekali tidak
keberatan untuk menyerahkan hadiah yang diminta oleh
syahbandar di Malaka. Tome Pires menyebutkan dalam
catatannya :
This was general custom, but the present from
China were larger than from all other parts. And
these presents amount to a great deal because the
number of sea traders who paid presents is
considerable149
Hadiah yang diberikan oleh orang-orang Tionghoa ini
pun berjumlah sangat besar daripada wilayah lainnya, karena
mereka pun juga membawa rombongan pedagang yang lebih
banyak. Maka dari itu, tak heran jika kekayaan para pembesar-
pembesar Malaka pada saat itu semakin berlimpah.
Sultan Alauddin Syah dikatakan mempunyai harta yang
ditaksir sama dengan 140 kuintal emas (8.824 kg). Mansyur
Syah, menurut Pires, memiliki 120 kuintal emas ditambah dengan
sejumlah besar intan berlian dan ratna-mutu-manikam. Hikayat-
hikayat kuno juga memuji kekayaan raja, misalnya pakaian raja
terdiri dari :
Serawal berantelas dengan air mas, berumbaikan
mutiara dan permata merah, berkain ungu bertepi
merah, berair mas dipahat, bersirat benang mas
149 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China , 274
87
bertatah pudi manikam; ikat pinggang bersuji emas
diragam dan berbaju anta kesuma dan destar bertepi
bungai sirih mas dipahat awan berarak. Setelah
memakai, maka dipakainya keris sepukal. Keris itu
semuanya disalut intan, harganya sebuah negeri, dan
sarungnya emas bepermata sembilan bagai dan
beribu-ribu permata dikarang.150
Tak hanya itu saja, raja dan para pembesar Malaka
mendapatkan kekayaan berupa emas, mutiara, permata emas,
perunggu, keris dan lain-lain.
Begitu juga sebaliknya, sejak awal berdirinya Malaka juga
menyerahkan hadiah kepada Dinasti Ming sebagai bentuk
kerjasama. Bersama dengan Raja Jawa, Raja Pasai, dan Raja
Siam, Malaka mengirimkan duta-duta besarnya kepada kaisar
Tiongkok setiap lima tahun dan sepuluh tahun. Tiap-tiap dari
mereka juga membawa barang-barang terbaik dari negerinya
masing-masing, yang sangat disukai oleh orang Tiongkok. Para
duta besar ini diizinkan untuk keluar masuk Tiongkok.151
Pengiriman duta-duta ke Tiongkok dari Malaka dan wilayah-
wilayah yang lain dikomparasikan dalam bentuk tabel sebagai
berikut :
150 Bot Genoot Schap, Hikayat Hang Tuah I (Jakarta: Pusat Bahasa
Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), 91. 151 Armando Cortesao, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan
dari Laut Merah ke Cina & Buku Francisco Rodrigues, 154
88
Tabel 5.1 Pengiriman Misi Kehormatan kepada Tiongkok152
Tahun Cambodia Champa Jawa Malaka Palembang Siam Sumatra
1370-79 3 9 7 7 15
1380-89 6 9 2 12
1390-99 1 3 1 9
1400-09 3 6 11 1 3 10 2
1410-99 3 7 7 7 1 6 7
1420-29 7 14 4 1 9 2
1430-39 10 7 4 6 2
1440-49 10 5 1 4
1450-59 3 3 3 3
1460-69 5 2 2 1
1470-79 3 1 4
1480-89 2 4 2
1490-99 3 3
Dari tabel tersebut dapat dianalisis bahwa Kerajaan
Malaka sudah menjalin hubungan dengan Tiongkok, semenjak
awal berdirinya dengan mengirimkan misi sebanyak satu kali dan
terhenti pada akhir abad XV, hal tersebut terlihat sebagai dampak
dari gejolak politik di Tiongkok, serta mulai datangnya bangsa
Eropa ke Malaka pada awal abad XV.
Hadiah yang harus diberikan Malaka ke ibukota istana
Dinasti Ming secara reguler sudah cukup mewakili perdagangan.
Barang-barang tersebut termasuk lada, berbagai jenis kayu
berharga (termasuk kayu cendana dan kayu gaharu), permata dan
batu berharga, serta ornamen-ornamen yang beraneka warna.
Ornamen ini dibuat dari hiasan penutup kepala dari bulu burung-
152 Kenneth R. Hall, ―Multidimensional Networking: Fifteenth-Century Indian Ocean Maritime Diaspora in Southeast Asian Perspective‖.
