gcg2

6
Good Corporate Governance Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Good corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri dan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (El Gammal dan Showeiry, 2012). Konsep return teory menurut Scott (2000) adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agent mereka. Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Noronha dan Vinten (2008) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal). Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan pemegang saham. Konflik yang terjadi karena manusia adalah makhluk ekonomi yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan diri sendiri. Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda dan masing– masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi. Akibat yang terjadi adalah munculnya konflik kepentingan. Pemegang saham menginginkan pengembalian yang lebih besar atas investasi yang mereka tanamkan sedangkan manajer menginginkan kepentingannya diakomodasi dengan pemberian kompensasi atau insentif yang sebesar-besarnya atas kinerjanya dalam menjalankan perusahaan. Kondisi perusahaan yang dilaporkan oleh manajer tidak sesuai atau tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan perbedaan informasi yang dimiliki antara manajer dengan pemegang saham. Sebagai pengelola, manajer lebih mengetahui keadaan yang ada dalam perusahaan daripada pemegang saham. Keadaan tersebut dikenal sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan earnings management (Kerstein dan Rai, 2007). Bukit dan Takiah (2009) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

Upload: durusilmiyyah

Post on 10-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Good Corporate Governance

Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberi keyakinan kepada investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang mereka investasikan. Good corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi investor, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri dan menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang telah ditanamkan oleh investor dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengendalikan para manajer (El Gammal dan Showeiry, 2012). Konsep return teory menurut Scott (2000) adalah hubungan atau kontak antara principal dan agent. Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari principal kepada agent. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai principal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agent mereka. Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami hubungan antara manajer dan pemegang saham. Noronha dan Vinten (2008) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan pemegang saham (principal). Hubungan keagenan tersebut terkadang menimbulkan masalah antara manajer dan pemegang saham. Konflik yang terjadi karena manusia adalah makhluk ekonomi yang mempunyai sifat dasar mementingkan kepentingan diri sendiri. Pemegang saham dan manajer memiliki tujuan yang berbeda dan masing masing menginginkan tujuan mereka terpenuhi. Akibat yang terjadi adalah munculnya konflik kepentingan. Pemegang saham menginginkan pengembalian yang lebih besar atas investasi yang mereka tanamkan sedangkan manajer menginginkan kepentingannya diakomodasi dengan pemberian kompensasi atau insentif yang sebesar-besarnya atas kinerjanya dalam menjalankan perusahaan. Kondisi perusahaan yang dilaporkan oleh manajer tidak sesuai atau tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan perbedaan informasi yang dimiliki antara manajer dengan pemegang saham. Sebagai pengelola, manajer lebih mengetahui keadaan yang ada dalam perusahaan daripada pemegang saham. Keadaan tersebut dikenal sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan earnings management (Kerstein dan Rai, 2007). Bukit dan Takiah (2009) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality) dan manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Dari asumsi sifat dasar manusia tersebut dapat dilihat bahwa konflik agensi yang sering terjadi antara manajer dengan pemegang saham dipicu adanya sifat dasar tersebut (Rina dan Takiah, 2009). Manajer dalam mengelola perusahaan cenderung mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Dengan perilaku oportunistik dari manajer, manajer bertindak untuk mencapai kepentingan mereka sendiri, padahal sebagai manajer seharusnya memihak kepada kepentingan pemegang saham karena mereka adalah pihak yang memberi kuasa manajer untuk menjalankan perusahaan.Good corporate governance system

