dispepsia
DESCRIPTION
DispepsiaTRANSCRIPT
![Page 1: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/1.jpg)
Dispepsia
Elistia Tripuspita*
102010173
Pendahuluan
Berdasarkan skenario 2,Wanita 55 tahun datang ke Poliklinik Penyakit Dalam dengan
keluhan nyeri ulu hati yang hebat sejak 3 hari semenjak masuk rumah sakit. Sebenarnya
keluhan ini sudah sering mengganggu dan hilang timbul sejak 1 tahun. Riwayat penyakit
dahulu : 2 tahun sebelumnya mengkonsumsi obat antinyeri dari warung hampir tiap hari.
Riwayat BAB hitam disangkal. Pada pemeriksaan fisik ada anemia, Hb : 8,6 g/dL.
Keluhan yang ada pada skenario tersebut seperti nyeri ulu hati merupakan bagian
dari kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau tidak nyaman di epigastrium, mual ,muntah,
kembung,cepat kenyang,rasa penuh,sendawa,regurgitasi,dan rasa panas untuk menjalar di
dada pada penderita dispepsia.
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara, No.6, Jakarta 11510
Email : [email protected]
![Page 2: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/2.jpg)
Pembahasan
Istilah dispepsia berkaitan dengan makanan dan menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala
yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat
kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom
atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari berbagai macam penyakit.
Definisi dispepsia menurut kriteria Rome III adalah salah satu atau lebih gejala dibawah ini :
1. Rasa penuh setelah makan (yang diistilahkan postprandial distress syndrome)
2. Rasa cepat kenyang (yang berarti ketidakmampuan untuk menghabiskan ukuran
makan normal atau rasa penuh setelah makan)
3. Rasa nyeri epigastrik atau seperti rasa terbakar (diistilahkan epigastric pain
syndrome)
Bila didapatkan tanda alarm, yaitu mual muntah yang tidak sembuh dengan terapi yang
lazim, terapi empiris gagal, anemia, melena dan/hematemesis, penurunan berat badan yang
signifikan akibat penyakit, disfagia, maka investigasi yang berupa pemeriksaan laboratorium,
radiologik dan endoskopik harus dijalankan. Selanjutnya terapi disesuaikan dengan hasil
temuan investigasi. Namun bila tidak ditemukan tanda alarm, maka tidak perlu terlalu cepat
melakukan investigasi. Pasien dapat diterapi secara empiris terlebih dahulu.
Dengan demikian maka, berdasarkan ada tidaknya penyakit/kelainan organik-biokimiawi
dispepsia dibedakan menjadi:
I. Dispepsiafungsional
A. Definisi: Berdasarkan Konsensus Roma III.
B. Klasifikasi :Di masa lalu, dispepsia fungsional dibedakan menjadi 4 subgrup yaitu tipe ulkus,
tipe dismotilitas, tipe refluks dan tipe non spesifik. Namun dispepsia tipe refluks ternyata dapat
berlanjut menjadi penyakit organik yaitu GERD, sehingga dispepsia tipe refluks tidak lagi
dimasukkan kedalam dispepsia fungsional.7 Klasifikasi dispepsia fungsional yang lebih baru saat
ini adalah:1. Dispepsia tipe ulkus
2. Dispepsia tipe dismotilitas
3. Dispepsia tipe non spesifik
C. Patofisiologi dispepsia fungsional hingga kini belum jelas2
D. Tatalaksana dispepsia fungsional terdiri dari :
![Page 3: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/3.jpg)
a. Diet yang menghindari makanan pencetus serangan
b. Terapi medikamentosa
II. Dispepsia organik,
Sebagian besar diakibatkan kelainan esofago-gastro-duodenal, yaitu:
1. GASTRITIS
Etiologi: Penyebab terbanyak adalah infeksi Helicobacter pylori (Hp) dan OAINS.