Journal of the Economic and Social History, Vol. 49, No.4, 460
89
burung yang eksotis di Maluku. Persembahan ini dibalas dengan
barang-barang Tiongkok yang sama berharganya.153
E. Jumlah Kedatangan Kapal dan Komoditas dari Tiongkok
Jumlah kapal dan jenis komoditas yang dibawa oleh para
pedagang asing menjadi pertimbangan yang penting untuk
menghitung keuntungan yang didapat oleh Malaka. Semakin
banyaknya kapal atau jung yang dibawa, maka sudah menjadi hal
yang pasti bahwa awak kapal, para pedagang dan komoditas yang
berjumlah banyak juga turut dibawa dalam jung tersebut.
Selain itu, perekonomian di Malaka bisa berkembang jika
pelayanan pasar di pelabuhan perdagangan di Malaka
dipertimbangkan atau direncanakan secara matang. Fasilitas yang
dikembangkan oleh kehadiran orang-orang muslim yang
berdagang di Samudra Hindia juga turut mengembangkan skala
ekonomi dengan bentuk produk-produk yang bervariasi.
Diantaranya, Tiongkok dengan produknya berupa sutra dan
barang-barang pecah, Sumatra berkembang dan mengutamakan
pertanian lada, Bengal dan India Selatan mengutamakan bahan
pakaian, Maluku menghasilkan cengkeh, Jawa menghasilkan
bahan makanan. Barang-barang yang termasuk barang yang
umumnya dipakai atau dibutuhkan oleh para pedagang adalah,
pakaian Bengal, lada Sumatra dan barang-barang pecah dari
Siam.154
153 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China, 118 154 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖, 48.
90
Komoditas tersebut dibawa ke Malaka dengan
menggunakan beberapa kapal. Tiongkok datang dengan jumlah
jung sebanyak 8-10 per tahun dengan membawa komoditi berupa
wangi-wangian, besi, keramik, sutra, permata, satin, belerang,
porselen, alat memasak, tembikar, peluru dan lain-lain. Gujarat
datang ke Malaka dengan membawa 4-5 kapal besar per tahun
dengan barang dagangan berupa tekstil, manik-manik, indigo,
candu, sabun, dan gerabah, sementara itu kapal yang datang dari
Koromandel berjumlah 4-5 kapal per tahun. Kapal-kapal yang
datang dari Benggala berjumlah 4-5 kapal per tahun. Selain itu,
Siam paling banyak mengirimkan kapalnya ke Malaka dengan
jumlah 30 kapal per tahun dengan komoditas berupa Beras,
garam, ikan kering, sayur mayur, dan arak, kapal-kapal dari
nusantara membawa barang dagangan berupa Kamper, merica,
kapur barus, madu, lilin, tar belerang, kapas, kayu rotan, cengkih,
pala, bahan makanan.155
Kapal-kapal tersebut masing-masing memiliki nilai
barang dagangan atau kargo yang berbeda-beda, sesuai dengan
muatan yang mereka bawa. Kapal dari Gujarat memiliki nilai
sebanyak 15.000-30.000 cruzados, sedangkan kapal dari
Koromandel sebanyak 12.000-15.000 cruzados dan Benggala
sebanyak 80.000-90.000 cruzados.156
Tentunya, masih banyak
kapal yang datang berkunjung ke Malaka, akan tetapi catatan
155 Armando Cortesao, The Suma Oriental of Tome Pires an Account
of the East, From the Red Sea to China , 269. 156Ibid, 270.
91
rinci mengenai jumlah kedatangan kapal tidak ditemukan oleh
penulis.
F. Perpindahan Ibukota dan Turunnya Volume
Perdagangan Malaka di Tiongkok
Dalam aspek politik, Tiongkok mempunyai pengaruh
besar terhadap negeri-negeri yang lain. Kebijakan-kebijakan
politiknya turut menjadi andil dalam penentuan keputusan bagi
wilayah-wilayah kekuasaannya, salah satunya Malaka. Sebagai
contoh peristiwa perpindahan ibukota Tiongkok dari Nanjing ke
Beijing turut mempengaruhi kondisi perekonomian di Malaka.
