hasil final

Upload: sondang

Post on 08-Mar-2016

6 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sanksi perpajakan di indonesia

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPenerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan.Dalam meningkatkan penerimaan pajak wajib pajak merupakan salah satu aspek penting dan merupakan tulang punggung penerimaan pajak,semua kegiatan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya telah diatur dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), hal ini tentunya sebagai upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat pada umumnya Wajib Pajak tentang pajak dan betapa penting nya pajak bagi suatu Negara dan juga semua masyarakatnya.Salah satu faktor menyebabkan penerimaan pajak yang sulit tercapai yaitu kepatuhan wajib pajak yang rendah itu dibuktikan karena masyarakat selaku wajib pajak lupa, atau bahkan mungkin mengabaikan kewajibannya untuk membayar pajak, khususnya pajak penghasilan orang pribadi. Terlebih ditengah perubahan pandangan masyarakat terhadap seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan, serta berbagai situasi yang muncul serta memberikan kesan negatif terkait masalah perpajakan. Sanksi perpajakan merupakan pemberian sanksi bagi wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.Terdapat undang-undang yang mengatur tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Agar peraturan perpajakan dipatuhi, maka harus ada sanksi perpajakan bagi para pelanggarnya. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakannya bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya (Nugroho, 2006).Menurut Menteri keuangan Bambang P.S Brodjonegoro realisasi penerimaan pajak hingga 31 Juli 2015 mencapai Rp. 531.114 triliun. Dari target penerimaan pajak yang ditetapkan sesuai APBN-P 2015 sebesar Rp.1.294.258 triliun, realisasi penerimaan pajak mencapai 41,04%. Jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2014, realisasi penerimaan pajak di tahun 2015 ini mengalami pertumbuhan yang cukup baik di sektor terrentu, namun juga mengalami penurunan pertumbuhan di sektor lainya. Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas, sebagai satu-satunya sektor yang bertumbuh, mencatatkan pertumbuhan 13,55% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014. Berdasarkan data yang tercatat pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sampai dengan 31 Juli 2015, penerimaan PPh Non Migas adalah sebesar Rp 293,521 triliun. Angka ini lebih tinggi 13,55% dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 dimana PPh Non Migas tercatat sebesar Rp 258,486 triliun.Pertumbuhan PPh Non Migas merupakan suatu anomali ditengah penurunan pertumbuhan sektor pajak lainnya. Sebagai salah satu instrumen yang mencerminkan pertumbuhan kesejahteraan dan sisi kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, pertumbuhan ini cukup tinggi, sehingga menambah optimisme bagi DJP untuk terus berupaya mencapai target penerimaan pajak. Pertumbuhan yang dicatatkan oleh PPh Non Migas diantaranya didukung oleh pertumbuhan PPh Non Migas Lainnya, PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi, PPh Pasal 25/29 Badan, PPh PPh Final, PPh Pasal 21, PPh Pasal 26, serta PPh Pasal 23. Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan.Tahun 2015 digadang-gadang sebagai tahun pembinaan Wajib Pajak, salah satu bentuk pembinaan yang dilakukan oleh DJP adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian SPT, Pembetulan SPT dan Keterlambatan atas Pembayaran atau Penyetoran Pajak. Inti dari PMK tersebut adalah memberi kesempatan seluas-luasnya kepada Wajib Pajak untuk mengakui kesalahan dalam pelaporan SPT maupun pembayaran dan penyetoran pajak. Atas sanksi administrasi akibat kesalahan tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. Kebijakan ini sebelumnya pernah dilakukan juga oleh DJP pada tahun 2008 melalui kebijakansunset policy.Namun pada dasarnya PMK 91/2015 ini bukanlahsunset policy,karena cantolan dasar hukumnya memang berbeda. Tujuan yang ingin dicapai melalui pemberlakuan PMK 91/2015 adalah melakukan pembinaan terhadap Wajib Pajak danuntuk mendorong Wajib Pajak menyampaikan SPT, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam SPT, serta melaksanakan pembetulan SPT di tahun 2015 sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dan membangun basis perpajakan yang kuat.1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang kami ambil dalam makalah ini adalah sebagai berikut:1.2.1 Apa saja yang termasuk sanksi perpajakan di Indonesia ?1.2.2 Apa saja pengecualian sanksi pajak di Indonesia ?1.2.3 Sanksi Administrasi apa saja yang dapat dihapuskan dihapuskan berdasarkan PMK 91/2015 ?

