congestive heart failure.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
CHF ( Congestive Heart Failure ) merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system
kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus meningkat. Menurut data dari WHO dilaporkan
bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika menderita CHF. Menurut American Heart Association
( AHA ) tahun 2012 dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang menderita
gagal jantung .
Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF merupakan
alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit ( usia 65 – 75 tahun mencapai
persentase sekitar 75 % pasien yang dirawat dengan CHF ). Resiko kematian yang diakibatkan
oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang
didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi di negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia. Di
Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan
tampilan klinis yang lebih berat.
Prognosis dari gagal jantung tidak begitu baik bila penyebabnya tidak dapat diperbaiki.
Meskipun banyak kemajuan terbaru dalam pengelolaan CHF, prognosis CHF masih buruk. Studi
berbasis masyarakat menunjukkan bahwa 30-40% pasien meninggal dalam waktu 1 tahun dari
pertamakali pasien di diagnosis dan 60-70% meninggal dalam waktu 5 tahun. Meskipun sulit
untuk memprediksi prognosis seseorang, pasien dengan gejala saat istirahat Heart Association
New York (NYHA) kelas IV memiliki angka kematian 30-70% per tahun, sedangkan pasien
dengan gejala timbul pada saat aktivitas sedang (NYHA kelas II) memiliki angka kematian 5-
10% pertahun .Jadi, status fungsional merupakan prediktor penting untuk kelangsungan hidup
pasien
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI & FISIOLOGI
ANATOMI
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang memberi fasilitas proses pengangkutan
berbagai substansi dari dan ke sel-sel tubuh. Sistem ini terdiri dari organ penggerak yang disebut
jantung dan sistem saluran yang terdiri dari arteri yang mengalirkan darah dari jantung, dan vena
yang mengalirkan darah menuju jantung. Jantung manusia merupakan jantung berongga yang
memiliki 2 atrium dan 2 ventrikel. Jantung merupakan organ berotot yang mampu mendorong darah
ke berbagai bagian tubuh. Jantung dibungkus oleh suatu selaput yang disebut perikardium. Jantung
bertanggung jawab untuk mempertahankan aliran darah dengan bantuan sejumlah klep yang
melengkapinya. Otot jantung berkontraksi terus menerus tanpa mengalami kelelahan. Kontraksi
jantung manusia merupakan kontraksi miogenik, yaitu kontaksi yang diawali kekuatan rangsang dari
otot jantung itu sendiri dan bukan dari saraf. Terdapat beberapa bagian jantung (secara anatomis)
yaitu :3
a. Bentuk dan ukuran jantung
Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ
muskular, apex, basis cordis, atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Posisi jantung
terletak di antara kedua paru dan berada di tengah tengah dada, bertumpu pada diafragma thoracis
dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial jantung berada pada
tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal
jantung berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum.
Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral
sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea
medioclavicularis. Selaput yang membungkus jantung disebut perikardium dimana terdiri antara
lapisan fibrosa dan serosa. Dalam cavum pericardium ini berisi 50 cc cairan yang berfungsi sebagai
pelumas agar tidak ada gesekan antara perikardium dan epikardium. Epikardium adalah lapisan
2
paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah
lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endokardium. 3
Gambar 1. Anatomi Jantung
b. Ruang dalam jantung
Ada 4 ruangan dalam jantung yaitu 2 atrium dan 2 ventrikel. Kedua atrium dipisahkan oleh
sekat antar atrium (septum interatriorum), sementara kedua ventrikel dipisahkan oleh sekat antar
ventrikel (septum inter-ventrikulorum). Atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi jantung
berhubungan satu sama lain melalui suatu penghubung yang disebut orifisium atrioventrikuler.
Orifisium ini dapat terbuka atau tertutup oleh suatu katup atrioventrikuler (katup AV). Katup AV
sebelah kiri disebut katup bikuspid (katup mitral) sedangkan katup AV sebelah kanan disebut katup
trikuspid.3
c. Katup-katup jantung
1) Katup trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini terbuka,
maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi
mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi
ventrikel.
3
2) Katup pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui
trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang
akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat
katup pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan
menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan
menuju arteri pulmonalis.
3) Katup bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri.
Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel. Katup bikuspid terdiri
dari dua daun katup.
4) Katup aorta
Katup aorta terdiri dari tiga daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan
membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir ke seluruh tubuh.
Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk
kembali kedalam ventrikel kiri.
d. Komponen sistem induksi jantung
1. Sinoatrial
2. Atrioventrikular
3. RA, LA, RV, LV
4. Pace maker (pusat picu jantung)
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa
jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Untuk fungsi tersebut, otot jantung
mempunyai kemampuan untuk menimbulkan rangsangan listrik. Aktifitas kontraksi jantung untuk
memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik ini dimulai
pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava superior dan atrium
kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan
4
timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus
AV), berkas His, serabut Purkinje, dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel. 3
Gambar 2. Komponen sistem induksi jantung
FISIOLOGI
Gambar 3. Aliran jantung
5
A. Sistem pengaturan jantung 3
1. Nodus sinoatrial (nodus SA) adalah suatu masa jaringan otot jantung khusus yang terletak di
dinding posterior atrium kanan tepat di bawah pembukaan vena cava superior. Nodus SA
mengatur frekuensi kontraksi irama, sehingga disebut pemacu jantung.
