bab 2 tinjauan pustaka abstrak aspek sistem higiene pada penerapan pre requisite program (prp) di...
DESCRIPTION
ANAK YANG BERCITA-CITA MEMBANGUN MASJID DI DEPAN RUMAHNYATRANSCRIPT
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keamanan Pangan (Food Safety)
Keamanan Pangan (Food Safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan
untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia
(UU No 7 1996 tentang pangan).
Bahaya pangan adalah bahan yang tidak dikehendaki ada dalam makanan
yang mungkin berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses produksi
makanan, dapat berupa cemaran biologis, kimia dan benda asing (fisik) yang
dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Thaheer
Hermawan, 2005). Bahaya dalam kaitannya dengan keamanan pangan yang
berarti sebagai suatu fungsi peluang terjadinya dampak buruk terhadap kesehatan
(seperti menjadi sakit) dan keparahan (severity) dari bahaya tersebut yang
menyebabkan kematian, perawatan di rumah sakit, dan tidak dapat bekerja ketika
terpapar bahaya tertentu.Bahaya dapat dibedakan menjadi bahaya fisik, bahaya
kimia, dan bahaya biologi.
1. Bahaya fisik
Bahaya fisik adalah bahaya yang timbul akibat kontaminasi produk oleh
benda asing yang seharusnya tidak boleh terdapat didalam produk. Bahaya fisik
dapat disebabkan oleh beberapa yaitu:
a. Bahaya fisik yang berasal dari bahan baku, seperti batu atau kerikil,
potongan tulang, ranting, duri rumput, kotoran, dan serangga.
11
b. Bahaya fisik yang bersumber dari manusia, seperti rambut, potongan kuku
dan perhiasan.
c. Bahaya fisik yang bersumber dari proses pengolahan, seperti pecahan
kaca atau gelas, logam, pengemas dan plastik.
Pengendalian optimal terhadap rancangan dan pemeliharaan insfrastuktur dapat
meminimalkan peluang terjadinya bahaya fisik pada makanan (Thaheer
Hermawan, 2005).
2. Bahaya Kimia
Bahaya kimia merupakan bahaya yang sukar dihilangkan dan kadarnya
harus di bawah batas yang ditentukan. Sumber cemaran kimia terdapat pada
polusi udara di sekitar pabrik yang disebabkan oleh buangan limbah pabrik atau
hasil bahan bakar kendaraan bermotor, pada tempat penyimpanan, pengolahan,
pemasakan dan lain-lain (Hermawan Thaheer, 2005). Beberapa contoh bahaya
kimia dan penyebabnya antara lain:
a. Bahan tambah makanan yang berlebihan, seperti MSG
b. Bahan alergik untuk konsumen, seperti telur, susu, kacang-kacangan, dan
hasil laut
c. Bahan yang berasal dari kemasan, misalnya monomer plastic, logam dan
sulfite.
3. Bahaya biologi
Bahaya biologi adalah bahaya yang disebabkan oleh mikroba patogen
seperti bakteri, virus dan parasit. Mikroba membutuhkan air dan nutrisi untuk
tumbuh dan bertahan hidup. Faktor mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah aktivitas air (aw), suhu, nutrisi, pH, dan ketersediaan oksigen (Fardiaz,
12
1992). Bahaya biologi dapat dihilangkan dengan proses pemanasan, inaktif,
dengan menggunakan larutan asam dan dapat pula dengan menggunakan
pencucian. Sumber bahaya biologi ini dapat berasal dari bahan baku, para pekerja,
proses pengolahan yang tidak benar, atau dari binatang atau serangga yang hidup
di sekitar industri.
2.2 Sistem Manajemen Keamanan Pangan
Sistem manajemen keamanan pangan adalah sistem dengan fungsi utama
memastikan terpenuhinya keamanan pangan sepanjang jalur rantai pangan,
dimulai dari pengadaan bahan baku hingga tahap konsumsi sehingga dihasilkan
produk pangan yang tidak membahayakan kesehatan konsumen.
Sistem Manajemen Keamanan Pangan merupakan kombinasi dari
komunikasi interaktif, sistem manajemen, program kelayakan dasar dan prinsip-
prinsip HACCP. Sistem manajemen keamanan pangan menetapkan persyaratan
dimana suatu organisasi di dalam rantai pangan dalam rangka memastikan
makanan yang dihasilkan aman pada saat dikonsumsi manusia. Sistem manajemen
keamanan pangan dapat digunakan oleh semua organisasi dalam rantai pangan,
tanpa memperhatikan ukuran yang ingin menerapkan sistem yang secara konsisten
menghasilkan produk yang aman.
Sistem manajemen keamanan pangan ditetapkan, didokumentasikan,
diterapkan, dan dipelihara secara efektif dan dimutakhirkan sesuai dengan
persyaratan standar. Ruang lingkup sistem manajemen keamanan pangan harus
ditetapkan. Ruang lingkup meliputi produk atau katagori produk, proses, dan
lokasi produksi yang ditetapkan oleh system manajemen keamanan pangan.
13
Alat dalam manajemen keamanan pangan yang umum digunakan adalah
Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). HACCP dapat diterapkan
di industri pangan yang telah menjalankan proses pengolahan dengan cara
produksi makanan yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) dan
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) yang sesuai.
2.3 Good Manufacturing Practices (GMP)
GMP (Good Manufacturing Practices) atau cara produksi makanan yang
baik merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar
produsen memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan untuk
menghasilkan produk makanan bermuttu sesuai dengan tuntutan konsumen.
Peraturan mengenai Good Manufacturing Practices dikembangkan dan
dipergunakan sebagai persyaratan dasar (prerequisites) dalam aplikasi sistem
HACCP atau system keamanan pangan.
