dermatoterapi
DESCRIPTION
dermatoterapiTRANSCRIPT
DERMATO-TERAPI
PENDAHULUAN
Penyakit kulit dapat diobati dengan bermacam-macam cara, antara lain :
1. Topical
2. Sistemik
3. Intralesi
Kalau cara pengobatan di atas ini belum memadai, maka masih dapat dipergunakan cara-cara
lain, yaitu:
radiotherapi
sinar ultraviolet
pengobatan Lasers
kemotherapi
Bedah listrik
bedah skalpel
Dengan adanya kemajuan-kemajuan yang pesat dalam bidang farmasi, maka pengobatan
penyakit kulit juga ikut berkembang pesat. Yang menarik perhatian adalah kemajuan dalam
bidang pengobatan topikal yang berupa perubahan dari cara pengobatan nonspesifik dan
empirik menjadi pengobatan spesifik dengan dasar yang rasional.1
.
1
PENGOBATAN TOPIKAL
Kegunaan dan khasiat pengobatan topikal didapat dari penqaruh fisik dan kimiawi
obat-obat yang diaplikasi di atas kulit yang sakit. Pengaruh fisik antara lain ialah
mengeringkan, membasahi (hidrasi), melembutkan, lubrikasi, mendinginkan, memanaskan,
dan melindungi (proteksi) dari pengaruh buruk dari luar. Semua hal itu bermaksud untuk
mengadakan homeostasis, yaitu mengembalikan kulit yang sakit dan jaringan di sekitarnya ke
keadaan fisiologik stabil secepat-cepatnya. Disamping itu untuk menghilangkan gejala-gejala
yang mengganggu, misalnya rasa gatal dan panas.1,2
Dalam jangka waktu 20 tahun terakhir ini telah dikembangkan preparat-preparat topikal
yang mempunyai khasiat kimiawi yang spesifik terhadap organisme di kulit atau terhadap
kulit itu sendiri. Secara ideal maka pemberian obat topikal harus berkhasiat fisis maupun
kimiawi. Kalau obat topikal digunakan secara rasional, maka hasilnya juga optimal,
sebaliknya kalau digunakan secara salah obat topikal menjadi tidak efektif dapat renyebabkan
penyakit iatrogenik. Prinsip obat topical secara umum terdiri atas 2 bagian1,2:
a. bahan dasar (vehiculum)
b. bahan aktif
A. BAHAN DASAR (VEHIKULUM)
Memilih bahan dasar (vehikulum obat topikal merupakan langkah awal dan terpenting
yang harus diambil pada pengobatan penyakit kulit. Pada umumnya sebagai pegangan ialah
pada keadaan dermatosis yang membasah dipakai bahan dasar yang cair/basah, misalnya
kompres; dan pada keadaan kering dipakai bahan dasar padat/kering, misalnya salap. Secara
sederhana bahan dasar dibagi menjadi 1,2,3
1. Cairan.
2. Bedak
3. Salap.
2
Di samping itu ada 2 campuran atau lebih bahan dasar, yaitu :
4. Bedak kocok (lotion), yaitu campuran cairan dan bedak.
5. krim, yaitu campuran cairan dan salap.
6. Pasta, yaitu campuran salap dan bedak.
7. Linimen (pasta pendingin), yaitu campuran, cairan, bedak, dan salep.
Bagan. Vehikulum
1. Cairan
Cairan terdiri atas:
a. solusio-artinya larutan dalam air
b. tingtura artinya larutan dalam alcohol.
