contoh case kpd
DESCRIPTION
KPDTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum
mulainya persalinan atau dimulainya tanda inpartu.1,2,3,4,5 Apabila pecahnya
ketuban sebelum persalinan dan sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut
dengan ketuban pecah dini prematur.2,5,6 Pada 90% kasus KPD mengeluhkan
keluarnya cairan dari vagina dalam jumlah banyak tanpa disertai dengan perut
mulas atau tanda inpartu yang lain.2
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan data yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan
bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013
adalah sebanyak 5019 orang. Penyebab yang terpenting dari kematian maternal di
Indonesia adalah perdarahan sebanyak 40-60%, infeksi 20- 30%, dan keracunan
kehamilan 20-30%, sisanya adalah 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk
saat kehamilan atau persalinan1. Salah satu faktor yang bisa menyebabkan infeksi
maternal adalah ketuban pecah dini yang merupakan masalah penting dalam
obstetri dan merupakan penyebab terbesar persalinan prematur dengan berbagai
akibatnya1,2,4.
Pada usia kehamilan aterm, 8-10% wanita hamil mengalami ketuban pecah
dini. Risiko infeksi intrauteri akan meningkat bila semakin lama interval antara
pecahnya ketuban dan kelahiran3. Sebanyak 15-25% infeksi intraamnion terjadi
pada KPD prematur dan infeksi postpartum terjadi pada sekitar 15-20% populasi.
Sekitar 50% wanita dengan KPD akan melahirkan spontan dalam waktu 12 jam,
70% dalam waktu 24 jam, 85% dalam waktu 48 jam dan 95% dalam waktu 72
jam. KPD prematur terjadi pada 1,0 – 3,5% kehamilan dan merupakan penyebab
terbanyak kelahiran prematur. 5,7,8,10 Hal ini kemudian menjadi penyebab utama
yang teridentifikasi dari kelahiran prematur dan komplikasinya, termasuk
sindroma distress pernapasan, infeksi neonatus, dan perdarahan intraventrikular3.
1
Penyebab KPD ini pada sebagian besar kasus adalah multifaktorial.
Banyak penelitian yang menyatakan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain
yang mempengaruhi adalah adanya riwayat KPD prematur, perdarahan antenatal,
oligohidramnion, ukuran serviks yang pendek, perdarahan trimester kedua dan
ketiga, indeks massa tubuh yang rendah, status sosioekonomi yang rendah,
merokok dan penggunaan obat-obatan terlarang. Tindakan amniosintesis dan
sirklase juga dapat menyebabkan KPD.5,6,9
Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah bagi
ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi puerperalis/masa
nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan perdarahan post partum,
morbiditas dan mortalitas maternal, bahkan kematian. Risiko kecacatan dan
kematian janin juga tinggi pada kejadian ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia
paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm.
Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini
terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu.2
Melihat tingginya angka kejadian ketuban pecah dini serta adanya
komplikasi serius yang mengarah ke morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi, maka
penulis merasa perlu melaporkan kasus ketuban pecah dini yang ada di RSMH
beserta tinjauan pustaka dan analisisnya. Laporan kasus ini diharapkan bermanfaat
bagi praktisi kesehatan mengenai ketuban pecah dini.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS UMUM
Nama pasien : Ny. Sapamurti binti Murawi
Usia : 33 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : IRT
Bangsa : WNI
Agama : Islam
Alamat : Jl. R. Sukamto Lr. Kelinci No.226, Palembang
MRS : 12 April 2015 pukul 22.00 WIB
No rekam medik : 886347
Nama suami : Tn. Rasidi
Usia : 33 tahun
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Swasta
Bangsa : WNI
Agama : Islam
Alamat : Jl. R. Sukamto Lr. Kelinci No.226, Palembang
Riwayat Kehamilan Sekarang
Menarche : 13 tahun
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
Banyaknya : 2-3 kali ganti pembalut
HPHT : 7 Juli 2014
Taksiran persalinan : 14 April 2015
Lama hamil : 39 minggu
Gerakan janin dirasakan : sekitar 5 bulan yang lalu.
3
Periksa hamil : 1x setiap bulan di bidan
Riwayat Pernikahan : 1x lamanya 3 tahun
Riwayat Sosial Ekonomi : menengah
Riwayat Gizi : baik
Riwayat Kontrasepsi : (-)
Riwayat Obstetri
No Tempat
bersalin
Tahun Hasil
kehamilan
Jenis
persalinan
Penyulit Nifas Jenis
kelamin
BB
anak
Keadaan
1 Hamil ini
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Penyakit Ginjal : disangkal
Penyakit Kelamin : disangkal
Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat Persalinan
Dikirim oleh : bidan
His mulai dirasakan sejak tanggal : 8 jam sebelum masuk rumah sakit
Darah lendir sejak : 8 jam sebelum masuk rumah sakit
Rasa mengedan sejak : -
Ketuban pecah sejak : 10 jam sebelum masuk rumah sakit
4
B. ANAMNESIS KHUSUS
Keluhan Utama
Keluar air-air dari kemaluan.
Riwayat Perjalanan Penyakit
± 10 jam SMRS os mengeluh keluar air-air dari kemaluan, banyaknya + 1
kali ganti kain sarung, air berwana hijau (-), kental (-), bau (-), nyeri (+), nyeri
makin lama semakin kuat disangkal, keluar darah dan lendir dari kemaluan (-).
+ 8 jam SMRS, os juga mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang
yang semakin lama semakin kuat. Riwayat keluar darah lendir (+), riwayat diurut
urut disangkal, riwayat minum jamu atau obat-obatan disangkal, riwayat demam
disangkal, riwayat sakit gigi disangkal, riwayat trauma disangkal, riwayat post
coital disangkal, riwayat keputihan (+). Os kemudian dibawa ke bidan dan
dikatakan ketuban hijau, kemudian os dirujuk ke RSMH. Os mengaku hamil
cukup bulan dan gerakan janin masih dirasakan.
