analisis kasus
DESCRIPTION
cdsTRANSCRIPT
ANALISIS KASUS
Gagal jantung merupakan suatu ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan
curah jantung (curah jantung=CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Untuk
mempertahankan fungsi sirkulasi yang adekuat, maka didalam tubuh terjadi suatu reflex
homeostasis atau mekanisme kompensasi melalui perubahan perubahan neurohumoral,
dilatasi ventrikel dan mekanisme Frank Starling. Gagal jantung adalah sindrom klinis
(sekumpulan tanda dan gejala) ditandai oleh sesak nafas dan fatik (saat istirahat atau saat
aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Dengan demikian ,
manifestasi klinis gagal jantung terdiri dari berbagai respon hemodinamik, renal, neural,
dan hormonal yang tidak normal.
Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan berupa :
gejala gagal jantung, nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas
disertai atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti kongestif paru atau edema
tungkai kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istirahat. Adanya gejala gagal jantung, yang reversible dengan terapi, dan bukti objektif
adanya disfungsi jantung (Eropean society of cardiology 1995). Gagal jantung dapat
dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan dan gagal jantung kongestif.
Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis
dekompensasi, serta gagal jantung kronis.
Apabila tekanan pengisian meningkat dengan cepat sekali seperti yang sering
terjadi pada infark miocard akut, sehingga dalam waktu singkat menimbulkan berbagi
tanda tanda kongestif sebelum jantung sempat mengadakan mekanisme kompensasi yang
kronis, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif akut.
Sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal jantung, dan
prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas
65 tahun), dan angka ini akan meningkat karena peningkatan usia populasi dan perbaikan
ketahanan hidup setelah infark miokard akut. Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi
dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini
1
dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian
preload dan afterload.
Faktor Resiko dan Etiologi (Perbandingan kasus dan teori)
Dari hasil anamnesis pasien, didapatkan bahwa pasien pada kasus ini dengan jenis
kelamin laki-laki dan berusia 65 tahun. Sesuai dengan literatur, sekitar 3-20 per 1000
orang pada populasi mengalami gagal jntung, dan prevalensinya meningkat seiring
pertambahan usia (100 per 1000 orang pada usia di atas 65 tahun) dan angka ini akan
meningkat karna peningkatan usia populasi dan perbaikan ketahanan hidup. Kondisi inilah
yang memperbesar kemungkinan pasien menderita CHF. Sehingga mengarahkan pasien
berdasarkan epidemiologi kearah Congestif Heart Failure. Selain itu, pasien memiliki
factor resiko genetic dan hipertensi serta merokok yang lama, sehingga menjadi factor
resiko yang cukup tinggi yang menyebabkan CHF.
Penyebab dari gagal jantung antara lain:
- disfungsi miokard, antara lain : penyakit jantung koroner, kardiomiopati,
miokarditis dan penyakit jantung rematik, penyakit infiltrtif, iatrogenic atau akibat
radiasi.
Juga gangguan mekanik pada mikard, jadi sesungguhnya pada miocard itu sendiri
tidak ada kelainan. Golongan ini dapat dibagi :
Pressure overload (cth : hipertensi, stesosis aorta, koartasio aorta,
hipertropi kardiomiopati)
Volume overload (cth : insufisiensi aorta/mitral, left to right shunt,
transfuse berlebihan)
Hambatan pengisian : (cth : constrictive pericarditis, tamponade
jantung )
- endokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup dan
gangguan irama.
2
Di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan
penyebab terbanyak dari gagal jantung sedangkan di negara sedang berkembang yang
menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat
malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal
jantung. Hypertensive Heart Disease adalah penyebab terbesar yang biasa menyebabkan
kematian pada pasien penderita hipertensi
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun
yang lalu dan Pasien merupakan perokok aktif selama ± 30 tahun dan baru berhenti 1
bulan terakhir dikarenakan kondisi kesehatan nya yang semakin menurun. Jika
dibandingkan dengan usia pasien pada kasus, sangat memungkinkan terjadinya gagal
jantung kongestif disebabkan terdapatnya usia yang mendekati seperti pada angka
prevalensi, jenis kelamin, faktor resiko yang jelas dan penyakit miokard (underlying heart
disease) yang mengakibatkan remodeling struktural dan berlangsung progresif sehingga
menghasilkan sindrom klinis yang disebut gagal jantung.
Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya
mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor- faktor aterogenik. Pada
pasien ini, factor risiko yang tidak dapat kita modifikasi ini memang sangat amat
mempengaruhi. Yaitu usia >65 tahun, jenis kelamin laki laki yang sering terkena , serta
riwayat keluarga yaitu adiknya yang juga mengalami kondisi sakit yang nyaris sama
dengan os yang sering sesak nafas dalam beraktifitas dan juga menderita hipertensi.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi ada pasien ini adalah penyakit hipertensinya
dimana telah diderita os sejak 7 tahun lalu, meskipun sekarang tekanan darah pasien justru
cenderung stabil dan lebih terkontrol. Kondisi gaya hidup yang jarang berolahraga dan
merokok yang sudah sangat lama ternyata merupakan salah satu faktor resiko yang dapat
kita modifikasi pada pasien ini, sehingga kedepannya dapat kita lakukan pengontrolan
secara tepat terhadap gagal jantung nya malalui modifikasi faktor ini.
Penyakit jantung hipertensi ( Hipertensive Heart Disease) adalah suatu penyakit
yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang
lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar
3
antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut
sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil
hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Hipertensi adalah
faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya
suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan
serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang
menebal.Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang
peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan
tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.
Riwayat hipertensi lama pada pasien N ini, mengarahkan kita terhadap salah satu
kemungkinan penyebab terbesar pada gagal jantung yang dialaminya. Sering kali tidak
terduga, perubahan struktur dan fungsi atrium kiri sangat umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi. Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat peningkatan
tekanan end diastolik ventrikel kiri sebagai tambahan untukmeningkatkan tekanan darah
yang menyebabkan gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan
penebalan tarium kiri. Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang tidak
disertai penyakit katup jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi
dan mungkin berhubungan dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Hipertensi Sistemik atau Pulmonal, menyebabkan (Peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatka hipertropi serabut
otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme
kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang
tidak jelas, hipertropi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya
akan terjadi gagal jantung. Untuk dianalisa, pada pasien N ini, memang didapatkan
berbagai bukti melalui pemeriksaan penunjang baik itu EKG dengan gambaran gelombang
4
P pulmonal serta melalui Echocardiography didapatkan gambaran Hipertensi Pulmonal
pada jantungnya.
Manifestasi klinis
Dari hasil anamnesis pada pasien ini didapatkan manifestasi klinis berupa sesak
nafas tanpa nyeri dada yang dirasakan sekitar 6 jam sebelum masuk Rumah Sakit. .
sebelumnya pasien juga mengeluhkan cepat lelah saat aktivitas bahkan belakangan pasien
juga cepat merasa lelah walau hanya berjalan kaki, sebagai contoh saat pasien mau ke
kamar mandi. Bahkan 3 hari sebelumnya, pasien telah mengalami bengkak pada kedua
kakinya, yang sangat mengganggu aktifitasnya. Pasien mengeluhkan adanya riwayat
terbangun malam akibat serangan sesak nafas.
Classifications of Heart Failure
NYHA ACC/AHA
Class Description Class Description
I No symptoms A No structural damage,high risk for developing heart failure
II Symptoms with significant activity B Structural abnormality,no symptoms
III Symptoms with minimal activity C Structural abnormality,previous or current symptoms
IV Symptoms at rest D Refractory symptoms
5
Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan vital sign pada kasus ini didapatkan keadaan umum pasien:
sedang, kesadaran: compos mentis, tekanan darah: 90/70 mmHg, laju jantung: 80x/ menit,
RR: 26x/menit, T: 37,2 0C. Dari pemeriksaan fisik didapatkan thorax simetris, bunyi
jantung normal tanpa bising, suara rhonki basah halus dapat didengar di lapangan paru
tengah dan basal paru. Dimana rhonki basah ini lebih jelas didengar di basal paru, dan
tidak ditemukan wheezing pada kedua lapangan paru. Juga didapatkan edema pada
ekstremitas inferior.
Seorang pasien yang menderita gagal jantung harus memiliki tampilan berupa :
gejala gagal jantung, nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas
disertai atau kelelahan; tanda-tanda retensi cairan seperti kongestif paru atau edema
tungkai kaki; adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istirahat.
Kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif,
kriterianya antara lain :
Diagnosis gagal jantung (1 kriteria mayor + 2 kriteria minor)
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Paroksismal nocturnal dyspnoe
Distensi vena leher
Ronkhi paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnoe de’effort
Hepatomegali
Efusi pleura
6
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
Penurunan kapasitas vital 1/3 normal
Takikardi >120 kali/menit
BB turun >4,5 Kg dalam 5 hari masa
terapi
Kriteria Framingham Mayor dan minor yang ditemukan pada pasien N,
meyakinkan kita bahwa pasien ini memang menderita Congestive Heart Failure.
