bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Disiplin merupakan kesadaran diri yang muncul dari batin terdalam
untuk mengikuti dan menaati peraturan-peraturan, nilai-nilai dan hukum yang
berlaku dalam satu lingkungan tertentu. Kesadaran itu antara lain, kalau
dirinya berdisiplin baik maka akan memberi dampak yang baik bagi
keberhasilan dirinya pada masa depannya.1
Disiplin juga menjadi sarana pendidikan. Sebagaimana John Dewey
mengungkapkan bahwa pendidikan merupakan suatu kebutuhan, fungsi
sosial, sebagai bimbingan sarana pertumbuhan yang mempersiapkan dan
membukakan serta membentuk disiplin hidup.2 Dalam mendidik disiplin
berperan mempengaruhi, mendorong, mengendalikan, mengubah, membina
dan membentuk perilaku-perilaku tertentu sesuai dengan nilai-nilai yang
ditanamkan, diajarkan dan diteladankan.3 Karena itu, perubahan perilaku
seseorang, merupakan hasil dari suatu proses pendidikan dan pembelajaran
yang terencana, informal atau otodidak.
Namun demikian, adanya kasus sejumlah pelajar dan lulusan
pendidikan yang menunjukan sikap kurang terpuji. Banyak pelajar yang
terlibat tawuran, melakukan tindakan kriminal, pencurian, penodongan,
penyimpangan seksual, menyalahgunakan obat-obat terlarang dan lain
sebagainya telah menunjukan rapuhnya fondasi morality generasi muda kita
sehingga berimplikasi pada mentalitas bangsa yang rendah.
Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan kehidupan
bangsa dan negara. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 (pasal 1)
tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
1 Tulus Tu’u, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa, (Jakarta, PT. Grasindo,
2004), hlm. VIII 2 Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 65 3 Ibid
1
memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional
adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab (pasal 3).4
Sekolah senbagai lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab
besar untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut. Oleh karena itu di sekolah
dikembangkan norma-norma atau aturan-aturan yang berlaku untuk mengatur
kedudukan dan peranan seseorang sesuai dengan tujuan pendidikan yang
akan dicapai. Aturan-aturan yang berkembang dalam dunia pendidikan itu
sudah sewajarnya untuk ditaati dengan baik oleh peserta didik sebagai
pelajar. Sehingga dengan tumbuhnya kesadaran dalam mentaati norma atau
aturan yang berlaku akan dapat menciptakan suasana sekolah yang kondusif.
Dengan demikian peserta didik sebagai pelajar di tuntut supaya dalam
segala aktivitasnya mengikuti norma-norma yang berlaku di
madrasah/sekolah. Untuk itu di tegaskan dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun
2003 Bab V pasal 12 ayat 2 (a) yaitu mengenai kewajiban peserta didik”
menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses
dan keberhasilan pendidikan.5
Lancar atau tidak jalannya proses pembelajaran di sekolah sangat
bergantung pada kedisiplinan peserta didik pada norma pendidikan atau
norma sekolah. Emil Durkheim mengatakan bahwa ketaatan pada norma-
norma yang berlaku adalah bagian dari kewajiban kita sehari-hari.6 Norma-
norma yang perlu ditaati adalah norma yang berkembang dan berlaku dimana
kita berada, baik di keluarga, sekolah maupun masyarakat luas.
4 Undang-Undang Repubik Indonesia tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 ( Yogyakarta; penerbit Delphi, 2003 ), hlm. 8-9 5 Ibid, hlm. 3 6 Emil Durkheim, terj. Lukas Ginting, Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan Aplikasi
Pendidikan, ( Jakarta; Erlangga, 1990), hlm. 27
2
Oleh karena itu sekolah melalui guru sudah selayaknya selalu
menginternaslisaikan nilai-nilai pendidikan yang terbaik bagi peserta
didiknya sesuai dengan tuntutan masyarakat. Hal ini sesuai dengan harapan
Rasulullah Saw. yang berbunyi:
. حد ثنا العباس بن الوليد الدمشقى ثنا على بن عياش ثنا سعيد بن عمارةسمعت انس بن مالك يحدث عن رسول اهللا . اجبرنى الحارث بن النعمان
.وأحسنوا أدبهم, اآر موا أوالدآم: صلى اهللا عليه وسلم قال
Telah menceritakan pada kami Abbas bin Walid Al Dimasyki, menceritakan pada kami Ali bin Ayyasy, menceritakan pada kami Said bin Umarah. Memberitakan pada kami Harits bin Nu’man, saya mendengar Anas bin Malik menceritakan dari Rasulullah saw. bersabda: muliakan anak-anakmu dan didiklah dengan adab atau budi pekerti yang baik. (HR. Ibnu Majah) 7
Dalam rangka upaya untuk mendidik dan membiasakan anak
bertingkah laku sesuai dengan etika sosial serta membentuk kepribadian yang
luhur, maka anak perlu dididik dengan disiplin. Penanaman disiplin
dimaksudkan supaya peserta didik mampu mengendalikan dan mengarahkan
dirinya sesuai dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam
kelompoknya baik keluarga, sekolah mapun masyarakat.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang sangat strategis untuk
menanamkan dan mengajarkan kedisiplinan. Sekolah merupakan tempat
kelanjutan pendidikan disiplin yang sudah dilaksanakan keluarganya. Emil
Durkheim menyatakan bahwa sekolah sebagai tempat pembinaan
kedisiplinan anak sangatlah tepat dibandingkan dengan pendidikan keluarga.
Karena menurutnya pendidikan formal berbeda dengan pendidikan keluarga,
karena keluarga bukanlah lembaga yang didirikan dengan tujuan mendidik
anak untuk dapat memenuhi tuntutan-tuntutan masyarakat.8 Sedangkan
sekolah didirikan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih baik.
7 Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al Quzwaini Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah,Juz II,
(Semarang: CV. Toha Putra, tt), hln. 1211 8 Emil Durkheim, Op. Cit. hlm. 14
3
Untuk itu diperlukan upaya konkret dari berbagai pihak seperti kepala
sekolah, guru, petugas Bimbingan dan penyuluhan atau karyawan sekolah
untuk dapat menempatkan disiplin ke dalam prioritas program pendidikan di
sekolahnya. Sebagaimana Samsul Nizar menyatakan bahwa pendidik
memiliki tugas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, baik spritual,
intelektual, moral, estetika maupun kebutuhan fisik peserta didik.9
Bimbingan dan Penyuluhan disekolah disamping sebagai pembimbing
juga merupakan pendidik, karena bimbingan dan penyuluhan disekolah selain
membimbing juga sekaligus mendidik. Perbedaan bimbingan dan penyuluhan
di sekolah dengan bimbingan dan penyuluhan diluar sekolah pada hal
tanggung jawab dan kewajiban yang diembannya.
Hal ini didasarkan bahwa dunia pendidikan khususnya pendidikan
formal merupakan kekuatan besar untuk selalu menjaga budaya bangsa. Oleh
karena dunia pendidikan harus berusaha sekuat tenaga untuk memberikan
kontribusi yang lebih besar terhadap kemajuan bangsa, dan membangun
watak bangsa (Nation Character Building).10
Dengan membudayakan disiplin dalam kehidupan di lingkungan
sekolah pada peserta didik akan dapat memberi dampak yang posistif bagi
kehidupannya diluar sekolah. Sehingga dengan disiplin yang baik akan
menghasilkan kehidupan yang teratur, sebab disiplin dapat mengatur perilaku
dan menjadi unsur yang fundamental dari moralitas. Unsur fundamental
tersebut akan berpengaruh pada kemajuan pembangunan, martabat dan
mengantarkan pada kesejahteraan bangsa.11
Dengan menanamkan sikap disiplin yang tinggi melalui institusi
pendidikan di harapkan bangsa Indonesia mampu membangun sumber daya
manusianya, karena untuk mengawali pembangunan diperlukan sumber daya
9 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis Dan Praktis, (
Jakarta; Ciputat Pers, 2002), hlm. 41 10 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, strategi dan Implementasi, (Bandung;
PT. Remaja Rosdakarya, 2003), Cet.4, hlm. 4 11 Tulus Tu’u, Op. Cit, hlm. 35
4
manusia yang berkualitas.12 Tanpa adanya sumber daya yang berkualitas
bangsa ini akan mengalami hambatan dalam menjalankan proses akselerasi
pembangunan.
Menurut Tulus Tu’u alasan yang menjadi dasar pembentukan disiplin
sekolah sebagai berikut:13 Pertama. Dengan disiplin yang muncul karena
kesadaran diri, siswa berhasil dalam belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap
kali melanggar ketentuan sekolah pada umumnya terhambat optimalisasi
potensi dan prestasinya.
Kedua, Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas
menjadi kurang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin
memberi dukungan lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses
pembelajaran. Ketiga, Orang tua senantiasa berharap disekolah anak-anak
dibiasakan dengan norma-norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan
demikian, anak-anak dapat menjadi individu yang tertib, teratur dan disiplin.
Keempat, Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam
belajar dan kelak ketika bekerja. Kesadaran pentingya norma, aturan dan
ketaatan merupakan prasyarat kesuksesan seseorang. Dengan demikian
sekolah mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengembangkan
kedisiplinan kepada peserta didik setelah keluarga.
Peserta didik pada usia Sekolah Menengah pada umumnya dalam usia
belasan tahun, yang merupakan masa remaja. Pada usia ini anak masih dalam
masa transisi atau pancaroba, baik fisik, sosial, maupun emosional dan pada
kondisi yang rawan. Sehingga peserta didik pada usia ini perlu mendapatkan
pembinaan dengan baik dari orang tua (ketika di dalam keluarga) dan guru
saat peserta didik berada di sekolah. Dengan demikian diharapkan anak tidak
terjerumus pada perilaku yang menyimpang (anomali) dari norma yang
berlaku di masyarakatnya dan self Desciplin selalu ada pada diri mereka.
Dalam Islam perilaku dan sikap disiplin sangat dianjurkan, karena
dengan disiplin orang akan memperoleh kesuksesan dan terhindar dari
12 Wahjoetomo, Beberapa Pokok Pikiran Tentang Penatalaksanaan Pendidikan Sebagai Jawaban Atas Isu; Deregulasi Pendidikan, ( Jakarta; PT. Gramedia Widia Sarana, 1993), hlm. 2
13 Tulus Tu’u, Op. Cit., hlm. 34-35
5
perbuatan yang tercela. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat An-
Naziat ayat 40-41;
النا ( فا ان الجنة هي المأ وى .مقام ربه ونهى النس عن الهوى واما من خاف
) 41-40: زعا تDan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nasunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.14 (QS. An-Naziat; 40-41)
Dari ayat diatas dapat ditangkap maknanya bahwa kita sebagai umat
Islam wajib mengaktualisasikan sikap disiplin dalam kehidupan sehari-hari,
baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dengan demikian
akan tumbuh dan berkembang suasana yang tertib, teratur, tentram, efektif
dan efisien.
Untuk menumbuhkan kesadaran kedisiplinan bagi anak, khususnya
peserta didik di sekolah terhadap norma sekolah yang lebih baik perlu
diupayakan suatu usaha yang mendorong peningkatan pada kesadaran
tersebut. Salah satu diantara upaya yang perlu dilakukan adalah dengan
mengadakan penelitian yang bermanfaat bagi peningkatan
menumbuhkembangkan kesadaran kedisiplinan.
Di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 setelah peneliti
mengadakan studi pendahuluan terlihat bahwa di madrasah tersebut peserta
didiknya mempunyai tingkat kedisiplinan yang tinggi. Disamping itu
madrasah milik pemerintah ini juga mempunyai prestasi yang tidak kalah
dengan sekolah-sekolah negeri lain atau sekolah favorit yang setaranya
dengannya.
14 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Semarang; Tanjung Mas Inti, ttn),
hlm. 1022
6
Atas dasar paparan diatas penulis terdorong untuk melakukan penelitian
dengan Judul Pembinaan Kedisiplinan Peserta Didik Pada Norma
Sekolah: Studi Penggunaan Tindakan Pendidikan Oleh BP di Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2.
B. Penegasan Istilah
Untuk memperjelas penulisan skripsi ini dan untuk menghindari
kesalahpahaman, maka penulis memandang perlu untuk menjelaskan kata-
kata kunci dalam judul skripsi ini, yakni sebagai berikut:
1. Pembinaan
Kata pembinaan secara bahasa merupakan terjemahan dari kata
Inggris yaitu training, yang berarti latihan, pendidikan, pembinaan.15
Sedangkan definisi pembinaan dalam arti luas menurut A.
Mangunhardjana adalah suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal
yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal baru yang belum dimiliki,
dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya, untuk membetulkan
dan mengembangkan pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta
mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan
hidup dan kerja, yang sedang dijalani, secara lebih efektif.16
Isa Anshori menyebutkan Pembinaan adalah segala usaha, tindakan
dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan,
pengembangan, pengarahan serta pengendalian segala sesuatu secara
berdayaguna dan berhasil guna.17
Jadi, dapat penulis rumuskan bahwa pembinaan merupakan segala
usaha, tindakan dan kegiatan yang disertai dengan perencanaan,
penyusunan, pengembangan, pengarahan, serta pengendalian, supaya
tindakan tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna untuk
15 A. Mangunhardjana, Pembinaan Arti dan Metodenya, (Yogyakarta: Kanisius, ttn),
hlm.11 16 Ibid, hlm. 12 17 Isa Anshori, Thesis Pembinaan Etika dan Nilai-nilai Kejuangan Prajurit TNI,
(Semarang, Pasca Sarjana IAIN Walisongo, 2002), hlm. 1
7
membetulkan dan mengembangkan kecakapan orang lain dalam mencapai
tujuan hidup yang lebih baik.
2. Kedisiplinan
Menurut bahasa disiplin berasal dari bahasa Inggris disciplin, yang
berarti disiplin dan ketrampilan.18 Menurut istilah kata disiplin menurut
para ahli sebagai berikut; Priyodarminto mengemukakan bahwa disiplin
adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari
serangkaian perilaku yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kesetiaan,
keteraturan dan atau ketertiban, karena nilai-nilai itu sudah membatu dalam
diri individu tersebut, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan
lagi di rasakan sebagai beban, sebaliknya akan menjadi beban bila ia tidak
berbuat sesuatu yang telah di tetapkan. Oleh karena disiplin akan membuat
individu mengetahui tentang sesuatu yang seharusnya di lakukan, yang
wajib di lakukan, yang boleh di lakukan dan yang tidak patut di lakukan.19
Jadi dapat diambil garis besar kedisiplinan adalah suatu keadaan
yang menunjukan nilai-nilai ketaatan, kesetiaan, keteraturan dan atau
ketertiban seseorang dengan berperlilaku sesuai dengan norma yang
berlaku di dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara dengan di lakukan
secara sadar dan Ikhlas karena dengan perbuatan itu dapat membantu
dirinya.
3. Peserta didik, pengertiannya menurut UU Sisdiknas Tahun 2003 Bab I
Pasal 1 ayat ( 4 ) bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang
tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. 20
4. Norma
Secara etimologi kata “norma” berasal dari bahasa latin “norma”
yang semula berarti penyiku, suatu perkakas yang di gunakan antara lain
18 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, ( Jakarta; Gramedia,
1992), hlm. 185 19 Priyodarminto, Disiplin Kiat Menuju Sukses, ( Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994),
hlm. 69 20 UU Sisdiknas, Op. Cit., hlm. 5
8
oleh tukang kayu, dan dari sini memperoleh arti pedoman, ukuran,
aturan/kebiasaan. Jadi norma adalah sesuatu yang dipakai untuk mengukur
sesuatu yang lain atau sebuah ukuran.21
Yang dimaksud norma disini adalah sesuatu yang dijadikan
pedoman, ukuran, aturan/kebiasaan hidup manusia dalam menjalani
aktivitasnya sehari-hari. Aktivitas yang dimaksud di sini adalah aktivitas di
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2.
5. Sekolah
Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dan
segala aktivitasnya direncanakan dengan sengaja yang disebut kurikulum.22
6. Penggunaan, yaitu proses; perbuatan, cara mempergunakan sesuatu;
pemakaian.23
7. Tindakan yaitu sesuatu yang dilakukan untuk mengatasi sesuatu.24 Dalam
hal ini tindakan yang dimaksud adalah tindakan BP dalam rangka
membina kedisiplinan peserta didik terhadap norma sekolah.
8. Pendidikan
Menurut M. Ngalim Purwanto bahwa pendidikan ialah segala usaha orang
dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.25
9. Bimbingan dan Penyuluhan
Bimbingan Penyuluhan merupakan singkatan dari kata bimbingan
dan penyuluhan. Menurut WS. Winkel bimbingan adalah pemberiaan
bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok orang dalam membuat
pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri
terhadap tuntutan-tuntutan hidup. Bantuan itu bersifat Psikis (kejiwaan),
21 H. Devos, Pengantar Etika, terj., Drs. Soejono Soemargono, ( Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1987 ), hlm. 17 22Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001),Cet.
II, hlm. 162 23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta:
Balai Pustaka, 1999) Cet. 10, hlm. 328 24 Ibid, hlm 10 25 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2000), Cet. XIII, hlm. 10
9
bukan “pertolongan” finansiil, medis dan lain sebgainya. Dengan bantuan
ini seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang di hadapainya
sekarang dan menjadi mampu untuk masalah yang akan di hadapi kelak
kemudian - ini menjadi tujuan bimbingan. Jadi yang memberi bantuan
menganggap orang lain mampu menuntun dirinya sendiri, meskipun
kemampuan itu mungkin harus digali dan di kembangkan melalui
bimbingan.26
Sedangkan definisi penyuluhan menurut Dewa Ketut Sukardi
adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau suatu
upaya bantuan yan dilakukan dengan empat mata atau tatap muka, antara
penyuluh dan klien (penyuluh dan konsili) yang berisi usaha yang laras
unik dan manusiawi yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yan
didasarkan atas norma –norma yang berlaku, agar klien memperoleh
konsep diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan
mungkin pada masa yang aka datang.27
Dalam hal ini yang di maksud BP oleh peneliti adalah guru yang
memberikan bimbingan dan penyuluhan kepada peserta didik dalam
rangka membina kedisiplinan supaya sesuai dengan norma sekolah.
10. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 merupakan madrasah
yang akan di jadikan lokasi penelitian yang terdapat di kelurahan
Bangetayu Kota Semarang.
C. Pembatasan dan Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti akan membatasi penelitian pada masalah
pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah yaitu mengenai
tindakan pendidikan yang dilakukan oleh bimbingan dan penyuluhan di
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kota Semarang 2.
Sedangkan rumusan masalahnya adalah sebagai berikut;
26 W.S. Winkel. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah, ( Jakarta: PT.
Gramedia, 1977), hlm. 20-21 27 Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Jakarta; Rineka
Cipta, 1995), hlm. 6
10
1. Tindakan apa sajakah yang digunakan BP dalam membina kedisiplinan
peserta didik pada norma sekolah?
2. Kapan tindakan itu digunakan oleh BP untuk membina kedisiplinan
peserta didik pada norma sekolah?
3. Mengapa BP melakukan tindakan pembinaan tersebut?
D. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi
mengenai bentuk-bentuk tindakan, mengetahui saat digunakannya bentuk-
bentuk tindakan, dan menggali latar belakang digunakannya bentuk-
bentuk tindakan oleh Bimbingan dan Penyuluhan dalam membina
kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah, sehingga terwujud dalam
suatu pola tindakan pembinaan yang dilakukan oleh sekolah dan petugas
Bimbingan Penyuluhan (BP).
2. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Semarang dalam usaha
mengembangkan pembinaan kedisiplinan madrasah lebih lanjut.
2. Menumbuhkan motivasi kepada kepala sekolah, guru, BP, dan
karyawan madrasah dalam usaha membina kedisiplinan peserta didik.
3. Madrasah/sekolah lain yang ingin meningkatkan kedisiplinan
madrasah/sekolah. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Kota Semarang
dapat dijadikan salah satu “potret” usaha peningkatan kedisiplinan
madrasah/sekolah.
4. Para peneliti atau lembaga penelitian sebagai salah satu acuan dalam
melaksanakan penelitian sejenis dengan penelitian ini.
E. Telaah Pustaka
Penelitian ini dilakukan dari kegelisahan penulis melihat fenomena
perilaku peserta didik yang kurang disiplin baik di sekolah maupun di
masyarakat. Sehingga dari hal itu penelitian ini diharapkan mampu menjawab
11
problematika yang berkembang di sekolah terkait dengan persoalan
pembinaan kedisiplinan oleh BP.
Ada beberapa buku yang ditulis tentang pembinaan kedisiplinan,
diantaranya yaitu:
1. Buku karya Thomas Gordon yang berjudul Mengajar Anak Berdisiplin
Diri di Rumah dan di Sekolah Cara Baru Bagi Orang Tua dan Guru
Untuk Membentuk Kontrol - Diri, Harga - Diri dan Rasa Percaya - Diri,
tema besar yang diangkat oleh penulis buku tersebut adalah berbicara
tentang orang tua atau pendidik dalam membina kedisiplinan anak yang
merupakan tanggung jawabnya. Namun sering orang tua dan guru sering
mengalami kegagalan dalam mengajarkan kedisiplinan. Maka Gordon
dalam buku ini memberikan penjelasan cara baru untuk mempengaruhi
anak agar berdisiplin dan dan dapat mengawasi diri sendiri di rumah dan
di sekolah.28
Oleh karena itu buku ini menjadi sangat penting untuk di jadikan rujukan
dalam penulisan skripsi ini.
2. Buku The Discipline Dilemma Dilema Kedisiplinan Kontrol, Manajemen,
karya Ramon Lewis, buku ini mengutarakan peristiwa yang dialami guru
ketika menemukan siswa di sekolah yang berlaku tidak disiplin. Akibat
perilaku ketidakdisiplinan siswa tersebut guru mengalami stres karena
tidak mampu mengendalikan siswa dengan usaha yang di lakukannya.