C. PEMERIKSAAN FISIK (12 April 2015 pukul 22.00 WIB)
Status Generalikus
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : kompos mentis
Tekanan darah : 120/80mmHg
Frekuensi nadi : 90 kali/menit
Frekuensi pernapasan : 20 kali/ menit
Temperatur : 36,9oC
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 76 kg
IMT : 29,7 (overweight)
Status Spesifik
Kepala : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2) cmH20, pembesaran KGB (-)
5
Toraks : simetris, hiperpigmentasi mammae (+)
Jantung : HR: 90 x/menit, Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : cembung, hepar dan lien sulit dinilai
Ekstremitas : edema -/-, varises -/-.
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi fundus uteri 3 jari di bawah prosesus xiphoideus (32cm) bagian teratas
bokong, letak memanjang, punggung kanan, bagian terbawah kepala, penurunan
3/5, his: 3x/10’/30”, DJJ: 156 x/menit regular, taksiran berat janin 3100 gram.
Pemeriksaan dalam
Inspekulo: portio livide, OUE terbuka, fluor (+), fluxus (+), ketuban tidak aktif,
test lakmus (+) merah menjadi biru, erosi/laserasi/polip (-).
Vaginal toucher : portio lunak, anterior, pembukaan 7cm, pendataran 75%, bagian
terbawah kepala, hodge II, ketuban (-) kental, hijau, penunjuk UUK kanan depan.
Pintu Atas Panggul
Promontorium : tidak teraba
Konjugata diagonal : > 13 cm
Konjugata vera : > 11cm
Line Iluminata : teraba 1/3-1/3
Bidang Tengah Panggul
Spina ischiadika : tidak menonjol
Dinding samping : lurus
Pintu Bawah Panggul
Arkus pubis : >90o
Kesan panggul : luas
Bentuk panggul : ginekoid
6
D. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
1. Tanggal 12 April 2015 pukul 23.00 WIB (IGD)
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Hemoglobin (Hb) 11,4 11,7-15,5
Eritrosit (RBC) 4,57 4,20-4,87
Leukosit 21,4 4,5-11,0
Hematokrit 34 38-44
Trombosit 368 150-450
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1
Eosinofil 1 1-6
Netrofil 87
Limfosit 9 25-40
Monosit 3 2-8
Imunoserologi
Petanda Infeksi CRP Kualitatif
CRP Kuantitatif
Positif
83
Negatif
<5
Pemeriksaan USG (Tanggal 12 April 2015)
- Tampak JTH preskep
- Biometri janin:
BPD: 92mm Ac: 330mm
Hc: 328mm EFW: 2800gr
- Ketuban : cukup
AFI : 1,4 1,1 = 5,4
0,8 2,1
- Plasenta di korpus kanan
Kesan : Hamil 38 minggu JTH preskep.
7
2. Tanggal 13 April 2015 (post partum)
Pemeriksaan Laboratorium
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hematologi Hemoglobin (Hb) 10,8 11,7-15,5
Eritrosit (RBC) 4,34 4,20-4,87
Leukosit 30,9 4,5-11,0
Hematokrit 33 38-44
Trombosit 354 150-450
Hitung jenis leukosit
Basofil 0 0-1
Eosinofil 0 1-6
Netrofil 91
Limfosit 6 25-40
Monosit 3 2-8
E. DIAGNOSIS
G1P0A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase aktif dengan ketuban pecah dini 10
jam, janin tunggal hidup presentasi kepala.
F. PROGNOSIS
Ibu : dubia ad bonam
Janin : dubia ad bonam
G. PENATALAKSANAAN
Observasi TV ibu, His, DJJ.
IVFD RL gtt xx/menit
Injeksi Ampicilin 4x1g (IV)
Persiapan partus pervaginam
8
H. LAPORAN PERSALINAN
Tanggal : 13 April 2015
Nama Pasien/Umur : Ny. S/33 tahun
Alamat : Jl. R. Sukamto Lr. Kelinci No.226, Palembang
Diagnosa : G1P0A0 hamil 38 minggu inpartu dengan ketuban pecah
dini 10 jam, janin tunggal hidup presentasi kepala.
Pukul 02.45 WIB Tampak parturien tampak ingin mengedan kuat
Status Presents
KU : Sedang
Sensorium : CM
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 37,2 oC
Pemeriksaan dalam:
Portio tidak teraba
Pembukaan lengkap
Ketuban (-), jernih, bau (-)
Terbawah kepala
Penurunan HIII+
Penunjuk UUK kiri depan
Assessment
G1P0A0 hamil 38 minggu inpartu kala II dengan ketuban pecah dini 15 jam, janin
tunggal hidup presentasi kepala.
Penatalaksanaan
Pimpin persalinan
Episiotomi mediolateral
Pukul 03.00 WIB lahir neonatus hidup, laki-laki, BB 3400g, PB 47 cm, A/S 8/9,
FT AGA
9
Dilakukan manajemen aktif kala III:
- Injeksi oksitoksin 10 IU
- Peregangan tali pusat terkendali
- Masase fundus uteri
Pukul 03.10 WIB
Plasenta lahir lengkap BP 550 gr, PTP 50 cm, ukuran 19x20 cm
Dilakukan eksplorasi jalan lahir, portio intak dan tidak perlukaan luka
episiotomy
Perdarahan dirawat sebagaimana mestinya.
Luka episiotomi dijahit secara jelujur subkutikular dengan chromic catgut 2.0
KU ibu post partum baik, perdarahan aktif (-)
I. FOLLOW UP
Tanggal Catatan
13-04-2015
(06.00 WIB)
S:
O:
A:
P:
Habis melahirkan
Status Present
KU: Sedang
Sensorium: compos mentis
TD: 120/80mmHg
Nadi: 90x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,7oC
Status Obstetri
PL: FUT 2 jb pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif tidak ada,
vulva tenang, luka episiotomi tenang.