Solusio dibagi dalam:
1. kompres
2. rendam (bath), misalnya rendam kaki, rendam tangan
3. mandi (full bath)
Prinsip pengobatan cairan ialah, membersihkan kulit yang sakit dari debris (pus,
krusta dan sebagainya) dan sisa-sisa obat topikal yang pernah dipakai. Di samping itu
terjadi perlunakan dan pecahnya vesikel. bula, dan pustula. Hasil akhir pengobatan
ialah keadaan yang.membasah menjadi kering, permukaan menjadi bersih sehingga
3
mikroorganisme tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan
cairan berguna juga untuk menghilangkan gejala, misalnya rasa gatal, rasa terbakar,
parestesi oleh bermacam-macam dermatosis.2
Harus dilngat bahwa pengobatan dengan cairan dapat menyebabkan kulit
menjadi terlalu kering. Jadi pengobatan cairan harus dipantau secara teliti, kalau
keadaan sudah mulai kering pemakaiannya dikurangi dan kalau perlu dihentikan
untuk diganti dengan bentuk pengobatan lainnya. Cara kompres lebih disukai dari
pada cara rendam dan mandi, karena pada kompres terdapat pendinginan dengan
adanya penguapan, sedangkan pada rendam dan mandi terjadi proses maserasi.1,4
Bahan aktif yang dipakai dalam kompres galah biasanya bersifat astringen
dan antimikrobial. Astringen mengurangi eksudat akibat presipitasi protein.
Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu :
a. Kompres terbuka
Dasar
Penguapan cairan kompres disusul oleh absorbsi eksudat atau pus.
Indikasi
Dermatosis mardidans
infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erisipelas
ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta.
Efek pada kulit '
kulit yang semula eksudatif menjadi kering
permukaan kulit menjadi dingin
vasokonstriksi
eritema berkurang.
Cara
4
Digunakan kain kasa yang bersifat absorben dan noniritasi serta tidak
terlalu tebal (3 lapis). Balutan jangan terlalu ketat, tidak perlu steril, dan
jangan menggunakan kapas karena lekat dan menghambat penguapan.1
Kasa dicelup ke dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan
didiamkan, biasanya sehari dua kali selama 3 jam. Hendaknya jangan sampai
terjadi maserasi. Bila kering dibasahkan lagi. Daerah yang dikompres luasnya
1/3 bagian tubuh agar tidak terjadi pendinginan.1
b. Kompres tertutup
Sinonim
Kompres impermeabel.
Dasar
Vasodilatasi, bukan untuk penguapan.
Indikasi
Keiainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium.
Cara
Digunakan pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya
setofan atau plastik.
2. Bedak
Bedak yang dioleskan di atas kulit membuat lapisan tipis di kulit yang tidak melekat
erat sehingga penetrasinya sedikit sekali.
Efek bedak ialah:
o mendinginkan
o antiinflamasi ringan karena ada sedikit efek vasokonstriksi
o anti-pruritus lemah
o mengurangi pergeseran pada kulit yang berlipat (intertrigo)
5
o proteksi mekanis.
Yang diharapkan dari bedak terutama ialah efek fisis. Bahan dasarnya ialah talkum
venetum. Biasanya bedak dicampur dengan seng oksida, sebab zat ini bersifat
mengabsorpsi air dan sebum, astringen, antiseptik lemah dan antipruritus lemah.1,2
Indikasi pemberian bedak ialah :
o dermatosis yang kering dan superfisial
o mempertahankan vesikel/bula agar tidak pecah, misalnya pada varisela dan
herpes zoster.
Kontralndikasi
Dermatitis yang basah, terutama bila disertai dengan infeksi sekunder.
3. Salap
Salap ialah bahan berlemak atau se-perti lemak, yang pada suhu kamar berkonsistensi
seperti mentega. Bahan dasar biasanya vaselin, tetapi dapat pula lanolin atau minyak.
Indikasi pemberian salap ialah :
a. dermatosis yang kering dan kronik
b. dermatosis yang dalam dan kronik, karena daya penetrasi salap paling kuat
jika dibandingkan dengan bahan dasar lainnya.
c. dermatosis yang bersisik dan berkrusta.
Kontralndikasi ialah : dermatitis madidans. Jika kelainan kulit terdapat pada bagian
badan yang berambut, penggunaan salap tidak dianjurkan dan salap jangan dipakai di
seluruh tubuh.1,2
4. Bedak kocok
Bedak kocok terdiri atas cam dan bedak, yang biasanya ditambah de-ngan gliserin
sebagai bahan perekat. Supaya bedak tidak terlalu kental dan tidak cepat menjadi
kering, maka jumlah zat padat maksimal 40% dan jumlah gliserin 10-15%. Hal ini
6
berarti bila beberapa zat aktif padat ditambahkan, maka persentase ter-sebut jangan
dilampaui.1,4
Indikasi bedak kocok ialah :
1. dermatosis yang kering, superfisialis dan agak luas, yang diinginkan ialah
sedikit penetrasi.