1) Gastritis akibat Hp: a. Gastritis kronik non atropi predominasi antrum
b. Gastritis kronik atropi multifokal
2) Gastropati obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
Faktor risiko mendapat gastropati OAINS adalah :
a. Riwayat ulkus peptiku
b. Usia diatas 60 tahun,
c. Terapi lebih dari 1 macam OAINS danterapi OAINS bersama steroid.
Gejala klinik: bisa asimtomatik (30-40%), namun umumnya bermanifestasi sebagai sindroma
dispepsia, terutama rasa nyeri.
Tatalaksana :
1) Bila penggunaan OAINS dapat dihentikan, maka dapat dipilih penghambat asam jenis
H2RA atau PPI, bersama dengan sitoprotektor (sukralfat 3x1gram, rebamipide 3x100mg,
teprenone 3x50mg)
2) Bilapenggunaan OAINS tidak dapat dihentikan: maka dipilih OAINS yang selektif
menghambat Cox2, dan dipilih penghambat asam jenis PPI, bersama dengan
sitoprotektor
3) Eradikasi Helicobacter pylori (Hp): PPI (Omeprazol 2x20 mg) +amoksisilin (2x1000
mg)+ klaritromisin (2x500 mg)
2. ULKUS PEPTIK
A. Tukak Peptik terdiri dari tukak lambung dan tukak duodenum
B. Patogenesis:
a. Faktor Agresif : - H pylori dan OAINS
![Page 4: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/4.jpg)
- Rokok, stres, malnutrisi, diet tinggi garam, defisiensi vitamin, genetik
b. Faktor Defensif:
- Preepitel: mukusdanbikarbonat
- Epitel: kecepatanperbaikanmukosa yang rusak, sel sehat bermigrasi ke
ulkus
- Subepitel: Mikrosirkulasidan PG endogen menekan ekstravasasi
leukosit yang merangsangreaksiinflamasijaringan.
C. Diagnosis:
a. Anamnesis:
- Sindromdispepsia, denganperioderemisidaneksaserbasi
- Keluhan dispepsia: mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa,
rasa terbakar, rasa penuh, cepatkenyang
- Tukakakibat OAINS dan tukak pada usia lanjut bisanya asimtomatik
b. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium: tidak khas
c. Penunjang: Endoskopi SCBA dan histopatologi
D. Komplikasi: Perdarahan, Perforasi, Obstruksi
E. Tatalaksana:
- Diet: tidakmerangsang
- Hindarirokokdanalcohol
- Hindari OAINS, pilihgolongan Cox2 inhibitor selektif
- Obat-obatanuntukmengurangikeasaman lambung diberikan selama 4-8
minggu, dengan sasaran pH intragastrik diatas 3 sehingga aktifitas
pepsin minimal. Bila relaps, pemberian obat diulang selama 4-8
minggu dan dilanjutkan dengan maintenance selama 12 bulan. Dalam
terapi ulkus, antasida hanya bersifat simtomatik untuk mengurangi rasa
perih di ulu hati.
Obat-obatan yang dapat digunakan adalah:
a. PPI: omeprazol 2x20mg, lansoprazol 2x30mg, pantoprazol 2x40mg,
maintenance omeprazol 1x20mg, lansoprazol 1x30mg, pantoprazol
1x40mg dosistunggalpagihari.
b. - H2RA: ranitidine 2x150-300mg, maintenance 1x150mg malamhari
![Page 5: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/5.jpg)
-Eradikasi HP: terapi tripel PPI (Omeprazol 2 x 20 mg) + amoksisilin ( 2x1000 mg ) +
klaritromisin (2x500 mg) selama 1-2 minggu.
Jika gagal, dilanjutkan dengan terapi kuadrupel selama 1-2 minggu (Bismuth 4x120mg) +
(Omeprazol 2 x 20 mg) + amoksisilin ( 2x1000 mg ) + klaritromisin (2x500 mg). Dengan
eradikasi Hp biasanya relaps dapat dicegah sehingga terapi maintenance tidak perlu
diberikan
Obat-obat yang mempercepat pengosongan lambung (prokinetik) akan mengurangi pemaparan
faktor agresif terhadap lambung sehingga bermanfaat untuk penyembuhan ulkus di lambung.