1. Lokasi dan infrastruktur pabrik
Pabrik harus dibangun pada lokasi yang layak untuk industri makanan.
Pabrik harus dibangun pada lokasi bebas dari sumber kontaminasi baik yang
berasal dari udara, air, maupun dari lingkungan sekitar. Halaman pabrik
terpelihara, bebas dan bersih dari kotoran, genangan air, rumput dan gulma.
Ukuran bangunan pabrik harus sesuai dan konstruksi bangunan kuat, aman serta
dibuat dari bahan yang tidak menjadi sumber kontaminasi.
Desain bangunan pabrik harus sederhana sehingga mudah dibersihkan dan
disanitasi. Pintu keluar dan masuk karyawan serta pintu jalur bahan baku dan
produk harus dibuat terpisah untuk menghindari kontaminasi silang. Penerangan
di ruang proses produksi harus cukup dan semua lampu diberi penutup untuk
14
mencegah kemungkinan kontaminasi atau melukai karyawan bila jatuh atau
pecah. Setiap ruang harus mempunyai system ventilasi udara berkawat kasa yang
dapat menjamin sirkulasi udara dengan baik namun tidak menjadi sumber
kontaminasi.
2. Fasilitas pabrik
Tersedia fasilitas toilet dan tempat mencuci tangan yang dilengkapi dengan
sabun desinfektan. Alat pemadam kebakaran, tempat sampah dan tempat
pembuangan limbah yang memadai. Sistem pemanas, pendingin, pengatur
kelembaban, dan perpipaan harus tersedia dan dikendalikan sesuai dengan tujuan
penggunaan.
3. Mesin, peralatan dan wadah
Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus dibuat
dengan desain dan konstruksi yang sesuai. Mesin dan peralatan yang digunakan
memiliki ukuran yang memadai. Mesin dan peralatan yang digunakan
ditempatkan pada lokasi atau jarak yang tepat serta tidak menimbulkan peluang
sebagai sumber kontaminasi atau pencemaran. Mesin dan peralatan harus dibuat
dengan baik, dibersihkan atau disanitasi segera setelah selesai dipergunakan
maupun secara periodik menggunakan metode dan bahan sanitizer yang
dipersyaratkan. Mesin dan peralatan harus diidentifikasi menggunakan sistem
penomeran yang jelas. Catatan penggunaan dan pemeliharaan untuk tiap mesin
dan peralatan harus tersedia. Peralatan yang digunakan untuk penimbangan,
pengukuran dan pengujian harus dikalibrasi.
15
4. Penyelengaraan produksi
Semua tahap produksi harus dilakukan dengan benar mengikuti prosedur
atau parameter prosedur yang ditetapkan. Lingkungan, area dan peralatan kerja
harus selalu dimonitor dan dikendalikan sesuai persyaratan produksi. Bahan atau
produk antara yang akan memasuki tahapan proses selanjutnya harus
mendapatkan status dari QC setelah diperiksa. Semua wadah yang digunakan
untuk menampung produk di tiap tahapan proses harus terbuat dari bahan yang
aman dan harus selalu dalam kondisi bersih. Produk dengan penampilan yang
mirip tidak boleh dikemas berdekatan dan setiap produk hasil kemas harus
mendapat status dari QC. Produk dengan status QC yang berbeda yaitu diterima,
ditolak atau ditunda harus ditempatkan terpisah, hanya produk yang sudah
mendapatkan status “release” QC yang boleh dikirimkan ke gudang finished
goods. Produk akhir disimpan di atas pallet bersih dan tidak boleh ditumpuk
melebihi batas maksimum tumpukan, serta harus terdapat jarak yang memadai
antar pallet dan pallet dengan dinding bangunan untuk keperluan inspeksi dan
pembersihan.
5. Karyawan dan pengunjung
Karyawan wajib menggunakan seragam kerja yang bersih, wajib
memelihara kebersihan dan kerapihan diri. Karyawan tidak boleh melakukan hal-
hal yang dapat menyebabkan kontaminasi antara lain; makan, minum dan
merokok di area kerja, menyentuh rambut, bagian wajah dan tubuh selama
menangani produk, batuk atau bersin di dekat produk atau alat, perhiasan dan
aksesoris harus ditinggalkan sebelum memasuki area produksi. Karyawan dilarang
menggunakan pewarna kuku, lipstik atau parfum secara berlebihan. Karyawan
16
dilarang membawa makanan atau minuman pribadi yang tidak diperlukan dari
luar ke area produksi. Karyawan dilarang meludah dan buang sampah
sembarangan, dilarang duduk atau istirahat di atas mesin atau basket. Karyawan
wajib mempunyai rambut rapi. Karyawan wajib selalu berada di area kerjanya,
kecuali saat melakukan aktivitas yang diperintahkan oleh atasannya. Ketika
masuk dan keluar dari area produksi karyawan harus melewati jalur yang sudah
disediakan atau ditetapkan. Karyawan harus menggunakan sarung tangan saat
kontak dengan produk terbuka. Kegiatan pembersihan dan pekerjaan teknik harus
dijaga agar tidak menyebabkan kontaminasi.
2.4 Sanitation Standard Operatinng Procedures (SSOP)
Sanitation Standard Operatinng Procedures (SSOP) adalah sistem yang
memuat standar dan prosedur pelaksanaan sanitasi untuk memastikan area
produksi dan semua permukaan yang kontak dengan produk pangan, termasuk
karyawan, dan terbebas dari kontaminasi mikroba.
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan. Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki industri
pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices. Sanitasi dilakukan
sebagai usaha mencegah penyakit atau kecelakaan dari konsumsi pangan yang
diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di
dalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya sejak
penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk
samapai produk akhir didistribusikan.
17
Tujuan diterapkan sanitasi di industri pangan adalah untuk menghilangkan
kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah
kontaminasi kembali.
Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene
pekerja yang terlibat. Proses sanitasi meliputi pembersihan di dalam maupun di
luar area proses. Hal-hal yang berpengaruh dalam pembersihan, antara lain suhu,
waktu, konsentrasi larutan yang dipakai, dan perlakuan mekanis. Untuk higiene
karyawan, sanitasi meliputi cuci tangan dan pembersihan badan sebelum masuk
areaa pemrosesan atau memegang semua peralatan dan makanan yang akan
diolah, melepas semua perhiasan yang dipakai, menggunakan pakaian yang
bersih, menutup rambut dengan topi, menutup tangan dengan sarung tangan, dan
menggunakan alas kaki.
Menurut Food Drug Administration (FDA USA) SSOP memiliki 8 aspek,
yaitu:
1. Keamanan Air
SSOP untuk keamanan air mencakup petugas dan prosedur standar yang
digunakan untuk menjamin keamanan air. Didalamnya akan ditetapkan tahapan-
tahapan perlakuan untuk air yang diterapkan agar diperoleh air dengan kualitas
tertentu. Misalnya, untuk memenuhi standar air minum untuk air yang kontak
dengan makanan dan untuk pembuatan es.
2. Kondisi atau kebersihan permukaan yang kontak dengan produk
SSOP untuk kebersihan permukaan peralatan atau sarana dalam pabrik yang
kontak dengan makanan berisi standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat,
frekuensi pembersihan, dan petugas yang bertanggung jawab.
18
Prosedur pembersihan harus mencakup cara pembersihan. Permukaan yang
kontak dengan makanan juga mencakup piranti sarung tangan pekerja. Program
pembersihan dan desinfeksi secara rutin sangatlah penting untuk pabrik dan
kebersihan makanan. Sebagai contoh, sebagian peralatan dapat dibersihkan
dimana pada saat yang sama alat ini dipakai untuk memperoses, demikian pula
sebaliknya. Kegiatan sanitasi dalam proses pengolahan makanan memiliki dua
tujuan. Pertama, menghilangkan sisa makanan yang mengandung nutrisi yang
baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kedua, desinfeksi bertujuan
mengurangi populasi mikroba yang ada dan bertahan pada tingkat dimana
kontaminasi yang signifikan dapat terjadi pada produk yang menyentuh
permukaan secara langsung. Setelah dibersihkan dan didesinfeksi, area harus
dilindungi dari kontaminasi ulang sebelum digunakan.
3. Pencegahan Kontaminasi Silang
SSOP ini berisi prosedur-prosedur untuk menghindarkan produk dari
kontaminasi silang dari pekerja, bahan mentah, pengemas, dan permukaan yang
kontak dengan makanan. Dalam SSOP ini dapat mencakup tindakan-tindakan
yang menyangkut pembersihan bahan baku untuk mengurangi kontaminasi silang,
ketentuan mengenai boleh tidaknya pekerja pindah/mengunjungi bagian lain, atau
melengkapi setiap ruangan pengolahan dengan fasilitas pembersihan sanitasi.
4. Menjaga Fasilitas Cuci Tangan, Sanitasi dan Toilet
SSOP untuk menjaga fasilitas cuci tangan, sanitasi tangan, serta toilet yang
digunakan. Di dalamya tercakup prosedur, penjadwalan, petugas pembersihan dan
jenis pembersihan yang digunakan, kebijakan perusahaan tentang cuci tangan dan
19
sanitasi tangan. Pemantauan kebersihan karyawan dan fasilitas kebersihan ini
dilakukan oleh supervisor yang ditunjuk dan didokumentasi hasil pemantauannya.
Kebersihan personal yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu
membersihkan rambut, mandi, cuci tangan, membersihkan kuku. Rambut kotor
dan berminyak sangat menarik bakteri. Disamping itu, ketombe dapat masuk ke
dalam makanan. Kebersihan badan dapat tercium oleh bau.
Perilaku yang bersih dan sehat dari karyawan sangat menunjang kebersihan
produk yang dihasilkan. Kelengkapan karyawan seperti topi, masker, sarung
tangan, baju luar, dan sepatu juga mempengaruhi kebersihan produk.
5. Proteksi dari Bahan-bahan Kontaminan
SSOP untuk proteksi dari bahan-bahan kontaminan merupakan prosedur
yang lazim digunakan untuk mencegah tercampurnya bahan-bahan non pangan ke
dalam produk pangan yang dihasilkan, permukaan yang kontak dengan makanan.
Bahan-bahan non pangan meliputi pelumas, bahan bakar, senyawa pembersih,
sanitizer, serta cemaran kimia dan cemaran fisik lainnya.
6. Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksik dengan benar
SSOP untuk pelabelan dan penyimpanan dan penggunaan bahan toksik yang
benar mencakup tata cara dan jenis pelabelan yang diterapkan pada bahan-bahan
toksik yang digunakan, baik untuk produksi maupun pembersihan, fumigasi,
desinfeksi, dan sebagainya.
7. Pengawasan Kondisi Kesehatan Karyawan
SSOP untuk pengendalian kesehatan karyawan mencakup pengendalian bagi
karyawan agar tidak menjadi sumber kontaminasi produk, bahan kemasan, atau
permukaan yang kontak langsung dengan makanan. Dalam SSOP ini terdapat
20
ketentuan mengenai cara pelaporan karyawan yang sakit atau mendapatkan
perawatan karena sakit. Termasuk penjadwalan bagi pemeriksaan rutin kesehatan
karyawan, imunisasi, dan pengujian untuk penyakit-penyakit tertentu.
8. Pengendalian Hama
Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak dikehendaki
keberadaanya sedikit ataupun banyak dalam makanan manusia. Beberapa
serangga hidup dan berkembang biak di produk pangan dan merusak produk
tersebut, sehingga perlu dilakukan pengendalian hama yang tidak diinginkan
dalam lingkungan industri. Hama sering kali menyebabkan kontaminasi yang
membahayakan, pada banyak kasus dapat menyebabkan food borne illness bahkan
kematian.