2. pada keadaan subakut.
Kontralndikasi:
1. dermatitis madidans
2. daerah badan yang berambut
5. Krim1
Krim ialah campuran W (water, air), O (oil, minyak) dan emulgator.
Krim ada 2 jenis:
Krim W/O: air merupakan fase dalam dan minyak fase luar.
Krim O/W: minyak merupakan fase dalam dan air fase luar.
Selain itu dipakai emulgator, dan biasanya ditambah bahan pengawet, misalnya
paraben dan juga dicampur dengan parfum. Berbagai bahan aktif dapat dimasukkan di
dalam krim.
Indikasi penggunaan krim ialah :
o indikasi kosmetik
o dermatosis yang subakut dan luas, yang dikehendaki ialah penetrasi yang
lebih besar daripada bedak kocok.
o krim boleh digunakan di daerah yang berambut.
KontraIndikasi ialah dermatitis madidans.
6. Pasta
7
Pasta ialah campuran homogen bedak dan vaselin. Pasta bersifat, protektif dan
mengeringkan. Indikasi penggunaan pasta ialah dermatosis yang agak basah.
Kontraindikasi : dermatosis yang eksudatif dan daerah yang berambut. Untuk daerah
genital eksterna dan lipatan-lipatan badan pasta tidak dianjurkan karena terlalu
melekat.1,4
7. Linimen
Linimen atau pasta pendingin ialah campuran cairan, bedak, dan salap. Indikasi:
dermatosis yang subakut. Kontraindikasi: dermatosis madidans.1,4
B. BAHAN AKTIF
Memilih obat topikal seiain faktor vehikulum, juga faktor bahan aktif yang
dimasukkan ke dalam vehikulum yang mempunyai khasiat tertentu yang sesuai untuk
pengobatan topikal. Khasiat bahan aktif topikal dipengaruhi oleh keadaan fisiko-kimia
permukaan kulit, di samping komposisi formulasi zat yang dipakai.1,3,4
Di dalam resep harus ada bahan aktif dan vehikulum. Bahan aktif dapat berinteraksi
satu sama lain. Yang penting ialah, apakah bahan yang kita campurkan itu dapat
tercampurkan atau tidak, sebab ada obat/zat yang sifatnya O.T.T. (= obat tidak
tercampurkan).1
Asam salisilat, misalnya dapat dicampur dengan asam lainnya, contohnya asam
benzoat atau dengan ter, resorsinol tidak tercampurkan dengan yodium, garam, besi atau
bahan yang bersifat oksidator.1
Penetrasi bahan aktif melalui kulit dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk
konsentrasi obat, kelarutannya dalam vehikulum, besar partikel, viskositas, dan efek
vehikulum terhadap kulit.1
8
Bahan aktif yang digunakan di antaranya ialah1:
1. Aluminium asetat
Contohnya ialah larutan Burow yang mengandung aluminium asetat 5%. Efek-nya
ialah astringen dan antiseptik ringan. Jika hendak digunakan sebagai kompres
diencerkan 1 :10.
2. Asam asetat
Dipakai sebagai larutan 5% untuk kompres, bersifat antiseptik untuk infeksi
Pseudomonas.
3. Asam benzoat
Mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Digunakan dalam salap, contohnya
dalam salap Whitfield dengan konsentrasi 5%. Menurut British Pharmaceutical Codex
susunannya demikian:
R/ Acidi benzoici 5
Acidi salicylici 3
Petrolati 28
Olei cocos 64
Modifikasi salap tersebut ialah A.A.V. II yang di bagian kami digunakan untuk
penyakit jamur superfisial. Salap tersebut berisi asam salisilat 6% dan asam benzoat
12%. Sedangkan salap lain ialah A.A.V. I berisi asam salisilat 3% dan asam benzoat
6%, jadi konsentrasi bahan aktif hanya separuhnya.
4. Asam borat
Konsentrasinya 3%, tidak dianjurkan untuk dipakai sebagai bedak, kompres atau
dalam salap berhubung efek antiseptiknya sangat sedikit dan dapat bersifat toksik,
terutama pada kelainan yang luas dan erosif terlebih-lebih pada bayi.
