bab ii tinjauan pustaka a. gangguan jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. bab ii.pdf ·...

23
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwa 1. Definisi Gangguan Jiwa Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia (Permenkes RI No. 54/2017). Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada susunan saraf pusat. Efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, yang biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan. Terdapat banyak jenis obat psikofarmaka dengan farmakokinetik khusus untuk mengontrol dan mengendalikan perilaku pasien gangguan jiwa. Golongan dan jenis psikofarmaka ini perlu diketahui perawat agar dapat mengembangkan upaya kolaborasi pemberian psikofarmaka, mengidentifikasi dan mengantisipasi terjadinya efek samping, serta memadukan dengan berbagai alternatif terapi lainnya. Berdasarkan efek klinik, obat psikotropika dibagi menjadi golongan antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer) (Yusuf dkk, 2015). Irwan, dkk (2008) yang dikutip oleh Yulia (2013) menyebutkan obat antipsikotik merupakan langkah awal untuk mengobati gangguan kejiwaan. Obat antipsikotik bekerja untuk mengontrol sifat agresif, halusinasi, delusi dan perubahan-perubahan pola fikir terhadap pasien penderita gangguan jiwa. 2. Jenis- Jenis Gangguan Jiwa Pada (Kemenkes RI No. HK.02.02/MENKES/73/2015) tentang pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa, gangguan jiwa terbagi dalam beberapa jenis yaitu :

Upload: others

Post on 12-Aug-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Jiwa

1. Definisi Gangguan Jiwa

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami

gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam

bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta

dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi

orang sebagai manusia (Permenkes RI No. 54/2017).

Psikofarmaka adalah berbagai jenis obat yang bekerja pada susunan

saraf pusat. Efek utamanya pada aktivitas mental dan perilaku, yang

biasanya digunakan untuk pengobatan gangguan kejiwaan. Terdapat banyak

jenis obat psikofarmaka dengan farmakokinetik khusus untuk mengontrol

dan mengendalikan perilaku pasien gangguan jiwa. Golongan dan jenis

psikofarmaka ini perlu diketahui perawat agar dapat mengembangkan upaya

kolaborasi pemberian psikofarmaka, mengidentifikasi dan mengantisipasi

terjadinya efek samping, serta memadukan dengan berbagai alternatif terapi

lainnya. Berdasarkan efek klinik, obat psikotropika dibagi menjadi golongan

antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

(Yusuf dkk, 2015).

Irwan, dkk (2008) yang dikutip oleh Yulia (2013) menyebutkan obat

antipsikotik merupakan langkah awal untuk mengobati gangguan kejiwaan.

Obat antipsikotik bekerja untuk mengontrol sifat agresif, halusinasi, delusi

dan perubahan-perubahan pola fikir terhadap pasien penderita gangguan

jiwa.

2. Jenis- Jenis Gangguan Jiwa

Pada (Kemenkes RI No. HK.02.02/MENKES/73/2015) tentang

pedoman nasional pelayanan kedokteran jiwa, gangguan jiwa terbagi dalam

beberapa jenis yaitu :

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

8

a. Delerium

Delerium merupakan Suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan

kesadaran dan kognisi yang terjadi secara akut dan berfluktuasi. Adanya

perubahan dalam kognisi defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa

atau gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia. Gangguan

delerium ini berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung

berfluktuasi dalam sehari.

b. Demensia

Dimensia Merupakan sindrom akibat penyakit otak, bersifat kronik

progresif, ditandai dengan kemunduran fungsi kognitif multipel, yaitu

fungsi memori, aphasia, apraksia, agnosia, dan fungsi eksekutif. Kesadaran

pada umumnya tidak terganggu, adakalanya disertai gangguan psikologik

dan perilaku.

c. NAPZA

NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)

adalah setiap bahan kimia atau zat yang bila masuk ke dalam tubuh

mempengaruhi susunan saraf pusat yang manifestasinya berupa gejala fisik

dan psikologis.

d. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat yang ditandai dengan

gangguan penilaian realita (waham dan halusinasi). Namun demikian,

skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling mudah dikenali sehingga

diharapkan dapat dilakukan tatalaksana sedini mungkin untuk menghindari

risiko tersebut. Skizofrenia membutuhkan tata laksana jangka panjang

karena merupakan gangguan yang bersifat menahun (kronis) dan bisa

kambuh. Semakin sering kambuh, makin berat penurunan fungsi yang

terjadi pada Orang Dengan Skizofrenia (ODS). Skizofrenia termasuk dalam

gangguan psikotik.

e. Depresi

Depresi dapat berdiri sendiri atau menjadi bagian dari gangguan

bipolar. Jika berdiri sendiri disebut Depresi Unipolar. Simtom terjadi

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

9

sekurang-kurangnya dua minggu dan terdapat perubahan dari derajat fungsi

sebelumnya.

f. Gangguan Bipolar (GB)

Gangguan Bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat

episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan

campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup.