Beberapa hama yang biasanya terdapat pada industri pangan dan
memerlukan penanganan atau pembasmian antara kain adalah binatang pengerat
seperti tikus, burung, serta berbagai serangga seperti nyamuk, kecoa, semut, lalat.
2.5 Pre Requisite Program (PRP)
Pre Requisite Program (PRP) adalah program penerapan persyaratan yang
diwajibkan bagi industri pangan untuk menciptakan kondisi dan aktivitas dasar
yang dapat menjamin lingkungan produksi aman untuk menghasilkan produk
pangan. Ruang lingkup PRP meliputi persyaratan-persyaratan yang terdapat dalam
Good Manufacturing Practices (GMP) dan Sanitation Standard Operating
Procedures (SSOP) yaitu infrastruktur, fasilitas pabrik, sarana produksi (mesin,
peralatan dan wadah), manajemen produksi dan sistem higiene.
Pre Requisite Program (PRP) merupakan persyaratan dasar pada sistem
keamanan pangan sebelum Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
21
diterapkan. PRP adalah kondisi dan kegiatan dasar yang penting untuk
memelihara lingkungan yag higienis di seluruh rantai pangan, sesuai untuk
produksi, penanganan dan penyediaan produk akhir yang aman untuk konsumsi
manusia.
Program persyaratan dasar secara operasional sangat penting untuk
mengendalikan kemungkinan masuknya bahaya keamanan pangan atau perluasan
atau kontaminasi bahaya keamanan pangan di dalam produk atau dalam
lingkungan pengolahan. Titik kendali kritis dalam PRP merupakan tahapan
dimana pengendalian dapat diterapkan dan sangat penting untuk mencegah atau
menghilangkan bahaya keamanan pangan atau mengurangi sampai titik diterima.
Batas kritis ditetapkan untuk memastikan atau menentukan bahwa titik kendali
kritis tetap dalam kendali, bila suatu batas kritis dilampau atau dilanggar, maka
produk yang terkena pengaruh berpotensi tidak aman.
Aspek infrastruktur, fasilitas, sarana produksi dan manajemen produksi
adalah bagian dari Good Manufacturing Practices (GMP). Sistem higiene adalah
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP). Berikut penjelasan dari
aspek-aspek Pre Requisite Program (PRP). Pabrik harus memiliki beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dalam ruang lingkup Pre Requisite Program
(PRP).
Ruang lingkup Pre Requisite Program (PRP) terdiri dari lima aspek, antara
lain:
22
1. Infrastruktur
a. Lokasi dan lingkungan pabrik
Pabrik makanan harus berada di lokasi yang mendukung proses produksi
dan aman dari sumber kontaminasi, antara lain: Lokasi pabrik mudah
mendapatkan air bersih dan lokasi pabrik tidak dekat dengan lokasi yang
merupakan sumber hama. Lokasi pabrik tidak berada dekat dengan industri lain
yang dapat mengkontaminasi lingkungan pabrik. Lokasi pabrik harus terbebas
dari kemungkinan pencemaran udara seperti debu dan kotoran. Lokasi pabrik
tidak berada dekat dengan pada tempat yang mudah terkena banjir. Lokasi pabrik
tidak berdekatan dengan tempat pembuangan sampah atau limbah. Lokasi pabrik
memiliki akses yang mudah untuk drainase.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kelayakan
lingkungan pabrik antara lain: Semua jalur ke pabrik dan jalam di dalam pabrik
dibuat dengan pengerasan sehingga mudah dilewati dan tidak menjadi sumber
kontaminasi silang. Tempat melintas atau parkir kendaraan bermotor tidak
berdekatan dengan ruang produksi agar tidak mengkontaminasi produk.
Lingkungan pabrik harus bersih dan bebas dari kotoran. Jalur kendaraan yang
melintas pabrik harus dibuat terpisah dengan jalur karyawan. Halaman pabrik
harus dibatasi dengan pagar pembatas dengan area sekitar. Lingkungan sekitar
pabrik harus kering dan tidak terdapat genangan air yang dapat menjadi sumber
kontaminasi. Terdapat papan informasi atau identitas yang jelas pada semua
bagian. Terdapat aturan atau petunjuk jelas terhadap alur jalam dan keluar masuk
karyawan dan tersedia sistem pemeliharaan lingkungan.
23
b. Desain dan konstruksi bangunan
Bangunan terdiri atas ruang pokok dan ruang pelengkap yang terpisah.
Ruang pokok memiliki luas yang memadai sesuai dengan jenis dan kapasitas
produksi serta jumlah karyawan. Ruang pelengkap memiliki luas yang memadai.
Desain bangunan sederhana dan mudah untuk dibersihkan dan desain bangunan
tidak boleh mengkontaminasi produk pangan. Bangunan dan strukturnya harus
sesuai dalam ukuran, konstruksi, desain untuk mempermudah pemeliharaan dan
sanitasi.
Konstruksi bangunan terdiri atas atap bangunan yang kuat, tahan lama dan
tidak mengkontaminasi produk pangan. Atap bangunan dan langit-langit harus
tertutup rapat, tidak bocor dan memiliki akses untuk dilakukan pembersihan.
Langit-langit bangunan memiliki ketinggian yang cukup dan sesuai dengan
kondisi mesin yang terdapat di dalamnya. Konstruksi lantai harus kuat untuk
menahan beban diatasnya, kedap air, kedap minyak, tahan terhadap bahan kimia
dan bahan baku proses yang digunakan. Konstruksi lantai mempunyai kemiringan
yang cukup sehingga mudah dikeringkan, mudah dibersihkan sehingga tidak
menjadi sumber kontaminasi, tidak terdapat banyak celah, tidak licin, dan
pertemuan antara lantai dengan lantai tidak membentuk sudut mati.