P1A0 post partum spontan neonatus hidup, laki-laki, BB
3400gr, PB 47cm, A/S 8/9 FT AGA
Nonfarmakologi:
Observasi tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan
IVFD RL gtt XX/m
ASI on demand
10
Vulva hygiene (pagi dan sore)
Perawatan luka episiotomi (pagi dan sore)
Farmakologi:
Injeksi Ampicillin 4x1 gr (IV)
Asam mefenamat 3x500 mg
Rencana: pindah bangsal obstetri
13-04-2015
(08.00 WIB)
S:
O:
A:
P:
Keluhan: habis melahirkan
Status Present
KU: Sedang
Sensorium: compos mentis
TD: 120/80mmHg
Nadi: 80x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,5oC
Status Obstetri
PL: FUT 2 jb pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif tidak ada,
vulva tenang, luka episiotomi tenang
P1A0 post partum spontan neonatus hidup, laki-laki, BB
3400gr, PB 47cm, A/S 8/9 FT AGA
Nonfarmakologi:
Observasi tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan
ASI on demand
Vulva hygiene (pagi dan sore)
Perawatan luka episiotomi (pagi dan sore)
Farmakologi :
Cefadroxil 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Vitamin B complex 2x1
Rencana konsul PKBRS
14-04-2015
(06.00 WIB)
S:
O:
Keluhan: -
Status Present
11
A:
P:
KU: Sedang
Sensorium: compos mentis
TD: 120/80mmHg
Nadi: 82x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,5oC
Status Obstetri
PL: FUT 3 jb pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif tidak ada,
vulva tenang, luka episiotomi tenang, lokia rubra (+)
P1A0 post partum spontan neonatus hidup, laki-laki, BB
3400gr, PB 47cm, A/S 8/9 FT AGA
Nonfarmakologi:
Observasi tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan
ASI on demand
Vulva hygiene (pagi dan sore)
Perawatan luka episiotomi (pagi dan sore)
Farmakologi:
Cefadroxil 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Vitamin B complex 2x1
15-04-2015
(06.00 WIB)
S:
O:
Keluhan: -
Status Present
KU: Sedang
Sensorium: compos mentis
TD: 120/80mmHg
Nadi: 82x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,5oC
Status Obstetri
PL: FUT 2 jb pusat, kontraksi baik, perdarahan aktif tidak ada,
vulva tenang, luka episiotomi tenang, lokia rubra (+)
12
A:
P:
P1A0 post partum spontan neonatus hidup, laki-laki, BB
3400gr, PB 47cm, A/S 8/9 FT AGA
Nonfarmakologi:
Observasi tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan
ASI on demand
Vulva hygiene (pagi dan sore)
Perawatan luka episiotomi (pagi dan sore)
Farmakologi:
Cefadroxil 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Vitamin B complex 2x1
Rencana pulang.
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Histologi Membran Amniokorionik
Selaput ketuban terdiri atas struktur anatomi yang termasuk amnion dan
korion (yang berasal dari fetus) dan desidua (yang berasal dari ibu). Struktur ini
dikenal sebagai unit amniokorion-desidua (lihat gambar 1). Amnion berasal dari
sitotrofoblas dan terdiri atas epitelium, yang menghadap ke rongga amnion,
lapisan padat berperan paling besar dalam mempertahankan kekuatan amnion dan
lapisan spons berada di antara amnion dan korion. Lapisan spons memungkinkan
amnion untuk bergerak terhadap korion yang terfiksir. Korion mengandung
beberapa lapisan jaringan ikat yang merupakan lapisan terluar yang melekat erat
dan sulit dibedakan dari desidua kapilaris. Unit amniokorion-desidua merupakan
struktur matriks ekstraseluler fundamental yang mengandung komponen seluler
yang unik yaitu amnion, korion dan desidua (lihat gambar 2).11
Gambar 1. Histologi Membran Amniokorionik11
14
Gambar 2. Gambar skematis dari struktur membrane ketuban saat aterm. Komposisi matriks
ekstraseluler pada tiap lapisan dan tempat produksi matriks metalloproteinase (MMP).11
3.2 Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum
mulainya persalinan atau dimulainya tanda inpartu.5,6,8-10 Periode latensi
merupakan interval antara KPD dan waktu dimulainya persalinan. Periode latensi
tersebut berkisar antara 1 sampai 12 jam.11 Pecahnya ketuban sebelum usia
kehamilan 23 minggu dikenal sebagai ketuban pecah sebelum janin bisa hidup.11
Pecahnya ketuban sebelum persalinan dan sebelum usia kehamilan 37 minggu
dikenal sebagai ketuban pecah dini prematur.5,7,9 Ketuban yang pecah setelah atau
ketika persalinan disebut ketuban pecah spontan.9 Lokasi ruptur ketuban biasanya
di cavum uteri yang paling dekat dengan serviks.11
3.3 Epidemiologi
Pada kehamilan aterm, KPD terjadi pada sekitar 8% kasus dan biasanya
diikuti oleh persalinan spontan. Sekitar 50% wanita dengan KPD akan melahirkan
spontan dalam waktu 12 jam, 70% dalam waktu 24 jam, 85% dalam waktu 48 jam
15
dan 95% dalam waktu 72 jam. KPD prematur terjadi pada 1,0 – 3,5% kehamilan
dan merupakan penyebab terbanyak kelahiran prematur. 5,7,8,10
Sebanyak 15-25% infeksi intraamnion terjadi pada KPD prematur dan
infeksi postpartum terjadi pada sekitar 15-20% populasi. Kejadian infeksi ini lebih
sering terjadi pada usia kehamilan muda. Abrupsio plasenta terjadi 2-5% pada
kehamilan dengan KPD prematur.5,7,8,10 Melalui penatalaksanaan ekspektatif,
angka kelangsungan hidup janin pada KPD yang terjadi setelah usia kehamilan 22
minggu lebih besar daripada sebelum berusia 22 minggu (57,7%:14,4%).5
3.4 Etiologi dan Faktor Risiko
KPD dapat disebabkan oleh beberapa faktor. KPD pada usia kehamilan
aterm bisa terjadi akibat kelemahan selaput ketuban fisiologis dan adanya gaya
yang dihasilkan dari kontraksi uterus. Selain itu, KPD dapat juga disebabkan oleh
keadaan patologis yang berdiri sendiri atau terjadi secara bersamaan. Infeksi
intraamnion terutama pada usia kehamilan muda, adanya riwayat KPD prematur,
perdarahan antenatal, oligohidramnion, ukuran serviks yang pendek, perdarahan
trimester kedua dan ketiga, indeks massa tubuh yang rendah, status sosioekonomi
yang rendah, merokok dan penggunaan obat-obatan terlarang. Tindakan
amniosintesis dan sirklase juga dapat menyebabkan KPD.5,6,9 Adapun faktor risiko
dari KPD prematur berhubungan terbalik dengan usia kehamilan saat ruptur dan
terdapat faktor lain yang terlibat seperti banyaknya fetus, tingkat keparahan
oligohidramnion, ketebalan miometrium dan komplikasi maternal dan obstetrik.7
3.5 Patofisiologi
Teori two sac dari Schumann memaparkan bahwa cairan amnion terdapat
pada 2 lapisan membran dan menghasilkan tonjolan yang ruptur ke vagina,
meninggalkan satu lapisan intak dengan adanya cairan sisa serta dapat ruptur di
kemudian hari. Pada kasus ini, ibu mempunyai riwayat kebocoran cairan dan tes
harus positif walaupun membran terlihat intak pada saat persalinan.7
Patofisiologi KPD berbeda dengan KPD prematur. Pada kehamilan aterm,
kelemahan membran dapat dihasilkan dari perubahan fisiologis dikombinasikan
dengan gaya tekan yang dihasilkan oleh kontraksi dan peregangan berulang.