Pada abad XV, Tiongkok mendominasi wilayah baik di
Malaka, maupun di seluruh Asia Tenggara. Di bawah pengaruh
Tiongkok, pada tahun 1403-1430 adalah tahun dimana Malaka
mengalami ekspansi maritim dari Tiongkok. Akan tetapi, pada
saat kedatangan Portugis tahun 1511, aktivitas perekonomian
Tiongkok menjadi minoritas di Malaka.157
Penurunan ekonomi ini terjadi disebabkan adanya
perpindahan ibukota Dinasti Ming, dari Nanjing ke Beijing pada
tahun 1430. Perpindahan tersebut terjadi karena wilayah Beijing
dianggap lebih strategis dan aman dari serangan bangsa Mongol,
sekaligus kaisar Tiongkok ingin membangun kota terbesar dan
termegah di dunia. Pada tahun tersebut perdagangan tetap
berlanjut, terutama di Guangzhou dan pelabuhan di Fujian.
157 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖, 65.
92
Permintaan Tiongkok masih bergantung kepada produksi
nanyang158
, terutama lada dan tanaman wewangian. Begitu juga
dengan permintaan pasar dunia yang menginginkan produk
Tiongkok, terutama sutra dan porselen. Jalur pendistribusian
barang-barang inipun beralih ke silk route atau jalur sutra atau
jalur darat, tentunya dengan biaya yang tak murah.159
Hingga pada tahun-tahun akhir abad XV, menjelang
kemunduran Malaka dan sebagai akibat dari perpindahan ibukota
Tiongkok baru mulai berdampak serius. Populasi penduduk
Tionghoa di Tiongkok Selatan menurun dan berpindah ke
Tiongkok Utara. Penurunan populasi penduduk di pasar-pasar
Tiongkok bagian selatan memiliki dampak yang sama seriusnya
terhadap keberlangsungan pusat-pusat produksi di Asia Tenggara.
Populasi penduduk Tiongkok secara umum terpantau
stabil pada tahun 1403 yang menunjukkan angka 56.598.337
hingga pada tahun 1511 terdata sebanyak 60.406.135, artinya
sepanjang abad XV penduduk Tionghoa meningkat dengan angka
empat juta lebih. Akan tetapi, Yangzi di provinsi selatan
Tiongkok menurun dari angka 43.336.056 pada tahun 1393
menjadi 29.220.594 pada tahun 1511, mengalami penurunan
sebanyak 33% sepanjang abad ini. Populasi penduduk di
Guangdong menurun sebanyak 40%, Fujian menurun sebanyak
46%, Zhejiang menurun sebanyak 46% dan populasi penduduk di
158 Nanyang adalah penyebutan orang-orang Tionghoa untuk wilayah
yang berada di selatan Tiongkok, terutama Asia Tenggara. 159 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖, 67.
93
Nanjing menurun sebanyak 26%. Pesisir di provinsi selatan
Tiongkok, yang mana menjadi basis pasar bagi produk-produk
nanyang mengalami penurunan populasi penduduk. Pastinya
kenaikan populasi justru terjadi di provinsi Tiongkok Utara,
padahal provinsi selatan Tiongkok yang menjadi pusat
perdagangan maritim dan pasar bagi produk Asia Tenggara.160
Berikut angka populasi penduduk Tiongkok pada sepanjang abad
XV :
Tabel 5.2 Penurunan Populasi Penduduk di Tiongkok161
A. Angka per Dasawarsa Populasi Penduduk Tiongkok
No. Tahun Populasi
1. 1391 56. 774, 561/
56, 874, 561
2. 1402 56, 301, 026
3. 1412 ........12, 692
4. 1422 52, 688, 691
5. 1432 50, 667, 805
6. 1442 53, 949, 951
7. 1452 53, 507, 730
8. 1462 54, 160, 634
9. 1472 61, 819, 232
10. 1482 62, 452, 677
11. 1492 50, 506, 325
12. 1502 50, 908, 672
13. 1512 60, 590, 309
B. Perubahan Populasi, 1393-1491, di Tiongkok Selatan
dan Tiongkok bagian Tenggara
No. Nama Provinsi Populasi
1393 1491
1. Chekiang 10, 487, 567 5, 305, 843
160 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-1510‖, 66.
161 Ibid, 66.
94
2. Fukien 3, 916, 806 2, 106, 060
3. Hukuang 4, 702, 660 3, 781, 714
4. Kiangsi 8, 982, 482 6, 549, 800
5. Kwangsi 1, 482, 671 1, 676, 274
6. Kwangtung 3, 007, 932 1, 817, 384
7. Nanking 10, 755, 938 7, 983, 519 Catatan :
Nama-nama provinsi diatas dieja menggunakan Wade-Giles seperti pada
pekerjean van der Sprenkel: angka tersebut diambil dari hasil pekerjaan
itu. Jika menggunakan sistem romanisasi Pinyin, nama-nama tersebut
menjadi Zhejiang, Fujian, Huguang, Jiangxi, Guangxi, Guangdong, Nanjing .
