esophageal disorders

26
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Esofagus merupakan saluran panjang dengan panjang ±25 cm, memanjang dari faring ke abdomen. Berbagai gangguan dapat terjadi di esophagus. Namun, esophagus seringkali dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan saluran pencernaan lainnya karena kelainan pada esophagus relative jarang. Sebuah uji kesehatan di Korea menunjukan bahwa sekitar 17,26% pesertanya memiliki gangguan di esophagus. Gangguan tersering yang diderita adalah gastrointestinal reflux disease (GERD) (14.66%), esophagitis (8.45%), dan Barret esophagus (5.01%). Kelainan esophagus biasanya dapat ditemukan pada beberapa pasien yang mengalami gejala nyeri tenggorokan, disfagia, reflux, dan globus pharyngeus. Pengetahuan mengenai kelainan motilitas, infeksi, dan neoplastic merupakan hal penting dalam mendiagnosis dan memberikan pengobatan bagi kelainan esophagus ini. 1

Upload: ika-nadia-prajawati

Post on 01-Feb-2016

225 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Esophageal Disorders

TRANSCRIPT

Page 1: ESOPHAGEAL DISORDERS

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Esofagus merupakan saluran panjang dengan panjang ±25 cm, memanjang dari faring

ke abdomen. Berbagai gangguan dapat terjadi di esophagus. Namun, esophagus seringkali

dipandang sebelah mata jika dibandingkan dengan saluran pencernaan lainnya karena kelainan

pada esophagus relative jarang.

Sebuah uji kesehatan di Korea menunjukan bahwa sekitar 17,26% pesertanya memiliki

gangguan di esophagus. Gangguan tersering yang diderita adalah gastrointestinal reflux

disease (GERD) (14.66%), esophagitis (8.45%), dan Barret esophagus (5.01%).

Kelainan esophagus biasanya dapat ditemukan pada beberapa pasien yang mengalami

gejala nyeri tenggorokan, disfagia, reflux, dan globus pharyngeus. Pengetahuan mengenai

kelainan motilitas, infeksi, dan neoplastic merupakan hal penting dalam mendiagnosis dan

memberikan pengobatan bagi kelainan esophagus ini.

1

Page 2: ESOPHAGEAL DISORDERS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Esofagus merupakan saluran panjang dengan panjang ±25 cm, memanjang dari

faring ke abdomen. Esofagus terbagi menjadi 3 bagian yaitu esophagus bagian servikal,

torakal, dan abdominal.3

Esofagus bagian servikal terletak kurang lebih pada garis tengah leherdi

belaang laring dan trakea. Disana terdapat sphincter esophagus bagian atas (UES).

Esofagus bagian torakal melewati bagian belakang bifurcation trakea, semakin kebawah

2

Page 3: ESOPHAGEAL DISORDERS

berjalan di belakang atrium kiri, memasuki abdomen melalui hiatus esophagus. Esofagus

bagian abdomen merupakan daerah dengan panjang sekitar 2-4cm. Daerah ini disebut juga

sebagai sphincter esophagus bagian bawah (LES) yang menghubungkan bagian esophagus

dengan abdomen.3

Terdapat tiga daerah di esophagus yang pada normalnya mengalami

penyempitan, yaitu pada daerah UES dekat kartilago krikoid (titik tersempit), didaerah

dimana bronkus dan arkus aorta menyebrangi esophagus, dan di daerah LES saat melintasi

diafragma (hiatus dafragma).3

B. KELAINAN ESOFAGUS

Kelainan esophagus biasanya dapat ditemukan pada beberapa pasien yang

mengalami gejala nyeri tenggorokan, disfagia, reflux, dan globus pharyngeus.

