bab ii kajian pustaka -...

18
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kedisiplinan Belajar a. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan adalah kata sifat yang berasal dari kata dasar “disiplin” dan mendapat imbuhan ke-an. Sedangkan kedisiplinan belajar merupakan gabungan dua kata yakni disiplin dan belajar dimana kedua kata tersebut memiliki arti masing-masing. Untuk mengetahui makna kata tersebut, berikut ini akan dijelaskan pengertian disiplin dan belajar menurut beberapa ahli. Secara etimologis, istilah disiplin berasal dari bahasa latin “Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar. Dalam bahasa Inggris “Discipline” yang berarti: tertib, taat, atau mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri; latihan membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu sebagai kemampuan mental atau karakter moral; hukuman yang diberikan untuk melatih atau memperbaiki; kumpulan atau sistem peraturan- peraturan bagi tingkah laku (MacMillan Dictionary dalam Tu’u, 2004). Soegeng Prijodarminto dalam Tu’u (2004) memberi arti disiplin sebagai kondisi yang terbentuk melalui proses dan serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Perilaku itu tercipta melalui proses binaan keluarga, pendidikan, dan pengalaman. Seperti yang diungkapkan oleh Slameto (1998), disiplin merupakan suatu sikap yang menunjukkan kesediaan untuk menepati atau mematuhi dan mendukung ketentuan, tata tertib, peraturan, nilai serta kaidah- kaidah yang berlaku. Dengan demikian, disiplin bukanlah sesuatu yang diperoleh sejak lahir, melainkan dipengaruhi oleh faktor ajar atau pendidikan. Berbeda dengan Maman Rachman dalam Tu’u (2004) yang mengartikan disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap mental individu dalam mengembangkan kepatuhan dan

Upload: vuongkhuong

Post on 01-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Kedisiplinan Belajar

a. Pengertian Kedisiplinan Belajar

Kedisiplinan adalah kata sifat yang berasal dari kata dasar

“disiplin” dan mendapat imbuhan ke-an. Sedangkan kedisiplinan

belajar merupakan gabungan dua kata yakni disiplin dan belajar

dimana kedua kata tersebut memiliki arti masing-masing. Untuk

mengetahui makna kata tersebut, berikut ini akan dijelaskan

pengertian disiplin dan belajar menurut beberapa ahli.

Secara etimologis, istilah disiplin berasal dari bahasa latin

“Disciplina” yang menunjuk pada kegiatan belajar dan mengajar.

Dalam bahasa Inggris “Discipline” yang berarti: tertib, taat, atau

mengendalikan tingkah laku, penguasaan diri, kendali diri; latihan

membentuk, meluruskan, atau menyempurnakan sesuatu sebagai

kemampuan mental atau karakter moral; hukuman yang diberikan

untuk melatih atau memperbaiki; kumpulan atau sistem peraturan-

peraturan bagi tingkah laku (MacMillan Dictionary dalam Tu’u,

2004).

Soegeng Prijodarminto dalam Tu’u (2004) memberi arti

disiplin sebagai kondisi yang terbentuk melalui proses dan

serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai ketaatan, kepatuhan,

kesetiaan, keteraturan atau ketertiban. Perilaku itu tercipta melalui

proses binaan keluarga, pendidikan, dan pengalaman. Seperti yang

diungkapkan oleh Slameto (1998), disiplin merupakan suatu sikap

yang menunjukkan kesediaan untuk menepati atau mematuhi dan

mendukung ketentuan, tata tertib, peraturan, nilai serta kaidah-

kaidah yang berlaku. Dengan demikian, disiplin bukanlah sesuatu

yang diperoleh sejak lahir, melainkan dipengaruhi oleh faktor ajar

atau pendidikan. Berbeda dengan Maman Rachman dalam Tu’u

(2004) yang mengartikan disiplin sebagai upaya mengendalikan diri

dan sikap mental individu dalam mengembangkan kepatuhan dan

6

ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan

dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya.

Menurut Arikunto (1990), disiplin dikenal dengan dua istilah

yang pengertiannya hampir sama tetapi pembentukannya secara

berurutan. Kedua istilah itu adalah disiplin dan ketertiban, ada juga

yang menggunakan istilah siasat dan ketertiban. Ketertiban

menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti peraturan

dan tata tertib karena didorong oleh sesuatu dari luar misalnya

ingin mendapat pujian dari atasan. Selanjutnya pengertian disiplin

atau siasat menunjuk pada kepatuhan seseorang dalam mengikuti

tata tertib karena didorong kesadaran yang ada pada kata hatinya,

sehingga ketertiban itu terjadi dahulu, kemudian berkembang

menjadi siasat.

Tu’u (2004) merumuskan disiplin sebagai sikap seseorang

dalam mengikuti dan menaati peraturan, nilai, dan hukum yang

berlaku. Pengikutan dan ketaatan tersebut muncul karena adanya

kesadaran diri bahwa hal itu berguna untuk kebaikan dan

keberhasilan seseorang. Disiplin dapat muncul karena adanya rasa

takut, tertekan, terpaksa dan adanya dorongan dari luar dirinya.

