banjir rob manyar

72
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul “PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH MANYAR, GRESIK”. Laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum mata kuliah Analisis Lansekap Terpadu (ANLAN), Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (SISDL) dan Tanah-Tanah Pertanian Utama Indonesia (TTU). Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemudahan dan limpahan hidayah-Nya. 2. Kedua orang tua dan semua keluarga atas do’a dan dukungannya 3. Segenap Asisten yang telah memberikan bimbingan dan materi praktikum 4. Rekan-rekan mahasiswa di Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, khususnya angkatan 2012 atas dukungan dan motivasinya serta pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu– persatu. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Kritik maupun saran untuk kesempurnaan tulisan ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi 1

Upload: epyanvalentian

Post on 08-Nov-2015

161 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Banjir ron spasial manyar

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan dengan judul PEMODELAN SPASIAL UNTUK IDENTIFIKASI POTENSI BANJIR GENANGAN DI WILAYAH MANYAR, GRESIK. Laporan ini diajukan untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum mata kuliah Analisis Lansekap Terpadu (ANLAN), Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (SISDL) dan Tanah-Tanah Pertanian Utama Indonesia (TTU).Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemudahan dan limpahan hidayah-Nya.2. Kedua orang tua dan semua keluarga atas doa dan dukungannya 3. Segenap Asisten yang telah memberikan bimbingan dan materi praktikum4. Rekan-rekan mahasiswa di Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, khususnya angkatan 2012 atas dukungan dan motivasinya serta pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satupersatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Kritik maupun saran untuk kesempurnaan tulisan ini sangat diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan rekanrekan yang lainnya serta bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan berikutnya

Malang, 27 Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI1.PENDAHULUAN21.1.LATAR BELAKANG21.2.TUJUAN41.3.HIPOTESIS41.4.MANFAAT51.5.ALUR PIKIR (PROJECT)52.TINJAUAN PUSTAKA52.1.BANJIR ROB52.2.METODE PENGKAJIAN MASALAH72.2.1.Pengolahan Data Pasang Surut72.2.2.Pemodelan Genangan Banjir Rob82.2.3.Model DEM (Digital Elevation Model)92.3.KARAKTER DAN PROSES TERBENTUKNYA BANJIR ROB92.2.4.Sifat-sifat umum tanah pasang surut92.2.5.Proses Terbentuknya Landform Marine92.2.6.Pemetaan Sebaran Banjir Rob103.METODOLOGI113.1.TEMPAT DAN WAKTU113.1.113.1.1.TEMPAT113.1.2.WAKTU PELAKSANAAN113.2.ALAT DAN BAHAN (UNTUK PROJECT+ FUNGSI)113.2.1.ALAT113.2.2.BAHAN123.3.METODE PELAKSANAAN123.4.KEGIATAN PRA SURVEI143.4.1.PERSIAPAN DATA AWAL143.4.2.(SEKUNDER)153.4.3.PENYUSUNAN PETA SURVEI153.4.4.PENYUSUNAN FOTO UDARA203.5.KEGIATAN SURVEI203.5.1.GROUNDCHECK PETA DAN FOTO UDARA203.5.2.PENGAMATAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL (PARAMETER PROJECT)213.6.KEGIATAN PASCA SURVEI213.6.1.PENGOLAHAN DATA HASIL SURVEI DAN INTERPRETASI213.6.2.PENYUSUNAN PETA PASCA SURVEI213.6.3.ANLISIS PROYEK DAN PEMBUATAN PETA223.7.TAHAPAN ANALISIS DATA234.HASIL DAN PEMBAHASAN244.1.KONDISI UMUM PADA WILAYAH PENGAMATAN244.1.1.ADMINITRASI DAN PENJELASAN244.1.2.PENGGUNAAN LAHAN (RASTER DAN VEKTOR) DAN PENJELASAN264.1.3.LERENG DAN HILLSHADE SERTA PENJELASAN274.1.4.KETINGGIAN TEMPAT DAN PENJELASAN284.1.5.BENTUK LAHAN DAN MOZAIK284.1.6.GEOLOGI DAN PENJELASAN SERTA PENJELASAN294.1.7.JENIS TANAH DAN PENJELASAN294.1.8.CURAH HUJAN DAN PENJELASAN304.1.9.KONTUR DAN BATAS DAS SERTA PENJELASAN314.2.KLASIFIKASI BENTUK LAHAN314.2.1.GEOMORFOLOGI DAN PENJELASAN314.2.2.BETUK LAHAN DAN PENJELASAN324.2.3.HASIL VALIDASI IFU DENGAN PENGAMATAN LAPANGAN334.3.KONDISI TANAH DI LOKASI PROJECT344.3.1.FISIOGRAFI LAHAN (LENGKAP)344.3.2.PENGELOLAAN LAHAN344.3.3.MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK TANAH DILOKASI PROJECT354.3.4.KLASIFIKASI TANAH DI PROJECT384.3.5.HASIL DAN ANALISIS PROJECT394.3.6.PEMBAHASAN PROJECT415.PENUTUP42DAFTAR PUSTAKA43

PENDAHULUANLATAR BELAKANGPropinsi Jawa Timur terletak di ujung timur Pulau Jawa antara 111 0- 114 4 Bujur Timur dan antara 7 12' - 8 48' Lintang Selatan. Field Trip ini melakukan kunjungan ke 6 Kabupaten dari 29 Kabupaten yang ada di Jawa Timur, yaitu: Malang, Jombang, Lamongan, Gresik, Probolinggo, dan Lumajang. Berdasarkan Peta Geologi Jawa Timur skala 1:500.000 (Direktorat Geologi, 1977) Jawa Timur dan lembar-lembar peta Geologi skala 1:100.000, bahan induk tanah di Jawa Timur berasal dari berbagai macam batuan yaitu : 1. Bahan alluvium, 2. Batuan sedimen:a) batu gamping b) batu pasir c) batu liat d) napal/campuran e) bertufa 3. Batuan metamorfik 4. Batuan beku: a) batuan beku (asam) b) tepra basa c) breksi dan lava basa d) ultra basa. Bahan alluvium menempati sebagian besar dataran antar pegunungan di jalur tengah Jawa Timur di sekitar kota Madiun - Ngawi, Kediri - Nganjuk, Malang, Lumajang, Jember dan Bondowoso serta di wilayah pantai Lamongan, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Probolinggo dan Bondowoso. Tanah yang berkembang dari bahan alluvium dengan luasan yang cukup sempit menempati kanan-kiri aliran sungai yang agak besar dan dataran sempit di wilayah pantai. Lahan demikian ini umumnya digunakan untuk lahan persawahan (dan pemukiman), sebagian kecil terutama yang berada di wilayah pantai digunakan untuk pertambakan. Bahan sedimen menempati wilayah perbukitan Kendeng Utara mulai dari Bojonegoro sampai Gresik dan Pegunungan Selatan mulai dari Pacitan sampai Lumajang. Penggunaan lahannya terutama sebagai lahan kering (tegal, perkebunan, dan hutan) Batuan metamorfik hanya menempati sedikit wilayah, khususnya di perbukitan Pegunungan Selatan di Tulungagung dan Trenggalek. Penggunaan lahannya terutama sebagai lahan kering, sebagian telah ditambang untuk mendapatkan batu marmer atau onyx. Batuan beku berasal dari kegiatan volkanik dari gunung-gunung yang ada di sekitarnya. Komplek pegunungan yang ada di Jawa Timur adalah Gunung Lawu, Gunung Wilis, Gunung Kawi, Gunung Kelud, Gunung Anjasmoro, Gunung Arjuna, Gunung Semeru, Gunung Tengger (Bromo), Gunung Lamongan, Gunung Raung dan Gunung Ijen. Penggunaan lahannya umumnya memiliki gradasi yang hampir seragam, mulai dari hutan di bagian lereng atas dan tengah, perkebunan di lereng tengah dan sedikit di lereng bawah, dan lahan kering berupa tegal dan kebun campuran di lereng bawah. Beberapa perkecualian dijumpai di beberapa tempat dengan adanya lahan tegal di lereng atas atau tengah kompleks pegunungan. Berdasarkan sistem klasifikasi landsystem, Jawa Timur tersusun atas beberapa bentuk lahan, yaitu bentuk lahan dari sistem : 1) alluvial, 2) marin, 3) dataran, 4) perbukitan, 5) pegunungan, 6) volkanik, 7) karst. Dari beberapa uraian lansekap yang ada di atas, Manyar merupakan daerah yang terbentuk dar aktivitas alluvian dan marine atau disebut fluvio-marine. Daerah Manyar sediri terdapat di Kabupaten Gresik yang merupakan daerah pesisir. Penggunaan lahan yang umum dijumpai pada daerah tersebut adalah tambak. Daerah Manyar juga merupakan daerah pasang surut, dimana air laut pasang dapat menimbulkan bajir rob pada daerah pesisir pantai. Pendugaan sebaran potensi banjir rob perlu dilakukan untuk mengantisipasi kerugian yang ditimbulkan dari banjir rob. Dengan dibuatnya informasi spasial tentang potensi banjir rob yang ada di Manyar, diharapakan dapat mengurangi angka kerugian dari aspek pertanian maupun perikanan.Mata kuliah GALIFU yang di dalamnya mencakup 3 mata kuliah yaitu Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (SISDL), Analisa Lansekap (Anlan) dan Tanah-Tanah Utama Pertanian di Indonesia (TTU) sangat membantu dalam pengerjaan project. Pembahasan project adalah tentang potensi genangan banjir rob yang ada pada daerah Manyar, Gresik. Banjir rob sendiri merupakan banjir yang disebabkan oleh pasang surut air laut. Keadaan pasang akan menimbulkan keadaan banjir pada daerah pesisir yang memiliki ketinggian dibawah ketinggian maksimal air pasang.Dilihat dari segi analisis lansekap, daerah manyar merupakan daerah pesisir yang terbentuk dari aktivitas air laut pasang surut. Pada daerah Manyar juga terdapat kenampakan akibat dari aktivitas tektonik dan structural serta pembentukan lahan pada daerah tersebut juga dipengaruhi oleh aktivitas sungai bengawan solo. Keadaan pasang surut mempengaruhi jenis tanah serta penggunaan lahan pada daerah tersebut. Kemudian jika dilihat dari karakteristik tanah pada daerah tersebut umumnya adalah tanah halus yang biasanya berasal dari pengendapan sedimentasi yang terbawa oleh sungai bengawan solo. Penggunaan lahan pada daerah tersebut juga kebanyakan adalah tambak yang pada umumnya merupakan penggunaan lahan yang umum pada wilayah pesisir. Keadaan tanah terus tergenangi karena merupakan lahan tambak, serta genangan yang juga dari bawah tanah menyebabkan tanah pada daerah ini berlumpur. Hal tersebut yang menimbulkan pendugaan bahwa akan terjadi banjir rob pada beberapa tempat pada daerah tesebut. Pendugaan terjadinya banjir rob dapat diperlihatkan secara spasial melalui system informasi geografis (SIG). Dalam pendugaan banjir rob ini, dilakukan suatu model yang menggambarkan keadaan berpotensi banjir rob apabila ketinggian tanah lebih rendah daripada ketinggian maksimal air pasang. Setelah mendapatkan permodelan yang dibutuhkan, maka data yang di dapat dapat dibuat menjadi data spasial dengan SIG. Permodelan spasial banjir rob yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan data DEM serta data HHWL/Highest High Water Level atau merupakan data air pasang tertinggi. Asumsi yang digunakan adalah apabila nilai digital number (DN) pada DEM daerah manyar lebih rendah dari nilai HHWL, maka daerah tersebut berpotensi terjadi banjir rob.

