ikawati.pdf
TRANSCRIPT
-
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KOSAKATA PADA
KARANGAN NARASI SISWA YANG BERLATAR
BELAKANG BAHASA BETAWI KELAS VII MTS NEGERI
PARUNG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN
2012/2013
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh
Ikawati
109013000031
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
-
i
ABSTRAK
Ikawati, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi Analisis Penggunaan
Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi
Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan penggunaan kosakata
pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi kelas VII
semeser genap tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini di lakukan di MTs
Negeri Parung pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2013.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Instrumen
dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan cara memberikan siswa tugas
untuk membuat karangan sebanyak satu halaman. Penelitian ini menggunakan
teknik analisis data yakni, karangan dianalisis dengan memperhatikan tiap-tiap
kata. Kata yang menunjukkan adanya kesalahan penggunaan kosakata digaris
bawahi dan dicatat, selanjutnya kata-kata tersebut dikategorikan ke dalam jenis
kesalahan penggunaan kosakata.
Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian siswa yang dijadikan objek
penelitian melakukan kesalahan penggunaan kosakata dalam menulis
karangannya. Berdasarkan perhitungan dari tabel jumlah kesalahan penggunaan
kosakata pada karangan narasi siswa, dapat dilihat bahwa karangan dari siswa
Putri Dewi paling banyak terdapat penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu
sebanyak dua puluh enam kali atau 14,15%. Siswa tersebut bersuku Sunda, tetapi
bahasa sehari-hari dan bahasa keduanya adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data
siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi.
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar guru hendaknya dalam
proses pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain
itu, seorang guru juga hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan tempat guru
mengajar dan situasi kebahasaan anak didiknya. Seorang guru juga harus dapat
menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang menyenangkan bagi siswa,
dapat memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik, serta dapat
melakukan pendekatan kepada siswa agar terlihat keakraban.
Kata kunci: analisis kesalahan, kedwibahasaan, bahasa Betawi, karangan narasi
-
ii
ABSTRACT
Ikawati, Program Study Indonesian Language and Literature Faculty of Tarbiya
and Teacher Learning UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Skripsi, title "On the
Authorship Analysis Using Narrative Vocabulary Students Set Rear Betawi
Parung Class VII MTsN Semester Academic Year 2012/2013".
This study aims to determine the use of vocabulary errors on narrative
essay students whose background Betawi class VII semeser even the school year
2012/2013. The research was done at MTsN Parung on February to August
2013.
The method used is descriptive qualitative. Instrument in this study is a
written test with a vara give students assignments to make as much as one-page
essay. This study uses data analysis techniques namely, essay analyzed by
considering each word. Word indicating an error underlined vocabulary usage
and recorded, then the words are categorized into types of errors the use of
vocabulary.
The study states that most students who were subjected to experiments
made a mistake in writing the essay vocabulary usage. Based on the calculation of
the table the number of errors in the use of vocabulary student narrative essay, it
can be seen that the essays of students Dewi Putri most numerous Betawi
language vocabulary use as many as twenty-six times or 14,15%. The students
Sunda tribes, but everyday language and second language is Betawi. Based on
data from the student, the student's language background is the Betawi language.
based on the results of the study, the authors suggest that teachers should be in
the process of learning the Indonesian language is good and true. In addition, a
teacher should also pay attention to the situation where teachers teach language
and linguistic situation of the students. A teacher should also be able to create the
Teaching and Learning Activities is fun for students, to motivate students to
participate in learning well, and can appeal to the students to look intimacy.
Keywords: error analysis, bilingualism, Betawi language, narrative essay
-
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam,
karena dengan karunia-Nya skripsi yang berjudul Analisis Kesalahan
Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang
Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Tahun Pelajaran 2012/2013 ini
dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Nabi
Muhamad Saw yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.
Banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi selama penulisan
skripsi. Tetapi, berkat doa, usaha, dan perjuangan, serta dorongan dari berbagai
pihak, akhirnya segala hambatan dan rintangan dapat diatasi.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Nurlena Rifai, M.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat
memotivasi penulis.