2. Nodus atrioventrikular (nodus AV) berfungsi untuk menunda impuls seperatusan detik,
sampai ejeksi darah atrium selesai sebelum terjadi kontraksi ventricular. Berkas AV
berfungsi membawa impuls di sepanjang septum interventrikular menuju ventrikel.
3. Serabut purkinje adalah serabut otot jantung khusus yang mampu menghantar impuls dengan
kecepatan lima kali lipat kecepatan hantaran serabut otot jantung.
B. Siklus jantung
Siklus jantung mencakup periode dari akhir kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole)
jantung sampai akhir sistole dan diastole berikutnya. Kontraksi jantung mengakibatkan perubahan
tekanan dan volume darah dalam jantung dan pembuluh utama yang mengatur pembukaan dan
penutupan katup jantung serta aliran darah yang melalui ruang-ruang dan masuk ke arteri.3
Peristiwa mekanik dalam siklus jantung :
1. Selama masa diastole (relaksasi)
Tekanan dalam atrium dan ventrikel sama-sama rendah, tetapi tekanan atrium lebih besar
dari tekanan ventrikel. Atrium secara pasif terus – menerus menerima darah dari vena
(vena cava superior dan inferior, vena pulmonar). Darah mengalir dari atrium menuju
ventrikel melalui katup A-V yang terbuka. Tekanan ventrikular mulai meningkat saat
ventrikel mengembang untuk menerima darah yang masuk. Katup semilunar aorta dan
pulmonar menutup karena tekanan dalam pembuluh-pembuluh lebih besar daripada
tekanan dalam ventrikel. Sekitar 70% pengisian ventrikular berlangsung sebelum sistole
atrial.
6
2. Akhir diastole ventricular
Nodus SA melepas impuls, atrium berkontraksi dan peningkatan tekanan dalam atrium
mendorong tambahan darah sebanyak 30% ke dalam ventrikel.
3. Sistole ventrikular
Aktivitas listrik menjalar ke ventrikel yang mulai berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel
meningkat dengan cepat dan mendorong katup A-V untuk segera menutup.
4. Ejeksi darah ventrikular ke dalam arteri
Tidak semua darah ventrikular dikeluarkan saat kontraksi. Volume sistolik akhir darah
yang tersisa pada akhir sistole adalah sekitar 50 ml. Isi sekuncup (70 ml) adalah
perbedaan volume diastole akhir (120 ml) dan volume sistole akhir (50 ml).
5. Diastole ventrikular
Ventrikel berepolarisasi dan berhenti berkontraksi. Tekanan dalam ventrikel menurun
tiba-tiba sampai di bawah tekanan aorta dan trunkus pulmonarius, sehingga katup
semilunar menutup (bunyi jantung kedua). Adanya peningkatan tekanan aorta singkat
akibat penutupan katup semilunar aorta. Ventrikel kembali menjadi rongga tertutup
dalam periode relaksasi isovolumetrik karena katup masuk dan katup keluar menutup.
Jika tekanan dalam ventrikel menurun tajam dari 100 mmHg sampai mendekati nol, jauh
di bawah tekanan atrium, katup A-V membuka, dan siklus jantung dimulai kembali.
C.Bunyi jantung
Bunyi jantung secara tradisional digambarkan sebagai lup-dup dan dapat didengar melalui stetoskop.
“Lup” mengacu pada saat katup A-V menutup dan “dup” mengacu pada saat katup semilunar
menutup. Bunyi ketiga atau keempat disebabkan vibrasi yang terjadi pada dinding jantung saat darah
mengalir dengan cepat ke dalam ventrikel, dan dapat didengar jika bunyi jantung diperkuat melalui
mikrofon. 3
Murmur adalah kelainan bunyi jantung atau bunyi jantung tidak wajar yang berkaitan dengan
turbulensi aliran darah. Bunyi ini muncul karena defek pada katup seperti penyempitan (stenosis)
yang menghambat aliran darah ke depan, atau katup yang tidak sesuai yang memungkinkan aliran
balik darah.3
7
D. Frekuensi jantung
Frekuensi jantung normal berkisar antara 60 sampai 100 denyut per menit, dengan rata-rata denyutan
75 kali per menit. Dengan kecepatan seperti itu, siklus jantung berlangsung selama 0,8 detik: sistole
0,5 detik, dan diastole 0,3 detik. Takikardia adalah peningkatan frekuensi jantung sampai melebihi
100 denyut per menit. Bradikardia ditujukan untuk frekuensi jantung yang kurang dari 60 denyut per
menit.
E. Pengaturan frekuensi jantung
1. Impuls eferen (motorik) menjalar ke jantung melalui saraf simpatis dan parasimpatis susunan
saraf otonom. Frekuensi jantung dalam kurun waktu tertentu ditentukan melalui
keseimbangan impuls akselerator dan inhibitor dari saraf simpatis dan parasimpatis.3
• Pusat refleks kardioakselerator adalah sekelompok neuron dalam medulla
oblongata.Efek impuls neuron ini adalah untuk meningkatkan frekuensi jantung.