Prokinetik yang dapat dipilih antara lain metoklopramid 3x10mg, domperidon 3x10mg,
cisaprid 3x10mg.
Obat yang dapat meningkatkan faktor defensif lambung adalah sitoprotektor dan prostaglandin E
eksogen (misoprostol 4x200 µg). Sitoprotektor (sukralfat 3x1gram, rebamipide 3x100mg,
danteprenone 3x50mg) bekerja dengan meningkatkan produksi PG dan meningkatkan
sekresi mukus.Misoprostol sendiri penggunaannya terbatas karena efek samping kram perut
serta diare, dan kepatuhan yang rendah karena dosisnya 4 kali sehari
3. Karsinoma SCBA (Saluran cerna bagian atas)
A. Karsinoma esofagus
Hampir 95% merupakanCaselskuamosa
Insidenstinggi di daerahAsian esophageal cancer belt yang meliputi Iran, Asia
tengah, Afganistan, Siberia dan Mongolia.
Predisposisi: lingkungan/geografis, diet (aflatoksin, asbestos, defisiensi vitamin
A,E,C, alcohol, rokok, radiasi, akalasia, skleroterapi, sosioekonomi, ras
Keluhanklinis: disfagia (90%)
Diagnosis: esofagografimemakai barium (OMD), endoskopi SCBA
diikutiolehbiopsy
Terapi: operasireseksi, radiasi (umumnya radiosensitif), kemoterapi ajuvan
B. Karsinoma lambung
Terbanyakadenokarsinoma
Insidenstinggi di Jepang, Cina, amerikaselatandaneropatimur.
![Page 6: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/6.jpg)
Predisposisi: Hp, diet tinggi nitrat (nitrosamin) sebagai pengawet, makanan yang
diasapdandiasinkan, rokok, atrofilambung
Keluhan klinis: beratbadanturun, nyeri epigastrium, muntah
Diagnosis: fotokontrasganda, endoskopi SCBA diikutioleh biopsy
Terapi: operasireseksidan kemoterapi. Kemoterapi umumnya menggunakan
regimen FAM (5FU, doksorubisin dan mitomisin C. Radiasi umumnya kurang
berhasil
Penyakit refluks gastroesofageal (gastroesophageal reflux disease, GERD), sudah merupakan
diagnosis tersendiri yang terpisah dari dyspepsia, walaupun mempunyai simtom yang
tumpang tindih dengan sindroma dispepsia, dan dapat muncul bersama dispepsia. Dalam
praktek sehari-hari, sering terjadi kesulitan membedakan dispepsia fungsional dengan NERD
(non-erosive reflux disease) yang merupakan bagian dari GERD.
Etiologi
Penyebab dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi dispepsia organik dan dispepsia
fungsional. Penyebab dispepsia organik antara lain esofagitis, ulkus peptikum, striktura
esophagus jinak, keganasan saluran cerna bagian atas, iskemia usus kronik, dan penyakit
pankreatobilier.1 Sedangkan dispepsia fungsional mengeksklusi semua penyebab organik.
Etiologi dari dispepsia dapat dilihat pada tabel 1 dan dispepsia fungsional dapat dilihat pada
tabel 2
Tabel 1. Etiologi dispepsia Esofago – gastro – duodenal Tukak peptik, gastritis kronis, gastritis NSAID,
keganasan Obat-obatan Antiinflamasi non steroid, teofilin, digitalis, antibiotik
Hepatobilier Hepatitis, Kolesistitis, Kolelitiasis, Keganasan, Disfungsi sfinkter Oddi
Pankreas Pankreatitis, keganasan
Penyakit sistemik lain Diabetes mellitus, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner / iskemik
Gangguan fungsional Dispepsia fungsional, irritable bowel syndrome
.