2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabaran dalam membimbing
mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi
hingga selesai;
3. Dra. Hindun, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengarahan sampai selesainya penulisan skripsi ini;
4. Seluruh dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih telah
memberikan bimbingan kepada penulis dari awal sampai dengan akhir
perkuliahan;
5. Hj. Eti Munyati, S.Ag., selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri
Parung yang telah membimbing penulis selama penelitian skripsi
berlangsung;
-
iv
6. Seluruh siswa MTs Negeri Parung, khususnya kelas VII, terima kasih atas
partisipasinya selama penelitian skripsi berlangsung;
7. Orang tuaku, yang tak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi
selama proses penyelesaian skripsi ;
8. Teman-teman seperjuanganku di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
khususnya Ety Fitriyah, Ulfiana Permata, Wawah Marwatul Hasanah, dan
Nurfadillah, juga pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian
skripsi ini; dan
9. Temanku mahasiswa seperjuangan PPKT selama di MTs Negeri Parung:
Yayah Fauziah, Ernawati, Yayan Afriani, Selli Mauludani, Aulia Nursyifa,
Hammam Nasrudin, Aa Saprudin, Ajami Solichin, dan Solehudin.
Semoga semua bantuan, bimbingan, ilmu, dan doa yang telah
diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka
meningkatkan mutu pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di negeri ini.
Jakarta, Agustus 2013
Penulis
Ikawati
-
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACK ................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5
C. Batasan Masalah.................................................................................. 5
D. Perumusan Masalah ............................................................................. 5
E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
BAB II KAJIAN TEORETIS
A. Landasan Teori ..................................................................................... 7
1. Pengertian Menulis .......................................................................... 7
2. Pengertian Karangan........................................................................ 8
3. Karangan Narasi .............................................................................. 13
4. Kedwibahasaan ............................................................................... 17
5. Analisis Kesalahan Berbahasa ......................................................... 18
6. Analisis Kesalahan Kosakata ......................................................... 20
7. Bahasa Betawi ................................................................................. 23
B. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 27
-
vi
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 30
B. Populasi dan Sampel ........................................................................... 30
C. Metode Penelitian................................................................................. 31
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 32
E. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 33
F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 33
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data ..................................................................................... 36
B. Interpretasi Data ................................................................................... 84
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................................. 87
B. Saran ..................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BIOGRAFI PENULIS
-
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Bella Safitri 37
Tabel 4.2 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Dini Hulia 39
Tabel 4.3 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Syifa Dwi 40
Tabel 4.4 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Syah Reza 43
Tabel 4.5 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Nurul Aini 45
Tabel 4.6 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Hany Hapita 48
Tabel 4.7 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Wafha Fauziah 50
Tabel 4.8 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Lailatul Qadariyah 51
Tabel 4.9 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Citra Jendagia 53
Tabel 4.10 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Nurruba Rahayu 55
Tabel 4.11 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Alfira Faila 56
-
viii
Tabel 4.12 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Julian Ramayanti 57
Tabel 4.13 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Peri Irawan 58
Tabel 4.14 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Mega Citra 59
Tabel 4.15 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Alvira Damayanti 59
Tabel 4.16 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Shipa Pauziah 62
Tabel 4.17 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Nurkamala 62
Tabel 4.18 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Nisfi Fadilah 64
Tabel 4.19 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Putri Dewi 67
Tabel 4.20 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Ida Laela 70
Tabel 4.21 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Windi Anggraini 74
Tabel 4.22 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Dinda Humairah 76
Tabel 4.23 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada
Karangan Narasi Amelia Agustin 78
-
ix
Tabel 4.24 Jumlah Kesalahan Penggunaan Kosakata
pada Karangan Narasi Siswa 79
Tabel 4.25 Persentase Jumlah Kesalahan Penggunaan
Kosakata pada Karangan Narasi Siswa 84
-
x
DAFTAR LAMPIRAN
1. Karangan Narasi Siswa
2. Angket Awal
3. Uji Referensi
4. Surat Bimbingan Skripsi
5. Surat Izin Penelitian
6. Surat Keterangan Sekolah
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi sebagai sarana pendukung ilmu dan
teknologi yang berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi
tersebut. Perkembangan bahasa itu akan terus berlanjut dengan perkembangan
budaya bangsa yang memilikinya karena bahasa sebagai sarana pendukungnya.
Bahasa juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat penutur. Bagi
masyarakat Indonesia bahasa mempunyai kedudukan dan fungsi di dalam
kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Secara umum sudah
diketahui bahwa bahasa berfungsi sebagai alat berkomunikasi, alat
mengidentifikasi diri, ataupun sebagai alat berinteraksi dalam masyarakat.
Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan
wujud bahasa itu, pengertian bahasa dapat dibatasi sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Indonesia sebagai bangsa yang multilingual, selain bahasa Indonesia yang
digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang tersebar di
seluruh kepulauan, besar maupun kecil, yang digunakan oleh para anggota
masyarakat bahasa daerah itu untuk keperluan berkomunikasi
antarmasyarakatnya. Dalam masyarakat multilingual yang gerakan mobilitasnya
tinggi, maka anggota masyarakatnya akan cenderung untuk menggunakan dua
bahasa atau lebih, baik sepenuhnya maupun sebagian, sesuai dengan
kebutuhannya.
Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar pada hakikatnya sudah
diajarkan sejak peserta didik berada pada jenjang pendidikaan usia dini, sekarang
lazim disebut dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai ke jenjang
Perguruan Tinggi. Walaupun demikian, tetap saja kekeliruan bahasa masih sering
terjadi bahkan berulang-ulang. Ketidakpahaman terhadap tata bahasa Indonesia
yang mengakibatkan orang-orang selalu melanggar aturan resmi yang telah
-
2
ditentukan oleh pemerintah. Selain itu, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan
bahasa adalah acuhnya masyarakat Indonesia terhadap aturan pemerintah tentang
tata bahasa. Keacuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tersebut sangat
dikhawatirkan dan disayangkan sekali, sebagai pengguna dan penutur asli bahasa
Indonesia dengan sengaja tidak memperhatikan kaidah bahasanya sendiri.
Kekhawatiran tersebut akan dianggap lazim bagi generasi penerus, dan ini
merupakan salah satu dampak negatif yang akan tersalur dalam pemikiran anak-
cucu bangsa.
Siswa sebagai insan terpelajar telah mendapatkan kesempatan seluas-
luasnya untuk mempelajari penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini
memiliki konsekuensi, bahwa mereka harus mampu menggunakan bahasa dalam
berbagai kepentingan yang bersifat resmi baik tulis maupun lisan. Penggunaan
ragam bahasa dalam bentuk lisan secara resmi atau formal dapat kita temukan
dalam kegiatan-kegiatan akademik, misalnya seminar pendidikan, presentasi,
pidato kenegaraan, dan lain-lain. Sementara penggunaan ragam bahasa tulis dapat
kita temukan pada tulisan-tulisan yang bersifat akademik, misalnya karya tulis,
skripsi, desertasi dan tesis. Contoh-contoh tersebut dapat ditulis dengan baik dan
benar sesuai dengan kaidah bahasa apabila penulisnya sudah terlatih dengan baik.
Pelatihan-pelatihan dapat dilakukan dengan cara membuat tulisan yang ringan
terlebih dahulu, misalnya menulis sebuah karangan.
Pengajaran bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang
menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan
menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tujuan akhir pengajaran bahasa adalah
kemampuan komunikatif, yaitu kemampuan penggunaan bahasa sesuai dengan
aturan penggunaan bahasa dan keadaan sosiolinguistik.
Kemampuan berbahasa memerlukan kosakata yang cukup. Dengan kata
lain, kosakata seseorang yang cukup kaya akan membantu keterampilan
berbahasanya. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara dengan lancar tanpa
mengetahui kosakata bahasa yang cukup. Penguasaan terhadap kosakata sangat
diperlukan oleh setiap pemakai bahasa, selain merupakan alat penyalur gagasan,
penguasaan terhadap sejumlah kosakata dan memperlancar informasi yang
-
3
diperlukan melalui komunikasi lisan maupun tulisan. Misalnya, seseorang yang
memiliki kemampuan dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan
setidaknya ia telah memiliki tingkat penguasaan kebahasaan yang cukup
memadai. Jika tidak, komunikasi yang dilakukan tidak akan berjalan lancar dan
sempurna.
Untuk mencapai tujuan itu, perhatian terhadap kosakata perlu
ditingkatkan. Namun demikian, harus disadari bahwa bangsa Indonesia terdiri atas
beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki perbendaharaan
kosakata bahasanya masing-masing.
Setiap bahasa memiliki kehalusan, kepelikan, keunikan, serta nuansa-
nuansa sendiri, maka wajarlah telaah kosakata yang dilakukan tidak hanya
memikirkan kata baru saja atau kata terkenal saja, tetapi yang terpenting justru
kata yang tepat. Namun, laju pengembangan bahasa Indonesia tidak terlepas dari
berbagai pengaruh, salah satunya dari bahasa daerah.
Adakalanya pengaruh bahasa daerah itu menimbulkan salah kaprah.