Impuls ini menjalar melalui serabut simpatis dalam saraf jantung menuju jantung.
Ujung serabut saraf mensekresi nerepineprin, yang meningkatkan frekuensi
pengeluaran impuls dari nodus S-A, mengurangi waktu hantaran melalui nodus
A-V dan sistem Purkinje, dan meningkatkan eksitabilitas keseluruhan jantung.
• Pusat refleks kardioinhibitor juga terdapat dalam medulla oblongata.
Efek impuls dari neuron ini adalah untuk mengurangi frekuensi jantung. Impuls ini menjalar
melalui serabut parasimpatis dalam saraf vagus. Ujung serabut saraf mensekresi asetilkolin,
yang mengurangi frekuensi pengeluaran impuls dari nodus SA dan memperpanjang waktu
hantaran melalui nodus V-A.
2. Impuls aferen (sensorik) yang menuju pusat kendali jantung berasal dari reseptor, yang
terletak di berbagai bagian dalam sistem kardiovaskular.3
• Prereseptor dalam arteri karotis dan aorta sensitif terhadap perubahan tekanan
darah. Peningkatan tekanan darah akan mengakibatkan suatu refleks yang
memperlambat frekuensi jantung. Penurunan tekanan darah akan mengakibatkan
suatu refleks yang menstimulasi frekuensi jantung yang menjalar melalui pusat
medular.
• Proreseptor dalam vena cava sensitif terhadap penurunan tekanan darah. Jika
tekanan darah menurun, akan terjadi suatu refleks peningkatan frekuensi jantung
untuk mempertahankan tekanan darah.
8
3. Pengaruh lain pada frekuensi jantung
• Frekuensi jantung dipengaruhi oleh stimulasi pada hampir semua saraf pada kulit,
seperti reseptor untuk nyeri, panas, dingin, dan sentuhan, atau oleh input
emosional dari sistem saraf pusat.
• Fungsi jantung normal bergantung pada keseimbangan elektrolit seperti kalsium,
kalium, dan natrium yang mempengaruhi frekuensi jantung jika kadarnya
meningkat atau berkurang.
F. Curah Jantung
Curah jantung adalah volume darah yang dikeluarkan oleh kedua ventrikel per menit. Curah
jantung terkadang disebut volume jantung per menit. Volumenya kurang lebih 5 L per menit pada
laki-laki berukuran rata-rata dan kurang 20 % pada perempuan. Perhitungan curah jantung yaitu
curah jantung = frekuensi jantung x isi sekuncup.
B. DEFINISI
Heart Failure (HF)/ Gagal jantung (GJ) adalah suatu sindroma klinis kompleks yang didasari
oleh ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah keseluruh jaringan tubuh secara adekuat
yang terjadi pada pasien yang memperoleh kelainan terhadap struktur jantung dengan/atau
abnormalitas fungsi, mengembangkan konstelasi gejala klinis/symptoms (dyspnea dan kelelahan) dan
tanda-tanda/signs (kongesti paru dan edema) dan secara objektif dapat ditemukan abnormalitas
daristruktur dan fungsional jantung yang mengarah untuk sering rawat inap, kualitashidup yang
buruk, dan harapan hidup dipersingkat.
1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan sulit dibedakan dari pemeriksaan fisis,
foto thoraks, atau EKG dan hanya dapat dibedakan dengan echocardiography.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, kemampuan aktivitas fisik menurun dan
gejala hipoperfusi lainnya.
9
Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel.
Gagal jantung diastolik didefinisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi ejeksi lebih dari 50%.
Ada 3 macam gangguan fungsi diastolik ; Gangguan relaksasi, pseudo-normal, tipe restriktif.
2. Low Output dan High Output Heart Failure
Low output heart failure disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup
dan perikard. High output heart failure ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik
seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A – V, beri-beri, dan Penyakit Paget. Secara
praktis, kedua kelainan ini tidak dapat dibedakan.
3. Gagal Jantung Kiri dan Kanan
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatkan tekanan vena pulmonalis
dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan orthopnea. Gagal jantung kanan terjadi kalau
kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada hipertensi pulmonal primer/sekunder,
tromboemboli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema
perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal
jantung terjadi pada miokard ke-2 ventrikel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah
berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.
4. Gagal Jantung Akut dan Kronik
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis,
trauma, atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer.
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular
yang terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah
masih terpelihara dengan baik.
10
C. EPIDEMIOLOGI
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab
peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Diperkirakan hampir lima persen dari pasien yang
dirawat di rumah sakit, 4,7% wanita dan 5,1% laki-laki. Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan
2,3 – 3,7 perseribu penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat di masa depan
karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan berkembangnya terapi penanganan infark miokard
mengakibatkan perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung. Penyakit ini
berkaitan dengan usia, 75% kasus mengenai orang dengan usia lebih dari 65 tahun. Tingkat kejadian
gagal jantung meningkat 1% pada usia dibawah 60 tahun dan hampir 10% pada usia diatas 80 tahun
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Oleh
karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien yang
terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham
menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita
D. ETIOLGI
Suatu kondisi yang menyebabkan perubahan pada struktur atau fungsi ventrikel kiri dapat
menyebabkan HF.(2) Di negara-negara industri, Coronary Artery Disease (CAD) atau Penyakit
Jantung Koroner (PJK)mmenjadi penyebab utama pada pria dan wanita pada 60-75% kasus HF.
