analisis kasus

24
ANALISIS KASUS Gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (curah jantung=CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Untuk mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka didalam tubuh terjadi suatu reflex homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan perubahan neurohumoral, dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank Starling. Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Dengan demikian , manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai respon hemodinamik, renal, neural, dan hormonal yang tidak normal. Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan berupa : gejala gagal jantung, nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas disertai atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti kongestif paru atau edema tungkai kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. Adanya gejala gagal jantung, yang reversible dengan terapi, dan bukti objektif adanya disfungsi jantung (Eropean society of cardiology 1995). Gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal 1

Upload: diego-juve

Post on 03-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

cds

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS KASUS

ANALISIS KASUS

Gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan

curah jantung (curah jantung=CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Untuk

mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka didalam tubuh terjadi suatu reflex

homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan perubahan neurohumoral,

dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank Starling. Gagal jantung adalah sindrom klinis

(sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat

aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Dengan demikian ,

manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai respon hemodinamik, renal, neural,

dan hormonal yang tidak normal.

Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan berupa :

gejala gagal jantung, nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas

disertai atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti kongestif paru atau edema

tungkai kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat

istirahat. Adanya gejala gagal jantung, yang reversible dengan terapi, dan bukti objektif

adanya disfungsi jantung (Eropean society of cardiology 1995). Gagal jantung dapat

dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif.

Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis

dekompensasi, serta gagal jantung kronis.

Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering

terjadi pada infark miocard akut, sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagi

tanda tanda kongestif sebelum jantung sempat mengadakan mekanisme kompensasi yang

kronis, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif akut.

Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan

prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas

65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan

ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi

dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini

1

Page 2: ANALISIS KASUS

dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa

gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian

preload dan afterload.

Faktor Resiko dan Etiologi (Perbandingan kasus dan teori)

Dari hasil anamnesis pasien, didapatkan bahwa pasien pada kasus ini dengan jenis

kelamin laki-laki dan berusia 65 tahun. Sesuai dengan literatur, sekitar 3-20 per 1000

orang pada populasi mengalami gagal jntung, dan prevalensinya meningkat seiring

pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun) dan angka ini akan

meningkat karna peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup. Kondisi inilah

yang memperbesar kemungkinan pasien menderita CHF. Sehingga mengarahkan pasien

berdasarkan epidemiologi kearah Congestif Heart Failure. Selain itu, pasien memiliki

factor resiko genetic dan hipertensi serta merokok yang lama, sehingga menjadi factor

resiko yang cukup tinggi yang menyebabkan CHF.

Penyebab dari gagal jantung antara lain:

- disfungsi miokard, antara lain : penyakit jantung koroner, kardiomiopati,

miokarditis dan penyakit jantung rematik, penyakit infiltrtif, iatrogenic atau akibat

radiasi.

Juga gangguan mekanik pada mikard, jadi sesungguhnya pada miocard itu sendiri

tidak ada kelainan. Golongan ini dapat dibagi :

Pressure overload (cth : hipertensi, stesosis aorta, koartasio aorta,

hipertropi kardiomiopati)

Volume overload (cth : insufisiensi aorta/mitral, left to right shunt,

transfuse berlebihan)

Hambatan pengisian : (cth : constrictive pericarditis, tamponade

jantung )

- endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup dan

gangguan irama.

2

Page 3: ANALISIS KASUS

Di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan

penyebab terbanyak dari gagal jantung sedangkan di negara sedang berkembang yang

menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat

malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal

jantung. Hypertensive Heart Disease adalah penyebab terbesar yang biasa menyebabkan

kematian pada pasien penderita hipertensi

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun

yang lalu dan Pasien merupakan perokok aktif selama ± 30 tahun dan baru berhenti 1

bulan terakhir dikarenakan kondisi kesehatan nya yang semakin menurun. Jika

dibandingkan dengan usia pasien pada kasus, sangat memungkinkan terjadinya gagal

jantung kongestif disebabkan terdapatnya usia yang mendekati seperti pada angka

prevalensi, jenis kelamin, faktor resiko yang jelas dan penyakit miokard (underlying heart

disease) yang mengakibatkan remodeling struktural dan berlangsung progresif sehingga

menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.

Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya

mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor- faktor aterogenik. Pada

pasien ini, factor risiko yang tidak dapat kita modifikasi ini memang sangat amat

mempengaruhi. Yaitu usia >65 tahun, jenis kelamin laki laki yang sering terkena , serta

riwayat keluarga yaitu adiknya yang juga mengalami kondisi sakit yang nyaris sama

dengan os yang sering sesak nafas dalam beraktifitas dan juga menderita hipertensi.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi ada pasien ini adalah penyakit hipertensinya

dimana telah diderita os sejak 7 tahun lalu, meskipun sekarang tekanan darah pasien justru

cenderung stabil dan lebih terkontrol. Kondisi gaya hidup yang jarang berolahraga dan

merokok yang sudah sangat lama ternyata merupakan salah satu faktor resiko yang dapat

kita modifikasi pada pasien ini, sehingga kedepannya dapat kita lakukan pengontrolan

secara tepat terhadap gagal jantung nya malalui modifikasi faktor ini.

Penyakit jantung hipertensi ( Hipertensive Heart Disease) adalah suatu penyakit

yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang

lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar

3

Page 4: ANALISIS KASUS

antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut

sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil

hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Hipertensi adalah

faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya

suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan

serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang

menebal.Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang

melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,

neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang

peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan

tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.

Riwayat hipertensi lama pada pasien N ini, mengarahkan kita terhadap salah satu

kemungkinan penyebab terbesar pada gagal jantung yang dialaminya. Sering kali tidak

terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi pada pasien

dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat peningkatan

tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan tekanan darah

yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan

penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang tidak

disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi

dan mungkin berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri.

Hipertensi Sistemik atau Pulmonal, menyebabkan (Peningkatan afterload)

meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatka hipertropi serabut

otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme

kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang

tidak jelas, hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya

akan terjadi gagal jantung. Untuk dianalisa, pada pasien N ini, memang didapatkan

berbagai bukti melalui pemeriksaan penunjang baik itu EKG dengan gambaran gelombang

4

Page 5: ANALISIS KASUS

P pulmonal serta melalui Echocardiography didapatkan gambaran Hipertensi Pulmonal

pada jantungnya.

Manifestasi klinis

Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan manifestasi klinis berupa sesak

nafas tanpa nyeri dada yang dirasakan sekitar 6 jam sebelum masuk Rumah Sakit. .

sebelumnya pasien juga mengeluhkan cepat lelah saat aktivitas bahkan belakangan pasien

juga cepat merasa lelah walau hanya berjalan kaki, sebagai contoh saat pasien mau ke

kamar mandi. Bahkan 3 hari sebelumnya, pasien telah mengalami bengkak pada kedua

kakinya, yang sangat mengganggu aktifitasnya. Pasien mengeluhkan adanya riwayat

terbangun malam akibat serangan sesak nafas.

Classifications of Heart Failure

NYHA ACC/AHA

Class Description Class Description

I No symptoms A No structural damage,high risk for developing heart failure

II Symptoms with significant activity B Structural abnormality,no symptoms

III Symptoms with minimal activity C Structural abnormality,previous or current symptoms

IV Symptoms at rest D Refractory symptoms

5

Page 6: ANALISIS KASUS

Pemeriksaan fisik

Dari pemeriksaan vital sign pada kasus ini didapatkan keadaan umum pasien:

sedang, kesadaran: compos mentis, tekanan darah: 90/70 mmHg, laju jantung: 80x/ menit,

RR: 26x/menit, T: 37,2 0C. Dari pemeriksaan fisik didapatkan thorax simetris, bunyi

jantung normal tanpa bising, suara rhonki basah halus dapat didengar di lapangan paru

tengah dan basal paru. Dimana rhonki basah ini lebih jelas didengar di basal paru, dan

tidak ditemukan wheezing pada kedua lapangan paru. Juga didapatkan edema pada

ekstremitas inferior.

Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan berupa :

gejala gagal jantung, nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas

disertai atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti kongestif paru atau edema

tungkai kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat

istirahat.

Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif,

kriterianya antara lain :

Diagnosis gagal jantung (1 kriteria mayor + 2 kriteria minor)

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Paroksismal nocturnal dyspnoe

Distensi vena leher

Ronkhi paru

Kardiomegali

Edema paru akut

Edema ekstremitas

Batuk malam hari

Dyspnoe de’effort

Hepatomegali

Efusi pleura

6

Page 7: ANALISIS KASUS

Gallop S3

Peninggian tekanan vena jugularis

Refluks hepatojugular

Penurunan kapasitas vital 1/3 normal

Takikardi >120 kali/menit

BB turun >4,5 Kg dalam 5 hari masa

terapi

Kriteria Framingham Mayor dan minor yang ditemukan pada pasien N,

meyakinkan kita bahwa pasien ini memang menderita Congestive Heart Failure.