TUJUAN Utuk mengetahui variasi lansekap yang ada di Jawa Timur Untuk mengetahui proses pembentukan lahan di Jawa Timur Untuk mengetahui sebaran potensi banjir rob yang ada di Manyar, Gresik Untuk mengetahui luasan wilayah yang berpotensi tergenang banjir rob di Manyar, Gresik.HIPOTESISTerdapat potensi banjir rob terjadi di Manyar, Gresik pada daerah pesisir laut.MANFAATManfaat dari hasil pemodelan spasial banjir rob ini adalah dapat menjadi acuan pemerintah untuk mengantisipasi terjadinya banjir rob yang dapat menurunkan hasil produksi pertanian maupun tambak garam dan tambak ikan.ALUR PIKIR (PROJECT)Kec. Manyar Kab. GresikDaerah pesisir Dampak pasang surutPemetaan Potensi BanjirGIS (Geographic Information System)Elevasi rendahPotensi Banjir RobHHWLDEM

TINJAUAN PUSTAKA1. BANJIR ROBBanjir rob merupakan genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang . Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah dari muka air laut pasang tinggi (high water level). Rob merupakan fenomena yang umum terjadi di kota yang terletak di tepi pantai. Menurut Suryanti dan Marfai (2008) mendefinisikan rob sebagai banjir akibat proses pasang surut air laut yang menggenangi lahan/kawasan pesisir yang lebih rendah dari permukaan air laut rata-rata (mean sea level). Fenomena banjir rob disebabkan oleh naiknya muka laut juga penurunan muka tanah atau biasa disebut sebagai land subsidence. Fenomena banjir rob yang terjadi hampir disepanjang tahun baik terjadi di musim hujan maupun di musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa curah hujan bukanlah faktor utama yang menyebabkan fenomena rob. Rob terjadi terutama karena pengaruh tinggi-rendahnya pasang surut air laut yang terjadi oleh gaya gravitasi. Gravitasi bulan merupakan pembangkit utama pasang surut. Walaupun massa matahari jauh lebih besar dibandingkan masa bulan, namun karena jarak bulan yang jauh lebih dekat ke bumi di bandingkan matahari maka gravitasi bulan memiliki pengaruh yang lebih besar. Terjadinya banjir rob akibat adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pasang surut, dan faktor-faktor atau eksternal force seperti dorongan air, angin atau swell (gelombang yang akibatkan dari jarak jauh), dan badai yang merupakan fenomena alam yang sering terjadi di laut. Selain itu, banjir rob juga terjadi akibat adanya fenomena iklim global yang ditandai dengan peningkatan temperatur rata-rata bumi dari tahun ke tahun. Lapisan ozon merupakan pelindung bumi dari pengaruh sinar matahari sehingga bila lapisan ini menipis maka akan terjadi pemanasan global, sehingga menyebabkan lapisan es di kutub utara dan antartika mencair. Akibatnya, permukaan permukaan laut air global naik. (Yualelawati, 2008)Secara umum, empat dampak utama yang diakibatkan oleh kenaikan permukaan laut adalah genangan dan pergerakan (amblesan) pada lahan basah dan dataran rendah, erosi pantai, meningkatnya kerusakan akibat badai dan banjir, serta berpotensi terjadinya peningkatan salinitas di daerah muara dan akuifer air tawar (Nicholls, 2002; Nicholls et al., 2007). Dampak langsung lainnya adalah meningkatnya muka air pesisir dan drainase terhambat (Martinelli et al., 2010). Potensi dampak tidak langsung meliputi modifikasi dalam distribusi sedimen dasar, perubahan fungsi ekosistem pesisir dan berbagai dampak sosial ekonomi pada kegiatan manusia (Pruszak dan Zawadzka, 2008). Perubahan muka air laut bersifat lokal terjadi sebagai akibat dari pengaruh pengangkatan atau penurunan daratan yang hanya meliputi daerah sempit, sedangkan perubahan muka air laut secara global disebabkan oleh pencairan es dan daya tampung laut yang berubah (Nugroho, 2012).METODE PENGKAJIAN MASALAH Metode yang digunakan yaotu pemetaan ancaman banjir rob. Proses pemetaan ancaman banjir rob didasarkan atas tergenangnya wilayah daratan oleh air laut dengan asumsi kenaikan laut yang dipakai adalah air pasang tertinggi (HHWL/Highest High Water Level). Proses mendapatkan model genangan banjir rob dapat dijelaskan sebagai berikut :1. 2. 2.1. 2.2. 1. 2. 2.1. 2.2. 1. 2. 2.1. 2.2. Pengolahan Data Pasang Surut Tujuan pengolahan data pasut adalah untuk menentukan peramalan nilai rerata muka laut (MSL/Mean Sea Level) yang hasilnya dijadikan parameter untuk peramalan nilai pasang tertinggi (HHWL/Highest High Water Level). Pengolahan pasut menggunakan metode least square untuk mengetahui komponen-komponen harmonik, yang selanjutnya dipakai untuk mengetahui tinggi MSL. Rumus yang dipakai dalam menentukan tinggi muka laut dari komponen-komponen harmonik dinyatakan sebagai berikut : (1)Keterangan :Zt = tinggi muka air pada fungsi waktu (t)Zo = muka air rerata diukur dari datumAi =amplitudo masing-masing konstituen harmonik (M2, S2, dst)Ti = periode masing-masing konstituen harmoniki =selisih fase masing-masing konstituen harmonikn = jumlah komponen pasang surut.Langkah selanjutnya yaitu dilakukan peramalan nilai MSL menggunakan persamaan regresi linier untuk mengetahui nilai MSL di tahun kedepannya, dengan asumsi persamaan tersebut telah dilakukan uji statistik dengan nilai koefisien determinasi lebih 50%. Hasil peramalan nilai MSL kemudian dilakukan koreksi atas penurunan tanah yang terjadi pada BM pasut, selanjutnya hasil tersebut digunakan untuk mencari persamaan prediksi nilai HHWL sebagai salah satu input dalam pemodelan genangan banjir rob.Pengolahan data digunakan metode Admiralty untuk untuk mendapatkan komponen-komponen pasang surut dan nilai elevasi muka air laut. Komponen-komponen pasang surut yang didapat digunakan untuk memprediksi pasang surut air laut. Metode Admiralty merupakan metode yang dikembangkan oleh A. T. Doodson untuk menganalisis data pasang surut jangka pendek (15 dan 29 hari/piantan). (Taufik et al.,2015)Pemodelan Genangan Banjir RobData Pasang Surut (HHWL)DEMRaster CalculatorPeta Potensi Sebaran Banjir ROB

Pemodelan genangan banjir rob dihasilkan dengan logika matematis yang secara visual dapat dilakukan dengan software SIG, melalui analisis spasial. Logika matematis tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : Keterangan:Genangan = Daerah genangan banjir rob[Topografi] = DEM topografiHHWL = Nilai HHWL prediksi

Rumusan diatas dapat dijelaskan bahwa bila logika tersebut bernilai 1 (true) maka dapat dikatakan daerah tersebut tergenang oleh banjir rob dengan asumsi daerah tersebut mempunyai ketinggian topografi yang terkoreksi dengan nilai penurunan tanah, lebih rendah dari nilai HHWL, bila sebaliknya maka daerah tersebut tidak tergenang. Model DEM (Digital Elevation Model)DEM adalah model ketinggian yang ditampilkan dalam bentuk digital berupa data raster yang disusun oleh ribuan atau lebih pixel (picture element), dengan tiap pixelnya mempunyai nilai ketinggian (Wibowo, 2007). DEM mempunyai format raster sehingga memudahkan dalam analisis secara matematis, yaitu untuk memprediksikan kenaikan muka laut dan kondisi penurunan muka tanah yang dibuat dalam formula matematis.KARAKTER DAN PROSES TERBENTUKNYA BANJIR ROBSifat-sifat umum tanah pasang surut No.Karakteristik TanahKeterangan

1.Tekstur TanahLiat

2.pH Tanah 3.5 - 6.3

3.C - Organik1.5 9.75

4.N- Total0.18 0.6

5.P Tersedia14.5 84.5

6.Kation Tukar

Ca (me/100g)0.56 6.20

Mg (me/100g)0.21 10.00

K (me/100g)0.02 0.60

Na (me/100g)0.20 4.50

7.Al dd (me/100g)0.60 7.50

8.KTK21.00 28.10

(Hasibuan, 2006)Proses Terbentuknya Landform MarineAktifitas marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan pertemuan terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine dapat mencapai puluhan kilometer ke arah darat, tetapi terkadang hanya beberapa ratus meter saja. Sejauh mana efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu pada pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses lain yang sering mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa lalu, berupa gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi penyusun.Pada zona wilayah rawa ini, terdapat kenampakan-kenampakan (features) bentang alam (landscape) spesifik yang mempunyai bentuk dan sifat-sifat yang khas disebut landform. Sebagian besar wilayah zona I termasuk dalam landform marin. Pembagian lebih detail dari landform marin, disebut sub-landform, pada zona I rawa pasang surut air asin/payau. (Karmini dkk,2006)

Gambar 1.2 Penampang skematis zona I wilayah rawa pasang surut air asin/payauPemetaan Sebaran Banjir RobPemodelan banjir rob dengan penggunaan analisis spasial dengan SIG. Kemudian hal yang sama dilakukan dalam penelitian Sutanta, dkk (2005) yang melakukan pemodelan banjir rob menggunakan data peta topografi skala 1 : 5.000 dan sipat datar. Pada penelitian Bakti (2010) dan Frits(2010) juga melakukan pemodelan dengan mengakomodasi data topografi dari DEM dikombinasikan dengan kenaikan muka laut untuk menghasilkan peta sebaran banjir rob.

