dengue hemorargic fever
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya
berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi
perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan
kematian. (Depkes, 2006).
Penanggulangan demam berdarah secara umum di tujukan pada
pemberantasan rantai penularan dengan memusnahkan pembawa virusnya
(vektornya) yaitu nyamuk Aedes Aegypty. Penanggulangan demam berdarah
dengan memberantas sarang perkembangbiakannya yang umumnya ada di air
bersih yang tergenang di permukaan tanah maupun di tempat-tempat
penampungan air, dengan teknik program 3M ( menutup, menguras, mengubur
barang-barang bekas).
Diperoleh data pada kasus DBD di DKI Jakarta menurun selama tiga tahun
terakhir, secara signifikan. Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta menyebutkan,
penurunan terjadi hingga tiga tahun terakhir. Pada tahun 2007, jumlah kasus
DBD mencapai 31.836 kasus. Jumlah itu mengalami penurunan di tahun 2008
yang hanya mencapai 28.361 kasus. Pada 2009 penurunannya sangat signifikan
hanya menyisakan 18.835 kasus. Di tahun 2010, jumlah kasus DBD semakin
menyusut menjadi 12.639 kasus.
Peran perawat untuk mengatasi penyakit DBD dengan cara promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Promotif yaitu memberi penyuluhan kesehatan
tentang penyakit DBD dan penanggulangannya, preventif yaitu untuk mencegah
terjadinya DBD dengan cara merubah kebiasaan hidup sehari-hari melalui tidak
menggantung pakaian yang sudah di pakai, menjaga kebersihan lingkungan dan
penampungan air, kuratif yaitu untuk memenuhi cairan tubuh sesuai dengan
kebutuhan, serta mengkonsumsi minuman yang dapat meningkatkan trombosit
seperti jus kurma dll. Dari aspek rehabilitatif perawat berperan memulihkan
1
kondisi klien dan menganjurkan klien untuk kontrol kembali kerumah sakit bila
keluhan timbul kembali. Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik
memilih judul “Asuhan Keperawatan Anak dengan Masalah Penyakit DHF”
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah tentang asuhan keperawatan anak dengan
DHF adalah :
1. Apakah DHF itu ?
2. Apa saja etiologi dari penyakit DHF ?
3. Bagaimana patofisiologi dari penyakit DHF ?
4. Apa klasifikasi dari penyakit DHF ?
5. Apa saja manifestasi klinis dari penyakit DHF ?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit DHF ?
7. Bagaimana pencegahan dari penyakit DHF ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Memberikan wawasan luas kepada para pembaca untuk
memahami/mengetahui tentang DHF
2. Menyelesaikan tugas akhir keperawatan Anak yang dibimbing oleh dosen
Keperawatan Anak, Ibu Rossyana S, S.Kp., M.Pd
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui/memahami definisi DHF
2. Mengetahui/memahami etiologi dari penyakit DHF
3. Mengetahui/memahami patofisiologi dari penyakit DHF
4. Mengetahui/memahami klasifikasi dari penyakit DHF
5. Mengetahui/memahami manifestasi klinis dari penyakit DHF
6. Mengetahui/memahami pemeriksaan diagnostic dari penyakit DHF
7. Mengetahui/memahami pencegahan dari penyakit DHF
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DHF
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty (Suriadi. 2010)
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh
penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Nursalam, dkk. 2008)
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak
dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang
disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan
masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)
(Hidayat, 2006)
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit
demam akut terutama menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya
berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan manifestasi
perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan
kematian. (Depkes, 2006).
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD).Infeksi dengue di
jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada musim hujan. Demam berdarah
dengue merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah kesehatan.
(Depkes, 2006).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam.
3
2.2 ETIOLOGI
1. Virus dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan
virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk
Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan
di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan.
Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang terdapat bejana
– bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di
luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun
dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih
menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi
hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan
mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih
4
mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue
tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang
pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Soedarto, 1990 ; 38).