Kedisiplinan juga sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi,

mengubah, membina dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-

nilai yang ditentukan atau diajarkan dalam rangka mendidik,

melatih, mengendalikan dan memperbaiki tingkah laku.

Selanjutnya, akan dijelaskan tentang pengertian belajar

menurut beberapa ahli, seperti Gagne (dalam Dahar, 2006), belajar

dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi

berubah perilakunya.

Arikunto (1990), secara sederhana mengartikan belajar

sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya usaha untuk

mengadakan perubahan terhadap diri manusia yang melakukan,

dengan maksud untuk memperoleh perubahan dalam dirinya, baik

berupa pengetahuan, keterampilan ataupun sikap. Di dalam

kegiatan belajar selalu ada usaha berupa latihan. Sedangkan

menurut Slameto (2003), belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah

7

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Berdasarkan pengertian mengenai disiplin dan belajar

diatas, Hastuti dalam Wijayanto (2011) mengungkapkan bahwa

disiplin belajar adalah keteraturan dan ketaatan siswa dalam

menggunakan dan memanfaatkan waktu belajar baik di sekolah

maupun di rumah yang meliputi mendengarkan, membaca, dan

mengamati dimana hal tersebut dapat menghasilkan perubahan

perilaku yang baru sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.

Dari pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kedisiplinan belajar merupakan usaha yang dilakukan

seseorang dengan sadar, melalui latihan hidup teratur, pengajaran,

pendidikan dan pembinaan dari keluarga dalam hal ini orang tua,

dan guru di sekolah untuk mengikuti dan menaati peraturan, nilai,

hukum atau tata tertib yang berlaku untuk memperoleh perubahan

perilaku dalam dirinya. Perilaku tersebut dapat berupa

pengetahuan, keterampilan maupun sikapnya. Disiplin tidak hanya

mengikuti dan menaati aturan, melainkan meningkat menjadi

disiplin berpikir yang mengatur serta mempengaruhi seluruh aspek

individu termasuk prestasi belajar siswa.

b. Perlunya Kedisiplinan Belajar

Kedisiplinan diperlukan oleh siapapun dan di manapun

seseorang berada, termasuk seorang siswa. Bohar Soeharto dalam

Tu’u (2004) mengatakan bahwa pada dasarnya semua orang sudah

mengerti dan sudah mengenal disiplin. Orang tua dan guru harus

mampu melihat disiplin sebagai sesuatu yang sangat penting dalam

interaksi manusia. Sikap disiplin, apabila dikembangakan dan

diterapkan dengan baik, konsisten dan konsekuen, akan

berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku siswa. Seorang

siswa harus disiplin dalam menaati tata tertib di sekolah, disiplin

dalam belajar dan mengerjakan tugas baik di rumah maupun di

sekolah, agar mencapai hasil yang optimal. Disiplin dapat

mendorong siswa belajar secara konkret dalam praktik hidup di

sekolah serta menata perilaku seseorang dalam hubungannya di

tengah-tengah lingkungannya.

8

Maman Rachman dalam Tu’u (2004) menyebutkan bahwa

disiplin sangat penting bagi para siswa, yaitu untuk: (1) Memberi

dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang; (2)

Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan

tuntutan lingkungan; (3) Menyelesaikan tuntutan yang ingin

ditunjukkan siswa terhadap lingkungannya; (4) Mengatur

keseimbangan keinginan siswa satu dan siswa lainnya; (5)

Menjauhi siswa yang melakukan hal-hal yang dilarang sekolah; (6)

Mendorong siswa melakukan perbuatan yang baik dan benar; (7)

Belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan

bermanfaat bagi diri siswa dan lingkungannya.

Jadi, disiplin berperan penting dalam pembentukan dan

perubahan perilaku seseorang. Disiplin menjadi prasyarat bagi

pembentukan sikap, perilaku dan tata kehidupan kedisiplinan, yang

akan mengantar seorang siswa sukses dalam belajar dan bekerja

kelak.

c. Fungsi Kedisiplinan Belajar

Siswa memerlukan kedisiplinan dalam belajarnya, namun

seringkali siswa mengabaikan hal-hal mengenai kedisiplinan

belajar, akibatnya siswa gagal dalam mencapai prestasi belajar

yang optimal. Bila siswa dapat mendisiplinkan diri, maka siswa

tersebut memiliki waktu yang efisien dalam belajar. Belajar yang

efisien menuntut kedisiplinan belajar yang tinggi, terutama disiplin

diri (self discipline), yaitu kemampuan memposisikan diri, kontrol

diri dan konsistensi diri untuk bertindak (Danim, 2011).