9
5. Asam salisilat
Merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topikal.
Efeknya ialah mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang
terganggu. Pada konsentrasi rendah (1 - 2%) mempunyai efek keratoplestik, yaitu
menunjang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3 - 20%) bersifat
keratolitik dan dipakai untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada
konsentrasi sangat tinggi (40%) dipakai untuk kelainan-kelainan yang dalam,
misalnya kalus dan veruka plantaris. Aaam salisil dalam konsentrasi 1 % dipakai
sebagai kompres, bersifat antiseptik. Penggunaannya, misalnya untuk dermatitis
eksudatif, asam salisil 3%-5% juga bersifat mempertinggi absorbsi perkutan zat-zat
aktif.
6. Asam undesilenat
Bersifat antimikotik dengan konsentrasi 5% dalam salap atau krim, Dicampur dengan
garam seng (Zn undecylenic) 2O%.
7. Asam vit A (tretinoin, asam retinoat)
Efek
Memperbaiki keratinisasi menjadi normal, jika terjadi gangguan
Meningkatkan sintesa DNA dalam epitelium germinatif
Meningkatkan laju mitosis
Menebalkan stratum granulosum
Menormalkan parakeratosis
Indikasi
Penyakit dengan sumbatan folikular
Penyakit dengan hiperkeratosis
Pada proses menua kulit akibat sinar matahari
10
8. Benzokain
Bersifat anestesia. Konsentrasinya 1/2 - 5%, tidak larut dalam air, lebih larut dalam
minyak (1:35), dan iebih larut lagi alkohol. Dapat digunakan dalam vehikulum yang
lain, Sering menyebabkan sensitisasi.
9. Banzil banzoat
Cairan berkhasiat sebagai skabisid dan pedikulosid. Digunakan sebagai emulsi dengan
konsentrasi 20 atau 25%.
10. Camphora
Konsentrasinya 1-2 %. Bersifat antipruritus berdasarkan penguapan zat tersebut
sehingga terjadi pendinginan. Dapat dimasukan ke dalam bedak atau bedak kocok
yang mengandung alkohol agar dapat larut. Juga dapat dipakai dalam salap dan krim.
11. Kortikosteroid topikal
Pada tahun 1952 SULZBERGER dan WITTEN memperkenalkan hidrokortison dan
hidrokortison asatat sebagai obat topikal pertama dan golongan kortikosteroid (K.S.).
Hal ini merupakan kemajuan yang sangat basar dalam pengobatan penyakit kulit
topikal karena KS mempunyai khasiat yang aangat luas, yaitu: anti inflamasi, anti
alergi, anti pruritus, anti mitotik dan vasokonstriksi. Pada penyelidikan temyata bahwa
kortison dan Adreno-Cortico-Trophic Hormone (A.C.T.H.) tidak efektif sebagai obat
topical.1,2,4
Pada perkembangan selanjutnya, pada tahun 1960 diperkenalkan KS yang lebih poten
daripada hidrokortison, yaitu KS yang bersenyawa halogen yang dikenal sebagai
fluorinated corticosteroid. Penambahan 1 atom F pada posisi 6 dan 9 dan satu rarrtai
samping pada posisi 16 dan 17, menghasilkan bentuk yang mempunyai potensi tinggi,
Zat-zat ini pada konsentrasi 0,025% sampai 0,1% memberikan pengaruh anti
inflamasi yang kuat, yang termasuk dalam golongan ini ialah, antara lain :
11
betametaaon, betametaaon valerat, betametason benzoat, fluosinolon asetonid, dan
triamsinolon asetonid.
Penggolongan1
Korlikosteroid topikal dibagi menjadi 7 golongan besar, di antaranya berdasarkan
antiinflamasi dan anti mitotik (lihat tabel 49-1). Golongan I yang paling kuat daya
antiinflamasi dan ainti mitotiknya (superpoten). Sebaliknya golongan VII yang
terlemah (potensi lemah).