3. Etiologi dan Epidemiologi

Menurut (Yusuf dkk, 2015) penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang saling mempengaruhi yaitu sebagai berikut:

a. Faktor somatik (somatogenik)

Faktor somatik (somatogenik) yakni akibat gangguan pada

neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat kematangan

dan perkembangan organik, serta faktor pranatal dan perinatal.

b. Faktor psikologik (psikogenik)

Faktor psikologik (psikogenik) yang terkait dengan interaksi ibu dan

anak, peranan ayah, persaingan antarsaudara kandung, hubungan dalam

keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat. Selain itu, faktor intelegensi,

tingkat perkembangan emosi, konsep diri, dan pola adaptasi juga akan

memengaruhi kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini

kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, dan

rasa bersalah yang berlebihan.

c. Faktor sosial budaya

Faktor sosial budaya yang meliputi faktor kestabilan keluarga, pola

mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan masalah kelompok

minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, dan kesejahteraan

yang tidak memadai, serta pengaruh rasial dan keagamaan.

Dari faktor-faktor ketiga diatas, terdapat beberapa penyebab lain dari

penyebab gangguan jiwa (Yosep, 2013 dalam Sari, 2018 ) diantaranya

adalah sebagai berikut :

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

10

1) Genetika.

Individu atau angota keluarga yang memiliki atau yang mengalami

gangguan jiwa akan kecenderungan memiliki keluarga yang mengalami

gangguan jiwa, akan cenderung lebih tinggi dengan orang yang tidak

memiliki faktor genetik

2) Sebab biologik.

a) Keturunan.

Peran penyebab belum jelas yang mengalami gangguan jiwa, tetapi sangat

ditunjang dengan faktor lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.

b) Temperamen.

Seseorang terlalu peka atau sensitif biasanya mempunyai masalah pada

ketegangan dan kejiwaan yang memiliki kecenderungan akan mengalami

gangguan jiwa.

c) Jasmaniah.

Pendapat beberapa penyidik, bentuk tubuh seorang bisa berhubungan

dengan gangguan jiwa, seperti bertubuh gemuk cenderung menderita

psikosa manik defresif, sedangkan yang kurus cenderung menjadi

skizofrenia.

d) Penyakit atau cedera pada tubuh.

Penyakit jantung, kanker dan sebagainya bisa menyebabkan murung dan

sedih. Serta, cedera atau cacat tubuh tertentu dapat menyebabkan rasa

rendah diri.

3) Sebab psikologik.

Dari pengalaman frustasi, keberhasilan dan kegagalan yang dialami akan

mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya di kemudian hari.

4) Stress.

Stress perkembangan, psikososial terjadi secara terus menerus akan

mendukung timbulnya gejala manifestasi kemiskinan, pegangguran

perasaan kehilangan, kebodohan dan isolasi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

11

5) Sebab sosio kultural.

a) Cara membesarkan anak yang kaku, hubungan orang tua anak menjadi kaku

dan tidak hangat. Anak setelah dewasa akan sangat bersifat agresif, pendiam

dan tidak akan suka bergaul atau bahkan akan menjadi anak yang penurut.

b) Sistem nilai, perbedaan etika kebudayaan dan perbedaan sistem nilai moral

antara masa lalu dan sekarang akan sering menimbulkan masalah kejiwaan.

c) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi, dalam

masyarakat kebutuhan akan semakin meningkat dan persaingan semakin

meningkat. Memacu orang bekerja lebih keras agar memilikinya, jumlah

orang yang ingin bekerja lebih besar sehingga pegangguran meningkat.

6) Perkembangan psikologik yang salah.

Ketidak matangan individu gagal dalam berkembang lebih lanjut. Tempat

yang lemah dan disorsi ialah bila individu mengembangkan sikap atau pola

reaksi yang tidak sesuai, gagal dalam mencapai integrasi kepribadian yang

normal.

1. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa

Tanda dan gejala gangguan jiwa (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014 dalam Sari,

2018) adalah sebagai berikut :

a. Ketegangan (Tension)

Merupakan murung atau rasa putus asa, cemas, gelisah, rasa lemah, histeris,

perbuatan yang terpaksa (Convulsive), takut dan tidak mampu mencapai

tujuan pikiran-pikiran buruk.

b. Gangguan kognisi.

Merupakan proses mental dimana seorang menyadari, mempertahankan

hubungan lingkungan baik, lingkungan dalam maupun lingkungan luarnya

(Fungsi mengenal), Proses kognisi tersebut adalah sebagai berikut:

1) Gangguan persepsi.

Persepsi merupakan kesadaran dalam suatu rangsangan yang dimengerti.

Sensasi yang didapat dari proses asosiasi dan interaksi macam-macam

rangsangan yang masuk(Permenkes RI Nomor 54 tahun 2017)..