METODOLOGI1. 2. TEMPAT DAN WAKTU3. 3.1. 3. 3.1. TEMPAT Praktikum mata kuliah Analisis Lansekap Terpadu (ANLAN), Sistem Informasi Geografi untuk Manajemen Sumberdaya Lahan (SISDL), dan Tanah-Tanah Pertanian Utama di Indonesia (TTU) dilaksanakan di beberapa tempat wilayah Provinsi Jawa Timur , di awali di daerah Pujon , Kabuh, Ngoro , Kedung Pring , Babat , Sunan Drajad , Manyar , Tongas , Lumbang , Cemoro Lawang , Bromo , Watu Pecak , dan Gladak Perak. Namun pada lokasi pengamatan di laksanakan pada sheet pengamatan Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. WAKTU PELAKSANAANAdapun waktu dimulainya praktikum mata kuliah Analisis Lansekap Terpadu (ANLAN), Sistem Informasi Geografi untuk Manajemen Sumberdaya Lahan (SISDL), dan Tanah-Tanah Pertanian Utama di Indonesia (TTU) dimulai pada tanggal 8-10 Mei 2015,dan Praktikum di sheet pengamatan Manyar, Kabupaten Gresik dilaksanaan pada tanggal 8 Mei 2015. ALAT DAN BAHAN (UNTUK PROJECT+ FUNGSI)3.2. ALATAlat yang digunakan dalam kegiatan project adalah Perangkat keras (Hardware)NomorParameterAlat

1DokumentasiKamera Digital

2Pengeboran TanahSurvey Set-Kompas-Klinometer-Botol semprot-Pisau lapang-Buku Munsell Soil Charts-Pedoman lapang-Meteran-Sabuk profil

3Penentuan Titik KoordinatGPS

4Pendukung Pembuatan LaporanPerangkat computer dan ATK

6Pengeboran TanahBor Gambut

Tabel 2. Perangkat Keras (hardware) Perangkat lunak (Software) NomorParameterAlat

1Pendukung Inventarisasi DataSistem operasi Windows XP

2Pembuatan LaporanMicrosoft Word 2010

3Pembuatan PresentasiMicrosof Power Point 2010

4Pendukung Pembuatan PetaArcGIS

5

Tabel 3. Perangkat Lunan (Software)BAHANBahan yang digunakan selama kegiatan project meliputi peta dasar (untuk groundceck) sebagai berikut :a. Peta Administrasi Manyarb. Peta Landuse c. Peta Ketinggiand. Peta Tanah e. Peta Geologi f. Peta Bentuk Lahang. Peta Elevasih. Peta Lereng i. Peta Reliefj. Peta Curah Hujank. Peta konturl. Peta batas DASm. Peta Penggunaan lahan

METODE PELAKSANAAN 1. Permasalahan di ManyarPenentuan suatu permasalahan yang terjadi di daerah Manyar, Gresik2. Melakukan Studi LiteraturStudi literatur dilakukan guna mencari segala informasi terkini yang bisa didapatkan, baik secara online maupun studi lapang.3. Pencarian Ide atau Gagasan PermasalahanIde muncul dari permasalahan yang terjadi di daerah survey dengan melihat dari studi literaturyang didapatkan4. Pembuatan Peta KerjaPembuatan peta kerja dilakukan untuk mencari informasi terkait wilayah tempat survey. Peta-peta kerja tersebut diantaranya :a. Peta Adminb. Peta Penggunaan lahan (Raster dan Vektor)c. Peta Lerengd. Peta Ketinggiane. Peta Bentuk Lahanf. Peta Hillshadeg. Peta Jenis Tanahh. Peta Konturi. Peta Geologij. Mozaik Foto Udarak. Peta Curah Hujanl. Peta Batas DASm. Peta Project5. Penentuan Titik SurveySetelah mendapatkan informasi yang diperlukan, penentuan titik pengamatan dilakukan untuk mengambil sampel data lapang, yang kemudian akan dianalisis.6. Melakukan Pengambilan DataPengambilan data diambil berdasar titik yang telah ditentukan.Pengambilan data berupa sampel tanah dan informasi yang dapat didapatkan di daerah tersebut.7. Analisis DataAnalisis dilakukan setelah mendapatkan data lapang. Analisis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sebaran banjir menggunakan metode studi kasus .kemudian akan diinterpretasikan. Metoda analisis ini menggunakan Sistem informasi Geografis, dimana data elevasi yang didapatkan dari DEM dan tinggi pasang air laut yang didapatkan dari metode admiralty berdasarkan waktu pasang tertinggi yakni saat bulan purnama. Data tersebut diolah dalam spatial setting dalam kajian ruang. Data spasial ini berupa batas atau jangkauan Inundasi (landaan) banjir bandang yang didapat berupa tititk-tititk koordinat melalui tracking GPS dan di overlay dengan data peta Kecamatan Manyar sehingga menghasilkan peta Inundasi (landaan) banjir bandang. Sementara untuk peta bahaya dihasilkan dari Analisis 3D data raster DEM, dan data jaringan sungai serta data faktor penyebab banjir bandang yang dianalisis menggunakan metode scoring (pengharkatan) dari Karakteristik lahan sebagai penentu bahaya banjir bandang.8. Merumuskan KesimpulanSetelah data yang telah dianalisis didapatkan, maka dapat diambil kesimpulan terhadap rekomendasi yang dapat diaplikasikan di daerah pengamatan.KEGIATAN PRA SURVEITahapan pra survei meliputi kegiatan pengumpulan data dan pembuatan peta dasar. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data tanah dan kondisi lahan yang diperoleh langsung melalui kegiatan survei utama. Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan pada pra survei. Adapun data sekunder tersebut meliputi literatur yang dikumpulkan berupa kondisi umum daerah Manyar, Kabupaten Gresik potensi yang dimiliki daerah Manyar, Kabupaten Gresik, jenis tanah daerah Manyar, Kabupaten Gresik literatur mengenai dan kerusakan lahan dampak yang disebabkan. Adapun pembuatan peta dasar meliputi peta administrasi, peta pennggunaan lahan, peta topografi, peta jenis tanah, di daerah Manyar, Kabupaten Gresik.3.3. 3.4. PERSIAPAN DATA AWALPersiapan informasi data spasial awal meliputi pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama yang dibutuhkan dalam penentuan lokasi yang berpotensi banjir di daerah Manyar, Kabupaten Gresik. Sedangkan data sekunder digunakan sebagai data pendukung dalam penentuan lokasi tersebut.Data primer yang dibutuhkan meliputi data tanah, data jenis landform dan data kondisi lahan sheet Manyar yang juga diperkuat dengan dilakukannya groundcheck di lapangan. Sedangkan data sekunder meliputi kondisi umum daerah Manyar, potensi yang dimiliki daerah Manyar, jenis tanah daerah Manyar, literatur mengenai elevasi lokasi pengamatan dan data ketinggian serta sebaran air rob laut di daerah Manyar, Kabupaten Gresik.

(SEKUNDER)Adapun teknik pengolahan data sekunder adalah dengan metode studi literatur dan teknik observasi lapang. Studi literatur, dilakukan untuk mendapatkan data mengenai keadaan umum lokasi penelitian, iklim, keadaan tanah, curah hujan, jenis penutupan tanah, topografi, geologi, bentuk lahan, kelerengan lahan, tipe dan penggunaan lahan yang diambil dari hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Dilakukan dengan mempelajari arsip-arsip yang ada di instansi terkait. Sedangkan teknik observasi, dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti ketika praktikum lapang geomorfologi, analisis lanskap, dan interpretasi foto udara.PENYUSUNAN PETA SURVEIData peta yang digunakan dalam survei adalah data peta raster dan vektor. Semua peta yang dibutuhkan dibuat dengan menggunakan software ArcGIS 9.3, PCI dan ENVI. Beberapa peta tersebut diantaranya 1. Peta Administrasi

Peta Administrasi merupakan peta yang menggambarkan kondisi administrasi suatu daerah yang akan di survey, meliputi batas kabupaten, batas kecamatan, batas desa, sungai, jalan raya, dan lain-lain. Cara pembuatan peta ini yaitu, buka software ArcGIS dan tambahkan peta dasar yaitu peta RBI Bungah dengan menggunakan Tools Add Data. Kemudian rektifikasi peta dasar tersebut dengan menu georeferencing agar peta dasar tersebut memiliki koordinat. Setelah itu, add shape file dengan menggunakan ArcCatalog. Frame untuk batas kabupaten, batas kecamatan dan batas desa menggunakan tipe polygon sedangkan untuk jalan dan sungai menggunakan tipe polyline. Kemudian, barulah digitasi komponen peta administrasi tersebut dengan menggunakan menu editor dengan skala kerja dua kali lebih besar dari skala peta yakni 1:25.000. Kemudian berilah label pada atribut pada masing-masing frame yang telah didigitasi serta tentukan symbol dari masing-masing atribut. Setelah proses digitasi dan labeling selesai barulah simpan hasil dan hentikan proses editing. Setelah itu aktifkan semua layer batas kabupaten, batas kecamatan, batas desa, sungai, jalan raya. Kemudian atur layoutnya dan memberi legenda.

2. Peta Penggunaan lahan Vektor

Peta penggunaan lahan merupakan peta yang menggambarkan penggunaan lahan suatu daerah yang akan di survey, meliputi hutan, sawah, pemukiman, tegalan dan lain-lain. Cara pembuatan peta ini yaitu, buka software ArcGIS dan tambahkan peta dasar yaitu peta RBI Bungah yang telah teretifikasi dengan menggunakan Tools Add Data. Karena pada pembuatan peta administrasi telah dilakukan retifikasi maka pada penggunaan lahan tidak dilakukan retifikasi. Setelah itu, add shape file dengan menggunakan ArcCatalog. Frame yang untuk penggunaan lahan ini menggunakan tipe polygon. Kemudian, barulah digitasi penggunaan lahan tersebut dengan menggunakan menu editor dengan skala kerja dua kali lebih besar dari skala peta. Kemudian berilah label pada atribut pada frame yang telah didigitasi serta beri symbol pada masing-masing atribut. Setelah proses digitasi dan labeling selesai barulah simpan hasil dan hentikan proses editing. Setelah itu aktifkan layer penggunaan lahan. Kemudian atur layoutnya dan memberi legenda.

