hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id iv... · sirkulus, sepasang lobus anal dan 17 pasang...
TRANSCRIPT
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Studi Penularan PMWaV Melalui Serangga Vektor
Hasil identifikasi kutu putih
Hasil pengamatan preparat kutu putih di bawah mikroskop cahaya
memperlihatkan bahwa kutu putih yang digunakan dalam penelitian ini
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Pada tubuh kutu putih tersebut terdapat
sejumlah porus translusen pada femur belakang dan tibia, mempunyai 8 segmen
antena, dua buah porus diskoidal di bagian posterior disekitar mata, terdapat
sirkulus, sepasang lobus anal dan 17 pasang serari. Ostiol berkembang baik tanpa
penebalan. Serari dengan 3-4 seta terdapat pada segmen abdomen posterior,
protoraks dan kepala. Dua serari besar juga terdapat pada kedua lobus anal. Kutu
yang mempunyai karakteristik seperti ini, menurut kunci identifikasi Williams &
Watson (1988), termasuk ke dalam kelompok famili Pseudococcidae dan genus
Dysmicoccus (Gambar 1).
(a) (b) (c) Gambar 1 Dysmicoccus spp (a) Kutu putih betina dewasa (b) Preparat mikroskopik tubuh kutu
putih betina dewasa dan (c) Diagram tubuh kutu putih betina dewasa menurut Williams & Watson (1988)
Induksi gejala oleh PMWaV dan kutu putih pada tanaman uji
Hasil penelitian studi penularan PMWaV melalui vektor kutu putih di
rumah kaca menunjukkan pengaruh yang positif pada dua perlakuan dari empat
perlakuan yang di uji. Pengaruh positif tersebut, ditunjukkan dengan adanya
gejala penyakit layu. Gejala yang muncul pada tanaman uji bervariasi. Perlakuan
tanaman nanas uji yang diinokulasi dan diinfestasi dengan 10 ekor kutu putih per
26
tanaman, memberikan beberapa variasi gejala penyakit layu yang berbeda, yakni
gejala merah (reddening), mengeriting (curling), mati ujung daun (tip leaf die
back) dan kuning (yellowing). Perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi tanpa
diinfestasi kutu putih, menunjukkan gejala layu yang sama, yakni gejala layu
kuning. Sedangkan perlakuan dengan diinfestasi kutu putih dan kontrol tidak
menimbulkan gejala layu. Namun, daun tanaman nanas pada perlakuan tanaman
nanas uji dengan diinfestasi kutu putih, menunjukkan perubahan warna daun
menjadi hijau pucat (tidak segar seperti daun tanaman nanas kontrol). Gejala yang
terjadi pada keempat perlakuan tersebut, dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:
Gambar 2 1. Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu. 1a) Gejala curling, 1b) Gejala mati ujung daun, 1c) Gejala merah; 2. Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu (tanda panah merah menunjukkan gejala layu kuning) ; 3. Perlakuan dengan infestasi kutu tanpa inokulasi PMWaV; 4. Kontrol
Munculnya gejala (masa inkubasi) pada tanaman nanas uji tidak seragam. Kisaran
munculnya gejala antara minggu ke-6 hingga minggu ke-11 setelah inokulasi
(Tabel 1).
1a 1b 1c
2 3 4
27
Tabel 1 Frekuensi tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu dan kisaran masa inkubasinya setelah mendapat PMWaV pada keempat perlakuan tanaman uji inokulasi PMWaV dan/atau infestasi kutu putih
No Perlakuan Frekuensi tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu
Kisaran masa inkubasi (MSI)
1 Tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV dan diinfestasi dengan 10 ekor kutu putih per tanaman nanas uji
10/10 6-7
2 Tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu putih
10/10 9-10
3 Tanaman nanas uji yang tidak diinokulasi PMWaV tetapi diinfestasi 10 ekor kutu putih per tanaman nanas uji
0/10 -
4 Tanaman nanas uji tanpa diinokulasi virus dan diinfestasi kutu putih (kontrol)
0/10 -
Ket: MSI = minggu setelah inokulasi
Gejala muncul pertama kali pada tanaman nanas uji yang diinokulasi dan
diinfestasi dengan 10 ekor kutu per tanaman nanas uji, yaitu pada minggu
keenam. Daun tanaman nanas uji mulai kekuningan dan ujung daun mulai layu
seperti kekurangan air. Pada minggu ketujuh, daun tanaman nanas uji mulai
menunjukkan gejala mengeriting, ujung daun tanaman mulai menggulung ke
dalam dan pertumbuhan tanaman mulai terhambat. Kemudian pada minggu-
minggu selanjutnya, tanaman nanas uji semakin banyak menunjukkan variasi
gejala layu dan pertumbuhan tanaman terhambat sampai pengamatan terahir.