![Page 7: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/7.jpg)
Tabel 2. Mekanisme terjadinya gejala dispepsia pada dispepsia fungsional
Hipersensitivitasviseral
o Meningkatnyapersepsidistensi
o Gangguanpersepsiasam
o Hipersensitivitasviseralsebagaikonsekuensi inflamasi kronik
Gangguan motilitas
o Hipomotilitasantral post prandial
o Menurunnyarelaksasi fundus gaster
o Menurunnyaataugangguanpengosongan lambung
o Refluks gastro-esofageal
o Refluksduodeno-gaster
Perubahan sekresi asam
o Hiperasiditas
Infeksi kuman Helicobacter pylori
Stress
Gangguan dan kelainan psikologis
Predisposisi genetik
Beberapa obat dapat juga menyebabkan keluhan dispepsia seperti terlihat pada tabel 3. Pada
umumnya adalah OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid) yang dapat merusak mukosa
sehingga menyebabkan gastritis.
Tabel 3. Obat-obatan yang dapat menyebabkan keluhan dispepsia
Acarbose
Aspirin, Obat anti inflamasi non steroid
Colchicine
Digitalis
Estrogen
Gemfibrozil
Glukokortikoid
![Page 8: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/8.jpg)
Preparatbesi
Levodopa
Narkotik
Niasin
Nitrat
Orlistat
Potassium klorida
Quinidine
Sildenafil
Teofilin
Epidemiologi
Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek praktis
sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek
spesialis merupakan kasus dispepsia.1Di Amerika, prevalensi dispepsia sekitar 25%, tidak
termasuk pasien dengan keluhan refluks. Insiden pastinya tidaklah terdokumentasidengan baik,
tetapi penelitian di Skandinavia menunjukkan dalam 3 bulan, dispepsia berkembang pada 0,8%
pada subyek tanpa keluhan dispepsia sebelumnya.6 Prevalensi keluhan saluran cerna menurut
suatu pengkajian sistematik atas berbagai penelitian berbasis populasi (systematic review of
population-based study) menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika keluhan terbakar di
ulu hati dikeluarkan maka angkanya berkisar 4-14%.6
Dispepsia masih menimbulkan masalah kesehatan karena merupakan masalah kesehatan
yang kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga meningkatkan biaya
perobatannya. Walaupun gejalanya hanya singkat dan dapat diobati sendiri oleh pasien tanpa
berobat ke dokter.7
Dispepsia terjadi pada hampir 25% (dengan rentang 13%-40%) populasi tiap tahun tetapi tidak
semua pasien yang terkena dispepsia akan mencari pengobatan medis.
Patofisiologi
Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena bermacam-macam
penyebab dan mekanismenya. Penyebab dan mekanismenya dapat terjadi sendiri atau
kombinasinya. Pembagian dispepsia berdasarkan gejalanya, seperti tercantum diatas, adalah
![Page 9: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/9.jpg)
untuk panduan manajemen awal terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi.
Patofisiologinya yang dapat dibahas disini adalah :
1. Sekresi asam lambung dan keasaman duodenum
Hanya sedikit pasien dispepsia fungsional yang mempunyai hipersekresi asam lambung dari
ringan sampai sedang. Beberapa pasien menunjukkan gangguan bersihan asam dari
duodenum dan meningkatnya sensitivitas terhadap asam.12 Pasien yang lain menunjukkan
buruknya relaksasi fundus terhadap makanan. Tetapi paparan asam yang banyak di
duodenum tidak langsung berhubungan dengan gejala pada pasien dengan dispepsia
fungsional.
2. InfeksiHelicobacter pylori
Prevalensi dan tingkat keparahan gejala dispepsia serta hubungannya dengan patofisiologi
gastrik mungkin diperankan oleh H pylori. Walaupun penelitian epidemiologis
menyimpulkan bahwa belum ada alasan yang meyakinkan terdapat hubungan antara infeksi
H pylori dan dispepsia fungsional. Tidak seperti pada ulkus peptikum, dimana H pylori
merupakan penyebab utamanya.
