hasna (gbs).docx

23
I. PENDAHULUAN Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaccid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 1 Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl mempublikasikan penelitian mereka yang berjudul “On a syndrome of radiculoneuritis with hyperalbuminosis of cerebrospinal fluid without a cellular reaction: Remarks on the clinical characteristics and tracings of the tendons reflexes.” Ketiga orang ini menemukan kelainan patologis yaitu adanya disosiasi albuminositologi di dalam cairan serebrospinal dan disertai dengan radikuloneuritis. Guillain tetap berpendapat bahwa apa yang mereka bertiga kemukakan sebenarnya adalah Landry’s paralysis. Tahun 1927, Draganescu dan Claudian memberi nama penyakit ini sebagai Guillain Barre Syndrome. Sebab mengapa Strohl tidak diikutsertakan sampai saat ini belum diketahui. 1,2 Guillain Barre syndrome merupakan penyakit paralisis akut dengan angka kejadian setiap tahun sebanyak 1-3 per 100.000 orang dan terjadi pada semua kelompok umur, terutama pada usia remaja dan dewasa muda. 4,6 Penderita laki-laki 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan. Selain itu, kelainan ini juga dapat mengenai orang tua dan anak-anak. GBS merupakan penyebab utama kelumpuhan 1

Upload: samuel-williams

Post on 06-Nov-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUANGuillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaccid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 1Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl mempublikasikan penelitian mereka yang berjudul On a syndrome of radiculoneuritis with hyperalbuminosis of cerebrospinal fluid without a cellular reaction: Remarks on the clinical characteristics and tracings of the tendons reflexes. Ketiga orang ini menemukan kelainan patologis yaitu adanya disosiasi albuminositologi di dalam cairan serebrospinal dan disertai dengan radikuloneuritis. Guillain tetap berpendapat bahwa apa yang mereka bertiga kemukakan sebenarnya adalah Landrys paralysis. Tahun 1927, Draganescu dan Claudian memberi nama penyakit ini sebagai Guillain Barre Syndrome. Sebab mengapa Strohl tidak diikutsertakan sampai saat ini belum diketahui. 1,2Guillain Barre syndrome merupakan penyakit paralisis akut dengan angka kejadian setiap tahun sebanyak 1-3 per 100.000 orang dan terjadi pada semua kelompok umur, terutama pada usia remaja dan dewasa muda.4,6 Penderita laki-laki 1,5 kali lebih banyak daripada perempuan. Selain itu, kelainan ini juga dapat mengenai orang tua dan anak-anak. GBS merupakan penyebab utama kelumpuhan yang umumnya bersifat simetris dan seringkali dimulai dari ekstremitas bawah dan kemudian berkembang secara ascending. 3,6,7Ada 2 manifestasi klinis dari Sindroma Guillain Barre yang terpenting yaitu adanya kelemahan motoris yang progresif yang mengenai lebih dari satu anggota gerak dan adanya reflek yang menurun atau menghilang. 6,8Pada tahap lanjut terjadi neuropati yang menyeluruh. Keadaan yang seringkali dikhawatirkan pada anak-anak adalah terlibatnya otot-otot pernapasan yang selanjutnya akan menimbulkan hambatan dalam bernapas. Selain itu, pada beberapa kasus, kelainan ini dapat menyisakan gangguan saraf yang menetap. 3,5

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. DEFINISISindrom Guillain-barre (SGB) atau secara klinis sering disebut Poli Radikulo Neuropati inflamasi akut (PIA). Sindrom Guillain Barre sering disebut juga acute inflamating demyelinating polyneuropathy atau acute ascending paralysis ,3 yang dapat diartikan sebagai suatu kelainan akut dan difus dari sistem saraf yang mengenai radiks spinalis, saraf perifer, dan kadang-kadang saraf kranialis setelah suatu infeksi. 1,5,6 Atau merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di luar otak dan medulla spinalis.3Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landrys Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.Guillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaccid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. GBS merupakan suatu polineuropati yang bersifat ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah infeksi akut. 1,5,62.2. EPIDEMIOLOGIGuillain Barre syndrome (GBS) dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras. Di Amerika Serikat distribusi usia berkisar antara usia 15-35 tahun atau 50-75 tahun.1 Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling dkk mendapatkan frekuensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.3,5,6Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinicmelakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. 5,6Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II,III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampirsama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. 52.3. ETIOLOGIPenyebab GBS tidak diketahui, tetapi sering dihubungkan dengan penyakit infeksi, seperti infeksi saluran nafas dan saluran cerna. Infeksi saluran pernafasan dan pencernaan sering mendahului gejala neuropathy dalam 1 sampai 3 minggu (kadang-kadang lebih lama) pada kira-kira 60% penderita dengan Sindroma Guillain Barre. 1,9,10Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya GBS antara lain, Infeksi, vaksinasi, pembedahan penyakit sistematik, kehamilan atau dalam masa nifas. 3,5,92.4. PATOMEKANISMEAkibat tersering dari kejadian ini dalam patologi adalah bahwa kejadian pencetus (virus atau proses inflamasi) merubah sel dalam sistem saraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai sel asing. Sesudah itu, limfosit T yang tersensitasi dan makrofaq akan menyerang mielin. Selain itu, limfosit T menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibodi yang menyerang bagian tertentu dari selubung mielin, menyebabkan kerusakan mielin.3Akibatnya adalah cedera demielinisasi ringan hingga berat yang mengganggu konduksi impuls dalam saraf perifer yang terserang. Perubahan patologi mengikuti pola yang tetap, infiltrasi limfosit terjadi dalam ruang perivaskular yang berdekatan dengan saraf tersebut dan menjadi fokus degenerasi mielin. Pada beberapa kasus akson saraf sendiri memperlihatkan bukti degenerasi wallerian, yang menunjukan beberapa lesi akson proksimal yang menyebabkan degenerasi akson dan mielin distal didalamnya. Sel kornu anterior medulla spinalis dan nukleus motorik saraf kranialis dapat juga terkena sebagai perluasan inflamasi secara proksimal dari aksonsaraf perifer. Apabila sel saraf tubuh tidak rusak, dapat terjadi regenerasi saraf perifer dengan pemulihan fungsi motorik. Namun bila sel tubuh neuron motorik bagian bawah mati akibat respon peradangan agresif, maka regenerasi saraf tidak terjadi, atrofi pada otot yang terserang dan penyembuhan tidak sempurna.3 Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi padasindroma ini adalah: 1,51. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.2. Adanya Auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.Proses demielinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya. Gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibody dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari system imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia. 1,5,7,8