16
Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia
yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Degradasi
kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan,
keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari
matriks ekstraseluler dan membran janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini
meningkat menjelang persalinan. Kelemahan generalisata dari membran lebih
sulit diidentifikasi pada KPD prematur. KPD prematur lebih disebabkan oleh
defisit fokal daripada kelemahan generalisata membran.7,10
Mekanisme KPD Akibat Infeksi
Ketika terjadi invasi bakteri intrauterine, membran desidua dan fetus
beraktivasi dan menghasilkan sitokin pro inflamasi (prostaglandin, metaloprotease
dan neutrofil PMN, makrofag dan zat bioaktif lainnya). Interleukin-1 dan tumor
nekrosis faktor α yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion.11
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban
pecah dini preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang
melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis
terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin E2 oleh sel korion
akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi prostaglandin. Sampai saat ini hubungan langsung antara
produksi prostaglandin dan ketuban pecah dini belum diketahui, namun
prostaglandin terutama E2 dan F2α telah dikenal sebagai mediator dalam
persalinan mamalia dan prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen
pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3.11
17
Mekanisme KPD Akibat Pengaruh Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan konsentrasi
TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan. Tingginya konsentrasi
progesteron akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase pada babi
walaupun kadar yang lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada
juga protein hormon relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara lokal oleh sel desidua dan plasenta.11
Hormon ini mempunyai aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi
oleh progesteron dan estradiol dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-
9 dalam membran janin. Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada
selaput ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya dijelaskan.11
Mekanisme KPD Akibat Kelainan Vaskular
Pemeriksaan histologi pada plasenta wanita yang melahirkan dengan KPD
premature menunjukkan bahwa terdapat 2 kelompok pasien yaitu mereka yang
menderita korioamnionitis akut dan mereka dengan lesi vaskuler plasenta. Pasien
dengan lesi vaskuler juga mengalami inflamasi (korioamnionitis histologis). Lesi
vaskuler spesifik mencakup kegagalan transformasi fisiologis dari arteri spiralis,
aterosis, nekrosis fibrinoid dari pembuluh darah desidua dan thrombosis
pembuluh darah desidua bersamaan dengan vaskulopati desidua. Perdarahan per
vaginam dapat menyebabkan KPD melalui pemisahan korioamnion dan desidua
yang dapat melemahkan selaput ketuban. Pada saat pembentukkan klot
retroplasenta, thrombin dihasilkan. Enzim ini akan menstimulasi produksi MMP-1
dan MMP-3 oleh sel desidua dan MMP-9 oleh membrane amniokorion. MMP ini
bisa mendegradasi kolagen fibriler (tipe I dan III) dan komponen matriks
ekstraseluler membran korioamnion lainnya yang dapat memungkinkan untuk
terjadinya KPD.11
18
Mekanisme KPD Akibat Kematian Sel Terprogram
Pada selaput ketuban, terdapat lokasi perubahan morfologis yaitu zone of
altered morphology (ZAM). ZAM ini dicirikan oleh pembengkakan jaringan,
gangguan jaringan ikat, penipisan lapisan trofoblas dan penipisan atau tidak
adanya lapisan desidua. ZAM mengalami peningkatan apoptosis. 11
Mekanisme KPD Akibat Peregangan Selaput Ketuban
Sel-sel mesenkimal di korion mengalami perubahan fenotipe menjadi
miofibroblas yang teraktivasi. Fenotip ini muncul ketika matriks ekstraseluler
terpapar dengan gaya regang membran ketika fetus bertumbuh dan kontraksi
uterus. Terjadi perubahan komposisi matriks ektraseluler ZAM yaitu penurunan
signifikan dari kepadatan kolagen I, III, dan IV serta peningkatan ekspresi tenacin
C dan osteonektin. Peningkatan tekanan intrauterine melebihi tekanan pada ZAM
sehingga selaput ketuban pecah.11
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu, peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membran. Interleukin-8 yang diproduksi dari
sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang
aktifitas kolegenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya
keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.11
Mekanisme KPD Akibat Keadaan Patologis Serviks
Integritas serviks bermanfaat untuk mencegah infeksi intrauterine dari
bawah ke atas dan menjaga integritas daerah bawah dari selaput ketuban. Infeksi
dapat disebabkan oleh pemendekan serviks, hilangnya mukus dan perubahan
dinamis serviks. Hilangnya mukus dapat mengurangi imunitas untuk mencegah
infeksi intrauterin ke atas.11
19
Gambar 3. Mekanisme yang Berperan dalam Patofisiologi KPD
3.6 Manifestasi Klinis
Pasien dengan KPD prematur biasanya mengeluh terdapat kebocoran
cairan, discharge vagina, perdarahan vagina dan tekanan pada pelvis. Pasien
hamil aterm dengan KPD akan melahirkan per vaginam dalam waktu 24 jam.9
3.7 Diagnosis
A. Anamnesis5,6
Dari anamnesis, didapatkan pasien merasa keluar cairan yang banyak
secara tiba-tiba.
