case tetanus print

35
Laporan Kasus TETANUS Oleh: Galuh Maharani Sukma 030.06.099 Pembimbing : Dr. Charles Antoni Silalahi Sp.A Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti i

Upload: galuh-maharani-sukma-bale

Post on 28-Apr-2015

71 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case Tetanus Print

Laporan Kasus

TETANUS

Oleh:

Galuh Maharani Sukma

030.06.099

Pembimbing :

Dr. Charles Antoni Silalahi Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi

Periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta

2012

i

Page 2: Case Tetanus Print

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat ,

Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 12 November 2012 – 19 Januari 2013 dengan judul “Tetanus” yang disusun oleh :

Nama : Galuh Maharani SukmaNIM : 030.06.099Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :

Pembimbing :

Dr. Charles Antoni Silalahi, Sp.A

Menyetujui ,

( Dr. Charles A. Silalahi, Sp.A )

Page 3: Case Tetanus Print

IDENTITAS PASIEN

Nama pasien : An.I

Tanggal Lahir : Bekasi, 8-9-2006

Umur : 6 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Suku : Sunda

Alamat : Duren Raya, Bekasi Timur

ORANG TUA / WALI

Ayah

Nama : Tn.K

Tanggal lahir : 19 April 1980

Suku bangsa : Sunda

Alamat : Duren Raya, Bekasi Timur

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Buruh

Penghasilan : Rp.800.000

Ibu

Nama : Ny. N

Tanggal lahir : 24 Februari 1981

Suku bangsa : Sunda

Alamat : Duren Raya, Bekasi Timur

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Penghasilan : -

Hubungan dengan orang tua : anak kandung

ANAMNESIS

Page 4: Case Tetanus Print

ALLOANAMNESIS pada tanggal 20 November 2012 Pukul 11:00 WIB

Keluhan utama : Kejang 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit

Keluhan tambahan : Badan kaku, mulut tidak bisa dibuka, gigi sakit.

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke IGD RSUD Kota Bekasi dengan keluhan kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang

terjadi 1 kali selama ± 5 menit. Saat kejang seluruh tubuh pasien tampak kaku dengan tangan

tertekuk. Mulut terkatup dan kedua mata terbuka dan tetap melihat kedepan. Raut wajah

pasien seperti meringis kesakitan. Kesadaran pasien tidak berkurang saat kejang.

Pagi harinya (5 jam SMRS) pasien mengeluhkan gigi dan lehernya terasa sakit. Oleh orangtua

pasien hanya diberi larutan penyegar saja karena dikira hanya panas dalam biasa.

Semakin lama leher pasien terasa semakin sakit sampai tidak bisa digerakkan. Suara pasien

juga menghilang dan mulut tidak bisa dibuka.

Tidak ada riwayat tertusuk paku atau benda tajam yang menyebabkan luka di kulit pasien.

Keluhan demam, mual, muntah, gangguan BAB dan BAK disangkal oleh orangtua pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami keluhan seperti ini.

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN

KEHAMILAN

Perawatan antenatal : Ibu pasien rajin memeriksakan kandungan ke puskesmas. Imunisasi

TT 1 dan 2 (+)

Penyakit kehamilan : hipertensi / DM / TORCH / lain-lain tidak ada

KELAHIRAN

Tempat lahir : Puskesmas

Penolong persalinan : Bidan

Cara persalinan : Spontan pervaginam

Masa gestasi : Cukup bulan (38 minggu)

Keadaan bayi

Berat badan lahir : 3100 gr

Page 5: Case Tetanus Print

Panjang badan : 47 cm

Lingkar kepala : Ibu pasien tidak tahu

Langsung / tidak langsung menangis : Langsung menangis

RIWAYAT TUMBUH KEMBANG

Gigi pertama : 6 bulan

Psikomotor

o Tengkurap : 7 bulan Berjalan :12 bulan

o Duduk : 8 bulan Berbicara : 13 bulan

o Berdiri : 12 bulan Membaca/menulis : 4 tahun

RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin DASAR ( UMUR ) ULANGAN ( UMUR )

