antenatal care abrizan
DESCRIPTION
bbbbbbbbbbbbbbbTRANSCRIPT
ANTENATAL CARE
A. ANTENATAL CARE
I. PENDAHULUAN
Asuhan antenatal menurut WHO/UNICEF 2003 adalah pelayanan
yang dilakukan pada wanita selama kehamilan, yang dapat membantu
kesehatan wanita setelah melahirkan dan bayi yang akan dilahirkan. Asuhan
antenatal adalah jalan masuk bagi wanita-wanita hamil untuk menerima
berbagai promosi kesehatan dan pencegahan berbagai penyakit, termasuk
dukungan nutrisi; pencegahan dan penatalaksanaan anemia; pencegahan,
deteksi, dan penatalaksanaan malaria, tuberkulosis, dan infeksi menular
seksual/HIV/AIDS (secara khusus pencegahan HIV dari ibu ke anak); dan
imunisasi tetanus toksoid. 1
Asuhan antenatal merupakan sebuah kesempatan untuk mengedukasi
ibu agar melahirkan pada tenaga kesehatan yang terampil. Asuhan antenatal
juga merupakan waktu yang ideal untuk memberikan konseling pada ibu
tentang jarak kehamilan.1
Asuhan antenatal merupakan contoh yang baik dalam upaya
pencegahan. Pada tahun 1929, Kementerian Kesehatan Inggris membuat suatu
klinik pelayanan antenatal. Pada tahun 1942, tablet vitamin diberikan kepada
ibu-ibu hamil trimester 2 ke atas. Di Amerika Serikat, mortalitas ibu hamil
menurun dari 319 per 100.000 kelahiran di tahun 1936 menjadi 15 per
100.000 kelahiran di tahun 1985.2
Asuhan antenatal menuai kesuksesan di Afrika, karena sebesar dua
pertiga wanita hamil (69 persen) melakukan setidaknya satu kali pelayanan
antenatal. Meskipun, untuk mencapai “keselamatan” total ibu dan anak,
setidaknya dilakukan empat kali pelayanan antenatal.3
Upaya peningkatan kesehatan ibu dan bayi merupakan dua hal yang
sangat erat hubungannya karena keadaan kesehatan ibu hamil akan
mempengaruhi kesehatan bayi yang dilahirkan. Disamping itu karena berbagai
faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu hamil dan bayi yang dilahirkan,
1
menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2012 masih
tinggi yaitu sekitar 359 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan target
Millenium Development Goals (MDGs) Indonesia pada tahun 2015 adalah
102 per 100.000 kelahiran hidup yang diperkirakan sulit untuk dicapai. 4
II. TUJUAN ASUHAN ANTENATAL
Asuhan antenatal merupakan pelayanan terhadap individu yang
bersifat preventive care untuk mencegah terjadinya masalah yang kurang baik
bagi ibu maupun janin. Asuhan antenatal merupakan upaya kesehatan
perorangan yang memperhatikan kualitas pelayanan medis yang diberikan.
Agar dapat melalui persalinan dengan sehat dan aman diperlukan kesiapan
fisik dan mental ibu, sehingga ibu dalam keadaan status kesehatan yang
optimal. Keadaan kesehatan ibu yang optimal sangat berpengaruh bagi
pertumbuhan janin yang dikandungnya.5
Adapun tujuan dilaksanakannya asuhan antenatal, antara lain:5
Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang janin.
Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial
ibu.
Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit atau
komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit
secara umum, kehamilan, dan pembedahan.
Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman dengan
trauma seminimal mungkin.
Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan mempersiapkan
ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif.
Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin
agar dapat tumbuh kembang secara normal.
Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal.
2
III. BENTUK PELAYANAN ANTENATAL
1) Anamnesis
Anamnesis pada kunjungan pelayanan antenatal pertama dari ibu hamil
meliputi: 5,6
a. Identifikasi ibu (nama, nama suami, usia, pekerjaan, agama, dan
alamat ibu)
b. Keluhan utama atau apa yang diderita, apakah ibu datang untuk
memeriksakan kehamilan atau ada masalah lain.
Kebanyakan dari keluhan-keluhan itu adalah ketidaknyaman yang
normal dan merupakan bagian dari perubahan yang terjadi pada tubuh
ibu selama proses kehamilan berlangsung. Namun demikian, penting
untuk mengetahui dan membedakan antara ketidaknyamanan yang
normal dengan tanda-tanda bahaya. Beberapa keluhan yang paling
sering dikeluhkan ibu hamil adalah sakit kepala, bengkak dan rasa
panas dalam perut, dan peningkatan cairan vagina.5
Tanda-tanda bahaya selama masa kehamilan bila tidak dilaporkan
atau tidak terdeteksi oleh ibu hamil dapat menyebabkan kematian.
Tanda-tanda bahaya selama kehamilan seperti bengkak pada muka
atau tangan, nyeri abdomen yang hebat, berkurangnya gerak janin,
perdarahan pervaginam, sakit kepala hebat, penglihatan kabur, demam,
muntah-muntah hebat, keluar cairan banyak secara tiba-tiba
pervaginam. 5
c. Riwayat haid, untuk mengetahui faal alat kandungan.