Secara tidak langsung, pada abad XV Tiongkok mampu
mengontrol pasar produksi di Asia Tenggara. Pergantian ibukota
Tiongkok ini berpengaruh terhadap permintaan di tahun-tahun
terakhir abad XV. Produk-produk nanyang kehilangan pasarnya
di Tiongkok Selatan, begitu pula penduduk Tiongkok lebih
memilih melakukan kegiatan produksi secara mandiri untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Secara geografis, letak Beijing
yang berada di Tiongkok Utara memang terlampau jauh dari
pasar-pasar utama di Tiongkok Selatan. Oleh karena itu, secara
otomatis terjadi kenaikan harga bagi produk-produk yang datang
ke pelabuhan-pelabuhan di Tiongkok Selatan. Hal tersebut
menyebabkan berkurangnya aktivitas perdagangan di Samudra
Hindia.162
Dalam upaya menciptakan kondisi ekonomi yang stabil,
walaupun tanpa pasar Tiongkok, para pedagang di Asia Tenggara,
khususnya di Malaka mengalihkan distribusi produk-produk
162 Robert W. McRoberts, ―An Economic History of Melaka 1400-
1510‖, 67.
95
nanyang ke Asia bagian barat atau Timur Tengah dan Eropa
melalui jalur sutra.
Pada awal abad XV, Dinasti Ming masih aktif melakukan
ekspedisi dan pengiriman duta sebagai perwakilan dari berbagai
negeri. Akan tetapi pasca tahun 1430, ketika pelayaran Dinasti
Ming berakhir karena perpindahan ibukota, Dinasti Ming
merevisi kebijakan perdagangan maritimnya. Orang-orang Asia
Tenggara ingin tetap melanjutkan perdagangan mereka ke
Tiongkok, karena hal itu akan memperkuat pertukaran
perdagangan mereka dan akan menguntungkan kedua belah
pihak, keuntungan baik atas nama pedagang itu sendiri, maupun
atas nama kerajaan mereka.163
Tepatnya sekitar pada tahun 1440 , Dinasti Ming mulai
membatasi jumlah pelayarannya, misi serta ukurannya. Dinasti
Ming menyatakan bahwa misi-misi selama ini telah menjadi ritual
yang terlalu mahal dan tanpa tujuan. Kaisar menyatakan bahwa
misi tersebut terlalu memakan banyak biaya :
You, king, respect Heaven and serve the superior, and
regularly send envoys to the Court. However, given
the long distance involved and the excessive number
of envoys, this is troublesome to both sides, and
suspicions and divisions could easily result. In future,
you should select one or two persons versed in the
Great Principles as chief and deputy envoys and
carefully consider how many attendants should be
sent. When they arrive in Guang-dong, they shall
163 Kenneth R. Hall, ―Multidimensional Networking: Fifteenth-Century Indian Ocean Maritime Diaspora in Southeast Asian Perspective‖,
457.
96
permit the officials there to decide who is to remain in
Guang-dong and who is to be sent to the Court. You
must warn your envoys to respect the rites and the
laws, and to not engage in improper actions. The
tribute goods need not be rare birds and exotic
animals. Local products to show your loyalty will be
sufficient. Further, it is not permitted to privately
trade jewels, clothing and other precious things with
foreign lands. You king, should respect and implement
my orders and not violate them164
Mengingat jarak yang semakin jauh dan jumlah utusan
yang terlalu banyak, ini akan menyusahkan kedua belah pihak,
dan perpecahan dapat dengan mudah terjadi. Maka selanjutnya,
utusan duta yang datang ke Tiongkok cukup perwakilan satu atau
dua orang saja sebagai kepala utusan. Dengan adanya kebijakan
ini, maka orang-orang Tionghoa di perantauan nusantara yang
sebelumnya menjadi fasilitator perdagangan, mulai membangun
jaringan regional di tempat yang menjadi basis mereka, dan
membuat nama lokal sebagai bentuk dari afiliasi mereka dengan
orang-orang lokal.165
Sementara itu, Malaka tetap menjaga kontak dengan
Tiongkok, walaupun tidak intens seperti sebelumnya, karena
bagaimanapun Tiongkok masih mempunyai kekuatan politik yang
cukup berpengaruh terutama ketika bangsa Eropa menginvasi
Malaka, meskipun kekuatan ekonominya sudah menjadi hal yang
tidak penting lagi.