3. Peta Penggunaan Lahan RasterPembuatan peta penggunaan lahan raster bersumber dari citra landsat 8 dengan tanggal akuisisi 1 september 2014. Setelah peta di download, peta diolah dengan menggunakan software ArcGis, Envi dan PCI. ArcGis berfungsi sebagai pemotong batas frame dan juga layouting. Software Envi digunakan untuk koreksi radiometri dan software PCI digunakan untuk analisis dan labeling penggunaan lahan.

4. Curah Hujan

Peta curah hujan yang didapatkan dihasilkan dari data curah hujan Kabupaten Gersik yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik(BPS). Data curah hujan dimasukkan kedalam atribut titik masing-masing Basan Meteorologi, Klimatologi dan Geografi(BMKG) yang masuk kedalam Frame dan didekat Frame manyar. Peta curah hujan yang dihasilkan didapat dari hasil Kriging pada intrapolasi yang terdapat dalam toolbox spacial analys tool. Hasil tersebut dipotong menggunakan clip sesuai dengan frame manyar sehingga didapatkan peta curah hujan daerah Manyar.

5. Peta KelerenganPeta kelerengan merupakan peta yang menggambarkan kemiringan lereng suatu daerah yang akan di survey. Cara pembuatan peta ini yaitu, buka software ArcGIS dan tambahkan peta kontur Bungah dengan menggunakan Tools Add Data. Kemudian dengan menggunakan menu 3DAnalyst pilih Convert TIN to Raster, pilih layer kontur sebagai dasar, heigt source pilih elevation, triangulate as mass point kemudian klik OK. Setelah proses ini selesai, convert TIN to Raster dan cellsize ubah menjadi 30. Kemudian pilih Surface Analysis Slope. Pada output measurementsnya diubah menjadi percent dan klik OK. Kemudian kita klasifikasikan lereng tersebut sesuai kelasnya dengan menggunakan Reclassify, dan pilih classify. Kemudian atur simbologynya. Setelah itu, add shape file dengan menggunakan ArcCatalog. Frame yang untuk kelerengan ini menggunakan tipe polygon. Kemudian, barulah digitasi kelerengan tersebut dengan menggunakan menu editor dengan skala kerja dua kali lebih besar dari skala peta yakni 1:25.000. Kemudian berilah label pada atribut pada frame yang telah didigitasi serta beri symbol pada masing-masing atribut. Setelah proses digitasi dan labeling selesai barulah simpan hasil dan hentikan proses editing. Setelah itu aktifkan layer kelerengan.Kemudian atur layoutnya yang ditampal dengan peta administrasi dan memberi legenda.6. Peta TanahHasil peta tanah yang didapatkan berdasarkan peta sistem lahan Jawa Timur tahun 2007 dengan skala 1:250.000. Peta tersebut di clip dengan frame Manyar sehingga didapatkan peta tanah Manyar.7. Mozaik Foto UdaraFoto Udara yang didapatkan dalam melakukan Mozaik bersumber dari foto udara dari Bakosultanal tahun 2002 dengan skala 1:50.000 82/3-4-3/01-PEM-90-440 JATIM/KENTING/26-2-2002. Foto udara di marge melalui photoshop sehingga menampal. Hasil tampalan tersebut di Rectifikasi melalui ArcMap dengan Jalan dan sungai didaerah manyar sehingga didapatkan beberapa titik yang sama antara foto udra serta jalan dan sungai. Hasil yang didapatkan akan memberikan foto udara memiliki koordinat.8. Peta HillsidePeta hillsite bersumber dari Citra Landsat 8 Path/Row 118/065 zona 49S dengan Tanggal Akurasi 1 Sept. 2014 yang di olah di ENVI. Hasil dari pengolahan diolah menggunakan ArgGIS melalui ArcMap dengan 3D analys kemudian pilih surface analys sehingga nampak permukaan di daerah Manyar. Kenampakan yang muncul adalah pola drainase Manyar.

9. Peta Bentuk LahanDasar dari peta ini adalah peta Geologi bersistem Indonesia tahun 1992 skala 1:100.000 lembar 1608-04 Surabaya dan Sapulu. Peta yang dihasilkan di overlay dengan peta hillside sehingga hasil peta didapatkan peta bentukan lahan Manyar. 10. Peta Batas DASSumber batas DAS Manyar didapatkan dari peta kontur dan sungai yang di intersec sehingga diketahui punggung bukit serta aliran sungai yang ada di Manyar.

11. Peta GeologiDasar dari peta ini adalah peta Geologi bersistem Indonesia tahun 1992 skala 1:100.000 lembar 1608-04 Surabaya dan Sapulu. Peta ini akan dipotong sesuai dengan frame Manyar dan didigitasi melalui ArcMap.12. Peta ElevasiPeta elevasi didapatkan dari peta kontur Manyar. Langkah yang dilakukan hampir sama seperti pembuatan peta kelerengan namun tidak sampai dislop dan reclassify.13. Peta ProjekPeta projek yang dihasilkan bersumber dari Citra Landsat 8 Path/Row 118/065 zona 49S dengan Tanggal Akurasi 1 Sept. 2014 yang di olah di ENVI. Dari peta ini diketahui tinggi permukaan tanah. Sumber pasang surut air laut yang didapatkan dari data statistik kabupaten Gersik. Data yang didapatkan digunakan sebagai perbandingan ketinggian dengan air permukaan. Jika suatu daerah lebih rendah dibandingkan dengan pasang surut maka suatu daerah akan berpotensi mengalami genangan banjir.

PENYUSUNAN FOTO UDARAFoto udara yang didapatkan dapat dijadikan sebagai sumber beberapa peta kerja. Jika dalam bentuk softfile digunakan sebagai mozaik foto udara yang diolah melalui photoshop dan directifikasi melalui ArcGis berdasarkan sungai dan jalan. Sedangkan dalam bentuk hardfile digunakan untuk stereotriplet yang digunakan untuk melakukan pengamamatan dilapang dengan bantuan steroskop saku. Pembuatan stereotriplet menggunakan tiga foto udara yang memiliki urutan penomeran. Foto udara harus di buat daerah efektif terlebih dahulu secara bergantian sehingga foto udara yang berada ditengah menjadi fokus pengamatan. Titik A dan B ditampalkan serta B dengan C ditampalkan sehingga dapat digunakan sebagai stereotriplet. Intrepretasi foto udara dari hasil deliniasi daerah efektif dilakukan pengamatan di labolatorium melalui steroskop cermin.KEGIATAN SURVEI3.5. GROUNDCHECK PETA DAN FOTO UDARAPengamat dan koreksi peta digunakan secara manual yang dilakukan sambil jalan di dalam bus. Koreksi peta dilakukan mulai masuk kedalam frame manyar hingga keluar dari frame manyar. Pengamatan dilapangan dibantu oleh handphone yang telah dimasukkan peta administrasi didalamnya. Hal ini sangat membantu keakuratan titik pengamatan. Koreksi peta digunakan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan di daerah Manyar. Sedangkan pengamatan dan koreksi foto udara dilapangan dilakukan melalui stereotriplet yang telah disusun di labolatorium menggunkan steroskop cermin. Saat di lapangan pengamatan stereotriplet dilakukan dengan menggunakan steroskop saku sehingga bentukan tiga dimensi nampak didaerah tersebut. Pengamatan dilakukan pada titik pemberhentian sehingga diketahui lokasi pengamatan dan penggunaan yang ada di lokasi tersebutPENGAMATAN DAN PENGAMBILAN SAMPEL (PARAMETER PROJECT)Model yang digunakan dalam memprediksi potensi genangan banjir air rob di daerah Manyar hanya memerlukan datan elevasi dan data ketinggian air yang masuk ke darat. Data elevasi yang digunakan berdasarkan peta yang dicocokkan dengan data elevasi dilapangan dengan menggunakan GPS. Pengamatan dan pencatatan elevasi dilakukan sejak pertama kali masuk kedalam frame Manyar hingga keluar frame Manyar. Data pendukung yang berupa jenis tanah, vegetasi dan lainya hanya digunakan sebagai data tambahan yang tidak begitu berpengaruh terhadap projek yang di lakukan.KEGIATAN PASCA SURVEI3.6. PENGOLAHAN DATA HASIL SURVEI DAN INTERPRETASITahapan ini merupakan tahap analisa data dan pelaporan hasil kegiatan di lapangan. Data yang diperoleh digunakan sebagai koreksi peta daerah Manyar. Data yang perlu dalam projek menduga genangan banjir rob adalah elevasi. Elevasi yang ada dilapangan akan dicocokkan dengan elevasi yang ada di dalam peta. Pengamatan dilapangan berfungsi untuk mencocokkan landform yang ada di peta dengan yang ada dilapangan. Landform sangat mempengaruhi model yang digunakan dalam projek sehingga didapatkan hasil yang akurat dan tepat.PENYUSUNAN PETA PASCA SURVEIPembuatan peta projek potensi banjir rob di daerah Manyar hanya menggunakan data skunder yang didapatkan dari DEM yang diolah menggunakan ArcGIS. Tidak adanya data lain yang digunakan dalam penyusunan peta projek sehingga dalam groundcheck tidak dibutuhkan data primer yang dimasukkan dalam peta. Pengolahan peta dengan Raster calculator sehingga didapatkan luasan daerah yang berpotensi tergenang banjir.ANLISIS PROYEK DAN PEMBUATAN PETAData Pasang Surut (HHWL)DEMRaster CalculatorPeta Potensi Sebaran Banjir ROB

Pembuatan peta banjir rob menggunakan data elevasi dan data tinggi maksimal air pasang laut. Pengaplikasian model elevasi menjadi data spasial adalah dengan mengguakan DEM (Digital Elevasion Model). Selanjutnya dilakukan pengolahan data pasang surut. Tujuan pengolahan data pasut adalah untuk menentukan peramalan nilai rerata muka laut (MSL/Mean Sea Level) yang hasilnya dijadikan parameter untuk peramalan nilai pasang tertinggi (HHWL/Highest High Water Level). Setelah diketahui niali dari HHWL maka dapat dibentuk suatu permodelan untuk menduga potensi banjir rob di daerah Manyar dengan asumsi apabila elevasi lebih rendah dari HHWL maka daerah tersebut perpotensi terjadi banjir rob.TAHAPAN ANALISIS DATAMetode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus dimana menurut Hadi (1993), studi kasus adalah penelitian terhadap suatu kasus secara mendalam yang berlaku pada waktu, tempat dan populasi yang terbatas, sehingga memberikan gambaran tentang situasi dan kondisi secara lokal dan hasilnya tidak dapat digeneralisasikan untuk tempat yang berbeda. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah pendugaan genangan banjir rob di daerah Manyar.Dalam pengambilan data metode pengambilan data pasang surut dilakukan dengan menggunakan palem pasut dengan memperhatikan :1. Pada daerah terbuka, terlindung dari hempasan gelombang2. Tidak dipengaruhi oleh kegiatan manusia yang menyebabkan pengaruh besar pada lokasi penelitian3. Palem pasut bisa mencapai nilai pasang tertinggi dan masih tergenang saat surut minimum4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamatiData pasang surut lapangan diolah dengan menggunakan metode Admiralty untuk mendapatkan komponen-komponen pasang surut dan nilai elevasi muka air laut. Untuk mengetahui laju kenaikan muka air laut menggunakan simulasi dari skenario yang dibuat oleh Kajian Risiko dan Adaptasi Perubahan Iklim (KRAPI) (KRAPI dalam Isfandiari, 2012). Penelitian ini menggunakan skenario yang hanya menggunakan 3 elemen. Skenario yang digunakan adalah skenario 1a dan 1b. Skenario 1a adalah skenario pada saat keadaan normal dimana ketinggian pasang surut di suatu lokasi memiliki tinggi rata-rata dan gelombang signifikan. Skenario 1b adalah skenario pada saat keadaan ekstrim dimana ketinggian pasang surut di suatu lokasi memiliki ketinggian pasang surut maksimum dan gelombang maksimum. Pengolahan selanjutnya adalah pembuatan DEM. Pembuatan DEM diolah dengan menggunakan software ArcGIS dengan input berupa data titik tinggi yang diperoleh dari peta elevasi. Peta genangan menggunakan metode raster calculator.