Dinding terbuat dari bahan yang tahan lama, kedap air, tahan terhadap
garam, asam, basa dan bahan kimia lainnya. Permukaan dinding harus rata, halus,
berwarna terang, dibuat dengan desain sederhana dengan permukaan licin dan rata
sehingga mudah dibersihkan. Dinding terbuat dari bahan yang tahan lama, kedap
air, kedap terhadap garam, asam, basa atau bahan kimia lainnya, tidak terdapat
celah dan tidak terdapat bagian tempat akumulasi kotoran. Dinding terbuat dari
24
bahan yang tidak menjadi sumber kontaminasi, terhindar dari bidang horizontal
pada bagian dinding. Sambungan antara dinding dengan dinding dan dinding
dengan langit-langit tidak membentuk sudut mati.
Pintu terbuat dari bahan yang tahan lama, permukaan rata, halus, berwarna
terang. Pintu mudah dibersihkan dan tidak menjadi sumber kontaminasi. Pintu
berfungsi sebagai jalur keluar masuk karyawan dan lalu lintas produk akan tetapi
dapat pula menjadi sumber kontaminasi bila tidak dikendalikan dengan baik.
Jendela berfungsi untuk sirkulasi udara, penghubung antar ruang, tidak
menjadi sumber kontaminasi, dan mudah dibersihkan. Jendela harus memiliki
konstruksi yang kuat dan utuh, ukuran sesuai dengan fungsinya, tidak boleh
bercela. Desain jendela sederhana dan jendela dalam kondisi terbuka untuk
ventilasi maka harus diberi screen yang sesuai untuk mencegah serangga masuk.
Talang air harus terbuat dari bahan yang kuat dan tahan lama dan tidak
boleh menjadi jalur hama dan tidakk menjadi sumber kontaminasi.
c. Tata letak bangunan
Penyimpanan bahan baku dan bahan kemas harus terpisah sehingga
mencegah terjadinya kontaminasi silang. Penyimpanan bahan baku dengan bahan
kemas harus terpisah dengan area produksi sehingga mencegah kontaminasi
terhadap produk. Area produksi tidak boleh dekat dengan tempat pengolahan
limbah dan tempat pembuangan sampah. Fasilitas sanitasi dalam tata letak ruang
area produksi harus dikendalikan dengan baik. Posisi antar bangunan dan fasilitas
diatur sesuai dengan urutan kerja proses sehingga tidak terjadi aktifitas kerja yang
bersilangan dan tidak terjadi kontaminasi silang antar ruang dengan fungsi yang
berbeda. Tata letak bangunan harus memperlihatkan batasan area kering dengan
25
area basah dan area bersih dengan area kotor dan juga mempertimbangkan posisi
antar bangunan.
d. Tata letak ruang
Arus bahan baku, WIP (Work In Process). FG (Finish Good), personil dan
peralatan tidak boleh terjadi kontaminasi silang. Arus bahan baku, produk dan
personil antar area yang beresiko tinggi dan rendah harus terpisah dengan jelas.
Tata letak ruang tidak boleh menggangu kelancaran proses produksi. Tata letak
ruangan pula memudahkan proses pembersihan, sanitasi dan pemeliharaan. Jalur
masuk karyawan dan jalur keluar karyawan harus terpisah.
e. Fasiltas bangunan
Fasilitas bangunan berupa ventilasi, penerangan, fasilitas kebersihan,
pengaturan suhu dan RH serta gudang. Persyaratan yang harus dipenuhi seperti
ventilasi yang memadai, tidak boleh menjadi sumber kontaminasi dan tidak
menjadi jalur masuk hama. Penerangan di lingkungan dan ruang kerja cukup
memadai untuk kesehatan dan kenyamanan kerja, serta tidak mengubah warna asli
produk sehingga menjamin kualitasnya. Semua lampu di semua ruangan harus
diberi cover. Suhu ruangan dan kelembapan disesuaikan dan dikendalikan sesuai
kebutuhan ruangan. Pada area yang berpotensi terjadi kondensasi dipasang
exhaust fan, dan pada area kondensat dari proses ekstraksi dan evaporasi harus
dialirkan ke saluran pembuangan. Suhu pada setiap ruangan proses atau
penyimpanan berpendingin harus terkendali. Pada area proses panas dilengkapi
dengan fasilitas untuk mencegah kondensasi balik ke proses atau dipasang
exhaust, pipa air panas dan steam harus diberi insulasi.
26
2. Fasilitas
Fasilitas yang harus tersedia dipabrik makanan antara lain: fasilitas sanitasi
dan pemadam kebakaran. Fasilitas sanitasi adalah fasilitas untuk menjamin
kebersihan karyawan sehingga dapat dijamin karyawan tidak menjadi sumber
kontaminasi. Fasilitas sanitasi terdiri dari fasilitas cuci tangan, toilet dan loker.
a. Fasilitas cuci tangan
Fasilitas cuci tangan harus dalam jumlah yang memadai, didesain dengan
layak, letak yang mudah dijangkau, dilengkapi dengan air bersih yang mengalir.
