glukosamin.docx
TRANSCRIPT
GLUKOSAMIN & KONDROITIN UNTUK OSTEOARTRITIS
Glukosamin adalah gula amino monosakarida dan merupakan struktur
pembangun utama untuk sintesis glikosaminoglikan (GAG) dan
proteoglikan yang merupakan bahan penting dari tulang rawan sendi.
Kondroitin (terutama dalam bentuk kondroitin sulfat) merupakan salah
satu dari enam GAG utama dan menjadi bagian dari matriks kondrin,
yang bertanggung jawab dalam pembentukan tulang rawan sendi.
Glukosamin dan kondroitin telah diteliti pada pasien dengan osteoartritis
dan hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi glukosamin dan
kondroitin menghasilkan efek anti radang dan anti nyeri pada sendi.
Salah satu studi skala besar yang dilakukan dalam Glucosamine /
chondroitin Arthritis Intervention Trial (GAIT) yang melibatkan lebih
dari 1500 pasien osteoartritis menyimpulkan bahwa terapi menggunakan
kombinasi glukosamin dan kondroitin (1500 mg glukosamin dan 1200
mg kondroitin) secara signifikan lebih efektif dalam mengurangi nyeri
sendi lutut yang bersifat moderat dan berat daripada plasebo. Penelitian
lain dengan menggunakan kombinasi glukosamin, kondroitin dan metil
sulfonil metan (MSM) juga dilakukan untuk menilai efektivitas
kombinasi tersebut dalam menangani osteoartritis. Sebagai hasilnya,
kombinasi menggunakan glukosamin, kondroitin dan MSM terbukti
dapat mengurangi nyeri, memperbaiki mobilitas sendi dan meningkatkan
kualitas hidup serta dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien dengan
osteoartritis.
KEKHAWATIRAN MENGENAI MASALAH KEAMANAN TERAPI
Terlepas dari efektivitas terapi glukosamin/kondroitin, terdapat
keprihatinan bahwa terapi menggunakan glukosamin dapat
memperburuk kadar gula darah, terutama pada orang-orang dengan
gangguan regulasi gula darah. Beberapa spekulasi menyatakan bahwa
karena terdapat kemiripan struktur kimia dengan glukosa, konsumsi
glukosamin dapat meningkatkan kadar gula darah. Hipotesa dari
mekanisme glukosamin mempengaruhi kadar gula darah adalah melalui
jalur pembentukan glukosamin dan hexosamin dalam pengaturan
transport glukosa.
Sebuah studi acak terkontrol dengan desain tersamar ganda dengan
kontrol plasebo yang melibatkan lebih dari 100 pasien yang menerima
kombinasi 1500 mg glukosamin dan 1200 mg kondroitin sulfat setiap
hari menyimpulkan bahwa pemberian suplemen glukosamin dan
kondroitin secara oral tidak berakibat pada perubahan metabolism
glukosa, bahkan pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Hasil ini diambil
berdasarkan kadar hemoglobin A1c (HbA1c) tidak berbeda secara
bermakna antara sebelum terapi dan sesudah terapi dan antara kelompok
kontrol dan kelompok diabetik. Beberapa ulasan lain juga menyatakan
bahwa glukosamin tidak memiliki efek diabetogenik.
Berdasarkan beberapa penelitian terakhir, suplementasi glukosamin dan
kondroitin sebagai terapi pendukung osteoartritis tampaknya cukup
aman dan terbukti efektif dalam mengurangi nyeri, mencegah degenerasi
sendi lebih lanjut dan memperbaiki mobilitas sendi. Dari segi keamanan
produk, glukosamin dan kondroitin terbukti tidak mempengaruhi profil
glukosa selama dikonsumsi dalam dosis yang direkomendasikan. Dosis
yang disarankan adalah 1500 mg untuk glukosamin dan 1200 mg untuk
kondoritin sulfat dalam satu hari. Jumlah dosis ini dapat diberikan dalam
satu kali pemberian atau dibagi dalam dua sampai tiga kali pemberian
per hari.
1. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat. Pada dosis
2400 mg, efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis
lebih rendah, hanya efek analgesiknya yang jelas, sedangkan efek
antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam , metabolism di hati, 10%
diekskresi tanpa di ubah.
2. Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis
anti atritis (inflamasi) ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya
menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis, interik, nausea, dispepsi, udema
perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan kardiovaskuler.
3. Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari
aspirin, tetapi efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat
sintesis prostaglandin. Metabolisme di hati. Waktu paro serum 2 jam.
4. Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati
menjadi sulfide, duraksi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya
menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga terjadi sindrom Stevens-
Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik. Dosis
rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.
5. Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60
menit, waktu paro 2 jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk
konjungasi glukuronid. Efek sampingnya menyerupai obat NSAID lain,
nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang lain.
Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya
pada anak. Dosis untuk atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi
dalam 4 dosis.
6. Asam Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai
antiinflamasi kurang kuat disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini
tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari 1 minggu dan tidak
diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa),
selanjutnya 250 mg.
7. Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam
efektivitasnya terhadap arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita
dewasa dan remaja. Waktu paronya pendek 1 jam. Rata-rata dosis
dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari
8. Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang
kuat. Akan tetapi di temukan berbagai pengaruh buruknya seperti :
agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitik, sindrom nefrotik,
neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif serta
nekrosis hepar dan tubuler ren.
9. Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali
sehari. Obat ini cepat diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam
konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari kadar puncaknya. Keluhan
gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk lainnya
ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit.
10. Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya
dalam plasma ialah 8-12 jam dan mencapai steady state setelah beberapa
hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai efek analgesik dan
antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah
nyeri dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain
11. Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat
sikloogsigenase-2 selektif (COX-2). Banyak study menunjukkan bahwa
meloxicam mempunyai efek samping pada saluran gastrointestinal lebih
renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan
antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg
tidak memperlihatkan perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap
saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan sesudah pengobatan.
2. ANALGESIK LAIN
Acethaminophen adalah salah satu obat yang paling penting untuk
mengobati nyeri ringan sampai sedang bilaman efek antiinflamasi tidak
diperlukan. Phenacetin, sebuah produk yang dimetabolisme menjadi
acetaminophen, lebih toksik daripada metebolit aktifnya dan tidak
mempunyai indikasi rasional.
A. ACETAMINOPHEN
Acetaminophen adalah metabolit aktif dari phenacetin yang
bertanggung jawab akan efek analgesiknya. Ia adalah penghambat
prostaglandin lemah dalam jaringan perifer dan tidak memiliki efek
inflamasi yang signifikan.
Farmakokinetik
Acetaminophen di berikan secara oral. Penyerapan dihubungkan
dengan tingkat pengosongan perut, dan konsentrasi daerah puncak
biasanya tercapai dalam 30 – 60 menit. Acetaminophen sedikit terikat
pada protein plasma dan sebagian di metabolism oleh enzim mikrosomal
hati dan di ubah menjadi sulfat dan glukoronida acetaminophen, yang
secara farmakologis tidak aktif. Kurang Dari 5 % di ekskresikan dalam
keadaan tidak berubah. Metabolit minor tetapi sangat aktif adalah
penting dalam dosis besar karena efek toksiknya terhadap hati dan
ginjal. Waktu paruh acetaminophen adalah 2 – 3 jam dan relative tidak
terpengaruh oleh fungsi ginjal.
Indikasi
Sekalipun ekuifalen dengan aspirin sebagai agen analgesik dan
antipiretik yang efektif, acetaminophen berbeda karena sifat
antiinflamasinya lemah. Ia tidak mempengaruhi kadar asam urat dan
sifat penghambatan platelatnya lemah. Obat ini berguna untuk nyeri
ringan sampai sedang seperti sakit kepala, mialgia, nyeri pada
pascapersalinan dan keadaan lain dimana aspirin efektif sebagai
analgesik. Aceteminophen saja adalah terapi yang tidak adekuat untuk
inflamasi seperti atritis rheumatoid, sekalipun ia dapat di pakai sebagai
tambahan analgesik terhadap terapi anti inflamasi. Untuk analgesik
ringan acetaminophen adalah obat yang lebih disukai pada pasien yang
alergi terhadap aspirin atau bilaman salicylate tidak bisa di toleransi.