Fungsi disiplin menurut Tu’u (2004) diantaranya: (1)

Menata kehidupan bersama, yaitu mengatur tata kehidupan

manusia dalam masyarakat tertentu, sehingga hubungan antar

individu terjalin dengan baik; (2) Membangun kepribadian

seseorang, dimana kepribadian adalah keseluruhan tingkah laku

dan pola hidup yang tercermin dalam perkataan dan perbuatan

sehari-hari. Dengan disiplin, seseorang dibiasakan untuk mengikuti,

mematuhi dan menaati aturan yang berlaku dengan penuh

kesadaran dalam dirinya, dan akhirnya menjadi bagian dalam

kehidupannya sehari-hari; (3) Melatih kepribadian seseorang,

9

dimana dalam membentuk kepribadian yang tertib, teratur, taat

dan patuh diperlukan suatu latihan, pembinaan, pembiasaan diri,

usaha yang gigih bahkan dengan tempaan keras; (4) Pemaksaan,

dimana seseorang dipaksa untuk mengikuti peraturan-peraturan

yang berlaku di lingkungan seseorang itu berada, (5) Hukuman

yang merupakan ancaman atau sanksi atas pelanggaran tata tertib.

Hukuman sangat penting karena dapat memberi dorongan siswa

untuk menaati dan mematuhi peraturan. Tanpa ancaman/sanksi,

dorongan untuk mengikuti aturan menjadi lemah; (6) Menciptakan

lingkungan yang kondusif, yakni lingkungan yang aman, tenang,

tenteram, tertib dan teratur sehingga dapat mendukung proses

kegiatan pendidikan dengan lancar.

Kedisiplinan siswa harus ditangani, dibina dan dilatih agar

siswa dapat mendisiplinkan diri dalam kehidupannya. Pemahaman

kedisiplinan dalam diri siswa, tidak akan berhasil dengan cara

pemaksaan dan pembiasaan secara mekanis. Siswa tersebut harus

dapat merasakan sendiri apakah di dalam suatu peraturan terdapat

sesuatu yang menentukan bahwa dia harus mematuhinya dengan

sukarela.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi dan Membentuk Kedisiplinan

Kedisiplinan seseorang tidak dapat tumbuh dengan

sendirinya, melainkan perlu kesadaran diri, latihan, kebiasaan, dan

adanya hukuman. Bagi siswa, disiplin belajar tidak akan tercipta

apabila siswa tidak mempunyai kesadaran diri. Siswa akan disiplin

dalam belajar apabila siswa sadar akan pentingnya belajar dalam

kehidupannya. Penanaman disiplin perlu dimulai sedini mungkin

mulai dari dalam lingkungan keluarga. Mulai dari kebiasaan bangun

pagi, makan, tidur, dan mandi harus dilakukan secara tepat waktu

sehingga anak akan terbiasa melakukan kegiatan itu secara

berkelanjutan. Menurut Tu’u (2004) mengatakan ada beberapa

faktor yang mempengaruhi dan membentuk kedisiplinan yaitu

kesadaran diri, pengikutan dan ketaatan, alat pendidikan,

hukuman, teladan, lingkungan dan latihan berdisiplin.

Kesadaran diri menjadi motif sangat kuat bagi terwujudnya

kedisiplinan. Disiplin yang terbentuk atas kesadaran diri akan kuat

10

pengaruhnya dan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan

disiplin yang terbentuk karena unsur paksaan atau hukuman.

Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan dan

praktik atas peraturan-peraturan yang mengatur perilaku

individunya. Hal ini sebagai kelanjutan dari adanya kesadaran diri

yang dihasilkan oleh kemampuan dan kemauan diri yang kuat.

Kedisiplinan belajar sebagai alat pendidikan digunakan

untuk mempengaruhi, mengubah, membina, dan membentuk

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan atau

diajarkan.

Hukuman bagi seseorang cenderung disebabkan dua hal,

yang pertama karena adanya kesadaran diri, kemudian yang kedua

karena adanya hukuman. Hukuman akan menyadarkan,

mengoreksi, dan meluruskan yang salah, sehingga orang kembali

pada perilaku yang sesuai dengan harapan.

Teladan adalah contoh yang baik yang seharusnya ditiru

oleh orang lain. Dalam hal ini siswa lebih mudah meniru apa yang

mereka lihat sebagai teladan (orang yang dianggap baik dan patut

ditiru) daripada dengan apa yang mereka dengar. Karena itu

contoh dan teladan disiplin dari atasan, kepala sekolah dan guru-

guru serta penata usaha sangat berpengaruh terhadap disiplin para

siswa.

Lingkungan berdisiplin kuat pengaruhnya dalam

pembentukan disiplin dibandingkan dengan lingkungan yang belum

menerapkan disiplin. Bila berada di lingkungan yang berdisiplin,

seseorang akan terbawa oleh lingkungan tersebut.