3. Perlambatan pengosongan lambung
25-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai perlambatan waktu pengosongan lambung
yang signifikan. Walaupun beberapa penelitian kecil gagal untuk menunjukkan hubungan
antara perlambatan waktu pengosongan lambung dengan gejala dispepsia. Sebaliknya
penelitian yang besar menunjukkan adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan
perasaan perut penuh setelah makan, mual dan muntah.
4. Gangguan akomodasi lambung
Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki lambung ditemukan
sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia yang akan menjadi transfer prematur
makanan menuju lambung distal.Gangguan dari akomodasi dan maldistribusi tersebut
berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan berat badan.
5. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna
Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki lambung ditemukan
sebanyak 40% pada pasien fungsional dispepsia yang akan menjadi transfer prematur
makanan menuju lambung distal.Gangguan dari akomodasi dan maldistribusi tersebut
berkorelasi dengan cepat kenyang dan penurunan berat badan.
![Page 10: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/10.jpg)
6. Hipersensitvitas lambung
Hiperalgesia terhadap distensi lambung berkorelasi dengan nyeri abdomen post prandial,
bersendawa dan penurunan berat badan. Walaupun disfungsi level neurologis yang terlibat
dalam hipersensitivitas lambung masih belum jelas.
7. Disritmiamioelektrikaldandismotilitas antro-duodenal
Penelitian tentang manometrik menunjukkan bahwa hipomotilitas antrum terdapat pada
sebagian besar pasien dispepsia fungsional tetapi hubungannya tidak terlalu kuat dengan
gejala spesifiknya. Aktivitas abnormal dari mioelektrikal lambung sangat umum ditemukan
pada pasien tersebut, meskipun berkorelasi dengan perlambatan pengosongan lambung tetapi
tidak berkorelasi dengan gejala dispepsianya.
8. Intoleransi lipid intraduodenal
Kebanyakan pasien dispepsia fungsional mengeluhkan intoleransi terhadap makanan
berlemak dan dapat didemonstrasikan hipersensitivitasnya terhadap distensi lambung yang
diinduksi oleh infus lemak ke dalam duodenum. Gejalanya pada umumnya adalah mual dan
perut kembung.
9. Aksis otak – saluran cerna
Komponen afferen dari sistem syaraf otonomik mengirimkan informasi dari reseptor sistem
syaraf saluran cerna ke otak via jalur vagus dan spinal. Di dalam otak, informasi yang masuk
diproses dan dimodifikasi oleh fungsi afektif dan kognitif. Kemudian otak mengembalikan
informasi tersebut via jalur parasimpatik dan simpatik yang akan memodulasi fungsi
akomodasi, sekresi, motilitas dan imunologis.
10. Faktor Psikososiala. Korelasi dengan stress
b. Korelasi dengan hidup
c. Korelasi dengan kelianan psikiatri dan tipe kepribadian
d. Korelasi dengan kebiasaan mencari pertolongan kesehatan
11. Dispepsia Fungsional pasca infeksi
Hampir 25% pasien dispepsia fungsional melaporkan gejala akut yang mengikuti infeksi
gastrointestinal.
![Page 11: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/11.jpg)
Pemeriksaan
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien dengan
memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yaitu segala
hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical history adalah informasi yang
dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun
dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan
pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis).
Dalam melakukan anamnesis diusahakan agar pasien atau orang tua dapat
menyampaikan keluhan dengan spontan, wajar, namun tidak berkepanjangan. Pada saat yang
tepat pemeriksa perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih rinci & spesifik,
sehingga dapat diperoleh gambaran keadaan pasien yang lebih jelas dan akurat. Pertanyaan
yang diajukan oleh pemeriksa sebaiknya tidak sugestif, sedapat mungkin dihindari
pertanyaan yang jawabannya hanya ‘ya’ atau ‘tidak’, berikan kesempatan untuk menentukan
riwayat penyakit pasien sesuai dengan persepsinya.
Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya akan menanyakan
identitas dan keadaan pasien meliputi:
- Namalengkap
- Jeniskelamin
- Umur
- Tempattanggallahir
- Alamattempattinggal
- Status perkawinan
- Pekerjaan
- Sukubangsa
- Agama
- Pendidikan
Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien.
Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa
![Page 12: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/12.jpg)
penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan,
riwayat pendidikan dan masalah keluarga.
Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah menanyakan
keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga
dan riwayat sosial.
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk
memulai evaluasi pasien.
Keluhanutamadalamkasusiniadalah nyeri ulu hati yang hebat
Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat pertama kali
penderita merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah:2
Tempat
Kualitaspenyakit
Kuantitaspenyakit
Urutanwaktu
Situasi
Faktor yang memperberatatau yang mengurangi
Gejala-gejala yang berhubungan
Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa
lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.
Riwayatdahulu yang
didapatberdasarkanskenariopasienbelumpernahmengalamihaltersebutsebelumnya.
Riwayat keluarga merupakan segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter
dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini
faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita.
Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala
aktivitas di luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan
lain-lain. Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien.
![Page 13: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/13.jpg)
Diperlukan anamnesis yang teliti,akurat dan bertahap untuk memformulasikan
gangguan yang terjadi sehingga bila dikombinasikan dengan pemeriksaan fisik kita dapat
merencanakan pemeriksaan penunjang yang diperlukan menegakkan diagnosis. Terdapat
beberapa gejala/keluhan yang karakteristik untuk penyakit GI yang dikemukakan oleh pasien
dan perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter untuk memeriksanya. Sakit perut yang
dikeluhkan oleh pasien perlu diperoleh persepsi yang sama oleh dokter yang memeriksanya.
Sakit perut yang dikeluhkan oleh pasien harus dijabarkan dan diinterpretasikan dengan baik
agar diperoleh data apakah sakit perut tersebut merupakan nyeri epigastrik,kolik bilier,kolik
usus,atau nyeri akibat rangsang peritoneal.
Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan umum pasien
saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi dan
aktivitasnya baik dalam keadaan berbaring atau berjalan.
Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya dimulai
dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat
kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
Pemeriksaan fisis abdomen merupakan bagian dari pemeriksaan fisis umum secara
keseluruhan. Secara umum tujuan pemeriksaan abdomen yaitu untuk mencari atau
mengidentifikasi kelainan di sistem gastrointestinal atau sistem ginjal dan saluran kemih arau
genitalia maupun perineum namun jarang.
Inspeksi, pada pemeriksaan ini yaitu melihat perut bagian depan dan belakang
sehingga didapatkan keadaan abdomen seprti simetris atau tidak,bentuk atau
kontur,ukuran,kondisi dinding perut (kulit,vena,umbilikus,striae alba) dan pergerakan dinding
perut. Selain itu juga perhatikan kelainan-kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan
parut karena pembedahan,asimetri perut yang menujukkan adanya massa tumor,stria,vena
yang berdilatasi,kaput medusa,atau obstruksi vena kava inferior,peristalsi usus,distensi dan
hernia.
Setelah inspeksi, pemeriksaan dilanjutkan dengan palpasi, yaitu pemeriksaan dengan
meraba, mempergunakan telapak tangan dan memanfaatkan alat peraba yang terdapat pada
![Page 14: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/14.jpg)
telapak dan jari tangan. Dengan palpasi kita dapat menentukan bentuk, besar, tepi, permukaan
serta konsistensi organ. Permukaan organ dinyatakan apakah rata atau berbenjol-benjol;
konsistensi lunak, keras, kenyal, kistik atau berfluktuasi; sedangkan tepi organ dinyatakan
dengan tumpul atau tajam. Sebisa mungkin seluruh bagian perut terpalpasi,kemudia cari
apakah ada pembesaran massa tumor,apakah hati,limpa,dan kandung empedu membesar atau
teraba. Periksa apakah ginjal,ballotement positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2
tahap yaitu palpasi permukaan(superficial) dan palpasi dalam (deep palpaltion). Palpasi dapat
dilakukan dengan 1 tangan atau 2 tangan(bimanual) terutama pada pasien gemuk. Perinci
nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya,lokasi nyeri yang maksimal apakah ada
tahanan (peritonitis), apakah ada nyeri rebound bila tak ada tahanan.