Kesalahan itu bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan kekacauan pemakai
bahasa. Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan itu perlu dianalisis.
Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu pengkajian terhadap
kesalahan yang dilakukan oleh pemakai bahasa (siswa) dalam berbahasa kedua
(B2). Dengan demikian, analisis kesalahan merupakan suatu alternatif praktis.
Analisis kesalahan memusatkan perhatian pada kesukaran-kesukaran yang paling
sering dihadapi oleh dwibahasawan.
Dalam menggunakan bahasa secara lisan maupun tertulis diharapkan
bahasa itu digunakan dengan terpilih dan tersusun. Jika penggunaan bahasa itu
terpilih dan tersusun, penggunaan bahasa itu dapat disebut karangan. Dalam hal
ini penulis akan membahas mengenai karangan narasi. Karangan narasi adalah
karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau
kejadian dalam suatu rangkaian waktu.
Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang sangat penting. Kegiatan
menulis, menuangkan konsep-konsep atau ide-ide ke dalam suatu tulisan yang
menggunakan kaidah-kaidah penulisan yang tepat sesuai dengan bentuk tulisan
-
4
yang akan dibuat. Kegiatan menulis menuntut siswa untuk dapat melahirkan
segala yang dirasakan, dikehendaki, dan dipikirkan penulis untuk dikemukakan
kepada orang lain. Selain itu, menulis merupakan proses keterampilan yang
bersifat kompleks karena kegiatan ini melibatkan seluruh tatanan bahasa, baik
tatanan fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, paragraf maupun wacana.
Dengan menguasai seluruh tatanan bahasa itu maka diharapkan akan diperoleh
hubungan yang logis antara penguasaan kebahasaan dan kemampuan mengarang.
Dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah,
mengarang merupakan salah satu materi yang diberikan dalam pelajaran menulis,
khususnya tentang menulis karangan. Banyak orang menganggap bahwa menulis
itu mudah dan tidak perlu dipelajari. Namun pada kenyataannya menulis itu tidak
mudah dan banyak hal yang harus diperhatikan dalam menulis, terutama menulis
karangan.
Di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Bogor sebagian besar
masyarakatnya ber-B1 bahasa Sunda dan ber-B2 bahasa Indonesia. Namun, lain
halnya di daerah Parung. Karena letaknya yang berbatasan dengan Kota Depok,
masyarakatnya pun banyak yang menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa
sehari-hari. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Betawi secara
bergantian meskipun lawan bicara mereka tidak mengerti atau tidak berlatar
belakang bahasa Betawi. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam
kaitannya dengan kesalahan berbahasa dalam pengajaran bahasa Indonesia yang
mungkin dilakukan oleh siswa yang berlatarbelakang bahasa Betawi dalam
berkomunikasi sehari-hari.
Penulis berasumsi bahwa siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi
akan banyak melakukan kesalahan berbahasa ketika ia membuat karangan dalam
bahasa Indonesia. Kesalahan itu dapat terjadi pada kategori linguistik seperti
ejaan, kosakata, morfologi, dan sintaksis.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul penelitian
Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang
Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap
Tahun Pelajaran 2012/2013.
-
5
B. Identifikasi Masalah
1. Dwibahasawan menggunakan B-1 dan B-2 secara bergantian dalam
percakapan sehari-hari.
2. Kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan siswa karena faktor
penggunaan dua bahasa secara bergantian.
3. Kesalahan dalam menulis karangan siswa terpengaruh oleh kesalahan
berbicaranya.
C. Batasan Masalah
Agar pembahasan lebih terarah dan tidak melebar, maka penulis
membatasi masalah penelitian yaitu pengklasifikasian tipe kesalahan dilakukan
berdasarkan kategori linguistik. Kategori linguistik yang diamati hanya kategori
kosakata.
Dalam hal ini penulis akan membicarakan masalah kesalahan penggunaan
kosakata hanya pada karangan narasi yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs
Negeri Parung yang berlatar belakang bahasa Betawi semester genap tahun
pelajaran 2012/2013.
D. Perumusan Masalah
Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak
terjadi kerancuan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan di
angkat dalam penelitian ini. Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut: Bagaimana kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi yang
dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun
pelajaran 2012/2013 sebagai dwibahasawan?.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal yang penting dalam kegiatan penelitian
ini. Sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti, maka dalam penelitian ini
penulis bertujuan menjelaskan data tentang kesalahan penggunaan kosakata pada
karangan khususnya karangan narasi oleh siswa yang berlatar belakang bahasa
Betawi.