Di Indonesia istilah Good Corporate Governance seringkali diterjemahkan sebagai tata kelola perusahaan. Sedangkan pengertian good corporate governance itu sendiri telah dikemukakan oleh banyak institusi dan para pakar. Berikut ini disajikan beberapa definisi good corporate governance yang banyak digunakan sebagai acuan dalam diskusi dan tulisan - tulisan. Usaha untuk melembagakan good corporate governance untuk kali pertama dilakukan oleh Bank of England dan London Stock Exchange pada tahun 1992 dengan membentuk Cadbury Committee. Komite ini bertugas menyusun Good corporate governance code yang menjadi acuan utama (Benchmark) di banyak Negara (Barnhart dan Stuart, 1998). Menurut komite ini good corporate governance merupakan sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar tercapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggung jawaban kepada stakeholders (Van Horne, 1998). Hal ini berkaitan dengan peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya. Asian Development Bank (ADB), suatu organisasi yang mendorong perkembangan ekonomi negara-negara di benua Asia menaruh perhatian yang besar terhadap good corporate governance (Davidson III dan Xu, 2004). Sedangkan Budiono (2005) mengemukakan bahwa pengertian tentang Good corporate governance dapat dimasukkan dalam dua kategori. Kategori pertama, lebih condong pada serangkaian pola perilaku perusahaan yang diukur melalui kinerja, pertumbuhan, struktur pembiayaan, perlakuan terhadap para pemegang saham dan stakeholders. Kategori pertama ini akan sangat cocok untuk dijadikan dasar analisis dalam mengkaji good corporate governance di satu negara, misalnya melihat bagaimana dewan direksi memenuhi transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan, bagaimana menentukan kompensasi yang layak bagi eksekutif perusahaan. Kategori kedua, lebih melihat pada kerangka secara normative, yaitu segala ketentuan hukum, baik yang berasal dari sistem hukum, sistem peradilan, pasar keuangan dan sebagainya, yang mempengaruhi perilaku perusahaan. Kategori kedua ini dijadikan dasar analisis dalam mengkaji good corporate governance secara komparatif, misalnya melihat bagaimana berbagai perbedaan dalam kerangka normatif yang dibangun akan mempengaruhi pola perilaku perusahaan, investor dan lainnya. Berdasarkan beberapa pengertian good corporate governance tersebut di atas, maka good corporate governance secara ringkas dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengandung elemen-elemen tertentu untuk menata, mengendalikan dan mengawasi perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan secara optimal.

Mekanisme good corporate governance dibagi menjadi dua kelompok yaitu internal mechanism (mekanisme internal) seperti komposisi dewan direksi/ komisaris, kepemilikan manajerial dan kompensasi eksekutif serta eksternal mechanism (mekanisme ekseternal) seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing (Scott, 1997). Prinsip-prinsip good corporate governance yang diterapkan akan memberikan manfaat seperti meminimalkan return costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen; meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal; meningkatkan citra perusahaan; meningkatkan nilai perusahaan, serta peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholders terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik. Midiastuty dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa good corporate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan. Pada prinsipnya good corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham; perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham; peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam good corporate governance; transparansi dan penjelasan; serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit. Unsur-unsur secara umum adalah:

a. Fairness (keadilan), menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor

b. Transparancy (tranparansi), mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan, yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan

c. Accountability (akuntabilitas), menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris

d. Responsibility (pertanggungjawaban), memastikan dipatuhinya peraturanperaturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cermin dipatuhinya nilainilai sosial. Pada prinsipnya good corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham; perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham; peranan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam good corporate governance; transparansi dan penjelasan; serta peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit (Darmawati dan Rahayu, 2004).