Pada perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi namun tidak diinfestasi
dengan kutu putih, mulai menunjukkan gejala layu pada pengamatan minggu ke
sembilan. Gejala layu yang muncul terjadi pada daun tanaman nanas uji yang
dimulai dari pemucatan ujung daun tanaman hingga warna daun berubah menjadi
kuning pada pengamatan minggu kesebelas.
Perlakuan tanaman nanas uji yang diinfestasi 10 ekor kutu per tanaman
nanas uji tanpa diinokulasi PMWaV, tidak ditemukan adanya gejala layu sampai
pada pengamatan terakhir. Namun, daun tanaman nanas uji menunjukkan warna
hijau yang tidak merata dan tidak segar (gambar 3). Hal ini mungkin dikarenakan
terdapatnya kolonisasi kutu putih pada tanaman nanas uji, sehingga menyebabkan
tanaman tidak normal.
28
Gambar 3 Perlakuan tanaman nanas uji yang diinfestasi kutu tanpa diinokulasi PMWaV : Warna hijau daun yang tidak merata : Koloni kutu putih pada tanaman nanas
Perlakuan kontrol, sama sekali tidak menunjukkan gejala layu dan hingga
akhir pengamatan, tanaman nanas pada pelakuan kontrol ini sehat dengan daun
hijau segar.
Tabel 2 Keparahan penyakit (KP) pada keempat perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV dan/atau diinfestasi kutu putih
Perlakuan K P Keterangan Tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih
+++ Gejala diawali dengan memucatnya warna daun, ujung daun mulai merah dan semakin lama seluruh daun tanaman nanas uji mengalami layu yang cukup parah dan pertumbuhan terhambat. Daun-daun memerah, melengkung ke bawah, dengan variasi merah, curling dan ujung daun mengalami kematian.
Tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV tetapi tidak diinfestasi kutu putih
++ Gejala diawali dengan pemucatan warna daun yang cukup lambat dengan perubahan warna daun semakin lama menjadi kuning, tetapi tanaman tidak begitu menjadi layu.
Tanaman nanas uji yang tidak diinokulasi PMWaV tetapi diinfestasi kutu putih
+ Tanaman tidak mengalami gejala layu tetapi akhirnya daun tanaman berwarna hijau tidak merata dan pertumbuhan sedikit terhambat.
Tanaman nanas uji tanpa diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih (kontrol)
- Tanaman tidak mengalami gejala layu dan daun tanaman berwarna hijau segar dengan pertumbuhan tanaman normal.
29
Hasil pengamatan di rumah kaca, diketahui kutu putih merupakan faktor
yang mampu memperparah gejala layu (Tabel 2). Hal ini ditemukan pada
perlakuan tanaman dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu putih yang
menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan perlakuan yang hanya
diinokulasi PMWaV tanpa diinfestasi kutu putih, tetapi kutu putih bukan
merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu pada tanaman nanas, seperti
yang ditemukan pada perlakuan dengan hanya infestasi kutu putih tanpa inokulasi
PMWaV. Hasilnya, semua tanaman uji tidak menunjukkan adanya gejala layu.
Perbandingan pertumbuhan dan gejala layu pada setiap perlakuan tanaman nanas
uji dapat dilihat pada gambar 4 berikut:
Gambar 4 Kondisi tanaman uji yang: diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih (a),
diinokulasi PMWaV namun tidak diinfestasi dengan kutu putih (b), diinfestasi kutu putih tanpa diinokulasi PMWaV (c), tidak diinokulasi PMWaV dan tidak diinfestasi kutu putih (kontrol) (d).
Dari gambar 4 di atas dapat dilihat, bahwa perlakuan dengan inokulasi
PMWaV dan investasi kutu putih (a), pertumbuhannya lebih terhambat dan
menunjukkan gejala layu yang lebih parah dibanding dengan perlakuan lainnya.
Hal ini membuktikan bahwa gejala penyakit layu akan semakin parah bila ada
interaksi antara virus dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp, seperti
yang terlihat pada gambar 5 berikut ini:
dba c
30
Gambar 5 Gejala layu akibat interaksi antara virus Pineapple Mealybug Wilt associated Virus 2
(PMWaV-2) dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp : Gejala layu (daun merah dan mengeriting) : Koloni kutu putih pada tanaman
Tanaman nanas uji (gambar 4), dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi
kutu putih (b), menunjukkan gejala layu dengan daun tanaman nanas hijau
kekuningan, namun gejala layu tersebut lebih rendah daripada perlakuan inokulasi
PMWaV dan diinfestasi kutu putih (a). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Brunt
& Gunasinghe (1991) yang menyatakan bahwa penularan virus PMWaV harus
dengan bantuan serangga vektor. Disinilah pentingnya peranan kutu putih sebagai
faktor yang dapat memperparah dan mempercepat timbulnya gejala layu (gambar
5), tetapi kutu putih bukan merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu
pada tanaman nanas, seperti perlakuan dengan infestasi kutu putih tanpa
diinokulasi PMWaV (c) yang tidak menimbulkan gejala layu.
Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman uji melalui TBIA Adanya gejala pada tanaman nanas uji, belum cukup akurat untuk
menyatakan bahwa tanaman nanas uji tersebut mengandung virus, karena itu perlu
dilakukan uji serologi dengan metode TBIA untuk mengetahui keberadaan virus
dalam tanaman nanas uji.
31
Tabel 3 Frekuensi tanaman terinfeksi PMWaV-1 dan/atau PMWaV-2 pada studi penularan PMWaV melalui serangga vektor (Dysmicoccus spp.) setelah diverifikasi dengan TBIA
Frekuensi tanaman
terinfeksi Perlakuan
PMWaV-1 PMWaV-2 Diinokulasi PMWaV&diinfestasi dengan kutu putih 10/10 10/10 Diinokulasi PMWaV namun tidak diinfestasi dengan kutu putih 10/10 10/10 Diinfestasi kutu putih namun tidak diinokulasi PMWaV 10/10 0/10 Tanpa diinokulasi PMWaV dan tanpa diinfestasi kutu putih (kontrol) 8/10 0/10
TBIA yang dilakukan dalam penelitian ini berhasil mendeteksi keberadaan
virus, sehingga diperoleh hasil TBIA perlakuan tanaman uji di rumah kaca seperti
gambar 6 berikut ini:
Gambar 6.1. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinokulasi dan diinfestasi dengan kutu
Gambar 6.2. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinokulasi tanpa diinfestasi dengan kutu
A B
A B
32
Gambar 6.3. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinfestasi kutu
Gambar 6.4. Hasil TBIA perlakuan tanaman kontrol
Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya B. Membran PMWaV -2 dan gambar ulangnya) : Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus
Dari gambar 6 dan tabel 3 dapat dilihat bahwa semua tanaman yang
menunjukkan gejala berasosiasi dengan virus PMWaV-2. Hal ini sesuai dengan
hasil survei Sether et al. (2001) yang menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi
PMWaV-2 100% menunjukkan gejala dan 12% tidak menunjukkan gejala.
Pada tabel berikut (tabel 4) diperoleh deskripsi gejala layu tanaman nanas
uji di rumah kaca akibat terinfeksi PMWaV melalui verifikasi TBIA.
B
A B
A
33
Tabel 4 Deskripsi gejala layu yang terinfeksi PMWaV di rumah kaca melalui verifikasi TBIA
Uraian Deskripsi Gambar
Bebas PMWaV Dua tanaman uji berdaun hijau segar, tumbuh sehat tanpa gejala layu PMWaV dan tidak mengandung virus PMWaV
PMWaV-1 1. Delapan tanaman uji berdaun hijau segar, tumbuh sehat tanpa gejala layu PMWaV, hanya mengandung PMWaV-1
2. Sepuluh tanaman uji tidak bergejala layu, tetapi daun berwarna hijau tak merata dan hanya mengandung PMWaV-1
PMWaV-2 Tidak ada tanaman uji yang hanya mengandung virus PMWaV-2 saja
-
PMWaV-1&PMWaV -2 Terdapat 20 tanaman uji yang mengandung PMWaV-1 dan PMWaV-2 sekaligus dengan gejala layu PMWaV sbb:
1. Layu merah 2. Curling 3. Mati ujung daun 4. Layu kuning
Studi Hasil Pengamatan Penularan PMWaV di Lapangan
Daerah survei yang ditentukan untuk mengamati penularan PMWaV di
lapangan adalah di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang
dan di Desa Huta Parhonasan, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten
1
2
3
4
2
1
34
Simalungun (gambar 7). Di kedua daerah tersebut, nanas yang ditanami
kebanyakan adalah nanas varietas Smooth Cayenne, dan disana ditemukan gejala
layu yang cukup luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah
untuk daerah Subang dan gejala kuning untuk daerah Simalungun.