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

12

Tabel 2.1 Gejala-gejala persepsi pada gangguan jiwa

Gejala-gejala persepsi pada gangguan

jiwa

Definisi

Halusinasi Kesalahan persepsi tanpa ada stimulus

(obyek) yang nyata. Halusinasi yang

paling sering terjadi adalah halusinasi

auditorik (pendengaran), ODS

mendengar bisikan yang seringkali

berkomentar atau menyuruh untuk

melakukan tindakan membahayakan

dirinya atau orang lain. Jenis halusinasi

lain adalah halusinasi penglihatan,

penciuman, pengecapan, dan

rabaan/taktil.

Ilusi Kesalahan persepsi yang timbul

terhadap stimulus (obyek) yang nyata

Depersonalisasi Mengalami atau merasakan bahwa

dirinya tidak nyata, berubah bentuk,

atau asing

Derealisasi Merasakan bahwa lingkungan

sekitarnya berubah, tidak nyata, atau

asing

2) Gangguan sensasi.

Seorang mengalami gangguan kesadaran akan rangsangan yaitu rasa raba,

rasa kecap, rasa penglihatan, rasa cium, rasa pendengaran dan kesehatan

(Kusumawati, Farida & Hartono, 2010 dalam Sari, 2018).

c. Gangguan kepribadian.

Kepribadian merupakan pola pikiran keseluruhan, perilaku dan perasaan

yang sering digunakan oleh seseorang sebagai usaha adaptasi terus menerus

dalam hidupnya. Gangguan kepribadian misalnya gangguan kepribadian

paranoid, disosial, emosional tak stabil. Gangguan kepribadian masuk dalam

klasifikasi diagnosa gangguan jiwa (Maramis, 2009 dalam Sari, 2018).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

13

d. Gangguan pola hidup

Mencakup gangguan dalam hubungan manusia dan sifat dalam keluarga,

rekreasi, pekerjaan dan masyarakat. Gangguan jiwa tersebut bisa masuk

dalam klasifikasi gangguan jiwa kode V, dalam hubungan sosial lain

misalnya merasa dirinya dirugikan atau dialang-alangi secara terus menerus.

Misalnya dalam pekerjaan harapan yang tidak realistik dalam pekerjaan

untuk rencana masa depan, pasien tidak mempunyai rencana apapun

(Maramis, 2009 dalam Sari, 2018).

e. Gangguan perhatian.

Perhatian ialah konsentrasi energi dan pemusatan, menilai suatu proses

kognitif yang timbul pada suatu rangsangan dari luar (Direja, 2011 dalam

Sari, 2018).

f. Gangguan kemauan.

Kemauan merupakan dimana proses keinginan dipertimbangkan lalu

diputuskan sampai dilaksanakan mencapai tujuan (Yosep, H. Iyus & Sutini,

2014 dalam Sari, 2018).

g. Gangguan perasaan atau emosi (Afek dan mood)

Perasaan dan emosi merupakan spontan reaksi manusia yang bila tidak

diikuti perilaku maka tidak menetap mewarnai persepsi seorang terhadap

disekelilingnya atau dunianya. Perasaan berupa perasaan emosi normal

(adekuat) berupa perasaan positif (gembira, bangga, cinta, kagum dan

senang). Perasaan emosi negatif berupa cemas, marah, curiga, sedih, takut,

depresi, kecewa, kehilangan rasa senang dan tidak dapat merasakan

kesenangan (Maramis, 2009 dalam Sari, 2018).

h. Gangguan pikiran atau proses pikiran (berfikir).

Pikiran merupakan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan

seseorang. Berfikir ialah proses menghubungkan ide, membentuk ide baru,

dan membentuk pengertian untuk menarik kesimpulan. Proses pikir normal

ialah mengandung ide, simbol dan tujuan asosiasi terarah atau koheren

(Kusumawati, Farida & Hartono, 2010 dalam Sari, 2018).

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

14

i. Gangguan psikomotor

Gangguan psikomotor merupakan gerakan badan dipengaruhi oleh keadaan

jiwa sehinggga afek bersamaan yang megenai badan dan jiwa, juga meliputi

perilaku motorik yang meliputi kondisi atau aspek motorik dari suatu

perilaku. Gangguan psikomotor berupa, aktivitas yang menurun, aktivitas

yang meningkat, kemudian yang tidak dikuasai, berulang-ulang dalam

aktivitas. Gerakan salah satu badan berupa gerakan salah satu badan

berulang-ulang atau tidak bertujuan dan melawan atau menentang terhadap

apa yang disuruh (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014 dalam Sari, 2018).

B. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa

Tujuan utama dari terapi gangguan jiwa adalah mengembalikan fungsi

normal pasien dan mencegah kekambuhan penyakitnya. Tidak ada

pengobatan yang spesifik untuk masing-masing jenis gangguan jiwa.