B. Pemeriksaan Fisik
Periksa adanya tanda-tanda infeksi seperti suhu ibu >38oC serta air
ketuban keruh dan berbau.
C. Pemeriksaan Obstetri5,6
20
Pemeriksaan Leopold dan DJJ
Pada semua pasien KPD, usia kehamilan, presentasi fetus dan keadaan
janin harus diperiksa. DJJ janin dapat mengalami takikardia yang
menunjukkan adanya infeksi.
Pemeriksaan dengan menggunakan inspekulo
Pemeriksaan obstetri dengan menggunakan inspekulo bermanfaat
untuk melihat cairan amnion melewati serviks dan terkumpul atau
mengenang pada forniks posterior atau vagina, menilai servisitis,
prolaps tali pusat, dilatasi dan pendataran serviks dan mengambil
sediaan untuk kultur,
Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam berupa Vagina Toucher berguna untuk mematikan
tidak ada tanda-tanda inpartu.
D. Pemeriksaan lain5,6,7
Pemeriksaan pH cairan vagina
Pemeriksaan pH dapat dilakukan dengan menggunakan kertas
Nitrazin dan lihat apakah kertas lakmus berubah dari merah menjadi
biru. pH cairan vagina yang normal berkisar antara 4,5 – 6,0
sedangkan cairan amnion memiliki pH 7,1 – 7,3.
Hasil positif semu terjadi jika terdapat darah atau semen, antiseptik
alkali dan vaginosis bakterialis. Hasil negatif semu dapat terjadi pada
KPD prolong dan cairan sisa yang minimal.
Pemeriksaan mikroskopis
Dari pemeriksaan di mikroskop, akan terlihat gambaran pakis
ketika mengamati secret servikovaginal yang mongering.5,6
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk mengkonfirmasi usia
kehamilan, memperkirakan berat janin dan presentasinya, memantau
pertumbuhan fetus, DJJ, korioamnionitis serta abrupsio plasenta.
Selain itu, melalui USG, KPD dapat dikonfirmasi dengan adanya
oligohidramnion.
21
Pemeriksaan fibronektin fetus
Fibronektin fetus merupakan pemeriksaan yang sensitif tetapi tidak
spesifik untuk KPD. Hasil yang negatif menunjukkan membran yang
intak tetapi hasil yang positif bukan merupakan diagnosis pasti KPD.
Pemeriksaan alfa-mikroglobulin-1 (PAMG-1)
Glikoprotein plasenta ini berjumlah banyak pada cairan amnion
dan lebih rendah pada darah ibu. PAMG-1 dapat dideteksi sebanyak
0,25 µl cairan amnion pada 1 ml sekresi vagina.7
Instilasi tinta karmin indigo transabdominal dengan bantuan USG,
diikuti dengan lewatnya cairan tinta biru melalui vagina dan
didokumentasi dengan tampon.
Hal yang penting diperhatikan bahwa urine maternal berubah
menjadi biru dan jangan disalahtafsirkan dengan cairan amnion.
Pemeriksaan laboratorium
Monitor serial dari leukosit (> 15.000/mm3) dan penanda inflamasi
dapat dilakukan jika terdapat bukti klinis adanya infeksi. Beberapa
penanda yang dapat digunakan pada cairan amnion adalah prolaktin,
alfa-fetoprotein, subunit beta Human Chorionic Gonadotropin (HCG),
diamin oksidase, laktat, kreatinin, urea dan Insulin Growth Factor
Binding Protein-1. Akan tetapi, penanda ini jarang digunakan karena
alasan biasa, kompleksitas pemeriksaan dan sensitivitas yang
rendah.5,7
3.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada KPD terbagi atas ibu dan janin,
yaitu:
A. Ibu5,7,9
Korioamnionitis
Endometritis
Abrupsio plasenta
Retensio plasenta
22
Perdarahan post partum
Sepsis
Sepsis jarang terjadi pada ibu tetapi merupakan suatu keadaan yang
mengancam nyawa dan terjadi pada sekitar 1% kasus
Kematian ibu
B. Janin5,7,9
Infeksi dan inflamasi intrauterin, frekuensinya meningkat seiring
dengan lamanya durasi KPD. Inflamasi dapat menyebabkan gangguan
perkembangan saraf
Persalinan prematur yang juga dapat mengakibatkan distres nafas,
sepsis, perdarahan intraventrikuler dan enterokolitis nekrotikans
Kerusakan substansia alba akibat KPD pada usia kehamilan muda
Kematian janin, terjadi pada KPD prematur saat berusia 14 hingga 24
minggu kehamilan
Hipoplasia pulmonal, biasanya terjadi pada KPD sebelum usia
kehamilan 24 minggu. Faktor risiko lainnya yaitu volume amnion
yang tersisa sedikit
Deformitas seperti Potter-like facies (rendahnya posisi telinga dan
lipatan epikantus), kontraktur ekstremitas dan abnormalitas posisi
lainnya. Hal ini disebabkan oleh oligohidramnion yang
berkepanjangan. Deformitas terjadi pada 1,5-2, Deformitas terjadi
pada 1,5-38% kasus dan dapat membaik dengan pertumbuhan
postnatal dan terapi fisik.
Kompresi plasenta
Malpresentasi
23
3.9 Penatalaksanaan
A. Tatalaksana Umum6
- Eritromisin 4 x 250 mg selama 10 hari
- Rujuk ke fasilitas yang memadai
B. Tatalaksana Khusus5,6,8,9
Di RS rujukan, dilakukan tatalaksana sesuai dengan usia kehamilan.
Aterm (usia kehamilan ≥ 37 minggu)
- Persiapan persalinan
Indikasi persalinan pada KPD yaitu gawat janin, korioamnionitis
dan abrupsio plasenta.
- Induksi persalinan dengan prostaglandin atau oksitosin jika tidak
ada kontraindikasi
Metaanalisis dari 12 penelitian acak (6.814 wanita) menunjukkan
bahwa induksi persalinan dapat mengurangi lama waktu
persalinan dan risiko korioamnionitis, endometritis dan perawatan
di ruang rawat intensif neonatus tanpa meningkatkan jumlah
persalinan sectio cesarea atau persalinan per vaginam operatif.