Selanjutnya perlu dicari tahu Underlying disease yang mendasari CHF yang diderita oleh

pasien ini. Akan dijelaskan pada analisa kasus selanjutnya.

Klasifikasi KILLIP mengenai derajat keparahan gagal jantung

Berdasarkan klasifikasi KILLIP,pasien N dapat digolongkan dalam derajat

keparahan KILLIP derajat II, karena pada pasien N didapatkan adanya Rhonki basah halus

di basal paru, serta berdasarkan EKG dan Echokardiography didapatkan adanya

Hipertensive Pulmonal.

7

Page 8: ANALISIS KASUS

Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrokardiografi (EKG)

Pada pemeriksaan EKG pasien ini yang dilakukan pertama sekali pada saat pasien

datang, tampak :

1. pasien mengalami takikardi,

2. Left Axis Deviation,

3. gambaran P pulmonal dan P mitral sekaligus,

4. segmen ST elevasi pada sadapan V3,V4 yang menunjukkan adanya infark

miokard anteroseptal.

5. T inverted, pada lead I dan aVL, menandakan iskemik pada bagian jantung

kiri

Dari literatur didapatkan pada EKG pasien CHF adanya gambaran takikardi, left

bundle branch block, perubahan segmen ST dan gelombang T. Berdasarkan gelombang Q

patologis dan elevasi ST pada sadapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi:

Gelombang R yang tinggi dan depresi segmen ST di V1-V2 sebagai mirror image

dari perubahan sadapan V7-V9.

LAD ( Left anterior descending artery); LCX (left circumflex);

8

Lokasi infark Gel. Q/ST elevasi A.koroner

Antero-septal V1 dan V2 LAD

Anterior V3 dan V4 LAD

Lateral V5 dan V6 LCX

Anterior-ektensif I,aVL, V1-V6 LAD,LCX

High-lateral I,aVL, V5 dan V6 LCX

Posterior V7-V9 (V1-V2)* LCX PL

Inferior II, III dan Avf PDA

Inferior II, III dan aVF PDA

Right Ventrikel V2R-V4R RCA

Page 9: ANALISIS KASUS

RCA (Right coronary artery); PL (posterior left ventricular artery);

PDA (Posterior descending artery)

Berdasarkan pembagian IMA di atas, pada pasien ini menunjukkan AMI anterior

menunjukkan kerusakan pada left anterior descending artery. Jadi pada pasien ini faktor

yang mendukung sebagai penyebab gagal jantung, kemungkinan besar adalah penyakit

jantung koroner. Ditambah lagi adanya iskemik pada bagian jantung kiri.

Abnormalitas EKG yang sering terlihat pada gagal jantung kongestif

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis

Sinus takikardia Gagal jantung yang terdekompensasi, anemia, demm,hipertiroid

Penilaian klinis dan laboratorium

Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati, overdosis digitalis, hipokalemia

Pemeriksaan

labaratorium, angiografi

koroner

Iskemia/infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin, angiografi koroner, revaskularisasi

Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertrofi, LBBB

Ekokardiografi, angiografi koroner

Hipertrofi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta, kardiomiopati hipertrofi

Ekokardiografi, dopler

Berdasakan kriteria EKG diatas, dapat diarahkan pasien N dengan CHF ini dapat

disebabkan oleh CAD (coronary arterial disease), HHD (Hipertensive Heart Disease),

dimana pada pasien ini gagal jantung nya cenderung sudah terdekompensasi.

2. Foto Rontgen

9

Page 10: ANALISIS KASUS

Foto rontgen adalah indikator penting untuk menentukan ukuran jantung dan

mendeteksi pembesaran. Yang paling umum digunakan adalah cardiothoracic ratio

(CTR). Selain itu juga digunakan diameter tranversal jantung. CTR adalah perbandingan

diameter transversal jantung dengan diameter transversal rongga thoraks. Rasio

normalnya 50% (55% untuk orang Asia dan Negro). Rasio ini meningkat pada orang tua

dan pada neonatus kadang mencapai 60%. Metode ini tidak bisa dipakai pada orang yang

letak jantungnya mendatar (horisontal) atau vertical dan orang dengan pericardium penuh

lemak.

Pada Pasien N, berdasarkan hasil bacaan seorang expertise, diperoleh hasil

Cardiomegali dengan CTR mencapai 64% dan aorta kalsifikasi. Namun pada pembacaan

foto thoraks ini tidak ditemukan adanya kelainan pada parunya.