1.3. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1.3.1 Untuk mengetahui Sanksi perpajakan yang berlaku di Indonesia1.3.2 Untuk mengeahui pengecualian sanksi pajak1.3.3 Untuk mengetahui Sanksi Administrasi apa saja yang dapat dihapuskan berdasarkan PMK 91/2015.

BAB IIPEMBAHASAN2.1Sanksi Perpajakan Pengetahuan tentang sanksi dalam perpajakan menjadi penting karena pemerintah lndonesia memilih menerapkan self assessment sistem dalam rangka pelaksanaan pemungutan pajak. Berdasarkan sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri. Untuk dapat menjalankannya dengan baik, maka setiap Wajib Pajak memerlukan pengetahuan pajak, baik dari segi peraturan maupun teknis administrasinya. Agar pelaksanaannya dapat tertib dan sesuai dengan target yang diharapkan, pemerintah telah menyiapkan rambu-rambu yang diatur dalam UU Perpajakan yang berlaku. Dari sudut pandang yuridis, pajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaiiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi Wajib pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal pengenaannya. Ada 2 macam Sanksi perpajakan :1. Sanksi Administrasia. Sanksi Administrasi Berupa DendaSanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu. Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja. Untuk mengetahui lebih laniut, dalam tabel 1 dimuat hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi administrasi berupa denda, bentuk pengenaan denda, dan besarnya denda.16

Tabel 1:Sanksi Administrasi Berupa Denda, Bentuk pengenaan Denda, dan Besarnya Denda1SPT tidak disampaikan sesuai atas waktu penyampaianatau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT.Pasal 7 ayat (1) UU KUPa.Rp 500.000,- untukSPTMasa PPNb.Rp 100.000,- untuk SPT Masa lainnya;c.Rp l.000.000,- untuk SPT Tahunan PPh Wajib pajakBadan;d. Rp 100.000,- untuk SPT Tahunan PPh Wajib PajakOrang Pribadi. 2Meskipun telah dilakukan pemeriksaan, tetapi belumdilakukan tindakan penyidikan, Wajib Pajak dengankemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran tentangdata yang dilaporkan dalam SPT dengan disertai pelunasankekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnyaterutang.Pasal 8 ayat (3) UU KUP150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar. 3Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagaiPKP, tetapi tidak membuat Faktur pajak atau membuatFaktur Pajak, tetapi tidak tepat waktu.Pasal 14ayat (4) UU KUP2% dari dasar pengenaan pajak. 4PKP tidak mengisi Faktur pajak secara lengkap sesuaidengan ketentuan Pasal l3 ayat (5) UU Nomor 42 Tahun2008 tentang perubahan Ketiga atas UU Nomor 8 Tahun1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasadan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN), selain:1)ldentitas pembeli, dalam hal penyerahan dilakukan olehPKP pada umumnya; atau2)ldentitas pembeli serta nama dan tanda tangan, dalamhal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran.Pasal 14 ayat (4) UU KUP2% dari dasar pengenaan pajak 5PKP melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masapenerbitan Faktur Pajak.Pasal 4 ayat (4) UU KUP2% dari dasar pengenaan pajak 6Keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian.Pasal 25 ayat (9) UU KUP50% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatandikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelummengajukan keberatan. Sanksi administrasi berupa denda50% tersebut tidak dikenakan dalam hal Wajib Pajakmengajukan banding. 7Permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian.Pasal 21 ayat (5d) UU KUP100% dari jumlah pajak berdasarkan putusan bandingdikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayarsebelum mengajukan keberatan.