Gambar 7 Lokasi pertanaman nanas di daerah Subang (a) dan Simalungun (b)
Kultivar Smooth Cayenne ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tinggi
batang dan tangkai buah 20-50 cm. Jumlah daun berkisar antara 60-80 helai. Daun
berbentuk palung yang dangkal dengan tepi lurus, tidak bergelombang. Buah
terdapat pada ujung tangkai buah dengan bagian bawah lebih besar daripada
bagian ujung. Buah dengan ukuran berat di atas rata-rata bentuknya meruncing
dari dasar ke ujung, sedangkan buah dengan berat di bawah rata-rata bentuknya
mendekati silinder. Pada umumnya kandungan gula dan asamnya berkisar antara
12-16% dan 0,5-0,9%. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua dengan
tambahan warna merah kecoklatan yang tidak teratur yang disebabkan adanya
pigmen antosianin dalam epidermis.
Di lokasi pengamatan Subang, ditemukan adanya gejala layu yang cukup
luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah (gambar 8).
a b
35
Gambar 8 Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas Subang
Cara membedakan gejala layu merah dengan warna merah kecoklatan
akibat adanya pigmen antosianin dalam epidermis pada permukaan daun nanas
varietas Smooth Cayenne ini adalah dengan mengamati penyebaran warna merah
pada daun tanaman nanas tersebut. Gejala layu merah dimulai dari bagian ujung
daun yang runcing hingga ke pangkal daun bagian dalam, seperti gambar 9
berikut:
Gambar 9 Perbedaan daun tanaman nanas sehat dan terkena gejala layu a) Daun sehat (merah kecoklatan akibat adanya pigmen antosianin); b) Daun bergejala layu (gejala merah)
Pada tanaman nanas bergejala layu yang diamati di daerah ini ditemukan adanya
kolonisasi kutu putih (Dysmicoccus spp) seperti pada gambar 10 berikut:
a
b
36
Gambar 10 1 & 2. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu.
3 & 4. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu.
Kutu putih tersebut terdapat pada bagian pangkal daun dekat batang
tanaman nanas dan juga terdapat di bagian bawah pangkal batang tanaman nanas
dekat dengan akar tanaman nanas. Pada beberapa tanaman nanas yang diamati,
ditemukan adanya koloni kutu putih, tetapi tanaman nanas tersebut tidak
menunjukkan gejala layu (gambar 10 [1&2]).
Tabel 5 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Subang)
No. Individu tanaman nanas yang diamati Persentase 1 Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih 60 2 Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih - 3 Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan
gejala layu) 5
4 Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih 35 Tabel 6 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu
dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Simalungun) No. Individu tanaman nanas yang diamati Persentase 1 Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih 30 2 Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih 15 3 Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan
gejala layu) 5
4 Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih 50
3 4
1 2
37
Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel tanaman nanas yang diamati
di Desa Bunihayu, Kecamatan Subang dengan menggunakan TBIA, diperoleh
hasil bahwa tanaman nanas dengan koloni kutu putih dan menunjukkan gejala
layu, positif mengandung virus PMWaV-1 dan PMWaV-2. Sampel daun tanaman
nanas dengan koloni kutu putih dan tanpa adanya gejala layu, virus PMWaV tidak
dapat dideteksi, dengan kata lain tidak terdapat virus pada tanaman nanas tersebut
(gambar 11).
Gambar 11 Hasil TBIA. 1&2: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat
gejala layu; 3&4: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu Keterangan: : Tidak terdeteksi virus
: Terdeteksi virus
Dari hasil pengamatan penularan PMWaV di rumah kaca dan di lapangan,
diketahui bahwa kutu putih merupakan faktor yang mampu memperparah gejala
layu, tetapi kutu putih tersebut bukan merupakan faktor utama dalam memicu
gejala layu pada tanaman nanas. Hal ini didukung, dengan adanya tanaman nanas
di lapangan yang terkolonisasi kutu putih tetapi tidak menunjukkan gejala layu
pada tanaman nanas tersebut.
Variasi gejala layu tanaman nanas di lapangan dan di rumah kaca,
ditemukan agak berbeda dan perbedaan gejala ini mungkin terjadi karena kondisi
lingkungan di rumah kaca berbeda dengan kondisi di lapangan, terutama dalam
hal intensitas cahaya.
Pengamatan Sebaran Geografi Penyakit Layu Nanas
Pengamatan sebaran penyakit layu oleh kutu putih dilakukan melalui
survei ke pertanaman nanas di beberapa sentral produksi nanas di Indonesia, di
antaranya Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara.
4 3 2 1
38
Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Barat
Di pertanaman nanas di Subang kebanyakan ditanami nanas varietas
Smooth Cayenne dan di daerah ini ditemukan cukup banyak gejala layu dengan
dua variasi gejala layu yaitu gejala layu merah dan gejala layu kuning
(gambar 12).