Pengobatan hanya dibedakan berdasarkan tanda gejala apa yang menonjol

pada pasien. Terapi yang bisa dilakukan pada penderita gangguan jiwa

meliputi terapi farmakologi dan non farmakologi.

a. Terapi Farmakologi

a. Delerium

Antipsikotika dapat dipertimbangkan bila ada tanda dan gejala psikosis,

misalnya halusinasi, waham atau sangat agitatif (verbal atau fisik) sehingga

berisiko terlukanya pasien atau orang lain (Kemenkes RI No.

HK.02.02/MENKES/73/2015).

1) Haloperidol mempunyai rekam jejak terpanjang dalam mengobati delirium,

dapat diberikan per oral, IM, atau IV.

2) Dosis Haloperidol injeksi adalah 2-5 mg IM/IV dan dapat diulang setiap 30

menit (maksimal 20 mg/hari).

3) Efek samping parkinsonisme dan akatisia dapat terjadi.

4) Bila diberikan IV, dipantau dengan EKG adanya pemanjangan interval QTc

dan adanya disritmia jantung.

5) Pasien agitasi yang tidak bisa menggunakan antipsikotika (misalnya, pasien

dengan Syndrom Neuroleptic Malignance) atau bila tidak berespons bisa

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

15

ditambahkan benzodiazepin yang tidak mempunyai metabolit aktif,

misalnya lorazepam tablet 1–2 mg per oral. Kontraindikasi untuk pasien

dengan gangguan pernafasan.

b. Demensia

Tata laksana psikososial ditujukan untuk mempertahankan

kemampuan penderita yang masih tersisa, menghambat progresivitas

kemunduran fungsi kognitif, mengelola gangguan psikologik dan perilaku

yang timbul. Latihan memori sederhana, latihan orientasi realitas, dan

senam otak, dapat membanu menghambat kemunduran fungsi kognitif.

Psikoedukasi terhadap keluarga/caregiver menjadi bagian yang sangat

penting dalam tata laksana pasien. Pemberian obat Anti Demensia seperti

Donepezil dan Rivastigmin bermanfaat untuk menghambat kemunduran

fungsi kognitif pada demensia ringan sampai sedang, tapi tidak dianjurkan

untuk demensia berat. Untuk mengendalikan perilaku agresif dapat

diberikan obat antipsikotik dosis rendah (haloperidol 0,5-1 mg/hari atau

Risperidon 0,5-1 mg/hari). Untuk mengatasi gejala Depresi dapat diberikan

Antidepresan (Sertralin25mg/hari)

(Kemenkes RI No. HK.02.02/MENKES/73/2015).

c. NAPZA

Pada (Kemenkes RI No. HK.02.02/MENKES/73/2015) penanganan kondisi

gawat darurat:

1) Pemberian Antidotum Naloxon HCl (Narcan/Nokoba) atau Naloxone 0.8 mg

IV dan tunggu selama 15 menit. Jika tidak ada respons, berikan Naloxone

1.6 mg IV dan tunggu 15 menit. Jika masih tetap tidak ada respon, berikan

Naloxone 3.2 mg IV dan curigai penyebab lain. Jika pasien berespon,

teruskan pemberian 0.4 mg/jam IV.

2) Memantau dan evaluasi tanda-tanda vital

3) Mengatasi penyulit sesuai dengan kondisi klinis

4) Bila intoksikasi berat rujuk ke ICU

d. Skizofrenia

Ada tiga fase pengobatan dan pemulihan skizofrenia (Ikawati,2011 dalam

Santikara,2017):

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

16

1) Terapi fase akut

Pada fase ini pasien menunjukkan gejala psikotik yang intensif.

Biasanya pada fase ini ditandai dengan munculnya gejala positif dan negatif.

Pengobatan pada fase ini bertujuan untuk mengendalikan gejala psikotik

sehingga tidak membahayakan terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Terapi utamanya adalah dengan menggunakan obat dan biasanya

dibutuhkan rawat inap. Pemilihan antipsikotik yang benar dan dosis yang

tepat dapat mengurangi gejala psikotik dalam waktu enam minggu.

2) Terapi fase stabilisasi

Pada fase ini pasien masih mengalami gejala psikotik dengan intensitas

yang lebih ringan. Pada fase ini pasien masih memiliki kemungkinan yang

besar untuk kambuh sehingga butuhkan pengobatan yang rutin untuk

menuju ke tahap pemulihan yang lebih stabil.

3) Terapi fase pemeliharaan

Pada fase ini dilakukan terapi jangka panjang dengan harapan dapat

mempertahankan kesembuhan, mengontrol gejala, mengurangi risiko

kekambuhan, mengurangi durasi rawat inap, dan mengajarkan keterampilan

untuk hidup mandiri. Terapinya meliputi obat-obatan, terapi suportif,

pendidikan keluarga dan konseling, serta rehabilitasi pekerjaan dan sosial.