Dalam buku ini Ramon Lewis memberikan suatu konsep kepada guru
dalam mempengaruhi, memantau, ataupun mengontrol siswa di sekolah
atau dikelas yang berbuat tidak didisiplin dengan menggunakan
pendekatan yang sesuai dengan situasi dan keadaan yang di alaminya.29
Oleh karena itu buku ini penting untuk di jadikan bahan rujukan dalam
penulisan skripsi ini.
28 Thomas Gordon, terjm. S. Suprayitno dan Amitya Kumara, Mengajar Anak Berdisiplin
Diri di Rumah dan di Sekolah Cara Baru Bagi Orang Tua dan Guru Untuk Membentuk Kontrol - Diri, Harga - Diri dan Rasa Percaya - Diri, ( PT. Gramedia Pustaka Utama,1996), hlm. xxviii
29 Ramon Lewis, terjm; Emalia Iragiliati Lukman. The Discipline Dilemma Dilema Kedisiplinan Kontrol, Manajemen,( Jakarta: Gramedia Media Sarana Indonesia, 2004), hlm. 23
12
3. Buku berjudul Bagaimana Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak karya
Charles Schaefer mengartikan disiplin meliputi bidang yang luas. Yaitu
mencakup setiap pengajaran, bimbingan, atau dorongan yang dilakukan
oleh orang dewasa, yang di maksudkan untuk menolong anak-anak belajar
untuk hidup sebagai makhluk sosial, dan untuk mencapai pertumbuhan
dan perkembangan mereka yang se-optimumnya.30 Oleh karena itu sebagai
guru atau orang tua dalam menegakan disiplin supaya pembinaan yang
dilakukan menjadi effektif.. Penanaman disiplin menurut Schaefer harus
menggunakan pendekatan yang positif31 supaya tidak ada kekerasan
susulan. Dalam buku ini Schaefer menawarkan pedekatan –pendekatan
dengan cara yang bijaksana dan persuasif untuk pembentukan sifat hidup
anak didik dan pengembangan hubungan kemanusiaan yang akan
memperkaya hubungan emosional kedua belah pihak yaitu pihak pendidik
maupun anak didik.
Sehingga buku ini juga menjadi penting untuk referensi penyusunan
skripsi.
4. Buku Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah Menengah, karya W.S.
Winkel memandang bahwa bidang Bimbingan dan penyuluhan di sekolah
menengah telah mengalami kemajuan yang pesat.32 Kemajuan tersebut
memerlukan peran aktif guru supaya program bimbingan dan penyuluhan
dapat berhasil dengan baik. Oleh karena itu Winkel melalui buku ini
memberikan dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan kepada guru yang
sesuai dengan funsinya sebagai pendidik dan pengajar. Dengan dasar-dasar
tersebut di harapkan guru dapat memahami hal-hal yang fundamental
supaya guru siap menjadi tenaga ahli bimbingan dan penyuluhan di
sekolah dengan baik.
5. Buku Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah karya Dewa Ketut
Sukardi memberikan konsep dasar bagi petugas BP supaya ia mampu
30 Charles Schafer, Bagaimana Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak,(Medan: CV. Monora, 1979), hlm. 9
31 Ibid 32 W.S. Winkel, Op. Cit, hlm.V
13
menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya karena menurutnya menjadi
petugas BP tidaklah mudah. Oleh karena itu untuk menghayati pengertian
dasar Bimbingan dan Penyuluhan beserta asas –asasnya sangat di
perlukan.33 Buku ini memberikan konsep dasar untuk keperluan
Bimbingan dan Penyuluhan bagi petugas BP. Oleh karena itu buku ini
menjadi wajib sebagai pedoman petugas BP untuk menjalankan tugasnya.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif.
Dengan kategori penelitian studi kasus, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang,
interaksi lingkungan sesuatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga atau
masyarakat.34
Ciri khas penelitian kualitatif terletak pada tujuannya untuk
mendeskripsikan keutuhan kasus dengan memahami makna dan gejala,
dengan kata lain penelitian kualitatif ini sebagai strategi dan teknik
penelitian yang di gunakan untuk memahami masyarakat, masalah, atau
gejala dalam masyarakat dengan mengumpulkan sebanyak mungkin fakta
detail dan mendalam. Data yang dipilih dalam bentuk verbal bukan dalam
bentuk angka.35 Penelitian kualitatif ini dapat di pandang sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskreptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang yang dapat diamati.36
Penelitian ini lebih memperhatikan proses dari pada product37
cenderung menganalisis data secara induktif, yaitu suatu cara untuk
mengambil kesimpulan terhadap hubungan gejala-gejala sosial.
33 Dewa Ketut Sukardi, Op.Cit.,hlm.17 34 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
cet. XIV, hlm. 80 35 Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Yogyakarta: TP, 1996), Cet. II, hlm.
29 36 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosda
Karya,1991), hlm. 5 37 Ibid, hlm. 5
14
Kesimpulan yang ditarik bersifat khusus kemudian menuju ke hal-hal yang
umum. 38
2. Fokus dan ruang lingkup penelitian
Fokus penelitian adalah pada pendekatan dan tindakan yang
digunakan petugas Bimbingan dan Penyuluhan (BP) dalam membina
kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah.
Sedangkan ruang lingkup yang dijadikan obyek penelitian adalah
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2.
3. Metode Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data penelitian, peneliti menggunakan
sumber data berupa data primer dan data skunder. Data primer merupakan
data yang di kumpulkan langsung dari individu-individu yang diselidiki.
Sedangkan data sekunder adalah data yang ada dalam pustaka-pustaka.39
Data primer misalnya kata-kata dan tindakan yang dilakukan oleh guru dan
peserta didik. Data sekunder berupa dokumen tertulis dan foto-foto.
Sedangkan tekhnik dalam mengumpulkan datanya dengan
menggunakan metode:
2.1 Metode Observasi
Yaitu metode pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitian.40
Dalam pelaksanaannya peneliti memakai cara Observasi
Partisipan, maksudnya peneliti melakukan pengamatan dengan
berperan serta ikut ambil bagian dalam kehidupan orang yang di
observasi. Observasi pada tindakan guru yang berkaitan dengan
pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah.
Disamping itu peneliti juga akan menggunakan cara Non Partisipan
Observation, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung, akan
38 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta:Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi Universitas Gajah Mada,1995), Jilid I, Hlm. 49 39 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000),
Cet.II, hlm. 23 40 Yatim Rianto, Metodologi Penelitian Pendidikan Suatu Tinjauan Dasar, (Surabaya;
SIC), 1996. hlm. 77
15
tetapi peneliti tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan yang
dilaksanakan. Seperti pengamatan yang berkaitan dengan sekolah,
misalnya; letak geografis, sarana dan prasarana yang mendukung
pelaksanaan kedisiplinan di sekolah.
2.2 Metode Wawancara ( Interview)
Wawancara/interview adalah sebuah dialog yang dilakukan
oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh informasi dari
terwawancara (interviewer).41
Wawancara yang peneliti lakukan adalah wawancara terbuka,
maksudnya pertanyaan yang diberikan tidak disusun secara spesifik,
tetapi dalam bentuk yang umum. Dengan wawancara terbuka
diharapkan para subyek tahu bahwa mereka sedang diwawancarai
dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu.42 Respon yang
diharapkan dari subyek juga terbuka, yakni sesuai dengan kehendak
dan dalam bahasa subyek sendiri. Metode ini digunakan untuk
mendapatkan data berkaitan dengan latar belakang sejarah berdirinya
sekolah dan tindakan pendidikan yang digunakan petugas Bimbingan
dan Penyuluhan (BP) dalam membina kedisiplinan peserta didik
pada norma sekolah.
2.3 Metode Dokumentasi
Yaitu metode yang menyelidiki benda-benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
catatan harian dan sebagainya.43
Metode ini di gunakan untuk medapatkan data tentang
Madrasah Aliyah Negeri Semarang 2 yang berkaitan tentang keadaan
guru, siswa, struktur organisasi sekolah dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan interpretasikan.
Dalam tekhnik pengumpulan data penelitian ini peneliti
sendiri yang akan melakukannya karena menurut S. Margono alat
41 Sutrisno Hadi, Op.Cit, hlm. 144 42 Lexy J. Moleong,, Op.Cit, hlm. 137 43 Sutrisno Hadi, Op.Cit. hlm. 145
16
pengumpul data yang paling tepat adalah manusia.44 Dengan
mengacu pada kriteria Lexy J. Moelong, maka penetapan keabsahan
data hasil penelitian dilakukan berdasarkan atas kriteria-kriteria
sebagai berikut;45 Kredibilitas melalui member chek dan Triangulasi;
Transferabilitas; Dependabilitas; dan Konfirmabilitas.
Kredibilitas adalah kegiatan untuk memeriksa keabsahan
data sampai seberapa jauh tingkat kepercayaannya. Adapun member
chek adalah kegiatan responden memeriksa kembali catatan
lapangan yang peneliti berikan, baik berupa hasil observasi maupun
wawancara, agar data yang di berikan menjadi lebih sesuai dengan
apa yang dimaksud oleh responden, setelah diperiksa, diperbaiki,
ditambah, dan dikurangi.
Transferabilitas berhubungan dengan sejauh mana hasil
penelitian dapat dialihkan pada situasi lain, atau suatu temuan
penelitian berpeluang untuk dialihkan pada konteks lain, mana kala
ada kesamaan karakteristik antara situasi penelitian dengan situasi
penerapan.
Dependabilitas dan konfirmabilitas dalam penelitian kualitatif
berhubungan dengan konsistensi dan kenetralan. Konsistensi tersebut
dilihat dari arti yang lebih luas dengan memperhitungkan faktor-
faktor yang mungkin mengalami perubahan, karena manusia sebagai
instrumen dapat menurun perhatian dan ketajaman pengamatannya
serta dapat membuat kekhilafan dan kesalahan. Netralitas
mengandung aspek kuantitas, yakni bergantung pada jumlah orang
yang membenarkan atau mengkonfirmasikannya.
Netralitas bermakna objektivitas – subyektivitas, objektivitas
merupakan suatu kesesuaian inter subyektif. Objektivitas juga
mengandung aspek kualitatif, karena kebenaran suatu data dapat juga
dibenarkan atau dikonfirmasikan oleh orang lain. Jadi dependabilitas
44 S. Margono, Op. Cit. hlm.38 45 Lexy J. Moelong, Op.Cit, hlm. 173
17
dan konfirabilitas adalah berhubungan dengan konsistensi dan
kenetralan data yang kebenarannya tergantung pada konfirmasi
orang lain. Untuk memenuhi kriteria dependabilitas dan
konfirmabilitas dapat ditempuh melalui Audit Trail. Audit Trail
adalah proses untuk memeriksa ketergantungan dan kepastian data,
yang menurut Halpern yang di kutip Lexy J. Moelong dapat di
lakukan dengan cara menyediakan bahan-bahan ;46
2.3.1 Data mentah, termasuk bahan yang direkam secara
elektronik, catatan, catatan lapangan tertulis, dokumen, foto
dan semacamnya serta hasil survei.
2.3.2 Data yang di reduksi dan hasil kajian, termasuk di dalamnya
penulisan secara lengkap catatan lapangan, ikhtisar catatan,
informasi catatan, informasi yang di buat persatuan seperti
kartu, iktisar data kuantitatif, dan catatan teori seperti
hipotesis kerja, konsep dan semacamnya.
2.3.3 Catatan tentang proses penyelenggaraan, termasuk di
dalamnya catatan metodologi; prosedur, desain, strategi,
rasional, catatan tentang keabsahan data: berkaitan dengan
derajat kepercayaan, kebergantungan dan kepastian; dan
penelusuran audit.
4. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan data
kedalam kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat di
temukan tema dan dapat di rumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data.47 Proses analisis data di mulai dengan menelaah
seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara,
pengamatan yang sudah di tuliskan dalam catatan lapangan, dokumen
pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan lain sebagainya.
46 Lexy. J. Moelong, Op. Cit. hlm. 184 47 Ibid, hlm. 103
18
Analisis data dilakukan melalui tahapan reduksi data dan penafsiran
data.
3.1 Reduksi data dengan jalan membuat abstraksi, di lanjutkan dengan
menyusunnya dalam satuan, satuan-satuan di kategorikan, membuat
koding, dan mengadakan pemeriksaan keabsahan data.
3.2 Penafsiran data dengan jalan menemukan kategori-kategori dalam
data yang berkaitan dengan yang biasanya dimanfaatkan dalam
disiplin atau dalam cara bercakap. Atas dasar itu penulis
menghubungkan kategori-kategori kedalam kerangka sistem kategori
yang di peroleh dari data. Berdasar tujuan yang hendak di capai,
maka tekhnik analisis data dalam penelitian ini adalah deskripsi-
analitik yaitu data yang diperoleh (berupa kata-kata, gambar,
perilaku) tidak dituangkan dalam betuk bilangan atau angka statistik,
melainkan tetap dalam bentuk kualitatif yang memiliki arti lebih
kaya dari sekedar angka atau frekuensi. Peneliti segera melakukan
analisis data dengan memberi pemaparan gambaran mengenai situasi
yang diteliti dalam bentuk uraian naratif.48
48 S. Margono, Op. Cit. hlm. 39
19
BAB II
BIMBINGAN PENYULUHAN DAN
KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK PADA NORMA SEKOLAH
A. Bimbingan dan Penyuluhan
1. Pengertian Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance and Conseling)
Sebelum menguraikan makna yang definitif mengenai bimbingan
dan penyuluhan secara utuh, terlebih dahulu akan dibahas pengertian
bimbingan dan penyuluhan yang dikemukakan oleh berbagai pakar.
a. Bimbingan (Guidance)
Dari segi etimologi bimbingan diartikan sebagai petunjuk
(penjelasan), tuntutan, pimpinan.49 Sedangkan pengertian bimbingan
secara luas, sebagaimana dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai
berikut:
Mohammad Surya mendefinisikan bahwa bimbingan ialah suatu
proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam
pemahaman diri, penerimaan diri dan perwujudan diri dalam mencapai
perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan
lingkungannya.50
Sedangkan WS. Winkel mengartikan bimbingan sebagai
pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang dalam
membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan
penyesuaian diri terhadap tuntutan-tuntutan hidup.51
Berdasarkan definisi diatas, dapat ditarik garis besar bahwa
bimbingan merupakan proses pemberian bantuan atau pertolongan dari
seseorang yang profesional (Conselor) kepada individu (Conselee) yang
49 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta ;Balai Pustaka, 1995), hlm. 133
50 M. Surya, Dasar-Dasar Konseling Pendidikan ( Teori dan Praktek), (Yogyakarta; Kota Kembang, 1998), hlm. 12
51 WS. Winkel, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah, ( Jakarta; Grasindo, 1991), hlm. 17
20
mempunyai masalah supaya peserta didik dapat hidup mandiri dalam
pemahaman diri, pemahaman terhadap lingkungan, penerimaan diri,
pengarahan dan perwujudan diri, dan dapat membuat atau menentukan
pilihan hidup secara bijak.
b. Penyuluhan (Conseling)
Menurut WS. Winkel pengertian penyuluhan (Conseling) secara
sederhana diartikan sebagai :
1. Pemberian bimbingan oleh orang yang ahli kepada orang lain
dengan menggunakan metode psikologi.
2. Proses pemberian bantuan oleh konselor kepada konsili
sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri
sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah.52
Pengertian penyuluhan (Conseling) yang lebih luas dan terperinci
didefinisikan oleh Bimo Walgito sebagai berikut; konseling adalah
bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah
kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan
keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup.53
Sedangkan Moh. Prayitno dan Erman Anti menyebutkan bahwa
konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh orang ahli (disebut konselor) kepada individu
yang sedang mengalami masalah (disebut klien atau konseli) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapai konseli.54
Dari definisi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa penyuluhan
(conseling) merupakan suatu proses pemberian bantuan atau pertolongan
dari seorang ahli (Conselor) kepada peserta didik atau individu yang
mengalami masalah (Conselee) dengan menggunakan tekhnik-tekhnik
tertentu yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi konseli.
52 Ibid, hIm. 520 53 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Jakarta; Andi Offset, 1995),
hlm. 5 54 Prayitno dan Erman Anti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Depdikbud,
1994), hlm. 106
21
c. Bimbingan dan Penyuluhan Islami
Untuk mengetahui pengertian bimbingan dan penyuluhan Islami
akan penulis jelaskan lebih dahulu mengenai padangan Islam tentang
hakekat manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah, karena dengan
mengetahui hakekat manusia sebagai makhluk ciptaan Allah akan dapat
diketahui mengenai tujuan hidup manusia yang sesungguhnya. Selain itu
akan disajikan juga pandangan dari berbagai ahli mengenai definisi
bimbingan dan penyuluhan Islami.
Didalam al-Qur’an telah disebutkan bahwa tujuan hidup manusia
adalah untuk mengabdi kepada Allah semata.
)56:الذريت ( ن ودبعيلال ااسن اال وجنلا تقلا خمو
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.(QS. Adz-Dzariyat: 56)55
Hal ini dipertegas lagi dengan firman Allah SWT.
وهو على آل , وه خا لق آل شيء فا عبد ,هوالا اله ال , ذلكم اهللا ربكم )102: االنعا م( شيء وآيل
(Yang memiliki sifat-sifat yang) Demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu. Maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu” (QS. Al-An’am :102)56
Dari keterangan kedua ayat diatas dapat diketahui bahwa tujuan
Allah menciptakan manusia adalah supaya manusia menyembah
(mengabdi) kepadaNya. Istilah menyembah (mengabdi) kepada Allah
dalam kedua ayat di atas mengandung arti luas. Dengan kata lain istilah
menyembah itu bukan hanya mengandung pengertian melaksanakan
upacara ritual keagamaan saja, seperti shalat, puasa, zakat, berkorban,
haji dan lain sebagainya, tetapi lebih jauh dan lebih luas dari itu.
Menyembah dalam pengertian yang luas itu adalah bahwa seluruh
55 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, ( Semarang; PT. Tanjung Mas
Inti, Ttn), Hlm.862 56 Ibid, Hlm. 204
22
aktivitas dan tingkah laku yang dilaksanakan seseorang dalam
kehidupannya semata-mata mencari keridlaan Allah adalah ibadah.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diketahui bahwa hakekat
manusia diturunkan dibumi oleh Allah adalah semata-mata untuk
mengabdi kepadaNya. Dengan demikian yang menjadi tujuan bimbingan
dan penyuluhan Islami adalah untuk meningkatkan dan
menumbuhsuburkan kesadaran manusia tentang eksistensinya sebagai
makhluk dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini.
Dalam konsepsi Islam manusia lahir ke dunia dengan dibekali
fitrah beragama, sebagaimana Allah SWT berfirman:
ليدب ت الPطPاهيل عاسالنرط فيت الاهللاترط فPطPافين حن يد للكهجو مقاف: الروم( نوملعي الاس النرثآ انكل وPالP ميلق انيد الك ل ذPطP اهللاقلخل
30(
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Rum; 30)57
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa manusia sejak asal
kejadiannya, membawa potensi beragama yang lurus, dan dipahami oleh
para ulama sebagai tauhid. Dalam rangka mengembangkan potensi atau
fitrah tersebut, Allah SWT melengkapi manusia dengan sarana/alat.
Sarana/alat untuk mengembangkan potensi fitrah tersebut sesuai
dengan keterangan ayat diatas adalah berupa pendengaran, penglihatan
dan hati. Sarana/alat tersebut merupakan faktor potensi internal yang
telah diberikan Allah SWT kepada hambanya yang baru lahir supaya
manusia dapat mengembangkan tugasnya sesuai dengan tujuan
penciptaan manusia itu. Faktor potensi internal yang berupa fitrah
beragama dan sarana/alat pengembangannya masih dilengkapi oleh
57 Ibid, Hlm. 615
23
Allah dengan syari’at agama Islam yang materinya tersimpul dalam dua
pedoman pokok umat Islam, yaitu Al-Qur’an dan Hadits.
Sedangkan definisi dari bimbingan dan penyuluhan Islami pada
dasarnya sama dengan pengertian bimbingan dan penyuluhan pada
umumnya. Namun demikian ada beberapa ahli yang berusaha
mendifinisikan bimbingan dan penyuluhan Islami menjadi lebih jelas
seperti yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut;
Hallen mendefinisikan Bimbingan Islami adalah proses
pemberian bantuan yang terarah, kontiniu dan sistematis kepada setiap
individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama
yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasikan nilai-
nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an dan Hadits Rasulullah ke
dalam diri, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntunan
al-Qur’an dan Hadits.58
Sedangkan bimbingan Islami menurut Ainur Rahim Faqih
adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup
selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.59
Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli diatas dapat
ditarik garis besar bahwa bimbingan Islami merupakan proses
bimbingan sebagaimana kegiatan bimbingan lainnya, tetapi dalam
seluruh seginya berlandaskan ajaran Islam, artinya berlandaskan Al-
Qur’an dan Sunnah Rasul.
Sedangkan untuk mengetahui pengertian penyuluhan Islami,
lebih dahulu akan penulis jelaskan beberapa hal mengenai kehidupan
manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam menghadapi era
globalisasi dewasa ini, manusia sibuk dengan urusan duniawi,
58 Hallen A, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Jakarta; Ciputat Pers, 2002), hlm. 17
59 Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan konseling dalam Islam, (Yogyakarta; UII Press, 2001), hlm. 4
24
materialistik, individualistik dan lain sebagainya sehinga melahirkan
perilaku dan sikap sombong, kikir, zalim, bodoh dan lain sebagainya.
Sikap-sikap tersebut merupakan sikap yang termasuk dalam
penyimpangan dari perkembangan fitrah beragama yang telah diberikan
Allah kepada setiap manusia sejak dari lahirnya ke dunia. Hal yang
demikian dapat terjadi karena adanya kesalahan pendidikan dan
bimbingan yang diberikan sebelumnya, disamping godaan setan yang
memang di perkenankan Allah untuk menggoda manusia yang tidak
kuat imannya.