Terdapat sabun cuci tangan (sanitizer) yang memadai dan tidak boleh beraroma
dan fasilitas pengering tangan (hand dryer) yang memadai serta tidak menjadi
sumber kontaminasi silang tangan yang telah dicuci. Kran air mudah dibuka dan
ditutup dengan sistem yang menjaga tidak mengkontaminasi silang yang telah
dicuci. Fasilitas cuci tangan terawat dan dalam kondisi yang tertutup. Fasilitas
cuci tangan dilengkap dengan tempat sampah tertutup. Fasilitas pencuci tangan
terawat dan dalam keadaan bersih. Fasilitas pencuci tangan harus diberi rambu
peringatan cuci tangan.
b. Fasilitas toilet
Fasilitas toilet tersedia dalam jumlah yang memadai, letak tolilet tidak
menyebabkan kontaminasi dan berada terpisah dengan ruang produksi. Toilet
berada ditempat yang mudah dijangkau oleh karyawan. Toilet dilengkapi dengan
air mengalir dan saluran pembuangan yang baik. Toilet dilengkapi dengan fasilitas
pencuci tangan dan bahan sanitasi serta adanya peringatan rambu cuci tangan.
Toilet harus dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup dan kebersihan dan
27
kondisi fasilitas toilet harus selau dijaga sehingga tidak menjadi sumber
kontaminasi.
c. Fasilitas loker
Fasilitas loker sebagai ruang ganti dan tempat menyimpan barang pribadi
karyawan harus ditempatkan dan didesain dengan benar agar efektif dan dapat
dijaga agar tetap bersih hingga tidak menjadi sumber kontaminasi. Fasilitas loker
karyawan harus tersedia dengan jumlah dan ukuran yang memadai, mudah
dijangkau oleh karyawan dan tetap kering. Loker harus tetap bersih dan kering,
loker tidak boleh digunakan untuk menyimpan makanan dan minuman dan
fasilitas loker harus dilakukan pengontrolan dan pengawasan desecara rutin.
d. Pemadam kebakaran
Tersedia fasilitas pemadam kebakaran dalam jumlah dan jenis yang
mencukupi. Penempatan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) sesuai dengan jenis
sumber resiko bahaya kebakaran serta dipasang pada posisi yang tepat. Identitas
fasilitas pemadam kebakaran harus jelas. APAR harus dilakukan pengontrolan
rutin fasilitas pemadam kebakaran. Terdapat personil atau PIC yang sudah terlatih
dan terampil menggunakan fasilitas pemadam kebakaran di setiap area dan ruang
kerja.
3. Mesin dan Peralatan
Mesin dan peralatan yang harus ada di industri adalah mesin produksi,
peralatan dan wadah, serta alat ukur atau alat timbang.
a. Mesin Produksi
Mesin produksi terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama, tahan karat, tidak
beracun, tidak mudah mengelupas, tahan terhadap bahan yang diolah, dan bahan
28
pembersih serta tidak reaktif. Konstruksi dan desain mesin sederhana sehingga
memudahkan pemebersihan dan aman untuk digunakan. Pemasangan mesin dan
penempatan peralatan harus memudahkan proses perawatan dan pembersihan,
serta sesuai urutan proses sehingga dapat mencegah kontaminasi silang.
Penempatan mesin tidak menghambat aktivitas kerja, lalu lintas produk karyawan,
serta proses pembersihan, mesin dilengkapi dengan alat darurat untuk
menghentikan kerja mesin. Bahan yang digunakan dengan kondisi tertentu seperti
pelumas tidak mengkontaminasi bahan baku atau produk yang diproses. Semua
pipa, tangki, jaket untuk steam atau pendingin mempunyai katup dan diinsulasi.
Saluran air, steam, minyak goreng, bahan bakar, dan tekanan atau vakum yang
dilakukan pemasangan diberi tanda sehingga memudahkan dalam pengoperasian,
mesin produksi yang digunakan dalam kondisi terawat dan bersih.
b. Peralatan dan Wadah
Peralatan dan wadah tidak menyebabkan kontaminasi dan merubah kualitas
produk. Desain peralatan dan wadah sederhana dan memudahkan pembersihan,
sanitasi dan pemeliharaan. Peralatan dan wadah terbuat dari bahan yang aman
untuk pangan. Penempatan peralatan harus jelas dan mudah dijangkau oleh
karyawan. Setiap peralatan memiliki identitas yang jelas, baik sistem penomeran
atau pembedaan warna.
c. Alat Ukur dan Timbangan
Spesifikasi alat ukur dan timbangan sesuai dengan kebutuhan, alat ukur
disimpan di tempat yang aman dan penempatan alat timbang harus di tempat
khusus penimbangan, disimpan ditempat yang rata, tidak bergetar dan aliran udara
tidak mempengaruhi hasil penimbangan. Pada alat timbang tidak menyimpan
29
benda-benda berat diatas alat timbang dalam waktu yang lama. Alat ukur dengan
alat timbang berfungsi dengan baik dan setiap alat ukur dan timbang selalu
diperiksa keakuratannya secara berkala dan dilakukan kalibrasi dengan prosedur
yang tepat.
4. Manajemen Produksi
Manajemen produksi terdiri atas: manajemen bahan, manajemen pasokan,
pengolahan produksi, penanganan produk, penanganan bahan dan produk
menyimpang.
a. Manajemen Bahan
Pengendalian bahan yang digunakan untuk produksi yang mencakup
penanganan dan penyimpanannya dan menjamin bahan tidak terkontaminasi dan
tidak menjadi sumber kontaminasi. Bahan baku dan bahan kemas yang diterima
adalah bahan baku dan bahan kemas yang sesuai dengan standar. Penyimpanan
bahan baku sesuai dengan kondisi yang diisyaratkan, kondisi atau kualitas bahan
baku dan bahan kemas selalu dilakukan monitoring secara periodik. Bahan baku
dan bahan kemas memiliki status mutu, bahan baku dan bahan kemas disimpan
dengan menggunakan pallet dengan kondisi baik, bersih, tidak rusak dan kuat.
Bahan tambahan yang digunakan harus bahan yang diizinkan penggunaannya
sesuai dengan peraturan pemerintah. Penggunaan bahan mengikuti sistem FIFO
(First In First Out) dan FEFO. Penanganan dan penyimpanan bahan dapat
mencegah dari kerusakan dan kontaminasi. Bahan yang standar dan bahan yang
menyimpang disimpan berjauhan.