TABEL. Penggolongan kortikosteroid topikal berdasarkan potensi klinis
Klasifikasi Nama dagang Nama generic
Golongan I: (super poten) Diprolene ointment
Diprolene AF cream
Psorcon ointment
Temovate ointment
Temovate cream
Ultravate ointment
Ultravate cream
0.05% betamethasone diproplonate
0.05% diflorasone diacetate
0.05% clobetasol proprionate
0.05% halobetasd proprionate
Golongan II: (potensi tinggi) Cyclocort ointment
Diprosone ointment
Elocon ointment
Florone ointment
Halog ointment
Halog cream
Halog solution
Lidex ointment
Lidex cream
0.1% amcinonide
0.05% betamethasone diproprionate
0.01% mometasone fuorate
0.05% diflorasone diacetate
0.01% halcinonide
0.05% fluocinonide
12
Lidex gel
Lidex solution
Maxiflor ointment
Maxivate ointment
Maxivate cream
Topicort ointment
Topicort cream
Topicort gel
0.05% diflorasone diacetate
0.05% betamethasone diproprionate
0.25% desoximetasone
0.05% desoximetasone
Golongan III: (potensi tinggi) Aristocort A ointment
Cutivate ointment
Cyclocort cream
Cyclocort lotion
Diprosone cream
Flurone cream
Lidex E cream
Maxiflor cream
Maxivate lotion
Topicort LP cream
Valisone ointment
0.1% triamcinolone acetonide
0.005%fluticasone propionate
0.1% amcinonide
0.05% betamethasone dipropionate
0.05% diflorosone diacetate
0.05% fluocinonide
0.05% diflorosone diacetate
0.05% betamethasone dipropionate
0.05% desoximetasone
0.01% betamethasone valerate
Golongan IV : (potensi
medium)
Aristocort ointment
Cordran ointment
Elocon cream
Elocon lotion
Kenalog ointment
Kenalog cream
0.1% triamcinolone acetoninide
0.05% flurandrenolide
0.1% mometasone furoate
0.1% triamcinolone acetonide
13
Synalar ointment
Westcort ointment
0.025% fluocinolone acetonide
0.2% hydrocortisone valerate
Golongan V: (potensil medium) Cordran cream
Cutivate cream
Dermatop cream
Diprosone lotion
Kenalog lotion
Locoid ointment
Locoid cream
Synalar cream
Tridesilon ointment
Valisone cream
Westcort cream
0.05% flurandrenolide
0.05% fluticasone propionate
0.1% prednicarbate
0.05% betamethasone dipropionate
0.1% triamcinolone acetonide
0.1% hydrocortisone butyrate
0.025% fluocinolone acetonide
0.05% desonide
0.1% betamethasone valerate
0.2% hydrocortisone valerate
Golongan VI: (potensi medium) Aclovate ointment
Alcovate cream
Aristocort cream
DesOwen cream
Kenalog cream
Kenalog lotion
Locoid solution
Synalar cream
Synalar solution
Tridesllon cream
Valisone lotion
0.05% aclometasone
0.1% triamcinolone acetonide
0.05% desonide
0.025% triamcinolone acetonide
0.1% hydrocortisone butyrate
0.01% fluocinolone acetonide
0.05% desonide
0.1% betamethasone valerate
Golongan VII: (potensi lemah) Obat topikal dengan hidrokortison, deksametason, glumetalon,
14
prednisolon, dan metilprednisolon
'
Indikasi1
K.T. dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk suatu
penyakit kulit (MARKS, 1985). Hams selalu diingat bahwa K.T. bersifat paliatif dan
supresif terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.
Dermatosis yang responsif dengan K.T. ialah: psoriasis, dermatitis atopik,
dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis
numularis, dermatitis stasis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan
dermatitis Solaris (fotodermatitis).
Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus eritematosus diskoid, psoriasis
di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipoidika diabetikorum, vitiligo, granuloma
anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum.
Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid intralesi ialah keloid, jaringan parut
hipertrofik, alopesia areata, akne berkista, prurigo nodularis, morfea, dermatitis
dengan likenifikasi, liken amiloidosis, dan vitiligo (sebagian responsif).
Di samping K.T. tersebut ada pula kortikosteroid yang disuntikan intralesi, misalnya
triamsinolon asetonid.