BCG √

DPT/DT - - - -

POLIO √ - - -

CAMPAK - -

HEPATITIS B - - -

Kesan : Imunisasi Dasar Tidak Lengkap

RIWAYAT MAKANAN

UMUR / BULAN/

TAHUN

ASI / PASI BUAH / BISKUIT BUBUR SUSU NASI TIM

0 - 2 4 x / hari

2 - 4 4 x / hari

4 - 6 4 x / hari 1x/ hari

6 - 8 2x / hari 2x / hari

8 - 10 1x / hari 3x / hari

10 - 12 2x / hari 3x / hari

Umur lebih dari 1 tahun

Jenis makanan Frekuensi dan jumlah

Nasi / pengganti 3x / hari

Sayur 2x / hari

Daging 1x / minggu

Page 6: Case Tetanus Print

Telur 3x / minggu

Ikan 1x / 3 hari

Tahu 4x / 2 hari

Tempe 3x / 2 hari

Susu ( merk / takaran ) -

Kesan : Kualitas dan kuantitas tidak cukup

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DI DERITA

RIWAYAT KELUARGA

Corak reproduksi

No Tanggal lahir Jenis

kelamin

Hidup Lahir

mati

Abortus Mati

( sebab )

keterangan

1 08-09-2006 Laki-laki √ Pasien

DATA KELUARGA

Keterangan Ayah Ibu

Perkawinan ke 1 1

Umur saat menikah 27 26

Konsangunitas - -

Keadaan kesehatan Baik Baik

Data Perumahan

Kepemilikan Rumah : Pribadi

PENYAKIT UMUR

Morbili -

Parotitis -

DHF -

Demam tifoid -

Cacingan -

Alergi -

Kecelakaan -

Operasi -

Lain-lain -

PENYAKIT UMUR

Diare -

Otitis -

Radang paru -

Tuberkulosis -

Kejang -

Ginjal -

Jantung -

Darah -

Difteri -

Page 7: Case Tetanus Print

Keadaan rumah :

Dinding terbuat dari : Batu bata dan Semen

Lantai : Keramik

Atap terbuat dari : Genteng bata

Ventilasi : Cukup

Jarak septic tank ke sumber air bersih : 10 m

Keadaan lingkungan : Berupa kompleks perumahan : ya, padat

Tempat pembuangan sampah : ada

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

HR : 160 x / menit (reguler, kuat angkat)

RR : 34 x / menit

Suhu : 37,3 0 C

Data Antopometri

Berat badan : 10 kg

Tinggi badan : 96 cm

PEMERIKSAAN SISTEM

Kepala

Bentuk : Normocepali

Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Wajah : Rhisus sardonicus

Mata : Oedem palpebra -/-, C hiperemis -/-, lakrimasi -/-,SI -/-,

RCL/RCTL +/+, fotofobia

Telinga : Lapang, serumen -/-, membran timpani intak

Hidung : Septum deviasi -, edema choncae -, mukosa choncha

hiperemis -, sekret -/-, pernafasan cuping hidung (-)

Mulut

o Bibir : mukosa lembab, sianosis (-)

o Mukosa pipi : sulit dinilai

o Gigi – geligi : caries dentis (+)

o Lidah : sulit dinilai

o Tonsil : sulit dinilai

Page 8: Case Tetanus Print

o Faring : sulit dinilai

Leher : Kaku kuduk (+), KGB tidak teraba membesar

Thoraks

Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, Retraksi (-), opistotonus (+)

Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan sulit dinilai

Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor

Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler, Ronki -/- , Wheezing -/-

Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Otot perut tampak bersegi dan menonjol

Auskultasi : Bising usus (+) 4x/menit

Palpasi : Kaku seperti papan, hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

turgor cukup

Perkusi : Timpani

Anus dan rektum : Tidak dilakukan

Genetalia : Tidak ada kelainan

Anggota gerak : Deformitas (-), akral hangat, capillary refill < 2detik,

spasme (+), hipertoni

Kulit : turgor baik, warna kulit kecoklatan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Lab darah tanggal 20 November 2012

Page 9: Case Tetanus Print

RESUME

OS, Anak laki-laki berusia 6 tahun datang diantar orangtuanya ke IGD RSUD Kota Bekasi

dengan keluhan kejang sejak 1 jam SMRS. Kejang berlangsung 1 kali selama ± 5 menit. Saat

kejang seluruh tubuh os tampak kaku dengan tangan tertekuk. Mulut terkatup dan kedua mata

terbuka dan tetap melihat kedepan. Raut wajah os seperti meringis kesakitan. Pagi harinya os

mengeluhkan gigi dan lehernya sakit, lama kelamaan suara os menghilang dan mulus os tidak

bisa dibuka. Riwayat imunisasi dasar terutama DPT tidak lengkap

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit berat, Nadi =

160x/menit, RR= 34X/menit, Suhu = 37C, rhisus sardonicus, fotofobia, kaku kuduk (+),

opistotonus, dinding perut kaku seperti papan, ekstremitas spasme dan hipertoni.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb = 10.9 g/dl, Ht = 32.6%, trombosit = 443 ribu/ul,