Riwayat menstruasi sangatlah penting. Wanita yang memiliki
siklus menstruasi teratur yakni 28 hari akan berovulasi pada
pertengahan siklus. Dan dengan demikian, usia kehamilan menjadi
lebih sederhana ditentukan yaitu sejak haid terakhir. Jika siklus
menstruasi secara signifikan lebih panjang dari 28-30 hari, ovulasi
akan terjadi di atas 14 hari. Tanpa adanya riwayat menstruasi yang
teratur dan dapat terprediksi serta menunjukkan siklus ovulasi,
3
menentukan tanggal kehamilan yang akurat dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik merupakan suatu hal yang sulit.6,7
d. Riwayat kehamilan sekarang, meliputi:
HPHT (hari pertama haid terakhir)
Gerak janin (kapan mulai dirasakan apakah ada perubahan)
Penggunaan obat-obatan (termasuk jamu-jamuan)
Sangatlah penting untuk memastikan ada tidaknya penggunaan
kontrasepsi steroid sebelum kehamilan. Karena ovulasi mungkin saja
tidak terjadi 2 minggu setelah perdarahan terakhir, dan oleh karena itu
mungkin saja terjadi kesalahan dalam menentukan waktu konsepsi
dengan berpatokan pada waktu ovulasi.6,7
e. Riwayat kehamilan yang lalu, meliputi: 6,7
Berapa kali hamil, anak yang lahir hidup, persalinan tepat waktu,
persalinan prematur, keguguran, atau kegagalan kehamilan,
persalinan dengan tindakan (forcep, vakum ekstraksi, atau operasi
Caesar)
Perdarahan pada kehamilan, persalinan, kelahiran, atau pasca
persalinan
Persalinan yang lalu : spontan atau buatan, aterm atau prematur,
perdarahan, siapa yang menolong.
Melahirkan janin dengan BB <2,5 kg atau >4 kg
Bayi yang dilahirkan : jenis kelamin, berat, dan panjang badan,
hidup atau mati, bila mati umur berapa dan penyebabnya
f. Riwayat KB
Riwayat ini ditanyakan untuk mengetahui apakah ibu pernah
menggunakan KB jenis tertentu. Sehingga bisa diketahui apakah
kehamilan ini diinginkan atau tidak. Apabila ibu pernah menggunakan
KB tanyakan jenis KB yang digunakan, berapa lama menggunakan
KB, keluhan yang muncul, kemudian tanyakan pada ibu rencana ibu
apabila KB tersebut tidak sesuai.6
4
g. Riwayat kesehatan (penyakit yang pernah diderita), meliputi: penyakit
kardiovaskular, TB paru, Hepatitis B, Diabetes, Hipertensi, PMS atau
HIV/AIDS, Malaria, status imunisasi TT dan lain-lain.6,7
h. Kebiasaan makan dan gizi yang dikonsumsi (gizi seimbang), dengan
perhatian pada vitamin A dan zat besi.6,7
i. Kebiasaan hidup sehat meliputi kebiasaan merokok, minum obat/
alkohol / obat tradisional dan olahraga. 6,7
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik secara
umum, yaitu berat badan, tinggi badan, tekanan darah, denyut nadi,
pemeriksaan tiroid, limfonodus, paru-paru, jantung, payudara, abdomen,
dengan mengukur tinggi fundus dan ada tidaknya denyut jantung janin,
pemeriksaan kedua tungkai, dan skrining pemeriksaan neurologis dasar.7
Pemeriksaan berat badan ibu hamil penting untuk melihat status gizi
ibu hamil, apakah kurang gizi atau gizi lebih. Ibu hamil dengan indeks
massa tubuh <20 kg/m2 memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami
pertumbuhan janin terhambat dan meningkatkan risiko kematian perinatal.
Pemeriksaan skrining untuk bakterial vaginosis juga perlu dilakukan
karena wanita hamil dengan bakterial vaginosis berisiko tinggi untuk
mengalami persalinan prematur.8
Pemeriksaan abdomen pada ibu hamil perlu dilakukan dengan lebih
rinci untuk memperoleh informasi yang optimal pada saat persalinan.8
Pemeriksaan yang dilakukan pada palpasi abdomen adalah
pemeriksaan Leopold. Pemeriksaan Leopold dilakukan sejak usia
kehamilan 34 minggu untuk menilai taksiran berat janin dan presentasi.
Dapat ditawarkan pemeriksaan USG untuk konfimasi dan kemungkinan
intervensi.8
Inspeksi
Lihat derajat distensi, lihat ada tidaknya pergerakan janin untuk
memastikan bahwa perut membesar sebagai akibat dari kehamilan
dan bukan kista ovarium.8
5
Palpasi
a) Pada pemeriksaan leopold I dapat juga ditentukan tinggi fundus
uteri (bagian atas dari uterus) dengan menggunakan bagian ulnar
kedua tangan yang dipalpasi ke bawah dari xiphoideus. Tinggi
fundus diukur dengan menggunakan pita pengukur dari fundus
melewati umbilikus menuju ke batas atas simfisis pubis. 8
Setelah 16 minggu uterus biasanya berada pada pertengahan
antara simpisis pubis dan pusat. Pada 20 minggu fundus uteri
berada dekat pusat (2-3 jari bawah pusat). Pada minggu ke 28
fundus uteri berada 3 jari di atas pusat antara pusat dengan
processus xiphoid. Pada minggu ke 32, fundus uteri berada pada
pertengahan pusat dan processus xiphoid. Minggu ke 36, fundus
uteri mencapai 3 jari di bawah processus xiphoid.6
Tinggi fundus uteri yang normal untuk usia kehamilan 20-36
minggu dapat diperkirakan dengan rumus:
(usia kehamilan dalam minggu + 2) cm 6
Pengukuran Tinggi Fundus Uterus dengan Mc Donald
Perhitungan Tinggi Fundus Uterus dikalkulasi sebagai berikut :
Menentukan Usia Kehamilan
1. Tinggi Fundus (cm) x 2/7 = ( durasi kehamilan dalam
bulan )
2. Tinggi Fundus (cm) x 8/7 = ( durasi kehamilan dalam
minggu )
3. Tinggi Fundus uteri dalam sentimeter (cm), yang normal
harus sama dengan umur kehamilan dalam minggu yang
ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir.