HASIL DAN PEMBAHASAN3. KONDISI UMUM PADA WILAYAH PENGAMATAN4. 4.1. ADMINITRASI DAN PENJELASANPeta penggunaan lahan yang digunakan pada project ini berupa dua jenis peta yang berbeda yaitu Peta Penggunaan Lahan Raster yang bersumber dari Citra Landsat 8 Path/ Row 118/065 Zona 49S Tanggal Akusisi 1 September 2014 sedangkan yang kedua yaitu Peta Penggunaan Lahan Vektor yang bersumber dari Peta Rupabumi 1:25000 Lembar 1608-433 BUNGAH Tahun 1996. Pada Peta Penggunaan Lahan Raster diketahui penggunaan lahan pada wilayah pengamatan sheet Manyar didominasi oleh Tambak kemudian sebagian lainnya berupa Tegalan, Sawah, Pemukiman serta Lahan Kosong. Setelah dilakukan groundcek kemudian diketahui bahwa beberapa data yang ada dalam peta tidak sesuai dengan kondisi aktual yang ada. Beberapa perubahan yang terjadi yaitu diantaranya pada Kecamatan Sidayu sebagian sawah dan tegalan pada kondisi aktualnya berubah menjadi lahan kosong serta beberapa pemukiman menjadi area pertambakan. Memasuki Kecamatan Bungah, penggunaan lahan tegalan dan semak berubah menjadi pemukiman. Dan untuk wilayah Kecamatan Manyar, sebagian area tambak dan lahan kosong berubah menjadi pemukiman dan area industri.

Gambar ..... Data Luas Wilayah Penggunaan Lahan Kabupaten Gresik 2014Pada Peta Penggunaan Lahan Vektor dapat dilihat bahwa penggunaan lahan yang mendominasi yaitu tambak dan sebagian lainnya digunakan sebagai tegalan, sawah serta pemukiman. Namun berdasarkan hasil groundcek yang telah dilakukan didapati perbedaan yang cukup signifikan dari data yang terdapat dalam peta dengan kondisi akutual yang ada di wilayah pengamatan. Perubahan yang terjadi yaitu adanya sebagian penggunaan lahan baik tegalan, sawah dan tambak yang pada kondisi aktualnya berupa pemukiman ataupun area industri. Sedangkan untuk titik pengamatan sheet ini baik pada Peta Penggunaan Lahan Raster maupun Vektor berada pada penggunaan lahan tambak. Peggunaan lahan pada peta sama halnya dengan kondisi aktual di titik pengamatan yaitu area pertambakan ikan bandeng. Beberapa perbedaan yang terjadi antara data dalam peta dengan kondisi aktual di wilayah pengamatan dapat disebabkan oleh beberapa hal. Penyebab pertama yaitu dari sumber peta untuk pengerjaan peta. Peta Penggunaan Lahan Vektor yang bersumber dari Peta RBI tahun 1996 yang memiliki selang waktu yang sangat lama dari waktu pengamatan dilakukan yaitu sekitar 19 tahun menyebabkan perubahan penggunaan lahan dengan skala yang luas sangat mungkin untuk terjadi. Sedangkan untuk Peta Penggunaan Lahan Raster yang bersumber dari Citra Landsat 8 tanggal 1 September 2014 memiliki selang sekitar 8 bulan dari waktu pengambilan citra dan groundcek menyebabkan sebagian wilayahnya dimungkinkan telah mengalami perubahan. Salah satu perubahannya berupa pemukiman dan kawasan industri. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan ekonomi di wilayah Gresik yang dapat dilihat dari gencarnya pembangunan kawasan pemukiman pemukiman dan industri. Penyebab kedua dari perbedaan data yang ada dalam peta untuk Peta Penggunaan Lahan Raster dengan kondisi aktual yaitu ketepatan pixel yang ada. Seperti yang telah diketahui satu pixel pada citra mewakili 900m2 di lapang. Sedangkan penggunaan lahan yang ada pada luasan tersebut dapat terdiri dari lebih dari satu macam penggunaan lahan. Meski begitu citra landsat akan tetap membacanya sebagai satu macam penggunaan lahan dengan cara melihat dominasi luasan penggunaan lahan yang ada pada area 900 m2 tersebut.

PENGGUNAAN LAHAN (RASTER DAN VEKTOR) DAN PENJELASANPeta penggunaan lahan yang digunakan pada project ini berupa dua jenis peta yang berbeda yaitu Peta Penggunaan Lahan Raster yang bersumber dari Citra Landsat 8 Path/ Row 118/065 Zona 49S Tanggal Akusisi 1 September 2014 sedangkan yang kedua yaitu Peta Penggunaan Lahan Vektor yang bersumber dari Peta Rupabumi 1:25000 Lembar 1608-433 BUNGAH Tahun 1996. Pada Peta Penggunaan Lahan Raster diketahui penggunaan lahan pada wilayah pengamatan sheet Manyar didominasi oleh Tambak kemudian sebagian lainnya berupa Tegalan, Sawah, Pemukiman serta Lahan Kosong. Setelah dilakukan groundcek kemudian diketahui bahwa beberapa data yang ada dalam peta tidak sesuai dengan kondisi aktual yang ada. Beberapa perubahan yang terjadi yaitu diantaranya pada Kecamatan Sidayu sebagian sawah dan tegalan pada kondisi aktualnya berubah menjadi lahan kosong serta beberapa pemukiman menjadi area pertambakan. Memasuki Kecamatan Bungah, penggunaan lahan tegalan dan semak berubah menjadi pemukiman. Dan untuk wilayah Kecamatan Manyar, sebagian area tambak dan lahan kosong berubah menjadi pemukiman dan area industri.

Gambar ..... Data Luas Wilayah Penggunaan Lahan Kabupaten Gresik 2014Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik

Pada Peta Penggunaan Lahan Vektor dapat dilihat bahwa penggunaan lahan yang mendominasi yaitu tambak dan sebagian lainnya digunakan sebagai tegalan, sawah serta pemukiman. Namun berdasarkan hasil groundcek yang telah dilakukan didapati perbedaan yang cukup signifikan dari data yang terdapat dalam peta dengan kondisi akutual yang ada di wilayah pengamatan. Perubahan yang terjadi yaitu adanya sebagian penggunaan lahan baik tegalan, sawah dan tambak yang pada kondisi aktualnya berupa pemukiman ataupun area industri. Sedangkan untuk titik pengamatan sheet ini baik pada Peta Penggunaan Lahan Raster maupun Vektor berada pada penggunaan lahan tambak. Peggunaan lahan pada peta sama halnya dengan kondisi aktual di titik pengamatan yaitu area pertambakan ikan bandeng. Beberapa perbedaan yang terjadi antara data dalam peta dengan kondisi aktual di wilayah pengamatan dapat disebabkan oleh beberapa hal. Penyebab pertama yaitu dari sumber peta untuk pengerjaan peta. Peta Penggunaan Lahan Vektor yang bersumber dari Peta RBI tahun 1996 yang memiliki selang waktu yang sangat lama dari waktu pengamatan dilakukan yaitu sekitar 19 tahun menyebabkan perubahan penggunaan lahan dengan skala yang luas sangat mungkin untuk terjadi. Sedangkan untuk Peta Penggunaan Lahan Raster yang bersumber dari Citra Landsat 8 tanggal 1 September 2014 memiliki selang sekitar 8 bulan dari waktu pengambilan citra dan groundcek menyebabkan sebagian wilayahnya dimungkinkan telah mengalami perubahan. Salah satu perubahannya berupa pemukiman dan kawasan industri. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan ekonomi di wilayah Gresik yang dapat dilihat dari gencarnya pembangunan kawasan pemukiman pemukiman dan industri. Penyebab kedua dari perbedaan data yang ada dalam peta untuk Peta Penggunaan Lahan Raster dengan kondisi aktual yaitu ketepatan pixel yang ada. Seperti yang telah diketahui satu pixel pada citra mewakili 900m2 di lapang. Sedangkan penggunaan lahan yang ada pada luasan tersebut dapat terdiri dari lebih dari satu macam penggunaan lahan. Meski begitu citra landsat akan tetap membacanya sebagai satu macam penggunaan lahan dengan cara melihat dominasi luasan penggunaan lahan yang ada pada area 900 m2 tersebut.

LERENG DAN HILLSHADE SERTA PENJELASANLereng adalah penampakan alam yang disebabkan karena adanya beda tinggi di dua tempat. Kemiringan lereng (Slope) merupakan salah satu unsur topografi. Daerah yang termasuk pada wilaayah pengamatan sheet Manyar jika dilihat dari Peta Kelerengan yang telah dibuat termasuk daerah yang datar serta landai dengan kelerengan berkisar antara 0-15%. Pengamatan langsung dilapang juga telah membuktikan bahwa daerah ini termasuk daerah yang relatif datar. Hillshade diperoleh karena adanya pengaruh dari penyinaran matahari terhadap muka bumi. Data hillshade dapat digunakan untuk mengetahui bentuk relief permukaan bumi salah satunya yaitu seperti ada tidaknya torehan ataupun nggarai. Karena wilayah pengamatan yang datar serta landai torehan maupun nggarai tidak ditemui. KETINGGIAN TEMPAT DAN PENJELASANKetinggian tempat atau elevasi ditentukan berdasarkan elevasi lahan daratan dari permukaan air laut, dimana permukaan air laut dianggap mempuanyai elevasi 0 meter. Secara umum ketinggian tempat wilayah pengamatan dilihat dari Peta Ketinggian Tempat yang telah dibuat yaitu berkisar antara 0-40 meter diatas permukaan laut. Sebagian besar wilayah pengamatan di peta memiliki ketinggian 0-10 mdpl. Sedangkan untuk titik pengamatan yang berada di Desa Betoyokauman memiliki ketinggian berdasarkan data di peta yaitu 0-10 mdpl sedangkan hasil pengukuran langsung dilapang menggunakan alat bantu GPS menyebutkan ketinggian tempat tersebut adalah 13 mdpl. Ketidak samaan hasil yang ada dapat dikarenakan adanya ketingkat keakuratan pengukuran oleh GPS yang ada.