SGOT = 44 u/l, GDS = 180 mg/dl

DIAGNOSA KERJA

Tetanus grade III

DIAGNOSA BANDING

o Meningitis bakterial

o Poliomielitis

o Rabies

o Tetani

PENATALAKSANAAN

Rawat inap

O2 2 liter/menit

Page 10: Case Tetanus Print

IVFD KAEN 3B 10tpm

Diazepam 2 ampul

ATS 20.000 IU

TT 0,5 cc

Penisilin Prokain 1x500.000 (10 hari)

Metronidazole 2x150 mg (drip)

Ranitidin 2x1 cc

Pasang NGT (Diet cair 75 -100 cc/3 jam)

Konsul Dokter gigi

Konsul Gizi jika trismus teratasi

PROGNOSIS

o Ad vitam : dubia ad bonam

o Ad sanasionum : dubia ad bonam

o Ad fungsionum : dubia ad bonam

Page 11: Case Tetanus Print

TINJAUAN PUSTAKA

TETANUS

Sinonim : lockjaw, trismus, opistotonus

PENDAHULUAN

Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat

yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit

ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi

gigi, infeksi telinga, bekas suntikan, pemotongan tali pusat.

Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain

tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Di

negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus

masih cukup tinggi. Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan.

Akhir – akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia,

maka angka kesakitan dan angka kematian telah menurun secara drastis.

SEJARAH

Carle dan Rattone, pertama kali menghasilkan tetanus pada binatang dengan menyuntikkan

pus dari seorang yang terkena tetanus pada tahun 1884. Dalam tahun yang sama Nicolaier

menghasilkan tetanus pada binatang dengan menyuntikkan sampel dari tanah. Kitasato (1889)

pertama kali mengisolasikan Clostridium tetani dari seorang penderita tetanus dan 1 tahun

kemudian bersama dengan Von Behring melaporkan adanya toksin spesifik pada serum

hewan yang telah disuntikkan dengan toksin tetanus. Pada tahun 1962 mulai dikembangkan

toksoid yang dapat merangsang pembentukan imunitas. Penyakit tetanus merupakan salah

satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistim saraf dan otot dan bila dibiarkan

dapat membawa kematian bagi penderita tersebut. Kemajuan dalam bidang kedokteran

dengan ditemukannya pencegahan dan pengobatan pada penyakit tetanus menurunkan tingkat

kematian terutama pada negara yang maju.

AGEN ETIOLOGI

Clostridium tetani adalah obligat anaerob pembentuk spora, gram-positif, bergerak, yang

tempat tinggal (habitat) alamiahnya di seluruh dunia yaitu di tanah, debu dan saluran

pencernaan berbagai binatang. Pada ujungnya ia membentuk spora, sehingga secara

mikroskopis tampak sebagai pukulan genderang atau raket tennis.

Page 12: Case Tetanus Print

Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak dalam autoklaf, tetapi

sel vegetatif terbunuh oleh antibiotic, panas dan desinfektan baku.(2)

Kuman tetanus tidak invasive, tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu

tetanospasmin dan tetanolisin.

Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air,

labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni

dan kering. Tetanospamin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan

dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas),

spasme otot dan kejang-kejang.

Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.

EPIDEMIOLOGI

Tetanus terjadi di seluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang

berkembang, tetapi insidensinya sangat bervariasi. Hal ini disebabkan di negara yang sedang

berkembang, termasuk Indonesia, tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi

kontaminasi, perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan

pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.

Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum, membunuh sekurang-kurangnya 500.000

bayi setiap tahun karena Ibu tidak terimunisasi; lebih dari 70% kematian ini terjadi pada

sekitar 10 negara Asia dan Afrika tropis. Lagipula, diperkirakan 15.000 – 30.000 wanita yang

tidak terimunisasi di seluruh dunia meninggal setiap tahun karena tetanus Ibu yang

merupakan akibat dari infeksi dengan C.tetani luka pascapartus, pascaarbotus, atau

pascabedah.

Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika Serikat pada tahun 1915

dilaporkan bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur 1-5 tahun, sesuai dengan yang

dilaporkan di Manado (1987) dan Surabaya (1987) ternyata insidensi tertinggi pada anak di

atas umur 5 tahun.

Perkiraan angka kejadian umur rata-rata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok

umur, peningkatan 7x lipat pada kelompok umur 5-19 tahun dan 20-29 tahun, sedangkan

peningkatan 9x lipat pada kelompok umur 30-39 tahun dan umur lebih 60 tahun.

Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka kejadian penyakit ini lebih banyak dijumpai

pada anak laki-laki; dengan perbandingan 3:1.

ETIOLOGI

Clostridium berarti kelosan benang yang kecil. Clostridium tetani membentuk spora, anaerob

obligat, gram positif, dan motil. Sporanya berbentuk seperti drumstik. Spora ini dapat hidup

dengan oksigen, perubahan temperatur, antiseptik, bahan kimia seperti fenol dan autoclaf

dengan 121˚c selama 15 menit. Terdapat banyak di alam, tanah, feses kuda, binatang dan juga

Page 13: Case Tetanus Print

ditemukan pada usus manusia. Clostridium tetani menghasilkan toksin yang mengandung

protein yang bersifat termolabil (650 – 5 menit menjadi inaktif) dengan berat molekul 70.000

dan dapat dicerna oleh enzim proteolitik lambung. Toksin ini dapat menyerang susunan saraf

pusat, termasuk sistim saraf perifer pada motor end plate, dan sistim saraf simpatis.

Cloatridium tetani menghasilkan eksotoksin yang dihasilkan dari plasmid yaitu tetanolisin

dan tetanospasmin. Tetanolisin dapat menyebabkan hemolisis sel darah dan menghancurkan

sistem limfe sedangkan tetanospasmin dapat menyebabkan kejang dan kekakuan pada otot.

Tetanospasmin mempunyai struktur yang sama dengan toksin botulinum tetapi mempunyai

efek yang berbeda. Tetanospasmin adalah metal proteinase yang bebas Fe, yang mempunyai

protein bermolekul besar ( High chain ) dan protein bermolekul kecil ( light chain ).

Tetanospasmin masuk melalui ujung akson dan menyebar pada seluruh badan akson, lalu

akan menyebar ke sistem saraf pusat. Tetanospasmin bekerja memblok pelepasan

neurotransmiter yang bekerja sebagai inhibitor sehingga menghambat kerja inhibitor sistim

saraf motorik. Hal ini menyebabkan sistim saraf motorik akan terus terangsang sehingga

dapat menimbulkan spasme otot.

Clostridium tetani tidak bersifat invasif. Kumannya tetap di dalam luka dan akan bertumbuh

apabila keadaannya memungkinkan yaitu keadaan anaerob yang biasanya terjadi karena

adanya:

a. Jaringan nekrotik

b. Garam kalsium

c. Kuman piogenik lainnya maka spora akan jadi bentuk vegetatif dan eksotoksin yang

dibentuk

Pada SSP, toksinnya akan mengikat diri pada ganglion batak otak dan sumsum tulang

belakang. Toksin bekerja secara blokade dengan dikeluarkannya mediator penghambat

inhibitor sinapsis neuron motorik.

PATOFISIOLOGI

Page 14: Case Tetanus Print

Perjalanan penyakit tetanus diawali Clostridium tetani menghasilkan toksin yang

mengandung polipeptida. Polipeptida ini mempunyai berat molekul sebesar 150 000 Da, yang

terdiri dari rantai molekul besar ( 100 000 Da ) dan rantai molekul kecil ( 50 000 Da ).

Rantai molekul besar ( H chain ) mencapai ganglion ( ganglion adalah reseptor kolinergik )

pada sistim saraf perifer dan memasukkan toksinnya di tempat tersebut, lalu akan ke sistim

saraf pusat melalui transpor akson secara retrograd dan penyebaran melalui sinapsi.

Sedangkan L chain menyebabkan aktivitas proteolisis pada sel saraf.