164 Kenneth R. Hall, ―Multidimensional Networking: Fifteenth-
Century Indian Ocean Maritime Diaspora in Southeast Asian Perspective‖, 458.
165 Ibid, 458.
97
Pada akhirnya, Dinasti Ming tetap menjadi koalisi
Kerajaan Malaka hingga menjelang keruntuhannya pada abad
XVI. Setidaknya, kekuatan politik Tiongkok masih berpengaruh,
meskipun kekuatan ekonominya mulai melemah di Malaka.
Kontribusi Tiongkok terhadap perkembangan maupun kelemahan
perekonomian Malaka, sebagai pelabuhan internasional pada abad
XV telah menjadi catatan sejarah yang penting untuk dipelajari.
99
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bab terakhir dari skripsi ini, penulis akan
memberikan penjelasan sebagai hasil kesimpulan dari analisa
permasalahan yang penulis lakukan. Sebagai bab pamungkas, bab
ini hanya akan menuliskan inti bagaimana pengaruh yang
diberikan oleh Tiongkok ke Malaka.
Pada abad XV, Pelabuhan Malaka merupakan bandar
internasional yang ramai dikunjungi oleh para pedagang.
Kerjasama yang dilakukan dengan negeri-negeri lain, menjadikan
kejayaan Malaka terus berkembang sepanjang abad XV. Selain
itu, kontur alam atau geografis Malaka dinilai sangat strategis
bagi pedagang asing yang ingin singgah mengisi perbekalan.
Gugusan pulau-pulau yang mengelilingi Malaka, menjadikan
Malaka terlindung dari ancaman badai yang besar, ditambah
pelayaran dan perdagangan di wilayah ini juga didukung oleh dua
sistem angin yang berlawanan bertemu, yakni angin muson dari
Samudra Hindia dan angin pasat dari Laut Cina.
Tiongkok, penguasa Asia Timur pada saat itu, menjadi
salah satu wilayah yang berpengaruh terhadap perkembangan
Malaka baik sebagai kerajaan maupun sebagai pelabuhan. Dinasti
Ming dan Parameswara sedari awal berdirinya Malaka terus
menerus melakukan kerjasama politik-ekonomi, sebagai upaya
memperoleh keuntungan antar kedua belah pihak. Tiongkok
melindungi Malaka dari ancaman serangan kerajaan Majapahit
100
dan Siam, sekaligus mengangkat Parameswara menjadi raja di
Malaka. Simbol pengukuhan atas Kerajaan Malaka tersebut
terdapat dalam prasasti yang berisikan falsafah Dinasti Ming.
Wilayah ini kemudian menjadi basis pelabuhan pada pelayaran
Cheng Ho (1405-1433) di Nusantara.
Pengaruh politik tersebut tentu saja berdampak pada
kegiatan ekonomi yang dilakukan kedua wilayah ini, terlebih
orang-orang Tionghoa merupakan produsen barang-barang
keramik dan sutra yang sangat membutuhkan pasarnya di Asia
Tenggara. Berbagai keuntungan perekonomian diperoleh Malaka
dari Tiongkok. Menurut Tome Pires dan beberapa ilmuwan
Melayu lainnya berpendapat bahwa pada saat itu Tiongkok
berhasil memberi keuntungan perdagangan kepada Malaka
sebesar 300%, dibandingkan dengan wilayah lainnya. Selain itu,
dinamika politis di Tiongkok turut mempengaruhi kondisi
perekonomian di Malaka, terutama saat perpindahan ibukota
Tiongkok dari Nanjing ke Beijing pada tahun 1930.
Sebagai bahan refleksi, kajian-kajian terkait sejarah
kemaritiman nusantara seperti ini ternyata banyak ditulis oleh
para ilmuwan dari barat. Akan lebih menarik dan lebih baik, jika
penulisan sejarah Pelabuhan Malaka dan sejarah pelabuhan-
pelabuhan nusantara dianalisa berdasarkan naskah-naskah kuno
atau naskah sejaman. Selain bisa memperkaya sejarah, hal
tersebut juga perlu dilakukan sebagai upaya melestarikan naskah
sebagai sumber primer, agar eksistensi dan subtansinya tidak
hilang tergerus jaman.