Dalam kondisi penyimpangan dari perkembangan fitrah beragama
yang demikian itu, maka individu akan menemukan dirinya terlepas dari
hubungannya dengan Allah meskipun hubungan dengan manusia tetap
berjalan dengan baik. Adapula individu yang terlepas hubungannya
dengan manusia lain atau alam semesta, meskipun hubungan dengan
Allah tetap terjalin. Bahkan dapat ditemukan pula individu yang sama
sekali tidak mempunyai hubungan yang baik dengan Allah, manusia
dan alam semesta.
Dalam kondisi seperti ini individu tersebut akan merasa
terombang-ambing dalam kesendiriannya. Disaat itulah diperlukan
konseling Islami yang berfungsi untuk menanggulangi penyimpangan
perkembangan fitrah beragama tersebut sehingga individu kembali
sadar akan eksistensinya sebagai khalifah dimuka bumi yang berfungsi
untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Sedangkan definisi dari Penyuluhan Islami sebagaimana juga
dikemukakan Hallen bahwa konseling Islami yaitu suatu usaha
membantu individu dalam menanggulangi penyimpangan
perkembangan fitrah beragama yang dimiliknya, sehingga ia kembali
menyadari peranannya sebagai khalifah di muka bumi dan berfungsi
untuk menyembah/mengabdi kepada Allah SWT, sehingga akhirnya
25
tercipta kembali hubungan yang baik dengan Allah, dengan manusia
dan alam semesta.60
Berdasarkan pengertian bimbingan dan konseling diatas dapat
dipahami bahwa bimbingan memusatkan diri pada pencegahan masalah
yang dihadapi individu. Atau bimbingan sifat atau fungsinya preventif,
sementara konseling kuratif atau korektif. Dengan demikian bimbingan
dan konseling berhadapan dengan obyek garapan yang sama yaitu,
problem atau masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian
dan perlakuan terhadap masalah tersebut.
Dari penjelasan diatas dapat diambil garis besar sebagai berikut;
1. Klien bimbingan dan konseling Islami adalah setiap individu mulai
dari lahirnya untuk memperbaiki batinnya.
2. Dalam bimbingan konseling islami norma-norma yang di
internalisasi terhadap klien adalah norma-norma yang terkandung
dalam al-Qur’an dan Hadits
3. Sasaran bimbingan dan konseling Islami adalah setiap individu
yang mengalami penyimpangan fitrah beragama
2. Dasar, tujuan, dan ruang lingkup bimbingan dan penyuluhan
(Guidance and conseling)
a. Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Guidance and Conseling)
Segala usaha atau perbuatan yang dilakukan manusia selalu
membutuhkan adanya dasar sebagai pijakan atau sandaran dalam
melakukan suatu perbuatan tertentu. Bimbingan dan penyuluhan
mempunyai dasar sebagai berikut:
1. Dasar religius
Dasar ini berasal dari perintah Allah SWT. yang memberi petunjuk
(bimbingan) dan nasehat (konseling) kepada orang lain.
a. Dasar Bimbingan
60 Hallen, Op.Cit, Hlm. 22
26
Dasar yang memberi isyarat kepada manusia untuk
memberi petunjuk (bimbingan) kepada orang lain dapat dilihat
dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 154 yang berbunyi:
ئي شلك لاليصفت ونسح ايذ اللىا عامم تبتلكى اسوا مني اتمث )154: االنعام (نونمؤ يهمب راءقل بمهلع لةم حرى ودهو
Kemudian Kami telah memberikan Al-kitab (taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka. ( Q.S. Al-An’am Ayat: 154)61
b. Dasar Konseling
Dasar yang memberi isyarat kepada manusia untuk
memberi nasehat (konseling) kepada orang lain dapat dilihat
dalam Al-Qur’an surat Al-Ashr ayat 1-3 yang berbunyi:
ا ون ام نيذ الالا )2( رس خيف لانسنال انا) 1( رصلع او ربا لصابوا صو توPالP ق لحاابواص وت وحتلواالص لمعو )3-1: العصر (
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Q.S. Al-Asr: 1-3)62
2. Dasar Sosial Psikologis
Setiap manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar
tertentu yang diperlukan untuk melangsungkan proses kehidupannya
dengan lancar. Kebutuhan itu dapat berupa pemuasan fisik maupun
keinginan akan kedudukan sosial untuk terjalinnya kesehatan mental
yang dikehendaki. Oleh karena itu kebutuhan-kebutuhan tersebut
61 Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 215 62 Ibid, Hlm. 1099
27
harus terpenuhi sesuai dengan apa yang manusia butuhkan, dengan
demikian manusia akan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan.
Tetapi kalau tidak demikian halnya, maka mereka itu akan
mengalami kegoncangan batin dalam dirinya.63
Selain itu, manusia juga memiliki potensi-potensi yang perlu
untuk dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi. Apabila
potensi-potensi tersebut mengalami permasalahan, maka perlu
segera dicarikan cara penyelesaian masalahnya. Salah satu cara
penyelesaian masalah tersebut bisa dilakukan dengan bimbingan dan
penyuluhan (Guidance and Conseling).
b. Tujuan Bimbingan dan Penyuluhan ( Guidance and Conseling)
Seperti halnya dengan bidang-bidang lain, Bimbingan dan
Penyuluhan juga mempunyai tujuan yang hendak dicapai dan tujuan ini
merupakan tolok ukur pelaksanaan program bimbingan dan
penyuluhan.
Beberapa tujuan dari bimbingan dan penyuluhan yang disebutkan
oleh para ahli adalah sebagai berikut; Prayitno menyebutkan bahwa
bimbingan dan konseling memiliki 2 tujuan yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum dari bimbingan dan konseling adalah
untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal
sesuai dengan tahap perkembangan dan predeposisi yang dimilikinya
(seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang
yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikaan, status sosial
ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Adapun
tujuan khususnya merupakan penjabaran dari tujuan umum yang
dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh
individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas
permasalahannya itu. 64
63 H. Carl Wisherington, terj. M. Buchori, Psikologi Pendidikan, (Bandung; Jenmars,
1985), hlm. 6 64 Prayitno, Op.Cit. hlm. 114
28
WS. Winkel membedakan tujuan bimbingan menjadi 2 (dua),
yaitu tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara adalah
supaya orang bersikap dan bertindak sendiri dalam situasi hidupnya
sekarang ini (misalnya melanjutkan atau memutuskan hubungan
percintaan, mengambil sikap dalam pergaulan, mendaftarkan diri pada
fakultas perguruan tinggi tertentu). Tujuan akhir ialah supaya orang
mampu mengatur kehidupannya sendiri, mengambil sikap sendiri,
mempunyai pandangan sendiri, dan menanggung sendiri
konsekwensi/resiko dari tindakannya. Diharapkan supaya orang yang
dibimbing sekarang ini akan berkembang lebih lanjut semakin
memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri.65
Dengan memperhatikan tujuan bimbingan dan penyuluhan yang
dikemukakan oleh para ahli diatas, maka dapat diformulasikan bahwa
bimbingan dan penyuluhan dilakukan dengan tujuan supaya orang yang
dibimbing dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan optimal.
Perkembagan optimal yaitu perkembangan yang sesuai potensi dan
sistem nilai baik dan buruk.
c. Ruang lingkup bimbingan dan penyuluhan
Layanan bimbingan di sekolah mempunyai lingkup yang cukup
luas. Lingkup bimbingan di sekolah dapat ditinjau dari berbagai segi,
yaitu dari segi fungsi, sasaran,layanan, dan masalah.
a. Segi Fungsi
Ditinjau dari segi fungsinya, bimbingan disekolah berfungsi untuk
(1) pencegahan, (2) pengembangan, (3) penyaluran, (4)
penyesuaian, dan (5) perbaikan.
b. Segi sasaran
65 WS. Winkel. Op.Cit. Hlm. 21
29
Dari segi sasarannya, layanan bimbingan di sekolah, diperuntukan
bagi seluruh siswa.
c. Segi layanan
Ditinjau dari segi layanan yang diberikan di sekolah, layanan
bimbingan dapat mencakup layanan-layanan berikut.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan suatu bentuk layanan dalam
pengumpulan, pengolahan, dan penghimpunan berbagai
informasi dan data tentang siswa dan latar belakangnya.
Tujuannya adalah untuk memperoleh data objektif dan
selengkap-lengkapnya tentang individu siswa dan
lingkungannya.
2. Orientasi dan penyajian informasi
Orientasi dan penyajian informasi merupakan suatu bentuk
layanan dalam memberikan sejumlah informasi kepada siswa.
Tujuan layanan ini agar siswa memiliki informasi tentang
dirinya maupun lingkungannya.
3. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan suatu bentuk layanan kepada siswa
yang menghadapi masalah pribadi melalui tekhnik penyuluhan
dan tekhnik pemberian bantuan yang lain.
4. Penempatan
Penempatan merupakan suatu bentuk layanan untuk membantu
siswa agar memperoleh wadah yang sesuai dengan potensi
yang dimilikinya, misalnya penempatan seseorang dalam
kelompok belajar, program/penjurusan atau studi sambungan.
5. Alih tangan
Alih tangan merupakan suatu bentuk layanan untuk
melimpahkan kepada pihak lain yang lebih berkompeten
apabila masalah yang dihadapi diluar kemampuan dan
kewenangan petugas pemberi bantuan.
30
6. Penilaian dan tindak lanjut
Penilaian dan tindak lanjut merupakan suatu bentuk layanan
untuk keberhasilan upaya bimbingan yang telah diberikan.
Secara otomatis layanan ini dapat berfungsi untuk menilai
keberhasilan program pendidikan secara keseluruhan.
d. Segi masalah
Ditinjau dari segi masalah yang dihadapi para siswa bimbingan
disekolah mencakup tiga (3) hal berikut:
1. Bimbingan pendidikan
Bimbingan pendidikan merupakan upaya bimbingan dalam
membantu siswa menghadapi dan memecahkan masalah-
masalah pendidikan, misalnya pengenalan kurikulum,
pemilihan program jurusan, studi sambungan dan cara belajar.
2. Bimbingan karier
Bimbingan karier adalah upaya bantuan dalam pemahaman
diri, pemahaman nilai-nilai, pemahaman lingkungan, mengatasi
hambatan, dan perencanaan masa depan.
3. Bimbingan sosial-pribadi-emosional
Bimbingan sosial-pribadi-emosional merupakan usaha
bimbingan dalam membantu menghadapi dan memecahkan
masalah sosial-pribadi-emosional, seperti penyesuaian diri,
menghadapi konflik dan pergaulan.
3. Kriteria Keberhasilan Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan
Indikator keberhasilan pelayanan bimbingan dan penyuluhan kepada
peserta dapat dilihat dari perubahan tingkah laku atau sikap peserta yang
telah mendapat pelayanan, ialah bahwa peserta yang bersangkutan dapat:
a. Menerima diri sendiri, baik mengenai kekuatan-kekuatannya, maupun
kelemahan-kelemahannya, sehingga dapat membuat rencana,
menentukan cita-cita, dan membuat keputusan-keputusan yang realistis.
31
b. Memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai dunia
sekitarnya, sehingga dapat memperoleh tingkah sosial dalam pergaulan
dalam kehidupan masyarakat.
c. Memahami dan memecahkan masalahnya sendiri.
d. Memilih secara tepat dan menyelesaikan program studi secara berhasil,
sesuai dengan kemampuannya.
e. Memilih pendidikan lanjutan secara tepat sesuai dengan kemampuan
bakat dan minatnya.
f. Memperoleh bantuan dan pelayanan dari orang-orang atau badan-badan
di luar sekolah untuk memecahkan masalah yang tidak dapat
dipecahkan dengan pelayanan langsung dari sekolah.66
4. Petugas Bimbingan dan Penyuluhan ( Conseling)
Menurut W.S. Winkel petugas Bimbingan dan Konseling adalah
sebagai berikut:67
a. Tenaga ahli
Yang dimaksud tenaga ahli adalah tenaga yang mendapat pendidikan
khusus dalam Bimbingan dan Penyuluhan; secara ideal berijazah
sarjana dari FIP IKIP, jurusan Bimbingan dan Penyuluhan (BP) atau
jurusan yang sejenis. Tenaga ini bukanlah pengajar vak keahlian,
meskipun dia diangkat menjadi tenaga tetap di sekolah. Tenaga ini
dapat disebut “full-time guidance counselor”, karena seluruh waktu
dan perhatiannya dicurahkan pada pelayanan bimbingan dan karena
dialah menjadi penyuluh utama di sekolah.
b. Guru penyuluh atau guru pembimbing (Teacher Counselor)
Teacher Counselor adalah seorang guru yang dipilih diantara guru-
guru untuk memperoleh keahlian tambahan dalam bidang bimbingan;
pilihan itu terjadi berdasarkan tipe kepribadian, minat terhadap
bimbingan, sikap dalam bergaul dengan murid yang mirip dengan
66 Koestoer Partowisastro, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, ( Jakarta ; Erlangga,
1982), hlm. 97 67 Ibid, hlm. 48
32
sikap seorang ahli bimbingan, kemampuan untuk mengikuti penataran
dengan sukses.
Tugas tenaga semacam ini tergantung dari adanya/ tidak adanya
tenaga bimbingan di sekolah. Kalau ada tenaga ahli, teacher counselor
membantu tenaga ahli dalam memberikan bimbingan, khususnya
dalam pengumpulan data, penyebaran informasi kepada murid melalui
bimbingan kelompok dan dalam wawancara penyuluhan.
c. Guru-guru biasa (guru vak)
Yang dimaksud guru biasa ialah tenaga pengajar tetap yang
diikutsertakan dalam program bimbingan yang telah direncanakan
oleh koordinator. Beberapa jenis pelayanan bimbingan dapat
disalurkan melalui badan guru-guru; dengan demikian para guru tidak
berpindah status menjadi tenaga bimbingan dan juga tidak merangkap
seperti teacher counselor. Dengan demikian mereka pada saat-saat
tertentu bertindak sebagai pembimbing atau memberikan bantuan
kepada tenaga ahli bimbingan. Pada umumnya boleh dikatakan bahwa
sumbangan guru biasa terhadap program bimbingan merupakan
intensifikasi dari tugas mereka sebagai pengajar dan pendidik.
Bimo Walgito menyebutkan bahwa supaya pembimbing dapat
menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:68
1. Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup
luas, baik segi teori maupun segi praktik. Segi teori merupakan hal
yang penting karena segi inilah merupakan landasan dalam praktik.
2. Di dalam segi psikologik, seorang pembimbing telah cukup dewasa
dalam segi psikologiknya, yaitu adanya kemantapan atau kestabilan
di dalam psikologiknya, terutama dalam segi emosi.
68 Bimo Walgito, Op. Cit. Hlm. 30-31
33
3. Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya. Bila
jasmani maupun psikisnya tidak sehat hal ini akan mengganggu
tugasnya
4. Seorang pembimbing harus mempunyai sikap kecintaan terhadap
pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang
dihadapinya. Sikap ini akan membawa kepercayaan diri anak. Sebab
tanpa adanya kepercayaan dari klien tidaklah mungkin pembimbing
akan dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
5. Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik,
sehingga dengan demikian dapat diharapkan adanya kemajuan di
dalam usaha bimbingan dan penyuluhan ke arah keaadaan yang
lebih sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
6. Karena bidang gerak dari pembimbing tidak hanya terbatas pada
sekolah saja, maka seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah
tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga seorang
pembimbing akan mendapatkan kawan yang sanggup bekerja sama
dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak.
7. Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sefat-sifat yang dapat
menjalankan prinssip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan
dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.
5. Bidang-bidang Bimbingan dan Penyuluhan ( Conseling)
Pelayanan bimbingan dan penyuluhan (Conseling) di sekolah
merupakan kegiatan yang sistematis, terarah dan berkelanjutan. Oleh
karena itu pelayanan bimbingan dan penyuluhan selalu memperhatikan
karakteristik tujuan pendidikan, kurikulum, dan peserta didik. Bidang-
bidang bimbingan dan penyuluhan secara umum adalah sebagai berikut:69
a. Bidang bimbingan pribadi
Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan
konseling membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi
69 Hallen A, Op. Cit, hlm. 77
34
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap
dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Bidang bimbingan pribadi
ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
1. Penanaman dan pemantapan sikap dan kebiasaan serta
pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Penanaman dan pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan
pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif, produktif,
baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranan dimasa
depan.
3. Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat
pribadi serta penyaluran dan pengembangan melalui kegiatan-
kegiatan yang kreatif dan produktif.
4. Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri
dan usaha-usaha penanggulangannya.
5. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan
6. Pengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan
keputusan yang telah diambilnya.
7. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat,
baik secara rohaniah maupun jasmaniah.
b. Bidang bimbingan sosial
Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan
konseling di sekolah berusaha membantu peserta didik mengenal dan
berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti,
tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dirinci
menjadi pokok-pokok berikut:
1. Pengembangan dan pemantapan kemampuan berkomunikasi baik
melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.
2. Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan
sosial, baik dirumah, disekolah maupun dimasyarakat dengan
35
menjunjung tingggi tata krama, sopan santun serta nilai-nilai agama,
adat, peraturan dan kebiasaan yang berlaku.
3. Pengembangan dan pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis
dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di
sekolah lain, diluar sekolah maupun dimasyarakat pada umumnya.
4. Pengenalan, pemahaman dan pemantapan tentang peraturan,
kondisi dan tuntutan sekolah, rumah dan lingkungan serta upaya
dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis dan
bertanggungjawab.
5. Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat
serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif.
6. Orientasi tentang hidup berkeluarga.
c. Bidang bimbingan belajar
Dalam bidang bimbingan belajar. Pelayanan bimbingan dan konseling
membantu peserta didik untuk menumbuhkan dan mengembangkan
sikap kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan
keterampilan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
tekhnologi dan kesenian serta mempersiapkan peserta didik untuk
melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau untuk terjun
ke lapangan pekerjaan tertentu. Bidang bimbingan ini memuat pokok-
pokok materi berikut:
1. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar untuk mencari
informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru dan
nara sumber lainnya, mengembangkan keterampilan belajar,
mengerjakan tugas-tugas pelajaran dan menjalani program
penilaian hasil belajar.
2. Pengembangan dan pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik
secara mandiri maupun kelompok.
3. Pemantapan penguasaan materi program belajar disekolah sesuai
dengan perkembangan ilmu, tekhnologi dan kesenian.
36
4. Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial
budaya yang ada disekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat
untuk pengembangan pengetahuan dan kemapuan serta
pengembangan pribadi.
5. Orientasi dan informasi tentang pendidikan yang lebih tinggi,
pendidikan tambahan.
d. Bidang bimbingan karir
Dalam bidang bimbingan karir, pelayanan bimbingan dan
konseling ditujukan untuk mengenal potensi diri, mengembangkan dan
memantapkan pilihan karir. Bidang ini memuat pokok-pokok berikut:
1. Pengenalan terhadap dunia kerja dan usaha untuk memperoleh
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2. Pengenalan dan pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan
kecenderungan karier yang hendak dikembangkan.
3. Pengembangan dan pemantapan informasi tentang kondisi, serta
latihan kerja, jenis-jenis pekerjaan tertentu, serta latihan kerja sesuai
dengan pilihan karier.
4. Pemantapan cita-cita karier sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan, serta pemantapan sikap positif dan obyektif terhadap
pilihan karir.
6. Pendekatan dalam Bimbingan dan Penyuluhan ( Conseling)
Pada umumnya tekhnik-tekhnik yang digunakan dalam bimbingan
mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok dan
pendekatan secara individuil. Pendekatan secara kelompok disebut
bimbingan kelompok (group guidance) dan pendekatan secara individual
disebut individual counseling atau penyuluhan individuil.70
a. Bimbingan Kelompok
70 I. Djumhur, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, (Bandung; CV. Ilmu, 1975),
hlm.106
37
Tekhnik ini dipergunakan dalam membantu murid atau sekelompok
murid memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan
kelompok. Masalah yang dihadapi mungkin bersifat kelompok atau
bersifat individuil yaitu dirasakan oleh individu sebagai anggota
kelompok. Dengan demikian penyelenggaraan bimbingan kelompok
mungkin dimaksudkan untuk membantu mengatasi masalah bersama
atau membantu seorang individu yang menghadapi masalah dengan
menempatkannya dalam suatu kehidupan kelompok. Beberapa bentuk
khusus tekhnik bimbingan kelompok yaitu;
1. Home room program
yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar
guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat
membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan dalam kelas
dalam bentuk pertemuan antara guru dengan murid diluar jam-jam
pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu.
Dalam program home room ini hendaknya diciptakan suatu situasi
yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat
mengutarakan perasaannya seperti dirumah. Atau dengan perkataan
lain home rome ini ialah membuat suasana kelas seperti dirumah.
Dalam kesempatan itu diadakan tanya jawab, merencanakan suatu
kegiatan, menampung pendapat dan sebagainya. Program home
room ini dapat diadakan secara periodik (berencana) atau dapat pula
dilakukan sewaktu-waktu.
2. Karyawisata atau field trip
Karyawisata atau fieldtrip disamping berfungsi sebagai kegitan
rekreasi atau metode mengajar, dapat pula berfungsi sebagai salah
satu tekhnik dalam bimbingan kelompok. Dengan karya wisata
murid mendapat kesempatan meninjau obyek-obyek yang menarik
dan mereka mendapat informasi yang lebih baik dari obyek itu.
Disamping itu murid-murid mendapat kesempatan untuk
memperoleh penesuaian dalam kehidupan kelompok, misalnya
38
berorganisasi, kerjasama, rasa tanggungjawab, percaya pada diri
sendiri. Juga dapat mengembangkan bakat dan cita-citanya.
3. Diskusi kelompok
Diskusi kelompok merupakan sutau cara dimana murid-murid akan
mendapat kesempatan untuk memecahkan masalah bersama-sama.
Setiap murid mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikiran
masing-masing dalam memecahkan suatu masalah.
4. Kegiatan kelompok
Kegiatan kelompok dapt merupakan tekhnik yang baik dalam
bimbingan, karena kelompok memberikan kesemptan kepada
individu untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak
kegiatan tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam
kelompok. Untuk mengembangkan bakat-bakat dan menalurkan
dorongan-dorongan dapat dilakukan melalui kegiatan kelompok.