Selanjutnya perlu dicari tahu Underlying disease yang mendasari CHF yang diderita oleh
pasien ini. Akan dijelaskan pada analisa kasus selanjutnya.
Klasifikasi KILLIP mengenai derajat keparahan gagal jantung
Berdasarkan klasifikasi KILLIP,pasien N dapat digolongkan dalam derajat
keparahan KILLIP derajat II, karena pada pasien N didapatkan adanya Rhonki basah halus
di basal paru, serta berdasarkan EKG dan Echokardiography didapatkan adanya
Hipertensive Pulmonal.
7
Pemeriksaan Penunjang
1. Elektrokardiografi (EKG)
Pada pemeriksaan EKG pasien ini yang dilakukan pertama sekali pada saat pasien
datang, tampak :
1. pasien mengalami takikardi,
2. Left Axis Deviation,
3. gambaran P pulmonal dan P mitral sekaligus,
4. segmen ST elevasi pada sadapan V3,V4 yang menunjukkan adanya infark
miokard anteroseptal.
5. T inverted, pada lead I dan aVL, menandakan iskemik pada bagian jantung
kiri
Dari literatur didapatkan pada EKG pasien CHF adanya gambaran takikardi, left
bundle branch block, perubahan segmen ST dan gelombang T. Berdasarkan gelombang Q
patologis dan elevasi ST pada sadapan EKG, IMA dapat dibagi menjadi:
Gelombang R yang tinggi dan depresi segmen ST di V1-V2 sebagai mirror image
dari perubahan sadapan V7-V9.
LAD ( Left anterior descending artery); LCX (left circumflex);
8
Lokasi infark Gel. Q/ST elevasi A.koroner
Antero-septal V1 dan V2 LAD
Anterior V3 dan V4 LAD
Lateral V5 dan V6 LCX
Anterior-ektensif I,aVL, V1-V6 LAD,LCX
High-lateral I,aVL, V5 dan V6 LCX
Posterior V7-V9 (V1-V2)* LCX PL
Inferior II, III dan Avf PDA
Inferior II, III dan aVF PDA
Right Ventrikel V2R-V4R RCA
RCA (Right coronary artery); PL (posterior left ventricular artery);
PDA (Posterior descending artery)
Berdasarkan pembagian IMA di atas, pada pasien ini menunjukkan AMI anterior
menunjukkan kerusakan pada left anterior descending artery. Jadi pada pasien ini faktor
yang mendukung sebagai penyebab gagal jantung, kemungkinan besar adalah penyakit
jantung koroner. Ditambah lagi adanya iskemik pada bagian jantung kiri.
Abnormalitas EKG yang sering terlihat pada gagal jantung kongestif
Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Sinus takikardia Gagal jantung yang terdekompensasi, anemia, demm,hipertiroid
Penilaian klinis dan laboratorium
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati, overdosis digitalis, hipokalemia
Pemeriksaan
labaratorium, angiografi
koroner
Iskemia/infark Penyakit jantung koroner Ekokardiografi, troponin, angiografi koroner, revaskularisasi
Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertrofi, LBBB
Ekokardiografi, angiografi koroner
Hipertrofi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta, kardiomiopati hipertrofi
Ekokardiografi, dopler
Berdasakan kriteria EKG diatas, dapat diarahkan pasien N dengan CHF ini dapat
disebabkan oleh CAD (coronary arterial disease), HHD (Hipertensive Heart Disease),
dimana pada pasien ini gagal jantung nya cenderung sudah terdekompensasi.
2. Foto Rontgen
9
Foto rontgen adalah indikator penting untuk menentukan ukuran jantung dan
mendeteksi pembesaran. Yang paling umum digunakan adalah cardiothoracic ratio
(CTR). Selain itu juga digunakan diameter tranversal jantung. CTR adalah perbandingan
diameter transversal jantung dengan diameter transversal rongga thoraks. Rasio
normalnya 50% (55% untuk orang Asia dan Negro). Rasio ini meningkat pada orang tua
dan pada neonatus kadang mencapai 60%. Metode ini tidak bisa dipakai pada orang yang
letak jantungnya mendatar (horisontal) atau vertical dan orang dengan pericardium penuh
lemak.
Pada Pasien N, berdasarkan hasil bacaan seorang expertise, diperoleh hasil
Cardiomegali dengan CTR mencapai 64% dan aorta kalsifikasi. Namun pada pembacaan
foto thoraks ini tidak ditemukan adanya kelainan pada parunya.