(2) Hipertensi menyebabkan HF pada 75% kasus, dan kebanyakan disertai CAD. CAD dan
hipertensi berinteraksi untuk meningkatkan risiko HF. Pada 20-30% kasus HF dengan ejection
fraction (EF) yang menurun, disebabkan oleh penyabab yang belum jelas. Infeksi virus
sebelumnya atau paparan toksin (misalnya, alkohol atau kemoterapi) juga dapat menyebabkan
kardiomiopati yang luas
11
Gambar 3 Etilogi Gagal Jantung1
E. KLASIFIKASI
Beberapa sistem klasifikasi telah dibuat untuk mempermudah dalam pengenalan dan
penanganan gagal jantung. Sistem klasifikasi tersebut antara lain pembagian berdasarkan Killip
yang digunakan pada infark miokard akut, klasifikasi berdasarkan tampilan klinis yaitu
klasifikasi NYHA dan American College of Cardiology/American College Heart Association.
Berdasarkan klasifikasi fungsional NYHA (New York Heart Association) yaitu :
I. Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fsik. Aktivitas fisik sehari-hari
tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak.
II. Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat istirahat,
namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau sesak nafas.
III. Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi
aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak.
12
IV. Tidak terdapat batasan aktivitas fisik tanpa keluhan, terdapat gejala saat istirahat.
Keluhan meningkat sat melakukan aktivitas.
Klasifikasi Gagal jantung menurut American College of Cardiology/ American College Heart
Association yaitu :
Stadium A : Memiliki resiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal jantung.
tidak terdapat gangguan fungsional jantung, tidak terdapat tanda
atau gejala.
Stadium B : Telah terbentuk penyakit struktur jantung yang berhubungan
dengan perkembangan gagal jantung, tidak terdapat tanda atau
gejala.
Stadium C : Gagal jantung yang simtomatis berhubungan dengan penyakit
Struktural jantung yang mendasari.
Stadium D : Penyakit struktural jantung yang lanjut serta gagal jantung yang
sangat bermakna saat istirahat walaupun sudah mendapat terapi
medis maksimal.
F. PATOFISIOLOGI
Gagal jantung dapat terjadi oleh berbagai sebab, tetapi dua yang tersering adalah (1)
kerusakan otot jantung akibat serangan jantung atau gangguan sirkulasi ke otot jantung dan (2)
pemompaan terus menerus ke afterload yang meningkat kronik, misalnya pada stenosis katup
semilunar atau peningkatan menetap tekanan darah.1
Defek primer pada gagal jantung adalah berkurangnya kontraktilitas jantung; yaitu, sel-sel
otot jantung yang melemah berkontraksi kurang efektif. Kemampuan intrinsik jantung untuk
menghasilkan tekanan dan menyemprotkan isi sekuncup berkurang.2
Pada tahap-tahap awal gagal jantung, dua tindakan kompensasi utama membantu
memulihkan isi sekuncup ke normal. Pertama, aktivitas simpatis ke jantung secara refleks
meningkat, yang meningkatkan kontraktilitas jantung ke arah normal. Namun, stimulasi simpatis
dapat membantu mengompensasi hanya dalam waktu singkat karena jantung menjadi kurang
13
responsif terhadap norepinefrin setelah pajanan berkepanjangan, dan selain itu simpanan
norepinefrin di ujung saraf simpatis jantung terkuras. Kedua, ketika curah jantung berkurang,
ginjal dalam suatu upaya kompensatorik untuk memperbaiki aliran darahnya yang menurun,
menahan lebih banyak garam dan air di tubuh sewaktu pembetukan urin, untuk menambah
volume darah. Meningkatnya volume darah dalam sirkulasi meningkatkan end diastolik volume.
(4) Selain itu juga mengaktifkan sistem RAA(Renin Angiotensin Aldosteron) yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer, peningkatan rasa haus dan reabsorbsi air ditubulus ginjal
meningkat sehingga oenimbunan cairan meningkat dan kongesti bertambah.
Seiring dengan perkembangan penyakit dan semakin merosotnya kontraktilitas, jantung
mencapai suatu titik di mana organ ini tidak lagi dapat memompa keluar isi sekuncup yang
normal meskipun dilakukan tindakan-tindakan kompensasi. Pada tahap ini jantung jatuh pada
tahap gagaj jantung dekompensasi. Forward failure terjadi ketika jantung gagal memompa darah
dalam jumlah yang memadai ke jaringan karena isi sekuncup semakin berkurang. Backward
failure terjadi secara bersamaan ketika darah yang tidak dapat masuk dan dipompa keluar oleh
jantung terus terbendung di sistem vena. Kongesti disistem vena adalah penyebab mengapa
penyakit ini kadang disebut gagal jantung kongestif.