Gambar 12 a) Lokasi pertanaman nanas di Subang, b) Gejala layu merah, c) Gejala layu kuning
Di daerah ini, ada tiga kebun yang diamati dan ketiga kebun nanas tersebut
terlihat terinfeksi penyakit layu dengan tingkat keparahan penyakit untuk tiap
kebun rata-rata 60-70%.
Survei pertanaman nanas di Jawa Barat juga dilakukan di Bogor, di kebun
percobaan IPB Pasir Kuda di daerah Ciomas. Di pertanaman nanas tersebut
ditanami nanas varietas Smooth Cayenne. Dari lokasi pertanaman nanas di bawah
(gambar 13), sudah dapat dilihat adanya gejala layu (tanda panah merah).
Gambar 13 Lokasi pertanaman nanas di daerah Ciomas
a
b c
39
Untuk lebih memperjelas, dapat dilihat pada gambar 14 berikut ini:
Gambar 14 Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas di Ciomas
Di daerah Ciomas, Bogor ditemukan lima jenis variasi gejala layu yakni
gejala layu merah, kuning, curling (daun mengeriting), mati ujung daun dan
kerdil. Dari hasil pengamatan di kebun percobaan tersebut, dilihat bahwa tingkat
kejadian keparahan penyakit sudah hampir mencapai 50%. Kelima variasi gejala
layu terseb ut dapat dilihat pada gambar 15 di bawah ini:
Gambar 15 Variasi gejala layu : 1. Merah; 2. Kuning; 3. Kerdil;
4. Curling; 5. Mati ujung daun
1 2
3
4 5
40
Terdapatnya gejala layu pada tanaman nanas, perlu dilanjutkan dengan uji
serologi untuk lebih memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di daerah
Ciomas Bogor tersebut. Hasil TBIA terhadap kelima variasi gejala yang
ditemukan di daerah Ciomas dapat dilihat pada gambar 16 di bawah ini:
Gambar 16.1. Hasil TBIA gejala layu merah di daerah Ciomas, Bogor.
Gambar 16.2. Hasil TBIA gejala kerdil di daerah Ciomas, Bogor .
Gambar 16.3. Hasil TBIA gejala layu kuning di daerah Ciomas, Bogor.
Gambar 16.4. Hasil TBIA gejala layu cur ling di daerah Ciomas, Bogor.
A
A B
BA
BA
B
41
Gambar 16.5. Hasil TBIA gejala mati ujung daun di daerah Ciomas, Bogor. Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya
B. Membran PMWaV-2 dan gambar ulangnya : Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus
Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Timur
Nanas dikembangkan di Kabupaten Blitar sekitar tahun 1955 setelah
terjadi letusan Gunung Kelud. Area bekas lahar Gunung Kelud diadakan tanaman
penghijauan yang salah satunya adalah tanaman nanas. Pertanaman nanas
berlokasi di Desa Kendal Rejo dan Pasir Harjo Kecamatan Talun, kemudian
tanaman nanas terus berkembang di wilayah Blitar bagian barat karena adanya
gunung meletus lagi sekitar tahun 1966. Pengembangananya berada di Kecamatan
Ponggok, Nglegok, Udanawu dan Srengat yang selanjutnya berkembang sampai
sekarang.
Tanaman nanas banyak jenisnya, tetapi di Kabupaten Blitar khususnya di
Kecamatan Ponggok yang biasa ditanam petani adalah jenis Queen. Jenis Queen
bentuk pohonnya tidak terlalu besar, daun berduri, bentuk buahnya juga tidak
teralu besar (beratnya sekitar 1 kg), bentuk buah matanya sedang dan agak
menonjol serta mempunyai rasa dan aroma yang lebih manis dan enak jika
dibandingkan dengan jenis lain.
Di pertanaman nanas Kecamatan Ponggok, Blitar gejala layu sudah sangat
banyak ditemukan (gambar 17). Di daerah ini, ada empat kebun yang diamati dan
pada keempat kebun nanas tersebut terlihat banyak sekali tanaman nanas yang
terinfeksi penyakit layu.
A B
42
Gambar 17 Lokasi pertanaman nanas di Kecamatan Ponggok
Gejala layu yang paling mencolok adalah gejala layu merah (gambar 18).
Sejauh mata memandang, gejala layu merah terlihat di pertanaman nanas di
daerah ini. Tingkat keparahan penyakit layu di daerah Blitar ini sudah sangat
tinggi, kira-kira sudah mencapai 90%.