4) Terapi stabilisasi dimulai pada minggu kedua atau ketiga. Terapi stabilisasi

bertujuan untuk meningkatkan sosialisasi serta perbaikan kebiasaaan dan

perasaan. Pengobatan pada tahap ini dilakukan dengan obat-obat

antipsikotik. Terapi pemeliharaan bertujuan untuk mencegah kekambuhan.

Dosis pada terapi pemeliharaan dapat diberikan setengah dosis akut.

Klozapin merupakan antipsikotik yang hanya digunakan apabila pasien

mengalami resistensi terhadap antipsikotik yang lain.

e. Depresi

1) Terapi Fase Akut

Dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir dengan remisi. Skala

penentuan beratnya depresi (HAM-D dan MADRS) dapat membantu

menentukan beratnya penyakit dan perbaikan gejala.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

17

2) Terapi Fase Lanjutan

Tujuan pengobatan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan mencegah

relaps. Remisi yaitu bila HAM-D ≤ 7 atau MADRS ≤ 8, bertahan paling

sedikit 3 minggu. Dosis obat sama dengan fase akut.

3) Terapi Fase Rumatan

Tujuan untuk mencegah rekurensi.Hal yang perlu dipertimbangkan adalah

risiko rekuren, biaya dan keuntungan perpanjangan terapi. Pasien yang telah

tiga kali atau lebih mengalami episode depresi atau dua episode berat

dipertimbangkan terapi pemeliharaan jangka panjang. Antidepresan yang

telah berhasil mencapai remisi dilanjutkan dengan dosis yang sama selama

masa pemeliharaan.

f. Gangguan Bipolar (GB)

Tujuan terapi gangguan bipolar adalah untuk mencegah kekambuhan

episode mania, hipomania, atau depresi, mempertahankan fungsi-fungsi

normal, dan untuk mencegah episode lebih lanjut mania atau depresi

(Drayton & Weinstein 2008 dalam Wahana, 2018).

2. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi pada penderita gangguan jiwa meliputi

pendekatan psikososial dan ECT (Electro Convulsive Therapy). Peningkatan

kualitas hidup dan kesembuhan pasien gangguan jiwa akan lebih baik jika

diberikan juga terapi non farmakologi disamping terapi obat. Kombinasi

kedua terapi ini akan mampu memberikan manfaat yang banyak bagi pasien.

Pendekatan psikososial bertujuan untuk memberikan dukungan emosional

kepada pasien sehingga pasien mampu meningkatkan fungsi sosial dan

pekerjaannya dengan lebih baik. Ada beberapa jenis pendekatan psikososial

yang biasa dilakukan pada pasien gangguan jiwa,

a. Program for Assertive Community Treatment (PACT),

b. intervensi keluarga,

c. terapi perilaku kognitif (cognitive behavioural therapy),

d. dan pelatihan keterampilan sosial (Ikawati, 2011 dalam santikara, 2017).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

18

Penggolongan obat pada pasien Gangguan jiwa yaitu:

a) Antipsikotik tipikal (FGA)

Antipsikotik tipikal merupakan antipsikotik generasi lama yang

mempunyai aksi untuk mengeblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik jenis

ini lebih efektif untuk mengatasi gejala positif yang muncul. Efek samping

ekstrapiramidal banyak ditemukan pada penggunaan antipsikotik tipikal

sehingga muncul antipsikotik atipikal yang lebih aman. Contoh obat-obatan

yang termasuk dalam antipsikotik tipikal diantaranya adalah

chlorpromazine, haloperidol, trifluoperazine, aripiprazole dan perfenazine

(Ikawati, 2011 dalam Santikara, 2017:8).

b) Antipsikotik atipikal (SGA)

Antipsikotik atipikal adalah generasi baru yang banyak muncul pada

tahun 1990an. Aksi obat ini yaitu menghambat reseptor 5-HT2 dan memiliki

efek blokade pada reseptor dopamin yang rendah. Antipsikotik atipikal

merupakan pilihan pertama dalam terapi skizofrenia karena efek

sampingnya yang cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan

antipsikotik tipikal. Antipsikotik atipikal menunjukkan penurunan dari

munculnya efek samping karena penggunaan obat Universitas Sumatera

Utara dan masih efektif diberikan untuk pasien yang telah resisten terhadap

pengobatan. Antipsikotik ini efektif untuk mengatasi gejala baik positif

maupun negatif. Contoh obat termasuk antipsikotik atipikal adalah clozapin,

risperidon, dan quetiapin (Ikawati, 2011 dalam Santikara, 2017:8 ).

c) Antidepresan

Obat-obat antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengurangi

gangguan depresi, ansietas berat, dan depresi psikosis.Meskipun mekanisme

kerja obat-obat antidepresan ini belum sepenuhnya diketahui, tetapi telah

diketahui bahwa obat-obat ini mengadakan interaksi dengan dua

neurotransmitter yaitu norepinefrin dan serotonin yang mengatur alam

perasaan (mood), rangsangan konsentrasi, sensory processing, dan nafsu.