-
6
F. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis adalah manfaat yang berhubungan dengan
pengembangan ilmu. Dengan adanya penelitian ini, manfaat bagi peneliti di
antaranya dapat meningkatkan kualitas ilmu pendidikan bahasa Indonesia
dan mampu mengaplikasikannya. Selain itu, peneliti dapat memahami
berbagai problematika yang terjadi dalam penggunaan kosakata pada
karangan narasi siswa dan dapat menemukan solusi yang berkaitan dengan
kesalahan penggunaan kosakata, serta dapat memberikan rekomendasi atas
hasil temuan yang kiranya dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah.
b. Manfaat Praktis
1) Siswa, diharapkan mendapat pengetahuan tentang kesalahan
menggunakan bahasa (kosakata) akibat pengaruh bahasa Betawi serta
dapat memperbaiki kesalahannya dalam menggunakan bahasa
(kosakata).
2) Guru, mampu membantu mengatasi kesalahan berbahasa siswa yang
ditimbulkan oleh pengaruh bahasa Betawi.
3) Peneliti, dapat menambah wawasan dalam penggunaan bahasa yang
baik dan benar, dan memperoleh gambaran tentang kesalahan berbahasa
yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam
berbahasa Indonesia.
-
7
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Landasan Teori
1. Pengertian Menulis
Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima
dari proses menyimak dan membaca. Jadi semakin banyak seseorang menyimak
atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk
diekspresikan secara tertulis.
Menurut Wallace dalam Hindun menulis merupakan sebuah proses kreatif
menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya, memberi
tahu, meyakinkan, menghibur. Menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa
adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan
pikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media
tulisan. Hasil dari proses kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan
atau karangan.1
Tarigan mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan
berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak
secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
produktif dan ekspresif.2 Pendapat lain diungkapkan oleh Nurudin bahwa menulis
adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan
gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar
mudah dipahami. 3
Definisi di atas mengungkapkan bahwa menulis yang baik adalah menulis
yang bisa dipahami oleh orang lain. Menulis merupakan salah satu keterampilan
berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tidaklah
terlalu berlebihan bila kita mengatakan bahwa keterampilan menulis merupakan
1 Hindun, Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah
Dasar, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2013), hlm.203 2 Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:
Angkasa Bandung, 2008), hlm. 3 3 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.4
-
8
suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Keterampilan
menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan
praktik yang banyak dan teratur.
2. Pengertian Karangan
Untuk memulai mengembangkan diri agar dapat mengarang suatu tulisan
apapun, seorang penulis perlu terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian
karangan. Sebelum merumuskan pengertian karangan, perlu diketahui terlebih
dahulu makna kata mengarang. Mengarang berarti menyusun atau merangkai.
Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis.
Cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang
berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai
benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi dan bahasa, lama-kelamaan
timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai kalimat,
kemudian jadilah dengan apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang
merangkai atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai, tetapi
penyusun atau pengarang untuk membedakannya misalnya dengan perangkai
bunga. Mengingat karangan tertulis juga disebut tulisan, kemudian sebutan
penulis untuk orang yang menulis karangan.4
Mengarang adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa,
kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu untuk
memperoleh hasil akhir berupa (bandingkan dengan pekerjaan merangkai bunga
dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga).5
Karangan berarti merupakan hasil dari proses mengarang, baik dalam
menyusun ataupun merangkai. Sesuai pembahasan mengarang di sini dapat
diartikan menyusun atau merangkai kata-kata hingga menjadi suatu kalimat,
paragraf, bahkan menjadi sebuah cerita. Wibowo menyebutkan bahwa karang-
mengarang adalah suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam
tulisan, karena disampaikan secara resmi atau teratur, berarti karang-mengarang
4 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan
Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.233 5 Ibid, hlm.234
-
9
memiliki mekanisme yang mau tak mau, mesti kita pahami secara sungguh-
sungguh.6 Karang - mengarang di sini merupakan proses penyampaian ide pikiran
dari pengarang. Proses penyampaian ide tersebut dilakukan dalam bentuk tulisan
secara teratur hingga menjadi sebuah karangan. Karangan itulah yang dapat
mewakili ide pikiran dan perasaan dari pengarang.