Efek – Efek Yang Tidak Diinginkan
Dalam dosisi terapeutik, sedikit peningkatan enzim – enzim hati
kadang – kadang bisa terjadi tanpa adanya ada ikterus : obat ini
reversible bila obat dihentikan. Denga dosis yang lebih besar, pusing –
pusing, ketegangan, dan disorentasi bisa terlihat. Menelan 15 g
acethaminophen bisa fatal, kematian disebabkan oleh hepatotoksisitas
yang hebat dengan nekrosis lobules sentral, kadang – kadang dikaitkan
dengan nikrosis tubulus ginjal akut.
Dosis
Nyeri akut dan demam bisa di atasi dengan 325 – 500 mg empat
kali sehari dan secara proporsional di kurangi untuk anak-anak. Keadaan
tunak (steady state) dicapai dalam sehari.
B. PHENACETIN
Phenacetin tidak lagi dipakai di Amerika Serikat dan telah di
tarik dari berbagai kombinasi analgesik bebas (OTC) seperti Anacin dan
Empirin Compound. Akan tetapi phenacetin masih ada dalam sejumlah
analgesik di Amerika Serikat dan masih banyak di pakai di Negara lain.
Kaitan antara pemakaian berlebih dari kombinasi analgesik – terutama
yang mengandung phenacetin – dan perkembangan kegagalan ginjal
telah di ketahui selama hampir 30 tahun. Perkiraan presentase pasien
dengan penyakit ginjal tahap akhir yang merupakan akibat dari
pemakaian analgesik yang salah adalah 5 % hingga 15%. Setelah
larangan pemakaian phenacetin dalam analgesik di Finlandia,
Skotlandia, dan Canada, Jumlah kasus baru dari nefropati analgesik di
Negara-negara tersebut berkurang secara signifikan.
Penggunaan
NSAID biasanya diindikasikan untuk pengobatan kondisi akut atau
kronik di mana nyeri dan peradangan hadir. Penelitian dilanjutkan ke
potensi mereka untuk pencegahan kanker kolorektal , dan perawatan
kondisi lain, seperti kanker dan penyakit jantung .
NSAID umumnya diindikasikan untuk mengurangi gejala-gejala kondisi
berikut:
Rheumatoid arthritis
Osteoartritis
Arthropathies inflamasi (misalnya ankylosing spondylitis , arthritis
psoriatis , 's sindrom Reiter )
Akut gout
Dismenorea ( haid nyeri)
Metastasis tulang nyeri
Sakit kepala dan migrain
Nyeri pasca operasi
karena cedera peradangan dan jaringan ringan-sampai sedang sakit
Pireksia ( demam )
Renal kolik
Mereka juga diberikan kepada neonatus bayi yang ductus
arteriosus tidak ditutup dalam waktu 24 jam setelah kelahiran
Aspirin , NSAID hanya mampu ireversibel menghambat COX-1, juga
diindikasikan untuk penghambatan platelet agregasi. Hal ini berguna
dalam pengelolaan arteri trombosis dan pencegahan kejadian
kardiovaskular yang merugikan. Aspirin menghambat agregasi platelet
dengan menghambat aksi tromboksan-A.
Restiaid Asam hialuronat adalah polisakarida alami yang
menyusun jaringan ikat.[1]Fungsi utama molekul ini adalah untuk
menstabilkan struktur interseluler (bagian dalam sel) dan
membentuk matriks fluida untuk tempat pengikatan kolagen dan serat
elastik.[1] Di dalam tubuh, asam hialuronat terdapat dalam
wujud gel pada kulit dan tali pusat, serta terlarut pada cairan sinovial.[2] Monomer penyusun asam hialuronat adalah disakarida asam N-
asetilhialobiuronat.[2] Seiring dengan pertambahan usia, jumlah asam
hialuronat di kulit akan menurun sehingga menyebabkan peningkatan
kerutan.[1] Salah satu aplikasi dari asam hialuronat adalah sebagai
jaringan pengisi lunak untuk mengatasi lipatan dan kerut di wajah.[1] Beberapa perusahaan kosmetik telah membuat produk dari asam
hialuronat yang dapat bertahan lebih lama di jaringan lunak.[
Hasil studi meta-analisis menunjukkan bahwa untuk kasus
oasteoarthritis (OA), terapi kotikosteroid akan bermanfaat sebagai
terapi awal, sedangkan asam hialuronat mendapat tempat sebagai
terapi pemeliharaan. Pernyataan ini merupakan hasil analisa terhadap
7 studi yang menggunakan kortikosteroid dan asam hialuronat pada
kasus osteoarthritis (OA). Studi yang dianalisa semuanya merupakan
studi acak, 3 diantaranya merupakan studi terbuka, 3 yang lain
merupakan tersamar tunggal dan 1 lagi merupakan studi tersamar
ganda. Hasil studi ini telah dipublikasikan pada tanggal 15 Desember
2009 dalam Jurnal Arthritis and Rheumatism.