Pengetahuan mengenai kelainan motilitas, infeksi, dan neoplastic merupakan ham penting

dalam mendiagnosis dan memberigan pengobatan bagi kelainan esophagus ini.2

Beberapa hal yang termasuk dalam kelainan esophagus, diantaranya:

peradangan pada esophagus, GERD, kelainan motilitas, scleroderma, diverticulum

esophagus, neoplasma pada esophagus, serta kegawatan pada esophagus.2

ESOPHAGITIS

Infectious Esophagitis

Infeksi pada esophagus dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Jamur

yang paling sering berperan adalah Candida albicans. Faktor resikonya adalah

terinfeksi HIV, serta penggunaan steroid baik sistemik maupun inhalasi, serta

3

Page 4: ESOPHAGEAL DISORDERS

antibiotic. Namun, esophagitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidak memiliki

faktor resiko sekalipun.2

Gejala yang paling sering dirasakan adalah nyeri tenggorokan dan disfagia.

Timbulnya plak berwarna putih atau kekuningan pada dasar esophagus yang hiperemis

dapat dikonfirmasi dengan biopsy untuk memastikan etiologi infeksi dengan pasti.2

Pilihan terapi yang dapat digunakan meliputi: anti jamur topical atau oral,

seperti fluconazole.2

Infeksi virus pada esophagitis biasanya disebabkan oleh herpes simpleks virus,

cytomegalovirus, atau HIV.2

Non-Infectious Esophagitis

- Esofagitis karena obat-obatan

Selain mikrroorganisme, obat-obatan juga dapat menyebabkan luka dan

peradangan pada esophagus melalui reaksi local maupun sistemik. Obat-obatan

sistemik yang menyebabkan relaksasi dari otot polos dapat meningkatkan

terjadinya reflux yang pada akhirnya menyebabkan esofagisis, gangguan

motilitas, dan striktur. Contoh obat-obatan yang dapat menyebabkan

peradangan pada esophagus adalah alcohol, nikotin, serta obat-obatan lain yang

memiliki efek merelaksasi otot.2

Kemungkinan lain, obat yang diminum tersangkut dalam esophagus, hal

tersebut menyebabkan luka pada mukosa esophagus, terbentuknya stiktur

hingga perforasi, nyeri, dan disfagia. Endoskop atau NGT dapat digunakan

untuk membebaskan esophagus dari obat yang tersangkut.2

4

Page 5: ESOPHAGEAL DISORDERS

- Eosinophilic Esophagitis

Kelainan ini ditandai dengan adanya infiltrasi eosinophil pada mukosa

esophagus. Pada orang dewasa, keadaan ini dapat ditandai dengan kesulitan

menelan makanan padat, dan reflux. Flouroskopi dan endoskopi dapat

digunakan untuk melihat kondisi dari esophagus. Mukosa esophagus sangat

rapuh dan mudah terlukai oleh alat yang digunakan. Alergi makanan atau bahan

inhalasi juga dapat menunjukan gejala eosinophilic esophagitis. Biopsi dapat

memastikan diagnosis, jika ditemukan 15-20 eosinofil perlapang pandang.2

Pengobatan yang diberikan meliputi steroid topical, serta pengobatan

alergi.2

GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE (GERD)

Refluks Gastro Esofagus (GER) didefinisikan sebagai aliran retrograde isi lambung ke

dalam esophagus. Penyakit Refluks Gastro Esofagus (GERD) disebut sebagai refluks

gastroesofagus patologik atau refluks gastroesofagus simptomatik, merupakan kondisi yang

kronik dan berulang, sehingga menimbulkan perubahan patologi pada traktus aerodigestif atas

dan organ lain di luar esophagus.1

Manifestasi klinis GERD di luar esophagus didefinisikan sebagai Refluks Ekstra

Esofagus (REE). Istilah Refluks Laringo Faring (RLF) adalah REE yang menimbulkan

manifestasi penyakit-penyakit oral, faring, laring, dan paru. Pasien REE akibat GERD sering

datang dengan keluhan terasa nyeri dan kering pada tenggorokan, rasa panas di pipi, sensasi

ada yang menyumbat (globus sensation), kelainan laring dengan suara serak, batuk kronik,