Menurut Lado dalam Wibowo, mengarang adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang
dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang
grafik tersebut asalkan mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.7 Selain
karangan dapat menerangkan ide pikiran pengarang, karangan juga dapat
menggambarkan suatu hal yang ingin disampaikan pengarang, baik itu berupa
gambar, grafik, dll, sehingga karangan juga dapat mewakili pengarang dalam hal
apapun.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa karangan adalah seluruh rangkaian perbuatan seseorang dalam
mengolah gagasan, pikiran, dan perasaan yang dituangkan melalui bahasa tulis
kepada pembaca untuk dipahami.
Jenis-jenis Karangan
Bentuk penyampaian pikiran dan perasaan kepada orang lain dengan
melalui dua bentuk komunikasi yaitu secara lisan dan tulisan. Mengarang adalah
pengungkapan pikiran dan perasaan melalui tulisan. Karangan dapat dibedakan
melalui berbagai sudut pandang. Tentang jenis karangan berdasarkan isinya,
karangan dapat digolongkan atas karangan bahasan, karangan lukisan, dan
karangan drama.
Berdasarkan penyajian dan tujuan penyampaiannya karangan dapat
digolongkan atas lima jenis, yaitu:
a) Karangan Deskripsi (lukisan)
6 Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa Pengorganisasian Karangan pragmatik dalam
Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003),hlm.56 7Ibid, hlm.56
-
10
Karangan deskripsi adalah karangan yang lebih menonjolkan aspek
pelukisan sebuah benda sebagaimana adanya. Hal ini sesuai dengan asal
katanya, yaitu describere (bahasa Latin) yang berarti menulis tentang,
membeberkan sesuatu hal, melukiskan sesuatu hal.8 Suparno dan Yunus
mengemukakan bahwa karangan deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang
melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca
dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang
dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya.9
Menulis deskripsi juga bisa dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti
bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya.penggambaran itu mengandalkan
pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus
didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat.10
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan karangan deskripsi adalah
karangan yang isinya melukiskan tentang suatu hal secara objektif dengan
menggunakan kata-kata yang dapat membangkitkan khayalan, dan pengarang
harus bisa melukiskan apa yang diindra dan dirasakan dalam wujud kalimat-
kalimat.
b) Karangan Narasi (kisahan)
Istilah narasi (berasal dari narration = bercerita). Karangan narasi adalah
suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan
tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis
atau yang berlangsung dalam satu kesatuan waktu.11
Narasi adalah suatu bentuk karangan atau wacana yang mengisahkan atau
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian waktu.
Dengan pengisahan peristiwa ini penulis berharap dapat membawa pembaca
8 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan
Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.244 9 Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2006), hlm.4.6 10
Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.60 11
Op cit. hlm.95
-
11
kepada suatu suasana yang memungkinkannya seperti menyaksikan atau
mengalami sendiri peristiwa itu.12
Dari kedua pendapat di atas, penulis simpulkan bahwa karangan narasi
adalah karangan yang isinya menggambarkan suatu peristiwa yang telah terjadi
dengan sejelas-jelasnya.
c) Karangan Eksposisi (paparan)
Kata eksposisi yang dipungut dari kata bahasa Inggris exposition
sebenarnya berasala dari kata bahasa Latin yang berarti membuka atau
memulai. Memang karangan eksposisi merupakan wahana yang bertujuan
untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.13
Pendapat lain yang diungkapkan oleh Sudarno dan Rahman bahwa
eksposisi adalah karangan yang memberikan informasi, penjelasan, atau
laporan kepada pembaca. Termasuk ke dalamnya tulisan yang menerangkan
proses.14
Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau
proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan menafsirkan gagasan,
menerangkan bagan atau tabel, atau mengulas sesuatu.15
Dari kedua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
dimaksud karangan eksposisi adalah karangan yang menguraikan,
menerangkan dan bertujuan memaparkan suatu objek dengan tujuan
memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang.
d) Karangan Argumentasi (alasan)
Karangan argumentasi adalah karangan yang bertujuan untuk meyakinkan
pembaca agar menerima atau mengambil doktrin, sikap, dan tingkah laku
tertentu.16
Sedangkan menurut Nurudin karangan argumentasi biasanya
bertujuan untuk meyakinkan pembaca, termasuk membuktikan pendapat atau
12
Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.3 13
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa,, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2008), hlm.246
14 Sudarno dan Eman A. Rahman, Kemampuan Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, (Jakarta: PT. Hikmat Syahid Indah, 1986), hlm.174 15
Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.67 16
Op cit, hlm.250
-
12
pendirian dirinya. Bisa juga untuk membujuk pembaca agar pendapat penulis
dapat diterima.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan
argumentasi adalah karangan yang isinya terdiri dari alasan-alasan untuk
membuktikan dan meyakinkan tentang sesuatu hal agar pembaca berbuat atau
mengambil suatu sikap, sehingga nantinya pembaca sependapat dengan
pengarang.