Kedisiplinan dapat tercapai dan dibentuk melalui latihan

dan kebiasaan. Artinya mendisiplinkan diri secara berulang-ulang

dan membiasakan diri dalam praktik sehari-hari. Sedangkan

menurut Lemhanas (1997) terbentuknya disiplin karena alasan

berikut: a) Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus

ditumbuhkan, dikembangkan, dan diterapkan dalam semua aspek,

menerapkan sanksi serta hukuman; b) Disiplin seseorang adalah

produk sosialisasi sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya,

terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu, pembentukan disiplin

11

harus seturut pada kaidah-kaidah proses belajar; c) Dalam

membentuk disiplin ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih

besar, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain

karena tingkah laku yang diinginkannya.

e. Aspek dan Indikator Kedisiplinan Belajar

Aspek kedisiplinan menurut Soegeng Prijodarminto dalam

Tu’u (2004), meliputi 3 aspek yakni: 1) aspek sikap mental (mental

attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai

pengembangan latihan, pengendalian pikiran dan pengendalian

watak; 2) aspek pemahaman mengenai aturan perilaku dan

norma, sehingga menumbuhkan pengertian dan kesadaran bahwa

ketaatan akan aturan dan norma tersebut merupakan syarat

mutlak untuk mencapai keberhasilan; 3) aspek sikap dan kelakuan

secara wajar yang menunjukkan kesungguhan hati untuk menaati

segala hal dengan cermat dan tertib. Sedangkan indikator

kedisiplinan belajar yang menunjukkan pergeseran/perubahan

hasil belajar siswa sebagai kontribusi mengikuti dan menaati

peraturan sekolah yang meliputi: a) dapat mengatur waktu belajar

di rumah; b) rajin dan teratur belajar; c) perhatian yang baik saat

belajar di kelas; d) ketertiban diri saat belajar di kelas.

Tu’u (2004) mengemukakan aspek kedisiplinan terdiri dari

3 sub aspek dengan indikator disiplin belajar meliputi: 1)

Kepatuhan mengikuti proses belajar mengajar dengan indikator, a)

mendengarkan guru saat pelajaran sedang berlangsung dan disiplin

menggunakan waktu dengan baik saat guru menjelaskan pelajaran;

b) tidak meninggalkan kelas saat pelajaran berlangsung, sampai

pelajaran berakhir; c) mengerjakan tugas dengan baik penuh

kedisiplinan dan tanggung jawab dalam mengerjakannya. 2)

kepatuhan pada tata tertib sekolah dengan indikator, a) datang ke

sekolah tepat waktu sesuai waktu yang ditentukan; b) menaati

peraturan dan tata tertib yang telah dibuat oleh pihak sekolah; c)

bersikap hormat dan santun pada semua warga sekolah. 3)

Ketaatan pada jam belajar dengan indikator meliputi, a) membuat

jadwal pelajaran secara rutin untuk dapat disiplin dalam belajar

sesuai jadwal yang dibuat; b) menggunakan waktu belajar dengan

12

semaksimal mungkin dan c) tidak menunda-nunda dalam

mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh guru.

Menurut Arikunto (1990), membagi tiga macam indikator

kedisiplinan, yaitu: 1) kedisiplinan di dalam kelas; 2) kedisiplinan di

luar kelas/di lingkungan sekolah, dan 3) kedisiplinan di rumah.

2. Kemandirian Belajar

a. Pengertian Kemandirian Belajar

Kemandirian berasal dari kata mandiri yang berarti dalam

keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain,

tapi menggunakan kekuatan sendiri. Menurut Desmita dalam

Suhendri (2012), kemandirian adalah kemampuan untuk

mengendalikan dan mengatur pikiran, perasaan, dan tindakan

sendiri secara bebas serta berusaha sendiri untuk mengatasi

perasaan-perasaan malu dan keraguan.

Dhesiana (2009), berpendapat bahwa kemandirian belajar

adalah sifat, sikap dan kemampuan yang dimiliki siswa untuk

melakukan kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan

bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri untuk

menguasai suatu kompetensi tertentu sehingga dapat digunakan

untuk memecahkan masalah yang dijumpai di dunia nyata.

Menurut Schunk dan Zimmerman (dalam Sumarmo, 2004)

mendefinisikan kemandirian belajar sebagai self regulated learning

(SRL) yaitu sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh

dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku sendiri yang

berorientasi pada pencapaian tujuan belajar yakni merancang

belajar, memantau kemajuan belajar selama menerapkan

rancangan dan mengevaluasi hasil belajarnya secara lengkap.

Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa kemandirian belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan

siswa tanpa bergantung pada bantuan dari orang lain, baik teman

maupun gurunya dalam mencapai tujuan belajar yaitu menguasai

materi atau pengetahuan dengan baik, dengan kesadaran siswa

sendiri, dan dapat mengaplikasikan pengetahuannya dalam

menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari.