Bunuh diri selalu merupakan perhatian utama ketika menangani pasien

dengan depresi. Obat-obat seperti mirtazepin, escitalopram, nefazodone,

amitriptyline, fluoxetin, sertaline, dan maprotilin adalah obat-obat yang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

19

sering digunakan untuk pasien yang berisiko tinggi melakukan bunuh diri,

karena obat-obat ini tidak mengakibatkan over dosis yang fatal

dibandingkan obat-obat lain. Obat-obat ini memerlukan waktu beberapa

minggu untuk dapat dirasakan efek terapeutiknya. Oleh karena itu, dalam

waktu ini pasien perlu dimonitor dengan baik karena pasien masih

cenderung melakukan bunuh diri atau menghentikan sendiri obat-obatnya

karena tidak merasakan depresinya membaik (andri, 2009 dalam sakti,

2011).

d) Antiansietas

Obat antiansietas mempunyai beberpa sinonim, antara lain

psikoleptik, transquilizer minor dan anksioliktik. Gejala antiansietas

umumnya berkaitan dengan depresi dan terutama pada gangguan distimia,

gangguan panik, gangguan pola makan, dan banyak gangguan kepribadiaan

lainnya. Jenis obat yang digunakan dalam pengobatan ini adalah diazepam,

klordiazepoksoid, lorazepam, merlopam dan alpraazolam (andri, 2009

dalam sakti, 2011).

e). Antiepilepsi

Pengunaan obat antiepilepsi dalam pengobatan gangguan jiwa ini

dimungkinkan untuk menanggulangi konvulsi (kejang klonus hebat) dan

berdaya sodatif (meredakan). Jenis obat antiepilepsi yang digunakan adalah

Carbamazepin, benzodiazepin dan oxacarbazepine (andri, 2009 dalam sakti,

2011).

f). Penstabil mood (mood stabilizer).

Mood stabilizing drugs adalah obat yang dipakai untuk menangani

gangguan bipolar (manik atau manikdepresif) dengan menstabilkan alam

perasaan pasien. Obat-obat ini juga dipakai untuk menangani serangan

mania yang akut. Litium adalah obat pilihan sebagai mood stabilizer. Dosis

litium per oral dapat dari 900-3600 mg per hari. Kadar litium dalam darah

(litium serum) perlu dimonitor tiap 2-3 hari. Litium serum di bawah 0,5

mEq/L dianggap kurang menghasilkan efek terapeutik dan kadar litium

dalam darah sebesar 1,5 mEq/L dianggap toksik (andri, 2009 dalam sakti,

2011).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

20

g). Antiparkinson

Antiparkinson juga merupakan salah satu obat yang diresepkan pada

pasien gangguan jiwa, pada penelitian ini obat antiparkinson yang

digunakan adalah Trihexilpenidil. Dimana obat ini untuk menurunkan

aktivitas asetikolin dalam otak untuk menjaga keseimbangan sistem motorik

ekstrapiramidal. Trihexilpenidil diberikan karena lebih efektif daalam

menangani efek samping EPS (ekstrapiramidal), khususnya parkinson

ketika pengurangan dosis antipsikotik tidak mengurangi gejala EPS tersebut

(Nugroho, 2012).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

21

Tahap 1 : Episode pertama psikosis

Mencoba Antipsikotik tunggal

Antipsikotik atipikal (SGA) sebagai drug of choice. Dimulai dengan dosis rendah

antipsikotik

dan monitoring efek samping serta sensitifitas pasien terhadap pengobatan

Respon parsial atau tidak ada

Tahap 2

Tipikal atau atipikal tunggal

(bukan antipsikotik pada Tahap 1)

Respon parsial atau tidak ada

Tahap 3

CLOZAPINE

Respon parsial atau tidak ada

Tahap 4

CLOZAPINE

+

(FGA, SGA atau ECT)

Tidak ada respon

Tahap 5

Tipikal atau atipikal tunggal

(tidak digunakan pada Tahap 1 atau 2)

Tahap 6

Terapi kombinasi

Contoh : SGA + FGA, Kombinasi dari SGA,

(FGA atau SGA) + ECT, (FGA + SGA) + agen lain (seperti mood stabilizer)

Keterangan:

FGA : Antipsikotik tipikal

SGA : Antipsikotik atipikal

ECT : Electro Convulsive Therapy

Gambar 2.1 Alur Penatalaksanaan Terapi Gangguan Jiwa (Dipiro, 2008).