Abnormalitas rontgen thoraks yang lazim ditemukan pada gagal jantung
Abnormalitas Penyebab
Kardiomegali Dilatasi ventrikel kiri ventrikel kanan, atria. Efusi erikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofi
Tampak paru normal Bukan kongesti paru
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri
Edema intertisial Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri
Efusi pleura (bilateral) Gagal jantung dengan peningkatan
tekanan pengisian
3.Laboratorium
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering ditemukan pada gagal jantung:
10
Abnormalitas Penyebab
Kreatinin serum (>150 mmol/l) Penyakit ginjal, penyekat aldostrone
Peningkatan troponin Nekrosis miosit, iskemia berkepanjangan, gagal jantung berat
Peningkatan transaminase Gagal jantung kanan, toksisitas obat, disfungsi liver
BNP>400 pg/ml NTproBNP>2000
pg/ml
Stress pada dinding ventrikel
meningkat
Hiponatremia (<135 mmol/l) Gagal jantung kronik, hemodilusi,
diuretic
Hiperkalemia, Hipokalemia,
Hipernatremia
Diuretik, gagal jantung, gagal ginjal, dehidrasi,
Semua kriteria laboratorium diatas tidak dilakukan pada pasien N.
4.Echocardiography
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada
gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur
dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien
dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak
yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi
ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).
Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik,
mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
Pada pasien N, hasil Echocardiography nya memberi kesan dilatasi ventrikel kiri,
efusi pleura 46%, hipertropi dinding jantung yang progresif. Sehingga ditarik suatu
kesimpulan berdasarkan Echocardiography ini berupa efusi pleura minimal dengan
Pulmonal Hipertensi, dan Hipertensive Heart Disease.
11
Diagnosis
Dengan demikian dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan didukung dengan
pemeriksaan penunjang (pada kasus dan perbandingan dengan teori), maka pasien pada
kasus ini didiagnosa dengan :
CHF ec AMI anterior + HHD + IHD + Pulmonal Hipertensi
hari pertama setelah gejala
NYHA : 3
CCS : kelas 3
ACC/AHA : Stadium C
Killip : 2 - 3
RF : Hipertensi, merokok, jarang berolahraga
Penatalaksanaan
Secara umum, tujuan terapi untuk gagal jantung kongestif adalah untuk
meningkatkan curah jantung. Penanganan pada gagal jantung ditangani dengan tindakan
umum untuk mengurangi beban kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga
penentu utama fungsi miokardium yaitu: preload, kontraktilitas jantung, dan after load.
Penanganan biasanya dimulai bila timbul gejala saat beraktivitas biasa (NYHA
fungsional kelas II), dimana pada pasien ini dengan NYHA III.
Pengobatan non farmakologis ada pasien N, seperti memperbaiki oksigenisasi
jaringan, membatasi kegiatan fisik, diet rendah garam, cukup kalori dan protein.
1. Pengurangan Beban Awal ( preload)
a. Diuretik
Diuretik akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini
berguna mengurangi gejala volume berlebihan, termasuk ortopneu dan dispneu nokturnal
paroxismal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan venous
return ke jantung (preload). Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen.
12
Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga
menurunkan tekanan darah.
Diuretic yang sering digunakan adalah furosemid, tiazid, dan spironolacton.
Tiazid jarang digunakan karena bias menyebabkan hipokalemia dan
hipomagnesemia.furosemid merupakan Loop diuretic yang kuat, dan aman bagi pasien
dengan gagal ginjal. Furosemid kurang dapat menahan jumlah kalium, sehingga tepat
dikombinasikan dengan spironolacton yang lebih mampu menahan kalium, tentu saja
pemberiannya tetap dipantau untuk mencegah terjadi hiperkalemia. Bagi penderita CHF
dengan NYHA I-II dapat diberikan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari, sedangkan
pasien CHF dengan NYHA III-IV, dapat diberikan dengan dosis 40-80 mg/hari.
Pada pasien N, diberikan Furosemid 40-80 mg/ hari, dikarenakan pasien ini
dengfan CHF NYHA III. Pemberian ini juga dikombinasikan dengan spironolacton 25-
200mg/hari.
b. Nitrat
Pasien N dengan CHF yang underlying disease nya adalah CAD, sangat baik
jika diberikan obat golongan nitrat. Nitrat juga sangat tepat diberikan pada pasien
dengan konsumsi furosemid dosis tinggi namun belum mampu mengatasi sindrom gagal
jantung.
Contoh nitrat adalah ISDN, cedocard, dan isorbid. Pada pasien N digunakan
ISDN tablet 5 mg, dimana pada dosis awalnya digunakan sebanyak 2kali sehari,
kemudian ditingkatkan hingga 3 kali sehari, untuk mencegah sinkope.