30
b. Manajemen Pasokan
Tersedia sistem manajemen pasokan yang meliputi sumber pasokan, kualitas
pasokan memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan. Air yang digunakan
baik dalam proses produksi, cooling, precooling, cleaning dan air yang kontak
dengan peralatan harus memenuhi persyaratan air minum. Air yang digunakan
memenuhi persyaratan air bersih. Air yang tersirkulasi kembali untuk penggunaan
ulang harus ditangani dan dipertahankan dalam kondisi tertentu sehingga tidak
terdapat bahaya terhadap keamanan pangan.
Mutu air proses setiap hari diperiksa secara rutin kesesuaiannya dengan
persyaratan. Sistem air non konsumsi tidak masuk ke dalam air konsumsi atau air
proses, boiler yang digunakan memenuhi persyaratan keamanan dan kelayakan,
air yang digunakan sesuai dengan persyaratan air boiller. Steam yang digunakan
dengan cara kontak langsung dengan makanan memenuhi persyaratan keamanan
pangan. Instalasi steam dan lalu lintas bahan kimia selalu dicek dengan rutin,
boiler mudah untuk dibersihkan sehingga tidak menjadi sumber kontaminasi.
Selang steam tidak tercelup atau mengenai produk, sumber udara bersih dan
memenuhi persyaratan.
c. Pengelolaan Produksi
Persyaratan umum pengelolaan produksi adalah prosedur proses melalui
tahapan verifikasi dan validitasi. Bahan baku dan bahan kemas yang digunakan
adalah bahan baku dan bahan kemas yang sesuai dengan standar. Manusia, mesin
dan lingkungan dipastkan dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses
produksi. Manusia, mesin dan lingkungan (area kerja) selalu dimonitor dan
dikendalikan sesuai dengan persyaratan produksi. Penanganan bahan, aktifitas
31
karyawan, pengunaan mesin dan alat tulis tidak menjadi penyebab kontaminasi
silang.
d. Penanganan Produk
Penanganan produk merupakan pengendalian produk yang dihasilkan
selama produksi, mencakup produk akhir dan produk perantara. Setiap produk
dari tahapan proses, baik produk antara Work in Process (WIP), maupun produk
akhir teridentifikasi dengan jelas. Produk akhir yang telah mendapat status release
QC yang dapat dikirim ke gudang produk akhir. Produk disimpan dengan
menggunakan pallet. Produk tidak ditumpuk melebihi batas maksimum atau
sesuai standar tumpukan. Penanganan, penyimpanan dan pengangkutan produk
dapat mencegah dari kerusakan dan menjamin produk tidak terkontaminasi dan
tidak rusak serta selau dimonitoring secara rutin. Penyimpanan produk harus
dilakukan dalam kondisi bersih dan terpelihara. Jarak penyusunan bahan baku dan
produk jadi di rak dengan dinding memungkinkan untuk penanganan dan
pemebersihan. Produk akhir tidak boleh diangkut bersamaan dengan produk non
pangan. Pada kendaraan pengangkutan tidak boleh terdapat kontaminasi bau
saing, tanda-tanda hama, kotoran, sampah, serpihan meterial, kerusakan lantai,
langit-langit dan permukaan dinding yang dapat menyebabkan perubahan kualitas
dan keamanan produk.
d. Penanganan Bahan dan Produk Menyimpan
Sistem penanganan bahan dan produk menyimpang yang lengkap, termasuk
prosedur penarikan produk (recall). Tersedia sistem penelusuran produk
menyimpang yang diterapkan dan didokumentasi. Sistem penanganan bahan dan
produk menyimpang diterapkan dan didokumentasi. Sistem penanganan bahan
32
dan produk menyimpang diterpaakan dan didokumentasi. Dilakukan verifikasi
penerapan sistem penanganan bahan dan produk menyimpang dan ditindaklanjuti.
5. Sistem higiene
Sistem higiene terdiri atas lima hal yang diatur dalam Pre Requisite
Program (PRP) antara lain: pembersihan dan sanitasi, higiene personil,
pencegahan kontaminasi silang, pengendalian hama dan pengendalian bahan
toksik.
a. Pembersihan dan Sanitasi
Sistem pembersihan dan sanitasi mesin, peralatan dan wadah yang kontak
dengan produk dibersihkan dan disanitasi secara teratur, peralatan yang tidak
langsung berhubungan dengan produk selalu dalam keadaan bersih. Bahan-bahan
kimia untuk sanitasi harus ditangani dan digunakan sesuai prosedur, disimpan
dalam wadah berlabel dan dalam akses terbatas. Tersedia sistem pembersihan dan
sanitasi. Sistem pembersihan dan sanitasi diterapkan dan didokumentasikan.
Metode atau prosedur pembersihan dan sanitasi tervalidasi.
Fasilitas pembersihan dan sanitasi tersedia lengkap dan memadai. Penerapan
sistem dan metode pembersiihan dan sanitasi diverifikasi dan ditindaklanjuti.
Bahan-bahan toksik memiliki identitas yang jelas dan diberi simbol-simbol
berbahaya. Penggunaan bahan-bahan toksik selalu tercatat dan didokumentasi
dengan baik, dilakukan sosialisasi tentang penggunaan dan penanganan bahan
toksik. Sistem pembersihan dan sanitasi diterapkan dan didokumentasi. Metode
atau prosedur pembersihan dan sanitasi harus tervalidasi. Tersedia fasilitas
pembersihan dan sanitasi yang lengkap dan memadai. Verifikasi penerapan
33
sistem, metode pembersihan dan sanitasi dilakukan serta ditindak lanjuti.