101
DAFTAR PUSTAKA
Naskah Terjemahan :
Shellabear, W.G. Sejarah Melayu. Selangor: Siri Kajian Sastera
Fajar Bakti, 1896
Schap, Bot Genoot. Hikayat Hang Tuah I. Jakarta: Pusat Bahasa
Kementerian Pendidikan Nasional, 2010
Cortesao, Armando, Ed. Suma Oriental of Tome Pires (terj).
Yogyakarta : Ombak, 2014. (versi bahasa Indonesia)
Cortesao, Armando, Ed. The Suma Oriental of Tomer Pires an
Account of The East, From The Red Sea to China.
Chennai : Asian Educational Service, 2005 (versi bahasa
Inggris)
Buku :
Andaya, Barbara Watson dan Leonard Y. Andaya . A History of
Malaysia. Hampshire : Palgrave, 2001
Andaya, Leonard Y. Leave of the Same Tree Trade and Ethnicity
in the Straits of Melaka. Honolulu : University of Hawaii
Press, 2008.
Bakry, Umar Suryadi. Dasar-Dasar Hubungan Internasional.
Depok : Kencana, 2017.
Dahlan, Ahmad. Sejarah Melayu. Jakarta : PT. Gramedia, 2014.
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Depok: UI-Press, 2008.
Groeneveldt, W.P. Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok;
Komunitas Bambu, 2018.
102
Hashim, Muhammad Yusoff. Kesultanan Melayu Melaka Kajian
Beberapa Aspek tentang Melaka pada Abad ke-15 dan
Abad ke-16 dalam Sejarah Malaysia. Kuala Lumpur :
Maziza Sdn. Bhd, 1989.
Keohane, Robert O & Joseph S. Nye, Power and
Interdependence; Third Edition. New York: Longman
Pub. Group, 2000.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2013.
Lapian, Adrian B. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad
ke-16 dan 17. Depok : Komunitas Bambu, 2017.
Mahmood, Ibrahim. Sejarah Perjuangan Bangsa Melayu. Kuala
Lumpur: Pustaka Antara, 1981.
Menzies, Gavin. 1421: Saat China Menemukan Dunia. Ciputat :
PT Pustaka Alvabet, 2006.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto,
Sejarah Nasional Indonesia III : Zaman Pertumbuhan dan
Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2010.
Reid, Anthony. Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680
Jilid I : Tanah di Bawah Angin. Jakarta : Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2014.
Ricklefs, M.C, dkk. Sejarah Asia Tenggara dari Masa
Presejarah sampai Kontemporer. Depok: Komunitas
Bambu, 2013.
Roelofsz, M.A.P Meilink. Persaingan Eropa dan Asia di
Nusantara Sejarah Perniagaan 1500-1630. Depok:
Komunitas Bambu, 2016.
Sen, Tan Ta. Penyebar Islam dari China ke Nusantara. Jakarta :
PT Kompas Media Nusantara, 2010
103
Taniputera, Ivan. History of China. Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2011.
Tjandrasasmita, Uka. Arkeologi Islam Nusantara. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2009.
Twitchett, Denis and John. K. Fairbank, Ed. The Cambridge
History of China volume 7: The Ming Dynasti, 1368-1644.
New York: Cambridge University Press, 2008.
Victor, Purcell. Orang-Orang Cina di Tanah Melayu. Johor
Bahru: Universiti Teknologi Malaysia, 1997
Wolters, O.W. The Fall of Srivijaya in Malay History. Oxford :
Oxford University Press, 1970
Wood, Frances. Did Marcopolo Go to China. Colorado:
Westview Press, 1996
Yuanzhi, Kong. Muslim Tionghoa Cheng Ho : Misteri
Perjalanan Muhibah Nusantara. Jakarta: Pustaka Populer
Obor, 2007.
Zainun, Nasarudin dan Nasha Rodziadi Khaw, Ed. Hubungan
Politik dan Sosiobudaya China-Dunia Melayu Hingga
Kurun ke-15 Masihi. Pulau Pinang: Universiti Sains
Malaysia, 2016.