8Setiap orang yang karena kealpaan:a.Tidak menyampaikan SPT; ataub.Menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidaklengkap, atau Melampirkan keterangan yang isinya tidakbenar sehingga dapat menimbulkan kerugian padapendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakanperbuatan setelah perbuatan yang pertama kalisebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A UU KUP.Pasal 38 UU KUPDidenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutangyang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua)kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayalatau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan ataupaling Iama 1 (satu) tahun. 9Setiap orang yang dengan sengaja:a.Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor PokokWajib pajak (NPWP) atau tidak melaporkan usahanyauntuk dikukuhkan sebagai PKP;b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWPatau Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak(NPPKP);c.Tidak menyampaikan SPT;d.Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinyatidak benar atau tidak lengkap;e.Menolak untuk dilakukan pemeriksaan;f.Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumenlain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atautidak menggambarkan keadaan yang sebenarnyag.Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dilndonesia, tidak memperlihatkan atau meminjam buku,catatan atau dokumen lain;h.Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen yangmenjadi dasar pembukuan atau pencatatan dandokumen lain termasuk hasil pengolahan data daripembukuan yang dikelola secara elektronik ataudiselenggarakan secara program aplikasi online dilndonesia; ataui.Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong ataudipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian padapendapatan negaraPasal 39 ayat (1) dan ayat (2)UU KUPDidenda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutangyang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat)kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,dan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun. Pidanadiatas ditambahkan 1 (satu) kali menjad i2 (dua) kali sanksipidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitungsejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan. 10 Setiap orang yang:a.Melakukan percobaan menyalah gunakan ataumenggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP;ataub.Menyampaikan SPT dan atau keterangan yang isinyaPasal 39 ayat (3) UU KUPDidenda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yangdimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yangdilakukan, paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yangdimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yangdilakukan, dan dipidana penjara paling singkat 6 (enam)

tidak benar atau tidak lengkap, dalam rangkamengajukan permohonan restitusi atau melakukankompensasi pajak atau pengkreditan pajak.bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. 11Setiap orang yang dengan sengaja:a.Menerbitkan dan atau menggunakan Faktur Pajak, buktipemungutan pajak, bukti pemotongan pajak dan ataubukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksiyang sebenarnya; ataub. Menerbitkan Faktur Pajak tetapi belum dikukuhkansebagai PKP.Pasal 39A UU KUPDidenda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalamFaktur Pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotonganpajak, dan atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6(enam) kali jumlah pajak dalam Faktur Pajak, buktipemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau buktisetoran pajak, serta dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam)tahun. 12Bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantoradministrasi dan atau pihak ketiga lainnya-yang mempunyaihubungan dengan Wajib Pajak yang sedang diperiksa,ditagih pajaknya dan disidik karena adanya tindak pidanaperpajakan-dengan sengaja tidak memberi keterangan ataubukti, atau memberikan keterangan atau bukti yang tidakbenar.Pasal 41A UU KUPDidenda paling banyak Rp25.000.000,- dan dipidanadengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun. 13Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi ataumempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.Pasal 4l B UU KUPPaling banyak Rp75.000.000,- dan pidana penjara palinglama 3 (tiga) tahun. 14Setiap orang dalam instansi pemerintah, lembaga, asosiasi,dan pihak lain, yang dengan sengaja tidak memberikan datadan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepadaDirektorat Jenderal (Ditjenl Pajak.Pasal 41C ayat (1) UU KUPDidenda paling banyak Rp 1 .000.000.000,- atau dipidanadengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun. 15Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidakterpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain di instansipemerintah, lembaga, asosiasi, dan lainnya.Pasal 41C ayat (2) UU KUPDidenda paling banyak Rp800.000.000,- atau pidanakurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan. 16Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan datadan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal (Dirjen)Pajak.Pasal 41C ayat (3) UU KUPDidenda paling banyak Rp800.000.000,- atau dipidanakurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan. 17Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan datadan informasi perpajakan, sehingga menimbulkan kerugianpada negara.Pasal4lC ayat (4) UU KUPDidenda paling banyak Rp500.000.000,- atau dipidanakurungan paling lama 1 (satu)tahun. 18Wajib Pajak yang sedang dilakukan tindakan penyidikanpajak namun kemudian memilih untuk melunasi utang pajakyang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnyadikembalikan.Pasal 448 UU KUPDidenda 4 (empat) kali jumlah pajak yang tidak atau kurangdibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