asma.1

5

Page 6: ESOPHAGEAL DISORDERS

GERD dapat merupakan gangguan fungsional (90% kasus) atau gangguan structural

(10% kasus). GERD fungsional menimbulkan gejala refluks yang disebabkan oleh disfungsi

sfingter esofagus bawah (SEB). Sedangkan GERD structural gejala refluks menimbulkan

kerusakan mukosa esophagus. SEB berperan dalam patofisiologi refluks. Pada orang

normal/sehat SEB mencegah aliran retrograde refluksat dari lambung ke dalam esophagus

dengan mempertahankan sawar, yang berupa perbedaan tekanan antara esophagus dan

lambung.1

Manifestasi klinis GERD sangat bervariasi dan gejalanya sering sukar dibedakan

dengan kelainan fungsional lain dari traktus grastrointestinal. Gejala refluks gastroesofagus

dapat tipikal dan atipikal.

Gejala tipikal atau klasik pada orang dewasa adalah:

- Rasa panas di dada terjadi setelah makan, didefinisikan sebagai rasa panas

substernal dibawah tulang dada, rasa panas/terbakar menjalar keatas sampai

tenggorok atau mulut 1-2 jam setelah makan atau setelah mengangkat berat

atau posisi membungkuk.

- Regurgitasi isi lambung secara spontan ke esophagus atau mulut.

Bila kedua gejala terjadi bersamaan, diagnosis GERD dapat ditegakkan lebih dari 90%.

Gejala atipikal merupakan menifestasi dari refluks ekstra esophagus termasuk: nyeri

dada non kardiak, asma, bronchitis, batuk kronik, pneumonia rekuren, suara serak,

laryngitis posterior kronik, sensasi sukar menelan, otalgia, sariawan, cegukan, dan

erosi email gigi.1

6

Page 7: ESOPHAGEAL DISORDERS

GERD dapat menimbulkan komplikasi ke esophagus dan ekstra esophagus.

Komplikasi berat ke dalam esophagus antara lain: Barret Esofagus, striktur peptic. Komplikasi

ekstra esophagus antara lain kelainan laringofaring, asma yang disebabkan refluks.1

Proton Pump Inhibitor dapat menjadi terapi inisiasi untuk mencegah kerusakan

esophagus yang berat. Endoskopi dapat dilakukan 3 sampai 6 bulan setelah terapi inisiasi

diberikan. 2

GANGGUAN MOTILITAS ESOFAGUS

Gangguan motilitas esophagus dapat diklasifikasikan menjadi hiperkinetik dan

hipokinetik. Keduanya dapat menimbulkan gejala disfagia, globus pharyngeus, regurgitasi,

dan nyeri dada nonkardiak. Esofagus dapat dites fungsinya dengan menggunakan manometri.

Baru-baru ini menometri dengan high resolution dapat melakukan pemeriksaan tekanan

esophagus dari mulai faring, spincter esophagus bagian atas, hingga spincter esophagus bagian

bawah. 2

Hiperkinetik

- Nutracker Esophagus

Nutracker esophagus merupakan gangguan yang berhubungan dengan nyeri

dada non kardiak. Pemeriksaan manometri menunjukan hasil peristaltic yang normal

dan amplitude yang tinggi saat menelan dengan amplitude >180mmHg. 2

Penanganan yang biasanya diberikan adalah pengobatan antireflux dan/atau test

pH. Pembedahan tidak efektif untuk kasus ini. Nitrate dan Calsium Channl Blocker

(CCB) dapat bermanfaan dalam menurunkan intensitas kontraksi dari esophagus. 2

7

Page 8: ESOPHAGEAL DISORDERS

- Spasme Esofagus bagian Distal

Spasme Esofagus bagian distal merupakan gangguan motilitas nonperistaltik

yang tidak atau mungkin berhubungan dengan tingginya kontraksi esophagus.