Misalnya, jika umur kehamilannya 33 minggu, tinggu
fundus uteri harus 33 cm. jika hasil pengukuran berbeda
1-2 cm, masih dapat ditoleransi, tetapi jika deviasi lebih
6
kecil 2 cm dari umur kehamilan, kemungkinan ada
gangguan pertumbuhan janin, sedangkan bila deviasi
lebih besar dari 2 cm, kemingkinan terjadi bayi kembar,
polihidramnion, atau janin besar.
Tinggi fundus uteri dan usia kehamilan 5
Pengukuran Tinggi Fundus Uterus dengan Spiegelberg
Usia Kehamilan Tinggi Fundus
22 – 28 minggu 24 – 25 cm di atas simphisis
28 minggu 26,5 cm di atas simphisis
30 minggu 29,5 – 30 cm di atas simphisis
32 minggu 29,5 – 30 cm di atas simphisis
34 minggu 31 cm di atas simphisis
36 minggu 32 cm di atas simphisis
38 minggu 33 cm di atas simphisis
40 minggu 37,7 cm di atas simphisis
7
Pengukuran Taksiran Berat Janin dengan Johnson-Tausak
Cara pengukuran TFU dengan sentimeter bisa membantu
pengukuran berat janin, dengan rumus dari Johnson-Tausak
yaitu:
TBJ = [TFU (cm) – N] x 155 gram
Keterangan;
N = 13 Bila kepala belum melewati pintu atas panggul
N = 12 Bila kepala masih berada di atas spina iskiadika
N = 11 Bila kepala masih berada di bawah spina iskiadika
Cara pengukuran tinggi fundus dan usia kehamilan
berdasarkan tinggi fundus.11
b) Pada pemeriksaan leopold II dilakukan untuk menentukan posisi
berbaringnya janin dengan cara kedua telapak tangan ditempatkan
pada bagian lateral dari perut ibu. Dengan lembut salah satu
telapak tangan mendorong perut ibu, kemudian tentukan bagian
janin yang dipalpasi. 8
8
c) Pada pemeriksaan leopold III dilakukan untuk menentukan bagian
terbawah dari janin. Kedua tangan digunakan untuk mempalpasi
bagian bawah uterus dan menentukan bagian janin terbawah. 8
d) Pada pemeriksaan leopold IV dilakukan untuk menentukan
apakah bagian terbawah sudah mencapai pintu atas panggul atau
belum. Jika bagian terbawah adalah kepala, kita dapat meraba
penurunan kepala. 9
Cara pemeriksaan Leopold I-IV 6
Auskultasi
Keadaan janin – auskultasi denyut jantung janin dengan
menggunakan stetoskop Pinard atau Doppler melengkapi pemeriksaan
9
ini. Auskultasi denyut jantung janin menggunakan fetoskop atau
doppler (jika usia kehamilan > 16 minggu) Menganamnesis ibu
apakah bayinya mengalami pergerakan atau tidak juga boleh
dilakukan sebagai pengganti auskultasi denyut jantung janin. 6,9
3) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi: 13
a. Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk
mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk
mempersiapkan calon pendonor darah yang sewaktu-waktu diperlukan
apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.
b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb)
Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal
sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita
anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.
c. Pemeriksaan protein dalam urin
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada
trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan
salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.
d. Pemeriksaan kadar gula darah
Ibu hamil yang berisiko menderita Diabetes Melitus harus
dilakukan pemeriksaan gula darah pada trimester kedua (24-28 minggu)
dengan dilakukan pemeriksaan tes toleransi glukosa oral (TTGO).
e. Pemeriksaan Hepatitis
Direkomendasikan semua perempuan hamil diperiksa HbsAg.
Setiap bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif atau ibu yang
HbsAg-nya tidak diketahui, harus mendapat vaksin hepatitis B dan HBIG
10
(hepatitis B Immunoglobulin). Pemberian HBIG ini penting untuk
mencegah penularan saat kelahiran, dan harus segera diberikan (dalam 24
jam setelah lahir). Ini merupakan imunisasi pasif yang langsung bekerja
melindungi tubuh bayi. Kemudian diikuti dengan vaksin hepatitis B
(imunisasi rutin hepatitis B) yang sudah menjadi program pemerintah.
Dengan diberikannya imunoglobulin ini, angka penularan vertikal dari ibu
ke anak menjadi sangat berkurang.
f. Pemeriksaan darah Malaria
Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan
pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama.