BENTUK LAHAN DAN MOZAIKDari Peta Bentuk Lahan yang telah dibuat dapat diketahui bentukan lahan wilayah pengamatan yaitu bentuk lahan Aluvial dengan Subgrup Dataran Aluvial serta bentuk lahan Tektonik Srutural dengan Subgrup Dataran Tektonik Datar. Secara detil Wolf (1983) menyatakan mozaik foto udara merupakan gabungan dari dua atau lebih foto udara yang saling bertampalan sehingga terbentuk paduan itra (image) yang berkesinambungan dan menampilkan daerah yang lebih luas. Diinjau dari segi pembuatannya Wolf (1983) menyebutkan ada tiga jenis mozaik yaitu mozaik terkontrol tidak terkontrol, dan semi terkontrol. Mosaik terkontrol adalah mosaik yang dibuat dari foto yang telah direktifikasi sehingga semua foto telah mempunyai skala yang sama. Mosaik tidak terkontrol adalah mosaik yang dibuat dari foto yang belum direktifikasi serta belum diseragamkan skalanya. Mosaik semi terkontrol adalah mosaik yang disusun dengan menggunakan foto udara yang mempunyai beberapa titik kontrol, tetapi foto tersebut tidak terektifikasi dan dapat mempunyai skala yang tidak seragam.

GEOLOGI DAN PENJELASAN SERTA PENJELASANDari Peta Geologi yang telah dibuat yang bersumber dari Peta Geologi Bersistem Indonesia Tahun 1992 Skala 1:100.00 Lembar 1608-4 Surabaya & Sepulu dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah pengamatan termasuk dalam bahan Alluvium (Qa). Bahan aluvium merupakan endapan permukaan yang menyusun dataran aluvial yan terdiri atas endapan bahan-bahan aluvial berupa kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur. Bahan aluvium yang ada wiliyah ini dapat terbawa karena adanya aliran dari sungai Bengawan Solo yang melintasi Kabupaten Gresik. Selain Alluvium (Qa) juga terdapat didalam wilayah pengamatan yaitu Formasi Madura (Tmpm), Formasi Watukoceng (Tmw), Formasi Lidah (Tpl) Formasi Pucangan (QTp) serta Formasi Kabuh (Qpk). JENIS TANAH DAN PENJELASANDari Peta Tanah yang telah dibuat diketahui bahwa titik pengamatan yang berada di Desa Betoyokauman terdiri atas tanah Typic Epiaquepts, Typic Endoaquepts dan Aquic Dystrudepts. Ketiga jenis tanah tersebut tergolong dalam ordo tanah Inseptisols. Tanah Inseptisol merupakan tanah yang mulai menunjukkan adanya perkembangan profil, dengan susunan horison A-Bw-C pada lahan kering dengan drainase baik atau susunan horison A-Bg-C pada lahan basah dengan drainase terhambat. Tanah terbentuk dari berbagai macam bahan induk yaitu tuf volkan masam, tuf volkan intermedier (andesitik) tufa pasiran, dan granodiorit serta skis. Tanah ini memiliki penyebaran paling luas dan menemoati beragam grup landform. Wilayah pengamatan project yang termasuk pada wilayah kabupaten Gresik bagian Utara (meliputi wilayah Panceng, Ujung Pangkah, Sidayu, Bungah, Dukun, Manyar) adalah bagian dari daerah pegunungan Kapur Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur. Disamping kabupaten Gresik daerah lain yang juga dapat dikatakan sebagai kawasan penyanggah Kota Surabaya adalah daerah hilir aliran Bengawan solo yang bermuara di Pantai Utara Kabupaten Gresik/ Kecamatan Ujungpangkah. Daerah hilir Bengawan Solo tersebut sangat potensial karena mampu menciptakan lahan yang cocok untuk pemukiman maupun usaha pertambakan. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C.Adapun bahan galian golongan C atau bahan galian industri terdiri dari Nitrat, phosphate, garam batu Asbes, talk, mike, granit, magnesit Yarosit, leusit, tawas (alam), oker Batu permata, batu setengah permata Pasir kwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonite Batu apung, teras, obsidian, perlit, tanah diatome Marmer, batu tulis Batu kapor, dolomit, kalsit Granit, andesit, basal, trakkit, tanah liat dan pasir.

CURAH HUJAN DAN PENJELASANDari Peta Curah Hujan Sheet Manyar yang telah dibuat berdasarkan Data Curah Hujan BPS tahun 2014 diketahui bahwa titik pegamatan yang berada di Desa Betoyokauman mimiliki intensitas curah hujan tahunan yang rendah yaitu 1500-2000 mm/th. Sedangkan untuk wilayah pengamatan secara keselurahan memiliki curah hujan anatara 1500 2500 mm/th.

Gambar ..... Data Jumlah Curah Hujan Rata-Rata Kabupaten GresikSumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Gresik

KONTUR DAN BATAS DAS SERTA PENJELASANKonturadalah garis khayal untuk menggambarkan semua titik yang mempunyai ketinggian yang sama di atas atau di bawah permukaan datum tertentu yang disebut permukaan laut rata-rata. Kontur digambarkan dengan interval vertikal yang reguler.Garis-garis kontur merupakan garis-garis yang kontinu dan tidak dapat bertemu atau memotong garis kontur lainnya dan tidak pula dapat bercabang menjadi garis kontur yang lain, kecuali pada hal kritis seperti jurang atau tebing.Dari peta kontur yang dibuat, dapat dilihat bahwa pada titik pengamatan tidak memiliki garis kontur. Garis kontur yang terdapat pada wilayah pengamatan hanya mencangkup beberapa desa di bagian Barat Daya daerah pengamatan yaitu diantaranya Desa Mojopuro Gede, Desa Mojopuro Wetan, Desa Kemangi, Desa Sidokumpul, Desa Bungah dan beberapa desa lainnya. Garis Kontur yang ada memiliki selang antar garis yang tidak begitu rapat sehingga dapat diinterpredasikan bahwa daerah tersebut cukup landai. Data kontur yang ada dapat digunakan untuk menentukan Batas Daerah Alirang Sungai pada wilayah pengamatan. Dari pengolahan data kontur menjadi data batas DAS bahwa sebagian besar daerah pada wilayah tersebut merupakan daerah aliran sungai. Hal tersebut sesuai dengan ditemukannya aliran sungai yaitu Sungai Bengawan Solo ketika pengamatan dilapang dilakukan. KLASIFIKASI BENTUK LAHAN4.2. GEOMORFOLOGI DAN PENJELASANKata Geomorfologi (Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos (earth/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan). Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian gomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi. Namun,Geomorfologi bukan hanya mempelajari bentuk-bentuk muka bumi, tetapi lebih dari itu mempelajari material dan proses, seperti yang dikemukakan oleh Hooke (1988) dalam Sukmantalya (1995), bahwa Geomorfologi membicarakan tentang bentuklahan dan proses yang terjadi di permukaan bumi termasuk pergerakan materilal, air dan drainase serta factor lain yang memicu terjadinya proses geomorfik. Ruang lingkup geomorfologi Geomorfoogi adalah imu tentang bentuk lahan, dapat didefinisikan bahwa geomorfologi mempelajari fenomena permukaan muka bumi. Pada frame manyar terdapat bentuk lahan yang memiliki proses pembentukan yang berbeda-beda. Daerah Manyar yang datar dapat dipastikan bahwa daerah tersebut bukan termasuk dalam pengaruh vulkanik atau gunung berapi. Dataran wilayah yang membentang didaerah manyar diakibatkan daerah Manyar merupakan hilir dari bengawan solo sehingga tanah yang terbentuk didaerah tersebut memiliki kandungan liat yang tinggi akibat sedimentasi sungai yang mengendap membentuk daratan yang datar. Jika secara administrasi Manyar di batasi adanya laut sehingga pasang surut air laut yang masuk kedaratan membentuk genangan air yang dimanfaatkan sebagai tambak ikan, udang maupun garam. Sehingga didaerah Manyar dataran yang terbentuk diakibatkan oleh sedimentasi, abrasi dan translokasi dari sungai maupun laut. Ciri utama dari pembentukanya adalah tekstur tanah yang liat dengan kandungan salinitas yang tinggi. Dilokasi pengamatan tekstur liat memang menjadi bukti adanya sedimrntasi dan translokasi bahan dari laut.