Gangguan ini juga mungkin berhubungan erat dengan penyakit refluks dan dapat

menyebabkan gejala disfagia atau gangguan bolus transit. 2

Penanganan DES biasanya dimulai dengan pH testing dan pengobatan

antirefluks. Tindakan dilatasi esophagus mungkin dapat membantu, tindakan myotomi

biasanya hanya dilakukan pada kasus-kasus berat. 2

- Hiperkinetik pada Esofagus bagian Distal

Normalnya spicter esophagus bagian bawah akan berelaksasi saat ada proses

penelanan makanan. Jika saat berelaksasi tekanan pada esophagus mecapai >45mmHg,

maka spincter tersebut disebut hipertonik. Kelainan ini tidak akan menyebabkan

disfagia selama gerakan peristaltic masih berjalan normal. Diafagia mungkin dapat

muncul pada penelanan makanan padat saja. Penganan untuk gangguan ini biasanya

dengan menggunakan injeksi botulinum toxin, dan pembedahan myotomi.2

Hipokinetik

- Ineffective Esophangeal Motility

Ineffective Esophangeal Motility merupakan gangguan yang dapat

menyebabkan timbulnya gejala disfagia, atau globus pharyngeus. Pada pemeriksaan

manometri, >50% proses penelanan hanya memiliki tekanan <30mmHg di bagian

distal esophagus. Sebagian besar pasien dengan IEM memiliki gangguan pada bolus

transit. Gangguan ini dapat berhubungan dengan penyakit refluks dan biasanya sulit

8

Page 9: ESOPHAGEAL DISORDERS

untuk ditangani dengan efektif. Disamping pengobatan antirefluks, betanechol,

muskarinik reseptor agonis, dapat membantu memperbaiki kontraktilitas esophagus.2

- Akalasia

Akalasia adalah ketidakmampuan bagian distal esophagus untuk relaksasi dan

peristaltic esophagus berkurang, karena diduga terjadi inkoordinasi neuromuskuler.

Akibatnya bagian proksimal dari tempat penyempitan akan lebar dan disebut mega

esophagus.1

Para ahli menganggap bahwa penyakit ini merupakan disfungsi neuromuskuler

dengan lesi primer, mungkin terletak di dinding esophagus, nervus vagus atau batang

otak. Secara histologic ditemukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion pleksus

Auerbach sepanjang torakal esophagus. Hal ini diduga sebagai penyebab gangguan

peristaltic esophagus.1

Pada akalasia terdapat gangguan peristaltic pada daerah duapertiga bagian

bawah esophagus. Tegangan sfingter bagian bawah lebih tinggi dari normal dan proses

relaksasi pada gerak menelan tidak sempurna. Akibatnya esophagus bagian bawah

mengalami dilatasi hebat dan makanan tertimbun di bagian bawah esophagus. 1

Biasanya gejala yang ditemukan adalah disfagia, regurgitasi, nyeri di daerah

substernal dan penurunan berat badan. Disfagia merupakan keluhan utama dari pasien

akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan

emosi. Disfagia dapat terjadi sebentar atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih

sukar ditelan dibandingkan makanan padat. Regurgitasi dapat timbul setelah makan

atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat pasien

9

Page 10: ESOPHAGEAL DISORDERS

tertidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi. Rasa terbakar dan nyeri di

daerah substernaldapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium lanjut akan

timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai

serangan angina pectoris. Penurunan berat badan terjadi karena pasien berusaha

mengurangi makannya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di

daerah substernal.1

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, gambaran radiologic,

esofagoskopi dan pemeriksaan manometrik.1

Pemeriksaan radiologic. Biasanya dilakukan pemeriksaan esofagogram yang

dikombinasikan dengan pemeriksaan flouroskopi dan radiografi dengan menggunakan

kontras. Gambaran radiologic memperlihatkan gelombang peristaltic yang normal

hanya terlihat pada daerah sepertiga proksimal esophagus, tampak dilatasi pada daerah

dua pertiga distal esophagus dengan gambaran peristaltic yang abnormal atau hilang

sama sekali serta gambaran penyempitan di bagian distal esophagus menyerupai ekor

tikus.1

Pemeriksaan esofagoskopi. Tampak pelebaran lumen esophagus dengan bagian

distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal

daerah penyempitan. Mukosa esophagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang

terdapat tanda-tanda esophagitis akibat retensi makanan. Sfingter esophagus bawah

akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dapat masuk ke

lambung dengan mudah.1

Pemeriksaan manometrik. Guna pemeriksaan manometrik ialah untuk menilai

fungsi motoric esophagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dala lumen dan