13

b. Faktor-faktor yang Mendorong Kemandirian Belajar

Menurut Basri dalam Rambe (2011), kemandirian belajar

siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

1) Faktor yang terdapat di dalam dirinya sendiri (faktor endogen)

Faktor endogen (internal) adalah semua pengaruh yang

bersumber dari dalam dirinya sendiri, seperti keadaan

keturunan dan konstitusi tubuhnya sejak dilahirkan dengan

segala perlengkapan yang melekat padanya. Segala sesuatu

yang dibawa sejak lahir merupakan bekal dasar bagi

pertumbuhan dan perkembangan individu selanjutnya.

Bermacam-macam sifat dasar dari ayah dan ibu mungkin akan

didapatkan didalam diri seseorang, seperti bakat, potensi

intelektual dan potensi pertumbuhan tubuhnya, serta jenis

kelamin.

2) Faktor-faktor yang terdapat di luar dirinya (faktor eksogen).

Faktor eksogen (eksternal) adalah semua keadaan atau

pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering pula dinamakan

dengan faktor lingkungan. Lingkungan kehidupan yang

dihadapi individu sangat mempengaruhi perkembangan

kepribadian seseorang, baik dalam segi negatif maupun positif.

Lingkungan keluarga dan masyarakat yang baik terutama

dalam bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup akan

membentuk kepribadian, termasuk pula dalam hal

kemandiriannya.

Durkheim (1990) berpendapat bahwa kemandirian tumbuh

dan berkembang karena dua faktor, yakni disiplin yaitu adanya

aturan bertindak dan otoritas serta komitmen terhadap kelompok.

Pendapat tersebut menyatakan bahwa kemandirian itu

berkembang melalui proses keragaman manusia dalam kesamaan

dan kebersamaan, bukan dalam kevakuman.

c. Karakteristik Kemandirian Blajar

Rochester Institute of Technology (dalam Sumarmo, 2004)

mengemukakan bahwa karakteristik kemandirian belajar yang

dimiliki seorang siswa yaitu: 1) Memiliki kemandirian dalam

melaksanakan tugas yang diberikan dan membuat perencanaan

14

untuk mengatur penggunaan waktu serta sumber-sumber yang

dimiliki baik sumber dari dalam dirinya maupun dari luar pada saat

menyelesaikan tugas; 2) Memiliki need for challenge, yakni individu

memiliki kecenderungan untuk beradaptasi dengan kesulitan yang

dihadapinya pada saat mengerjakan tugas dan mengubahnya

menjadi sebuah tantangan dan suatu hal menyenangkan atau

menarik; 3) Mengetahui bagaimana cara menggunakan sumber-

sumber yang ada, baik sumber dari dalam dirinya maupun dari luar

serta melakukan evaluasi terhadap performannya dalam belajar; 4)

Memiliki kegigihan dalam bekerja dan mempunyai strategi tertentu

yang membantunya dalam belajar; 5) Mandiri pada saat

melakukan aktivitas membaca, menulis maupun berdiskusi dengan

orang lain, mempunyai kecenderungan untuk membuat suatu

pengertian atau makna dari apa yang dibaca, ditulis maupun

didiskusikannya; 6) Menyadari bahwa kemampuan yang mereka

miliki bukan satu-satunya faktor yang mendukung kesuksesan

meraih prestasi dalam belajar, melainkan juga dibutuhkan strategi

dan upaya yang gigih dalam belajar.

Menurut Thoha (1996), ciri-ciri kemandirian belajar dapat

dibagi menjadi delapan jenis, yaitu mampu berfikir secara kritis,

kreatif dan inovatif, tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang

lain, tidak lari dari masalah, memecahlan masalah dengan berfikir

yang mendalam, jika menjumpai masalah berusaha

menyelesaikannya tanpa meminta bantuan orang lain, tidak

merasa rendah diri, berusaha bekerja dengan penuh kedisiplinan

dan ketekunan dan bertanggungjawab atas tindakannya sendiri.

d. Aspek-aspek dan Indikator dalam Kemandirian Belajar

Piaget (http://id.shvoong.com/), menjelaskan bahwa

tujuan jangka panjang pendidikan adalah mengembangkan

kemandirian belajar siswa. Kemandirian itu mencakup tiga aspek,

yaitu kemandirian moral, kemandirian intelektual, dan kemandirian

sebagai salah satu tujuan pendidikan. Kemandirian berarti

memperhitungkan semua faktor yang relevan dalam menentukan

arah tindakan yang terbaik bagi semua yang berkepentingan.

15

Menurut Sutari (http://id.shvoong.com/), kemandirian

meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi

hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat

melakukan sesuatu sendiri tanpa orang lain. Kemandirian

mengandung pengertian suatu keadaan dimana seseorang memiliki

hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu

mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang

dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-

tugasnya, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.