Ibu hamil di daerah non endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah
Malaria apabila ada indikasi.
g. Pemeriksaan tes Sifilis
Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi
dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaaan Sifilis sebaiknya
dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.
h. Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus
HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah
menjalani konseling kemudian diberi kesempatan untuk menetapkan
sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.
i. Pemeriksaan BTA
Pemeriksaan BTA dilakukan pada ibu hamil yang menunjukkan
gejala dan dicurigai menderita tuberkulosis. Walaupun tidak
menampakkan gejala secara langsung namun terdapat faktor predisposisi
seperti lingkungan sekitar ataupun ada orang terdekat yang mengidap
tuberkulosis maka pemeriksaan BTA perlu dilakukan.
11
4) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan USG saat ini dipandang sebagai metode pemeriksaan yang
non invasif, aman, praktis dan hasilnya cukup akurat. Namun sebenarnya
belum ada keseragaman mengenai indikasi pemeriksaan USG dalam
kehamilan. Di beberapa Negara Eropa, pemeriksaan USG dikerjakan secara
rutin selama kehamilan sedikitnya 1-2 kali selama kehamilan. Di Amerika
Serikat pemeriksaan USG tidak dikerjakan secara rutin, melainkan atas
indikasi klinis yaitu bila dalam pemeriksaan klinis dijumpai keadaan yang
meragukan atau mencurigakan adanya kelainan dalam kehamilan. 12
USG pada trimester pertama :
Melakukan evaluasi terhadap uterus untuk melihat adanya kantung
gestasi yang sudah harus terlihat manakala kadar beta hCG serum telah
mencapai 1000 – 1200 mIU/mL dengan scanning transvaginal dan
pada 6000 mIU/mL pada scanning abdominal. Jika tidak terlihat, maka
harus diduga terjadinya kehamilan ektopik
Jika sudah terlihat kantung gestasi, diperiksa keberadaan yolk
sac (biasanya sudah terlihat pada kadar hCG 7000mIU/mL) dan janin
(pada kadar hCG 11.000 mIU/mL)
CRL – crown rump length pada trimester pertama merupakan ukuran
akurat dalam menentukan usia kehamilan dengan selisih ketepatan 3 –
5 hari (selisih pada pengukuran pada trimester II 2 minggu dan
trimester III sekitar 3 minggu).
12
CRL dalam mm + 6.5 = perkiraan usia kehamilan dalam minggu
Pada akhir trimester Pertama, ukuran BPD – biparietal diameter dapat
digunakan untuk memperkirakan usia kehamilan
Aktivitas jantung janin biasanya terlihat jelas setelah kutub janin jelas
terlihat. Jika ukuran CRL mencapai 3 – 5 mm tapi tak terlihat aktivitas
jantung maka harus dilakukan pemeriksaan USG lanjutan dalam waktu
3 – 5 hari kemudian untuk menentukan “pregnancy loss”. Jika
aktivitas jantung sudah terlihat maka “pregnancy loss” menurun
hingga 5%
Menentukan jumlah janin
Mengukur adanya nuchal translucency
13
Evaluasi uterus, struktur adneksa dan cavum Douglasi
USG trimester kedua:
Mendokumentasikan aktivitas jantung dan jumlah janin
Memperkirakan volume cairan ketuban
Menentukan lokasi plasenta. Jika ditemukan lokasi plasenta pada
segmen bawah rahim pada kehamilan 18 – 22 minggu, maka
pemeriksaan USG serial harus dilakukan untuk mengikuti perubahan
lokasi plasenta. Hanya sekitar 5% plasenta previa yang ditemukan
pada trimester II terus bertahan sampai kehamilan aterm.
Evaluasi tali pusat .
o Dilihat jumlah pembuluh darah (bila arteri umbilikalis hanya
satu buah maka patut diduga adanya aneuplodi janin,
khususnya jika terkait dengan anomali struktur janin.
o Insersi talipusat pada plasenta dan tubuh janin
o Herniasi ekstra abdominal lambung tengah (mid gut) ke
talipusat biasanya terjadi pada usia 8 – 12 minggu dan jangan
di interpretasikan adanya kelainan dinding perut.janin
Evaluasi panjang cervix
Menentukan usia kehamilan
Survei anatomis paling baik dilakukan pada kehamilan 18 – 22 minggu
Evaluasi uterus dan adneksa
USG trimester ketiga:
Serupa dengan sonografi trimester II
Menentukan tafsiran berat janin dengan menggunakan rata-
rata 3 ukuran: panjang femur – lingkar abdomen – diameter biparietal
Survei Anatomi
b. Pemeriksaan Kardiotokografi
Kardiotokografi (KTG) adalah seperangkat alat elektronik yang dapat
dipergunakan dalam memantau kesejahteraan janin melaluai penilaian denyut
jantung janin (DJJ), kontraksi uterus, dan gerak janin dalam waktu bersamaan.
14
Kesejahteraan janin menggambarkan kecukupan oksigenasi dan pertumbuhan
janin yang baik, kesehatan ibu, dan volume cairan amnion yang cukup.
Diperlukan seorang penanggung jawab untuk perawatan dan
pengoperasionalan KTG tersebut, juga pelatihan didalam menginterpretasikan
hasil KTG tersebut. Pada saat pemeriksaan KTG, posisi pasien tidak boleh
tidur terlentang, tetapi harus setengah duduk atau tidur miring.13
Posisi pasien saat pemeriksaan KTG 13
Beberapa keadaan dibawah ini memerlukan pemantauan dengan
kardiotokografi (KTG) karena berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan
mortalitas perinatal, misalnya pertumbuhan janin terhambat (PJT), gerakan
janin berkurang, kehamilan post-term (≥ 42 minggu), preeklampsia/hipertensi
kronik, diabetes mellitus prakehamilan, DM yang memerlukan terapi insulin,
ketuban pecah pada kehamilan preterm, dan suspek solusio plasenta.
Identifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi insufisiensi uteroplasenta
mutlak dilakukan karena hal ini berkaitan dengan tatalaksana yang harus
dilakukan. Kegagalan dalam mengenal adanya faktor risiko, dapat berakibat
fatal.13
Batasan frekuensi dasar normal DJJ adalah 110 –160 dpm teratur. Definisi
frekuensi dasar DJJ menurut NICHD adalah nilai rata rata DJJ yang dipantau
selama 10 menit, dengan peningkatan 5 dpm. Bila perubahan tersebut < 5
menit, keadaan ini disebut perubahan periodik atau berkala (periodic
changes).13
15
Perubahan periodik adalah akselerasi atau deselerasi DJJ yang bersifat
transien yang kembali ke frekuensi dasar semula atau frekuensi dasarnya
menjadi berubah. Pada umumnya, perubahan periodik ini terjadi sebagai
respon terhadap kontraksi uterus atau gerakan janin. Takhikardia, bradikardia,
dan variabilitas memengaruhi perubahan frekuensi dasar DJJ.13
5) Diagnosis
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka dapat
ditegakkan diagnosis. Selain itu dapat pula diketahui: 6
Hamil atau tidak
Primigravida atau multigravida
Usia kehamilan
Janin hidup atau mati
Janin tunggal atau kembar
Letak anak
Anak terletak intrauterin atau ekstrauterin
Keadaan jalan lahir
Keadaan umum penderita
6) Terapi
Tujuan terapi pada ibu hamil adalah untuk mencapai derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam kehamilan dan menjelang persalinan. Keluhan
yang mengganggu perlu diperhatikan dan diberi pengobatan. Berikan
konseling pada ibu hamil mengenai kehidupan waktu hamil, higienitas, gizi,
pemeriksaan antenatal, dan tanda-tanda bahaya.6
Beri ibu 60 mg zat besi elemental segera setelah mual/muntah berkurang,
dan 400 μg asam folat 1x/hari sesegera mungkin selama kehamilan.
• Catatan: 60 mg besi elemental setara 320 mg sulfas ferosus.
• Efek samping yang umum dari zat besi adalah gangguan saluran cerna
(mual, muntah, diare, konstipasi).
16
• Tablet zat besi sebaiknya tidak diminum bersama dengan teh atau kopi
karena mengganggu penyerapan.
• Jika memungkinkan, idealnya asam folat sudah mulai diberikan sejak 2
bulan sebelum hamil (saat perencanaan kehamilan).
Di area dengan asupan kalsium rendah, suplementasi kalsium 1,5-2 g/ hari
dianjurkan untuk pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di kehamilan sebelumnya,
diabetes, hipertensi kronik, penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau
kehamilan ganda).
Pemberian 75 mg aspirin tiap hari dianjurkan untuk pencegahan
preeklampsia bagi ibu dengan risiko tinggi, dimulai dari usia kehamilan 20
minggu.
7) Prognosis
Prognosis persalinan dibuat setelah diagnosis ditegakkan. Prognosis
persalinan dapat diperkirakan apakah akan berjalan normal dan lahir normal
atau sulit dan berbahaya.5
Kategori Gambaran
Kehamilan normal - Keadaan umum ibu baik
- Tekanan darah <140/90 mmHg
- Bertambahnya berat badan sesuai minimal 8 kg
selama kehamilan (1 kg tiap bulan) atau sesuai IMT
ibu
- Edema hanya pada ekstremitas
- Denyut jantung 120-160 kali/menit
- Gerakan janin dapat dirasakan setelah usia
kehamilan 18-20 minggu hingga melahirkan
- Tidak ada kelainan riwayat obstetrik
- Ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan
- Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas
17
normal
Kehamilan dengan masalah
khusus
- Seperti masalah keluarga atau psikososial,
kekerasan dalam rumah tangga, kebutuhan
finansial, dll
Kehamilan dengan masalah
kesehatan yang
membutuhkan rujukan
untuk konsultasi dan atau
kerjasama penanganannya
- Riwayat pada kehamilan sebelumnya: janin atau
neonatus mati, keguguran ≥3x, bayi 4500 g,
hipertensi, pembedahan pada organ atau kerjasama
penanganannya reproduksi
- Kehamilan saat ini: kehamilan ganda, usia ibu 2kg
tiap bulan atau tidak sesuai IMT, TFU tidak sesuai
usia kehamilan, pertumbuhan janin terhambat,
infeksi saluran kemih, penyakit kelamin,
malposisi/malpresentasi, gangguan kejiwaan, dan
kondisi-kondisi lain yang dapat memburuk
kehamilan
Kehamilan dengan kondisi
kegawatdaruratan yang
membutuhkan rujukan
segera
- Perdarahan, preeklampsia, eklampsia, ketuban
kegawatdaruratan yang pecah dini, gawat janin, atau
kondisi-kondisi membutuhkan rujukan segera
kegawatdaruratan lain yang mengancam nyawa ibu
dan bayi
Tabel 2. Kondisi kehamilan 5
IV. PELAKSANAAN PELAYANAN ANTENATAL
1) Kunjungan Antenatal
Menurut WHO clinical guidelines 2014, kunjungan antenatal
dilakukan minimal empat kali bagi ibu yang sehat tanpa memiliki masalah
kesehatan tertentu. Di Indonesia, sesuai dengan kebijakan Departemen
Kesehatan, kunjungan pelayanan antenatal sebaiknya dilakukan paling
sedikit empat kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu sebagai
berikut: 3,6
18
Minimal 1 (satu) kali pada trimester pertama = K1
Pada kunjungan yang pertama sebelum minggu 16, dilakukan tes