Abnormalitas rontgen thoraks yang lazim ditemukan pada gagal jantung

Abnormalitas Penyebab

Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri ventrikel kanan, atria. Efusi erikard

Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi

Tampak paru normal Bukan kongesti paru

Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri

Edema intertisial Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri

Efusi pleura (bilateral) Gagal jantung dengan peningkatan

tekanan pengisian

3.Laboratorium

Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan pada gagal jantung:

10

Page 11: ANALISIS KASUS

Abnormalitas Penyebab

Kreatinin serum (>150 mmol/l) Penyakit ginjal, penyekat aldostrone

Peningkatan troponin Nekrosis miosit, iskemia berkepanjangan, gagal jantung berat

Peningkatan transaminase Gagal jantung kanan, toksisitas obat, disfungsi liver

BNP>400 pg/ml NTproBNP>2000

pg/ml

Stress pada dinding ventrikel

meningkat

Hiponatremia (<135 mmol/l) Gagal jantung kronik, hemodilusi,

diuretic

Hiperkalemia, Hipokalemia,

Hipernatremia

Diuretik, gagal jantung, gagal ginjal, dehidrasi,

Semua kriteria laboratorium diatas tidak dilakukan pada pasien N.

4.Echocardiography

Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada

gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur

dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien

dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak

yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi

ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).

Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,

mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.

Pada pasien N, hasil Echocardiography nya memberi kesan dilatasi ventrikel kiri,

efusi pleura 46%, hipertropi dinding jantung yang progresif. Sehingga ditarik suatu

kesimpulan berdasarkan Echocardiography ini berupa efusi pleura minimal dengan

Pulmonal Hipertensi, dan Hipertensive Heart Disease.

11

Page 12: ANALISIS KASUS

Diagnosis

Dengan demikian dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan didukung dengan

pemeriksaan penunjang (pada kasus dan perbandingan dengan teori), maka pasien pada

kasus ini didiagnosa dengan :

CHF ec AMI anterior + HHD + IHD + Pulmonal Hipertensi

hari pertama setelah gejala

NYHA : 3

CCS : kelas 3

ACC/AHA : Stadium C

Killip : 2 - 3

RF : Hipertensi, merokok, jarang berolahraga

Penatalaksanaan

Secara umum, tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah untuk

meningkatkan curah jantung. Penanganan pada gagal jantung ditangani dengan tindakan

umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga

penentu utama fungsi miokardium yaitu: preload, kontraktilitas jantung, dan after load.

Penanganan biasanya dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA

fungsional kelas II), dimana pada pasien ini dengan NYHA III.

Pengobatan non farmakologis ada pasien N, seperti memperbaiki oksigenisasi

jaringan, membatasi kegiatan fisik, diet rendah garam, cukup kalori dan protein.

1. Pengurangan Beban Awal ( preload)

a. Diuretik

Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini

berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopneu dan dispneu nokturnal

paroxismal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan venous

return ke jantung (preload). Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen.

12

Page 13: ANALISIS KASUS

Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga

menurunkan tekanan darah.

Diuretic yang sering digunakan adalah furosemid, tiazid, dan spironolacton.

Tiazid jarang digunakan karena bias menyebabkan hipokalemia dan

hipomagnesemia.furosemid merupakan Loop diuretic yang kuat, dan aman bagi pasien

dengan gagal ginjal. Furosemid kurang dapat menahan jumlah kalium, sehingga tepat

dikombinasikan dengan spironolacton yang lebih mampu menahan kalium, tentu saja

pemberiannya tetap dipantau untuk mencegah terjadi hiperkalemia. Bagi penderita CHF

dengan NYHA I-II dapat diberikan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari, sedangkan

pasien CHF dengan NYHA III-IV, dapat diberikan dengan dosis 40-80 mg/hari.

Pada pasien N, diberikan Furosemid 40-80 mg/ hari, dikarenakan pasien ini

dengfan CHF NYHA III. Pemberian ini juga dikombinasikan dengan spironolacton 25-

200mg/hari.

b. Nitrat

Pasien N dengan CHF yang underlying disease nya adalah CAD, sangat baik

jika diberikan obat golongan nitrat. Nitrat juga sangat tepat diberikan pada pasien

dengan konsumsi furosemid dosis tinggi namun belum mampu mengatasi sindrom gagal

jantung.

Contoh nitrat adalah ISDN, cedocard, dan isorbid. Pada pasien N digunakan

ISDN tablet 5 mg, dimana pada dosis awalnya digunakan sebanyak 2kali sehari,

kemudian ditingkatkan hingga 3 kali sehari, untuk mencegah sinkope.