- Profilaksis infeksi Streptococcus grup B jika diindikasikan
Profilaksis ini diberikan berdasarkan hasil kultur sebelumnya
Prematur akhir (usia kehamilan 34 0/7 - 36 6/7 minggu)
Penatalaksanaannya sama dengan usia kehamilan aterm
Prematur (usia kehamilan 24 0/7 – 33 6/7 minggu)
- Tatalaksana ekspektatif
Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta dan kematian janin,
lakukan persalinan segera.
- Antibiotik
Kombinasi ampisilin (4 x 2 gram) dan eritromisin (4 x 250 mg)
intravena selama 2 hari dan dilanjutkan dengan amoksisilin oral
(3 x 250 mg) dan eritromisin (3 x 333 mg) selama 5 hari
direkomendasikan selama manajemen ekspektatif pada wanita
dengan KPD premature dengan usia kehamilan < 34 0/7 minggu.
24
- Kortikosteroid dosis tunggal
Kortikosteroid yang dipilih adalah deksametason 6 mg IM tiap 12
jam selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam
selama 48 jam. Penggunaan kortikosteroid antenatal telah
dievaluasi dan bermanfaat untuk mengurangi mortalitas neonatus,
distres pernafasan, perdarahan intraventrikuler dan enterokolitis
nekrotikans.
- Profilaksis infeksi Streptococcus grup B jika diindikasikan
- Magnesium sulfat sebagai neuroproteksi
Penggunaan magnesium sulfat sebagai neuroproteksi bertujuan
untuk mengurangi risiko palsi serebral pada janin.
- Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin
Usia kehamilan < 24 minggu
- Lakukan konseling pada pasien
- Tatalaksana ekspektatif atau induksi persalinan
- Antibiotik tidak direkomendasikan
- Kortikosteroid tidak direkomendasikan
- Tokolitik tidak direkomendasikan
- Magnesium sulfat sebagai neuroproteksi tidak direkomendasikan
3.10 Prognosis
Pada umumnya, prognosis baik setelah usia kehamilan 32 minggu dan tidak
ada komplikasi seperti malformasi kongenital, hipoplasia pulmonal dll. KPD
trimester kedua (13-26 minggu) mempunyai prognosis buruk. Kemampuan
bertahan hidup tergantung usia kehamilan pada saat diagnosis yaitu 12% ketika
berusia 16 – 19 minggu dan 60% ketika berusia 25 – 26 minggu.9
25
BAB IV
ANALISIS KASUS
Ny. S, perempuan, berusia 33 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama
keluar air dari kemaluan. Pasien datang dalam keadaan hamil dengan status obstetrik
G1P0A0. Keluar air dari kemaluan pada wanita hamil maka dapat dipikirkan sebagai
pecahnya selaput ketuban. Pecahnya selaput ketuban pada wanita hamil dapat terjadi
normal ataupun terlalu cepat. Biasanya selaput ketuban akan pecah pada akhir kala I atau
awal kala II. Di sisi lain, selaput ketuban juga dapat pecah lebih cepat dari waktu
seharusnya dan sering dikatakan sebagai ketuban pecah dini. Ketuban pecah dini (KPD)
ini diartikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum ada/mulai tanda-tanda inpartu.
Beberapa tanda inpartu adalah penipisan dan pembukaan serviks, kontraksi uterus yang
mengakibatkan perubahan serviks (minimal 2x dalam 10 menit), keluar cairan dan lendir
bercampur darah (show) dari vagina. Pada kasus ini pasien ini mengalami keluar air
terlebih dahulu dari kemaluannya, dan 2 jam kemudian baru diikuti dengan tanda-tanda
inpartu seperti kontraksi yang dirasa semakin kuat dan sering serta keluarnya darah dan
lendir dari vagina, sementara tanda inpartu berupa penipisan dan pembukaan serviks tidak
dapat ditentukan karena tanda ini didapatkan dari pemeriksaan fisik sementara pasien
baru datang ke rumah sakit 10 jam setelah keluar air dari kemaluannya sehingga tidak
pasti apakah saat selaput ketuban pecah telah terjadi pembukaan dan penipisan serviks.
Oleh karena itu, pada pasien ini masih dapat dipikiran sebagai ketuban pecah yang
normal ataupun ketuban pecah dini. Berdasarkan definisi lain, ketuban pecah dini juga
dapat diartikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda inpartu
dan setelah 1 jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu sebagaimana mestinya. Pada
kasus ini, setelah 1 jam pasca keluar air pasien masih belum mengalami tanda-tanda
inpartu maka dapat dikatakan bahwa pasien mengalami ketuban pecah dini.
Akan tetapi untuk menetukan apakah air yang keluar benar-benar merupakan
ketuban atau bukan diperlukan pemeriksaan seperti tes nitrazin. Pada pemeriksaan ini
digunakan kertas lakmus untuk mengecek cairan yang keluar dari vagina. Ketuban
memiliki pH sekitar 7-7,5 sehingga akan menyebabkan kertas lakmus berubah warna dari
merah jadi biru, sementara sekret vagina biasanya memiliki pH 4-5 dan tidak akan
menyebabkan kertas lalmus tidak berubah warna. Pada kasus ini setelah dilakukan tes
nitrazin didapatkan hasil kertas lakmus berubah warna dari merah menjadi biru sehingga
dapat disimpulkan bahwa cairan yang keluar adalah memang benar ketuban.
