hifema

33
BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Dewasa muda (terutama laki- laki) merupakan kelompok yang paling sering mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu lintas. 1 Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan. 1

Upload: deny-indahwaty

Post on 04-Aug-2015

35 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: HIFEMA

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Trauma okuli merupakan trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang

dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan

rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu

fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan salah satu penyebab

yang sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda,

karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah.

Dewasa muda (terutama laki-laki) merupakan kelompok yang paling sering

mengalami trauma okuli. Penyebabnya dapat bermacam-macam, diantaranya

kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga, dan kecelakaan lalu

lintas.1

Prevalensi kebutaaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui

dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran

pada tahun 1993-1996 didapatkan bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam

penyebab kebutaan lain-lain sebesar 0,15% dari jumlah total kebutaan nasional

yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga bukan merupakan 10 besar penyakit mata

yang menyebabkan kebutaan.1

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli

perforans dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli

berdasarkan mekanisme trauma terbagi atas trauma mekanik (trauma tumpul dan

trauma tajam), trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet, dan sinar X) dan

trauma kimia (bahan asam dan basa).2

Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi

merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus

ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus

ditangani dalam hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosa dan

pertolongan cepat dan tepat. Trauma okuli merupakan kedaruratan mutlak di

bidang ocular emergency. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma

okuli adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema, iridosiklitis, subluksasi lensa,

Page 2: HIFEMA

luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema retina dan koroid, ablasi

retina, ruptur koroid, serta avulsi papil saraf optik.2

Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata

depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris

atau badan siliar yang robek. Menurut Duke Elder (1954), hifema disebabkan oleh

robekan pada segmen anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan

berhenti dan darah akan diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan hifema

primer. Bila oleh karena sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang

berlebihan, maka timbul perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang

pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.1

Adanya hifema memiliki beberapa konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan

intraokuler, kornea terkena darah, pembentukan sinekia posterior atau anterior,

dan katarak. Oleh karena hifema dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang

signifikan, maka setiap dokter harus memperhatikan diagnosis, evaluasi, dan tata

laksana hifema.1

Page 3: HIFEMA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Bola Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga

lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2)

koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan

ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih

mata.1

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah

darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari

luar ke dalam, yaitu :2

Page 4: HIFEMA

1. Tunica Fibrosa

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan

bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat

fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam

bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus

opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar

yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.

Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu

vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas

limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya

yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam

sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan

epitel konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3)

lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang

berhubungan dengan aqueous humour.1

2. Lamina vasculosa

Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri

atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular), (2) corpus ciliare

(ke belakang bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang

tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris

(3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di

pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi bilik

mata depan dan bilik mata belakang, serat-serat otot iris bersifat involunter dan

terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier.3

Bilik mata depan terletak antara persambungan kornea perifer dengan iris.

Pada bagian ini, terdapat jalinan trabekula yang dasarnya mengarah ke badan

siliar. Bagian dalam jalinan ini yang menghadap ke bilik mata depan dikenal

sebagai jalinan uvea. Bagian luar jalinan ini yang terletak dekat kanalis schlemm

dikenal sebagai jalinan korneoskleral. Serat-serat longitudinal otot siliaris

menyisip ke dalam jalinan trabekula tersebut. Kanal schlemn merupakan kapiler

yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea.2

Page 5: HIFEMA

Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam

terdapat lubang – lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung

antara trabekula dan kanal schlemn. Dari kanal schlemn, keluar saluran kolektor,

20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sclera dan episkelera

dan vena siliaris anterior di badan siliar. 2

Anatomi Bilik Mata Depan dan Jaringan Sekitar

3. Tunica sensoria (retina)

Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di alamnya.

Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak

dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ

reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di

tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif

dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.

Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.1

Page 6: HIFEMA

Vaskularisasi Bola Mata

Pemasok utama orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri

ophtalmica, yaitu cabang besar pertama arteri karotis interna bagian intrakranial.

Cabang ini berjalan di bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis

optikus menuju ke orbita. Cabang intraorbital pertama adalah arteri sentralis

retina, yang memasuki nervus optikus sebesar 8-15 mm di belakang bola mata.1

Cabang-cabang lain arteri oftalmika adalah arteri lakrimalis, yang

memvaskularisasi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas, cabang-cabang

muskularis ke berbagai otot orbita, arteri siliaris posterior longus dan brevis, arteri