kehamilan dan taksiran persalinan, memberikan jadwal kunjungan
asuhan antenatal (empat kali kunjungan) atau dilakukan perawatan
yang lebih khusus. Melakukan skrining, mengobati dan memberikan
langkah-langkah pencegahan. Menilai perkembangan janin,
pencegahan masalah darurat, memberikan saran dan nasihat. 6
Minimal 1 (satu) kali pada trimester kedua = K2
Pada kunjungan yang kedua di minggu 24-28, dilakukan penilaian
pada kondisi ibu dan janin khusus pasien dengan hipertensi dalam
kehamilan dan anemia. Meninjau, merencanakan kelahiran,
pencegahan masalah darurat , memberikan saran dan nasihat. 6
Minimal 2 (dua) kali pada trimester ketiga = K3 dan K4
Pada kunjungan yang ketiga di minggu 30-32, dilakukan penilaian
pada kondisi ibu dan janin khusus pasien dengan hipertensi dalam
kehamilan, anemia dan kehamilan kembar. Berikan langkah-langkah
pencegahan. Meninjau, merencanakan kelahiran, pencegahan masalah
darurat, memberikan saran dan nasihat.6
Pada kunjungan yang keempat di minggu 36-38, dilakukan
penilaian pada kondisi ibu dan janin khusus pasien dengan hipertensi
dalam kehamilan, anemia, kehamilan kembar dan malpresentasi.
Berikan langkah-langkah pencegahan. Meninjau, merencanakan
kelahiran, pencegahan masalah darurat, memberikan saran dan
nasihat.6
Apabila terdapat kelainan atau penyulit kehamilan, seperti mual,
muntah, keracunan kehamilan, perdarahan, kelainan letak, dan lain-
lain, frekuensi pemeriksaan disesuaikan dengan kebutuhan.5
Pada pemeriksaan harus dilakukan Standar Minimal Asuhan
Antenatal “10T”, yang terdiri dari: 6
Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
Ukur Tekanan darah
19
Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
Ukur Tinggi fundus uteri
Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
Pemberian imunisasi TT (Tetanus Toksoid) lengkap
Pemberian Tablet zat besi, minimal 90 hari selama kehamilan
Tes terhadap penyakit menular seksual, HIV/AIDS, dan malaria
Tatalaksana kasus
Temu wicara atau konseling dalam rangka persiapan rujukan.
Asuhan antenatal ini sebaiknya dilakukan oleh tenaga kesehatan
profesional. Dalam pelayanan antenatal, selain pemeriksaan
kehamilan, juga perlu diberikan penjelasan kepada ibu hamil
mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kehamilan, yang
mencakup pola makan selama kehamilan, higienitas umum dalam
kehamilan, dan mengenai hubungan seks selama kehamilan.5,6
Tabel 3. Target kunjungan antenatal3
2) Pencegahan
a. Tetanus Toksoid
Vaksinasi tetanus toksoid pada pemeriksaan antenatal dapat
menurunkan kemungkinan kematian bayi dan mencegah kematian ibu
akibat tetanus. Semua ibu hamil harus diberitahukan tentang pemberian 5
suntikan tetanus sesuai dengan program TT seumur hidup. Selain itu, ibu
hamil juga harus memahami bahwa risiko infeksi tetanus akan berkurang
jika persalinannya dibantu oleh tenaga kesehatan yang terlatih.6,7
20
Setiap ibu hamil yang belum pernah diberikan imunisasi tetanus harus
mendapatkannya paling sedikit 2 kali suntikan selama kehamilannya, yaitu
pertama pada saat kunjungan antenatal pertama dan kedua kali pada 4
minggu kemudian. Walaupun demikian apabila ada waktu, suntikan ketiga
dapat diberikan juga. Untuk mencegah tetanus terhadap bayi baru lahir,
dosis terakhir harus diberikan paling lambat 2 minggu sebelum
melahirkan. 6
Apabila ibu pernah diberikan imunisasi sebelumnya, maka satu kali
pemberian serum tambahan masih diperlukan selama kehamilannya.
Berikan satu suntikan pada kunjungan antenatal pertama, paling lambat 2
minggu sebelum persalinan. 6
Imunisas
i
Interval Durasi Perlindungan
TT1 Pada kunjungan antenatal pertama -
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun
TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun/seumur hidup
Tabel 4. Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid Lengkap 6
b. Aktivitas Fisik
Semua orang tahu olahraga merupakan cara yang baik untuk
memelihara stamina tubuh. Ternyata, bagi wanita hamil, olahraga juga
mempunyai banyak manfaat. Sebuah penelitian baru mengungkapkan
bahwa saat seorang calon ibu bekerja atau melakukan aktivitas fisik,
janinnya akan mendapatkan efek, yakni jantung si janin makin kuat dan
sehat. Setidaknya irama jantung tidak berdetak kencang, melainkan
melambat teratur. Olahraga bagi wanita hamil harus dilakukan hati-hati
sesuai anjuran dokter maupun pakar olahraga. 14
21
Anjuran latihan pada kehamilan dan postpartum dari American
College Of Obstetricians And Gynecologist (ACOG) adalah sebagai
berikut: 14
1. Selama kehamilan, wanita bisa terus melakukan latihan dan
memperoleh keuntungan kesehatan bahkan dari latihan rutin yang
ringan sampai yang sedang. Latihan yang teratur secara intermiten
(paling tidak 3 kali per minggu) sangat diutamakan.