Dengan kegiatan ini setiap anak mendapat kesempatan untuk
menyumbangkan pikirannya. Juga dapat mengembagkan rasa
tanggung jawab.
5. Organisasi murid
Organisasi murid baik dalam lingkungan sekolah maupun diluar
sekolah, dapat merupakan salah satu tekhnik dalam bimbingan
kelompok. Melalui organisasi ini banyak masalah-masalah yang
sifatnya individual maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam
organisasi murid mendapat kesempatan untuk belajar mengenal
berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan murid dalam
organisasi murid dapat mengembangkan bakat kepemimpinan
disamping memupuk rasa tanggung jawab dan harga diri.
6. Sosiodrama
Sosiodrama dipergunakan sebagai suatu tekhnik didalam
memecahkan masala-masalah sosial dengan melalui kegiatan
bermain peranan. Di dalam sosiodrama ini individu akan
memerankan suatu peranan tertentu dari suatu situasi masalah
39
sosial. Dalam kesempatan itu individu akan menghayati secara
langsung situasi masalah yang dihadapinya. Dari pementasaan itu
kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan
masalahnya.
7. Psikodrama
Jika sosiodrama merupakan tekhnik untuk memecahkan masalah-
masalah sosial, maka psikodrama adalah tekhnik untuk memecahkan
masalah-masalah psychis yang dialami oleh individu. Dengan
memerankan suatu peranan tertentu, konflik atau ketegangan yang
ada dalam dirinya dapat dikurang atau dihindarkan. Kepada
sekelompok murid dikemukakan suatu ceritera yang didalamnya
tergambarkan adanya suatu ketegangan psychis yang dialami
individu. Kemudian murid-murid diminta untuk memainkan dimuka
kelas. Bagi murid-murid yang mengalami ketegangan, permainan
dalam peranan itu dapat mengurangi ketegangannya.
b. Penyuluhan individuil (Individual Counseling)
Counseling atau penyuluhan merupakan salah satu tekhnik
pemberian bantuan secara indiviuil dan secara langsung berkomunikasi.
Dalam tekhnik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang
bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang
dilaksanakan dengan wawancara antar counselor dengan kasus. Masalah
yang pecahkan melalui tekhnik counseling ini ialah masalah-masalah
yang sifatnya pribadi.
Dalam counseling counselor bersikap penuh simpati dan empati.
Simpati artinya menunjukan adanya sikap turut merasakan apa yang
sedang dirasakan oleh kasus (counselee). Dan empati artinya berusaha
menempatkan diri dalam situasi diri counselee dengan segala masalah
yang dihadapinya. Dengan sikap ini counselee akan memberikan
kepercayaan yang sepenuhnya kepada counselor. Dan ini sangat
membantu keberhasilan dalam counseling.
40
Pada umumnya dikenal ada tekhnik khusus dalam counseling
yaitu;
1. Directif counseling, yaitu tekhnik counseling dimana yang
paling berperan ialah counselor; counselor berusaha
mengarahkan counselee sesuai dengan masalahnya.
2. Non-directif counseling, tekhnik ini kebalikan dari tekhnik
diatas, yaitu semuanya berpusat pada counselee. Counselor
hanya menampung pembicaraan, yang berperan adalah
counselee. Counselee bebas bicara sedangkan counselor
menampung dan mengarahkan.
3. Electif counseling, yaitu campuran dari kedua tekhnik diatas.
Maksudnya counselor dapat menggunakan kedua tekhnik diatas
sesuai dengan situasi dan kondisi yang terbaik bagi counsele.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa counselor
dalam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan dapat menggunakan
dua pendekatan yaitu pendekatan bimbingan kelompok dan pendekatan
counseling individuil. Kedua pendekatan tersebut dapat digunakan
sesuai dengan tingkat masalah yang dimiliki kasus, situasi maupun
kondisi kasus.
B. Kedisiplinan Peserta Didik Pada Norma Sekolah
1. Pengertian Kedisiplinan
Secara terminologi kata kedisiplinan berasal dari kata disiplin yang
mendapatkan awalan ke- dan akhiran -an yang mempunyai arti ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan tata tertib.71
Sedangkan definisi disiplin secara istilah yang dikemukakan para
ahli misalnya; Suryono Sukanto menyebutkan istilah disiplin dikaitkan
dengan keadaan yang tertib. Artinya suatu keadaan dimana perikelakuan
atau tingkah laku seseorang mengikuti pola-pola tertentu yang telah
71 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op.Cit., hlm. 664
41
ditetapkan lebih dahulu.72 Suharsimi Arikunto mendefinisikan disiplin
menjadi sesuatu yang berkenaan dengan pengendalian diri seseorang
terhadap bentuk-bentuk aturan.73
Sedangkan Thomas Gordon memberikan pemahaman tentang
disiplin sebagai perilaku dan tata tertib yang sesuai dengan peraturan dan
ketetapan, atau perilaku yang diperoleh dari pelatihan.74 Jadi adanya tata
tertib supaya dapat di jalankan dengan baik memerlukan proses latihan.
Dari pendapat para ahli mengenai definisi disiplin diatas, maka
dapat diformulasikan bahwa kedisiplinan merupakan suatu perbuatan atau
tingkah laku yang menunjukan sikap patuh atau taat pada suatu peraturan
atau tata tertib yang telah ditetapkan melalui latihan. Atau dengan kata lain
disiplin itu berkenaan dengan pengendalian diri seseorang terhadap bentuk-
bentuk aturan.
Dari definisi tersebut terkandung prinsip-prinsip sebagai berikut;
a. Perilaku baik yang selalu mengikuti aturan atau norma
b. Aturan, norma dan kaidah baik yang berasal dari Tuhan, manusia,
maupun masyarakat yang dijadikan sebagai pedoman.
2. Dasar dan Tujuan Pembinaan Kedisiplinan
a. Dasar Pembinaan Kedisiplinan
Sebagai manusia kita pasti tahu dan bahkan mengalami bahwa
manusia tidak bisa hidup sendirian, namun manusia sebagai makhluk
sosial akan selalu berinteraksi dengan sesamanya. Dalam interaksi itu
manusia terikat oleh suatu peraturan atau norma atau tata tertib yang
mengatur perilakunya. Maka manusia dituntut wajib mengikuti
peraturan atau norma-norma yang mengatur cara hidupnya dimana ia
tinggal.
72 Suryono Sukanto, Memperkenalkan Sosiologi, ( Jakarta; Rajawali, 1988), hlm.55 73 Suharsimi Arikunto, Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi, (Jakarta; Rineka
Cipta,1993),hlm. 114 74 Thomas Gordon, Terj. S. Suprayitna dan Amitya Kumara, Mengajarkan Anak
Berdisiplin Diri Di Rumah Dan Di Sekolah, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 3
42
Dalam mengikuti peraturan tersebut diperlukan sikap disiplin
yang dimiliki oleh setiap manusia. Sebab, tanpa adanya kesadaran
bersikap disiplin pada setiap individu, dapat menimbulkan
ketidakteraturan dalam hidup. Disiplin merupakan faktor yang sangat
penting dalam kehidupan baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun
masyarakat. Di sekolah disiplin juga sangat diperlukan karena akan
mendukung keberhasilan proses belajar mengajar.
Hal Ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Rudolf Dreikurs
bahwa disiplin merupakan titik pusat dalam pendidikan. Menurutnya
dalam proses belajar mengajar tanpa disiplin tidak akan ada
kesepakatan antara guru dan murid, dan hasil pelajaran pun
berkurang.75 Disiplin sekolah apabila diterapkan dengan baik, konsisten
dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku
peserta didik.
Oleh karena itu sekolah perlu mengupayakan situasi dan kondisi
yang bisa membantu anak dalam mengembangkan disiplin diri.
Menurut Sochib upaya untuk mengembangkan didiplin diri bisa
dilakukan dengan mengundang anak-anak untuk mengaktifkan diri
dengan nilai-nilai moral untuk memiliki dan mengembangkan dasar-
dasar disiplin diri. Upaya tersebut menunjukan perlu adanya posisi dan
tanggung jawab dari orang tua. Karena orang tua berkewajiban
meletakan dasar-dasar disiplin diri kepada anak bersama sekolah dan
masyarakat dikembangkan disiplin diri itu.76
Sekolah sebagai kepanjangan tangan dari orang tua peserta didik
sudah sewajarnya memberi pembinaan dengan kedisiplinan. Karena
disiplin yang sudah ada pada diri peserta didik akan dapat terwujud
dengan baik apabila dibina sejak dini, sejak usia muda, dimulai dari
lingkungan keluarga, melalui pendidikan dan tertanam sejak usia muda.
75 Rudolf Deikurs dan Pearl Cassel, Disiplin Tanpa Hukuman, (Bandung; Remaja Karya,
1986), hlm. 6 76 Moh. Sochib, Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin
Diri, (Jakarta; Rineka Cipta, 1998), hlm.11
43
Dengan pembinaan yang lama, maka disiplin akan menyatu kuat dalam
dirinya dengan bertambahnya usia.77
Pembinaan kedisiplinan anak dilakukan mulai dari kecil karena
perilaku dan sikap disiplin seseorang terbentuk tidak secara otomatis,
namun melalui proses yang panjang dan tidak dibentuk dalam waktu
yang singkat. Disiplin dalam Islam sangat dianjurkan untuk selalu
diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Anjuran ini secara
implisit tertuang didalam Al-Qur-an surat Al-Ashr ayat 1-3:
ا و ن امن يذ الالا )2( رس خيف لانسنال انا) 1( رصلع او-1: العصر (ربا لصاب وا صوتوPالP قلحاابواصوت وحتلواالص لمعو3(
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.78
Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa Allah menyuruh kepada
manusia supaya dapat memanfaatkan waktu dengan baik, yaitu tidak
menyia-nyiakan waktu yang tersedia dengan melakukan perbuatan
yang tidak bermanfaat. Ini menunjukan bahwa Allah menyuruh
manusia untuk berlaku disiplin dalam menggunakan waktu yang
tersedia. Namun, perintah disiplin tersebut tidak terbatas dalam aspek
waktu saja, akan tetapi disiplin yang diaktualisasikan dalam segala
aspek kehidupan.
b. Tujuan pembinaan kedisiplinan
Setiap perbuatan manusia mempunyaai tujuan-tujuan tertentu.
Sedangkan tujuan dari disiplin menurut para ahli adalah sebagai
77 Soegeng Prijodarminto, Disiplin Kiat Menuju Sukses, (Jakarta; Abadi, 1994),Cet. IV,
hlm. 17 78 Departemen Agama, Op.Cit., hlm. 1099
44
berikut; Menurut Ellen G. White disiplin memiliki tujuan sebagai
berikut;79
1. Pemerintahan atas diri.
2. Menaklukan kuasa kemauan.
3. Perbaiki kebiasaan-kebiasaan.
4. Hancurkan benteng setan.
5. Ajar menghormati orang tua dan Ilahi.
6. Penurutan atas dasar prinsip, bukan paksaan.
Emile Durkheim menyebutkan bahwa disiplin mempunyai
tujuan ganda: mengembangkan suatu keteraturan dalam tindak-tanduk
manusia dan memberinya suatu sasaran tertentu yang sekaligus
membatasi cakrawalanya.80
Sedangkan Charles Schaefer membagi tujuan disiplin menjadi
2 (dua) yaitu tujuan dekat dan tujuan jangka lama. Tujuan dekat
disiplin adalah untuk membuat anak-anak terlatih dan terkontrol,
dengan mengajarkan mereka bentuk-bentuk tingkah laku yang pantas
atau yang masih asing bagi mereka. Sedangkan tujuan jangka lama
dari disiplin ialah perkembangan dari pengendalian diri sendiri dan
pengarahan diri sendiri (self control dan self direction), yaitu dalam
hal mana anak-anak dapat mengarahkan diri sendiri tanpa pengaruh
dari luar. Pengendalian diri berarti menguasai tingkah laku diri sendiri
dengan berpedoman norma-norma yang jelas, standar-standar, dan
aturan-aturan yang sudah menjadi milik diri sendiri.81
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pembinaan
kedisiplinan adalah untuk menanamkan kesadaran kepada peserta
didik supaya dalam bertingkah laku berdasarkan nilai-nilai agama,
nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap
79 Ellen G. White, Mendidik dan Membimbing Anak,( Bandung; Indonesia Publishing
House, 1998), hlm. 213-214 80 Emile Durkheim, Op. Cit., hlm. 35 81 Charles Schaefer, Bagaimana Mendidik Dan Mendisiplinkan Anak,( Medan;
Monora,1979), hlm. 9
45
hidup yang bermakna sehingga anak memiliki kepribadian baik dan
disiplin diri (self descipline).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan
Disiplin yang terdapat pada setiap individu timbul bukan secara
otomatis, namun disiplin tumbuh dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi disiplin antara lain sebagai berikut;
Tulus Tu’u menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi dan
membentuk disiplin (individu); mengikuti dan menaati aturan, kesadaran
diri, alat pendidikan, hukuman. Selanjutnya Tulus Tu’u menyebutkan
alasan faktor tersebut dapat mempengaruhi dan membentuk disiplin, alasan
tersebut sebagai berikut:82
1. Kesadaran diri sebagai pemahaman diri bahwa disiplin dianggap
penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya.
2. Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan praktik
peraturan-peraturan yang mengatur perilaku individunya.
3. Alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina dan
membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan
dan diajarkan.
4. Hukuman sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan meluruskan
yang salah sehingga orang kembali pada perilaku yang sesuai
dengan harapan.
Suharsimi Arikunto mengemukakan bahwa pembentukan sikap
kedisiplinan yang dibawa dari lingkungan keluarga akan menjadi modal
besar bagi pembentukan sikap kedisiplinan dilingkungan sekolah.83
menurutnya keluarga mempunyai pengaruh besar terhadap sikap dan
perilaku anak. Sikap anak yang disiplin biasanya tumbuh di lingkungan
keluarga yang penuh kasih sayang sebaliknya anak yang kasar atau keras
umumnya dalam keluarga memperlakukan jauh dari rasa kasih sayang.
82 Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa, ( Jakarta; Grasindo,
2004), hlm. 48 83 Suharsimi Arikunto, Op.Cit. hlm. 119
46
Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tumbuhnya sikap disiplin
pada anak tidak terjadi secara instan atau mendadak. Namun, kedisiplinan
seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang paling banyak
berpengaruh adalah keluarga karena keluarga merupakan tempat dimana
anak mendapatkan pendidikan pertama kali. Kedua, pendidikan yang
diperoleh sekolah dan masyarakat seperti pembentukan kebiasaan, sikap
dan pembentukan kesusilaan dan keagamaan. Ketiga, kewibawaan yang
dimiliki oleh pendidik baik orang tua atau guru. Keempat, orang yang
dijadikan sebagai contoh dalam sikap dan perilakunya.
4. Pendekatan dalam kedisiplinan
Disiplin yang tumbuh pada anak tidak muncul secara otomatis,
namun disiplin ada karena adanya suatu perbuatan yang dapat mendorong
kearah perilaku dan sikap tersebut. Perbuatan yang diarahkan untuk
tercapainya kesadaran anak untuk disiplin yang lebih baik memerlukan
pendekatan yang baik. Ada beberapa pendekatan disiplin yang
dikemukakan oleh para ahli.
Bambang Sujiono menyebutkan ada 2 pendekatan disiplin yaitu:84
a. Disiplin dengan paksaan (disiplin otoriter) yaitu pendisiplinan yang
dilakukan secara paksa, anak diharuskan mengikuti aturan yang telah
ditentukan. Apabila anak tidak melakukan perintah ia akan dihukum
dengan cara pemberian sanksi hukuman fisik, mengurangi pemberian
materi, membatasi pemberian penghargaan atau berupa ancaman
langsung dan tidak langsung.
b. Disiplin tanpa paksaan (disiplin permisif) yaitu disiplin yang
membiarkan anak mencari sendiri batasan.
Sedangkan Benyamin Spock menyebutkan disiplin ada 3 (tiga)
yaitu: disiplin otoriter, disiplin lunak, dan disiplin demokratik.85
84 Bambang Sujiono dkk, Mencerdaskan Perilaku Anak Usia Dini , (Jakarta; PT Elex
Media Komputindo, 2005) hlm. 30 85 Benyamin Spock, terj. Wunan Jaya K. Liotohe, Raising Children In a Difficult Time
,(Jakarta; Gunung Jati, 1982), hlm.
47
a. Disiplin otoriter
Disiplin otoritarian hampir identik dengan pengendalian tingkah
laku berdasarkan tekanan, dorongan, pemaksaan dari luar diri
seseorang. Pada pendekatan ini hukuman dan ancaman dapat dipakai
untuk memaksa, menekan, mendorong sesorang mematuhi dan
menaati peraturan.
Dengan pendekatan disiplin semacam ini, orang tidak
mempunyai kesempatan untuk tahu mengapa disiplin itu harus
dilakukan dan apa tujuan disiplin itu. Sehingga mereka melakukan
sesuatu tidak berdasarkan kesadaran sendiri, namun karena takut akan
adanya ancaman dan hukuman.
b. Disiplin lunak (permisif)
Dalam disiplin ini seseorang dapat bertindak menurut
keinginannya. Dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan
bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya itu. Seseorang
yang berbuat sesuatu dan ternyata membawa akibat melanggar norma
atau aturan yang berlaku, tidak diberi sanksi atau hukuman.
Namun dengan pendekatan disiplin semacam ini orang dapat
berbuat semaunya tanpa kontrol dan kendali.
c. Disiplin demokratis
Pendekatan disiplin demokratis dilakukan dengan memberi
penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami
mengapa diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada.
Tekhnik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek hukuman. Sanksi
atau hukuman dapat diberikan kepada yang menolak atau melanggar
tata tertib. Hukuman dimaksud sebagai upaya menyadarkan,
mengoreksi, dan mendidik.
Beberapa bentuk disiplin diatas apabila diterapkan pada anak atau
peserta didik akan menghasilkan sifat dan tingkah laku anak yang berbeda.
Disiplin otoriter akan menjadikan anak patuh diwaktu ada pemimpin, anak
kurang kreatif, perhatian berkurang apabila tidak ada pemimpin. Sebaliknya
48
disiplin demokratis akan menjadikan anak patuh walaupun tidak ada
pemimpin, anak yang kreatif karena berani bertanya, mempunyai tanggung
jawab walaupun tidak ada pemimpin.
5. Bentuk-bentuk tindakan pendidikaan untuk membina kedisiplinan
peserta didik
Setiap pendidik dalam memberikan pembinaan terhadap anak
didiknya tidak bisa dilakukan dengan tindakan yang asal-asalan, sehingga
dengan tindakan yang asaal-asalan tersebut dapat mengakibatkan kesalahan
dalam pendidikan. Namun, dalam setiap aktivitas pendidikan di perlukan
tindakan pendidikan yang benar. Sehingga tujuan pendidikan yang akan di
capai dapat terwujud.
Tindakan pendidikan dalam upaya membina self discipline yang
dikemukakan oleh Charles Schaefer adalah sebagai berikut: 86
1. Mengalihkan jurusan (redirecting)
Mengalihkan jurusan adalah suatu metode untuk
mengalihkan dan mengarahkan kembali tenaga atau kegiatan
seseorang anak kepada suatu kegiatan lain, sebagai pengganti dari
kegiatan semula.
Tindakan ini dilakukan dengan tujuan supaya perhatian
seorang anak berpindah dari satu obyek atau jenis tingkah laku yang
tidak disenangi kepada suatu jenis kegiatan atau tingkahlaku yang
dikehendaki dan lebih sesuai dengan kehendak dengan harapan
bahwa jenis kegiatan yang baru atau sudah beralih itu, akan
menyebabkan minat anak-anak menjadi hilang kepada jenis tindakan
atau kegiatan semula.
2. Contoh teladan (modeling)
Teladan atau modeling adalah yang berhubungan dengan
contoh teladan dari orang tua untuk anak-anak, dengan perbuatan
dan tindakan-tindakannya sehari-hari. Contoh teladan dipandang
86 Charles Schaefer, Op.Cit. hlm. 18
49
lebih efektif untuk mendidik anak dari bahasa sendiri karena teladan
itu menyediakan isyarat-isyarat nonverbal yang karena berarti, yang
menyediakan suatu contoh yang jelas untuk ditiru.
Menurut Charles Schaefer bahwa anak-anak adalah peniru
yang terbesar didunia. Mereka terus menerus meniru apa yang
dilihat mereka dan menyimpan apa yang mereka dengar.87
Kebanyakan apa yang diketahui anak-anak tentang cara-cara
bertingkah laku yang pantas dimasyarakat, dipelajari mereka dengan
proses ini, yaitu dengan mencontoh dan menyimpan tingkah laku
dari orang yang lebih tua atau guru mereka. Pengaruh yang meresap
seperti ini, adalah lebih penting dari usaha-usaha orang tua yang
dilakukan secara lebih sadar dan sengaja, untuk mengajar dan
mempengaruhi anak-anak mereka.
Pentingnya teladan dari orang tua dan guru bagi anak didik
maupun peserta didik karena anak merupakan individu yang akan
selalu melihat apa yang tengah dilakukan orang tua atau pendidik,
dan secara berlahan mulai meniru dan berlaku seperti mereka hingga
jika anak itu akan membentuk mereka untuk menjadi orang yang
bersikap disiplin dan demikian pula sebaliknya.
3. Hadiah dan Ganjaran
Hadiah dapat juga digolongkan menjadi 2 yaitu yang bersifat
intrinsik dan ekstrinsik. Yang bersifat intrinsik, yaitu tindakan atau
perbuatan anak yang memuaskan dan memenuhi tujuan dan
kehendak anak. Atau yang bersifat extrinsik yaitu kepuasan atau
kesenangan yang berasal dari sumber-sumber luar, tegasnya dari
luar diri anak.