palpebra medialis ke kedua kelopak mata, dan arteri supra orbitalis serta supra

troklearis.2

Vaskularisasi pada Bola Mata

Page 7: HIFEMA

Arteri siliaris posterior brevis memvaskularisasi koroid dan bagian nervus

optikus. Kedua arteri siliaris longus memvaskularisasi badan siliar,

beranastomosis satu dengan yang lain, dan bersama arteri siliaris anterior

membentuk sirkulus arteriosus major iris. Arteri siliaris anterior berasal dari

cabang-cabang muskularis dan menuju ke muskuli rekti. Arteri ini

memvaskularisasi sklera, episklera, limbus, konjungtiva, serta ikut membentuk

sirkulus arteriosus major iris.1

Drainase vena-vena di orbita terutama melalui vena oftalmika superior dan

inferior, yang juga menampung darah dari vena verticoasae, vena siliaris anterior,

dan vena sentralis retina. Vena oftalmika berhubungan dengan sinus kavernosus

melalui fisura orbitalis superior dan dengan pleksus venosus pterigoideus melalui

fisura orbitalis inferior.1

Vaskularisasi pada Segmen Anterior

2.2. Definisi

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma

Page 8: HIFEMA

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur

dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik

mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang

terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.3

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk

hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.1

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang terlihat

iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora

dan blefarospasme.2

Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak

sudut bilik mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan

yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular

tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan

bokade pupil.1

2.3. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:4

1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang

disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma

pada segmen anterior bola mata.

2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi

mata).

3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga

pembuluh darah pecah.

4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:4

1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

Page 9: HIFEMA

2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade

(Sheppard): 5

1. Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

3. Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)

4. Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

Tabel

2.4. Etiologi

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena

bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat

Page 10: HIFEMA

terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat

menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya

retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).5

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan

oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekanrobekan

jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak

pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Pendarahan yang

timbul dapat berasal dari kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar,

arteri koroid, vena badan siliar, pembuluh darah iris pada sisi pupil.

Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan

tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian

terendah.2

2.5. Patofisiologi

Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan

limbus, dan perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan

tekanan intraokuler secara akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada

sudut mata. Perdarahan biasanya terjadi karena adanya robekan pembuluh darah,

antara lain arteri-arteri utama dan cabang-cabang dari badan siliar, arteri

koroidalis, dan vena-vena badan siliar.1

Mekanisme Perdarahan akibat Trauma Tumpul Mata

Page 11: HIFEMA

Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker

mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat

merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek

pembuluh darah iris dan merusak sudut COA. Tetapi dapat juga terjadi secara

spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam ruang

COA, mengotori permukaan dalam kornea.1

Perdarahan pada bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya

mekanisme hemostasis dan fibrinolisis. Peningkatan tekanan intraokular, spasme

pembuluh darah, dan pembentukan fibrin merupakan mekanisme pembekuan

darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah ini dapat meluas dari

bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya berlangsung

hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan darah

pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh

aktivator kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan

darah yang sudah terjadi mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan

darah, bersama dengan sel darah merah dan debris peradangan, keluar dari bilik

mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran uveaskleral.5

Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan

primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder

biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih

hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus

dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena

resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak

mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.6

Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel

darah merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan

diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya

enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam

bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk

ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan

disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya dapat ditolong dengan

Page 12: HIFEMA

keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh

disertai glaukoma.6

Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa temuan klinis

yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul

mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot

siliar. Resesi sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan

dengan timbulnya glaukoma sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan

sel-sel radang pada bilik mata depan, dapat ditemukan pada pasien hifema. Pada

keadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris walaupun darah sudah dikeluarkan.1

Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi endotel kornea

hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat

ditemukan pada 10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah

siklodialisis, iridodialisis, robekan pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn.

Kelainan pada segmen posterior dapat meliputi perdarahan vitreus, jejas retina

(edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid. Atrofi papil dapat terjadi

akibat peninggian tekanan intraokular.6,7

2.6. Penegakan Diagnosis

Adanya riwayat trauma, terutama mengenai matanya dapat memastikan

adanya hifema. Pada gambaran klinik ditemukan adanya perdarahan pada COA

(dapat diperiksa dengan flashlight), kadang-kadang ditemukan gangguan visus.

Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal,

fotofobia (tidak tahan terhadap sinar), penglihatan ganda, blefarospasme, edema

palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan

umum yaitu letargic, disorientasi atau somnolen.1

Hifema pada 1/3 bilik mata depan Hifema pada ½ bilik mata depan

Page 13: HIFEMA

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang

terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk,

hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah COA, dan hifema dapat

memenuhi seluruh ruang COA. Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan, pupil

tetap dilatasi (midriasis), dapat terjadi pewarnaan darah (blood staining) pada

kornea, anisokor pupil.4

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah

mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara

langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat

bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini

disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa

darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor

aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama berada

di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan

kerusakan jaringan kornea.2

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen;

visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan

retina.

b. Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler

okuler, glaukoma.

c. Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.

d. Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan

iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

e. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.

f. Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila TIO

normal atau meningkat ringan.