19Penanggung pajak yang:a.Memindahkan hak,memindahtangankan, menyewakan,meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, ataumerusak barang yang telah disita;b.Membebani barang tidak bergerak yang telah disitadengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu;c.Membebani barang bergerak yang telah disita denganfidusia atau diagunkan untuk pelunasan utang tertentu;dan ataud.Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atausalinan Berita Acara paksanaan Sita yang telah ditempelpada barang sitaan.Pasal 41A ayat (1) UU Nomor19Tahun 2000 tentangPerubahan Atas UU Nomor 19Tahun 1997 tentangPenagihan Pajak denganSurat Paksa (UU PPSP)Paling banyak Rp12.000.000,- dan pidana penjara palinglama 4 (empat) tahun. 20Apabila bank termasuk lembaga keuangan lainnya, bursaefek, pejabat, notaris dan debitur, tidak melaksanakankewajibannya.Pasal 41 A ayat (1 ) UU PPSPDidenda paling banyak Rp10.000.000,- dan dipidanadengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua)minggu 21Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintahatau permintaan yang dilakukan menurut UU atau dengansengaja mencegah, menghalang-halangi, ataumenggagalkan tindakan dalam pelaksanakan ketentuanundang-undang yang dilakukan oleh jurusita pajak.Pasal 41 A ayat (2) UU PPSPDidenda paling banyak Rp10.000.000,- dan pidana denganpidana penjara paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu. 22Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintahatau permintaan yang dilakukan menurut UU, atau dengansengaja mencegah, menghalang-halangi, ataumenggagalkan tindakan jurusita pajak.Pasal 41 A ayat (3) UU PPSPPaling banyak Rp10.000.000,- dan pidana penjara palinglama 4 bulan 2 minggu. 23Dokumen yang Bea Meterai-nya tidak atau kurang dilunasisebagaimana mestinya.Dokumen-dokumen yang dikenai Bea meterai:a.Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuatdengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktianmengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yangbersifat Perdata;b.Akta-akta notaries termasuk salinannya;c.Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanahtermasuk angka prangkapnya;d.Surat yang memuat jumlah uang lebih dariRp1.000.000,-:1) Yang menyebutkan penerimaan uang;2) Yang menyatakan pembukuan uang ataupenyimpanan uang dalam rekening di bank;Pasal 8 UU Nomor 13 Tahun1985 tentang Bea Meterai200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar.Pemegang dokumen harus melunasi Bea Meterai yangterhutang berikut dendanya dengan cara pemeteraiankemudian.

3)Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;4) Yang berisi pengakuan bahwa hutang uangseluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi ataudiperhitungkan;e.Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cekyang harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000,-;f.Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun,sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp1.000.000,-. 24Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) tidakdisampaikan tepat waktu dan setelah ditegur secara tertulistidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam SuratTeguran.Pasal '10 ayat (3) UU Nomor12Tahun 1994 tentangPerubahan atas UU Nomor12Tahun 1985 tentangPajak Bumi dan Bangunan(UU PBB)25% dihitung dari pokokpajak. 25Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlahpajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikanoleh Wajib Pajak.Pasal 10 ayat (4) UU PBB25% dari selisih pajak yang terutang. 26Barang siapa karena kealpaannya:a.Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepadaDitjen Pajak;b. Menyampaikan SPOP. tetapi isinya tidak benar atautidak lengkap dan atau melampirkan keterangan yangtidak benar, sehingga menimbulkan keruqian neqara.Pasal24 UU PPBSetinggi-tingginya 2 (dua) kali pajak yang terutang ataupidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan. 27Barang siapa dengan sengaja:a.Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepadaDitjen Pajak;b.Menyampaikan SPOB tetapi isinya tidak benar atau tidaklengkap dan atau melampirkan keterangan yang tidakbenar;c.Memperlihatkan surat atau dokumen palsu;d.Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan suratatau dokumen lainnya;e.Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikanketerangan yang diperlukan, Sehingga menimbulkankerugian pada negaraPasal 25 UU PBBSetinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak yang terutangatau pidana penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun.

b. Sanksi Aministrasi Berupa BungaSanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan. Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk. Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi.Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih ielas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak, pembaca dapat melihat dalam tabel 2c. Sanksi Administrasi Berupa KenaikanJika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Untuk lebih jelasnya, hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi berupa kenaikan dan besarnya kenaikan dapat dilihat dalam tabel 3.