2. Wanita sebaiknya menghindari latihan dalam posisi terlentang setelah
tri semester yang pertama. Posisi semacam itu menyebabkan
penurunan curah jantung pada sebgian besar wanita. Karena curah
jantung yang tetap akan didistribusikan keluar dari organ splanknik
(termasuk uterus) selama latihan yang berat, hal tersebut sebaiknya
dihindarkan selama masa kehamilan. Periode berdiri diam tanpa
bergerak dalam waktu lama juga harus dihindarkan.
3. Wanita harus waspada terhadap penurunan ketersediaan oksigen saat
latihan aerobik selama masa kehamilan. Mereka harus didorong untk
memodifikasi intensitas latihan menurut gejala maternal. Wanita hamil
harus berhenti berlatih jika lelah dan tidak berlatih sampai kehabisan
tenaga. Latihan beban dapat dilanjutkan menurut kondisi-kondisi
tertentu pada intensitas yang sama dengan sebelum kehamilan. Latihan
tanpa beban, seperti bersepeda atau berenang, akan mengurangi risiko
cedera dan memfasilitasi kelanjutan latihan selama kehamilan.
4. Perubahan-perubahan morfologis dalam kehamilan merupakan
kontraindikasi relatif untuk jenisjenis latihan yang menyebabkan
kehilangan keseimbangan karena dapat merugikan keadaan ibu atau
janin, khususnya dalam trismester ketiga. Oleh karena itu, semua jenis
latihan yang dapat menyebabkan trauma perut meskipun ringan harus
dihindari.
5. Kehamilan membutuhkan 300 kkal/hari untuk mempertahankan
homeostatis metabolik. Wanita yang melakukan olahraga selama
kehamilan harus berhati-hati untuk menjamin kecukupan diet.
22
6. Wanita hamil yang berlatih trisemester pertama harus memperbesar
pengeluaran panas dengan menjamin hidrasi yang cukup, pakaian yang
sesuai, dan lingkungan yang optimal selama olahraga.
7. Banyak perubahan-perubahan fisiologis maupun morfologis pada
kehamilan yang berlangsung sampai empat sampai enam minggu
postpartum. Latihan rutin sebelum kehamilan harus dilanjutkan secara
bertahap berdasarkan pada kemampuan fisik wanita tersebut.
3) Persiapan Persalinan
WHO memprediksi bahwa ibu hamil dapat mengalami komplikasi
yang membahayakan jiwa. Namun demikian, hampir tidak mungkin untuk
memprediksi ibu mana yang akan mengalami komplikasi tersebut. Faktor
yang memegang peranan penting dalam mengurangi angka kematian ibu
hamil adalah tenaga kesehatan yang terampil dalam menolong ibu pada
saat persalinan. Selain itu penting juga bekerja sama dengan ibu, keluarga
dan masyarakat dalam mempersiapkan persalinan serta membuat suatu
rencana tindakan bilamana terjadi komplikasi.6
Ibu hamil juga perlu mengetahui tanda-tanda mulainya persalinan
sebagai berikut:6
His teratur dan makin sering timbul, disertai nyeri mulai dari
pinggang menjalar ke perut
Keluarnya darah dan lendir dari vagina
Terjadi pembukaan serviks
Rencana tindakan yang akan dilaksanakan didiskusikan pada ibu
hamil dan keluarganya agar diperoleh kepastian bahwa ibu hamil dapat
menerima tindakan yang diperlukan, sehingga menghilangkan
kebingungan dan kekacauan pada saat persalinan dan meningkatkan
kepastian bahwa ibu menerima pelayanan dan tindakan yang sesuai dan
tepat waktu.6
Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan
menghadapi komplikasi. Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda
23
tanda bahaya baik selama kehamilan, persalinan, dan nifas misalnya
perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada
jalan lahir saat nifas, dan sebagainya. Mengenal tanda-tanda bahaya ini
penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan.6
Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB
setelah persalinan untuk menjarangkan kehamilan dan agar ibu punya
waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.6
4) Penapisan kehamilan resiko tinggi
Skor Poedji Rochjati adalah suatu cara untuk mendeteksi dini
kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari biasanya (baik bagi ibu
maupun bayinya), akan terjadinya penyakit atau kematian sebelum
maupun sesudah persalinan. Ukuran risiko dapat dituangkan dalam bentuk
angka disebut skor. Skor merupakan bobot prakiraan dari berat atau
ringannya risiko atau bahaya. Jumlah skor memberikan pengertian tingkat
risiko yang dihadapi oleh ibu hamil. Berdasarkan jumlah skor kehamilan
dibagi menjadi tiga kelompok:15
a. Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2
b. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan jumlah skor 6-10
c. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) dengan jumlah skor ≥ 12
a. Tujuan Sistem Skor 15
1. Membuat pengelompokkan dari ibu hamil (KRR, KRT, KRST) agar
berkembang perilaku kebutuhan tempat dan penolong persalinan
sesuai dengan kondisi dari ibu hamil.