Backward failure sisi kiri menyebabkan edema paru (kelebihan cairan dijaringan paru)
karena darah terbendung diparu. Kelebihan cairan diparu ini mengurangi pertukaran O2 dan CO2
antara udara dan darah di paru, menurunkan oksigenasi darah arteri dan meningkatkan CO2
peningkatan asam di darah.1
Forward failure sisi kiri adalah berkurangnya aliran darah ke ginjal, yang menimbulkan
masalah ganda. Pertama, fungsi ginjal tertekan dan kedua ginjal semakin menahan garam dan air
ditubuh sewaktu pembentukan urin dalam meningkatkan volume plasm. Retensi cairan berlebih
semakin memperparah masalah kongesti vena yang sudah ada.
G. MANIFESTASI KLINIK
Gejala utama dari HF adalah kelelahan dan sesak bernafas. Walaupum kelelahan
merupakan gejala yang dasar pada HF, namun ada kemungkinan kelelahan disebabkan oleh
14
kelainan otot skeletal atau komorbiditas noncardiac lainnya (misalnya, anemia). Pada tahap awal
dari HF, dispnea hanya selama beraktivitas. Namun, seiringnya berlangsung penyakit, dispnea
bahkan pada saat istirahat. Mekanisme yang paling penting dari dispnea adalah kongesti paru
dengan akumulasi cairan interstitial alveolar atau intraalveolar. Gejala-gejala dari gagal jantung
kongestif bervariasi diantara individu sesuai dengan sistem organ yang terlibat dan juga
tergantung pada derajat penyakit1
Ortopnea
Ortopnea yaitu keadaan dimana sulit bernafas pada posisi berbaring. Ini hasil dari
redistribusi cairan dari sirkulasi splanknik dan ekstremitas bawah ke sirkulasi sentral
selama berbaring. Batuk malam hari adalah manifestasi sering pada proses ini dan gejala
ini sering diabaikan pada HF. Ortopnea umumnya lega dengan duduk tegak atau tidur
dengan tambahan bantal. Walaupun ortopnea adalah gejala yang relatif spesifik HF,
namun bisa juga terjadi pada pasien dengan obesitas abdominal atau asites dan pada
pasien dengan penyakit paru-paru.1
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Dispnea yang terjadi pada malam hari. Penderita bangun dari tidur, mendadak sesak dan
cemas setelah 1-3 jam tidur. Gejala ini timbul karena cairan ekstravaskular masuk
kedalam intravaskular dengan akibat venous retrurn meningkat. Pada keadaan gagal
jantung kiri dimana ventrikel kanan masih kompeten menyebabkan tekanan vena
pulmonalis dan cabang-cabangnya mneingkat, terjadi edema alveoli, mukosa bronkial
dan intertisial. Edema menekan bronkus kecil dengan akibat menambah kesukaran nafas
dan berkurangnya ventilasi.1
Penderita bangun, duduk 10-30 menit kemudian terjadi redistribusi cairan dari
intravaskular ke ekstravaskular, venous return menurun, bendungan paru menurun, sesak
nafas hilang atau berkurang.5
Pernapasan Cheyne-Stokes
Pernapasan Cheyne-Stokes juga disebut sebagai periodic breathing. Cheyne-Stokes
respirasi adalah gejala umum yang terjadi pada HF dan berhubungan dengan output
jantung yang rendah. Cheyne-Stokes respirasi disebabkan oleh sensitivitas berkurang dari
pusat pernapasan untuk PCO2 yang terdapat di arteri. Ada fase apnea, di mana arteri PO2
15
jatuh dan PCO2 arteri naik. Perubahan-perubahan dalam isi gas darah arteri menstimulasi
pusat pernafasan tertekan, sehingga hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti pada gilirannya
dengan kekambuhan apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dirasakan oleh pasien atau
keluarga pasien sebagai dyspnea parah atau sebagai penghentian pernapasan sementara.5
Gejala lain
o Pasien dengan HF bisa juga terdapat gejala gastrointestinal. Anoreksia, mual, dan
cepat kenyang dengan dengan nyeri perut dan kepenuhan adalah gejala yang
sering dikeluhkan dan mungkin berhubungan dengan edema dinding usus dan
atau hepatomegali. Penimbunan cairan di hati dan peregangan kapsul yang dapat
menyebabkan nyeri kuadran kanan atas. Gejala Cerebral, seperti kebingungan,
disorientasi dan gangguan suasana hati, dapat diamati pada pasien dengan HF
berat, terutama pasien usia lanjut dengan arteriosclerosis otak dan mengurangi
perfusi serebral.1
Kriteria diagnosis gagal jantung (6)
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian klinis, didukung
oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan ekokardiografi Doppler. (2) Pasien
segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik dan karakteristik forward or
backward, left or right heart failure.