Tabel 2:Sanksi Administrasi Berupa Bunga, Bentuk Pengenaan Bunga, dan Besarnya Bunga1Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Pasal 8 ayat (2) UUKUP Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebihbesar.Pasal 8 ayat (2) UU KUP2%per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejaksaat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tanggalpembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 2Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yangmengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar.Pasal 8 ayat (2a) UU KUP2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejakjatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, danbagian dari bulan dihitungPenuh 1 (satu) bulan. 3Pembayaran atau penyetoran Pasal 9 ayat (2a) UU KUP pajakberdasarkan SPT Masa yang dilakukan setelah tanggal jatuhtempo pembayaran atau penyetoran pajak.Pasal 9 ayat (2a) UU KUP2% pet bulan dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampaidengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh1 (satu) bulan. 4Pembayaran atau penyetoran pajak berdasarkan SPT Tahunanyang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPTTahunan.Pasal 9 ayat (2b) UU KUP2% per bulan dihitung mulai dari berakhirnya batas waktupenyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran,dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 5Dari hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yangterutang tidak atau kurang dibayarPasal 13 ayat (2) UU KUP2% per bulan dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saatterutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajakatau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya Surat KetetapanPajak Kurang Bayar (SKPKB). 6Apabila Wajib Pajak diterbitkan NPWP dan atau dikukuhkanPKP secara jabatan.Pasal 13 ayat (2) UU KUP2% per bulan dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saatterutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajakatau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya 5KPKB. 7SKPKB yang diterbitkan setelah melewati jangka waktu 5 (lima)tahun, yang diterima oleh Wajib Pajak yang dipidana karenamelakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindakpidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian padapendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yangtelah mempunyai kekuatan hukum tetap.Pasal 13 ayat (5) UU KUP48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar. 8Dari penelitian rutin:a.PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;b. SPT salah tulis/salah hitung sehingga terdapat kekuranganpembayaran pajak.Pasal 14 ayat (3) UU KUP2% per bulan untuk selama-lamanya 24 (dua puluh empat) bulandihitung sejak saat terutangnya pajak atau bagian tahun pajak atautahun pajak sampai dengan diterbitkannya STP. 9Bagi PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikanpengembalian Pajak Masukan.Pasal 14 ayat (5) UU KUP2% pet bulan dari jumlah yang ditagih kembali, dihitung dari tanggalpenerbitan Surat keputusan Pengembalian Kelebihan PembayaranPajak sampai dengan tanggal penerbitan STP, dan bagian daribulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Tabel 3:Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan, Bentuk Pengenaan Kenaikan, dan Besarnya Kenaikan1Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT setelah jangkawaktu pembetulan SPT berakhir dan belum pernah diterbitkan suratketetapan pajak, yang mengakibatkan pajak kurang dibayar.Pasal 8 ayat (5) UU KUP50% dari pajak yang kurang dibayar. 2SPT tidak disampaikan sesuai jangka waktu penyampaiannya dan setelahditegur secara tertulis 5PT tetap tidak disampaikan pada waktunyasebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.Pasal 13 ayat (l) huruf bUU KUPa.50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayardalam satu tahun pajakb. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong,tidak atau kurang dipungut tidak atau kurangdisetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidakatau kurang disetor. 3Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN danPPn BM, ternyata tidak seharusnyadikompensasikan selisih lebih pajak atautidak seharusnya dikenai tarif 0%.Pasal 13 ayat (l) huruf cUU KUP100% dari PPN atas barang dan jasa dan Ph BMyang tidak atau kurang dibayar. 4Apabila Wajib Pajak tidak melakukanpembukuan atau ketika diperiksa Wajib Pajak tidak:a.Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumenyang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan denganpenghasilan yang dipeproleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WajibPajak, atau objek yang terutang pajak;b.Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yangdipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;dan atauc.Memberikan keterangan lain yang diperlukan,sehingga tidak dapatdiketahui besarnya pajak yang terutang.Pasal 13 ayat (3) UU KUPa.50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayardalam satu tahun pajak;b.100% dari PPh yang tidak atau kurangdipotong, tidak atau kurang dipungut; tidak ataukurang disetor, dan dipotong atau dipunguttetapi tidak atau kurang disetor. 5Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT ataumenyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, ataumelampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapatmenimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Kealpaan yang dilakukanini adalah kealpaan yang pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak.Pasal 134 UU KUPSanksi kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajakyang kurang dibayar yang ditetapkan melaluipenerbitan 5KPKB. 6Diterbitkan SKPKBT, karena ditemukan data baru dan atau data yangsemula belum terungkap.Pasal 15 ayat (2) UU KUP100% dari jumlah kekurangan pajak. 7Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dengancriteria tertentu yang telah mendapat pengembalian pendahuluan kelebihanpajak, diterbitkan SKPKB.Pasal 17C ayat (5) UUKUP100% dari jumlah kekurangan pajak.