2.3 PATOFISIOLOGI
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty dimana virus tersebut akan masuk ke dalam aliran darah, maka terjadilah
viremia (virus masuk ke dalam aliran darah). Kemudian akan bereaksi dengan
antibody dan terbentuklah kompleks virus antibody yang tinggi akibatnya
terjadilah peningkatan permeabilitas pembuluh darah karena reaksi imunologik.
Virus yang masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebabkan peradangan pada
pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang mana akan menurunkan
jumlah trombosit (trombositopenia) dan factor koagulasi merupakan factor terjadi
perdarahan hebat. Keadaan ini mengkibatkan plasma merembes (kebocoran
plasma) keluar dari pembuluh darah sehingga darah mengental, aliran darah
menjadi lambat sehingga organ tubuh tidak cukup mendapatkan darah dan terjadi
hipoksia jaringan.
Pada keadaan hipoksia akan terjadi metabolisme anaerob , hipoksia dan
asidosis jaringan yang akan mengakibatkan kerusakan jaringan dan bila kerusakan
jaringan semakin berat akan menimbulkan gangguan fungsi organ vital seperti
jantung, paru-paru sehingga mengakibatkan hipotensi , hemokonsentrasi ,
hipoproteinemia, efusi pleura, syok dan dapat mengakibatkan kematian. Jika virus
masuk ke dalam sistem gastrointestinal maka tidak jarang klien mengeluh mual,
muntah dan anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka virus dengue
tersebut menganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah tempat
sintesis dan osidasi lemak. Namun, karena hati terserang virus dengue maka hati
tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut menjadi bahan keton, sehingga
menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana pembesaran hepar ini
akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen. Bila virus bereaksi
5
dengan antbody maka mengaktivasi sistem koplemen atau melepaskan histamine
dan merupakan mediator factor meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah atau terjadinya demam dimana dapat terjadi DHF dengan derajat I,II,III, dan
6
IV. PATHWAY
7
2.4 KLASIFIKASI DHF
Berdasarkan standar WHO (2002), DHF dibagi menjadi empat derajat sebagai
berikut:
1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji
turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II : Seperti derajat I namun di sertai perdarahan spontan di kulitdan
atau perdarahan lain.
3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat
dan lemah, tekanan darah menurun disertai kulit dingin, lembab dan gelisah.
4. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tidak teratur dan tekanan darah
yang tidak dapat diukur.
Menurut derajat ringannya penyakit, Dengue Haemoragic Fever (DHF)
dibagi menjadi 4 tingkat (UPF IKA, 1994 ; 201) yaitu :
a. Derajat I
Panas 2 – 7 hari , gejala umumtidak khas, uji taniquet hasilnya positif
b. Derajat II
Sama dengan derajat I di tambah dengan gejala – gejala pendarahan
spontan seperti petekia, ekimosa, epimosa, epistaksis, haematemesis,
melena, perdarahan gusi telinga dan sebagainya.
c. Derajat III
Penderita syok ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti
nadi lemah dan cepat (> 120 / menit) tekanan nadi sempit (< 20 mmHg)
tekanan darah menurun (120 / 80 mmHg) sampai tekanan sistolik
dibawah 80 mmHg.
d. Derajat IV
Nadi tidak teraba,tekanan darah tidak terukur (denyut jantung > - 140
mmHg) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
8
2.4 MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian
turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri
punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat
menyetainya. (Soedarto, 1990 ; 39).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya
terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi
perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. ( Soedarto, 1990 ; 39).
Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas
hingga menyebabkan haematemesis. (Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan
gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah,
1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada
anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali
dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita . (Soederita, 1995 ; 39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk. (soedarto ; 39).
2.6 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk mendiagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) dapat dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan gejala seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga
dapat ditegakan dengan pemeriksaan laboratorium yakni :
9
1. Trombositopenia (< 100.000 / mm3) , Hb dan PCV meningkat (> 20%)
leukopenia (mungkin normal atau leukositosis), isolasi virus, serologis
(UPF IKA, 1994).