e) Karangan Persuasi (membujuk)
Menurut Suparno dan Yunus karangan persuasi adalah karangan yang
berisi paparan berdaya -bujuk, berdaya ajuk, ataupun berdaya himbau yang
dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti
himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis.17
Dengan
kata lain, persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain lewat
bahasa.
Senada dengan pendapat di atas, Finoza juga mengemukakan bahwa
karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya,
yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomnikasikan yang mungkin berupa
fakta, suatu pendidrian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan
seseorang.18
Karena persuasi bertujuan agar pendengar atau pembaca melakukan
sesuatu maka persuasi termasuk ke dalam cara-cara untuk mengambil
keputusan. Orang yang menerima persuasi harus yakin bahwa keputusan yang
diambilnya merupakan keputusan yang benar dan bijaksana yang dilakukan
tanpa paksaan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karangan persuasi
bertujuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain serta para pembaca
agar melakukan sesuatu hal yang dikehendaki oleh orang yang melakukan
persuasi.
17
Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.5.47
18Op cit, hlm.253
-
13
3. Karangan Narasi
1) Pengertian Karangan Narasi
Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan
sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai suatu peristiwa yang terjadi.
Pengertian tersebut menegaskan bahwa narasi berusaha untuk menjawab apa yang
terjadi. Narasi merupakan bentuk karya tulis yang umum dijumpai. Menarasikan
berarti menceritakan atau mengisahkan.
Menurut Keraf, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang
terjadi.19
Jadi, narasi berusaha menjawab pertanyaan apa yang terjadi?.
Pertanyaan tersebut digambarkan secara lengkap dengan urutan peristiwa
berdasarkan waktu dan tempat. Sedangkan menurut Nurudin narasi adalah
bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak
tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang
berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu.20
Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Namun, narasi
juga bisa ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pengamatan, dan
wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun
berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi selalu ada
tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa yang diceritakan.
Dengan kata lain, narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,
mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah
peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung urut dalam suatu kesatuan
waktu.
Karakteristik Karangan Narasi
Karangan narasi berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut
urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau
serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu.
19
Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.136
20 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm. 71
-
14
Dengan kata lain, karangan semacam ini hendak memenuhi keingintahuan
pembaca yang selalu bertanya, Apa yang terjadi?
Unsur penting yang membedakannya dengan dari deskripsi, karangan
narasi mengandung unsur utama berupa unsur perbuatan dan waktu. Keduanya
dalam tata keutuhan tempat dan waktu. Jika ingin menulis karangan narasi, maka
peristiwa atau kejadian yang sudah dikumpulkan disusun beruntun sehingga
menjadi serangkaian peristiwa yang menarik.
Hal terpenting yang harus diingat dalam mengarang narasi ialah: (1)
walaupun khayal atau berimajinasi, kita tidak boleh sesuka hati menciptakan
cerita. Tokoh harus bertindak wajar sesuai dengan watak dan kepribadian yang
diberikan, (2) harus berlogika, kalau tidak cerita akan kacau atau sukar
dimengerti.21
Contoh karangan narasi:
S menuturkan, siang itu tanggal 26 Mei 1985, ia sedang bersembahyang
di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh. Puluhan orang
berhamburan keluar lewat pintu gerbang Rutan Salemba. Laki-laki yang
belum menerima vonis itu ikut keluar.
Belum sampai satu kilometer dari Rutan, ia singgah di sebuah warung
kecil karena melihat dua buronan lainnya ada di situ. Salah seorang temannya
itu memberinya uang Rp. 2000,00 dan menyuruhnya segera pergi. Dengan
bekal tersebut, S naik bajaj ke rumah seorang kenalannya di Tanah Abang,
Jakarta Pusat.