Toksin akan menghasilkan tetanolisin dan tetanospasmin. Tetanolisin akan masuk ke

pembuluh darah dan pembuluh limfe, yang sifatnya hemolisis, merusak sistem limfe dan sel

saraf. Tetanospasmin sifatnya merusak membran sel saraf , sehingga mencegah pelepasan

inhibitor pada presinaps. Toksin ini mencegah pengeluaran transmiter dengan cara

menghancurkan synaptobrevin (suatu membran protein yang membentuk vesikel yang berisi

neurotransmiter yang terdapat di interstitiel). Tetanospasmin rantai molekul kecil ( L chain )

akan mengeluarkan metal protease zinc yang akan menghancurkan synaptobrevin sehingga

akan menghambat pengeluaran neurotransmiter yang dihasilkan oleh synaptobrevin. Toksin

ini juga menghambat neurotransmiter berupa pelepasan transmiter glisin dan GABA (Gamma

Amino Butiric Acid) yang fungsinya sebagai kontraksi otot, hal ini menyebabkan kerja otot

volunter terganggu sehingga timbul spasme otot. Saraf motor α yang pertama kali dihambat

kemudian saraf motor yang lainnya, kemudian akan mempengaruhi sistem saraf simpatis

preganglion, sistem saraf parasimpatis, medulaoblongata dan hipotalamus.

Pada sistim eferen dari saraf motorik di medula spinalis dan batang otak yang

mengalami gangguan proses inhibisi yang tidak terkontrol menyebabkan rangsangan

terjadinya kekakuan dan spasme otot dan disertai dengan kejang. Hal ini disebabkan refleks

inhibisi yang disebabkan oleh neurotransmiter sebagai antagonis pada otot telah hilang dan

yang ada hanya rangsangan kontraksi otot yang disebabkan agonis dan antagonis sehingga

akan menyebabkan spasme. Gangguan inhibisi pada otonom akan menyebabkan gangguan

pada sistim saraf otonom dengan aktivitas simpatis . Toksin juga mencapai medula spinalis,

batang otak, sistim saraf perifer, neuromuscular junction dan langsung juga pada otot.. Toksin

tetanus yang mencapai medula spinalis akan menghambat kerja otot yang volunter. Spasme

otot menyebabkan kesakitan dan dapat terjadi faktur dan ruptur tendo. Otot rahang, wajah dan

kepala adalah yang pertamakali terlihat karena jalur akson yang pendek kemudian akan

diikuti dada dan panggul, tetapi otot perifer di tangan dan kaki hanya terlihat sedikit.

Page 15: Case Tetanus Print

Pengikatan toksin pada sel saraf bersifat ireversibel. Perbaikan akan diharapkan terbentuk sel

saraf yang baru.

GEJALA KLINIS

Page 16: Case Tetanus Print

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 5 - 14 hari tetapi kadang-kadang sampai beberapa

minggu pada infeksi ringan. Namun dapat singkat hanya 1-2 hari, dan dapat lebih dari 1

bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya. Terdapat hubungan antara

jarak tempat invasi Cl.tetani dengan susunan saraf pusat dan interval antara luka dan

permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin panjang.

Secara klinis tetanus ada 3 macam :

1. Tetanus umum

2. Tetanus lokal

3. Tetanus cephalic

Table 1  Clostridial neurotoxins and their target proteins

Toxin Target

Tetanus toxin VAMP (synaptobrevin)Botulinum toxin A SNAP-25

B VAMP (synaptobrevin)C SNAP-25, syntaxinD VAMP (synaptobrevin)E SNAP-25F VAMP (synaptobrevin)G VAMP (synaptobrevin)

Page 17: Case Tetanus Print

Tetanus Umum

Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya

bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka

tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis.

Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat

menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus)

dan leher (kaku kuduk). Trismus yang merupakan spasme muskulus masseter atau ’’rahang

terkunci“ merupakan gejala yang ada pada sekitar 50% kasus.

Selain itu, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka menyerupai

muka meringis kesakitan yang disebut senyuman sengit (rhisus sardonicus), yakni alis

tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, dan bibir tertekan kuat pada gigi.

Bila paralisis meluas ke otot-otot perut, punggung, pinggang dan paha, penderita

dapat berpostur lengkung, opistotonus, dimana hanya punggung kepala dan tumit yang

menyentuh dasar (tanah). Spasme otot-otot laring dan pernafasan dapat menyebabkan

obstruksi saluran pernafasan, gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Dysuria dan retensi

urine sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih.