Untuk kortikosteroid yang digunakan adalah Methylprednisolone (5
studi) dan dua studi lainnya menggunakan triamticolone. Dosis asam
hialuronat bervariasi antara 16-40 mg yang diberikan secara injeksi
sejumlah 3-5 kali/minggu, sedangkan untuk penggunaan
kortikosteroid penyuntikkan dilakukan sebanyak 3 kali seminggu
dengan dosis 40 mg. Kedua obat disuntikkan secara intraartikular.
Total jumlah pasien yang terlibat dalam studi meta analisis ini adalah
lebih dari 600 pasien dengan OA pada lututnya.
Hasil analisa menunjukkkan bahwa ternyata pemberian kortikosteroid
lebih memberikan hasil yang nyata sebagai awal terapi pada OA,
sedangkan suntikan asam hialuronat lebih bermanfaat sebagai terapi
pemeliharaan jangka panjang.
Hal ini terlihat dari temuan yang menunjukkan hingga minggu ke 2
kortikosteroid lebih menunjukkan hasil yang lebih menonjol,
sedangkan pada minggu ke 4 kedua kelompok menunjukkan hasil
yang sebanding. Setelah minggu ke 8 hingga minggu 12 peranan
asam hilauronat terlihat lebih baik dibandingkan kortikosteroid,
demikian pula pada analisa minggu ke 28.
Dari hasil analisa ini ,praktisi diharapkan lebih mengetahui mengenai
jenis preaparat apa yang sebaiknya dipilih sesuai jadwal terapi yang
direncanakan. Kedua preparat bersifat sinergis, hanya untuk terapi
awal, atau kondisi akut dapat diberikan injeksi kortikosteroid,
sedangkan untuk terapi pemeliharaan dapat menggunakan asam
hialuronat.
Kandungan lain yang bisa ditemukan pada sirip ikan hiu maupun
ceker ayam adalah glukosamin dan kondroitin, 2 senyawa yang
berkhasiat sebagai antiradang alami. Sebuah penelitian di tahun
1995 membuktikan, kedua senyawa itu bisa meringankan gejala
radang sendi atau osteoarthritis.
Kelebihan lain dari ceker ayam dibandingkan sirip ikan hiu adalah
kandungan kolagennya yang sangat tinggi. Kolagen yang
merupakan sejenis protein dan banyak dipakai dalam produk
kecantikan ini banyak terdapat pada tulang, persendian, maupun
bagian kulit yang mengeras pada ceker ayam.
Protein yang akan memberi sensasi rasa agak kenyal pada ceker
ayam saat dimasak ini diyakini baik untuk kesehatan kulit karena
bisa mengurangi efek penuaan termasuk kulit kusam dan keriput.
Dikutip dari Wisegeek, Rabu (23/3/2011), kolagen juga baik untuk
kesehatan rambut dan kuku, sehingga cocok bagi yang ingin
menjaga kecantikan fisik.
Meski demikian, ceker ayam tidak banyak mengandung daging
atau otot yang merupakan sumber protein utama. Untuk
mendapatkan nutrisi yang seimbang, imbangi hobi makan ceker
ayam dengan makan dagingnya terutama bagian dada yang
mengandung lebih banyak protein dan hanya sedikit lemak pada
kulitnya.