Holstein (1990) mengemukakan tiga aspek kemandirian

dalam belajar yakni: 1) aspek tanggungjawab, dimana dalam hal ini

melihat adanya rasa percaya diri atas kemampuannya, tidak

bergantung terus-menerus pada orang lain dan menentukan

sendiri arah belajarnya; 2) aspek tegas dalam mengambil

keputusan, dalam hal ini terlihat adanya kebebasan & keberanian

dalam mengambil keputusan, mampu mengendalikan diri dan

mengatasi/memecahkan masalah; 3) mengejar minat baru

(inovatif), dalam hal ini bertindak kreatif, memiliki keberanian

mencoba hal-hal baru dan mampu menyatakan buah pikirnnya.

Masrun (1986), mengatakan teori kemandirian belajar

dikenal sebagai teori (locus of control), yang menyimpulkan lima

komponen atau aspek dari kemandirian, yaitu: 1) kemampuan

untuk mengambil inisiatif seperti dalam perilaku eksploratif,

kreatif, mampu menyatakan buah pikiran, mampu

mengekspresikan diri dan mampu bertindak secara spontan; 2)

berusaha mengatasi masalah yang dihadapi dalam lingkungan

dengan rasa percaya diri tanpa mengharapkan bantuan dari orang

lain serta bebas dalam mengambil keputusan; 3) melakukan

aktivitas tambahan sesuai dengan kehendak sendiri, menggunakan

sesuatu tanpa memperdulikan apa yang dipikirkan orang lain; 4)

puas terhadap hasil kerja yang dilakukan, yang perilakunya

diarahkan kepada diri sendiri; dan 5) mampu melakukan tugas rutin

sendiri dalam semua aspek kehidupan.

16

3. Prestasi Belajar Matematika

a. Pengertian Prestasi Belajar

Menurut Tu’u (2004), prestasi merupakan hasil yang

dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan

tertentu. Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari

kegiatan pembelajaran di sekolah yang bersifat kognitif dan

biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Prestasi

belajar adalah penggunaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya ditunjukkan dengan

nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru, sehingga

pengertian prestasi belajar siswa adalah hasil yang dicapai siswa

ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan

pembelajaran di sekolah. Prestasi belajar siswa tersebut terutama

dinilai aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan

siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesa dan evaluasi, kemudian dibuktikan dan ditunjukkan

melalui nilai atau angka dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru

terhadap tes siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang

ditempuhnya. Hasil evaluasi tersebut didokumentasikan dalam

buku daftar nilai guru dan wali kelas serta arsip yang ada di bagian

administrasi kurikulum sekolah. Selain itu, hasil evaluasi juga

disampaikan kepada siswa dan orang tua melalui buku raport akhir

semester atau kenaikan/kelulusan.

Sunaryo dalam Rina (2011) menambahkan, prestasi belajar

sebagai kemampuan seseorang dalam menguasai sejumlah

program setelah program itu selesai, dan prestasi ini biasanya

dilambangkan dalam bentuk nilai (angka) sehingga mencerminkan

keberhasilan siswa dalam periode tertentu.

Suryabrata (1981) berpendapat bahwa prestasi belajar

adalah hasil studi yang dicapai selama mengikuti pelajaran pada

periode tertentu dalam suatu lembaga dimana hasilnya dinyatakan

dengan angka atau simbol dan merupakan cermin dari hasil proses

belajar.

Dari beberapa pengertian tersebut, maka dapat

disimpulkan prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai siswa

17

dari proses pembelajaran yang diberikan oleh guru melalui

pemberian tugas, tes, ulangan atau ujian untuk mengetahui

pemahaman, keterampilan dan penguasaan materi yang diajarkan.

Prestasi tersebut dinilai ranah kognitifnya dan dinyatakan dalam

bentuk angka atau nilai sebagai hasil evaluasi (penilaian) yang

diberikan oleh guru kepada siswa.

b. Prestasi Belajar Matematika

Prestasi belajar matematika menurut Royyana (2010)

adalah prubahan-perubahan tingkah laku siswa sebagai indikator

tingkat ketercapaian tujuan belajar matematika dalam penguasaan

struktur kognitif berupa fakta atau konsep setelah mendapatkan

pengalaman belajar matematika. Prestasi belajar matematika juga

dapat dikatakan tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam

mengikuti proses belajar matematika sesuai tujuan yang

ditetapkan.

Prestasi belajar matematika adalah hasil yang dicapai siswa

setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar matematika yang

menunjukkan kecakapan siswa dalam penguasaan materi

matematika yang telah disampaikan guru di sekolah dalam kurun

waktu tertentu yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka,

maupun huruf. Untuk mengukur prestasi belajar matematika siswa,

guru harus memberikan penilaian kepada siswa dalam bentuk

angka dan ditulis sebagai laporan pendidikan yang biasanya

tercantum dalam rapor (Prasetya, 2012).

Prestasi belajar matematika juga dapat diartikan sebagai

keberhasilan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar

mengajar dalam mata pelajaran matematika, dimana dalam

keberhasilan tersebut meliputi ranah kognitif, psikomotorik dan

afektif yang dinyatakan dalam bentuk symbol, angka, huruf dalam

periode tertentu.

c. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Ada beberapa faktor penting dan mendasar yang memberi

kontribusi bagi keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar

yang baik. Faktor-faktor tersebut menurut Merson U. Sangalang

dalam Tu’u (2004) adalah faktor kecerdasan, bakat, minat dan

18

perhatian, motif, cara belajar, dan faktor lingkungan baik di sekolah

maupun di rumah.