Karena toksin tetanus tidak mengenai saraf sensoris atau fungsi korteks, sayangnya

penderita tetap sadar, dalam nyeri yang sangat, dan dalam harapan ketakutan kejang tetani

berikutnya. Kejang-kejang ditandai dengan kontraksi otot tonik berat, mendadak, dengan tinju

menggenggam, lengan fleksi dan adduksi serta hiperekstensi kaki. Gangguan paling kecil

pada pandangan, suara, dan sentuhan dapat memicu spasme tetani.

Demam, kadang-kadang setinggi 400 C, adalah lazim karena banyak energi metabolic

dihabiskan oleh otot-otot spastic. Pengaruh autonom yang utama adalah takikardi, aritmia,

hipertensi labil, diaforesis, dan vasokonstriksi kulit. Paralisis tetanus biasanya menjadi lebih

berat pada minggu pertama sesudah mulai, stabil pada minggu kedua dan sedikit demi sedikit

menjadi lebih baik selama masa 1-4 minggu.

Tetanus neonatorum, bentuk infantile tetanus umum, khas nampak dalam 3-12 hari

kelahiran sebagai makin sukar dalam pemberian makanan (yaitu, mengisap dan menelan),

dengan disertai lapar dan menangis. Tubuhnya demam, daerah pusat tampak kotor dan

meradang, memerah dan membengkak akibat infeksi.

Jika menemukan gejala ini, segera cari pertolongan ke rumah sakit atau dokter terdekat.

Carilah atau periksalah seluruh tubuh penderita, luka atau borok yang meradang. Bukalah

luka tersebut dan cucilah dengan sabun serta air matang dan keluarkan seluruh kotoran dari

luka tersebut.

Menurut beratnya gejala, tetanus dapat dibedakan 3 stadium:

1. Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang

2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang

Page 18: Case Tetanus Print

3. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:

Grade I : ringan

- Masa inkubasi lebih dari 14 hari

- Period of onset > 6 hari

- Trismus positif tetapi tidak berat

- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada

Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme di sekitar luka dan kekakuan umum

terjadi beberapa jam atau hari

Grade II : sedang

- Masa inkubasi 10 – 14 hari

- Periode of onset 3 hari atau kurang

- Trismus ada dan disfagia ada

Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada

Grade III : berat

- Masa inkubasi < 10 hari

- Period of onset 3 hari atau kurang

- Trismus berat

- Disfagia berat

Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan

takikardia

Tetanus Lokal

Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis

tidak khas

Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakutan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat luka.

Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang-kadang bentuk ini

dapat berkembang menjadi tetanus umum

Bentuk cephalic

Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah

mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilectomi.

Gejala berupa disfungsi saraf kranial antara lain N III, IV, VII, IX, X, XI dapat berupa

gangguan sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan

berbulan-bulan.

Page 19: Case Tetanus Print

Tetanus caphalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya

prognosa bentuk caphalic jelek

Grade Clinical features

I Mild-moderate trismus; general spasticity; no spasms; no respiratory embarrassment; little or no dysphagia

II Moderate trismus; well marked rigidity; mild-moderate but short spasms; moderate respiratory embarrassment with RR >30/min; mild dysphagia

III Severe trismus; generalised spasticity; reflex prolonged spasms; RR >40/min; severe dysphagia; HR >120/min

IV Grade III and severe autonomic disturbances affecting cardiovascular system (for example, severe hypertension and tachycardia alternating with relative hypotension and bradycardia,

either of which may be persistent)

DIAGNOSIS

Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :

- Riwayat adanya luka sesuai dengan masa inkubasi

- Gejala klinis dan

- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi

Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah rutin

tidak ditemukan nilai-nilai yang spesifik, leukotis dapat normal atau dapat meningkat

Pemeriksaan mikrobiologi, bahan diambil dari luka berupa pus atau jaringan nekrotis

kemudian dibiakkan pada kultur agar darah atau kaldu daging. Tetapi pemeriksaan

mikrobiologi hanya pada 30% kasus ditemukan clostridium tetani.

Pemeriksaan cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun kadang-kadang didapatkan

tekanan meningkat akibat kontraksi otot.

Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal, dan pada pemeriksaan elektromiografi

hasilnya tidak spesifik

KOMPLIKASI

1. Pada Saluran Pernapasan

Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan saringnya kejang

menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukarnya menelan air

liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis

akibat obstruksi oleh sekret

Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya

trakoestomi

2. Pada kardiovaskuler

Page 20: Case Tetanus Print

Komplikasi berupa aktivitas yang meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi,

vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium

3. Pada tulang dan otot

Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot

Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terus menerus

terutama pada anak dan orang dewasa.

Beberapa peneliti melaporkan juga dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta

4. Komplikasi yang lain

- Laserasi lidah akibat kejang

- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja

- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan

mengganggu pusat pengatur suhu

Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu : Bronkopneuonia, cardiac

arrest, septikemia, pnneumotoraks

DIAGNOSA BANDING

- Hipokalemia

- Hipoglikemia

- Meningitis

- Meningoensefalitis

- Neonatal seizures

PROGNOSA

Dipengaruhi oleh beberapa faktor

1. Masa Inkubasi

Makin pnjang inkubasi biasanya penyakit makin ringan, sebaliknya makin pendek masa

inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi kurang dari 7 hari maka

tergolong berat

2. Umur

Usia merupakan salah satu faktor penting untuk menentukan prognosa. Prognosa buruk

dapat terjadi pada usia dini dan usia lanjut. Pada usia ini kebanyakan pasien bertahan hidup

selama 10 hari. Berdasarkan stastistik tingkat kematian pada tetanus Neonatorum dengan

tingkat keparahan sedang dan berat mempunyai tingkat kematian 60 %.

3. Period of onset

Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus sampai

terjadi kejangumum. Kurang dari 48 jam, prognosa elek

4. Panas

Page 21: Case Tetanus Print

Pada tetanus febris tidak selalu ada. Adanya hiperpireksia maka prognosanya jelek

5. Pengobatan

Pengobatan yang terlambat prognosa jelek

6. Ada tidaknya komplikasi

7. Frekuensi kejang

Semakin sering kejang semakin jelek prognosanya

PENGOBATAN

A. Pengobatan Umum

- Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan harus tenang

- Perawatan luka dengan Rivanol, betadin, H2O2

- Bila perlu diberikan oksigen dan kadang-kadang diperlukan tindakan trakeostomi

untuk menghindari obtruksi jalan napas

- Jika banyak sekresi pada mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka

dibersihkan dengan pengisap lendir

- Makanan dan minuman melalui sonde lambung, bahan makanan yang dicerna dan

cukup mengandung protein dan kalori.

B. Pengobatan Khusus

I. Anti Tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk

a. Toksin bebas dalam darah

b. Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf

Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah.

Sedangkan yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dintetralisir oleh

antitoksin

Sebelum pemberian antitoksin harus di lakukan

- Ansmnesa apakah ada riwayat alergi

- Tes kulit dan mata

- Harus selalu sedia adrenalin 1 : 1000

Ini di lakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat heterogen

sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis

Tes mata

Pada konjungtiva bagian bawah diteteskan 1 tetes larutan antitoksin tetanus 1 : 10

dalam larutan garam faali, sedang pada mata yang lain hanya ditetesi garam faali

Positif bila dalam 20 menit, tampak kemerahan dan bengkak pada konjungtiva

Tes kulit

Page 22: Case Tetanus Print

Suntikan 0,1 cc larutan 1 / 1000 antitoksin tetanus dalam larutan faali secara

intrakutan

Reaksi positif bila dalam 20 menit pada tempat suntikan terjadi kemerahan dan

indurasi lebih dari 10 mm

Bila tes mata dan kulit keduanya positif, maka antitoksin diberikan secara bergahap

(Besredka)

Dosis

Dosis ATS yang diberikan ada berbagai pendapat

Behrman (1987) dan Grossman (1987) menganjurkan dosis 50.000 – 100.000 u yang

diberikan setengah lewat intravena dan setengahnya intramuskuler. Pemberian lewat

intravena diberikan dengan cara melarutkannya dalam 100 – 200 cc glukosa 5% dan

diberikan selama 1 – 2 jam(6,7)

II. Antikonvulsan dan Sedatif

Obat-obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan

saraf terhadap rangsangan. Obat yang iedeal dalam penanganan tetanus ialah obat

yang dapat mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu

pernapasan, gerakan-gerakan volunter atau kesadaran

Obat-obat yang lazim digunakan ialah :

a. Diazepam

Golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Dosis yang dianjurkan untuk

anak dibawah umur 2 tahun adalah 8mg/kg bb per hari diberikan dalam dosis 2 –

3mg setiap 3 jam. Dosis alternatif adalah dosis inisial 0,1 – 0,2mg/kg, intravena

untuk meringankan spasme, diikuti infusi I.V 15 – 40 mg/kg/hari secara continu.