Gambar 1. Mekanisme Guillain Barre Syndrome. 11Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Padakasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reactingantibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka sel-T merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls saraf. 1,3,5,7,8

Gambar 2. Mekanisme Guillain Barre Syndrome. 122.5. GAMBARAN KLINISGuillain Barre syndrome merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang bersifat asendens. Parestesia ini biasanya bersifat bilateral. Refleks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, dalam hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat, muncul pada 50% kasus, biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan 20% pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. Anak anak biasanya menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia. 1,2,3,5,8Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot terutama pada anak-anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak dan dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis. 1,3,4Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam berkeringat. Hipertensi terjadi pada 10-30% pasien sedangkan aritmia terjadi pada 30% dari pasien. 2,3,8Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering adalah bilateral facial palsy. 1,3,5,6Gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions). 2,4,6,72.6. KLASIFIKASISindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut13:1. Acute Inflammatory Demyelinating PolyradiculoneuropathyAcute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag. 132. Acute Motor Axonal NeuropathyAcute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi system penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik. 133. Acute Motor Sensory Axonal NeuropathyAcute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN. 134. Miller Fisher SyndromeMiller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia. 135. Acute Neuropatic panautonomicAcute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan. 136. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaffs (BBE)Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai dengan onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk spectrum lanjutan. 132.7. DIAGNOSISA. Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat difus dan paralisis. Refleks tendon akan menurun atau bahkan menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot-otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan. 1,3,5,7B. Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan cairan cerebrospinal didapatkan adanya kenaikan kadar protein (1-1,5 g/dl ) tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain, 1961, disebut sebagai disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10 / mm. Pada kultur LCS tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri.1,3,6Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. 1,2,5Pada pemeriksaan EMG minggu pertama dapat dilihat adanya keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F yang memanjang dan latensi distal yang memanjang. Bila pemeriksaan dilakukan pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik. 1,2,5,6Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95% kasus GBS. 3,5,6,8Pemeriksaan serum CK biasanya normal atau meningkat sedikit. Biopsi otot tidak diperlukan dan biasanya normal pada stadium awal. Pada stadium lanjut terlihat adanya denervation atrophy. 1,2,4C. Kriteria DiagnosisKriteria diagnosa yang umum dipakai adalah kriteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu: 5,81. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis: Terjadinya kelemahan yang progresif Hiporefleksi2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis GBS:a. Ciri-ciri klinis:- Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.-Relatif simetris-Gejala gangguan sensibilitas ringan-Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain.-Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.-Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dangejala vasomotor.-Tidak ada demam saat onset gejala neurologis.b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:- Protein CSS. Meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial.-Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:-Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.2.8. DIAGNOSIS BANDINGGBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat seperti myelopathy, dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya spinal cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi biasanya asimetris, dan disertai demam. 1,4,5,6GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut lainnya seperti porphyria, diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena keracunan thallium, arsen, dan plumbum. 1,5Kelainan neuromuscular junction seperti botulism dan myasthenia gravis juga harus dibedakan dengan GBS. Pada botulism terdapat keterlibatan otot otot extraoccular dan terjadi konstipasi. Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi ophtalmoplegia. 1,3,5Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun kelumpuhan yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK menunjukkan peningkatan sedangkan LCS normal. 1,5

2.9. PENATALAKSANAANPasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa diberikan medikamentosa. 1,3Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat-obatan berupa steroid. Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun mempercepat penyembuhan.Kajian yang dilakukan Wijdicks tidak menganjurkan pemberian terapi steroid. Penelitian Ress dkk menunjukkan steroid hanya digunakan pada 4% kasus saja. Sebagian besar penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak memiliki nilai atau manfaat untuk penatalaksanaan SGB. 3,4,5Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40-50 ml/kgBB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE. 3,4,5Intravenous inffusion of human Immunoglobulin ( IVIg ) dapat menetralisasi autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis 0,4 g/kgBB/hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan PE atau IVIg. 1,3,4,5Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan fleksibilitas otot setelah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberikan unutk mencegah terjadinya thrombosis. 3,4,52.10. KOMPLIKASIBahaya yang paling besar dan mengancam jiwa penderita adalah pada fase akut dimana bisa terjadi paralisis otot pernapasan dan aritmia jantung. 6Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi. 1,4,5

2.11. PROGNOSISPada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa.9 Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%).11 Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu samapai beberapa tahun. Menurut National Institute of Neurological Disorders and Stroke sekitar 30% penderita masih mengalami gejala sisa setelah 3 tahun (gejala sisa ringan dapat menetap pada penderita). Keluaran penderita akan menjadi sangat baik bila gejala-gejala dapat hilang dalam waktu 3 minggu sejak muncul gejala tersebut muncul. 6,7Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3% pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul. Sekitar 30% penderita memiliki gejala sis kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen pasien dengan GBS dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). 5,6,7III. KESIMPULAN Sindrom Guillain-Barre (poliradikuloneuropati demielinasi inflamatorik akut) merupakan paralisis asendens yang dapat membawa kematian dan disertai dengan kelemahan yang dimulai pada ekstremitas distal tapi kemudian dengan cepat menjalar ke otot-otor proksimal. Terjadi demielinasi segmental dan sel-sel inflamasi kronik yang mengenai radiks saraf serta saraf perifer. Penyebab GBS sampai saat ini belum diketahui penyebabnya dan termasuk kelompok penyakit autoimun akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahuluinya. Gejala dini yang biasanya dirasakan adalah kelemahan otot yang simetris (tanda neurologi utama), parestesia pada kaki dan tangan dengan kelemahan dari lengan. Paralisis dari tungkai dahulu dan kemudian disusul dengan kelemahan dari lengan. Paralisis dari tungkai dan lengan itu memperlihatkan tanda-tanda LMN. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan eletromiografi. Pada umumnya pengobatan GBS meliputi plasma exchange, Imunoglonulin dan pemakaian kortikosteroid. Pemakaian kortikosteroid masih diragukan manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA1. Israr, Yayan, Juraita, Rahmat. Sindroma Guillain-Barre. Files Of Drsmed. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. Hal: 1-12.2. Fokke, Christian, Bianca, et al. Diagnosis Of Guillain-Barre Syndrome And Validation Of Brighton Criteria. Brain: A Journal Of Neurology. 2014. p: 1-7.3. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol.2. Edisi 6. Jakarta: EGC. 2007. Hal: 1151-1153.4. Faridin andi. Apakah penyakit GBS (Sindrom Guillain-Barr) itu. 2012. Available from: http://immunetransferfactor.com/?ForceFlash= true#/blog /news-Apakah- Penyakit-GBS-Itu.html. Diakses pada tanggal 20 Desember 2014.5. Japardi I. Sindroma Guillan-Barre. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara bagian Bedah. 2002. Hal: 1-6.6. Muid, Masdar. Manifestasi Klinis Dan Laboratoris Penderita Sindroma Guillain Barre Di Ruang Perawatan Anak RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Vol. XXI, No.2, Agustus 2005. Hal: 1-7.7. Anand B. Pithadia, Nimisha Kakadia. Guillain-Barr Syndrome (GBS). Department Of Pharmacology. Polish Academis Of Science. Pharmacological Report. 2010. p: 220-232.8. Alan R. Berger. Guillain Barre Syndrome And Its Variants. Professor And Associate Chairman Department Of Neurology University Of Florida/Jacksonville. p: 1-12.9. Vorvick L, Hoch DB. Guillain Barre Syndrome. Available from: URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000684.htm. Diakses 18 Desember 2014.10. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. Guillan-Barre Syndrome. 2009. Available from: http://www.ninds.nih.gov/disorders /gbs/gbs.htm. Diakses 23 Desember 2014.

11. http://calgaryguide.ucalgary.ca/slide.aspx?slide=Guillain-Barre%20Syndrome.jpg. Diakses 23 Desember 2014.12. http://www.sehataja.com/sehatpedia/istilah-kedokteran/waspadai-penyakit-guillain-barre-syndrome. Diakses 23 Desember 2014.13. Mantay NcClellan K. Arneu Elin.Thomas. 2007. Recognizing Guillain-Barre Syndrome in the Primary Care Setting.The internet journal allied health science and practice.Vol 5/1. Diakses 4 Januari 201516