Kriteria diagnosis gagal jantung menurut Framingham Heart Study :
Kriteria mayor :
a. Paroksismal nokturnal dispneu
b. Ronki paru
c. Edema akut paru
d. Kardiomegali
e. Gallop S3
f. Distensi vena leher
g. Refluks hepatojugular
h. Peningkatan tekanan vena jugularis
16
Kriteria minor :
a. Edema ekstremitas
b. Batuk malam hari
c. Hepatomegali
d. Dispnea d’effort
e. Efusi pleura
f. Takikardi (120x/menit)
g. Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.
H. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang cermat selalu diperlukan dalam evaluasi pasien HF. Tujuan
pemeriksaanya adalah untuk menentukan penyebab HF serta menilai keparahan penyakitnya.
Tanda vital dan Keadaan umum
HF derajat ringan atau cukup parah, pasien tampak tidak ada gejala pada saat istirahat,
kecuali pada saat berbaring beberapa menit. HF yang derajatnya lebih parah pasien harus
duduk tegak, mungkin sesak napas, dan mungkin tidak dapat menyelesaikan kalimatnya
karena sesak napas. Tekanan darah sistolik bisa normal atau tinggi pada HF awal, tetapi
umumnya berkurang pada HF lanjut karena disfungsi LV berat. Tekanan nadi dapat
berkurang, mencerminkan penurunan stroke volume. Sinus takikardia adalah tanda non-
spesifik yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik. Vasokonstriksi perifer
yang mengarah ke dingin ekstremitas perifer dan sianosis dari bibir dan dasar kuku juga
disebabkan oleh aktivitas adrenergik berlebihan.1
17
Vena jugularis
Pemeriksaan tekanan vena jugularis menunjukan adanya tekanan pada atrium.
Pengukuran JVP (Jugular venous pressure) dilakukan dengan kepala miring di 45 °
diukur (normal ≤ 8 cm) dengan memperkirakan ketinggian kolom vena darah di atas
sudut sternum dalam cm dan kemudian menambahkan 5 cm. Pada tahap awal dari HF,
tekanan vena mungkin normal pada saat istirahat tetapi dapat menjadi abnormal dengan
berkelanjutan (~ 1 menit) tekanan pada perut (positif refluks abdominojugular).1
Pemeriksaan paru
Ronki atau krepitasi pada paru yaitu hasil dari transudasi cairan dari ruang intravaskuler
ke dalam alveoli. Pada pasien dengan edema paru, ronki dapat didengar secara luas atas
kedua bidang paru-paru dan bisa disertai dengan mengi ekspirasi (asma kardial). Saat
pasien datang tanpa ada penyakit paru maka ronki spesifik pada HF. Efusi pleura akibat
dari peningkatan tekanan kapiler pleura dan transudasi yang dihasilkan dari cairan ke
dalam rongga pleura. Karena vena pleura mengalir ke kedua pembuluh darah sistemik
dan paru, efusi pleura terjadi paling sering dengan kegagalan biventrikular. Meskipun
efusi pleura sering bilateral di HF, ketika unilateral mereka lebih sering terjadi pada
rongga pleura kanan.1
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan jantung, meskipun penting, sering tidak memberikan informasi yang
berguna tentang keparahan HF. Pada beberapa pasien, suara jantung ketiga (S3) terdengar
dan teraba di apeks. Pasien dengan ventrikel kanan membesar atau hipertrofi mungkin
memiliki kiri impuls parasternal berkelanjutan dan berkepanjangan memperluas seluruh
sistol. Bunyi jantung S3 (protodiastolic gallop) ini paling sering terdapat pada pasien
dengan kelebihan beban volume yang memiliki takikardia dan takipnea. Bunyi jantung
IV (S4) bukan merupakan indikator spesifik HF tetapi biasanya terdapat pada pasien
dengan murmur dysfunction. Bising diastolik mitral dan trikuspid juga sering terdengar
pada pasien HF.1
Pemeriksaan Abdomen dan Ekstremitas
18
Hepatomegali adalah tanda penting pada pasien dengan HF. Asites, tanda akhir, terjadi
sebagai akibat dari peningkatan tekanan pada vena. Penyakit kuning, juga temuan akhir
HF, hasil dari gangguan fungsi hati dan kongesti hati dan hipoksia hepatoseluler,
berhubungan dengan peningkatan kedua bilirubin langsung dan tidak langsung.
Edema perifer merupakan manifestasi kardinal HF, tapi tidak spesifik dan biasanya tidak
pada pasien yang telah diobati secara memadai dengan diuretik. Edema perifer biasanya
simetris dan tergantung di HF dan terjadi terutama di pergelangan kaki dan daerah
pretibial pada pasien rawat jalan.1
Cardiac cachexia
Pada gagal jantung kronik menyebabkan penurunan berat badan dan menjadi kakexia
akibat dari meningkatnya TNF dalam sirkulasi, meingkatkan metabolisme akibat
oekerjaan ekstra misalnya otot-otot pernapadan, kebutuhan O2 pada otot jantung yang
hipertrofi, anoreksia, nausea, vomitus akibat intoksikasi digitalis, hepatomegali kongestif,
rasa penuh diabdomen dan gejala lain seperti ekstremitas dingin, pucat, urin kurang dan
depresi.5
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal
jantung.Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi
jantung.Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal
jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan
fibrilasi atrium. Serta penderita dengan resiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,
hipertensi tak terkontrol, atau aritmia).Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi
sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui resiko emboli.