2. Pemeriksaan serologik yaitu titer CF (complement fixation) dan anti bodi
HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998 ; 69), yang hasilnya adalah
Pada infeksi pertama dalam fase akut titer antibodi HI adalah kurang dari
1/20 dan akan meningkat sampai < 1/1280 pada stadium rekovalensensi
pada infeksi kedua atau selanjutnya, titer antibodi HI dalam fase akut >
1/20 dan akan meningkat dalam stadium rekovalensi sampai lebih dari
pada 1/2560.
Apabila titer HI pada fase akut > 1/1280 maka kadang titernya dalam
stadium rekonvalensi tidak naik lagi. (UPF IKA, 1994 ; 202)
Pada renjatan yang berat maka diperiksa : Hb, PCV berulangkali (setiap
jam atau 4-6 jam apabila sudah menunjukan tanda perbaikan) faal
haemostasis x-foto dada, elektro kardio gram, kreatinin serum.
Dasar diagnosis Dengue Haemoragic Fever (DHF) WHO tahun 1997:
Klinis:
- Demam tinggi dengan mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari.
- Menifestasi perdarahan petikie, melena, hematemesis (test rumple leed).
- Pembesaran hepar.
- Syock yang ditandai dengan nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun, akral
dingin dan sianosis, dan gelisah.
Laboratorium:
- Trombositopenia (< 100.000/ uL) dan terjadi hemokonsentrasi lebih dari
20%.
2.7 PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN
Pemberantasan Dengue Haemoragic Fever (DHF) seperti juga penyakit
menular laibn didasarkan atas meutusan rantai penularan, terdiri dari virus, aedes
10
dan manusia. Karena sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terdapat
virus itu maka pemberantasan ditujukan pada manusia terutama pada vektornya.
(Soemarmo, 1998 ; 56)
Prinsip tepat dalam pencegahan DHF (Sumarmo, 1998 ; 57)
1) manfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan pada saat hsedikit terdapatnya DHF / DSS
2) memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita veremia.
3) Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah pengambaran yaitu
sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4) Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi.
Menurut Rezeki S, (1998 : 22) Pemberantasan penyakit Dengue Haemoragic
Fever (DHF) ini yang paling penting adalah upaya membasmi jentik nyamuk
penularan ditempat perindukannya dengan melakukan “3M” yaitu
1) Menguras tempat – tampet penampungan air secara teratur sekurang –
kurangnya sxeminggu sekali atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya
2) Menutup rapat – rapat tempat penampung air dan
3) Menguburkan / menyingkirkan barang kaleng bekas yang dapat menampung
air hujan seperti dilanjutkan di baliknya.
2.8 PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya pengobatan pasien Dengue Haemoragic Fever (DHF)
bersifat simtomatis dan suportif (Ngastiyah, 12995 ; 344)
Dengue Haemoragic Fever (DHF) ringan tidak perlu dirawat, Dengue
Haemoragic Fever (DHF) sedang kadang – kadang tidak memerlukan perawatan,
apabila orang tua dapat diikutsertakan dalam pengawasan penderita di rumah
dengan kewaspadaan terjadinya syok yaitu perburukan gejala klinik pada hari 3-7
sakit ( Purnawan dkk, 1995 ; 571)
11
Indikasi rawat tinggal pada dugaan infeksi virus dengue (UPF IKA, 1994 ;
203) yaitu:
Panas 1-2 hari disertai dehidrasi (karena panas, muntah, masukan
kurang) atau kejang–kejang.
Panas 3-5 hari disertai nyeri perut, pembesaran hati uji torniquet
positif/negatif, kesakitan, Hb dan Ht/PCV meningkat, Panas
disertai perdarahan, Panas disertai renjatan.
Sedangkan penatalaksanaan Dengue Haemoragic Fever (DHF) menurut UPF
IKA, 1994 ; 203 – 206 adalah.