Page 14: HIFEMA

2.7. Penatalaksanaan

Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak

berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan

penderita hifema traumatik ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya

adalah :1

1. Menghentikan perdarahan.

2. Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.

3. Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat

absorbsi.

4. Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.

5. Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan

traumatik hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan

dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan

tindakan operasi.1

Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi

1. Tirah baring (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala

diangkat (diberi alas bantal) dengan elevasi kepala 30º - 45o (posisi semi fowler).

Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris serta

memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Ada banyak pendapat dari

banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini sebagai tindakan pertama yang

harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema. Bahkan beberapa

penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi dari

hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan

sekunder. Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat

kemungkinan perdarahan sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih

pada anak-anak, sehingga kalau perlu harus diikat tangan dan kakinya ke tempat

tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.4

Page 15: HIFEMA

2. Bebat mata

Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat

di antara para ahli. Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu

untuk mengurangi pergerakan bola mata yang sakit.

3. Pemakaian obat-obatan

Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah

mutlak, tapi cukup berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat

absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul. Untuk maksud di atas

digunakan obat-obatan seperti :

Koagulansia

Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun

parenteral, berguna untuk menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya:

Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin, vit K dan vit C. Pada hifema yang

baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di pasaran obat ini dikenal

sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak terlalu cepat

diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu

sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder

dapat dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan

melewati satu minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan

COA dan terjadinya glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya

jangan lupa pengukuran tekanan intra okular.4

Midriatika Miotika

Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan

midriatika atau miotika, karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan

kerugian sendiri-sendiri. Miotika memang akan mempercepat absorbsi, tapi

meningkatkan kongesti dan midriatika akan mengistirahatkan perdarahan.

Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi iridiocyclitis.

Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan

miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan

mengurangi perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.4

Page 16: HIFEMA

Ocular Hypotensive Drug

Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara

oral sebanyak 3x sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler.

Bahkan Gombos dan Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea,

manitol dan gliserin untuk menurunkan tekanan intraokuler, walaupun ditegaskan

bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema yang penuh dengan kenaikan tekanan intra

okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama 24 jam. Bila tekanan intra okular

tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan parasentesa yaitu

pengeluaran drah melalui sayatan di kornea Bila tekanan intra okular turun sampai

normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal

tekanan intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga

parasentesa.4

Kortikosteroid dan Antibiotika

Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi

iritis dan perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.

Perawatan Operasi

Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaukoma

sekunder, tanda imbibisi kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada

pengurangan dari tingginya hifema dengan perawatan non-operasi selama 3 – 5

hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan pembedahan bila tekanan

bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola mata maksimal

> 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan

pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila

ditemukan tanda-tanda imbibisi kornea.

Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia anterior

perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama

9 hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari

keseluruhan indikasinya adalah sebagai berikut :

1. Empat hari setelah onset hifema total

2. Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)

Page 17: HIFEMA

3. Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4

hari (untuk mencegah atrofi optic)

4. Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari ¾ COA selama 6 hari

dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)

5. Hifema mengisi lebih dari ½ COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk

mencegah peripheral anterior synechiae)

6. Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun

ukurannya dengan tekanan Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24

jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama

4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat atrofi optic

pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat.

Corneal bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell

hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak

terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :

1. Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan

cairan/darah dari bilik depan bola mata dengan teknik sebagai berikut :

dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan

permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka

koagulum dari bilik mata depan akan keluar. Bila darah tidak keluar

seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis.

Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahut.

Parasentese dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah

masih tetap terdapat dalam COA pada hari 5-9.

2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.

3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka

korneoscleranya sebesar 120 0

Page 18: HIFEMA

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering ditemukan pada traumatik hifema adalah

perdarahan sekunder, glaukoma sekunder dan hemosiderosis di samping

komplikasi dari traumanya sendiri berupa dislokasi dari lensa, ablatio retina,

katarak dan iridodialysis. Besarnya komplikasi juga sangat tergantung pada

tingginya hifema.2

1. Perdarahan sekunder

Komplikasi ini sering terjadi pada hari ke 3 sampai ke 6, sedangkan

insidensinya sangat bervariasi, antara 10 - 40%. Perdarahan sekunder ini timbul

karena iritasi pada iris akibat traumanya, atau merupakan lanjutan dari perdarahan

primernya. Perdarahan sekunder biasanya lebih hebat daripada yang primer.

Terjadi pada 1/3 pasien, biasanya antara 2-5 hari setelah trauma inisial dan selalu

bervariasi sebelum 7 hari post-trauma.