Setelah palpasi, biasanya dilanjutkan dengan tindakan perkusi. Tujuan perkusi adalah
untuk mengetahui perbedaan suara ketuk, sehingga dapat ditentukan batas-batas suatu organ
maupun massa yang abnormal di bagian tubuh tertentu.Perkusi abdomen dilakukan dengan
cara tidak langsung sama seperti pada perkusi di rongga toraks tetapi dengan penenkanan
yang lebih ringan dan ketokan yang lebih perlahan. Pemeriksaan ini digunakan untuk
mendeteksi kandung empedu/vesika urinaria dimana suaranya redup.pekak,menentuka
ukuran hati dan limpa secara kasar,menentukan penyebab distensi abdomen : penuh gas
(timpani),masa tumor (redup-pekak) dan asites. Perkusi abdomen sangat membantu dalam
menentukan apakah rongga abdomen berisi lebih banyak cairan atau udara. Dalam keadaan
normal suara perkusi abdomen yaitu timpani,kecuali di daerah hati suara perkusinya adalah
pekak.Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnya bunyi timpani di seluruh
abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanyaudara bebas di rongga perut misal pada
perforasi usus.
Selanjutnya adalah auskultasi, dimana auskultasi adalah pemeriksaan dengan
menggunakan stetoskop untuk mendengar suara pernapasan, bunyi dan bising jantung,
peristaltik usus, dan aliran darah dalam pembuluh darah.
Pemeriksaan ini untuk memeriksa :
Suara/bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi ,menghilang
pada ileus paralitik
Succussion splash- untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung
Bruit arterial
Venous hum pada kaput medusa
![Page 15: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/15.jpg)
Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3x permenit. Jika terdapat
obstruksi usus,suara peristaltik usus ini akan meningkat,lebih lagi pada saat timbul rasa sakit
yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus ini disebut borborigmi.
Untuk kasus dispepsia pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengidentifikasi kelainan
intra abdomen atau intra lumen yang padat (misalnya tumor),organomegali,atau nyeri tekan
yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal/peritonitis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah setiap
pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dalam garis
besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan petunjuk prognosis.
Pemeriksaanpenunjangpadadispepsiadapatdilakukan :
1. Laboratorium : untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi (lekositosis),
pankreatitis (amilase,lipase), keganasan saluran cerna (CEA,CA19-9,AFP)
2. Ultrasonografi : untuk mengidentifikasi kelainan padat intra abdomen,
misalnya adanya batu kandung empedu,kolesistitis,sirosis hati,dsb
3. Endoskopi (esofagogastroduodenoskopi):pemeriksaan ini sangat dianjurkan
untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut
alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan,anemia,muntah
darah,melena,atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih
dari 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik terutama
keganasan sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik
pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan
struktural/organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya
tukak/ulkus,tumor,serta dapat disertai pengambilan jaringan (biopsi) dari
jaringan yang dicurigai memperoleh gambaran histopatologiknya
mengidentifikasi adanya kuman helicobacter pylori.