2. Peningkatan kontraktilitas

Obat inotropik meningkatkan kontraksi miokardium. Mekanisme obat ini diduga

meningkatnya persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil, aktin dan

miosin.

Dua golongan obat inotropik dapat dipakai: (1)glikosida digitalis, dan (2)obat

nonglikosida. Obat nonglikosida meliputi amin simpatomimetik, seperti epinefrin,

norepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase dan enoksimon. Amin simpatomimetik

13

Page 14: ANALISIS KASUS

meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan merangsang reseptor beta adrenergik

pada miokardium, dan secara tidak langsung melepaskan norepinefrin dari medula

adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang menyebabkan pemecahan suatu

senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP) yang memulai perpindahan kalsium ke

dalam sel melalui saluran kalsium lambat. Penghambatan PDE meningkatkan kadar

cAMP dalam darah, sehingga meningkatkankadar kalsium intrasel. Penghambat PDE

juga mengakibatkan vasodilatasi.

Pada pasien N belum ditemukan adanya gangguan kontraktilitas yang terlalu

berarti, sehingga pada pasien ini hanya diberikan obat digitalis setengah dosis perharinya.

3. Pengurangan Beban Akhir (after load)

Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung yaitu aktivasi sistem saraf

simpatis dan sistem renin-angitensin-aldosteron) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi

selanjunya meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir, kerja jantung

bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek-efek di

atas. Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman vaskular melalui

dua cara: (1) dilatasi langsung otot polos pembuluh darah, (2) hambatan enzim konversi

angiotensin.

a. Relaksan otot polos langsung

Dilatasi pembuluh darahvena menyebabkan penurunan preload jantung dengan

meningkatkan kapasitas vena. Dilator arterial mengurangi resistensi sistem arteriolar dan

menurunkan afterload.

b. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACE inhibitor)

Inhibitor ACE merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif dan lebih

baik digunakan jika dibandingkan dengan vasodilator yang lain. Obat-obat ini

menghambat enzim yang bersal dari angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat

angiotensin II.

Selain pemberian obat-obat untuk gagal jantung seperti yang telah disebutkan di

atas, pada pasien ini berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang diduga gagal jantung karena berhubungan hipertensi dan iskemik jantung yang

14

Page 15: ANALISIS KASUS

pernah dialami pasien maka dalam terapi juga diberikan Aspilet 1x80 mg. obat tersebut

berperan sebagai penghambat agregasi trombosit.

Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam, Quo ad Sanactionam: dubia ad malam, Quo ad

Functionam: dubia ad malam

Berdasarkan literatur, penentuan prognosis pada gagal jantung sangatlah kompleks.

Variable-variabel yang paling konsisten sebagai outcome independen dicantumkan dalam

tabel dibawah ini.

*prediktor yang kuat

DAFTAR PUSTAKA

15

Demografik Klinis Elektrokardiografik

Umur lanjut*

Etiologi iskemik*

Berhasil resusitasi pada sudden death*

Hipotensi*

NYHA kelas fungsional III-IV*

Baru dirawat di RS karna gagal jantung

Takikardi

Gelombang Q

QRS lebar*

Hipertrofi LV

Aritmia ventrikel yang kompleks

Kompliance buruk

Gangguan ginjal

Diabetes

Anemia

PPOK

Takikardia

Ronki paru

Stenosis aorta

BMI rendah

Ganggaun pernafasan berhubungan tidur

Variabilitas denyut jantung rendah

T-wave alternant

Fibrilasi atrial

Page 16: ANALISIS KASUS

1. Gray, Huon H. Lecture Notes Kardiologi Edisi keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga;

2005.

2. Karim, Sjukri. EKG. 1996. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.

3. Mariyono H, harbanu. Gagal Jantung. Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam. FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2005

4. Marulam P. Gagal jantung. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006.

5. Mausjer, Arief et all. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1. Media aescalapius.

2001.

6. Malueka Rusdy Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogayakarta. Pustaka Cendekia

Press. 2008.

7. Mycek, Mary J, dkk. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.

2001.

8. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical. 8th

Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun

1996).

9. Sylvia A. Price, dkk. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003

10. Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2003

11. Victor RG, Kaplan NM. Systemic hypertension: mechanisms and diagnosis. In:

Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, eds. Braunwald's Heart Disease: A

Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia, Pa; Saunders Elsevier;

2007: chap 40.

16