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

22

C. Apotek

1. Definisi Apotek

Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan

praktek kefarmasian oleh Apoteker. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga

yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan

Tenaga Teknis Kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah

lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam

menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli

Madya Farmasi dan Analis Farmasi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

dapat mengatur persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan

akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian (Pemenkes

No. 9/2017:4).

2. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan

pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan

sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi klinik di apotek

merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksut mencapai hasil yang

pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Permenkes RI No.

73/2016:3). Pelayanan farmasi klinik meliputi:

a. Pengkajian dan pelayanan Resep.

b. Dispensing.

c. Pelayanan Informasi Obat (PIO).

d. Konseling.

e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care).

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

23

g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

Pengkajian dan Pelayanan Resep meliputi administrasi, kesesuaian

farmasetik dan pertimbangan klinis (Permenkes RI No. 73/2016:15).

Kajian administratif meliputi:

1) Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.

2) Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan

paraf.

3) Tanggal penulisan Resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

1) Bentuk dan kekuatan sediaan.

2) Stabilitas.

3) kompatibilitas (ketercampuran Obat).

Pertimbangan klinis meliputi:

1) Ketepatan indikasi dan dosis Obat.

2) Aturan, cara dan lama penggunaan Obat.

3) Duplikasi dan/atau polifarmasi.

4) Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi

klinis lain).

5) Kontra indikasi.

6) Interaksi.

3. Apotek Siaga

Apotek siaga bekerja sama dengan seorang dokter spesialis kejiwaan

dan dokter umum. Sasaran utama apotek siaga adalah pasien dengan

gangguan kejiwaan. Apotek ini menyediakan obat untuk pasien gangguan

jiwa. Apotek siagapun melayani resep dari dalam apotek dan resep dari luar

apotek.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

24

4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada

apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan

dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Pelayanan

Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk

peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi.

Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan

terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error) (Permenkes RI No.

73/2016:3).

5. Indikator Peresepan WHO 1993

Menurut WHO 1993 indikator peresepan merupakan indikator praktik

peresepan untuk mengukur kinerja penyedia layanan kesehatan terkait

dengan penggunaan obat yang tepat atau tidak tepat.

Indikator Peresepan Menurut WHO meliputi:

a. Rata-rata jumlah item perlembar resep

Rata-rata jumlah item perlembar resep bertujuan untuk mengukur tingkat

polifarmasi obat, dimana pasien diresepkan rata-rata 3,3 item obat per

lembar resep.

b. Persentase peresepan obat dengan nama generik

Persentase peresepan obat dengan nama generik bertujuan untuk mengukur

kecenderungan peresepan tersebut dengan obat generic.

c. Persentase peresepan dengan daftar obat esensial atau formularium

Persentase peresepan dengan daftar obat esensial atau formularium

bertujuan untuk mengetahui kecenderungan peresepan sesuai obat esensial

nasional atau formularium sarana pelayanan kesehatan.

D. Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

Daftar Obat Esensial Nasional merupakan daftar obat terpilih yang

paling dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sesuai

dengan fungsi dan tingkatnya. Pada daftar obat esensial nasional obat yang

tercantum didalamnya (Menkes RI No. HK.01.07/MENKES/395/2017:3).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

25

Tabel 2.2 Daftar Obat Esensial Nasional

No Golongan Obat Nama Obat Bentuk Sediaan dan

Kekuatan

1. Antipsikotik

Haloperidol

Tab 1,5 mg, 2 mg, 5 mg

Cairan inj i.m 5 mg/ml

(HCL)

Cairan inj i.m 50 mg/ml

(dekanoat)

Tts 2 mg/ ml

Flufenazine

Cairan inj i.m 25 mg/ml

(dekanoat)

Klorpromazine

Tab sal selaput 25 mg,

100 mg

Cairan inj i.m 5 mg/ ml

Klozapin Tab 25 mg, 100 mg

Risperidon Tab 1 mg. 2 mg

2. Antidepresi Amitriptilin Tab Sal Selaput 25 mg

Fluoksetin Kaps 10 mg

Tab 20 mg

3. Antiansietas Diazepam Tab 2 mg, 5 mg

Cairan Inj i.m 5 mg/ ml

Lorazepam Tab 0,5 mg, 1 mg, 2 mg

4. Antiepilepsi Fenitoin Kaps 100 mg

Cairan Inj 50 mg/ 2,5 mg

Fenobarbital Tab 30 mg, 100 mg

Karbamazepin Sir 100 mg/ 5 ml

Tab 200 mg

Magnesium Sulfat Cairan inj i.v 20 %

Cairan inj i,v 40 %

5. Antiparkinson Benserazid Tab 25 mg

Levodova Tab 100 mg

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

26

E. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah konsep-konsep teori yang digunakan atau

berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan (Notoadmojo,S,2010)

.

Gambar 2.2 Kerangka Teori

(Sumber : WHO, 1993 dan Permenkes RI No. 73 Tahun 2016).