BETUK LAHAN DAN PENJELASANPengamatan yang dilakukan di Manyar ditemukan 2 landform yang utama yakni landform Tektonook(T) dan Marin(M). Landform Marin merupakan bentuklahan yang terbentuk oleh kerja air laut (gelombang dan arus), Baik proses yang bersifat konstruktif (pengendapan) maupun destruktif (abrasi) dan terdapat pada wilayah kepesisiran. Wilayah kepesisiran merupakan daerah pertemuan antara daratan dan laut, kea rah daratan meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih terpengaruh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut mencangkup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976). Pada lokasi pengamatan sub landform yang ada adalah Rataan pasang surut, yang merupakan Bentukan deposisional yang luas, terdiri dari material lumpur, terbentuk oleh tenaga pasang surut air laut. Rataan pasang surut banyak dijumpai pada laguna atau wilayah estuaria pasang surut. Pada lokasi pengamatan genangan air yang ada merupakan endosaturasi yang merupakan genangan air yang berasal dari dalam yang ditunjukkan semakin dalam tanah semakin banyak kandungan air yang ada. Jika dihubungkan dengan aktifitas manusia, pemanfaatan yang dilakukan manusia diantaranya.a) Di daerah laut yang dangkal sering kali dimanfaatkan sebagai tambak ikan, selain itu di wilayah laguna juga dapat diamfaatkan sebagai tambak ikan.b) Di wilayah gisik dan benting gisik sering dimanfaatkan sebagai tempat wisata dan tempat bersantai, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat perahu-perahu tradisional milik para nelayan.c) Bentuk lahan tombolo yang sudah terbentuk secara penuh dan sudah terhubung dengan pulau utama seringkali dimanfaatkan sebagai wilayah permukiman dan lain-lain, seperti yang terjadi di bali, antara pulau bali dan nusa dua dihubungkan oleh tombolo yang sekarang sudah terdapat permukiman bahkan bandara di tombolo tersebut.d) Di wilayah pasang surut, dapat dimanfaatkan sebagai tempat mencari ikan dengan memasang jarring saat air pasang.Adanya dataran yang tidak rata dan bergelombang dengan ditunjukkan adanya rekahan kecil di jalan menunjukkan adanya aktifitas Tektonik. Adanya bukit/dataran yang terangkat menunjukkan daerah manyar juga dipengaruhi oleh landform Tektonik. Landform Tektonik sangat dipengaruhi oleh aktifitas tektonisme. Tektonisme adalah pergeseran dan perubahan letak kerak bumi dalam skala besar, meliputi: lipatan, patahan dan tektonisme lempeng. Tektonisme lempeng menerangkan peristiwa perubahan kedudukan lapisan permukaan bumi ke arah mendatar ataupun vertikal. Gerak relatif lempeng-lempeng bumi adalah divergen (saling menjauh), konvergen (saling mendekat) dan geseran. Batas antara dua lempeng yang divergen terjadi pelebaran dasar samudra. Material lebur panas dari mantel akan mengisi celah yang terbentuk, mendingin di permukaan bumi membentuk dasar samudra. Daerah Manyar memiliki perbukitan yang disebut Antiklinal atau punggung lipatan. Antiklinal atau punggung lipatan yang melengkung, yaitu bagian permukaan lapisan permukaan bumi yang terlipat karena bergerak ke atas dan membentuk lengkungan. Antiklinal yang luas disebut Geantiklinal yang sempit disebut Antiklinarium. Bahan yang terangkat merupakan maerial CaCO3 yang berasal dari dasar laut. Adanya pertambangan batu kapur didaerah manyar menunjukkan material CaCO3 yang melimpah pada perbukitan di Manyar. HASIL VALIDASI IFU DENGAN PENGAMATAN LAPANGANSumber gambar foto udara yang terbentuk diambil pada tanggal 26-06-1982 sehingga banyak koreksi citra akibat perubahan penggunaan lahan didaerah Manyar. Perubahan penggunaan lahan yang ada adalah pemukiman yang mulai meningkat, sedangkan tambak yang semakin kecil luasanya. Sepanjang jalan didaerah manyar lokasi tambah yang berada di pinggir jalan kini berubah menjadi pemukiman. Namun disaat pengamatan di titik tidak ada perubahan lahan dan tetap digunakan sebagai tambak ikan dan udang tradisional. Deliniasi landform yang terbentuk tidak sesuai dengan dilapangan. Lokasi yang dekat sungai diintrepetasikan sebagai dataran aluvial namun pada kenyataanya dilapangan daerah pengamatan merupakan daerah pasang surut pada landform Marin. Landform yang terbentuk akan membantu dalam pengelolaan lahan didaerah tersebut sehingga perlu keakuratan dalam intrepetasi landform yang ada pada lokasi pengamatan. Kesalahan dalam mengintrepetasikan lokasi pengamatan akan berimbas fatal terhadap tata kelola lahan. Daerah pasang surut sangat cocok untuk budidaya ikan serta udang. Menurut bapak... sebagai pengelola tambak mengatakan bahwa pengelolaan daerah tersebut sangat cocok untuk tambak ikan dan udang secara tradisional dengan mengambil air laut yang dipompa menggunakan tenaga diesel. Hasil yang diperoeh juga sangat baik setiap tahunya sehingga pengelolaan yang berjalan didaerah ini termasuk dalam kategori baik. KONDISI TANAH DI LOKASI PROJECT4.3. FISIOGRAFI LAHAN (LENGKAP)Kode Profil: Manyar 1Lokasi : Kecamatan Manyar, Kabupaten GresikVegetasi: Rumput, MangroveRelief: Makro Datar, Mikro datarElevasi: 13 mdplLereng: -Arah Lereng: -Erosi: CukupDrainase: BurukBatuan: Tidak adaSumber Air: LautSistem Irigasi: PompaPenggunaan Lahan : TambakPENGELOLAAN LAHAN Pengelolaan air yang berada di lokasi, sumber air nya berasal dari laut. Sistem irigasi berasal dari pompa. Pada lahan tambak dilakukan dengan pergantian air yang dilakukan pada saat pemanenan bandeng dan akan dilakukannya pembenihan. Penggunaan lahan yang berada di lokasi tersebut adalah tambak bandeng. Pengolahan tanah hanya berupa perbaikan pematang yang berada pada tepi tambakMORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK TANAH DILOKASI PROJECTTitik PengeboranKedalamanKarakteristik Tanah

Titik 10-50 cmGley 1 2,5/n ; Liat ; Lekat dan Sangat Plastis

Titik 20-100 cmGley 1 2,5/n ; Liat ; Lekat dan Sangat Plastis

TEBAL TOP SOIL DAN SOLUM TANAHPada sheet Manyar titik pengamatan berada pada area tambak ikan bandeng, dimana untuk post TTU pengamatan yang dilakukan yaitu pada tanah hasil pengeboran. Pengeboran yang dilakukan pada tambak ikan tersebut dengan kondisi tanah tergenang. Karena pada pengamatan ini hanya dilakukan pengeboran, maka penentuan tebal top soil dan solum tanah sulit untuk dilakukan. Dengan melakukan pengeboran, karakteristik fisik tanah yang dapat diketahii hanyalah warna, tekstur serta konsistensinya yang tidak dapat menginterpretasikan kondisi tanah secara utuh. Lapisan A (top soil) merupakan lapisan di bawah lapisan O lapisan ini berwarna lebih gelap daripada lapisan tanah di bawahnya. Lapisan ini terdiri dari campuran bahan organik dan bahan mineral. Selain itu, aktivitas biologi dan hewan maupun organisme (seperti cacing tanah, nematoda, atau jamur) dapat ditemui di lapisan ini. Sedangkan solum adalah kedalaman tanah yang menunjukkan ketebalan tanah yang diukur dari permukaan sampai batuan induk bumi. (Sujatmoko, 2014)Top Soil dan Solum Tanah dapat diketahui dengan mudah apabila terlebih dahulu telah diketahui horizon genetik dari suatu penampang tanah. Secara mudah, Top Soil dapat diartikan sebagai horizon A sedangkan Solum Tanah mencangkup horizon O,A,E dan B. Namun karena pengamatan di lapang hanya berdasarkan hasil pengeboran maka yang dapat diketahui hanyalah horizon penciri sedangkan horizonn genetiknya tidak dapat ditentukan. WARNA TANAHPengeboran yang dilakukan pada titik pengamatan dilakukan sebanyak dua kali dengan kedalaman 50 cm dan 100 cm. Pada titik pengeboran pertama didapatkan warna basah tanah yaitu Gley 1 2,5/n dan pada titik pengeboran kedua didapatkan warna tanah yang juga sama Gley 1 2,5/n. Pada titik pengamatan ini, diketahui tanah mengalami gleysasi. Gleysasi merupakan perubahan warna tanah menjadi ke abu-abuan. Hal initerjadi karena kondisi tanah yang selalu tergenang sehingga terjadi proses reduksi dan oksidasi yang melibatkan Fe dan Mn.Gleisasi kuat (g) menunjukkan bahwa senyawa besi telah tereduksi dan dipindahkan selama pembentukan tanah atau bahwa pada kondisi jenuh oleh air yang tergenang telah menciptakan lingkungan yang bersifat reduksi. Sebgian besar lapisa-lapisan yang terpengaruh reduksi memiliki chroma 2 dan banyak diantaranya memiliki konsentrasi redoks. Kroma yang rendah dapat merupakan warna dari senyawa besi yang tereduksi atau merupakan warna partikel-partikel pasir dan debu tidak terselaputi akibat senyawa besi yang telah dipindahkan. TEKSTUR TANAH STRUKTUR TANAHTekstur tanah yang ditemui pada titik pengamatan pertama yaitu Liat sama halnya dengan tekstur tanah pada titik pengamatan kedua. Hal ini memang wajar ditemui mengingat titik pengamatan berlokasi di area tambak ikan bandeng. Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha pembudidayaan ikan bandeng. Pada dasarnya tanah tersusun dari partikel-partikel pasir (sand), liat (clay), dan debu (silt) yang proporsinya masing-masing akan menentukan teksturnya. Jadi tekstur tanah ditentukan oleh perbandingan relatif dari ketiga jenis partikel tersebut. Tanah yang baik untuk dijadikan tambak adalah tanah yang liat dan berlumpur. Tanah demikian sangat keras dan mempunya kemampuan yang baik dalam menahan air.

Kelas/Tekstur TanahPermeabilitasKepadatanKelayakan

ClayKedap AirCukupSangat Baik

Sandy ClayKedap AirBaikBaik

LoamSemi Kedap AirSedangSedang

SiltSemi Kedap AirJelekJelek

PeatyKedap AirSangat JelekBuruk

Tabel. Hubungan Antara Tekstur Tanah / Klas Dengan Kelayakannya Sebagai Lahan TambakSumber: Afrianto, et. al,1991 Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa tekstur tanah/ kelas tanah clay sangat baik untuk dijadikan sebagai lahan tambak karena permeabilitas tanah yang kedap air dan kepadatan tanah cukup. Sedangkan tekstur tanah/kelas tanah silt dan peaty dengan permiabilitas tanah semi kedap air serta kepadatan yang sangat jelek tidak layak untuk dijadikan lahan tambak. Namun untuk kondisi struktur tanah di lapang tidak dapat diketahui karena pengambilan sampel tanah dengan menggunakan bor merusak struktur asli dari tanah yang ada di lapang. KONSISTENSI TANAHUntuk konsistensi tanah di lapang, data yang didapat hanya berupa konsistensi basah yang sama pada kedua titiknya yaitu Lekat dan Sangat Plastis. Hal ini berhubungan dengan tekstur tanah yang ada yaitu Liat. Konsistensi tanah yang ada dilapang juga erat kaitannya dengan pemanfaatan lahan sebagai lahan budidaya ikan bandeng. Untuk budidaya ikan bandeng dibutuhkan kolam dengan kedalaman air yang cukup dalam yaitu sekitar 1 meter. Air yang ada dikolam dapat dipertahankan apabila tanah dasar dan pematang dapat menahan air atau tidak porous. Tanah dengan plaisitas cukup tinggi dan tidak porous. Tanah dengan plastisitas tinggi biasanya tidak mudah putus bila di bentuk memanjang seperti pensil, tetapi mudah pecah bila dibentuk lempengan dan di pijat dengan jari. Tanah dengan plastisitas cukup tinggi juga tidak terlampau menciut kalau kering dan tidak terlampau lengket kalau basah.