Pengertian Etika Bisnis Etika berasal dari kata Yunani yaitu ethos yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Menurut Suhardana (2006) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009: 127-128) istilah lain dari etika adalah susila, su artinya baik, sila artinya kebiasaan. Jadi susila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Menurut Lawrence, Weber, dan Post (2005) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009) etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita bermoral atau tidak berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita berpikir dan bertindak kepada orang lain dan bagaimana kita inginkan meraka berpikir dan bertindak terhadap kita. Menurut David P. Baron (2005) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009) etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral yang didasarkan atas penalaran, analisis, sintetis, dan reflektif. Menurut Muslich (2004) etika bisnis dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang tata cara ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang berlaku secara universal dan secara ekonomi/sosial, dan pengetrapan norma dan moralitas ini menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau kejujuran berusaha (Murti Sumarni, 1995). Chandra R (1998) menambahkan bahwa perubahan-perubahan besar dalam oraktik pengelolaan bisnis dewasa ini menyebabkan perhatian terhadap etika bisnis semakin penting. Oleh karena itu, etika bisnis merupakan pengetahuan pedagang tentang tata cara pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas melalui penciptaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperoleh keuntungan melalui transaksi. b. Prinsip-prinsip Etika Bisnis Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang bertujuan memberikan acuan cara yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Muslich (2004) menyatakan bahwa prinsip-prinsip etika bisnis meliputi: 1) Prinsip ekonomi Perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya dalam menetapkan kebijakan perusahaan harus diarahkan pada upaya pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran, kesejahteraan para pekerja, komunitas yang dihadapinya. 2) Prinsip kejujuran Kejujuran menjadi nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan kinerja perusahaan. Dalam hubungannya dengan lingkungan bisnis, kejujuran diorientasikan kepada seluruh pihak yang terkait dengan aktivitas bisnis. Dengan kejujuran yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka masyarakat yang ada di sekitar lingkungan perusahaan akan menaruh kepercayaan yang tinggi bagi perusahaan tersebut. 16 3) Prinsip niat baik dan tidak berniat jahat Prinsip ini terkait erat dengan kejujuran. Tindakan jahat tentu tidak membantu perusahaan dalam membangun kepercayaan masyarakat, justru kejahatan dalam berbisnis akan menghancurkan perusahaan itu sendiri. Niatan dari suatu tujuan terlihat cukup transparan misi, visi dan tujuan yang ingin dicapai dari suatu perusahaan. 4) Prinsip adil Prinsip ini menganjurkan perusahaan untuk bersikap dan berperilaku adil kepada pihak-pihak bisnis yang terkait dengan sistem bisnis tersebut. 5) Prinsip hormat pada diri sendiri Prinsip hormat pada diri sendiri adalah cermin penghargaan yang positif pada diri sendiri. Hal ini dimulai dengan penghargaan terhadap orang lain. Menjaga nama baik merupakan pengakuan atas keberadaan perusahaan tersebut. Prinsip etika bisnis menurut Sonny Keraf (1998) dalam Sukirno Agus dan I Cekik Ardana (2009) mengatakan bahwa setidaknya ada lima prinsip yang dijadikan titik tolak pedoman perilaku dalam menjalankan praktik bisnis, yaitu: 1) Prinsip Otonomi Prinsip otonomi menunjukkan sikap kemandirian, kebebasan, dan tanggungjawab. Orang yang mandiri berarti orang yang dapat mengambil suatu keputusan dan melaksanakan tindakan berdasarkan kemampuan sendiri sesuai dengan apa yang diyakininya, bebas dari tekanan, hasutan, dan ketergantungan kepada pihak lain. 2) Prinsip Kejujuran Prinsip kejujuran menanamkan sikap bahwa apa yang dipikirkan adalah apa yang dikatakan, dan apa yang dikatakan adalah yang dikerjakan. Prinsip ini juga menyiratkan kepatuhan dalam melaksanakan berbagai komitmen, kontrak, dan perjanjian yang telah disepakati. 3) Prinsip Keadilan Prinsip keadilan menanamkan sikap untuk memperlakukan semua pihak secara adil, yaitu suatu sikap yang tidak membeda-bedakan dari berbagai aspek baik dari aspek ekonomi, hukum, maupun aspek lainnya. 4) Prinsip saling Menguntungkan Prinsip saling menguntungkan menanamkan kesadaran bahwa dalam berbisnis perlu ditanamkan prinsip win-win solution, artinya dalam setiap keputusan dan tindakan bisnis harus diusahakan agar semua pihak merasa diuntungkan. 5) Prinsip Integritas Moral Prinsip integritas moral adalah prinsip untuk tidak merugikan orang lain dalam segala keputusan dan tindakan bisnis yang diambil. Prinsip ini dilandasi oleh kesadaran bahwa setiap orang harus dihormati harkat dan martabatnya. Prinsip etika bisnis di atas tidak hanya digunakan pada sebuah perusahaan atau organisasi perdagangan, akan tetapi dapat pula digunakan pada usaha yang dikelola pedagang kaki lima, hal ini dikarenakan setiap bisnis yang dijalankan oleh pedagang kaki lima harus didasarkan pada prinsip-prinsip tersebut agar tidak melanggar hak-hak konsumen.