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai penyebab
susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal
jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat timbul
hiponatremia delusional, karena itu adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung
yang berat.Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya
gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan
serum kreatini setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis
19
tinggi.Pada gagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada
pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Hiperkalemia timbul
pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat
hemat kalium.
Pada gagal jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya
abnormal karena kongesti hati.Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan
sesuai kebutuhan.Pemeriksaan penanda BNP sebagai penanda biologis gagal jantung dengan
kadar BNP plasma >400pg/ml dan plasma NT-proBNP adalah >2000 pg/ml.
Pemeriksaan radionuclide atau multigated ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction,
laju pengisisan sistolik, laju pengosongan diastolic dan abnormalitas dari pergerakan
dinding.Angiografi dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung.Angiografi
ventrikel kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan (atrium kanan, ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis) serta pulmonary artery capillary wedge pressure.1
Gambar 4.Alur Diagnostik pada Gagal Jantung4
20
I. PENATALAKSANAAN
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung
dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas
hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-
21
tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk
kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.4
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan
literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3
hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertimbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti
C)
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat yang disertai
hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak
memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk
mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung berat.Kaheksia jantung (cardiac
cachexia) merupakan prediktor penurunan angka kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat
badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien
didefinisikan sebagai kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti C)
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik
memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan
bukti A)
22
TATA LAKSANA FARMAKOLOGI
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Tindakan preventif dan pencegahan perburukan penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam
tata laksana penyakit jantung.
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal,
hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan
pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.4
Indikasi pemberian ACEI
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
Kontraindikasi pemberian ACEI
o Riwayat angioedema
o Stenosis renal bilateral
o Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
o Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
o Stenosis aorta berat
Inisiasi pemberian ACEI
o Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
o Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi
ACEI
Naikan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
o Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia. Dosis
titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit
o Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis
maksimal yang dapat di toleransi (Tabel 11)
23
o Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis
target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan
pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III -
IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosterone mengurangi
perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup.4
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
o Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
o Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
o Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
o Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
o Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
o Kombinasi ACEI dan ARB
Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung
Inisiasi pemberian spironolakton
o Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
o Naikan dosis secara titrasi
o Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 – 8 minggu. Jangan naikan
dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
o Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah
menaikan dosis
o Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis
maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:
o Hiperkalemia
o Perburukan fungsi ginjal
o Nyeri dan/atau pembesaran payudara
24
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis
optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternative pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi
angka kematian karena penyebab kardiovaskular.4
Indikasi pemberian ARB
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
o Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II – IV NYHA) yang intoleran ACEI
o ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi
simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
o Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
o Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
o Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan bersama
ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ARB
o Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
o Dosis awal
Naikan dosis secara titrasi
o Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan naikan
dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
o Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau dosis
maksimal yang dapat ditoleransi
o Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai dosis
target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:
o Sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk
25
HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, kombinasi H-ISDN
digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa,
tingkatan bukti B).4
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
o Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
o Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi
o Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat β dan
ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
o Hipotensi simtomatik
o Sindroma lupus
o Gagal ginjal berat
Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung
Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
o Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
o Naikan dosis secara titrasi
o Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu.
o Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
o Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50 mg dan
ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-ISDN:
o Hipotensi simtomatik
o Nyeri sendi atau nyeri otot
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk memperlambat
laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal
jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi
gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak
mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)4
26
Indikasi
Fibrilasi atrial
o dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau saat aktifitas> 110 - 120
x/menit
Irama sinus
o Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
o Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
o Dosis optimalACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis aldosteron jika ada
indikasi.
Kontraindikasi
Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hat-hat jika pasien diduga sindroma
sinus sakit
Sindroma pre-eksitasi
Riwayat intoleransi digoksin
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung
Inisiasi pemberian digoksin
Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Pada pasien usia
lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1
x/hari
Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar terapi digoksin
harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron, diltiazem,
verapamil, kuinidin)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:
Blok sinoatrial dan blok AV
Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat warna
PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
27
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan
hidup4
Indikasi pemberian penyekat β
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
Asma
Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu jantung
permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung (Tabel 9)
Inisiasi pemberian penyekat β
Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien dekompensasi
secara hati-hati.
Naikan dosis secara titrasi
Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan naikan dosis
jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau bradikardi (nadi < 50
x/menit)
Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target atau dosis
maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
Hipotensi simtomatik
Perburukan gagal jantung
Bradikardia
28
Tabel.1 Dosis obat CHF4
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan
pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.4
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
29
Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid karena efisiensi
diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop. Kombinasi keduanya dapat
diberikan untuk mengatasi keadaan edema yang resisten
Dosis diuretik
Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti
Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa retensi
cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi. Tujuan terapi adalah
mempertahankan berat badan kering dengan dosis diuretik minimal
Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretik
sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis dari
retensi cairan
Tabel.2 Dosis Diuretik4
30
Intervensi khusus
Implantable Cardioverter Defibrillators (ICD)
Pasien gagal jantung kronis yang simptomatis memilki insidens mati mendadak yang
tinggi akibat ventrivular tachycardia (VT). Pemasangan ICD menurunkan mortalitas pada
pasien gagal jantung stadium D.