Faktor kecerdasan menyangkut kemampuan yang luas, tidak

hanya kemampuan rasional untuk memahami, mengerti, dan

memecahkan masalah, tetapi termasuk kemampuan mengatur

belajar dari pengalamannya. Potensi kecerdasan yang dimiliki

seorang siswa sangat menentukan keberhasilannya mencapai

prestasi belajar.

Faktor bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang

yang dibawa sejak lahir. Bakat-bakat yang dimiliki siswa tersebut

apabila diberi kesempatan dan dikembangkan dalam

pembelajaran, akan dapat mencapai prestasi yang tinggi.

Minat dan perhatian merupakan kecenderungan yang besar

terhadap suatu perhatian untuk melihat dan mendengar dengan

baik serta teliti terhadap sesuatu. Apabila seorang siswa menaruh

minat pada satu pelajaran tertentu, biasanya cenderung untuk

memperhatikannya dengan baik. Minat dan perhatian yang tinggi

pada mata pelajaran tertentu akan memberi dampak yang baik

bagi prestasi belajar siswa.

Faktor motif merupakan dorongan yang membuat

seseorang berbuat sesuatu. Motif mendasari dan mempengaruhi

setiap usaha serta kegiatan seseorang untuk mencapai tujuan yang

diingikan. Jika siswa mempunyai motif yang baik dan kuat dalam

belajar, hal itu akan memperbesar usaha dan kegiatannya

mencapai prestasi yang tinggi.

Cara belajar juga mempengaruhi keberhasilan studi siswa.

Cara belajar siswa yang efisien memungkinkan mencapai prestasi

lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak efisien.

Cara belajar yang efisien adalah berkonsentrasi ketika guru

menerangkan, mempelajari kembali pelajaran yang telah diterima,

membaca kembali materi yang telah disampaikan oleh guru, dan

latihan mengerjakan soal-soal.

Faktor lingkungan keluarga merupakan salah satu pengaruh

yang berpotensi besar dan positif pada prestasi siswa. Orang tua

sudah sepatutnya mendorong, memberi semangat, membimbing

19

dan memberi teladan yang baik kepada anaknya. Selain hal itu,

perlu suasana hubungan dan komunikasi yang lancar antara orang

tua dengan anak-anak serta keadaan keuangan keluarga yang tidak

kekurangan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup dan

kelengkapan belajar anak. Sementara faktor sekolah merupakan

lingkungan pendidikan yang sudah terstruktur memiliki sistem dan

organisasi yang baik bagi penanaman nilai-nilai etik, moral, mental,

spiritual, disiplin dan ilmu pengetahuan. Apalagi bila sekolah

berhasil menciptakan suasana kondusif, sarana penunjang cukup

memadai siswa tertib disiplin. Maka, kondisi tersebut mendorong

siswa saling berkompetisi dalam pembelajaran.

Selain faktor-faktor tersebut, Slameto (2003) secara garis

besar menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada

dua yakni faktor intern dan ekstern. 1) Faktor Intern, meliputi

faktor jasmani seperti kesehatan dan cacat tubuh, faktor psikologi

seperti intelegensi, perhatian, minat, bakat, kematangan, dan

kesiapan, serta faktor kelelahan; 2) Faktor ekstern meliputi: a)

Faktor keluarga seperti cara orangtua mendidik, relasi antar

anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,

pengertian orangtua dan latar belakang kebudayaan; b) Faktor

sekolah, seperti metode mengajar guru, kurikulum, relasi guru dan

siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, metode belajar dan tugas

rumah; c) Faktor masyarakat, seperti kegiatan siswa dalam

masyarakat, mass media, teman bergul dan bentuk kehidupan

masyarakat.

d. Pengukuran Prestasi Belajar

Prestasi belajar seseorang dapat diketahui dengan menilai

hasil belajarnya. Kegiatan menilai prestasi belajar bidang akademik

di sekolah-sekolah, dicatat dalam sebuah buku laporan yang

disebut rapor. Dalam rapor dapat diketahui sejauh mana prestasi

belajar seorang siswa, apakah siswa tersebut berhasil atau gagal

dalam suatu mata pelajaran. Hal ini didukung oleh pendapat

Suryabrata (1998) bahwa rapor merupakan perumusan terakhir

yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar

murid-muridnya selama masa tertentu.