2. Glaukoma sekunder

Timbulnya glaukoma sekunder pada hifema traumatik disebabkan oleh

tersumbatnya trabecular meshwork oleh butirbutir/gumpalan darah. Insidensinya

20% , sedang di RS: Dr: Soetomo sebesar17,5%. Adanya darah dalam COA dapat

menghambat aliran cairan bilik mata oleh karena unsur-unsur darah menutupi

sudut COA dan trabekula sehingga terjadinya glaukoma.Glaukoma sekunder

dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata

sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

3. Hemosiderosis kornea

Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam

bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schlemm sedangkan

sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat

dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini.Sebagian hifema dikeluarkan

setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari

hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea

menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang

hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat

terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma. Hemosiderosis ini akan

timbul bila ada perdarahan/perdarahan sekunder disertai kenaikan tekanan

Page 19: HIFEMA

intraokuler. Gangguan visus karenahemosiderosis tidak selalu permanen, tetapi

kadang-kadang dapat kembali jernih dalam waktu yang lama (2 tahun).

Insidensinya ± 10%.3 Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis

bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan.

4. Sinekia Posterior

Sinekia posterior bisa timbul pada pasien traumatik hifema.Komplikasi ini

akibat dari iritis atau iridocyclitis.Komplikasi ini jarang pada pasien yang

mendapat terapi medikamentosa dan lebih sering terjadi pada pada pasien dengan

evakuasi bedah pada hifema.Peripheral anterior synechiae anterior synechiae

terjadi pada pasien dengan hifema pada COA dalam waktu yang lama, biasanya 9

hari atau lebih.Patogenesis dari sinekia anterior perifer berhubungan dengan iritis

yang lama akibat trauma atau dari darah pada COA. Bekuan darah pada sudut

COA kemudian bisa menyebabkan trabecular meshwork fibrosis yang

menyebabkan sudut bilik mata tertutup.

5. Atrofi optik

Atrofi optik disebabkan oleh peningkatan tekanan intra okular.

6. Uveitis

Penyulit yang harus diperhatikan adalah glaukoma, imbibisio kornea,

uveitis. Selain dari iris, darah pada hifema juga datang dari badan siliar yang

mungkin juga masuk ke dalam badan kaca (corpus vitreum) sehingga pada

funduskopi gambaran fundus tak tampak dan ketajaman penglihatan menurunnya

lebih banyak.Hifema dapat sedikit, dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman

penglihatan mungkin masih baik dan tekanan intraokular masih normal.

Perdarahan yang mengisi setengah COA dapat menyebabkan gangguan

visus dan kenaikan tekanan intra okular sehingga mata terasa sakit oleh karena

glaukoma. Jika hifemanya mengisi seluruh COA, rasa sakit bertambah karena

tekanan intra okular lebih meninggi dan penglihatan lebih menurun lagi.

Prognosis

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera

Page 20: HIFEMA

okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai

glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan

hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami

glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut

menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah

mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam)

karena dapat menyebabkan kebutaan.1

Page 21: HIFEMA

BAB III

KESIMPULAN

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata

depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma

tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur

dengan humor aqueus yang jernih.

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena

bola, batu, peluru senapan angin, dan lain-lain. Selain itu, hifema juga dapat

terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat

menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya

retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma).

Penegakan diagnosis hifema berdsarkan adanya riwayat trauma, terutama

mengenai matanya dapat memastikan adanya hifema. Pada gambaran klinik

ditemukan adanya perdarahan pada COA, kadang-kadang ditemukan gangguan

visus. Ditemukan adanya tanda-tanda iritasi dari conjunctiva dan pericorneal,

fotofobia, penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar

melihat dekat, kemungkinan disertai gangguan umum yaitu letargic, disorientasi

atau somnolen.

Penatalaksanaan hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar

yaitu perawatan dengan cara konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang

disertai dengan tindakan operasi. Tindakan ini bertujuan untuk : menghentikan

perdarahan, menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder, mengeliminasi darah

dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi, mengontrol glaukoma

sekunder dan menghindari komplikasi yang lain, dan berusaha mengobati

kelainan yang menyertainya.

Page 22: HIFEMA

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI press

2. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga. Jakarta : FKUI

press

3. Ilyas, Sidarta. 2002 Trauma Tumpul Mata : Ilmu Penyakit Mata.

Jakarta : Sagung Seto, Hal : 263-6.

4. Vaughan, Daniel, G. 2000. Trauma : Oftamologi Umum edisi ke-14.

Jakarta : Widya Medika. Hal: 380,384.

5. Yanoff M, Duker JS. 2004. Ophtalmology. 2nd ed, p. 416-419. St Louis,

MO: Mosby

6. Nurwasis, dkk. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu

Penyakit Mata: Hifema pada Rudapaksa Tumpul. Hal 137-139.

Penerbit: FK Unair, Surabaya.

7. Sheppard J, Crouch E. Hyphema. 2008. Available at:

http://emedicine.medscape.com/ophthalmology#anterior.