2. Peningkatan kontraktilitas
Obat inotropik meningkatkan kontraksi miokardium. Mekanisme obat ini diduga
meningkatnya persediaan kalsium intrasel untuk protein-protein kontraktil, aktin dan
miosin.
Dua golongan obat inotropik dapat dipakai: (1)glikosida digitalis, dan (2)obat
nonglikosida. Obat nonglikosida meliputi amin simpatomimetik, seperti epinefrin,
norepinefrin, dan penghambat fosfodiesterase dan enoksimon. Amin simpatomimetik
13
meningkatkan kontraktilitas secara langsung dengan merangsang reseptor beta adrenergik
pada miokardium, dan secara tidak langsung melepaskan norepinefrin dari medula
adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim yang menyebabkan pemecahan suatu
senyawa, adenosin monofosfat siklik (cAMP) yang memulai perpindahan kalsium ke
dalam sel melalui saluran kalsium lambat. Penghambatan PDE meningkatkan kadar
cAMP dalam darah, sehingga meningkatkankadar kalsium intrasel. Penghambat PDE
juga mengakibatkan vasodilatasi.
Pada pasien N belum ditemukan adanya gangguan kontraktilitas yang terlalu
berarti, sehingga pada pasien ini hanya diberikan obat digitalis setengah dosis perharinya.
3. Pengurangan Beban Akhir (after load)
Dua respon kompensatorik terhadap gagal jantung yaitu aktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem renin-angitensin-aldosteron) menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
selanjunya meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir, kerja jantung
bertambah dan curah jantung menurun. Vasodilator arteri akan menekan efek-efek di
atas. Vasodilator yang umum dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman vaskular melalui
dua cara: (1) dilatasi langsung otot polos pembuluh darah, (2) hambatan enzim konversi
angiotensin.
a. Relaksan otot polos langsung
Dilatasi pembuluh darahvena menyebabkan penurunan preload jantung dengan
meningkatkan kapasitas vena. Dilator arterial mengurangi resistensi sistem arteriolar dan
menurunkan afterload.
b. Inhibitor enzim pengkonversi angiotensin (ACE inhibitor)
Inhibitor ACE merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif dan lebih
baik digunakan jika dibandingkan dengan vasodilator yang lain. Obat-obat ini
menghambat enzim yang bersal dari angiotensin I membentuk vasokonstriktor kuat
angiotensin II.
Selain pemberian obat-obat untuk gagal jantung seperti yang telah disebutkan di
atas, pada pasien ini berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diduga gagal jantung karena berhubungan hipertensi dan iskemik jantung yang
14
pernah dialami pasien maka dalam terapi juga diberikan Aspilet 1x80 mg. obat tersebut
berperan sebagai penghambat agregasi trombosit.
Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam, Quo ad Sanactionam: dubia ad malam, Quo ad
Functionam: dubia ad malam
Berdasarkan literatur, penentuan prognosis pada gagal jantung sangatlah kompleks.
Variable-variabel yang paling konsisten sebagai outcome independen dicantumkan dalam
tabel dibawah ini.
*prediktor yang kuat
DAFTAR PUSTAKA
15
Demografik Klinis Elektrokardiografik
Umur lanjut*
Etiologi iskemik*
Berhasil resusitasi pada sudden death*
Hipotensi*
NYHA kelas fungsional III-IV*
Baru dirawat di RS karna gagal jantung
Takikardi
Gelombang Q
QRS lebar*
Hipertrofi LV
Aritmia ventrikel yang kompleks
Kompliance buruk
Gangguan ginjal
Diabetes
Anemia
PPOK
Takikardia
Ronki paru
Stenosis aorta
BMI rendah
Ganggaun pernafasan berhubungan tidur
Variabilitas denyut jantung rendah
T-wave alternant
Fibrilasi atrial
1. Gray, Huon H. Lecture Notes Kardiologi Edisi keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2005.
2. Karim, Sjukri. EKG. 1996. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1996.
3. Mariyono H, harbanu. Gagal Jantung. Bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam. FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2005
4. Marulam P. Gagal jantung. dalam : Sudoyo AW, Setiohadi B, Setiani S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2006.
5. Mausjer, Arief et all. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 1. Media aescalapius.
2001.
6. Malueka Rusdy Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogayakarta. Pustaka Cendekia
Press. 2008.
7. Mycek, Mary J, dkk. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya Medika.
2001.
8. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical. 8th
Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun
1996).
9. Sylvia A. Price, dkk. Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2003
10. Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2003
11. Victor RG, Kaplan NM. Systemic hypertension: mechanisms and diagnosis. In:
Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, eds. Braunwald's Heart Disease: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia, Pa; Saunders Elsevier;
2007: chap 40.
16