Pengendalian higienitas mesin, peralatan dan wadah selalu dilakukan.
b. Higiene personil
Karyawan memelihara kebersihan dan kerapihan yaitu rambut dan kuku
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Karyawan mencuci tangan
ketika akan memasuki ruang produksi, setelah menyentuh anggota tubuh, setelah
memegang benda kotor dan setelah dari kamar mandi sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan. Karyawan keluar masuk area produksi melewati jalur yang
telah ditetapkan,karyawan tidak makan, minum, merokok, menyelipkan pensil,
pulpen, dibelakang telinga, mengenakan bulu mata atau kuku palsu di area
produksi. Karyawan tidak membuang sampah sembarangan atau melakukan hal-
hal yang dapat menyebabkan lingkungan menjadi kotor. Karyawan yang
menggunakan jilbab tidak menggunakan jilbab yang terbuat dari bahan yang
berbulu dan tidak memakai jarum pentul. Karyawan menggunakan perlengkapan
kerja seperti masker, helmet dan sepatu kerja atau shoe cover sesuai dengan
dipersyaratkan area kerja masing-masing dalam kondisi yang bersih dan terawat.
Karyawan yang sedang sakit atau baru sembuh dari sakit dan diduga masih
membawa penyakit tidak boleh melakukan pekerjaan yang kontak langsung
dengan produk. Karyawan yang mempunyai luka kecil ditutup dengan plester dan
bila lukanya besar tidak boleh berada di area produksi dan pengunjung yang akan
memasuki area produksi harus mengikuti peraturan perusahaan.
34
c. Pengendalian Hama
Perusahaan melakukan sistem pengendalian hama dengan baik secara
internal atau eksternal. Bahan-bahan yang tidak dipakai disimpan dengan rapih,
Serangan hama diatasi tanpa menimbulkan ancaman terhadap keamanan pangan.
2.6 Produksi Leo Snack Kentang
Pengolahan snack leo keripik kentang terdiri atas beberapa tahap antara lain:
dry mix, wet mix, forming (sheeting, cutting), frying, seasoning dan packing.
1. Dry Mix
Dry mix adalah proses yang harus dilakukan dengan mempersiapkan bahan
baku berupa tepung kentang, pati kentang, bumbu minor ingredient, garam,
minyak nabati. Pencampuran dilakukan dengan dry mix, yaitu proses dimana
dimasukkan dahulu semua bahan ke dalam hopper dry mix lalu melalui screw
horizontal pada hopper dry mix dan screw vertical, bahan masuk kedalam dry
mixer. Pengadukan dilakukan minimal selama 35 menit didalam dry mixer yang
bertujuan untuk menghomogenasasikan semua bahan dan dikontrol dengan timer
dan apabila telah homogen maka lampu akan menyala.
2. Wet Mix
Bahan baku yang telah homogen lelu dialirkan ke dalam hopper
penampungan dry mix dengan screw horizontal dan screw vertical sehingga
campuran bahan baku akan terdorong masuk ke dalam hopper dry mix kemudian
masuk ke dalam wet mixer. Pada proses wet mix maka semua campuran akan
bahan baku yang telah homogen diaduk bersama air garam sehingga adonan kalis
dengan bantuan screw horizontal yang terdapat di bagian bawah hopper wet mix
35
kemudian dialirkan ke conveyor transfer. Pada conveyor transfer terdapat screw
yang berfungsi untuk meratakan adonan sehingga dapat dibentuk dengan mudah.
3. Forming
Pada proses forming dibagi menjadi dua tahap yaitu sheeting dan cutting.
Proses sheeting adalah tahapan pembentukan lembaran, adonan hasil wet mixing
dibentuk menjadi lembaran –lembaran dengan ketebalan 0,65-0,70 mm. Pada
proses cutting, sheet dicetak dengan bantuan conveyor forming melewati bagian
bawah doker pin sebelum stampling cutting sehingga lembaran sheet terdapat
titik-titik halus. Setelah sheet melewati doker pin maka sheet dipotong dan
terbentuk heksagonal dengan panjang 35-40 mm menggunakan rotary cutter.
4. Frying
Proses pengorengan lembaran sheet yang terpotong membentuk heksagonal
dan masuk ke dalam continous frying, proses dilakukan dengan menggunakan
minyak panas dengan suhu 173oC selama 30 detik. Sistem penggorengan
dilakukan dengan menggunakan sistem deep frying dimana adonan yang telah
dicetak dilakukan proses penggorengan dengan ketinggian minyak 4,0 -5,5 cm.
5. Penirisan
Potato yang telah dilakukan proses penggorengan kemudian dilakukan
penirisan dengan tujuan untuk mengurangi kadar minyak yang masih terkandung
dalam produk. Produk hasil penggorengan yan belum dibumbui disebut dengan
base potato.
6. Seasoning
Seasoning adalah proses pemberian bumbu-bumbu pada base potato, dengan
menggunakan tumbler yang berputar sehingga bumbu tercampur merata. Suhu
36
ruangan seasoning maksimal 26oC dengan kelembapan 55%. Bumbu dialirkan
melalui mesin auger ke dalam tumbler. Bumbu yang telah merata pada potato
akan dialirkan dari mesin tumbler ke dalam keranjang basket dimana dalam satu
keranjang berisi 7 kg. Hasil dari base potato yang telah diberi bumbu disebut
dengan WIP (Work In Process).
7. Rework
Proses rework merupakan proses pengolahan kembali adonan yang tidak
standar. Adonan yang diolah kembali merupakan adonan hasil sheeting atau
cutting yang gagal akibat kadar air yang terlalu tinggi atau rendah, sheet memiliki
ketebalan tidak standar. Sheet yang tidak standar tersebut dihancurkan kembali
dengan menggunakan cutter rework kemudian dengan menggunakan conveyor
rework adonan dicampurkan dan diproses kembali.