Tujuan jangka lama dari pemberian hadiah atau ganjaran ialah
untuk makin mengembangkan agar hadiah atau kesenangan itu lebih
bersifat intrinsik daripada bersifat extrinsik. Atau supaya sumber
kesenangan itu dalam melakukan sesuatu tindakan atau kelakuan itu
87 Ibid, hlm. 21
50
datang atau timbul dari perbuatan diri anak itu sendiri, dari pada
karena dipuji atau dihadiahi orang lain.
4. Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu persetujuan formil yang tertulis
antara guru dan peserta didik. Suatu bentuk perjanjian khusus
dengan syarat-syarat dan hadiah-hadiah yang diberikan kepada
seorang anak, sesudah dia dalam bergantung kepada kebijaksanaan
dan pendapat guru.
Suatu perjanjian yang baik akan berisi tuntutan-tuntutan yang
pantas dan dapat dipenuhi oleh kedua belah pihak, sehingga tidak
ada satu pihak pun merasa diakal-akali.
5. Memuji
Memuji menunjukan harga atau nilai dari sifat-sifat mereka,
kesanggupan-kesanggupan atau prestasi-prestasi mereka. Pujian
menunjukan kepada peserta didik, bahwa guru menilai dan
menghargai perbuatan-perbuatan atau usaha-usaha mereka itu.
Pujian memberikan anak-anak perasaan berharga yang diperlukan,
perasaan kebolehan, dan kepercayaan terhadap diri.
6. Mengajak
Mengajak adalah suatu jalan untuk mempengaruhi anak-anak
untuk melakukan sesuatu dengan lebih membangkitkan perasaan
atau emosi mereka, dorongan-dorongan dan cita-cita mereka
daripada intelek atau pikiran mereka. Kerelaan anak-anak terhadap
ajakan atau persuasi itu adalah sukarela, dan berdasarkan
pertimbangan mereka, bahwa tingkahlaku tertentu akan dengan
sendirinya mempertinggi kebaikan mereka.
7. Meminta
Suatu permintaan berarti meminta seorang anak untuk
melakukan sesuatu buat orang yang meminta sebagai suatu
kemurahan atau kebaikan hati. Anak-anak atau peserta didik akan
bersedia untuk menuruti permintaan-permintaan, kalau orang
51
tersebut mempunyai suatu hubungan bersahabat dan positif dengan
anak-anak.
8. Peringatan atau isyarat
Ada beberapa kejadian-kejadian dalam usaha mendidik anak
atau peserta didik, dimana perlu untuk memberi peringatan atau
isyarat-isyarat kepada seorang anak, untuk memulai suatu
tingkahlaku yang diingini atau menghentikan sesuatu perbuatan
yang tidak pantas. 88
9. Membangun rutin dan kebiasaan
Pada dasarnya manusia dilahirkan atas dasar fitrah, yaitu
dengan naluri Tauhid dan Iman kepada Allah, namun dalam
kehidupan anak akan terbentuk kepribadian dan keyakinannya oleh
lingkungan.anak adalah amanah Allah bagi kedua orangtuanya.
Hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya, jika
dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan seperti binatang maka akan
celakalah anak itu, sedang memeliharanya adalah dengan upaya
pendidikan dan mengajarinya akhlak yang baik.
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidikan yang penting
sekali, terutama bagi anak-anak karena pembiasaan bisa dimulai dari
awal lingkungan peserta didik yaitu keluarga. Oleh karena itu,
sebagai permulaan dan sebagai pangkal pendidikan, pembiasaan
merupakan alat satu-satunya. Pembiasaan yang baik penting artinya
bagi pembentukan watak anak-anak, dan juga akan terus
berpengaruh kepada anak-anak sampai hari tuanya. 89
10. Hukuman
Hukuman berarti suatu bentuk kerugian atau kesakitan yang
ditimpakan kepada orang yang berbuat salah. Sehingga dapat
menyebabkan orang tidak senang, karena hukuman dapat
menimbulkan kehilangan, kesakitan, atau penderitaan.
88 Ibid, hlm. 60 89 Ibid, hlm. 73
52
C. Norma Sekolah
1. Pengertian Norma Sekolah
Untuk mengetahui pengertian norma sekolah, lebih dahulu penulis
perlu untuk menjelaskan pengertian norma. Para ahli dalam memberikan
definisi mengenai norma antara satu dengan lainnya berbeda–beda tetapi
intinya sama. Kartini Kartono mendefinisikan norma sebagai aturan,
ukuran, pokok kaidah, patokan yang dijadikan panutan bagi tingkah laku
manusia, guna menjamin keselamatan, ketentraman, dan kesejahteraan.90
Definisi tersebut memberikan makna bahwa norma merupakan aturan yang
dijadikan pedoman tingkah laku manusia supaya hidupnya selamat,
tentram dan sejahtera.
Menurut Alvin Bertrand, norma adalah tingkah laku yang diterima
atau diperlakukan dalam keadaan tertentu. Norma mencerminkan aturan
permainan, atau dengan kata lain menentukan patokan bertingkah laku, dan
menilai perbuatan.91 Sedangkan menurut Sherif, norma adalah pengertian
umum yang seragam antara anggota kelompok mengenai cara-cara
bertingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila
mereka berhadapan dengan situasi yang bersangkut paut dengan kehidupan
kelompok.92 Definisi dari Sherif ini dapat dipahami bahwa norma
merupakan cara-cara tingkah laku yang dijadikan pedoman dalam
kelompok.
Dari definisi norma diatas dapat diambil kesimpulan bahwa norma
sekolah adalah pedoman atau standar tingkah laku manusia di sekolah
yang berfungsi untuk keselamatan, kesejahteraan dan ketentraman yang
sebelumnya telah disepakati bersama dan apabila dilanggar akan dikenai
sanksi bagi pelanggarnya.
90 Kartini Kartono, Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis, (Bandung; CV. Mandar Maju,
1992), Cet. I, hlm. 95 91 Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikaan, (Jakarta; PT. Renika Cipta, 2000), hlm. 25 92 Ibid, hlm. 25
53
2. Sekolah dan Sosialisasi Norma
Masa perubahan seorang anak dari keadaannya sebagai makhluk
biologis menjadi makhluk sosial pada tahun-tahun pertama dari
kehidupannya di dunia merupakan proses yang sangat penting.
Pada mulanya anak yang dilahirkan di dunia merupakan makhluk
yang bersih. Dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya anak akan
melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Manusia yang ada di
sekitarnya, akan membentuk anak tadi seolah-olah seperti sehelai kertas
putih bersih yang kemudian ditulisi dengan kata-kata dan kalimat.
Demikian juga yang terjadi di sekolah anak yang pertama kali masuk
sekolah pada mulanya masih belum tahu apa-apa. Setelah berinteraksi baik
dengan guru maupun dengan teman lainnya, anak akan mengetahui dan
memperoleh tentang sesuatu. Anak di sekolah akan mengerti berbagai ilmu
pengetahuan dan nilai-nilai hidup yang di dapat dari proses interaksi
tersebut.
Anak bisa tahu berbagai ilmu pengetahuan tersebut karena adanya
transfer ilmu pengetahuan dari guru. Interaksi dalam pendidikan
merupakan proses sosialisasi karena disekolah terjadi internalisasi nilai-
nilai atau norma-norma. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh
Vebrianto yang menyatakan bahwa sekolah merupakan tempat yang
secara formal sebagai tempat sosialisasi.93 Pendapat ini diperkuat oleh
Nana Syaodih yang menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya
merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik untuk mencapai
tujuan pendidikan.94 Jadi tujuan pendidikan dicapai dengan cara
mensosialisasikan berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan kepada
peserta didik melalui interaksi.
Sosialisasi secara umum dimengerti sebagai proses dimana warga
masyarakat dididik untuk mengenal, memahami, mentaati dan menghargai
norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Secara
93 St. Vebrianto, Sosiologi Pendidikan, ( Jakarta; Gramedia, 1993), hlm. 73 94 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung; Remaja
Rosdakarya, 2003), hlm.3
54
khusus sosialisasi mencakup suatu proses dimana warga masyarakat
mempelajari kebudayaannya, belajar mengendalikan diri serta mempelajari
peranan-peranan dalam masyarakat.95 Dengan demikian dapat dipahami
bahwa sosialisasi merupakan pemberitahuan mengenai pranata yang lebih
teratur dan bertanggung jawab terhadap penyampaian cara-cara bertindak
dan berpikir yang diterima oleh masyarakat di sekitarnya.
Dalam proses sosialisasi, individu akan mendapatkan pengawasan,
pembatasan, atau hambatan dari manusia lain atau masyarakat. Tetapi
individu juga mendapatkan bimbingan, dorongan, stimulasi, dan motivasi
dari manusia lain atau masyarakatnya. 96 Jadi dalam proses sosialisasi itu
individu bersikap reaktif maupun kreatif terhadap pengaruh individu lain
atau masyarakatnya.
Pendidikan sebagai usaha untuk menyiapkan peserta didik supaya
dapat hidup di masyarakat dengan baik akan memuat gambaran tentang
nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar dan indah untuk kehidupan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan mengandung
normasisasi yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi
tidak bertentangan dengan hakekat perkembangan peserta didik serta dapat
diterima untuk masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.97
Sekolah sebagai tempat pendidikan perlu mengembangkan norma-
norma kehidupan. Hery Noor Aly dan Munzier menyebutkan bahwa
norma sekolah yang perlu dikembangkan adalah; norma pertama,
kesepakatan mendasar tentang urgensi aturan dan arah bagi sekolah dengan
pandangan bahwa sekolah merupakan pranata sosial. Norma kedua, ialah
pengakuan terhadap hak dan kewajiban yang mengatur hubungan tenaga-
tenaga kependidikan didalam sekolah dan seluruh sistem persekolahan.98
95 Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi tentang Pribadi dalam Masyarakat, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, tth), hlm. 140 96 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta; Rineka Cipta, 1991), hlm.162 97 Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan, (Jakarta; Renika Cipta, 2000),
hlm. 37 98 Hery Noor Aly dan H. Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta; Friska Agung
Insani, 2003), hlm. 179
55
Senada dengan itu Retno Sri Ningsih Satmoko secara umum
menyatakan bahwa norma-norma dan nilai-nilai yang perlu dikembangkan
kepada manusia Indonesia adalah nilai-nilai universal yang diakomodasi,
diadaptasi dalam nilai-nilai khas yang terkandung dalam budaya bangsa.
Artinya nilai-nilai yang terkandung dalam pikiran–pikiran, ide-ide, gagasan
yang terbukti baik dan berguna untuk menyelenggarakan hubungannya
dengan sesama manusia terus dihayati, diamalkan dan kemudian dalam
proses hidup bermasyarakat mengendap, mengkristal sehingga terbentuk
suatu sistem nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.99
Nilai budaya yang menjadi pedoman tingkah laku manusia Indonesia
dan masyarakat Indonesia menurut Soegeng Prijodarminto pada
umumnya dapat dikelompokan menurut nilai-nilai dasar berikut:100
1. Nilai dasar yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945
adalah merupakan sumber utama bagi pembentukan sistem nilai-
nilai lain. Setiap perilaku manusia dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara harus berpedoman pada sistem nilai dasar tersebut.
2. Norma atau kaidah atau yang lazim di namakan adat istiadat
(costum), yang memberikan pedoman tingkah laku masyarakat
dengan budaya tertentu.
3. Peraturan tertulis atau hukum kebiasaan yang memberikan
pedoman dalam kegiatan manusia diberbagai bidang kehidupan
manusia.
4. Adat atau kebiasaan sebagai aturan yang tidak tertulis yang
mengatur tingkah laku manusia, orang perorang.
Dalam Islam norma yang perlu dikembangkan adalah nilai-nilai
agama yang mengandung kebaikan bagi umat Islam yang bersumber dari
al-Qur’an dan Al-Hadits. Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan sumber
ajaran moral atau pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria
99 Retno Sriningsih Satmoko, Landasan Kependidikan Pengantar Kearah Ilmu Pendidikan
Pancasila, (Semarang; IKIP Semarang Press, 1999), 31 100 Soegeng Prijodarminto, Op. Cit., hlm. 25
56
baik dan buruknya sesuatu perbuatan. Sesuai firman Allah dalam Al-Quran
surat Al- Maidah ayat 15:
بتلك ان منوفخ تمتنا آمم ا ريث آمك لنيبا ينلوس رمآاء جد قبتلك الهيا )15: الما ئد ة (نيب مبتآ ورو ن اهللان ممآاء جد قPقلىPريث آ نا عوفعيو
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rosul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) di biarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan .101(Q.S. Al-Maidah: 15)
Di sekolah norma-norma yang berlaku akan berfungsi baik apabila
guru/pendidik sebagai pelaksana pendidikan berperan serta ikut membina
dan mengawal peserta didik dengan menginternalisasi nilai-nilai moral
yang bersumber dari nilai-nilai agama kedalam norma-norma sekolah.
Sehingga dalam lingkungan muslim yang berkembang dalam kehidupan
sehari-hari adalah norma yang berkarakter islami.
Norma, nilai dan kaidah yang terkandung dalam pancasila tersebut
harus diusahakan manunggal dan menjadi bagian yang integral dalam
pribadi setiap manusia Indonesia. Dengan kata lain, norma, nilai dan
kaidah-kaidah tersebut harus menjadi milik pribadi manusia Indonesia.
Penghayatan dan personifikasi atas norma-norma, nilai dan kaidah sosial
ini amat penting dalam rangka kepentingan diri manusia sebagai pribadi,
agar dia dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
3. Norma-norma sekolah
Pada setiap lingkungan kehidupan manusia terdapat peraturan atau
norma-norma yang berlaku untuk mengatur aktivitas hidup masyarakat.
Demikian juga di sekolah, kegiatan belajar dapat berjalan lancar apabila
ada norma-norma yang berlaku disekolah. Norma-norma dalam kelompok
sosial biasanya dinyatakan dalam bentuk-bentuk cara, kebiasaan, tata
kelakuan dan adat istiadat, kepercayaan dan bahasa.
101 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., hlm. 161
57
a. Norma cara berbuat (Usage)
Norma cara menunjuk pada suatu perbuatan. Cara lebih banyak terjadi
pada hubungan-hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat.
Norma “cara” mempunyai kekuatan yang dapat dikatakan sangat lemah
dibanding norma yang lainnya. Lemahnya norma ini disebabkan karena
adanya sanksi yang ringan bagi pelanggarnya, seperti cemoohan atau
celaan dari individu lain yang dihubunginya. Perbuatan seseorang yang
melanggar norma (dalam tingkatan cara) tersebut dianggap orang lain
sebagai perbuatan yang tidak sopan. Di sekolah pelanggaran pada
norma ini misalnya; siswa meletakan kakinya diatas meja,
mengucapkan kata-kata kotor, berteriak di dalam kelas.
b. Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang (Folkways).
Kebiasaan adalah perbuatan yang berulang-ulang dalam bentuk yang
sama karena perbuatan itu disukai semua orang. Kebiasaan mempunyai
daya pengikat yang lebih kuat dibanding cara. Kebiasaan merupakan
suatu indikator kalau orang lain setuju atau menyukai perbuatan
tertentu yang dilakukan seseorang. Misalnya; kebiasaan masuk sekolah
pukul 07.00., kebiasaan shalat dhuhur berjamaah dan lain sebaginya.
Sanksi bagi pelanggarnya biasanya berupa teguran.
c. Tata kelakuan (mores)
Tata kelakuan adalah suatu kebiasaan yang diakui oleh masyarakat
sebagai norma pengatur dalam setiap berperilaku. Tata kelakuan lebih
menunjukan fungsi sebagai pengawas kelakuan oleh kelompok
terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan mempunyai kekuatan
pemaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; jika terjadi
pelangaran, maka dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi berupa
pemaksaan terhadap pelanggarnya untuk kembali menyesuaikan diri
dengan tata kelakuan umum sebagaimana telah digariskan. Bentuk
hukuman biasanya dikucilkan oleh kelompok masyarakat sekolah dar
pergaulan, bahkan mungkin dikeluarkan dari sekolah. Contoh : Siswa
58
suka berkelahi, siswa suka meminta uang kepada temannya dengan
cara memaksa, mencuri.
d. Adat Istiadat (Custom)
Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal serta yang
terintegrasi secara kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat
meningkat kekuatan mengikatnya menjadi custom. Norma adat istiadat
mempunyai sanksi lebih keras. Anggota masyarakat yang melanggar
adat istiadat, akan mendapat sanksi hukum, baik formal maupun
informal. Sanksi hukum formal biasanya melibatkan alat negara
berdasarkan undang-undang yang berlaku dalam memaksa
pelanggarnya untuk menerima sanksi hukum. Misalnya; pemerkosaan,
pembunuhan, mengedarkan narkoba dan lain sebagainya. Sedangkan
sanksi hukum informal biasanya diterapkan dengan kurang atau bahkan
tidak rasional, yaitu lebih ditekankan pada kepentingan kelompok
masyarakat.
e. Kepercayaan (belief)
Norma kepercayaan merupakan keyakinan seseorang atau masyarakat
yang berhubungan dengan perintah dan larangan dari Tuhan. Sanksi
yang akan diterima apabila orang melakukan pelanggaran adalah
berupa dosa.
f. Bahasa
Bahasa merupakan simbol yang mempunyai frekuensi paling tinggi
sebagai alat komunikasi manusia. Kita bisa mengatakan bahwa kata-
kata merupakan simbol karena merupakan wakil dari sesuatu obyek,
peristiwa atau hal lain. Bahasa akan berfungsi baik apabila
disampaikan secara komunikatif dan santun. Apabila bahasa
disampaikan secara asal-asalan akan menyebabkan terjadinya
kesalahfahaman sehingga bisa menyebabkan persoalan yang menjurus
terjadinya tindak anarkisme.
Sekolah sebagai institusi pendidikan memiliki kewajiban
menyampaikan norma-norma diatas sesuai dengan yang berlaku di
59
masyarakat peserta didik. Artinya sekolah tidak diperkenankan
menyampaikan norma yang tidak sejalan dengan kehidupan masyarakat.
Di sekolah peraturan atau norma yang berlaku pada umumnya
diwujudkan dalam sebuah tata tertib sekolah. Tata tertib merupakan
sesuatu untuk mengatur perilaku yang diharapkan terjadi pada peserta
didik. Peraturan menunjuk pada patokan atau standar yang sifatnya umum
yang harus dipenuhi oleh peserta didik.102 Apabila peserta didik tidak
memenuhi atau mentaati peraturaan-peraturan yang ada akan dikenai
sanksi.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa yang menjadi norma
sekolah adalah norma yang berlaku dan sesuai dengan budaya bangsa
Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk peraturan tertulis berupa tata
tertib maupun tidak tertulis yang sudah menjadi kesepakatan bersama
untuk dapat dilaksanakan oleh masyarakat sekolah.
102 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 113
60
BAB III
PELAKSANAAN PEMBINAAN KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK
PADA NORMA SEKOLAH OLEH BIMBINGAN DAN PENYULUHAN
DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) SEMARANG 2
A. Gambaran Umum Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2
1. Latar belakang berdirinya
Berdirinya Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 tidak lepas
dengan keberadaan sekolah sebelumnya yaitu Sekolah Pendidikan Guru
Agama Negeri (PGAN) Semarang yang beralamat di Jalan Sisingamaraja
nomor 5 Semarang (sekarang menjadi Kantor Wilayah Departemen
Agama Propinsi Jawa Tengah).
PGAN berubah menjadi MAN di latar belakangi oleh Keputusan
Menteri Agama RI nomor 64 Tahun 1990 tentang Alih Fungsi Pendidikan
Guru Agama Negeri (PGAN) Semarang menjadi Madrasah Aliyah Negeri
(MAN). Dengan adanya keputusan menteri tersebut secara keseluruhan
PGAN secara langsung berubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN).
Dalam proses alih fungsi PGAN menjadi MAN terdapat ketentuan antara
lain :
a. Tetap menyelenggarakan proses belajar mengajar bagi siswa kelas
II (dua), kelas III (tiga) sampai tahun pelajaran 1991/1992.
b. Pada awal tahun pelajaran 1990/1991 menerima siswa baru untuk
jenis sekolah baru dan tidak lagi menerima siswa baru Pendidikan
Guru Agama Negeri (PGAN).
Tahun 1992 terbit lagi keputusan menteri Agama RI nomor 42 tahun
1992 tentang Pengalihan Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN)
menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Semarang, yang beralamat di
jalan Patimura nomor 5 Semarang, Sejak saat itu tugas dan fungsi, susunan
organisasi dan tata kerja Madrasah Aliyah Negeri (MAN) berpedoman
pada keputusan Menteri Agama RI nomor 17 tahun 1978.
61
Kemudian terbit lagi peraturan Menteri Agama RI nomor 1 tahun
1996 tentang tata persuratan dinas di lingkungan Departemen Agama
mengenai penulisan/penyebutan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2
Semarang menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2. Dalam
PMA nomor 1 tahun 1996 tersebut di jelaskan bahwa:
a. Apabila dalam satu kota terdapat lebih dari satu madrasah, maka
setelah penulisan nama (kota/tempat kedudukan ditambah dengan
angka arab)
b. Apabila nama kota/tempat kedudukan madrasah tidak sama dengan
sebutan sekolah tersebut berdomisili, maka dipakai nama kota/tempat
kedudukan yang sudah berlaku.
2. Visi dan misi
Dalam penyelenggarakan pendidikan Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) Semarang 2 mempunyai visi dan misi sebagai berikut:
Visi Madrasah Aliyah Negeri Semarang 2 adalah ingin menciptakan
generasi/anak bangsa yang cerdas yang dilandasi iman dan taqwa
berdasarkan ajaran Islam.
Sedangkan misi Madrasah Aliyah Negeri Semarang 2 adalah
menghasilkan generasi cerdas yang Islami yang siap hidup mandiri dan
mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
3. Letak geografis
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 boleh dikatakan berada
di daerah pedalaman Kota Semarang. Namun demikian, madrasah ini
dilewati jalur transportasi umum yang memudahkan siswanya untuk
berangkat ke Madrasah atau pulang ke rumahnya. Di sekitar madrasah
sebelah timur terdapat pasar dan perumahan penduduk kelurahan
Bangetayu wetan. Di depan jalan masuk madrasah terdapat jalan raya
menuju Kaligawe-Pedurungan dan tepat didepan pintu terdapat perlintasan
rel kereta api arah stasiun Tawang-Surabaya.