10

Page 11: ESOPHAGEAL DISORDERS

sphincter esophagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas secara

kuantitatif maupun kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk

pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah

fungsi motoric badan esophagus dan sphincter esophagus bawah. Pada badan

esophagus dinilai tekanan istirahat dan aktivitas peristaltiknya. Sphincter esophagus

bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya.

Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esophagus meningkat,

tidak terdapat gerak peristaltic sepanjang esophagus sebagai reaksi proses menelan.

Tekanan sphincter esophagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi

relaksasi sphincter pada waktu menelan.1

Sifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltic esophagus

tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi

kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi,psikoterapi, dan operasi

esofagokardiomiotomi (operasi Heller). Pemberian medikamentosa hanya dapat

menghilangkan gejala untuk waktu yang singkat dan hasilnya kurang memuaskan.

Obat-obatan yang dipilih dapat berupa preparat nitrit, antikolinergik, dan penghambat

adrenergic. Akhir-akhir ini digunakan obat nifedipine yang bersifat kalsium agonis,

karena dianggap ion kalsium dapat mengaktifkan serat otot (myofibril) esophagus.

Dilatasi dan operasi bertujuan untuk menghilangkan gejala sumbatan dengan cara

melemahkan sphincter esophagus bawah. Dilatasi dapat dilakukan dengan businasi

atau balon dilator dengan menggunakan tekanan udara atau tekanan air. Operasi

esofagokardiotomi transtorasis paling sering dilakukan. Tujuan operasi adalah untuk

melemahkan sphincter, sehingga bagian yang sempit dapat berelaksasi secara adekuat.1

11

Page 12: ESOPHAGEAL DISORDERS

PROGRESSIVE SYSTEMIC SCLEROSIS (PSS)

Progressive Systemic Sclerosis (PSS) dulu dikenal sebagai scleroderma. PSS adalah

penyakit kolagen vaskular multisistem dengan kerusakan pembuluh darah yang berkontribusi

terhadap fibrosis dan atrofi otot polos. Keterlibatan sistem gastrointestinal ditemukan pada

90% kasus PSS, dengan bagian distal esophagus merupakan tempat paling sering. Karena

spicter esophagus bagian atas, dan bagian proksimal dari esophagus memiliki otor rangka

yang lebih banyak dibandingkan otot polos, maka hanya bagian dua pertiga dari esophagus

serta LES saja yang dapat terpengaruh oleh PSS.2

Pada pemeriksaan manometri ditemukan bahwa di bagian distal esophagus terdapat

gerakan peristaltic yang lemah (aperistaltik). PSS merupakan faktor resiko dari timbulnya

reflux serta timbuulnya barrett metaplasia, striktur, candida esophagitis, dan neoplasma.

Pengobatan untuk PSS meliputi obat-obatan antirefluks, dan immunosupresif.2

DIVERTIKULUM ESOFAGUS

Divertikulum esophagus merupakan kantong yang terdapat di lumen esophagus.