2. Melakukan pemberdayaan ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat
agar peduli dan memberikan dukungan dan bantuan untuk kesiapan
mental, biaya dan transportasi untuk melakukan rujukan terencana.
24
b. Fungsi Skor 15
1. Alat komunikasi informasi dan edukasi bagi klien/ibu hamil, suami,
keluarga dan masyarakat.
2. Skor digunakan sebagai sarana yang mudah diterima, diingat,
dimengerti sebagai ukuran kegawatan kondisi ibu hamil dan
menunjukkan adanya kebutuhan pertolongan untuk rujukkan. Dengan
demikian berkembang perilaku untuk kesiapan mental, biaya dan
transportasi ke Rumah Sakit untuk mendapatkan penanganan yang
adekuat.
3. Alat peringatan bagi petugas kesehatan. Agar lebih waspada. Lebih
tinggi jumlah skor dibutuhkan lebih kritis penilaian/pertimbangan
klinis pada ibu Risiko Tinggi dan lebih intensif penanganannya.
c. Cara Pemberian Skor 15
Tiap kondisi ibu hamil (umur dan paritas) dan faktor risiko diberi
nilai 2,4 dan 8. Umur dan paritas pada semua ibu hamil diberi skor 2
sebagai skor awal. Tiap faktor risiko skornya 4 kecuali bekas sesar,
letak sungsang, letak lintang, perdarahan antepartum dan pre-eklamsi
berat/eklamsi diberi skor 8. Tiap faktor risiko dapat dilihat pada
gambar yang ada pada Kartu Skor ‘Poedji Rochjati’ (KSPR), yang
telah disusun dengan format sederhana agar mudah dicatat dan diisi.
25
Tabel Skor Poedji Rochjati
Keterangan :
1. Ibu hamil dengan skor 6 atau lebih dianjurkan untuk bersalin ditolong oleh
tenaga kesehatan.
2. Bila skor 12 atau lebih dianjurkan bersalin di RS/DSOG
26
d. Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi 15
Penyuluhan komunikasi, informasi, edukasi untuk kehamilan dan
persalinan aman.
1. Kehamilan Risiko Rendah (KRR), tempat persalinan dapat dilakukan di
rumah maupun di polindes, tetapi penolong persalinan harus bidan, dukun
membantu perawatan nifas bagi ibu dan bayinya.
2. Kehamilan Risiko Tinggi (KRT), ibu PKK membeti penyuluhan agar
pertolongan persalinan oleh bidan atau dokter puskesmas, di polindes atau
puskesmas (PKM), atau langsung dirujuk ke Rumah Sakit, misalnya pada
letak lintang dan ibu hamil pertama (primi) dengan tinggi badan rendah.
3. Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST), diberi penyuluhan dirujuk untuk
melahirkan di Rumah Sakit dengan alat lengkap dan dibawah pengawasan
dokter spesialis.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. United State Agency. Focused antenatal care: providing integrated,
individualized care during pregnancy. Access to Clinical and Community
Maternal, Neonatal, and Womens’s Health Services 2007. p. 1-4.
2. Johnson TRB, Gregory KD, Niebyl JR. Preconception and prenatal care: part
of the continuum. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, editors. Obstetrics
Normal and Problem Pregnancies fifth edition. Philadelphia: Churcill of
Livingstone, Elsevier; 2007.
3. Lincetto O, Mothebesoane-Anoh, Gomez P, Munjaja. Antenatal care [online].
2012 [cited 2015 March 11th]. Available from
http://www.who.int/pmnch/media/publications/aonsectionIII_2.pdf.
4. Syafiq A. Angka kematian ibu dan pendidikan perempuan di Indonesia:
tinjauan ekologis provinsial. Jakarta: FKM UI; 2013
5. Handayani R, dkk. Pedoman pelayanan antenatal. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2007. hlm. 9-96.
6. Achmad Kemal, dkk. Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar
Dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013. hlm. 22-35
7. Adriaansz George. Asuhan Antenatal. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi 4.
Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. Hal. 278-287.
8. Cunningham, dkk. Chapter 22: Normal Labor. Williams Obstetrics 24th
edition. United States: Mc Graw Hill; 2014. P. 437-438
9. Pitkin J, Peattle AB, Magowan BA. Antenatal care. In: Pitkin J, Peattle AB,
Magowan BA, editors. Obstetrics and Gynaecology an illustrated colour text.
Philadelphia: Churcill of Livingstone, Elsevier; 2003. p. 4-5.
10. Bambang. Perawatan Antenatal. [online]. 2011 [cited 2015 June 4th].
Available from http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/08/perawatan-
antenatal-lanjutan.html
11. Karsono B. Ultrasonografi Dalam Obstetri. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi 4.
Jakarta : Penerbit Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. Hal. 245-277.
28
12. Judi Januadi Endjun, Biran Affandi. Kardiotokografi (KTG). Departemen
Obstetri dan Ginekologi, RS Pendidikan RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad/FKUI. Jakarta: 2013
13. Budihardja, DT. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI, 2010.
14. Prasetyo,Y. Olahraga Bagi Ibu Hami. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
ECG, 2010.
15. Suparyanto. Kehamilan Normal dan Risiko Tinggi. [online]. 2011 [cited 2015
September 4th]. Available from
http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2011/07/kehamilan-normal-dan-risiko-
tinggi.html
29