62
Di sebelah barat terdapat perumahan penduduk Bangetayu Kulon. Di
sekeliling Madrasah Aliyah Negeri Semarang 2 juga terdapat beberapa
sekolah umum atau madrasah yang setingkat dengannya. Di kelurahan
Bangetayu kulon terdapat Madrasah Aliyah Al-Wathoniyah yang berada
pada lingkungan Pondok Pesantren. Sebelah utaranya terdapat kompleks
perumahan Genuk Indah. Di kelurahan Genuk terdapat Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Cut Nyak Dien dan Madrasah Aliyah Nahdlatushuban di
Kelurahan Karangroto. Kurang lebih 2 Km sebelah selatan MAN
Semarang 2 juga terdapat sebuah sekolah menengah kejuruan swasta.
Jadi, Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 di sekelilingnya
terdapat sekolah atau madrasah yang setingkat dengannya. Namun
demikian madrasah ini tetap di minati oleh banyak anak yang akan
melanjutkan pendidikannya.
4. Keadaan siswa
Sampai saat ini jumlah siswa yang dimiliki Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) Semarang 2 cukup banyak, yaitu kurang lebih berjumlah 640
siswa. Adapun data siswanya sebagai berikut:
Tabel 1. Data Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Semarang 2 Tahun 2005-2006 SISWA
KELAS LAKI PEREMPUAN
JUMLAH
XA 19 23 42
XB 19 24 43
XC 18 25 43
XD 18 21 39
XE 21 23 44
Jumlah kelas X 95 116 211
XIA1 14 24 39
XIA2 12 28 39
XIA3 13 28 41
63
Jumlah kelas XI 78 111 199
XIS1 20 20 40
XIS2 19 21 40
3 A1 16 26 42
3 A2 15 27 42
3 A3 16 26 42
3 S1 16 26 42
3 S2 18 24 42
Jumlah kelas 3 81 159 210
Jumlah total 254 386 640
Peserta didik sebanyak itu dilihat dari latar belakang pendidikan
formal sebelumnya sebagaian besar berasal dari Madrasah Tsanawiyah
(MTs) dan sebagian kecil berasal dari SMP.
Sejak berdirinya Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2
mempunyai segudang banyak prestasi yang pernah diraihnya. Seperti pada
tanggal 4 Mei 2005 mendapat nominasi 10 (sepuluh) besar dalam lomba
karya tulis ilmiah antar siswa SLTA. Juara 3 lomba menggambar karikatur
tingkat Jawa Tengah yang di selenggarakan oleh IAIN Walisongo. Juara I
lomba Hiking tegak tangguh putri pada tahun 2004. Pada tahun yang sama
juga mendapat juara I pada lomba kaligrafi tingkat SLTA se Kodya
Semarang. Juara I Thropy bergilir Rally semut Racana Otto Iskandardinata
STIE Dharmaputra. Juara I baca al-Qur’an Pemuda Muhammadiyah. Dan
masih banyak prestasi lain yang pernah diraih madrasah ini pada tahun-
tahun sebelumnya.
Dengan demikian Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2
tidak kalah prestasinya dengan sekolah negeri yang lain maupun dengan
sekolah swasta yang lebih maju darinya.
5. Keadaan guru dan karyawan
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 dipimpin oleh Kepala
Madrasah. Pengajarnya berjumlah 42 orang, diantara pengajar atau guru
64
yang berstatus pegawai negeri berjumlah 35 orang, selebihnya adalah guru
bantu atau honorer. Kebanyakan mereka berasal dari sarjana pendidikan
umum (lulusan FKIP) dan sebagian kecil merupakan Sarjana Agama
(lulusan IAIN).
Tabel 3. Keadaan guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2
NO NAMA JABATAN PEND. TERAKHIR
GURU MATA PELAJARAN
1. Drs. H. Haryono Guru Pembina Tk. I IAIN Aqidah Akhlak
2. Dra. Noor Inayati Z. Guru Pembina S1 IKIP Bhs. dan Sastra Indonesia
3. Dra. Sri Yustiana E. Guru Pembina S1 IKIP Geografi, Sosiologi
4. Drs. Masrukhan Guru Pembina S1 IKIP Pend. Kewarganegaran, Tata Negara
5. Dra. Diah Saptaningrum Guru Pembina S1 IKIP Ekonomi
6. Drs. Ali Said Guru Dewasa Tk. I S1 IKIP Bahasa Inggris
7. Dra. Wahyu Andayani Guru Dewasa Tk. I S1 IKIP Sosiologi
8. Drs. Anis Joko Pamuji Guru Dewasa Tk. I S1 IKIP Fisika
9. Drs. Budi Susanto Guru Pembina S1 IKIP Teknologi Informasi
10. Drs. Hari Muryana Guru Pembina S1 IKIP Pend. Jasmani dan Kesehatan
11. Drs. Musta’in Guru Dewasa Tk. I S1 IKIP Fisika
12. Dra. Sri Atimah Guru Muda Tk. I S1 IKIP Bhs. dan Sas. Indonesia, BP
13. Dra. Rus Hamidah Y. Guru Dewasa S1 IAIN Matematika
14. Reskiyati, S.Pd Guru Dewasa S1 UNRI Biologi, BP
15. Nur Laila A., S.Pd Guru Dewasa Tk. I S1 IKIP Biologi, BP
16. Sri Hastuti, S.Pd Guru Dewasa S2 IKIP Matematika
17. Drs. Bambang SK Guru Dewasa S1 IKIP Biologi
18. Drs. Durri AN Guru Dewasa S1 IAIN Qur’an Hadits
19. Jamaluddin, S.Ag Guru Dewasa S2 IAIN Fiqih, Aqidah Akhlak
20. H.M. Faojin, M.Ag Guru Madya Tk. I S2 IAIN Fiqih, Qur’an Hadits
21. Solikhatin, S.Pd Guru Dewasa S1 IKIP Bhs dan Sastra Indonesia
22. Irfa’I, S.Ag Guru Madya Tk. I S1 IAIN Aqidah Akhlak, Fiqih
23. Sukat, S.Ag Guru Madya S1 IAIN Bahasa Arab, Kesenian
24. Sri Islami Budi IL, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Kewarganegaraan
25. Misbakhul Huda, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Bahasa Inggris
26. Dra. Kristina Dwi S. Guru Madya S1 IKIP Ekonomi
65
NO NAMA JABATAN PEND. TERAKHIR
GURU MATA PELAJARAN
27. Istianah, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Matematika
28. A. Tjakrawati, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Kimia, BP
29. Rosidah, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Bahasa Daerah
30. Sunardi, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Fisika, BP
31. Ristiono, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Anthropologi, BP
32. Nuri Yuminarti, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Sejarah, BP
33. A. Mustagfiroh, S.Ag Guru Madya S1 IKIP Bahasa Arab, BP
34. Djoko Martono, S.Pd Guru Madya S1 IKIP Kesenian, BP
35. Sardjono, BA Guru Muda Tk. I DPK Kades DPK Kades
36. Moch. Koiri, S.Pd Guru Bantu S1 IKIP Sejarah
37. Nasron, S.Ag GTT S1 IKIP Bahasa Arab, SKI
38. Dwi H., S.Pd GTT S1 IKIP Kimia
39. Erni W., S.Pd GTT S1 IKIP Bahasa Inggris
40. Sigit Baning A., S.Pd GTT S1 IKIP Penjaskes
41. Wagimin, S.Pd GTT S1 IKIP Kimia
42. Tsalisia Upfi M., S.Pd GTT S1 UNNES BP
Sedangkan pegawai bagian tata usaha atau karyawannya dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Data keadaan karyawan NO NAMA PEND. TERAKHIR STAF BIDANG
1. Sukarni MD, S.Ag S1 IIWS Ka. Ur Tata Usaha
2. Tuti Hindrawati SLTA Bendahara
3. Djumain SLTA Perpustakaan
4. Sudarmiyati SLTA Bendahara
5. Moch. Natsir SLTA Inventaris
6. Diah Pramesti SLTA Bendahara
7. Fu’atun SLTA Bendahara
8. Marsudoko SLTA Kepegawaian
9. Moh. Ramelan SLTA Arsiparis
10. Asrofi SLTA Perpustakaan
11. Wahyono SLTA Perpustakaan
66
12. Muhammad Sholikhin SLTA Perpustakaan
13. Mas’udi S1 IIWS Penjaga Sekolah
NO NAMA PEND. TERAKHIR STAF BIDANG 14. Samsul Rifangi, S.Pd S1 IKIP Pemb. Pengajaran
15. Waryoto SD Penjaga Sekolah
Petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) berjumlah 10 orang, salah
satu dantaranya di angkat menjadi koordinator BP oleh Kepala Madrasah.
Pada umumnya petugas bimbingan dan penyuluhan di Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) Semarang 2 merupakan guru-guru biasa atau tenaga
pengajar tetap (guru vak) yang dipandang sesuai untuk menjalankan tugas
bimbingan dan penyuluhan. Tenaga ahli dalam bimbingan dan penyuluhan
hanya 1 (satu) orang. Setiap petugas bimbingan dan penyuluhan
mendapatkan tugas membimbing pada kelas yang sudah di tentukan
seperti dapat dilihat pada tabel berikut;.
Tabel 5. Petugas bimbingan dan penyuluhan
NO NAMA STATUS PEND. TERAKHIR
KELAS
1 Irfa’i, S.Ag Koordinator S1 IAIN/ Tarbiyah III IPA 2, III IPA 3
2 Sunardi Anggota S1 IKIP/ MIPA XA
3 Nur Laila, S.Pd Anggota S1 IKIP/ MIPA XB
4 Aini Mustagfiroh Anggota S1 IKIP/Bhs. Arab XC
5 Nuri Yuminarti, S.Pd Anggota S1 IKIP/ IPS XD
6 Tsalitsia Urfi M., S.Pd Anggota S1 IKIP Psikologi XE, XI IPA2, XI IPA 3
7 Djoko Martono, S.Pd Anggota S1 IKIP/ IPA XI IPS 1, XI IPS 2
8 Reskiyati, S.Pd Anggota S1 UNRI/ IPA XI IPA 1
9 Ristiono Anggota S1 IKIP/ IPA III IPS 1, III IPS 2
10 Dra. Sri Atimah Anggota S1 IKIP/ Bahasa III IPA 1, III IPA 2
Secara struktural organisasi personalia Bimbingan dan Penyuluhan
bisa dilihat seperti pada bagan berikut :
67
Sedangkan mekanisme penanganannya adalah sebagai berikut :
Komite Madrasah
Kepala Madrasah Wakamad Tenaga ahli
instansi lain
- Guru Pembina - Guru Mapel - Guru Piket
Wali Kelas Guru
Pembimbing
Jalur Koordinasi
Jalur Pembinaan
Koord. BP
Petugas BP
Wali Kelas X Wali Kelas XI Wali Kelas III
Guru Mapel
Siswa X Siswa XI Siswa III
Kamad
Siswa
68
Dengan demikian petugas bimbingan dan penyuluhan (BP) di
Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 cukup memadai. Walaupun
kebanyakan dari mereka hanya satu orang yang berlatar belakang sarjana
bimbingan dan penyuluhan atau psikologi.
6. Sarana dan prasarana
Dalam kegiatan belajar mengajar Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Semarang 2 didukung oleh sarana prasarana yang cukup memadai
sehingga proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik. Suasana
madrasah pun tampak tertata rapi, damai, tentram, sejuk dan indah. Pagar
madrasah yang mengelilingi lingkungan madrasah berdiri kokoh, taman-
taman yang ada di halaman selalu terjaga keindahannya. Kebersihan
lingkungan madrasah juga sangat dijaga.
Fasilitas belajar peserta didik maupun fasilitas guru di Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 juga cukup lengkap. Hal ini dapat
terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 6. Sarana parasana madrasah NO NAMA JUMLAH
1 Ruang Kepala Madrasah 1
2 Ruang Guru 1
3 Ruang BP 1
4 Ruang TU 1
5 Ruang kelas 15
6 Masjid Madrasah 1
7 Perpustakaan 1
8 Kantor OSIS 1
9 Laboratorium IPA 1
10 Kantin 1
11 Laboratorium Komputer 1
12 Lab. Tata Busana 1
13 Aula Pertemuan 1
69
NO NAMA JUMLAH
14 Kantor PMR dan Pramuka 2
15 Kantor Jaga 1
16 Rumah Jaga 1
17 Gudang 1
18 Lapangan (bulu tangkis, Basket, tenis lapangan, tenis meja, Voli)
5
19 Tempat parkir (guru dan siswa) 1
20 Rumah dinas Kepala Madrasah 1
21 WC siswa 6
22 WC guru 2
23 WC TU 2
7. Kegiatan Ekstrakurikuler
Untuk memfasilitasi bakat dan minat peserta didik, Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) Semarang 2 memberikan kesempatan bagi peserta didik
untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di luar jam pelajaran. Bentuk
kegiatan ekstrakurikuler tersebut sebagai berikut:
a. Pramuka
b. PMR (Palang Merah Remaja)
c. Paskibra (Pasukan Pengibar Bendera)
d. Karya Ilmiah Remaja (KIR)
e. Tata Busana
f. LDDR (Lembaga Dakwah)
g. Rohis (Kerohanian Islam)
h. Paduan Suara
i. BTA (Baca Tulis Al-Qur’an)
j. Lembaga Qira’ah
k. Majalah
70
B. Pelaksanaan pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah
oleh Bimbingan dan Penyuluhan.
B. 1. Perilaku yang dianggap disiplin pada norma sekolah
Setelah melakukan studi pendahuluan, peneliti melakukan penelitian
lebih lanjut. Data yang peneliti gali pertama kali adalah tentang padangan
BP mengenai perilaku peserta didik yang dianggap disiplin terhadap norma
sekolah menurut madrasah. Untuk memperoleh data tersebut peneliti
melakukan wawancara terhadap beberapa petugas BP yang aktif dalam
membina kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah.
Namun sebelum mewawancarai petugas BP, peneliti mewawancarai
beberapa orang siswa dan guru untuk memperoleh informasi siapa saja
petugas BP yang aktif dalam membina kedisiplinan peserta didik pada
norma sekolah. Menurut peserta didik siswa kelas III (tiga) IPS 2 bernama
Ifroul Mahzum saat ditemui peneliti ketika sedang duduk-duduk ditaman
pada jam istirahat bahwa menurutnya petugas BP yang sering membina
kedisiplinan peserta didik adalah Pak Irfai, Ibu Urfi, Pak Djoko, Pak
Ristiono, Ibu Sri Atimah, Pak Sunardi.103 Menurut siswa kelas XI (sebelas)
bernama Hendri Fajar Mahmudi adalah Pak Djoko, Pak Rifai, Ibu Urfi, Ibu
Laila, Ibu Aini, Pak Sunardi, Ibu Nuri.104 Menurut salah satu orang guru
bernama Bapak Misbahul Huda (Wali kelas XI IPA 2) bahwa petugas BP di
sekolah ini semuanya aktif membina kedisiplinan karena tanggung
jawabnya sudah dibagi-bagi dengan jelas.105
Diantara petugas Bimbingan dan penyuluhan yang peneliti
wawancarai yaitu Bapak Irfai pada hari Rabu tanggal 8 Pebruari 2006
bahwa peserta didik dianggap disiplin menurut madrasah sebagai berikut :
103 Wawancara dengan siswa bernama Ifroul Mahzum (kelas III IPS 2) pada hari Rabu, 8
Pebruari 2006 104 Wawancara dengan siswa bernama Hendry Fajar Mahmudi (kelas XI IPA 1) pada hari
Rabu, 8 Pebruari 2006 105 Wawancara dengan guru bernama Misbahul Huda (wali kelas XI IPA 2) pada hari Rabu,
8 Pebruari 2006
71
Siswa yang disiplin adalah siswa yang berperilaku sesuai dengan prosedur yang berlaku di madrasah, seperti mematuhi tata tertib dan tata krama madrasah yang menjadi norma madrasah, kemudian siswa tersebut melaksanakan itu dan mematuhinya. Bentuk perilaku siswa yang disiplin seperti pakaian mereka rapi dan sikap siswa yang tidak membuat hal-hal diluar batas kewajaran. Selain itu, dapat juga dilihat pada keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan madrasah baik intra maupun ekstrakurikuler, siswa mau diberi penjelasan, nasehat, dan pengertian untuk mematuhi tata tertib madrasah. Termasuk peserta didik yang disiplin, jika tidak pernah dipanggil petugas BP, tidak pernah dibicarakan kasusnya dalam rapat guru, seperti soal kehadiran, tidak menunggak SPP, tidak terlambat datang sekolah, dan selalu mengikuti shalat dhuhur berjamaah dan membawa perlengkapan shalat. Kalau dalam kelas tidak membuat gaduh atau keributan dan memperhatikan guru ketika sedang meyampaikan materi pelajaran.106
Sedangkan peserta didik yang dikategorikan tidak disiplin menurut
Bapak Irfai ketika di wawancarai peneliti pada waktu yang sama sebagai
berikut :
Peserta didik yang tidak disiplin adalah peserta didik yang melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan dengan tata tertib madrasah, yaitu melanggar peraturan, seperti pakaian dikeluarkan dan tidak memakai tanda nama madrasah di bagian baju lengan atas, sering melanggar prosedur yang berlaku, datang terlambat, merokok, tidak membawa perlengkapan shalat bagi siswa putri atau lebih singkatnya perbuatan yang berlawanan dengan sikap disiplin tadi.107
Pada saat obeservasi peneliti juga menemukan terdapatnya tata tertib
madrasah dan ketentuan-ketentuan poin pelanggaran bagi peserta didik yang
dipasang pada dinding ruang tamu yang merupakan jalan bagi peserta didik
menuju ke kelas masing-masing.108 Menurut Ibu Nuri tujuan pemasangan
tata tertib dan ketentuan poin pelanggaran itu supaya dapat diketahui peserta
didik setiap hari oleh karenanya di pasang di tempat yang mudah dilihat.109
Dari pengamatan petugas BP yang sudah lama bertugas di MAN
Semarang 2 yaitu Bapak Irfai bahwa peserta didik yang mempunyai tingkat
106 Wawancara dengan Bapak Irfa’i, S.Ag. Pada hari Senin, 20 Pebruari 2006 . 107 Ibid 108 Obeservasi pada hari Kamis, 2 Pebruari 2006 109 Wawancara dengan Ibu Nuri Yuminarti (Petugas BP) pada hari Rabu, 22 Pebruari 2006
72
disiplin tinggi dari kelas I (satu) sampai kelas III (tiga) adalah peserta didik
yang bernama Anifatul Rosidah dan Muhammad Muchlis Effendi.
Menurutnya siswa tersebut dikatakan mempunyai tingkat disiplin yang
tinggi karena mereka tidak pernah melakukan tindakan diluar batas
kewajaran, selalu mematahui tata tertib madrasah dan mempunyai prestasi
belajar yang bagus.110
Dari informasi tersebut, peneliti mencoba untuk mengecek kebenaran
informasi yang diperoleh Bapak Irfai dengan cara menemui kedua siswa
untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang latar belakang
kehidupannya. Peneliti memandang penting untuk mengetahui latar
belakang kehidupan peserta didik tersebut karena dengan latar belakang
kehidupan yang di miliki dapat diketahui faktor-faktor yang menyebabkan
peserta didik tersebut memiliki kesadaran berdisiplin sehingga dapat
membentuk kepribadiannya.
Dari wawancara yang peneliti lakukan dapat diperoleh informasi
bahwa Anifatul Rosidah merupakan anak yang hidup dalam lingkungan
keluarga yang utuh dan selalu menekankan hidup disiplin. Sebelum di
bangku MAN Semarang 2, Anifatul Rosidah juga belajar di sekolah yang
bisa dikatakan mempunyai tingkat disiplin yang tinggi yaitu di SMP Sultan
Agung 1. Disamping itu keluarga Anifatul Rosidah bisa dikatakan sebagai
keluarga yang hidupnya berkecukupan yaitu Bapaknya bekerja sebagai
seorang guru berstatus PNS (Pegawai Negari Sipil) dan didukung dengan
usahanya membuka toko kelontong yang bertempat dirumahnya. Setelah
duduk dibangku MAN Semarang 2. Anifatul Rosidah melihat Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 merupakan salah satu madrasah yang
melaksanakan tata tertib secara tegas dan konsisten, sarana dan lingkungan
yang menunjang. Anifatul Rosidah selalu berusaha untuk disiplin baik
disekolah maupun dirumah menurutnya karena adanya dorongan dari diri
sendiri dan keluarga, ingin berprestasi atau meniru teman yang berprestasi,
110 Wawancara terhadap bapak Irfai pada hari Rabu, 22 Pebruari 2006.
73
sebab ia melihat teman-tamannya yang disiplin di sekolah maupun di rumah
rata-rata mempunyai prestasi, menuntut ilmu dan mendapat nilai bagus.111
Sedangkan peserta didik yang sering berperilaku tidak disiplin
terhadap norma madrasah diantaranya adalah peserta didik yang bernama
Syaefudin. Peserta didik ini sering dipanggil oleh BP dan orang tuanya pun
pernah di minta untuk datang ke madrasah karena sering bolos sekolah,
datang terlambat dan pakaiannya pun sering tidak rapi. Berdasarkan
sepengetahuan petugas BP penyebab Syaefudin tidak disiplin disebabkan
karena kebiasaan perilaku keluarga yang tidak mendukung disiplin pada
norma madrasah, orang tua tidak mampu membina anaknya, ketidaksamaan
orang tua dalam melakukan tindakan terhadap anak, kurang perhatian orang
tua serta suasana keluarga tidak harmonis, broken-home, ingin diperhatikan
guru dan teman supaya dikenal dan terkenal, rata-rata pengetahuan agama
kurang, kurang pemahaman diri dan lingkungan. 112
b.2 Tindakan yang digunakan Bimbingan dan Penyuluhan dalam
membina kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah.