Artikel Jurnal :
Duyvendak, J.J.L. ―The True Dates of the Chinese Maritime
Expeditions in the Early Fifteenth Century‖. T'oung Pao,
Vol. 34, No. 5 (1939)
Gungwu, Wang. ―Three Rulers of Malacca‖. Malaysian Branch
of The Royal Asiatic Society, Vol. 41, No.1 (1968)
104
Hall, Kenneth R. ―Multidimensional Networking: Fifteenth-
Century Indian Ocean Maritime Diaspora in Southeast
Asian Perspective‖. Journal of the Economic and Social
History of the Orient, Vol 49, No. 4 (2006)
_____________. ―Local and International Trade and Traders in
the Straits of Melaka Region: 600-1500‖. Journal of the
Economic and Social History of the Orient, Vol. 47, No. 2
(2004)
Henley, David. ―Ages of Commerce in Southeast Asian History‖.
Environment, Trade and Society in Southeast Asia, 2015.
Huda, Khairul.‖Islam Melayu dalam Pusaran Sejarah, Sebuah
Transformasi Kebudayaan Melayu Nusantara.‖ Jurnal
Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama, vol. 8,
no. 1 (2016)
Irwin, Graham. ―Malacca Fort‖. Journal of the Southeast Asian
History, Vol.3, No. 2 (1962)
Ismail, Syaimak dan Mohd Khalil Yaakob. ‖Hubungan
Diplomatik Melaka-China pada Abad Ke-15 dan
Kesinambungan Kerjasama Melaka-China Abad Ke 21‖.
Jurnal Malaysia Sains Sosial, no. 2 (2017).
Lapian, Adrian B. “Peta Pelayaran Nusantara dari Masa ke
Masa‖. Jati, no. 2 (1996).
Lockard, Craig A.‖The Sea Common to All : Maritime Frontiers,
Port Cities, and Chinese Traders in the Southeast Asian
Age of Commerce, ca. 1400-1750.‖ Journal of World
History, vol. 21, No.2 (2010)
McRoberts, Robert W. ―A Study in Growth: An Economic
History Of Melaka 1400 — 1510‖. Journal of the
Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. 64,
No.2 (1991)
105
Ming, Ding Choo. ‖Penafsiran Kuasa Raja dalam Beberapa Teks
Sastra Melayu Lama‖. Jurnal Jumantara, vol. 3, no. 2
(2012).
Purcell, Victor. ‖Chinese Settlement in Malacca‖. Journal of the
Malayan Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. 20,
No.21 (1947)
Reid, Anthony.‖ Hybrid Identities in the Fifteenth-Century Straits
of Malacca‖. Asia Research Institute, no. 67 (2003).
Sandhu, Singh Kernial and Paul Wheatley. ―Melaka: The
Transformation of a Malay Capital, c 1400-1980.‖ The
American Historical Review, Vol. 89, No. 3 (1984).
Wade, Geoff. ―Melaka in Ming Dynasty Texts‖. Journal of The
Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society, Vol. 70,
No. 1 (1997).
Yuanzhi, Kong. ‖Cerita Hang Lipo: Ode Persahabatan Kedua-dua
Bangsa China-Malaysia‖. Nota Penyelidikan, no. 19
(2001).
Zulkifli.―Kerjasama Ekonomi Internasional Sebagai Solusi
Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara.‖ Jurnal Ilmiah
Cano Ekonomos, vol. 3, no.2 (2014)
Zuhdi, Susanto. ―Budaya Bahari dan Jati Diri Bangsa dalam
Perspektif Sejarah‖. Makalah disampaikan dalam Seminar
Internasional Pernaskahan Nusantara: Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, Jakarta, 17-21 September
2018.
Internet :
https://gallica.bnf.fr/ark:/12148/btv1b59629854.r=malaka?rk=21
459;2 (diakses pada tanggal 19 Februari 2019, pukul 16:25)
106
http://mcp.anu.edu.au/ (diakses pada tanggal 30 Oktober 2018,
pukul 20.01 WIB)
https://gallica.bnf.fr/ark:/12148/btv1b6903970j.r=malaka?rk=429
18;4 (Diakses pada tanggal 19 Februari 2019, pukul 16:28)
https://gallica.bnf.fr/ark:/12148/btv1b5963022t/f1.item.r=china
(Diakses pada tanggal 19 Februari 2019 pukul 16:43
109
Peta Kota Malaka3
3 Robert W. McRoberts, “An Economic History of Melaka 1400-
1510”, 48.