Gambar 18 Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas : Tanaman nanas bergejala layu Selain gejala layu merah, ditemukan tiga jenis variasi gejala layu yakni
gejala layu kuning dan mati ujung daun. Ketiga variasi gejala layu tersebut dapat
dilihat pada gambar 19 berikut ini:
Gambar 19 Variasi gejala layu: 1. Kuning; 2. Merah; 3. Mati ujung 2 3 1
43
Sampel daun tanaman nanas yang bergejala layu, dilanjutkan dengan
TBIA untuk memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di Ponggok,
Blitar. Hasil TBIA terhadap variasi gejala tersebut dapat dilihat pada gambar 20 di
bawah ini:
Gambar 20 Hasil Test Blott Immunoassay (TBIA) , 1) PMWaV-1; 2) PMWaV-2
: Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Sumatera Utara Sumatera Utara, merupakan propinsi penghasil buah-buahan yang cukup
banyak dan khas, seperti markisah medan dan jeruk medan. Selain itu juga banyak
menghasilkan berbagai jenis buah-buahan diantaranya buah nanas. Perkebunan
nanas yang cukup terkenal di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten Simalungun
dan Kabupaten Toba Samosir. Survei pertanaman nanas yang dilakukan adalah di
Kabupaten Simalungun di daerah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon yang sering
disebut sebagai huta parhonasan. Penduduk kecamatan ini sebagian besar mata
pencahariannya adalah petani dan diantaranya adalah petani nanas.
Nanas yang ditanam di kecamatan ini adalah nanas varietas Smooth
Cayenne, dengan buah nanas yang besar (beratnya lebih dari 2 kg), rasanya segar
agak masam dan daging buahnya penuh dengan serat. Nanas ini lebih sering
dikalengkan karena daging buahnya yang tidak mudah hancur.
Di pertanaman nanas ini (gambar 21), gejala layu juga ditemukan cukup
banyak. Namun tidak sebanyak di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Di daerah
Simalungun ini, ada enam kebun nanas yang diamati dan pada keenam kebun
nanas tersebut, dua kebun diantaranya hampir tidak ditemukan gejala layu,
1 2
44
sedangkan pada empat kebun nanas lainnya terlihat banyak sekali tanaman nanas
yang terinfeksi penyakit layu.
Gambar 21 Lokasi pertanaman nanas di daerah Girsang Sipangan Bolon
Gejala layu yang paling mencolok adalah gejala layu kuning (gambar 22).
Tingkat keparahan penyakit layu di daerah Simalungun ini cukup tinggi, rata-rata
mencapai 50-60%.
Gejala layu di daerah ini yang lebih banyak ditemukan adalah pada
tanaman nanas fase generatif. Di pembibitan dan tanaman nanas muda jarang
ditemukan gejala layu.
Gambar 22 Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas
: Tanaman nanas bergejala layu kuning Di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera
Utara ditemukan dua jenis variasi gejala layu yakni gejala layu merah dan layu
45
kuning. Kedua variasi gejala layu tersebut dapat dilihat pada gambar 23 berikut
ini:
Gambar 23 Variasi gejala layu. 1. Merah; 2. Kuning
Pada semua tanaman nanas yang diamati dan yang menunjukkan gejala
layu, ditemukan kolonisasi kutu putih pada bagian pangkal batang tanaman nanas
dan di ketiak daun bagian bawah (gambar 24).
Gambar 24 Koloni kutu putih (Dysmicoccus spp)
Di daerah ini ditemukan tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu
dengan kolonisasi kutu putih, kolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala
layu, tanaman nanas tanpa gejala layu dan tanpa kolonisasi kutu putih serta
tanaman dengan gejala layu namun tidak ditemukan kolonisasi kutu putih. Setelah
dilakukan pengujian, diperoleh hasil bahwa sampel daun tanaman nanas yang
bergejala layu tanpa ada kolonisasi kutu putih tersebut, positif mengandung virus
PMWaV-1 dan PMWaV-2, karena itu diduga, kutu putih terdapat dibagian akar
tanaman tersebut sehingga tidak terlihat. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam
CABI (2003) yang menyatakan bentuk partenogenetik Dysmicoccus spp. sebagian
besar terdapat pada bagian bawah tanaman nanas, dekat permukaan tanah atau
46
dibawahnya, (CABI 2003). Sampel tanaman nanas yang tidak mempunyai gejala
layu meskipun terdapat kolonisasi kutu putih, hanya terdeteksi PMWaV-1 saja.
Hasil TBIA terhadap sampel daun tanaman nanas yang ditemukan di
daerah Simalungun untuk lebih memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas
di daerah tersebut dapat dilihat pada gambar 25 di bawah ini:
Gambar 25. 1 Gejala Layu Kuning + kolonisasi kutu putih.
Gambar 25. 2 Gejala Layu Kuning
Gambar 25. 3 Sampel daun nanas tanpa gejala layu.
Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya
B. Membran PMWaV-2 dan gambar ulangnya : Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus Berikut ini adalah tabel pengamatan kejadian penyakit dan kondisi iklim
lapangan pada waktu survei ke daerah sentra produksi nanas:
A
BA
BA
B
47
Tabel 7 Pengamatan Kejadian Penyakit (KP) pada ke tiga daerah sentra produksi
nanas dan pengaruhnya terhadap iklim daerah pengamatan
Daerah sentra produksi nanas yang diamati di atas, ditemukan bahwa
insiden penyakit layu yang paling tinggi adalah di daerah Jawa Timur (Blitar)
dengan keparahan penyakit mencapai 90%. Hal ini terjadi mungkin karena daerah
Blitar berada di ketinggian rata-rata 167 mdpl dengan curah hujan rata-rata 161,3
mm/bln, sehingga dengan ketinggian tempat dan iklim tersebut optimal bagi
perkembangan dan penyebaran penyakit layu ini.
Daerah Blitar yang merupakan daerah panas dan kering, merupakan
tempat yang sesuai untuk perkembangan kutu putih nanas yang menyukai daerah
kering, dan dengan meningkatnya populasi kutu putih nanas, maka tingkat
keparahan penyakit layu nanas juga akan semakin tinggi.
Insiden penyakit layu yang lebih rendah dari daerah sentra nanas yang
diamati adalah di daerah Sumatera Utara (Simalungun) dengan insiden penyakit
layu sekitar 50-60%. Hal ini karena, daerah Simalungun merupakan daerah yang
lebih basah dibandingkan dengan daerah pengamatan lainnya dan pada waktu
pengamatan, daerah ini juga sedang mengalami musim penghujan, karena itu
populasi kutu putih nanas di daerah ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan
daerah pengamatan lainnya. Populasi kutu putih yang rendah di daerah ini
menyebabkan insiden penyakit layu nanas juga rendah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Carter 1973 yang menyatakan bahwa
temperatur rendah dan hujan dapat mengurangi populasi kutu putih dan hal
tersebut juga diketahui sebagai faktor yang mampu mengurangi insiden penyakit
layu di Malaysia.
Daerah survei KP (%) Kondisi iklim daerah Iklim pada waktu pengamatan Blitar 90 Kering Kering Bogor 50 Kering Sedang Hujan Simalungun 50-60 Basah Hujan Subang 60-70 Kering Sedang Kering Sedang
48
Hal yang mendukung pernyataan Carter dan hasil penelitian ini, juga
didukung oleh (Nur Asbani, komunikasi pribadi), yang menyatakan dalam
pengamatan penelitiannya, bahwa kelimpahan populasi kutu putih di lapangan
berkaitan dengan kondisi iklim setempat. Asbani meneliti pertanaman nanas di
daerah Jawa Barat yaitu Subang dan Bogor. Infestasi kutu putih di Bogor
ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan infestasi kutu putih di Subang
dengan persentase 69% di daerah Bogor dan 73% di daerah Subang.
Asbani menyebutkan bahwa hal ini dipengaruhi tipe iklim kedua daerah
tersebut. Daerah Bogor bertipe iklim lebih basah dibandingkan dengan daerah
Subang. Daerah Bogor mengalami hujan yang berkelanjutan sehingga
menyebabkan genangan air lebih lama dan cuaca mikro berupa kelembaban yang
tinggi juga terjadi cukup lama. Kelembaban yang tinggi dan air yang tergenang
menyebabkan kematian kutu putih.
Pengamatan Asbani tersebut, sesuai dengan hasil penelitian ini. Keparahan
penyakit di daerah Bogor lebih rendah dibandingkan di daerah Subang, dengan
persentas KP di Bogor 50% dan KP di Subang 60-70%. Demikian halnya bila ke-
empat daerah survei nanas yang diamati, dibandingkan. Keparahan penyakit di
daerah Simalungun lebih rendah dibandingkan dengan ke-tiga daerah survei yang
lain, karena iklim di Simalungun lebih basah sehingga menyebabkan populasi
kutu putih rendah, sedangkan keparahan penyakit di daerah Blitar lebih tinggi
dibandingkan daerah pengamatan lainnya, karena iklim di daerah Blitar lebih
kering sehingga populasi kutu putih lebih tinggi.
49
PEMBAHASAN UMUM
Penyakit layu merupakan salah satu kendala utama di pertanaman nanas
Indonesia, karena hampir semua pertanaman nanas di Indonesia sudah terinfeksi
penyakit ini. Penyebab terjadinya penyakit ini karena adanya virus PMWaV dan
kutu putih (Dysmicoccus spp.) di pertanaman nanas.