Setiap melakukan penelitian, peneliti berusaha untuk bisa datang lebih
awal di madrasah, artinya peneliti datang lebih pagi sebelum didahului oleh
peserta didik. Tujuan peneliti datang lebih awal supaya dapat mengetahui
secara langsung pelaksanaan pembinaan kedisiplinan peserta didik pada
norma sekolah yang dilakukan oleh petugas bimbingan dan penyuluhan
secara komprehensip.
Pada tanggal 8 Pebruari 2006 peneliti datang ke madrasah melakukan
observasi. Peneliti sampai di madarasah kurang lebih pukul 06.40, peneliti
milihat petugas BP dan karyawan madrasah sudah berada di madrasah dan
berdiri di sekitar pintu gerbang madrasah dengan memakai pakaian dinas
yang rapi. Petugas BP yang nampak pada waktu itu diantaranya Ibu Urfi,
Bapak Ristiono, Bapak Djoko dan seorang Staf TU bernama Bapak
111 Wawancara dengan siswa bernama Anifatul Rosidah pada hari Senin , 6 Maret 2006 112 Wawancara terhadap Bapak Irfai pada hari Senin, 6 Maret 2006
74
Ramelan.113 Beberapa saat kemudian nampak peserta didik satu persatu
mulai datang menuju madrasah, ada yang berjalan sendirian dan ada yang
berkelompok, beberapa siswa nampak datang dengan memakai sepeda dan
sebagian kecil dengan menggunakan sepeda motor. Puncak kedatangan
siswa nampak terjadi pada pukul 06.55-07.00., hal itu terlihat adanya
peserta didik yang datang berkelompok dengan jumlah banyak dan panjang.
Ketika jam sekolah menunjukan pukul 07.00, bel terdengar keras
tanda masuk madrasah sudah berakhir, nampak petugas Bapak Ristiono
(petugas BP) mengisyaratkan kepada Bapak Ramelan supaya menutup pintu
gerbang madrasah. Setelah pintu gerbang tertutup kemudian Bapak Djoko
dan Bapak Ramelan pergi menuju ruang tamu/lobi. Untuk bisa lebih leluasa
dan mengerti aktivitas petugas BP peneliti juga menyusul untuk ikut
bergabung terhadap petugas BP dan beberapa guru yang sedang berkumpul
sambil bercengkrama di ruang tamu/lobi. Ada dua orang yang masih berjaga
di pintu gerbang yaitu Bapak Ristiono dan Ibu Urfi. Setelah bel tanda masuk
kelas terdengar, kemudian terdengar suara pembacaan surat-surat pendek
dari ayat-ayat Al-Qur’an. Pembacaan ayat-ayat al-Qurán tersebut
menggunakan alat pengeras suara yang berlangsung selama 10 menit.
Dalam waktu itu juga, nampak dari kejauhan terlihat ada 4 siswa yang
terdiri dari 3 orang laki-laki, dan satu orang perempuan menuju madrasah.
Setelah mereka sampai tepat di pintu gerbang, salah satu diantara mereka
ada yang meminta untuk dibukakan pintu gerbang. Nampak Bapak Ristiono
dan Ibu Urfi tidak langsung membuka pintu. Namun mereka kelihatan
sedang berbicara kepada peserta didik tersebut. Setelah selesai, terlihat
Bapak Ristiono membukakan pintu gerbang dan menyuruh masuk ke empat
peserta didik tersebut untuk berkumpul dan berdiri di depan rumah dinas
madrasah menghadap ke timur. Nampak keempat peserta didik tersebut
dihampiri Ibu Urfi. Diketahui ke empat peserta didik tersebut bernama
Samsul Huda (XA), Ahmad Faizin (III IPS 2), Abdul Muhid (III IPS 1) dan
satu orang perempuan bernama Siti Fitriyah. Kemudian Ibu Urfi terlihat
113 Obeservasi pada hari Rabu 8 Pebruari 2006
75
bertanya secara bergantian terhadap peserta didik tersebut. Pertanyaan yang
peneliti ketahui sebagai berikut:114
1. Ibu Urfi: “Mengapa datang terlambat? Samsul Huda : “kesiangan Bu”, Ibu Urfi : “kenapa kesiangan ?”, Samsul Huda : “nonton TV Bu”, Ibu Urfi : Apa kamu tidak shalat shubuh?, Samsul Huda : “jam 5 bangun bu shalat subuh, tapi tidur lagi.” Ibu Urfi : “besok lagi kalau nonton TV jangan sampai larut malam dan kamu tidak boleh mengulanginya lagi keterlambatan kamu ini. Besok kamu saya minta datang lebih awal dan menghadap saya.” Kemudian Ibu Urfi ganti menanyai peserta didik urutan kedua.
2. Ibu Urfi : “Mengapa kamu juga datang terlambat?, Ahmad Faizin : “nunggu angkot lama kok Bu”, Ibu Urfi : kamu mulai nunggu angkot jam berapa ? Ahmad Faizin : jam 06.45, Ibu Urfi : rumahmu dimana? Ahmad Faizin : “Ketileng Bu”. Ibu Urfi : “Jangan ulangi lagi keterlambatan kamu itu !” Ibu Urfi : kamu juga besok menghadap saya dan datang lebih awal. Kemudian Ibu Urfi ganti menanyai peserta didik urutan ketiga.
3. Ibu Urfi : mengapa kamu terlambat ? Abdul Muhid : sama bu nunggu angkot lama. Ibu Urfi : eh, kalian itu sudah besar, ingat kamu itu kelas III, jangan ngajari adik-adik kelas kamu dengan tindakan yang tidak baik. Abdul Muhid : ya Bu ! Kemudian Ibu Urfi ganti menanyai peserta didik urutan keempat.
4. Ibu Urfi : mengapa kamu datang terlambat lagi ?, pakaian kamu kok begitu ? Siti Fitriyah : ya bu ? Ibu Urfi : kamu pakai sabuknya tidak sesuai aturan, rok kamu juga begitu, kerudung kamu juga berenda ? berarti kesalahan kamu banyak kali ini. Ibu Urfi : kamu minta hukuman apa dengan pelanggaran kamu yang banyak ini ? Siti Fitriyah: jangan berat-berat bu ! Ibu Urfi : pokoknya kamu harus nurut, besok-besok lagi jangan lakukan hal-hal seperti ini !
Setelah selesai Ibu Urfi menyerahkan keempat siswa tersebut kepada
Bapak Ristiono supaya diberikan sanksi akibat perbuatannya. Sanksi yang
diberikan kepada mereka sesuai peneliti lihat adalah menyapu halaman
madrasah dan mencabuti rumput liar hingga bersih. Setelah sanksi diberikan
selesai dilaksanakan Bapak Ristono meminta kepada keempat peserta didik
tersebut supaya menulis nama pada buku daftar poin peserta didik yang
114 Ibid
76
bermasalah. Kemudian terlihat Bapak Djoko memberikan surat izin masuk
kelas bagi keempat peserta didik tersebut. 115
Sebelum pelajaran di mulai peneliti juga melakukan observasi di tiap–
tiap kelas, dari observasi tersebut diketahui bahwa seluruh peserta didik
sebelum memulai pelajaran sedang membaca Asmaul Husna yang di pimpin
oleh guru-guru mata pelajaran yang mengajar pada jam pertama. Setelah
pembacaan Asmaul Husna selesai dilakukan, nampak guru memulai
memberikan materi pelajaran.
b.3 Saat Tindakan Digunakan oleh Bimbingan Penyuluhan
Pada hari senin tanggal 6 Maret 2006 di MAN Semarang 2
dilaksanakan upacara bendera yang di ikuti oleh guru, karyawan dan seluruh
peserta didik. Kebetulan peneliti pada hari itu datang upacara bendera sudah
dimulai. Pada saat itu peneliti melihat bahwa yang menjadi pembina upacara
adalah Bapak HM. Faojin, M.Ag. Bapak Faojin ketika memberikan
sambutan juga menyinggung tentang kedisiplinan siswa. Isi dari sambutan
yang disampaikan sebagai berikut :
(1) Anak-anak kalau jam istirahat hendaknya jangan berada di dalam kelas. Demikian pula, kalau terjadi pergantian jam belajar, hendaknya dijaga ketertiban, jangan kalau guru keluar, kalian ikut keluar. Sebaiknya tetap berada di dalam kelas, menunggu guru yang akan mengajar. Dan ingat kalau bel sudah berbunyi sebagai tanda masuk kelas, kalian harus cepat-cepat masuk kelas. Jangan berlama-lama di kantin yang bisa membuat kalian terlambat masuk kelas.
(2) Dari pengamatan selama seminggu ini kedisiplinan di sekolah kita cukup baik, dan ini harus selalu di tingkatkan. Namun ada beberapa peserta didik yang ternyata masih ada yang belum mematuhi tata tertib sekolah. Saya pesankan jangan melanggar tata tertib sekolah, ikutilah peraturan yang ada. Perlu juga saya ingatkan lagi bahwa setiap waktu istirahat, kalian harus ada di luar kelas, dan kalian juga harus
115 Ibid
77
meningkatkan belajar karena untuk kelas XII sudah mendekati ujian. Jangan sampai kalian tidak lulus.116
Setelah upacara selesai peneliti melihat ada tiga (3) orang siswa yang
dipanggil oleh Bapak Irfai karena ketahuan melakukan tindakan yang tidak
sesuai peraturan sekolah yaitu dua siswa terlambat datang dan satu orang
memakai celana yang bagian bawahnya berukuran sangat lebar sehingga
tidak di kehendaki oleh petugas BP atau guru. Oleh Bapak Irfai dan Ibu Urfi
mereka di kumpulkan di halaman bagian dalam dari madrasah dan disuruh
berdiri menghadap timur sambil memberi hormat pada sinar matahari.
Untuk siswa yang celananya tidak sesuai peraturan oleh Ibu Urfi dipanggil
supaya datang ke depan ruang kantor guru setelah sampai Ibu Urfi
memberitahukan kepada siswa tersebut bahwa celananya akan di sobek
dengan bantuan Bapak Faojin celana siswa tersebut akhirnya di sobek.
Sambil menyobek celana Pak Faojin berkata : “ kamu ini sudah diomongi
terus tapi tetap bandel.” Setelah celananya disobek siswa tersebut diminta
berkumpul kembali dengan teman-temannya dan melakukan tindakan yang
sama yaitu menghormat matahari yang saat itu sedang diawasi oleh Bapak
Sunardi. 117
Selain tindakan pembinaan kedisiplinan pada norma sekolah terhadap
peserta didik dilakukan pada saat pelaksanaan upacara penaikan bendera
hari senin juga dilakukan sesudah kegiatan senam kesegaran jasmani pada
hari Jum'at. Pada hari Jum'at sesudah pelaksanaan senam kesegaran jasmani,
siswa diberikan juga nasehat dan himbauan untuk mematuhi norma
madrasah, serta peringatan bagi yang melanggar maupun yang mau
mencoba melanggar. Setelah itu dilaksanakan aksi kebersihan terhadap
lingkungan madrasah dan kelas-kelas bersama para guru dan sebagian
karyawan madrasah.118
116 Observasi pada hari Senin, 6 Maret 2006 117 Ibid 118 Observasi pada hari Jum’at, 24 Pebruari 2006
78
4.5 Latar Belakang Tindakan yang Dilakukan Bimbingan dan
Penyuluhan
Untuk mengetahui latar belakang BP melakukan tindakan membina
kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah peneliti melakukan
wawancara dan observasi terhadap petugas BP.
Dari wawancara yang dilakukan peneliti terhadap Ibu Urfi di ruang
BP yaitu beberapa saat setelah ia selesai melakukan tindakan pembinaan
kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah di peroleh informasi sebagai
berikut :
Semua siswa yang belajar di MAN Semarang 2 dan terdaftar sebagai peserta didik merupakan amanat orang tua siswa yang diberikan kepada madrasah untuk didik menjadi anak yang pandai dan berakhlak mulia. Sehingga semua guru, BP maupun karyawan sekolah tidak terkecuali saya mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi siswanya. Oleh karena itu apabila ada siswa yang melakukan perbuatan tidak sesuai dengan peraturan sekolah harus ditegur atau diperingatkan. Seperti kejadian tadi Syaefudin karena melakukan pelanggaran dan padahal dia sudah tahu peraturan yang berlaku di sekolah tidak memperbolehkan memakai celana seperti itu ya harus di berikan sanksi. Apabila pelanggaran yang dilakukan siswa melebihi dari kewajaran akan diberikan sanksi tegas bisa berupa hukuman seperti bersih-bersih, lari-lari kecil sampai pada sanksi yang berat yaitu dikeluarkan dari sekolah.119
Selain itu diperoleh keterangan dari Ibu Sri Atimah saat mengajar
dikelas III IPA 1 dan sekaligus memberikan pembinaan kedisiplinan sebagai
berikut :
Kalian sebentar lagi akan menghadapi ujian akhir, giat-giatlah belajar jangan sampai kalian tidak lulus. Kalau kalian lulus semua orang tuamu akan sangat senang dan gurumu juga ikut bahagia demikian juga saya. Pokoknya jangan sampai kalian tidak lulus. Berilah contoh pada adik-adik kelasmu dengan yang baik. Jangan sekali-kali mengajari mereka dengan suatu perbuatan yang berlawanan dengan peraturan sekolah. Kalian ini sudah dititipkan oleh orang tuamu kepada sekolah ini supaya mendapatkan pendidikan yang baik. Tadi saya melihat kelas ini masih banyak yang datang ke kelas terlambat padahal saya sudah masuk kelas sejak tadi. Tapi
119 Wawancara dengan Ibu Urfi pada hari Senin, 6 Maret 2006
79
kalian sepertinya pura-pura tidak tahu. Saya minta jangan ulangi lagi hal-hal yang semacam itu. Kalian belum merasakan beratnya menjadi seorang guru. Nanti suatu saat apabila diantra kalian ada yang menjadi pendidik pasti merasakan hal yang sama seperti saya ini. Betapa besar tanggung jawab seorang pendidik untuk memenuhi kewajiban yang di amanatkan orang tua siswa.120
120 Observasi di dalam kelas III IPA 1 pada hari Rabu 22 Pebruari 2006
80
BAB IV
ANALISIS PELAKSANAAN PEMBINAAN KEDISIPLINAN PESERTA
DIDIK PADA NORMA SEKOLAH OLEH BIMBINGAN DAN
PENYULUHAN DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SEMARANG 2
A. Perilaku yang dianggap disiplin terhadap norma sekolah
Peserta didik yang dipandang disiplin pada norma sekolah menurut BP
atau guru adalah berperilaku sesuai dengan prosedur yang berlaku di sekolah,
yaitu tata tertib dan tatakrama sekolah yang menjadi sumber norma sekolah,
melaksanakan apa yang ditetapkan oleh peraturan sekolah berdasarkan
kesadaran sendiri. Kedisiplinan itu terlihat dalam kesehariannya, yaitu pada
cara mereka berpakaian dan sikap-sikap yang menunjukkan tidak membuat
hal-hal yang di luar batas kewajaran di sekolah.
Selain itu, terlihat juga pada keaktifan dalam kegiatan sekolah, mudah
diberi penjelasan, nasehat, dan pengertian untuk mematuhi tata tertib
sekolah. Termasuk peserta didik yang disiplin, jika tidak pernah dipanggil
petugas BP, tidak pernah dibicarakan kasusnya dalam rapat guru, antara lain
soal kehadiran, tidak menunggak SPP, tidak terlambat datang sekolah, dan
biasanya prestasi belajarnya baik. Diperkirakan peserta didik yang disiplin
sebanyak 90 persen dari seluruh jumlah peserta didik yang ada di sekolah.
Peserta didik yang dikategorikan tidak disiplin adalah peserta didik
yang melakukan perbuatan-perbuatan yang berlawanan atau kebalikan dari
apa yang dilakukan oleh peserta didik yang disiplin, yaitu rata-rata melanggar
peraturan, seperti pakaian dikeluarkan dan tidak memakai tanda nama
sekolah di bagian baju lengan atas, bahkan sering melanggar prosedur yang
berlaku, terlihat juga dari kebiasaan dan gejalanya dari ketidakrapian dalam
berpakaian. Kategori peserta didik yang tidak disiplin ini boleh dikatakan
sedikit, kira-kira sekitar 10 persen dari jumlah peserta didik yang ada di
sekolah, dan orangnya yang itu-itu juga.
81
Dengan kondisi peserta didik yang beragam dan berbeda dan sebagai
input pada suatu sekolah, maka ketika mereka memasuki Madrasah Aliyah
Negeri (MAN) Semarang 2 akan menghadapi keragaman dalam hal kualitas
kedisiplinan pada norma sekolah. Derajat kualitas kedisiplinan input yang
menjadi peserta didik Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 ada yang
sudah biasa disiplin, dan ada juga yang belum terbiasa untuk disiplin
terhadap norma sekolah.
Bagi peserta didik yang belum biasa untuk selalu disiplin terhadap
norma sekolah, memerlukan media bimbingan dan latihan. Karenanya,
sekolah berkewajiban memberikan bantuan, dalam arti menumbuhkan,
memelihara, mengembangkan, dan meningkatkan kedisiplinan yang sudah
dimiliki peserta didik ke arah kedisiplinan yang dikehendaki, yakni
kedisiplinan yang didasari oleh kesadaran pribadi. Sehingga disiplin yang ia
laksanakan bukanlah karena adanya suatu paksaan namun disiplin ada pada
dirinya timbul karena suatu kebutuhan yang sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari.
Di sekolah terdapat sistem aturan yang menyeluruh untuk menentukan
perilaku si anak. Seperti ia harus teratur masuk kelas, harus tiba pada waktu
yang sudah di tetapkan dan dengan sikap dan perilaku yang tepat pula. Ia
tidak boleh membuat onar di kelas. Ia harus mempersiapkan pelajarannya,
mengerjakan pekerjaan rumah dan menyelesaikannya dengan baik dan
seterusnya. Kewajiban-kewajiban tersebut membentuk disiplin sekolah.
Melalui praktek disiplin sekolah inilah kita dapat menanamkan semangat
disiplin dalam diri si anak.
Adanya peserta didik yang disiplin dan tidak disiplin adalah wajar saja,
karena sebagian besar anak-anak, tidaklah seluruhnya baik atau tidak
seluruhnya buruk. Selain itu, perilaku disiplin dan tidak disiplinnya peserta
didik pada norma sekolah, sebagai cermin diri kreatif dan aktualisasi dirinya
tidaklah dapat dilepaskan dari latar belakang historis pengalaman peserta
didik di keluarga dan sekolah asalnya (SLTP), dalam pembinaan kedisiplinan
pada norma sekolah. Seperti kasus Anifatul Rosidah ditambah dengan
82
tindakan yang dilakukan guru, baik berdasarkan kebersamaan maupun
otonomi pribadi.
Selain itu faktor yang mempengaruhi peserta didik disiplin pada norma
sekolah juga dapat di sebabkan oleh pelaksanaan tata tertib sekolah yang
tegas dan konsisten, sarana dan lingkungan yang menunjang, teladan, nasehat
dan bimbingan guru untuk memberikan pemahaman diri dan lingkungan
peserta didik. Adapun faktor yang dipandang menjadi penyebab peserta didik
tidak disiplin kepada norma sekolah adalah kebiasaan perilaku keluarga yang
tidak mendukung disiplin pada norma sekolah, orang tua tidak mampu
membina anaknya, ketidaksamaan orang tua dalam melakukan tindakan
terhadap anak, kurang perhatian orang tua serta suasana keluarga tidak
harmonis, broken-home, dan bercerai, lingkungan tempat tinggal yang anak-
anaknya banyak tidak sekolah, ingin diperhatikan guru dan teman supaya
dikenal dan terkenal, rata-rata pengetahuan agama kurang dan kurang
pemahaman diri.
Kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah dapat dikatakan
memiliki latar belakang historis dan dinamika tertentu yang dimanifestasikan
dalam perilaku peserta masing-masing, beragam, dengan motif yang berbeda-
beda. Keragaman demikian sesuai dengan latar belakang kehidupan peserta
didik, baik fisik, sosial, maupun psikologis-emosional.
Jadi, kedisiplinan tidaklah datang dengan sendirinya, namun berasal
dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Seperti hasil upaya pembinaan
kedisiplinan yang berasal dari lingkungan sebelumnya, seperti keluarga dan
sekolah asal (SLTP), serta upaya peserta didik untuk berusaha disiplin
terhadap norma sekolah. Keluarga merupakan tempat yang paling efektif
untuk menumbuhkan kedisiplinan anak. Pada kasus Anifatul Rosidah,
misalnya menunjukkan perpaduan antara upaya keluarga dan sekolah serta
upaya peserta didik untuk mengembangkan kedisiplinannya pada norma
sekolah.
Jika dilihat dari dimensi motif kedisiplinan kepada norma sekolah,
maka motif peserta didik untuk disiplin terhadap norma madrasah memiliki
83
motif yang beragam dan berbeda-beda. Hal demikian bisa dilihat, baik dari
pendapat guru maupun peserta didik sendiri. Guru berpendapat antara lain,
menurut guru, seperti ingin berprestasi, meniru teman, menuntut ilmu,
mendapat nilai bagus dan untuk mendapatkan bimbingan guru dalam
memecahkan masalah. Sedangkan menurut pesera didik, antara lain, agar
tidak terkena tindakan yang tidak menyenangkan dari BP atau guru, dan agar
guru senang padanya.
Dari sisi intern, adanya motif yang beragam itu sebenarnya merupakan
aktualisasi diri yang berbeda-beda dalam mematuhi norma sekolah sebagai
cermin doktrin diri kreatif yang membentuk kepribadian manusianya sendiri.
Sedangkan aktualisasi diri merupakan kecenderungan kreatif dari kodrat
manusia. Setiap manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan. Kebutuhan-
kebutuhan pada manusia itu secara kodrati menghendaki pemenuhan.
Pemuasan kebutuhan tertentu pada diri manusia, sesuai dengan pilihannya
dalam kerangka pengembangan pribadinya. Hal tersebut merupakan
manifestasi dari aktualisasi diri atau realisasi diri.