20

Azwar (1998) menyebutkan bahwa ada beberapa fungsi

penilaian dalam pendidikan, yaitu: 1) Berfungsi selektif (fungsi

sumatif), dimana dalam penilaian ini merupakan pengukuran akhir

dalam suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan

apakah siswa dapat dinyatakan lulus atau tidak dalam program

pendidikan tersebut; 2) Penilaian berfungsi diagnostik, yakni selain

untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa, juga untuk mengetahui

kelemahan siswa, sehingga guru dapat mengetahui kelemahan dan

kelebihan masing-masing siswa; 3) Penilaian berfungsi sebagai

penempatan (placement) dimana setiap siswa memiliki

kemampuan berbeda satu sama lain. Penilaian dilakukan untuk

mengetahui di mana seharusnya siswa tersebut ditempatkan

sesuai dengan kemampuannya yang telah diperlihatkannya pada

prestasi belajar yang telah dicapainya. Sebagai contoh penggunaan

nilai rapor SMU kelas II menentukan jurusan studi di kelas III; dan

4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan (fungsi

formatif) yang berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu

program dapat diterapkan. Sebagai contoh adalah raport di setiap

semester di sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah dapat

dipakai untuk mengetahui apakah program pendidikan yang telah

diterapkan berhasil diterapkan atau tidak pada siswa tersebut.

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang akan dikemukakan oleh penulis dalam penelitian ini

didukung oleh penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya, dan

terdapat hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kiswanto (2011), yang berjudul

“Hubungan Antara Disiplin Belajar Dengan Prestasi Belajar Matematika

Siswa Kelas XI SMA Kristen Satya Wacana”, menunjukkan bahwa ada

hubungan yang positif dan signifikan antara disiplin belajar dengan prestasi

belajar matematika, dengan koefisien korelasi sebesar 0,532. Penelitian

lain oleh Sari (2010), yang berjudul “Hubungan Kemandirian Belajar

Matematika dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA

Negeri 1 Salatiga, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif

signifikan antara kemandirian belajar matematika dengan prestasi belajar

matematika. Sejalan dengan penelitian tersebut, Rina (2011), dalam

21

penelitianya yang berjudul “Hubungan Antara Disiplin Belajar dan

Kemandirian Belajar dengan Prestasi Belajar Siswa SD Kelas IV di Gugus Yos

Sudarso”, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

disiplin belajar dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar siswa kelas

IV SD, dimana disiplin belajar termasuk dalam kategori sedang dengan

prosentase sebesar 27,27% sedangkan tingkat kemandirian belajar sebesar

43,63% pada kategori rendah.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Royyana (2010),

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara disiplin

belajar matematika dengan prestasi belajar matematika pada siswa kelas XI

SMA Negeri 1 Suruh. Wahi (2010) dalam penelitian yang dilakukan pada

siswa kelas V SD di Gugus Tetuko Kecamatan Susukan, menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara kemandirian belajar dengan

prestasi belajar. Sejalan dengan penelitian-penelitian tersebut, Pertiwi

(2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Kontribusi Kedisiplinan Belajar,

Kemandirian Belajar, dan Kejujuran Belajar terhadap Hasil Belajar

Matematika Siswa Kelas VII Semester II SMP Muhammadiyah 1 Surakarta”,

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kedisiplinan belajar,

kemandirian belajar dan kejujuran belajar terhadap hasil belajar

matematika melalui uji F dengan signifikansi sebesar 0,413.

Berdasarkan beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan

sebelumnya, penulis tertarik untuk meneliti tentang hubungan kedisiplinan

belajar dan kemandirian belajar dengan prestasi belajar matematika siswa.

Subyek penelitian yang ingin diteliti adalah siswa kelas VII C dan VII D di

SMP Negeri 1 Pabelan Kabupaten Semarang, tahun ajaran 2012/2013.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang sudah dipaparkan sebelumnya,

tampak bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternal, diantaranya adalah kedisiplinan belajar dan kemandirian belajar.

Kedisiplinan belajar juga dapat mendorong siswa untuk mengembangkan

sikap mandiri dalam belajarnya.

Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini ada tiga,

yaitu variabel independen (variabel bebas) yaitu kedisiplinan belajar 1X

dan kemandirian belajar 2X , serta variabel dependen (variabel terikat)

22

yaitu prestasi belajar matematika Y . Sesuai dengan tujuan penelitian ini,

yaitu untuk mengetahui hubungan kedisiplinan belajar dan kemandirian

belajar dengan prestasi belajar matematika, maka disusun model

hubungannya menurut Riduwan (2005) dan tampak pada Gambar 1 berikut

ini:

Gambar 1. Bagan Korelasi Kedisiplinan Belajar dan Kemandirian Belajar

dengan Prestasi Belajar Matematika

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan

masalah penelitian (Sugiyono, 2009). Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

“Ada hubungan yang signifikan antara kedisiplinan belajar dan kemandirian

belajar secara bersama-sama dengan prestasi belajar matematika siswa

kelas VII SMP Negeri 1 Pabelan Kabupaten Semarang”.

Kedisiplinan Belajar (X1)

Kemandirian Belajar (X2)

Prestasi Belajar Matematika (Y)