1. Belum atau tanpa renjatan:
Grade I dan II
Hiperpireksia (suhu 400C atau lebih) diatasi dengan antipiretika dan
“surface cooling”. Antipiretik yang dapat diberikan ialah golongan
asetaminofen,asetosal tidak boleh diberikan
Umur 6 – 12 bulan : 60 mg / kaji, 4 kali sehari
Umur 1 – 5 tahun : 50 – 100 mg, 4 sehari
Umur 5 – 10 tahun : 100 – 200 mg, 4 kali sehari
Umur 10 tahun keatas : 250 mg, 4 kali sehari
Terapi cairan
1) infus cairan ringer laktat dengan dosis 75 ml / kg BB / hari untuk anak
dengan BB < 10 kg atau 50 ml / kg BB / hari untuk anak dengan BB <
10 10 kg bersama – sama di berikan minuman oralit, air bauh susu
secukupnya
2) Untuk kasus yang menunjukan gejala dehidrasi disarankan minum
sebanyak – banyaknya dan sesering mungkin.
3) Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya jumlah cairan
infus yang harus diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan penderita
dalam kurun waktu 24 jam yang diestimasikan sebagai berikut :
100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
12
50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi lain,
antipiretik untuk anti panas, darah 15 cc/kgBB/hari perdarahan
hebat.
2. Dengan Renjatan ;
Grade III
1. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari 80 mmHg dan
nadi teraba dengan frekuensi kurang dari 120/mnt dan akral hangat)
lanjutkan dengan Ringer Laktat 10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi
stabil lanjutkan infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah
masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam dikurangi waktu yang dipakai
untuk mengatasi renjatan ). Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm
diperhitungkan sebagai berikut :
100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
2. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg BB/1 jam
keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg dan andi cepat lemah,
akral dingin maka penderita tersebut memperoleh plasma atau plasma
ekspander (dextran L atau yang lainnya) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1 jam
dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun waktu 24 jam.
Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan RL sebanyk kebutuhan
cairan selama 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu
setelah dapat mengatasi renjatan.
3. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat 10 mL/Kg BB/ 1
jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi masih terukur kurang 80 mmHg
dan nadi cepat lemah, akral dingin maka penderita tersebut harus
memperoleh plasma atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya)
13
sebanyak 10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg BB
dalam kurun waktu 24 jam.
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Contoh Kasus
Pada tanggal 11 Desemeber 2001 Seorang anak (An.E.C) berumur 9 tahun
dibawa ke RSUD Dr.Soetomo oleh ibunya dikarenakan panas tinggi.
Sebelumnya sempat dibawa ke puskesmas dan mendapat terapi obat
paracetamol. Namun pada hari rabu malam An. E.C tiba-tiba muntah-muntah
air, tidak mau makan, namun masih mau minum. Kamis jam 3 pagi keluar
darah dari hidung pada waktu bersin, pusing, mencret air, dan akhirnya
dibawa ke IRD.
3.2 Pembahasan Asuhan Keperawatan
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : An. E.C
Umur : 9 thn
Alamat : Tambak Asri 23/27 Surabaya
Agama : Kristen
Nama Ibu : Ny. T
Pendidikan : SMA
Nama Ayah : Tn S
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
Diagnosa Medik : DBD Grade II
Pengkajian tanggal : 13 Desember 2001
2. Keluhan Utama :
Sakit kepala, panas dan tidak nafsu makan.
3. Riwayat penyakit sekarang :
Senin pagi panas, dibawa ke puskesmas dapat paracetamol. Panas turun.
Rabu malam anak tiba-tiba muntah-muntah air, makan tidak mau, minum
15
masih mau. Kamis jam 03 pagi keluar darah dari hidung pada waktu
bersin, keluhan pusing, mencret air, dibawa ke IRD.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien tidak penah dirawat karena penyakit apapun.
5. Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga ( Ibu ) tidak ada keluarga yang dalam waktu dekat ini
menderita sakit DBD.
6. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut ibu kondisi lingkungan rumah cukup bersih, walaupun tinggal
dekat kali kecil, sekitar rumah terdapat beberapa ban bekas untuk
menanam tanaman yang belum dipakai, bak mandi dikuras setiap
seminggu 1 kali. Menurut ibu seminggu yang lalu ada tetangga gang yang
menderita DHF, tetapi sekarang sudah sembuh, dan lingkungan wilayah
belum pernah disemprot.
7. Riwayat kehamilan
Anak lahir pada usia kehamilan 7 bulan, dengan berat badan lahir 4 kg, ibu
tidak tahu mengapa kehamilannya hanya 7 bulan. Lahir spontan dan
selama 1 tahun anak mendapat imunisasi lengkap dan minum PASI
Lactona s/d 2 tahun.
8. Pengkajian Persistem
a. Sistem Gastrointestinal
Nafsu makan menurun, anak hanya mau makan 3 sendok makan,
minum tidak suka, harus dipaksakan baru mau minum. Mual tidak ada,
muntah tidak terjadi. Terdapat nyeri tekan daerah hepar dan asites
positif, bising usus 8x/mnt.
b. Sistem muskuloskeletal :
Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas, keempat
ekstremitas simetris, kekuatan otot baik.
c. Sistem Genitourinary
BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung oleh ibu
untuk diukur, BAB dari malam belum ada.
d. Sistem Respirasi.
16
Pergerakan napas simetris, tidak terdapt pernapasan cuping hidung, pd
saat pengkajian tanda-tanda epistaksis sudah tidak ada, Frekuensi
napas 25x/menit. Bunyi nafas tambahan tidak terdengar.
e. Sistem Cardiovaskuler
TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak terdapat tanda-tanda
cyanosis, cap. Refill < 3 detik, tidak terjadi perdarahan spontan, tanda-
tanda petikhie spontan tidak terlihat, hanya tanda pethike bekas rumple
leed.
f. Sistem Neurosensori
Tidak ada kelainan
g. Sistem Endokrin
Tidak ada kelainan
h. Sistem Integumen.
S : 376 turgor baik, tidak ada luka, pethikae bekas rumple leed, tidak
terdapat perdarahan spontan pada kulit.
9. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 11.8
Leko : 5,5
Trombo : 133
PCV : 0,30
10. Terapi
Infus D ½ saline 1600 cc/24 jam
Minum manis
Vit B compleks / C 3 x 1
Diet TKTP 1600 Kkal + 50 gr Protein.
Nasi 3 x sehari
Susu : 3 x 200 cc
17
B. ANALISA DATANo Data Etiologi Masalah
1 S : Klien mengatakan
badanya terasa panas,
pusing
O : - Akral dingin
- Panas hari ke
2 panjang.
- TTV : S :
376, Nadi 98x/mnt,
TD : 100/60, RR
25x/mnt.
S : Klien mengatakan tidak
suka minum dan perut
terasa kenyang minum
terus.
O : - Turgor kulit baik
- Mukosa bibir
kering
- Urine banyak warna
kuning pekat
- Panas hari ke 2
panjang
- Trombosit ; 133.000
- TD : 100/60, N ;
98x/mnt.
S : Klien menyatakan tidak
mau makan, tetapi tidak
mual.
O : - KU lemah
Proses inflamasi infeksi
virus dengue
Viremia
Thermoregulasi
Ektravasasi cairan
Intake kurang
Volume plasma berkurang
Penurunan volume cairan
tubuh
Nafsu makan menurun
Intake nutrisi tidak adekuat
Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Peningkatan
suhu tubuh
Cairan tubuh
Nutrisi
18
- Makan pagi
hanya mau 3 sendok
C. DiAGNOSA KEPERAWATAN :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi virus
dengue.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler
3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan
yang menurun.
D. PERENCANAAN
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses inflamasi infeksi
virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Kriteria : TTV khususnya suhu dalam batas normal ( 365 – 375 )
Membran mukosa basah.