Menurut lokasinya divertikulum esophagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu

diverticulum faring-esofagus (diverticulum Zenker), diertikulum parabronkial dan

diverticulum epinefrik.1

Divertikulum faring-esofagus terletak di daerah perbatasan faring dengan esophagus,

diverticulum parabronkial terletak di sekitar bifurkasi trakea dan diverticulum epinefrik

terletak di daerah sepertiga bawah esophagus biasanya di atas diafragma.1

12

Page 13: ESOPHAGEAL DISORDERS

Divertikulum esophagus mungkin merupakan diverticulum asli atau diverticulum

palsu. Pada diverticulum asli seluruh lapisan dinding esophagus yang normal ditemukan,

sedangkan diverticulum esophagus palsuhanya lapisan mukosa dan submukosa esophagus

yang ditemukan.1

Gejala yang ditimbulkan diverticulum faring-esofagus tergantung dari tingkat

pembentukan diverticulum.1

Pada tingkat pertama mungkin tanpa gejala atau terdapat retensi makanan yang bersifat

sementara. Pada tingkat kedua kantong sudah berbentuk globul dan telah meluas ke daerah

inferior-posterior akan terjadi pengumpulan makanan, cairan serta mucus di dalam divertikel

yang tidak berhubungan dengan obstruksi esophagus. Jika terjadi spasme esophagus akan

ditemui gejala disfagia. Pada tingkat ketiga karena pengaruh gaya berat isi diverticulum,

menyebabkan kantong dapat meluas sampai ke daerah mediastinm. Gejala yang

ditimbulkannyaberupa disfagia hebat. Regusrgitasi dapat muncul setelah makan atau minum.

Gejala yang menonjnol adalah aspirasi atau regurgitasi pada saat pasien tidur. Diagnosis

ditegakkan dengan pemeriksaan radiologic dan esofagoskopik.1

Jika diverticulum tidak menimbulkan gejala, terapi biasanya bersifat konservatif.

Kantong harus dibersihkan setiap habis makan dengan cara pasien diminta minum air dalam

posisi terlentang atau miring tanpa bantal tergantung letak divertikumunya, sehungga makanan

akan masuk ke lumen esophagus. Jika terdapat keluhan obstruksi atau aspirasi harus dilakukan

operasi divertikulektomi.1

NEOPLASMA PADA ESOFAGUS

13

Page 14: ESOPHAGEAL DISORDERS

Maligna

Sebagian besar massa pada esophagus adalah maligna, gold standard yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi neoplasma tersebut adalah dengan esofagoskopi. Lesi yang lebih besar

dapat dilihat dengan menggunakan flouroskopi.2

Sayangnya, karsinoma esophagus biasanya tidak menimbulkan gejala sampai dia cukup besar

untuk menyebabkan obstruksi pada esophagus.Kesulutan menelan makanan padat merupakan

gejala yang penting. Gejala lainnya adalah kehilangan berat-badan, hematemesis, batuk, dan

muntah. Adenokarsinoma pada esophagus sering ditemukan di bagian distal dariesofagus.2

Benign

Lesi yang jinak pada esophagus termasuk jarang ditemukan. Flouroskopi dan atau endoskopi

dapat digunakan untuk melihat kondisi dari esophagus. Lesi jinak yang paling sering

ditemukan adalah leiyomioma, lesi yang ditutupi oleh mukosa halus. Kista esophagus

mungkin disebabkan karena kelainan kongenital. Polip fibrovaskular dapat berawal dari

postcricoid dan dapat menjadi “giant”. Aspiksia akibat regurgitasi fibrovaskular polip dapat

menyebabkan kematian mendadak. Eksisi bedah dengan esofagotomi atau endoskopi dapat

dilakukan. Papillova Virus pada esophagus juga dapat terjadi akibat infeksi human papilloma

virus. Infeksi tersebut mungkin asimptomatik, namun, pada sebagian kecil kasus dapat

berdegradasi menjadi squamous cell carcinoma. 2

KEGAWATAN PADA ESOFAGUS

Perforasi Esofagus

14

Page 15: ESOPHAGEAL DISORDERS

Ganguan pada esophagus dapat berdampak pada perforasi di esofagu. Hal ini mungkin

diakibatkan oleh trauma, atau kadang-kadang juga dapat disebabkan karena iatrogenic saat

melakukan suatu tindakan pada esophagus. Perforasi akibat trauma dapat disebabkan karena

trauma oleh benda tumpul maupun benda tajam, muntah yang berat, atau benda asing yang