26
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada usia kehamilan preterm <37 minggu ataupun
aterm >37 minggu. Sebagian besar kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan
aterm diatas 37 minggu. Pada kasus ini, usia kehamilan pasien adalah aterm. Hal ini dapat
dilihat dari perkiraan usia kehamilannya dimana HPHT pasien adalah 7 Juli 2014 dan dari
HPHT ini diperkirakan usia kehamilannya adalah sekitar 39 minggu. Selain dari HPHT,
perkiraan usia kehamilan dapat ditentukan pula dari pemeriksaan fisik yaitu melalui
pemeriksaan leopold I dengan melihat tinggi fundus uteri. Tinggi fundus uteri pasien ini
adalah 32 cm, maka berdasarkan tabel tinggi fundus uteri menurut Spiegelberg dan
Mochtar maka usia kehamilannya adalah 36 minggu. Akan tetapi, tinggi fundus ini
mungkin lebih rendah dari seharusnya dan usia kehamilan pasien ini lebih dari 36
minggu, tinggi fundus didapatkan lebih rendah mungkin disebabkan karena pecahnya
ketuban sehingga volume intrauterine berkurang. Selain dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik, perkiraan usia kehamilan juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan USG dengan
menilai biometri janin. Hasil pemeriksaan biometri janin berdasarkan USG pada pasien
ini adalah BPD (biparietal diameter): 92mm, Ac (Abdominal circumference):
330mm, Hc (Head Circumference): 328mm, EFW (Estimate Fetal Weight):
2800gr. Berdasrkan hasil ini maka diperkirakan usia kehamilan pasien adalah
sekitar 38 minggu. Maka dari seluruh pemeriksaan disimpulkan bahwa usia
kehamilan pasien ini adalah aterm. Jadi dapat ditegakkan bahwa pasien ini
mengalami ketuban pecah dini aterm.
Ketuban pecah dini pada kondisi aterm dapat merupakan variasi fisiologis
akibat kelemahan selaput ketuban fisiologis maupun patologis yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor predisposisi seperti infeksi, peningkatan tekanan
intrauterin sehingga terjadi overdistensi uterus, trauma, multigravida, atau
perokok. Pada sebagian besar kasus ketuban pecah dini terjadi akibat proses
infeksi. Pada kasus ini, kemungkinan overdistensi uterus sehingga menyebabkan
ketuban pecah dini dapat disingkirkan karena pada pasien ini tidak terdapat
kondisi gemeli, polihidramnion yang dapat menyebabkan peregangan uterus
berlebihan. Kemudian riwayat trauma yang dapat menyebabkan ketuban pecah
dini juga dapat disingkirkan karena pasien menyangkal adanya riwayat trauma
dan riwayat post koital. Kemudian faktor risiko KPD yang paling sering terjadi
adalah infeksi. Kemungkinan adanya infeksi yang menyebabkan ketuban pecah
27
dini pada pasien ini masih dapat dipikirkan. Infeksi dapat terjadi baik secara
langsung pada selaput ketuban, maupun ascenden dari vagina. Pada kondisi
infeksi akan menghasilkan sitokin pro inflamasi (prostaglandin, metaloprotease,
dan neutrofil PMN, makrofag dan zat bioaktif lainnya). Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin oleh selaput ketuban yang
diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan
iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran. Pada kasus ini kemungkinan
infeksi yang terjadi adalah infeksi ascenden dari vagina karena terdapat riwayat
keputihan pada pasien ini. Selain itu, tanda lain yang dapat mendukung
kemungkinan adanya infeksi pada kasus ini dapat dilihat dari warna ketuban yang
hijau. Air ketuban yang normal biasanya jernih dan tidak berbau, sementara pada
kasus ini warna air ketuban hijau sehingga kemungkinan terjadi infeksi pada
kasus ini. Selain itu, tanda infeksi juga ditunjukkan melalui hasil laboratorium
dimana ditemukan leukositosis (leukosit pre partum 21.400/mm3, post partum
30.900/mm3, serta CRP kualitatif + dan kuantitatif 83). Pada ibu hamil kadar
leukosit ibu memang dapat lebih tinggi dari normal karena adanya reaksi antigen-
antobodi namun peningkatan leukosit ini lebih dari normal dimana pada ibu hamil
pre partum kadar normal leukosit adalah 5.000-17.000/mm3 sementara pada
kondisi post partum leukosit ibu bervariasi dari 9.000-25.000/mm3. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa ibu mengalami infeksi.
Dari hasil pemeriksaan ketika pasien datang, didapatkan temuan tinggi
fundus uteri 32 cm, bagian teratas bokong, letak memanjang, bagian terbawah
kepala, penurunan 3/5, his: 3x/10’/30”, DJJ: 156 x/menit regular, taksiran berat
janin 3100 gram. Dari pemeriksaan dalam inspekulo ditemukan portio livide,
OUE terbuka, fluor (+), fluxus (+), ketuban tidak aktif. Vaginal toucher : portio
lunak, anterior, pembukaan 7cm, pendataran 75%, bagian terbawah kepala, hodge
II, ketuban (-) kental, hijau, penunjuk UUK kanan depan. Dari pemeriksaan ini
dapat dilihat bahwa saat datang pasien sudah memasuki kala I fase aktif
persalinan dilihat dari pembukaan yang sudah 7 cm, namun dari pemeriksaan ini
ditemukan his 3x/10’/30”.
28
Pasien ini didiagnosis dengan G1P0A0 hamil 38 minggu inpartu kala I fase
aktif dengan ketuban pecah dini 10 jam, janin tunggal hidup presentasi kepala.
Tatalakasana yang seharusnya diberikan untuk pasien ini sesuai dengan alur terapi
dari American College of Obstetricians and Gynecologist adalah terapi ketuban
pecah dini untuk usia kehamilan aterm yaitu pemberian antibiotik serta terapi aktif
berupa terminasi kehamilan. Pada kasus, terapi awal yang dilakukan saat pasien di
IGD adalah observasi TV ibu, His, DJJ, IVFD RL gtt xx/menit, injeksi Ampicilin
4x1g (IV), persiapan partus pervaginam. Terapi yang dilakukan pada pasien ini
sudah sesuai dengan standar yang seharusnya dilakukan.
Pemberian infus IVFD RL dengan gtt XX/menit ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan cairan selama proses persalinan serta sebagai akses penyuntikan obat
secara intravena. Pemberian antibiotik sangat diperlukan pada ketuban pecah ini.
Berdasarkan alur penatalaksanaan menurut American College of Obstetricians
and Gynecologist, maka perlu diberikan antibiotik profilaksis terhadap GBS
(group B streptococcus). Hal ini dilakukan karena GBS merupakan merupakan
salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas pada noenatus akibat sepsis,
penumonia dan meningitis. Tujuan terapi antibiotik ini adalah untuk mengurangi
atau meniadakan transmisi GBS ke neonatus dengan memberi antibiotik pada ibu.