Setelah 5 - 7 hari dosis diturunkan 5 – 10mg/hari dan diteruskan dengan

pemberian oral. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan

dosis 0,5 mg/kg, bb/kali iv perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg.kali

dulangi setiap kali kejang.

Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral (sonde lambung) dengan dosis 0,5

mg/kg. Bb/kali sehari diberikan 6 kali.

b. Lorazepam

Memiliki half life lebih lama dibandingkan diazepam. Dosis total harian sebesar

200mg. Dapat diberikan I.V dan enteral, tetapi enteral lebih dianjurkan karena

pelarut lorazepam dan diazepam adalah propylene glycol yang dapat

menyebabkan intoksikasi (asidosis metabolik) pada pemberian berlebih.

c. Midazolam

Page 23: Case Tetanus Print

Short-acting bezodiazepin yang larut dalam air, tidak dilarutkan dalam propylene

glycol. Karena waktu paruh yang singkat maka harus diberikan dalam infus

secara kontinu dengan dosis inisial 0,1 – 0,3 mg/kg/hr. Semua golongan

benzodiazepin menginduksi tachyphylaxis dan memerlukan peningkatan dosis

seiring dengan waktu. Penggunan benzodiazepin ditapering off untuk

menghindari efek samping akibat penghentian obat tiba – tiba.

d. Baclofen

Diberikan secara intrathecal yang digunakan jika spasme dan rigiditas tidak dapat

diatasi dengan benzodiazepin. Pemberian tidak dianjurkan pada anak dibawah

umur 4 tahun.

III. Antibiotik

1. Penisilin Prokain

Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani

Dosis : 50.000-100.000 u/kg, bb/hari i.m selama 10-14 hari, atau 3 hari setelah

panas turun. Maksimal 12 juta U/hari.

Dosis optimal 600.000 u/hari

2. Tetrasiklin dan Eritromisin

Diberikan terutama bila penderita alergi terhadap penisilin

Tetrasiklin : 30 – 50 mg/kg, bb/hari dalam 4 dosis

Eritromsiin : 50 mg/kg, bb/hari dalam 4 dosis. Diberikan selama 10 hari

3. Metronidazole

Mengeradikasi organisme tetanus tetapi tidak seperti penisilin tidak bersifat

agonis terhadap tetanospasmin. Dosis 15 mg/kg untuk awal terapi, diikuti 30

mg/kg/hari dibagi dalam 6 jam. max 4 gr / hr.

IV. Oksigen : bila terjadi asfiksia dan sianosis

V. Trakeostomi

di lakukan pada penerita tetanus jika terjadi :

- Spasme berkepanjangan dari otot respirasi

- Tidak ada kesanggupan batuk atau menelan

- Obstruksi larings dan

- Koma

Page 24: Case Tetanus Print

VI. Hiperbarik

Diberikan oksigen murni pada tekanan 5 atmosfer

PENCEGAHAN

Kunci keberhasilan pada waktu pencegahan adalah pemberian imunisasi aktif dan pasif.

Pemberian imunisasi aktif berupa Tetanus Toksoid yang merupakan salah satu hasil yang

memuaskan dari segala imunisasi yang digunakan. Hal ini merupakan kombinasi Difteri

Toksoid dan vaksin Pertusis ( DPT ) untuk anak – anak < 7 tahun atau Difteri Toksoid yang

diberikan pada anak > 7 tahun dan dewasa. Pada bayi diberikan pada usia 6 bulan, 18 bulan,

dan pada waktu masuk sekolah ( usia 5 – 6 tahun ). Setelah itu dilakukan Booster pada waktu

usia dewasa yaitu tipe Difteri Toksoid yang diberikan setiap 10 tahun. Booster dari difteri

toksoid diperlukan jika terdapat luka pada orang yang mempuyai riwayat booster > 10 tahun

atau > 5 tahun dengan luka yang sangat kotor dan sirkulasi yang buruk pada daerah luka.