Pemeriksaanendoskopimempunyaibeberapa keuntungan. Diantaranya untuk
menegakkan diagnosis yang dapat menunjukkan adanya kelainan atau
abnormalitas seperti esofagitis atau ulkus serta meningkatkan kepuasan
pasien.Temuan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan endoskopi lambung
antara lain :
![Page 16: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/16.jpg)
Normal
Gastritis akut atau kronis
Ulkus gaster
Massa
Keganasan
Hipertensi portal
Perubahan setelah operasi
Lain-lain kelainan yang jarang ditemukan
4. Radiologi : Pemriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan
struktural.dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau
gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat pada kelainan yang
bersifat penyempitan/stenotik/obstruktif dimana skop endoskopi tidak dapat
melewatinya
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia, diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium sederhana dan pemeriksaan tambahan, seperti pemeriksaan
radiologis dan endoskopi. Pada anamnesis, ada tiga kelompok besar pola dispepsia yang
dikenal yaitu :
Dispepsiatipesepertiulkus (gejalanya seperti terbakar, nyeri di epigastrium
terutamasaatlapar/epigastric hunger pain yang redadenganpemberianmakanan,
antasidadanobatantisekresiasam)
Dispepsiatipedismotilitas (dengan gejala yang menonjol yaitu mual, kembung dan
anoreksia)
Dispepsia spesifik
Tidak semua pasien dispepsia dilakukan pemeriksaan endoskopi dan banyak pasien yang
dapat ditatalaksana dengan baik tanpa pengobatan sehingga diagnosis secara klinis agak
terbatas kecuali bila ada alarm sign, seperti terlihat pada tabel 4. Bila ada salah satu atau
lebih pada tabel tersebut ada pada pasien, sebaiknya dilakukan pemeriksaan endoskopi.
Tabel 4 Gambaran alarm sign untuk dispepsia
Umur ≥ 45 tahun (onset baru)
![Page 17: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/17.jpg)
Perdarahan dari rektal atau melena
Penurunan berat badan >10%
Anoreksia
Muntah yang persisten
Anemia atau perdarahan
Massa di abdomen atau limfadenopati
Disfagia yang progresif atau odinofagia
Riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian atas
Riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya
Riwayat ulkus pepticum
Kuning (Jaundice)
Dispepsia fungsional didefinisikan dengan adanya riwayat dispepsia paling tidak minimal 3
bulan dan tidak ada bukti kerusakan struktrural secara nyata yang dapat menjelaskan
gejalanya. Kategori diagnostik ini mencakup hampir 60% pasien dispepsia.
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja adalah kesimpulan yang dibuat setelah dievaluasi adanya penemuan
positif dan negatif yang bermakna dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium
rutin. Berdasarkan diagnosis kerja ini, maka pengobatan serta tindakan yang perlu dapat
segera dilaksanakan.1 Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah dispepsia organik.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding adalah penyakit-penyakit yang mempunyai persamaan gejala dan
atau tanda tertentu. Untuk membuat diagnosis banding harus ditentukan terlebih dahulu
gejala serta tanda tertentu yang sama tersebut sebagai titik tolak. Dalam proses penegakan
diagnosis, maka diagnosis banding sudah harus dipikirkan sejak permulaan anamnesis atau
wawancara medik dilakukan. Hal ini berlangsung terus selama pemeriksaan fisis pasien, dan
merupakan penentu dalam melakukan anamnesis selanjutnya, merinci pemeriksaan fisis, serta
akan menentukan pilihan pemeriksaan khusus yang diperlukan. Data-data yang didapatkan
sangat menentukan relevan atau tidaknya diagnosis banding yang telah dipikirkan. Semakin
![Page 18: Dispepsia](https://reader035.vdocuments.pub/reader035/viewer/2022072012/55cf98fb550346d0339ad3ed/html5/thumbnails/18.jpg)
banyak data yang didapatkan, biasanya semakin sedikit diagnosis banding yang masih
dipikirkan.1 Diagnosis banding yang diambil dari kasus ini adalah
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan
Pencegahan
Prognosis
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Mandal. Wilkins. Dunbar. Penyakitinfeksidalam Lecture Notes : PenyakitInfeksi.Ed
6.Jakarta: Erlangga;2008.h.115-17
2. Santoso M. Pemeriksaanfisik diagnosis. Jakarta: BidangPenerbitanYayasan Diabetes
Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98.
3. Louisa M. Setiabudy R. Antivirus dalamFarmakologidanTerapi.Ed 5. Jakarta:
DepartemenFarmakologidanTerapeutikFakultasKedokteran UI;2007.h.