Pilihan antibiotik yang dapat diberikan adalah penisilin dan ampisilin. Antibiotik
lini pertama yang diberikan sebagai antibiotik profilaksis adalah penisilin G, dan
ampisilin merupakan terapi alternatif yang juga dapat diberikan karena GBS
sensitif terhadap ampisilin. Pada kasus ini pasien diberikan ampisilin mungkin
karena ketersediaan obat yang ada adalah ampisilin. Kemudian pada kasus ini
karena usia kehamilan pasien sudah cukup bulan maka tidak ada alasan untuk
mempertahankan kehamilan lebih lama sehingga perlu dilakukan persiapan
persalinan sesegera mungkin. Persalinan dapat dilakukan pervaginam ataupun per
abdominam jika terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam seperti letak
lintang, presentasi lain yang tidak memungkinkan dilahirkan pervaginam serta ada
kontraindikasi pemberian oksitosin.
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus persalinan dengan ketuban pecah
dini adalah komplikasi pada ibu dan janin. Pada komplikasi maternal dapat terjadi
29
infeksi seperti korioamnionitis, sementara komplikasi pada janin dapat terjadi
partus prematurus, septikemia, pneumonia, omfalitis, hipoksia dan asfiksia akibat
oligohidramnion sehingga menimbulkan gawat janin. Akan tetapi pada kasus ini
tidak ditemukan tanda dari komplikasi baik pada ibu maupun janin. Prognosis
pada kasus ini baik quo ad vitam maupun fungsionam adalah dubia ad bonam. Hal
ini didasarkan pada waktu terjadinya KPD yaitu pada usia aterm sehingga tidak
terjadi komplikasi seperti partus prematurus yang berdampak kurang baik pada
janin serta komplikasi lainnya. Selain itu, pada ibu dari pemeriskaan tanda vital
semua dalam batas normal serta tidak ada manifestasi klinis yang menunjukkan
tanda infeksi meskipun hasil laboratorium menunjukkan leukositosis dan CRP
yang postif.
Kemudian setelah proses persalinan selesai maka masih diperlukan follow
up pasca peralinan yang terdiri dari observasi tanda vital, kontraksi uterus dan
perdarahan, serta perlu dilakukan perawatan luka untuk mencegah infeksi. Pada
pasien ini, saat dilakukan follow up tidak ditemukan perdarahan aktif, tanda vital
dalam batas normal, kontraksi uterus baik serta fundus uteri yang mengecil (2 jari
bawah pusat). Pasien juga diedukasi bagaimana cara menjaga vulva hygiene.
Pasien diajarkan untuk mengganti kassa di daerah luka episiotomi yang telah
diberi povidone iodine 10% setiap kali habis BAB atau BAK, perhatikan tanda-
tanda infeksi pada bekas jahitan seperti bengkak atau timbul nanah. Kemudian
setelah di bangsal, pasien mendapatkan terapi antibiotik berupa cefadroxil 2x500
mg, asam mefenamat 3x500mg, dan vitamin B kompleks 2x1. Pemberian
antibiotik diganti dari iv ke oral dikarenakan target terapi sekarang adalah hanya
ibu, tanpa janinnya lagi sehingga pemberian secara oral sudah cukup. Pemilihan
antibiotik menjadi cefadroxil karena cefadroxil merupakan antibiotik spektrum
luas yang efektif terhadap streptokokus. Asam mefenamat merupakan obat
analgetik yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri, pada kasus ini pemberian
asam mefenamat ditujukan untuk mengurangi nyeri pasca persalinan dan nyeri
jahitan luka episiotomi. Kemudian pasien juga diberikan terapi vitamin B
kompleks. Pada kasus ini pasien dalam kondisi pasca persalinan dan selama
proses persalinan sejumlah darah ikut keluar, ditambah lagi dari hasil pemeriksaan
30
laboratorium didapatkan kondisi anemia. Vitamin B kompleks terdiri dari vitamin
B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9 dan B12. Salah satu komponen penting dalam
pembentukan sel darah merah adalah vitamin B12, jadi salah satu tujuan
pemberian vitamin pada kasus ini adalah untuk membantu proses pembentukan
sel darah merah.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2012. 2013;p:260-261.
2. Ning L., Qiulan F., Wenhua C. Cause Analysis and Clinical Management
Experience of the Premature Rupture of Membrane. Open Journal of
Obstetrics and Gynecology, 2013;3:p222-226.
3. Kenyon S, Boulvain M, Neilson JP. Antibiotics for Preterm Rupture of
Membranes. Cochrane Database of Systematic Reviews, 2010;8:p2-13.
4. Allison B. Practice Bulletin no.139: Management of Premature Rupture of
Membranes. Obstet Gynecol, 2013;p122:918.
5. Practice Bulletin. Premature Rupture of Membranes. The American College
of Obstetricians and Gynecologists. 2013;122(4):p918-930.
6. Moegni EM, Ocviyanti D. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Moegni EM,
Ocviyanti D. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia;
2013:p122-123.
7. El-Messidi A, Cameron A. Diagnosis of Premature Rupture of Membrane:
Inspiration from the Past and Insights for the Future. J Obstet Gynaecol Can.
2010;32(6):p561-569.
8. Yudin Mark H, van Schalkwyk J, van Eyk N. Antibiotic Therapy in Preterm
Premature Rupture of Membrane. J Obstet Gynaecol Can. 2009;233:p863-
867.
9. Jazayeri A. Premature Rupture of Membranes. Perinatal Services, Aspirus
Hospital; New York: 1-8.
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview
10. Prawirohardjo, S. Ilmu Kebidanan, PT Bina Pustaka Sarwono, Jakarta, 2011.
11. Santolaya-Forgas J, Romero R, Espinoza J, Friel LA, Kusanovic JP, Bahado-
Singh R, Nien JK.. Prelabor Rupture of Membranes. In: Reece EA, Hobbins
JC, editors. Clinical Obstetrics: The Fetus and Mother. 3rd ed. Massachussets:
Blackwell Publishing, Inc;2007:p1130-1188.
32