B. Tindakan pendidikan yang digunakan Bimbingan dan Penyuluhan
dalam membina kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah.
Tindakan yang digunakan BP dalam membina kedisiplinan peserta
didik pada norma sekolah adalah dengan lebih dahulu menekankan pada
keteladan, karena BP selain menjadi pembimbing juga sebagai pendidik.
Oleh karenanya BP dipandang sebagai salah satu patokan perilaku bagi
peserta didik dalam melaksanakan norma sekolah itu sendiri. Keteladanan
yang diperlihatkan BP sesuai dengan kepribadian guru masing-
masing. Karenanya, tindakan yang dilakukan BP bisa sama, tetapi
sesungguhnya menggunakan pendekatan yang berbeda, ada yang keras,
kadang keras dan luwes, dan ada yang tidak keras.
Adanya variasi pendekatan yang digunakan BP adalah atas
pertimbangan prinsip perbedaan dan kebutuhan individual peserta didik.
Karena itu, BP saling mengisi dan bekerja sama dan saling memahami
84
keadaan masing-masing, tanda kebersamaan BP dalam membina kedisiplinan
peserta didik. Menurut peserta didik, dalam hal-hal tertentu BP selama ini
lebih banyak memberikan contoh daripada menyuruh, terutama dalam hal
sikap yang baik terhadap peserta didik dan waktu kedatangan ke sekolah
lebih awal, seperti Bapak Irfai dan Ibu Urfi.
Pengenalan norma sekolah kepada peserta didik yang dilakukan pada
waktu awal masuk sekolah dengan cara menandatangani surat pernyataan
untuk menaati semua peraturan yang berlaku adalah bagian dari tindakan
membina kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah. Selain itu, naskah
tata tertib sekolah diberikan kepada peserta didik yang baru masuk, kemudian
dijelaskan dalam masa orientasi pengenalan sekolah. Tata tertib sekolah juga
ditempelkan di samping pintu masuk pada masing-masing kelas dan di
tempat yang mudah dilihat setiap hari sehingga memungkinkan dapat
diketahui setiap saat.
Tindakan berikutnya adalah mengupayakan agar kegiatan belajar
mengajar berjalan dengan lancar dan dikelola dengan baik oleh guru masing-
masing sesuai dengan norma sekolah, baik dalam konteks penyampaian
bahan pelajaran maupun untuk pemantauan kepada peserta didik. Para guru
memang selalu berusaha, agar jam-jam pelajaran jangan sampai kosong, bila
tidak diisi guru yang tidak mengajar, peserta didik ditugaskan menyalin
materi pelajaran atau mengerjakan tugas di perpustakaan.
Adapun bagi peserta didik yang tidak disiplin, diketahui melakukan
pelanggaran terhadap norma sekolah, akan selalu diberikan sanksi, apakah itu
bentuk pelanggaran ringan, di antaranya terlambat, atribut sekolah tidak
lengkap dan tidak sesuai dengan tata tertib sekolah, pembolos, kuku panjang
dan rambut panjang, apalagi pelanggaran yang dianggap berat, seperti
merokok, berkelahi, minum minuman keras, atau perbuatan a susila.
Sanksi untuk pelanggaran ringan diorientasikan pada kebersihan,
misalnya membersihkan halaman sekolah. Bentuknya biasanya berupa
menyapu sampah-sampah di halaman dan mencabuti rumput liar yang
terdapat disana. Kalau sering melakukan pelanggaran ringan, sanksi yang
85
diberikan meningkat, misalnya, menyapu ruang guru atau lantai di sepanjang
koridor sekolah, dijemur dan menghormat bendera selama 15 menit dan lari
mengelilingi halaman sekolah. Pelanggaran berat seperti merokok, peserta
didiknya disuruh lebih dahulu lari mengelilingi lapangan, kemudian
digantungi kertas yang berisi tulisan tertentu, dipertontonkan di halaman
sekolah.
Sanksi yang diberikan BP disesuaikan juga dengan tingkat pelanggaran
dan keadaan peserta didik yang melanggar, sehingga kadang kala melibatkan
juga orang tua untuk ikut serta dalam memecahkan masalah yang dihadapi
atau pun pelanggaran yang dilakukan peserta didik. Orang tua diberi surat
pemberitahuan maupun panggilan untuk datang ke sekolah, bahkan wali
kelas dan petugas BP datang ke rumah, untuk menyampaikannya dan
meminta datang ke sekolah.
Namun, umumnya setelah diberikan sanksi, para BP akan menasehati
dengan maksud agar peserta didik menyadari dan memahami diri serta
lingkungannya maupun menurut norma agama, bahwa perbuatannya itu salah
dan membawa akibat buruk baginya. Untuk peserta didik yang termasuk
langganan, dipanggil orangtuanya atau di tangani petugas BP, atau
dibicarakan bersama dalam rapat bulanan. Kalau dipandang tidak sanggup
lagi dan dikuatirkan akan membawa dampak negatif bagi peserta didik
lainnya, maka yang bersangkutan dipindahkan.
Dalam menangani peserta didik yang melanggar norma sekolah
memang terdapat jenjang prosedur yang disepakati pada rapat bulanan, yaitu
dimulai dari guru di dalam kelas dan pengawas harian di luar kelas, juga guru
yang kebetulan melihat adanya pelanggaran. Berikutnya adalah dilaporkan
atau ditangani lagi oleh wali kelas dan petugas BP, tahapan selanjutnya
adalah wakasek kesiswaan, baru kepada kepala sekolah.
Jadi, untuk menanamkan kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah
perlu dilakukan tindakan-tindakan pendidikan yang dilakukan sekolah
melalui bimbingan dan penyuluhan yang dilakukan bersama-sama dengan
guru dan didukung penuh oleh kepala madrasah. Sehingga sekolah benar-
86
benar mempunyai fungsi sosial serta sarana mempersiapkan anak untuk
berdisiplin.
Oleh karena itu, tata tertib sekolah diberikan sejak awal masuk sekolah
dan dijelaskan pada masa orientasi pengenalan sekolah, namun sering
diingatkan pada waktu upacara, terutama kelengkapan seragam. Bila
melanggar tata tertib sekolah, peserta didik pasti diberikan hukuman dan
nasehat. Hal inilah yang sering dilakukan oleh petugas bimbingan dan
penyuluhan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) semarang 2, seperti Ibu Urfi
dengan gaya lemah lembutnya maupun keras, seperti Pak Ristiono, yang bisa
memukul atau menendang (tindakan demikian hanya dilakukan sewaktu-
waktu terhadap peserta didik yang perilakunya memang sudah dianggap
keterlaluan dan melampaui batas, karena berbagai tindakan persuasif tidak
mampu lagi mengatasinya).
Tindakan-tindakan bimbingan dan penyuluhan guru untuk membina
kedisiplinan peserta didik pada norma madrasah, kalau di telusuri maka akan
mewujudkan suatu pola tidankan yang menekankan pada keteladanan
berdasarkan ciri khas karakter pribadi guru masing-masing. Oleh karenanya
dalam setiap tindakan, ada guru yang karakter perilakunya dianggap peserta
didik keras-tegas seperti Bapak Ristiono dan Bapak Irfai, karakter luwes-
tegas seperti gaya Ibu Urfi, Pak Joko dan Ibu Nuri yang bergaya tidak keras,
persuasif dan personal semisal karakter Ibu Aini dan Ibu Reskiyati. Tindakan
lainnya adalah melakukan konseptualisasi norma, menjaga dan memelihara
kelancaran kegiatan belajar mengajar, pelibatan peserta didik,
pemeransertaan dan pembiasaan, pemberian ganjaran pada peserta didik yang
disiplin, berdedikasi dan berprestasi, pemberian nasehat, peringatan dan
pemberian saksi secara tegas dan konsisten terhadap peserta didik yang
melanggar norma sekolah.
Pola tindakan yang dilakukan guru terhadap peserta didik di madrasah,
selain diarahkan kepada tuntutan ditaatinya norma sekolah (Obidience
oriented), juga diarahkan pada penumbuhkembagkan kedisiplinan peserta
didik pada norma sekolah (need personal oriented), dengan pendekatan
87
humanistik dalam mendampingi pesera didik untuk mencapai pribadi yang
baik, berprstasi, bertanggung jawab dan mampu menyesuaikan diri.
Tindakan yang dilakukan guru dalam membina kedisiplinan pesert
didik pada norma sekolah adalah berdimensi sosialisasi dan individualisasi
norma pada peserta didik. Pada satu sisi, menitikberatkan pada norma-norma
kolektif dan norma-norma pribadi guru. Sedangkan sisi lainnya
menumbuhkembangkan potensi peserta didik untuk mematuhi norma sekolah
berdasarkan kemampuannya dalam mengadaptasi norma sekolah, baik secara
sosial maupun pribadi.
Melalui sosialisasi norma akan terjadi juga individualisasi norma.
Dalam sosialisasi dan individualisasi norma tersebut, tidak hanya sekolah
yang membantu, tapi pribadi peserta didik juga berperan dalam
mengembangkan dirinya berdasarkan latar belakang historisitas.
Oleh karenanya, dalam melaksanakan tindakan-tindakan pendidikan
sebagai upaya pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah,
pola kegiatan pelaksanaannya dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan,
menekankan keteladanan dan otonomi karakter pribadi guru masing-masing,
terbuka, akrab, melayani, dan memahami peserta didik, dengan mengenalkan
norma sekolah, dengan cara melibatkan, mengikutsertakan, dan
membiasakan peserta didik dalam aneka kegiatan sekolah, melalui
pendekatan yang tegas dan konsisten dalam memberikan ganjaran kepada
peserta didik yang patuh, berdedikasi tinggi, dan berprestasi, atau dalam
memberikan sanksi terhadap peserta didik yang tidak patuh, semuanya itu
berorientasi pada upaya membantu peserta didik untuk memahami diri dan
lingkungannya. Prinsip-prinsip, cara, pendekatan, dan orientasi pembinaan
kedisiplinan tersebut dilakukan di dalam dan di luar kelas, baik harian,
mingguan maupun bulanan.
C. Saat tindakan pendidikan digunakan oleh Bimbingan dan penyuluhan.
Secara umum tindakan yang digunakan BP dalam membina
kedisiplinan peserta didik pada norma sekolah dilakukan pada setiap saat
88
yang memungkinkan. Oleh karena itu, para guru harus siap selalu dan tidak
pernah jemu untuk melihat gejala yang muncul dari ketidakdisiplinan peserta
didik, atau dari menurunnya prestasi dari peserta didik yang biasa disiplin,
sehingga BP ataupun guru hendaknya menegur peserta didik yang tidak
disiplin, dan mendorong peserta didik yang biasa disiplin untuk
meningkatkan prestasi, sebab BP di sekolah disamping membimbing juga
mempunyai tugas mendidik.
Lazimnya kalau di dalam kelas, sebelum masuk kelas, BP akan
memeriksa kelengkapan dan kerapian pakaian peserta didik, yang saat itu
mulai masuk lokasi sekolah. Tindakan pembinaan kepatuhan pada norma
sekolah terhadap peserta didik di luar kelas, biasanya pada pelaksanaan
upacara penaikan bendera hari Senin dan sesudah kegiatan senam kesegaran
jasmani pada hari Jum'at. Dalam persiapan pelaksanaan upacara, peserta
didik sudah ditata kerapian dan ketertiban untuk mengikuti upacara. Peserta
didik yang tidak lengkap seragam upacaranya langsung dihimbau untuk
membentuk kelompok sendiri di hadapan peserta upacara umumnya dan
setelah upacara dikenakan sanksi membersihkan lingkungan sekolah. Pada
acara pembina memberikan amanatnya, materinya biasanya nasehat dan
himbauan untuk mematuhi norma sekolah, terutama terhadap menurunnya
kedisiplinan pada suatu norma tertentu. Selain itu, nasehat, himbauan, dan
peringatan diberikan juga pada waktu acara pengumuman dan lain-lain, yang
diberikan oleh kepala sekolah, para wakasek atau guru yang ditunjuk.
Pada hari Jum'at, sesudah pelaksanaan senam kesegaran jasmani,
biasanya diberikan juga nasehat dan himbauan untuk mematuhi norma
sekolah, serta peringatan bagi yang melanggar maupun yang mau mencoba
melanggar. Setelah itu, dilaksanakan aksi kebersihan bersama terhadap
lingkungan sekolah dan kelas-kelas bersama para guru. Tindakan lainnya
diberikan kalau terjadi pelanggaran, biasanya pada jam pertama, peserta
langsung diberikan sanksi. Terlambat masuk ke kelas, padahal jam istirahat
telah usai, karena masih di kantin, juga diberikan sanksi.
89
Sanksi yang diberikan biasanya ringan saja, seperti membersihkan
sampah. Setelah itu, diberikan nasehat dan penjelasan. Selain itu, guru juga
memberikan tugas tertentu, pada kelas yang kosong karena guru yang
seharusnya mengajar tidak ada. Kadangkala bila dianggap perlu dilakukan
razia, kalau dirasa ada gejala bahwa peserta didik membawa sesuatu yang
dilarang ke sekolah.
D. Latar belakang digunakannya tindakan pendidikan oleh Bimbingan.
Tindakan yang digunakan guru dalam membina kepatuhan peserta
didik pada norma sekolah adalah dilatarbelakangi oleh tugas, kewajiban,
tanggung jawab, dan panggilan hati sebagai seorang guru. Apalagi pada
SLTA dan Madrasah Aliyah merupakan pendidikan yang mempunyai muatan
pedidikan agama lebih banyak sehingga menjadi tuntutan itu lebih besar.
Ditambah dengan kondisi sosial ekonomi orang tua peserta didik mayoritas
dari kalangan menengah-bawah, bagaimana mengupayakan agar mereka
menjadi disiplin, baik dan pintar. Oleh karena itu, BP merasa tidak enak di
hati dan tidak nyaman melihat kalau ada peserta didik melakukan perbuatan
yang melanggar norma sekolah, sebab tugas BP tidak hanya membimbing,
tetapi juga mendidik.
Dalam pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma madrasah,
pelaksanaannya tidak dipandang sebagai bagian dari kewajiban formal dan
moral saja. Dalam arti kedisiplinan yang dibina tidak hanya diorientasikan
sebagai bagian dari hubungan formal dan moral antara sesama manusia,
sehingga dalam pembinaan kedisiplinan pada norma madrasah, sudah
menunjukkan keterkaitannya dengan perwujudan bahwa pembinaan itu
diarahkan juga sebagai bagian dari aktualisasi dan kebutuhan peserta didik
untuk disiplin kepada norma Ilahi. Karenanya, kedisiplinan peserta didik
pada norma madrasah tidak hanya berdimensi personal dan horizontal
(hubungan antar sesama insan), namun sudah menunjukan adanya dimensi
vertikal (hubungan antara insan dengan Tuhan). Adanya pembiasaan
pembacaan ayat-ayat pendek dari surat-surat Al-Qur’an yang
didengungkan setiap pagi hari yaitu setelah bel tanda masuk berbunyi dan
90
pembacaan Asmaul Husna secara bersama-sama yang dilakukan peserta
didik dikelas dan dilaksanakannya shalat dluhur berjamaah merupakan nilai
lebih bagi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 yang berusaha
mengarahkan peserta didik menuju pribadi yang disiplin pada norma Ilahiah.
Di samping itu, tindakan yang diberikan adalah bertujuan untuk
membaikkan dan mendidik anak yang tidak disiplin, agar menjadi kapok bagi
dirinya sendiri, dan menjadi contoh yang lain agar tidak melanggar. Dalam
pelaksanaannya, digunakan pendekatan yang mendorong timbulnya rasa
tanggung jawab anak dalam menyelesaikan masalahnya sendiri, terutama
terhadap peserta didik yang terlambat. Para peserta didik yang datang
terlambat nampaknya telah mengetahui prosedur dan sanksi yang harus
dilakukan, seperti salah satu temuan pada waktu observasi:
Pukul 07.06 empat orang peserta didik ada yang datang terlambat. Tiga orang peserta didik laki-laki dan satu orang perempuan datang berjalan kaki. Pintu pagar sudah ditutup oleh petugas BP dan karyawan. Para peserta didik tersebut minta pada petugas BP untuk dibukakan pintu. Petugas membuka pintu. Para peserta didik yang terlambat di kelompokan jadi satu untuk diberikan pembinaan dan sanksi. setelah itu mereka diminta mencatatkan diri pada buku poin peserta didik bermasalah. Dengan tindakan yang dilakukan BP diharapkan terjadi perubahan
sikap dalam diri peserta didik dan mampu menyesuaikan diri dengan norma
sekolah. Jadi, tindakan yang diberikan dalam bentuk sanksi ataupun
pembiasaan diberi kesan bukan sebagai hukuman, atau beban tetapi sebagai
gotong royong. Latar belakang lainnya adalah konsensus tentang prosedur
yang harus diacu dalam memberikan tindakan, baik karena adanya norma
sekolah itu sendiri maupun hasil yang disepakati dalam rapat bulanan antara
kepala sekolah, petugas BP dan guru.
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
a. Pola tindakan pendidikan yang mengandung muatan prinsip, cara,
pendekatan dan orientasi yang dilakukan petugas Bimbingan dan
penyuluhan (BP) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Semarang 2 dalam
membina kedisiplinan peserta didik pada norma madrasah dapat dipandang
cukup berhasil, baik dilihat dari penilaian pihak atasan, reputasi madrasah,
kuantitas kedisiplinan peserta didik, kuantitas keterlibatan peserta didik
dalam kegiatan madrasah maupun keseharian perilaku peserta didik yang
berorientasi pada ketertiban, keamanan, kebersihan dan keindahan,
walaupun dengan motif yang beragam dan berbeda-beda.
b. Bentuk tindakan yang digunakan BP dalam membina kedisiplinan peserta
didik pada norma madrasah selain, ditentukan oleh pola tindakan yang
pelaksanaannya dilandasi oleh prinsip-prinsip kebersamaan, menekankan
keteladanan dan otonomi karakter pribadi petugas Bimbingan dan
Penyuluhan (BP) masing-masing, terbuka, akrab, melayani, dan
memahami peserta didik, dengan mengenalkan norma sekolah, bertindak
dengan cara melibatkan, mengikutsertakan dan membiasakan peserta didik
dalam aneka kegiatan madrasah, melalui pendekatan tindakan yang tegas
dan konsisten dalam memberikan ganjaran kepada peserta didik yang
patuh, berdedikasi tinggi dan berprestasi, atau dalam memberikan sanksi
terhadap peserta didik yang tidak patuh, dan semua tindakan berorientasi
pada upaya membantu peserta didik untuk memahami diri dan
lingkungannya juga ditentukan oleh kemauan peserta didik sendiri.
c. Pola tindakan yang dilakukan Bimbingan dan Penyuluhan (BP) dalam
pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma madrasah, baik dalam
prinsip-prinsip, cara, pendekatan dan orientasi yang dilakukan di dalam
dan di luar kelas, baik harian, mingguan maupun bulanan, pada satu sisi
berorientasi pada kedisiplinan (obedience oriented) pada norma madrasah
92
sebagai sosialisasi norma. Sisi lainnya menumbuh-kembangkan
kedisiplinan peserta didik dengan pendekatan humanistik, sebagai
individualisasi norma.
d. Pola tindakan pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma madrasah,
jika dilihat dari pendekatan pembinaan disiplin adalah menekankan
pendekatan disiplin demokratis.
e. Tindakan pembinan kedisiplinan peserta didik pada norma madrasah
dilakukan setiap saat diperlukan yaitu pada saat terjadi peristiwa
pelanggaran yang dilakukan peserta didik maupun pada hari-hari biasa
yang memungkinkan untuk memberikan pembinaan.
f. Pola tindakan pembinaan kedisiplinan peserta didik pada norma madrasah
dilakukan atas dasar latar belakang tanggungjawab dalam dimensi
kewajiban formal dan moral, namun demikian pola tindakan tersebut juga
telah dimbangi dengan menampakkan dimensi agamis, yakni keterkaitan
secara nyata dengan upaya mengembangkan pribadi manusia, sebagai
sesama manusia dan sebagai insan Allah.
2. Saran
a. Petugas Bimbingan dan penyuluhan sudah selayaknya selalu
meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tanggungjawab yang diemban
untuk selalu mendidik maupun membimbing peserta didik supaya mereka
dapat hidup selaras dengan tuntutan zaman dengan tetap berpegang pada
norma-norma yang berlaku pada lingkungan sekitar.
b. Kepala madrasah hendaknya tidak hanya mampu menolong peranan
petugas Bimbingan dan Penyuluhan sebagai pembimbing yang mampu
bekerja sama dan dalam kebersamaan dalam membina kedisiplinan peserta
didik, tetapi kepala madrasah sepatutnya selalu menolong dan
mengevaluasi kemampuan profesional dan keteladan para BP, sehingga
bimbingan, himbauan dan pengawasan terhadap para BP akan dilakukan
secara rutin untuk meningkatkan profesionalitas dan keteladan BP.
93
c. Kepala madrasah hendaknya mencari peluang bagi penambahan wawasan
dan pengetahuan teoritis dan keagamaan bagi pengembangan kedisplinan
peserta didik pada norma madrasah ataupun pembinaan kedisiplinan
peserta didik dengan bekerja sama atau melakukan dialog dengan sesama
para BP antar madrasah maupun LPTK, para ahli, orang tua dan peserta
didik sendiri serta masyarakat di lingkungan madrasah.
3. Penutup
Demikianlah skripsi ini dibuat, penulis sadar bahwa skiripsi ini masih
banyak kekurangan di banyak hal baik sistematika penulisannya, refrensi
yang digunakan kurang lengkap, pembahasan yang kurang mendalam,
maupun bahasa yang kurang dapat dipahami. Oleh karena itu, saran dan
masukan yang konstruktif sangat penulis harapkan dari semua pihak.
Penulis hanya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam
semua aspek kehidupan, khususnya kehidupan dunia pendidikan. Dan Allah
SWT meridlainya. Amiin.
94