PERBEDAAN DI MASING-MASING TITIK DALAM SATU PROJECTPada pengamatan yang dilakukan berdasarkan hasil pengeboran tidak didapati perbedaan yang berarti, baik dari warna, tekstur serta konsistensi tanah yang adaa pada kedua titik pengeboran tersebut. Perbedaan yang ada hanyalah kedalaman pengeboran yaitu 50 cm dan 100 cm. Tidak ditemukannya perbedaan pada kedua titik tersebut dikarenakan karena titik pengeboran yang letaknya sangat berdekatan yaitu 3 meter dengan kondisi titik pengamatan yang berada pada satu kolam tambak aktif yang sama.KLASIFIKASI TANAH DI PROJECT Penciri Utama TanahNo.KategoriPenciri UtamaKlasifikasi

1.Rejim Lengas TanahKelembaban tanah kering selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun normalUstik

2.Rejim Suhu TanahSuhu tanah tahunan rata-rata adalah 220 C atau lebih tinggi, dimana perbedaan antara suhu tanah musim panas rata-rata dan musim dingi rata-rata adalah kurang dari 60 CIsohipertermik

3.Epipedon

4.Endopedon

5.OrdoTidak terdapat bahan sulfidik di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral. Tanah tersebut dalam proses perkembangan. Inceptisol

6.Sub OrdoInceptisol yang memiliki kondisi akuik selama sebagian waktu pada tahun-tahun normal.Aquepts

7.Great GroupAquepts yang lainEndoaquepts

8.Sub GroupEndoaquepts yang lainTypic Endoaquepts

Perbedaan Klasifikasi Tanah di Setiap Sheet ProjectTidak terdapat perbedaan pada klasifikasi tanah di kedua titik tersebut. Hal ini dikarenakan jarak antar titik berdekatan. Karakteristik dan morfologi kedua tanah tersebut sama. Karena data dari pengamatan di lapang kurang, maka sulit untuk mengklasifikasikan horizon penciri. Pada lokasi juga tidak memungkinkan untuk pembuatan profil tanah dan minipit, sehingga dilakukan pengeboran tanah dengan bor gambut.

HASIL DAN ANALISIS PROJECT

Pembuatan peta banjir rob menggunakan data elevasi dan data tinggi maksimal air pasang laut. Pengaplikasian model elevasi menjadi data spasial adalah dengan mengguakan DEM (Digital Elevasion Model). Selanjutnya dilakukan pengolahan data pasang surut. Tujuan pengolahan data pasut adalah untuk menentukan peramalan nilai rerata muka laut (MSL/Mean Sea Level) yang hasilnya dijadikan parameter untuk peramalan nilai pasang tertinggi (HHWL/Highest High Water Level). Setelah diketahui niali dari HHWL maka dapat dibentuk suatu permodelan untuk menduga potensi banjir rob di daerah Manyar dengan asumsi apabila elevasi lebih rendah dari HHWL maka daerah tersebut perpotensi terjadi banjir rob.Data yang digunakan untuk pembuatan peta potensi banjir yaitu dari data sekunder berupa DEM dan nilai HHWL. Data spasial berupa DEM di dapat dari Aster Global DEM tahun akuisisi 2011 yang di dapat dari web USGS. Data DEM yang tersedia hanya DEM tahun akuisisi 2011, sehingga penulis menggunakan data tersebut. Data yang kedua adalah data nilai HHWL. Data HHWL seharusnya di dapat dari pengamatan penuh selama 1 bulan untuk mengetahui data pasang surut dan kemudian dilakukan pengolahan dengan metode admiralty sehingga di dapat nilai HHWL. Namun karena waktu pengamatan yang tidak memungkinkan, maka kami menggunakan data sekunder dari sebuah penelitian di Gresik tentang data pasang surut. Dari perhitungan data tersebut didapatkan nilai HHWL sebesar 182cm. Setelah didapatkan kedua data tersebut, maka pengolahan data spasial dilakukan dengan menggunkan software ArcMap 9.3. Pengolahan data dilakukan dengan memasukkan data DEM dan kemudian dilakukan perhitungan raster dengan menggunakan raster kalkulator dengan rumus [DEM]-1.8 . Hasil dari raster calculator adalah terdapat 2 jenis raster, yang satu adalah daerah yang berpotensi banjir dan daerah yang tidak berpotensi banjir. Setelah diketahui hasil tersebut, dilakukan pelabelan attribute data tersebut..PEMBAHASAN PROJECT

Berdasarkan peta potensi banjir di atas, hanya terdapat sebagian kecil wilayah yang berpotensi tergenang banjir rob apabila air laut pasang dating. Berdasarkan peta administrasi, desa yang berpotensi tergenang banjir rob adalah Desa Banyuwangi, Desa Bedanten, Desa Manyarejo, Desa Manyarsidomukti, Desa Manyarsidorukun, Desa Randuboto, Desa Sukomulyo, Desa Sungonlegowo dan Desa Tanjungwidoro. Desa-desa yang terkena potensi genangan banjir rob tersebut pada umumnya berada pada daerah pesisir laut yang mendapatkan dampak langsung dari air pasang laut yang memuncak. Luas total dari daerah yang berpotensi tergenang banjir rob adalah 279.4 ha dari seluruh total luas desa yang berpotensi tersebut yaitu sekitar 5353.2 ha.

DesaLuas (ha)Luas Potensi Banjir (ha)Persentase (%)

Desa Banyuwangi43020,47

Desa Bedanten132850,38

Desa Manyarejo984626,30

Desa Manyarsidomukti702152,14

Desa Manyarsidorukun8419010,70

Desa Randuboto160127,50

Desa Sukomulyo1001010

Desa Sungonlegowo62640,64

Desa Tanjungwidoro2817928,11

PENUTUPDari project yang telah dilakukan mengenai potensi banjir di wilayah Manyar yang mencakup tiga aspek, yaitu TTU, ANLAN dan SISDAL, didapatkan hasil bahwa jenis tanah di wilayah titik pengamatan, yaitu Typic Endoaquepts. Selanjutnya mengenai landform pada wilayah pengamatan termasuk dalam subgroup landform marine yaitu dataran pasang surut. Dilihat dari bentuk lahan pada daerah tersebut, maka dapat diduga bahwa wilayah project berpotensi mengalami banjir rob yang disebabkan oleh pasang surut air laut. Untuk mengetahui potensi banjir di wilayah project, dilakukan suatu permodelan spasial dengan menggunakan metode Admiralty, dimana dalam metode ini, dibutuhkan data ketinggian tempat pengamatan serta data HHWL yaitu tinggi muka air laut pasang.. Data data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan sistem informasi geospasial, sehingga diperoleh sebaran wilayah yang berpotensi mengalami banjir rob di wilaya project Manyar. Banjir rob terjadi apabila tinggi muka air laut melebihi tinggi permukaan daratan Adapun wilayah yang berpotensi mengalami banjir rob yaitu Desa Banyuwangi, Desa Bedanten, Desa Manyarrejo, Desa Manyar Sidomukti, Desa Manyar Sidorukun, Desa Landuboto, Desa Sukomulyo, Desa Sungonlegowo, serta Desa Tanjung Widoro. Desa-desa tersebut termasuk dalam wilayah Kecamatan Manyar, Kecamatan Sedayu, dan Kecamatan Bungah yang terletak di daerah pesisir dan berbatasan langsung dengan laut Jawa. Total luasan daerah yang berpotensi tergenang banjir rob yaitu seluas 279,4 ha.

DAFTAR PUSTAKABakti, L.M,. 2010. Kajian Sebaran Potensi Rob Kota Semarang dan Usulan Penanganannya. Tesis. Program Studi Magister Teknik Sipil. Pascasarjana UNDIP. SemarangFrits. I. 2010. Analisis Perilaku Pasang Surut Air Laut untuk Prediksi Rob Daerah Semarang. Skripsi. Program Studi Teknik Geodesi. UNDIP. SemarangKarmini dkk,2006.Karakteristik Dan Pengelolaan Lahan Rawa.Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian : BogorMartinelli, L., B. Zanuttigh, dan Corbau,C., 2010. Assessment of Coastal Flooding Hazard along the Emilia Romagna Littoral. IT: Coastal Engineering, v. 57, p 10421058.Nicholls, R.J., 2002. Analysis of Global Impacts of Sea-Level Rise: A Case Study of Flooding: Physics and Chemistry of the Earth. v. 27, p 14551466. Nicholls, R.J., Tol, R.S.J., dan Hall, J.W., 2007, Assessing Impacts and Responses to Global-Mean Sea-Level Rise. In: Schlesinger, M.E., Kheshgi, H.S., Smith, J., de la Chesnaye, F.C., Reilly, J.M., Wilson, T., Kolstad, C. (Eds.), Human-induced climate change. Cambridge University Press, p 119134.Nugroho, S.H,. 2012. Mitigasi Dampak Kenaikan Muka Laut di Pantai Alam Indah Kota Tegal Jawa Tengah Melalui Pendekatan Geomorfologi. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, V. 3 (1), p 31- 40.Pruszak, Z., dan Zawadzka, E. 2008. Potential Implications of Sea-Level Rise for Poland .Journal of Coastal Research, v. 24 (2), p 410422.Suryanti, E.D., dan M. A. Marfai. 2008. Adaptasi Masyarakat Kawasan Pesisir Semarang Terhadap Bahaya Banjir Pasang Air Laut (Rob). Jurnal Kebencanaan Indonesia,1(5), 335-346Sutanta, H., Rahman, A., Sumaryo, & Diyono. 2005.Predicting Land Use Affected by Land Subsidence in Semarang Based on Topographic Map of Scale 1:5.000 and Leveling Data. GIS Development (online). http://www.gisdevelopment.net/application/natural_hazards /overview/ ma05118. htm diakses 20 Mei 2015Taufik, Hafiz A., et al. 2015. Studi Pasang Surut Untuk Perubahan Luas Genangan Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Perairan Banyuurip, Kabupaten Gresik. Jurnal Oseanografi. Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 171 178Wibowo, D.A. 2007, Analisis Spasial Daerah Rawan Genangan Akibat Kenaikan Pasang Surut (Rob) di Kota Semarang. Skripsi (tidak dipublikasikan), Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang.

LAMPIRAN

Dokumentasi

45