2. Sanksi PidanaKita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUP tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun. Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana dan bentuk sanksinya dapat juga dilihat pada tabel 1.

Daluwarsa Tindak Pidana Di Bidang PerpajakanTindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu sepuluh tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, berakhirnya Bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak yang bersangkutan.Delik Aduan Dan Sanksinya1. Setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dilarang mengungkapkan kerahasiaan WP yang menyangkut masalah perpajakan. Pelanggaran atas larangan mengungkapkan kerahasiaan WP tersebut dapat diancam sanksi pidana sebagai berikut :Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib Pajak antara lain: Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan lain-lain yang dilaporkan oleh Wajib Pajak, data yang diperoleh dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, dokumen dan/atau data yang diperoleh dari pihak ketiga yang bersifat rahasia, dan dokumen dan/atau rahasia Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkenaan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah)2. Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban merahasiakan masalah perpajakan Wajib Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).Keterlibatan dan Sanksi bagi Pihak Ketiga1. Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).2. Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).3. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) yang bunyinya: Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) (yaitu Dalam hal pihak-pihak yaitu bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan terikat oleh kewajiban merahasiakan, untuk keperluan pemeriksaan, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, kewajiban merahasiakan tersebut ditiadakan, kecuali untuk bank, kewajiban merahasiakan ditiadakan atas permintaan tertulis dari Menteri Keuangan), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).4. Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain yaitu memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).5. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).6. Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Ketentuan ini berlaku juga bagi yang menyuruh melakukan , yang menganjurkan atau membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.

2.2 Pengecualian Sanksi PajakAda pengecualian atas sanksi pajak terhadap wajib pajak, jika :a. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal duniab. Wajib pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebasc. Bentuk usaha tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesiad. Wajib pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum di bubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlakue. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagif. Wajib pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan peraturan Menteri Keuangang. Wajib pajak lain yang di atur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