Hasil pengamatan tanaman nanas yang dilakukan di rumah kaca dan di
lapangan, melalui verifikasi TBIA ditemukan virus PMWaV-2 menyebabkan
gejala layu pada tanaman nanas sedangkan tanaman nanas yang hanya
mengandung virus PMWaV-1 tidak menyebabkan gejala layu. Tanaman nanas
yang terlihat sehat karena tidak adanya gejala layu, belum tentu bebas virus
PMWaV. Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan di rumah kaca (tanaman uji
tanpa mendapatkan perlakuan inokulasi PMWaV dan infestasi Dysmicoccus spp.)
dan di lapangan (pengamatan pertanaman nanas di daerah Girsang Sipangan
Bolon, Simalungun). Tanaman yang diamati terlihat sehat dan tanpa gejala layu,
namun setelah diverifikasi dengan TBIA, tanaman nanas tersebut mengandung
virus PMWaV-1.
Ada juga tanaman nanas yang mengandung virus PMWaV-1 dan
PMWaV-2 sekaligus di dalam satu tanaman, seperti yang ditemukan pada
pengamatan di rumah kaca (perlakuan dengan inokulasi PMWaV+infestasi kutu
putih dan juga perlakuan dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu putih)
dan pada pengamatan di lapangan (survei di daerah Bogor, Blitar dan
Simalungun). Tanaman nanas yang mengandung kedua virus ini juga
menunjukkan gejala layu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sether et al. (2001)
yang menyatakan PMWaV -2 ditemukan 100% pada tanaman nanas bergejala
layu.
Tanaman nanas di alam lebih banyak mengandung virus PMWaV-1
dibandingkan dengan PMWaV-2, karena kebiasaan dan tingkah laku petani nanas.
Tanaman nanas yang diperbanyak secara vegetatif, baik dari ratoon maupun dari
mahkota buah, akan disortir petani dengan cara melihat fisik tanaman tersebut.
Tanaman nanas bergejala layu (yang umumnya lebih banyak mengandung virus
PMWaV-2), akan disisihkan dan dibuang karena dianggap tidak sehat, sedangkan
50
tanaman nanas yang tidak menunjukkan gejala layu akan digunakan sebagai bibit,
tanpa mengetahui tanaman nanas tersebut mengandung virus (PMWaV-1 yang
umumnya tidak menimbulkan gejala).
Pada penelitian ini, Dysmico ccus spp. berperan sebagai vektor virus
penyebab penyakit layu pada tanaman nanas dan juga sebagai penginduksi gejala
layu pada tanaman nanas. Dysmicoccus spp. berperan sebagai penginduksi gejala
layu dibuktikan pada perlakuan tanaman nanas uji di rumah kaca yang diinokulasi
PMWaV, (dengan menggunakan Dysmicoccus spp. yang sebelum diinokulasi,
sudah makan akuisisi pada tanaman nanas terinfeksi PMWaV, kemudian kutu
dibunuh), tanpa diinfestasi Dysmicoccus spp. 10 ekor per tanaman nanas uji. Hasil
yang diperoleh, semua tanaman nanas uji mengalami gejala layu karena virus
penyebab penyakit layu sudah terinduksi ke dalam jaringan tanaman nanas uji,
meskipun tidak terdapat Dysmicoccus spp. pada tanaman uji tersebut, dengan kata
lain, apabila dalam jaringan tanaman nanas terdapat virus PMWaV-2 saja,
meskipun tanpa kehadiran kutu Dysmicoccus spp., maka tanaman nanas tersebut
akan mengalami gejala layu (tabel 1).
Hal ini bertentangan dengan pernyataan Hu et al. (1996) yang menyatakan
bahwa gejala layu tidak akan muncul apabila di dalam jaringan tanaman hanya
terdapat virus atau kutu saja. Hasil pengamatan yang ditemukan bertentangan
dengan pernyataan ini tidak hanya pada percobaan di rumah kaca, tetapi juga di
lapangan, yaitu pada pengamatan di daerah Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara. Di daerah ini, di temukan tanaman nanas yang
memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih (tabel 6).
Dysmicoccus spp. selain berperan sebagai vektor virus dan penginduksi
gejala layu, juga berperan dalam menyebabkan tanaman tidak normal. Hal ini
dapat dilihat pada tanaman nanas uji di rumah kaca dengan perlakuan infestasi
Dysmicoccus spp. (kutu putih tidak mengandung PMWaV) dan tanpa inokulasi
PMWaV. Hasil yang diperoleh, daun tanaman nanas uji menjadi berwarna hijau
pucat dan hijau tidak merata (gambar 3).