Pemilihan Jenis K.T1
Dipilih K.T. yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan harga murah; di
samping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis penyakit
kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas/tidaknya lesi,
da-lam/dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur
penderita.
15
Aplikasi klinis
a. Cara aplikasi
Pada umumnya dianjurkan pemakaian salap 2-3 x/hari sampai penyakit
tersebut sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis.
Takifilaksis ialah menurunnya respons kulit terhadap glukokortikoid karena
pemberian obat yang berulang-ulang; berupa toleransi akut yang berarti efek
vasokonstriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan beberapa hari efek
vasokonstriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan
obat tetap dilanjutkan.
b. Lama pemakaian steroid topikal
Lama pemakaian steroid topikal sebaiknya tidak lebih dari 4-6 minggu untuk
steroid potensi lemah dan tidak lebih dari 2 minggu untuk potensi kuat.
Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh sebagai berikut1,4:
1. Psoriasis
Penyakit psoriasis dengan skuama tebal berupa plakat, memerlukan
steroid yang poten (golongan I) dengan vehikulum salap atau krim.
2. Dermatitis atopik
Pada anak diperlukan steroid topikal yang lemah mengingat umur anak,
lokalisasi penyakit dan kulit pada anak masih halus dan tipis. Dipilih
bentuk krim. Pada dewasa diperlukan K.T. yang poten dalam bentuk
salap.
3. Dermatitis kontak alergik
Pemakaian steroid dengan potensi sedang biasanya cukup untuk
mengatasi penyakit ini. Zat penyebab harus dihindari.
4. Dermatitis dishidrotik
16
Dermatitis ini memerlukan steroid yang poten dalam bentuk salap, sebab
kulit di daerah itu tebal.
5. Dermatitis nummular
Lesi biasanya multipel dan memerlukan K.T. yang poten.
6. Dermatitis seboroik
Dermatitis ini cukup sensitif terhadap K.T. dan memerlukan steroid
potensi sedang.
7. Dermatitis intertriginosa
Dermatitis ini memerlukan K.T. dengan potensi sedang untuk
menghilangkan gejala gatal dan rasa panas.
Efek samping1
Efek samping terjadi bila:
1. penggunaan K.T. yang lama dan berlebihan
2. penggunaan K.T. dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan secara
oklusif.
Harus diingat bahwa makin tinggi potensi K.T., makin cepat terjadinya efek samping.
Gejala efek samping.
1. Atrofi.
2. Strie atrofise.
3. Telangiektasis.
4. Purpura.
5. Dermatosis akneformis
6. Hipertrikosis setempat.
7. Hipopigmentasi.
8. Dermatitis perioral.
17
9. Menghambat penyembuhan ulkus.
10. Infeksi mudah terjadi dan meluas.
11. Gambaran Minis penyakit infeksi men-jadi kabur.
Dermatofitosis yang diobati dengan K.T. gambaran klinisnya menjadi tidak khas
karena efek anti-inflamasinya. Piggir yang eritematosa dan ber-batas tegas menjadi
kabur dan meluas dikenal sebagai tinea incognito.
Pencegahan efek samping1
Efek samping sistemik jarang sekali terjadi, agar aman dosis yang dianjurkan
ialah jangan melebihi 30 gram sehari tanpa oklusi.
Pada bayi kulit masih tipis, hendak-nya dipakai K.T. yang lemah. Pada
kelainan akut dipakai pula K.T. yang lemah. Pada kelainan subakut digunakan K.T.
sedang. jika kelainan kronis dan tebal dipakai K.T. kuat. Bila telah membaik
pengolesan dikurangi, yang semula dua kali sehari menjadi sekali sehari atau diganti
dengan K.T. sedang/lemah untuk mencegah efek samping.
Jika hendak menggunakan cara oklusi jangan melebihi 12 jam sehari dan
pemakaiannya terbatas pada lesi yang resisten.Pada daerah lipatan (inguinal, ketiak)
dan wajah digunakan K.T. lemah/sedang. K.T. jangan digunakan untuk infeksi
bakterial, infeksi mikotik, infeksi virus, dar skabies.
Di sekitar mata hendaknya berhati-hati untuk menghindari timbulnya glaukoma dan
katarak.