2.3 Batasan Sanksi yang dapat diajukan Pengurangan atau Penghapusan berdasarkan PMK No 91/2015Sanksi yang dapat diajukan pengurangan atau penghapusan adalah sanksi askibat: Keterlambatan penyampaian SPT Tahunan PPh tahun 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2014 dan sebelumnya; Keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau masa pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk masa pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau Pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2014 dan sebelumnya da/atau SPT Masa untuk masa pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besarDimana pelaporan SPT maupun SPT Pembetulannya, dan pembayaran atau penyetoran pajaknya dilakukan pada tahun 2015, Tidak berlaku untuk keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan tahun sebelumnya atau setelahnya. Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi ini juga berlaku bagi Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT Tahunan atau masa yang dilakukan dari bulan Januari sampai dengan April 2015. Peraturan Menteri KeuanganNomor91/PMK.03/2015hanya mencakut sanksi administrasi yang timbul sebagai akibat dari pembetulan, pembayaran, dan/atau pelaporan dilakukan Wajib Pajak di tahun 2015. Pembetulan, pembayaran, dan/atau pelaporan tersebut dibatasi atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya. Apabila Wajib Pajak belum pernah membayar pajak yang terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar, maka apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran dan melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya di tahun 2015, sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan pengurangan atau penghapusan.Apabila Wajib Pajak merasa bahwa pembayaran pajak yang terutang dan pelaporannya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran atas kekurangan pembayaran pajaknya dan membetulkan SPT-nya di tahun 2015, sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan penghapusan. Apabila ada orang pribadi/badan yang seharusnya sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak akan tetapi belum mendaftarkan diri maka apabila orang pribadi/badan tersebut mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, dan kemudian melakukan pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya di tahun 2015, maka sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan penghapusan.Ruang Lingkup PMK 91/2015PMK 91/2015 memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan SPT yang belum dilaporkan, atau melakukan pembetulan SPT yang sudah dilaporkan dengan nilai kurang bayar menjadi lebih besar. Akibat pelaporan SPT dan/atau SPT pembetulan tersebut, apabila timbul sanksi admistrasi, maka Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi. Sanksi-sanksi tersebut meliputi:1. Pasal 7 UU KUP ( Keterlambatan penyampaian SPT )a. Rp 500.000 untuk SPT Masa PPN,b. Rp 100.000 untuk SPT Masa lainya, danc. Rp 1.000.000 untuk SPT Tahunan PPh badand. Rp 100.000 untk SPT Tahnan PPh orang pribadi2. Pasal 9 ayat 2a dan 2b UU KUP ( keterlambatan pembayaran/penyetoran)a. 2% per bulanb. Dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran SPT Masa/ Penyampaian SPT Tahunan PPh s.d tanggal pembayaran3. Pasal 8 ayat 2 dan 2a UU KUP ( Pembetulan SPT)a. 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayarb. Dihitung sejak jatuh tempo pembayaran SPT Masa/ Penyampaian SPT Tahunan PPh s.d tanggal pembayaran4. Pasal 14 ayat 4 UU KUP ( Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak )a. 2% dari Dasar Pengenaan Pajak

BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN3.1KesimpulanPajak memang mengandung unsur pemaksaan. Artinya, jika kewaijiban perpajakan tidak dilaksanakan, maka ada konsekuensi hukum yang bisa terjadi. Konsekuensi hukum tersebut adalah pengenaan sanksi-sanksi perpajakan.Pada hakikatnya, pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Sanksi pajak sendiri di bagi menjadi 2 bagian yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanski administrasi merupakan sanksi tahap awal kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran. Sanksi administrasi di bagi menjadi 3 bagian yaitu Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda, Sanksi Aministrasi Berupa Bunga, dan Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan. Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Program Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (disingkat PPSA). Program PPSA diadakan pada tahun 2015 karena tahun ini disebut sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak. Tujuan PPSA ini ada dua, pertama tujuan penerimaan dengan mendorong Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan di tahun 2015, kedua tujuan ini diharapkan untuk membangun basis perpajakan yang kuat. Setelah tahun pembinaan, tahun depan direncanakan akan dilakukan program penegakkan hukum yang lebih keras.3.2SaranDalam Rangka melakukan pembinaan terhadap wajib pajak dan untuk mendorong wajib pajak menyampaikan surat pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan di tahun 2015 sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan negara dan membangun basis perpajakan yang kuat, diperlukan adanya instrument kebijakan di bidang perpajakan maka dari itu pemerintah diharapkan dengan tegas dalam melaksanakan seluruh kebijakan yang telah diterapkan.3.3Penelitian untuk masa yang akan datangBagi penelitian dimasa yang akan datang agar dapat mengembangkan makalah ini menjadi suatu penelitian, baik dengan memperbanyak sampel agar lebih mencerminkan hasil yang baik sehingga dapat menjadi suatu penelitian ilmiah yang bermanfaat bagi pemerintah, masyarakat maupun yang bersangkutan.