Farmakologi

Non Farmakologi

1. Antipsikotik

a.Antipsikotik Tipikal

b. Antipsikotik Atipikal

2.Antiepilepsi

3.Antidepresi

4. Antiansietas

5.Penstabil mood (lithium)

6. Antiparkinson

1. Psikoterapi individual

2. Terapi Kelompok

3. Terapi intervensi keluarga

4. Terapi perilaku kognitif

5. Terapi Pelatihan keterampilan

sosial

Dengan Resep

Aspek indikator peresepan (WHO,

1993).

1.Jumlah item obat perlembar resep.

2.Persentase peresepan obat dengan nama

generik.

3.Persentase peresepan obat sesuai

DOEN.

Aspek klinis standar pelayanan

kefarmasian di apotek (Permenkes No.

73/2016).

1. kesesuaian dosis obat.

2. kesesuaian Aturan pakai obat.

3. kesesuaian Lama penggunaan obat.

Gangguan Jiwa

Terapi

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

27

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara konsep yang

diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoadmojo, S,

2010 )

Gambar 2.3 Kerangka Konsep.

Peresepan obat pada

pasien gangguan jiwa

a. Presentasi jumlah karakteristik responden

terdiri dari (jenis kelamin,dan usia) pada

pasien gangguan jiwa.

b. Persentase rata-rata jumlah item obat pada

pasien gangguan jiwa.

c. Persentase golongan obat pada pasien

gangguan jiwa berdasarkan efek

farmakologinya.

d. Persentase peresepan obat generik pada

pasien gangguan jiwa.

e. Persentase kesesuaian dosis obat pada

pasien gangguan jiwa berdasarkan

(Medscape).

f. Persentase kesesuaian aturan pakai obat

pada pasien gangguan jiwa berdasarkan

(Medscape)

g. Persentase kesesuaian lama penggunaan

obat dalam satu resep berdasarkan

(Saraswati dkk, 2019).

h. Persentase obat penyerta pada pasien

gangguan jiwa.

i. Persentase obat yang diresepkan sesuai

Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

28

G. Definisi Operasional

Tabel 2.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1. Jenis

kelamin

Identitas

gender

responden.

Observasi

Resep

Checklist 1.laki-laki

2.perempuan

Nominal

2. Usia Lama hidup

pasien

dihitung

sejak lahir

sampai saat

dilakukan

pengambilan

data oleh

peneliti.

Observasi

Resep

Checklist 1. Dewasa muda

(18-35 tahun)

2. Dewasa

menengah (36-

59 tahun)

3. Lanjut usia (≥

60 tahun)

(Lestari,

2014)

Ordinal

3. Jumlah

item obat

Jenis obat

dalam satu

kali

peresepan

Observasi

Resep

Checklist 1. 1 item

2. 2 item

3. 3 item

4. 4 item

5. 5 item

Nominal

4. Golonga

n obat

pada

pasien

gangguan

jiwa

berdasark

an efek

farmakol

oginya.

Jenis obat

yang

digunakan

berdasarkan

efek

farmakologi

nya

Observasi

Resep

Checklist 1. Golongan

Antipsikotik

2.Golongan

Antidepresi

3.Golongan

Antiansietas

4.Golongan

Antiepilepsi

5.Golongan

penstabil mood

6.Golongan

Antiparkinson

Nominal

5. Peresepa

n obat

generik

Jumlah obat

yang sesuai

dengan

nama

kandungan

zat aktifnya

Observasi

Resep

Checklist 1. Generik

2. Non Generik

Nominal

6

.

Obat

penyerta

Jenis obat

penyertayan

g diresepkan

Observasi

Resep

Checklist 1.Ada

2.Tidak Ada

Nominal

7. Lama

pengguna

an obat

Lama

penggunaan

obat dalam

satu resep

Observasi

Resep

Checklist 1.≤ 1 Bulan

2. 1-3 bulan

3. 4-6 bulan

4.7-12 bulan

5. ≥12 bulan

(Saraswati

dkk, 2019)

Ordinal

8. Dosis dosis obat Observasi Checklist 1.Sesuai Nominal

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gangguan Jiwarepository.poltekkes-tjk.ac.id/2432/6/6. BAB II.pdf · 2021. 4. 8. · antipsikotik, antidepresan, antiansietas, dan antimanik (mood stabilizer)

29

No Variabel Definisi

Operasional

Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

obat yang

digunakan

dalam

peresepan

Resep 2.Tidak sesuai

(Medscape)

9. Aturan

pakai

aturan

pemakaian

obat dalam

peresepan

Observasi

Resep

Checklist 1.Sesuai

2.Tidak sesuai

(Medscape)

Nominal

10. Obat

yang

diresepka

n sesuai

(DOEN)

Obat yang

sesuai atau

tidak dengan

DOEN

Observasi

Resep

Checklist 1. Sesuai

2. Tidak sesuai

Nominal