Rencana Intervensi ;
1. Observasi TTV setiap 1 jam
Rasional : Menentukan intervensi lanjutan bila terjadi perubahan
2. Berikan kompres air biasa / kran
Rasional : Kompres akan memberikan pengeluaran panas secara induksi.
3. Anjurkan klien untuk banyak minum 1500 – 2000 ml
Rasional : Mengganti cairan tubuh yang keluar karena panas dan memacu
pengeluaran urine guna pembuangan panas lewt urine.
4. Anjurkan untuk memakai pakaian yang tipis dan menyengat keringat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan memperbesar penguapan panas
5. Observasi intake dan out put
Rasional : Deteksi terjadinya kekurangan volume cairan tubuh.
6. Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
19
Rasional : Antipireik berguna bagi penurunan panas.
2. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan
intravaskuler ke ekstravaskuler.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : TD 100/70 mmHg, N: 80-120x/mnt
Pulsasi kuat
Akral hangat
Rencana Intervensi ;
1. Observasi Vital sign setiap jam atau lebih.
Rasional : Mengetahui kondisi dan mengidentifikasi fluktuasi cairan intra
vaskuler.
2. Observasi capillary refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer.
3. Observasi intake dan output, catat jumlah, warna / konsentrasi urine.
Rasional : Penurunan haluaran urine / urine yang pekat dengan peningkatan BJ
diduga dehidrasi.
4. Anjurkan anak untuk banyak minum 1500-2000 mL
Rasional : Untuk pemenuhan kebutuhan ciran tubuh
5. Kolaborasi pemberian cairan intra vena atau plasma atau darah.
Rasional : Meningkatkan jumlah cairan tubuh untuk mencegah terjadinya
hipovolemik syok.
3. Resiko gangguan nutrisi kurang berhubungan dengan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : Nutrisi terpenuhi
Kriteria : Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Rencana Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, muntah atau penurunan nafsu makan
Rasional : Menentukan intervensi selanjutnya.
2. Berikan makanan yang mudah ditelan mudah cerna
Rasional : Mengurangi kelelahan klien dan mencegah perdarahan gastrointestinal.
20
3. Berikan makanan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Menghindari mual dan muntah
4. Hindari makanan yang merangsang : pedas, asam.
Rasional : Mencegah terjadinya distensi pada lambung yang dapat menstimulasi
muntah.
5. Beri makanan kesukaan klien
Rasional : Memungkinkan pemasukan yang lebih banyak
6. Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional : Nutrisi parenteral sangat diperlukan jika intake peroral sangat kurang.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty .Virus dengue
yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe
1,2,3,4 .Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Jika seseorang
mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan
imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk
terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
Manifestasi klinis dari dhf adalah Demam,Perdarahan,Hepatomegali,Renjatan
(Syok) .Pemeriksaan diagnostik antara lain Trombositopenia (< 100.000 / mm3) ,
Hb dan PCV meningkat (> 20%) leukopenia (mungkin normal atau leukositosis),
isolasi virus, serologis (UPF IKA, 1994). Pemeriksaan serologik yaitu titer CF
(complement fixation) dan anti bodi HI (Haemaglutination ingibition) (Who, 1998
; 69). Pencegahannya yaitu melalui pemberantasan vektor di pusat daerah
pengambaran yaitu sekolah dan RS, termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4.2 SARAN
Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada anak/bayi
dengan DHF ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang
pendidikan dan praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi
acuan untuk tindakan proses keperawatan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Suharso Darto (1994). Pedoman Diagnosis dan Terapi. F.K. Universitas Airlangga. Surabaya.
( 1994). Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Unair & RSUD dr Soetomo Surabaya
Windawati, V. 2014. ASKEP DHF. (Online), (http://www.academia.edu/8374355/askep_DHF), diakses 20 november 2014.
Unimus.2014. DHF. (Online), (http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtptunimus-gdl-sitimustak-6945-3-babii.pdf), diakses 21 november 2014
23