117
Perbandingan antara Pelayaran Cheng Ho dengan
Beberapa Pelaut Eropa11
Tokoh Tahun Jumlah
Kapal
Kapasitas
Kapal
Awak
Kapal
Cheng Ho
(1405-1433) 1405 41-317 ± 2.500 ton 27.800
C. Columbus
(1492-1504) 1492 3-17 100 ton 88
Vasco de Gama
(1497-1524) 1497 4-14 120 ton 171
Ferdinand
Magellan
(1519-1522)
1519 5 130 ton 270
Pembagian Provinsi Masa Dinasti Ming12
11 Kong Yuanzhi dalam bukunya Muslim Tionghoa Cheng Ho :
Misteri Perjalanan Muhibah Nusantara, 5 12 Ivan Taniputera. History of China (Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2011), 52
118
Laporan Kondisi Politik-Ekonomi di Asia Tenggara13
Politik Ekonomi Kebudayaan
Tahun
pertama
Perdagangan
Asia
?-800
Awal politik
India di Asia
Tenggara
(Funan,
Sriwijaya)
Ekspor hasil
hutan dan
rempah-
rempah;
import
keramik
Tiongkok;
perdagangan
Tiongkok-
India transit
lewat Selat
dan Kra
Kosmopolis
Sanskrit;
Kebudayaan
dari agama
Hindu-Buddha
Krisis abad
ke-9
800-900 Kemunduran Dinasti Tang mengganggu
perdagangan antara Tiongkok dan Asia Tenggara
Awal masa
perdagangan
900-
1300
Kebijakan
perdagangan ke
luar wilayah
dari Dinasti
Song;
Perdagangan
Muslim yang
meiputi
Samudra Hindia
dan Laut Cina
Selatan ;
jaringan dalam
perdagangan
Tamil didukung
oleh Dinasti
Chola; Asia
Tenggara
berorientasi
kepada
pelabuhan laut
(Sriwijaya,
Mataram dari
Ekspor hasil
hutan (eboni,
buah pinang,
lilin lebah,
aromatik dan
tanaman
obat),
pewarna,
keramik dan
besi yang
diimpor dari
Tiongkok;
penggunaan
mata uang
(koin dari
emas dan
perak, uang
tembaga dari
Tiongkok)
Jawa India
klasik dan
Angkor,
perkenalan
terhadap
Buddha
Theravada dan
Islam
13 David Henley, “Ages of Commerce in Southeast Asian History”,
127
119
929)
Krisis abad
ke-14
1300-
1400
Perang dan ketidak stabilan di Yuan (Mongol)
Tiongkok; perdagangan laut dialihkan melalui
darat atau jalur sutra; jatuhnya Cholas di India,
hancurnya Sriwijaya, jatuhnya Angkor; konflik dan
fragmentasi di Burma
Masa
Perdagangan
1400-
1650
Perdagangan
luar negeri
Dinasti Ming;
kejayaan
Malaka sebagai
pelabuhan
transit; politik
perdagangan
sentralistik
(Jawa, Aceh,
Burma, Siam);
awal Eropa
melakukan
kontak dan
penaklukan
(Malaka,
Maluku, Jawa,
Filiphina)
Perdagangan
hasil bumi
(cengkeh,
pala, lada)
puncak
perdagangan
pribumi;
perdagangan
Eropa; import
pakaian India;
impor koin
perak;
urbanisasi
Islamisasi
(Indonesia);
Kristianisasi
(Filiphina);
ortodoksi
Buddha
Theravada
modern dan
insitusi
Krisis
sepanjang
abad ke-17
1650-
1780
Monopoli kolonial Belanda terhadap perdagangan
maritim , konflik internal di Indonesia (Jawa,
Aceh); mundurnya perdagangan di daratan Siam;
retradisionalisasi kebudayaan
Perdagangan
Kolonial
1780-
1930
Kembalinya
perdagangan
bebas di laut;
penaklukan
besar-besaran;
tanam paksa di
Jawa
Perdagangan
hasil bumi
besar-besaran;
imigrasi
tenaga kerja;
irigasi
Gerakan
menuju
ortodoksi
agama; dari
tahun 1900
pendidikan
barat dan
nasionalisme
Krisis abad
ke-20
1930-
1970
Krisis keuangan global (1930), perang, revolusi,
nasionalisme ekonomi
Pos-modern
globalisasi
1970-
sekarang
Kontra
perkembangan
revolusi;
Revolusi
hijau; industri
orientasi
Kosmopolis
global;
kebangkitan
120
perdagangan
bebas
ekspor Islam
121
Keramik adalah Produk Unggulan Tiongkok14
14 http://p0.storage.canalblog.com/00/61/119589/106573032_o.jpg
(diakses pada tanggl 15 April 2019 pukul 04.02 WIB)
top related