Terapi intralesi dibatasi 1 mg padc satu tempat, sedangkan dosis maksimur per kali 10
mg.
12. Mentol
18
Bersifat antipruritik seperti camphora. Pemakaiannya seperti pada camphora,
konsentrasinya 1/4 - 2%.
13. Podofilin
Damar podofilin digunakan dengna konsentrasi 25 % sebagai tingtur untuk kondiloma
akuminatum. Setelah 4-6 jam hendaknya dicuci.
14. Selenium disulfide
Digunakan sebagai sampo 1 % untuk dermatitis seboroik pada kepala dan tinea
versikolor, keungkinan terjadinya efek toksik rendah.
15. Sulfur
Merupakan unsure yang telah digunakan selama berabad abad dalam dermatologi.
Bersifat antiseboroik, anti akne, antiskabies, antibakteripositif, gram dana anti jamur.
Yang digunakan adalah sulfur denagan tingkat terhalus, yaitu sulfur presipitatum
(belerang endap) berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya diapakai dalam
konsentrasi 4 – 20 %. Dapat digunakan dalam pasta krim, salap, dan bedak kocok,
contoh dalam salap ialah salap 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur
presipitatum 4%, sedangkan contoh dalam bedak kocok ialah losio kummerfeldi yang
dipakai untuk acne.
16. Ter
Preparat golongan ini didapat sebagai hasil destilasi kering dari batubara, kayu dan
fosil. Yang bersal dari batubara misalnya liantral dan likuor karbonis detergens. Yang
berasal dari kayu, misalnya oleu kadini dan oleum ruski. Contoh yang berasal dari
fosil ialah iktiol.
Preparat ter yang sering digunakan ialah likuor karbonis detergens karenatidak
berwarna hitam seperti yang lain dan tidak begitu berbau. Konsentrasi 2-5 % efeknya
antipruritus, anti radang, antiekzem, antiakantosis keratoplastik, dapat digunakan
19
untuk psoriasi dan dermatitis kronik dalam salap. Jika terdapat lesi yang universal,
misalnya pada psoriasis, tidak boleh dioleskan diseluruh lesi karena akan diabsorbsi
dan memberi efek toksik terhadap ginjal. Cara pengolesan digilir, tubuh dibagi 3, hari
1; kepala dan ekstremitas atas, hari 2 : batang tubuh dan hari 3 ekstremitas bawah.
Efek sampingnya pada pemakaian ter perlu diperhatikan adanya reaksi fototoksik,
pada ter yang berasal dari batubara dapat juga terjadi folikulitis dan ter akne. Efek
karsinogen ter batubara dapat terjadi pada pemakaian yang lama. Pada pemakaian
yang singkat efek samping ini tidak pernah terjadi.
17. Tiosulfas natrikus
Kristal mudah larut dalam air. Bersifat antimikotik untuk tinea versikolor dengan
larutan 25%.
18. Urea
Dengan konsentrasi 10% dalam krim mempunyai efek sabagai emolien, dapat dipakai
untuk iktiosis dan xerosis kutis. Pada konsentrasi 40% melarutkan protein
19. Zat antiseptik
Zat yang bersifat antiseptic dan/atau bakteriostatik. Zat zat antiseptic lebih disukai
dalam bidang dermatologi daripada zat antibotik, sebab dengan memakai zat
antiseptic persoalan resistensi terhadap antibiotik dapat dihindarkan.
Golongan antiseptic : alcohol, fenol, halogen, zat-zat pengoksidasi, senyawa logam
berat, zat warna.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamzah, Mochtar. Dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Ketujuh. Hal. 426-
435. Jakarta: FKUI. 2015
2. Nurharini, Firdausi. Dermato Terapi. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. RSU Haji
Surabaya. 2010.
3. Maren E. S. Cotes, Robert A. Swerlick. Practical guidelines for the use of steroid-
sparing agents in the treatment of chronic pruritus Dermatologic Therapy. Special
Issue: Understanding and Treating Itch
Volume 26, Issue 2, pages 120–134, March/April 2013.
4. Eichenfield, L.F. (2004). Consensus guidelines in diagnosis and treatment of atopic
dermatitis. Allergy, 59 (Suppl. 78), 86–2.
21