Revaskularisasi melalui PTCA atau cABG’s
PJK masih merupakan penyebab utama gagal jantung. Apabila pada angiografi
ditemukan lesi yang cocok, maka PTCA atau cABG’s akan memperbaiki simptom dan
menghambat progresivitas.
31
Gambar 5.Strategi pengobatan pada pasien gagal jantung kronik simptomatik (NYHA fc II-IV)
J. KOMPLIKASI
Komplikasi gagal jantung meliputi: 9
1. Cachexia jantung
Jika pasien gagal jantung dengan kelebihan berat badan, kondisi mereka cenderung lebih
parah. Indikator penting dari kondisi memburuk adalah terjadinya cachexia jantung, yang
32
ditandai dengan berat badan yang cepat menurun (kehilangan sedikitnya 7,5% dari berat
normal dalam waktu 6 bulan).
2. Gangguan fungsi ginjal
Gagal jantung melemahkan kemampuan jantung untuk memompa darah, hal ini dapat
mempengaruhi bagian lain dari tubuh termasuk ginjal. Penurunan fungsi ginjal umumnya
terjadi pada pasien dengan gagal jantung, baik sebagai komplikasi gagal jantung dan
sebagai komplikasi berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan gagal jantung
(seperti diabetes). Studi menunjukkan bahwa pada pasien dengan gagal jantung dan
gangguan fungsi ginjal meningkatkan risiko komplikasi jantung termasuk rawat inap dan
kematian.
3. Aritmia
Fibrilasi atrium adalah mengalahkan cepat bergetar di ruang atas jantung. Ini adalah
penyebab utama stroke dan sangat berbahaya pada penderita gagal jantung.
Takikardia ventrikel dan fibrilasi ventrikel adalah aritmia serius yang dapat terjadi
pada pasien ketika fungsi jantung secara signifikan terganggu.
4. Depresi
Studi menunjukkan bahwa depresi mungkin memiliki efek biologis yang merugikan
pada sistem kekebalan tubuh dan saraf, pembekuan darah, tekanan darah, pembuluh
darah, dan irama jantung. Orang yang depresi mungkin gagal untuk mengikuti petunjuk
medis dan tidak dapat menjaga diri mereka sendiri.
5. Angina dan serangan jantung
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama gagal jantung, pasien dengan
gagal jantung memiliki risiko lanjutan untuk angina dan serangan jantung.
6. Kongesti paru
7. Cardiac arrest
33
K. PROGNOSA
Meskipun penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung telah sangat berkembang, tetapi
prognosisnya masih tetap buruk, dimana angka mortalitas setahun bervariasi dari 5% pada pasien stabil
dengan gejala ringan, sampai 30-50% pada pasien dengan gejala berat dan progresif. Prognosisnya lebih
buruk jika disertai dengan disfungsi ventrikel kiri berat (fraksi ejeksi< 20%), gejala menonjol, dan
kapasitas latihan sangat terbatas (konsumsi oksigen maksimal < 10 ml/kg/menit), insufisiensi ginjal
sekunder, hiponatremia, dan katekolamin plasma yang meningkat. Sekitar 40-50% kematian akibat gagal
jantung adalah mendadak. Meskipun beberapa kematian ini akibat aritmia ventrikuler, beberapa
diantaranya merupakan akibat infark miokard akut atau bradiaritmia yang tidak terdiagnosis. Kematian
lainnya adalah akibat gagal jantung progresif atau penyakit lainnya. Pasien-pasien yang mengalami gagal
jantung stadium lanjut dapat menderita dispnea dan memerlukan bantuan terapi paliatif yang sangat
cermat.
34
DAFTAR PUSATAKA
1. Mann, D. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Loscalzo, J. Harrison’s Cardiovascular Medicine. United
States: The McGraw Hill Companies: 2010.p.178
2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2012; ed XVIII
3. Sherwood, L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. In: Yesdelita, editors. 6th ed. Indonesia: Penerbit
Buku Kedokteran EGC: 2009.p.355
4. PERKI. Tatalaksana Farmakologis dan Non Farmakologis Pada Gagal Jantung. 2015. In: Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung . Jakarta: PERKI; [48].
5. Greenberg, B. Kahn A. Clinical Assessmet oh Heart Failure. In: Bonow R. Mann D, editors. 9th . United
State:2012.p.505-10
6. Panggabean, M M. Gagal Jantung Akut. In: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S,
editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Indonesia: Interna Publishing: 2009.p.1583-4.
7. Ghanie, A. Gagal Jantung Kronik. In: Sudoyono AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, editors.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Indonesia: Interna Publishing: 2009.p.1596.
8. Rphael C, Briscoe C, Davies J, Whinnet Z, Manisty C, Sutton R et al. Limitations of the New
York Heart Association functional classification system and self‐reported walking distances in
chronic heart failure. PubMed Central. 2007;93(4):476-82
9. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with heart failure. A
statement for healthcare professionals from The Cardiovascular Nursing Councils of The
American Heart Assiciation Circulation 2000
35