tertelan. Malignansi seperti limfoma dapat menyababkan perforasi pada esophagus yang

berasal dari erosi tumor atau dari nekrosisnya tumor yang telah teradiasi. 2

Tindakan seperti esofagoskopi, dilatasi esophagus, dan penggunakan NGT dapat

dilakukan untuk mengatasi perforasi esophagus.2

Konsep yang paling penting dalam penanganan perforasi esophagus adalah pengenalan

lebih awal. Idealnya perforasi akibat iatrogenic dapat diidentifikasi saat hal tersebut terjadi,

ditandai dengan perdarahan hebat. Setelah prosedur tersebut selesai dilakukan keluhan seperti

nyeri dada, demam, emfisema merupakan tanda-tanda perforasi telah terjadi. Water-soluble

contrast seperti gastrografin dapat digunakan pada flouroskopi untuk memastikan perforasi. 2

Perforasi esophagus yang kecil dapat diatasi dengan pemberian terapi menggunakan

endoscopic feeding tube placement. Antibiotik spectrum luas juga dapat digunakan sebagai

terapi inisiasi. Floroskopi dapat digunakan pada hari ke 5 – 7 untuk mengevaluasi perembesan

yang persisten dari esophagus. 2

Beenda Asing Pada Esofagus

Benda asing yang tertelan kebanyakan terjadi pada populasi anak-anak. Dalam

esophagus terdapat 3 daerah yang mengalami penyempitan akibat kompresi dari bagian lain,

yaitu pada cricopharyngeus (paling sering terjadi), pada kompresi aortic arc, serta lower

esophangeal spincter (LES). 2

15

Page 16: ESOPHAGEAL DISORDERS

Keluarnya air liur yang berlebihan serta kesulitan menelan merupakan tanda yang

sering ditemukan pada adanya benda asing di esophagus. Kompresi pada trakea yang diikuti

oleh distress pernafasan dapat terjadi. Pada anak, benda asing yang paling sering tertelan

adalah koin, bolus makanan yang terlalu besar, dan juga mainan. Potongan makanan yang

besar seperti potongan hotdog dapat menekan bagian trakea dan dapat menyebabkan kematian.

Baterai yang berbentuk koin merupakan benda asng yang sangat membahayakan, karena dapat

menyebabkan perforasi akibat alkaline yang terdapat pada baterai tersebut. 2

Riwayat kejadian merupakan hal yang paling penting untuk menegakkan diagnosis

benda asing yang tertelan. Endoskopi merupakan metode terbaik untuk mengidentifikasi

benda asing di esophagus. Karena benda-benda yang tertelan tidak selalu terdihat dalam

pemeriksaan foto polos. 2

Benda asing atau makanan yang tersangkut biasanya ditangani melalui anestesi umum

dengan rigid endoskopi. Cara ini dilakukan agar benda asing atau makanan tersebut dapat

terdorong ke tempat yang lebih luas sehingga tidak mengganggu jalan napas. Optical forceps

biasanya digunakan untuk mengeksresi benda atau makanan yang mengganggu tadi. Setelah

tindakan selesai dilakukan, esophagus harus tetap dievaluasi untuk melihat ada tidaknya

perlukaan berat, striktur atau adanya benda asing lain yang tertelan. 2

16

Page 17: ESOPHAGEAL DISORDERS

DAFTAR PUSTAKA

1. Hadjat, Fachri. (2012). Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga, Hidung, Tenggorok,

Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: FKUI; Hal.199-203.

2. Lintzenich, C.R. (2014). Bailey's Head and Neck Surgery. OTOLARYNGOLOGY.

Fifth edition. Philadelphia: LWW; Page: 852-858.

3. Gavaghan, Mary. Anatomy and Physiology of the Esophagus. AORN Journal.

4. Yoo S.S., Lee W.H., Choi S.P., Kim H.J., Kim T.H., Lee O.J., The Prevalence of

Esophageal Disorders in the Subjects Wxamined for Health Screening. PubMed.gov.

17