Harapannya untuk mendapat perlindungan di rumah kenalannya menjadi
sirna, ketika kenalannya itu mengetahui bahwa seharusnya S masih
mendekam di dalam tahanan. S disuruh pergi dari rumah itu. Buronan ini
kemudian berkeliaran di kawasan pelacuran Bongkaran Tanah Abang. Tiga
hari pertama saya selalu merasa diawasi dan curiga kepada siapa saja,
ujarnya. S sempat ditanyai oleh seorang warga Bongkaran yang merasa
curiga. S mengaku bernama N, dan menceritakan bahwa ia sedang terlantar di
Jakarta. Kemudian ia berhasil berkenalan dengan salah seorang warga
Bongkaran itu dan menetap di sana selama lebih kurang dua minggu.
Tetapi rasa takut terus melecutnya, Suwardi ingin lari ke luar Jakarta.
Lewat kenalannya di Bongkaran, S menitipkan surat kepada seorang teman
dekatnya di Jatinegara. Teman dekatnya ini memberinya uang Rp. 5000,00.
Dengan bekal ini S pulang ke kampung halamannya di Sukakilo, Pati, Jawa
Tengah. Beruntung tidak ada keluarga atau tetangga yang mengetahui
pelariannya. S tinggal di kampungnya selama sembilan bulan.
21
Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.4.31
-
15
Tiba-tiba ada seorang tetangganya pulang dari daerah transmigrasi di
Kecamatan Ipuh, Bengkulu Utara. Tetangganya akan kembali lagi ke
Bengkulu Utara. S yang sudah merasa aman di desanya ini, mencium peluang
emas untuk ikut pergi ke daerah transmigrasi, sekaligus mengubur masa
lalunya dan masa depan yang baru.
Selang beberapa waktu kemudian, S memang mendarat di Bengkulu dan
menuju kawasan transmigrasi di bagian Utara. Ia mulai menghirup udara
kebebasan di sebuah daerah terpencil dan mulai bergulat dengan sebuah
babak baru kehidupan. Ia ingin hidup sebagai petani.
Tetapi hukum dan kebebasan kadang-kadang nampak paradoks. Sementara
itu, satu tim reserse Polres Jakarta Pusat yang dipimpin Capa D meluncur
dalam sebuah tugas perburuan ke Jawa Tengah, menangkap seorang
tersangka pencuri emas. Hamba hukum ini juga mengetahui alamat S di
Sukakilo. Petugas memburu ke Sukakilo, tetapi S sudah berangkat ke
Bengkulu Utara. Dari bengkulu, hamba hukum ini melanjutkan perburuannya
ke Kecamatan Ketahun Ipuh, 160 kilometer dari Bengkulu. Mereka sampai di
sana pukul 02.00 Minggu, dini hari. Paginya mereka menuju ke tempat yang
diperkirakan S bersembunyi. Namun hasilnya nihil. Diperoleh keterangan S
bekerja di sebuah ladang di desa Karangpulo, sekitar 47 kilometer dari
Ketahun Ipuh.
Kedua hamba hukum ini pun melanjutkan perburuannya ke desa
Karangpulo, dengan membawa seseorang yang kenal betul dengan S. Sekitar
pukul 09.00 pagi hari Minggu, kendaraan yang ditumpangi reserse ini
memperlambat jalannya, ketika tiga orang laki-laki melangkah dari arah yang
berlawanan. Salah seorang di antaranya dikenal sebagai S. Dua anggota
reserse itu langsung meloncat ke luar dari dalam mobilnya. Jangan
bergerak, ancam Capa D sambil mengacungkan pistolnya. Bumi tempat S
berpijak serasa runtuh. Buronan yang masih memanggul cangkul sepulang
dari ladang itu, menyerah. Dengan mobil, S dibawa kembali ke Jakarta dan
tentu kembali menjadi penghuni Rutan Salemba.
(Diedit dari Kompas, 2 April 1986)22
2) Jenis-jenis Karangan Narasi
Karangan narasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu narasi
ekspositoris dan narasi sugestif.
a. Narasi Ekspositoris
Narasi ekspositoris bertujuan memberi informasi pada pembaca agar
pengetahuannya bertambah luas. Artinya, narasi ini berusaha menggugah
pembaca agar mengetahuai apa yang dikisahkan. Narasi ini mempersoalkan tahap-
tahap kejadian dan rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca. Contoh
22
Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.5
-
16
narasi ekspositoris antara lain kisah perjalanan, otobiografi, kisah perampokan,
dan cerita tentang pembunuhan.
Narasi ekspositoris bisa dibagi menjadi dua yakni bersifat generalisasi dan
khusus. Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang
menyampaikan suatu proses umum dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan dapat
dilakukan berulang-ulang. Kemahiran menjadi tujuan utama narasi sifat ini.
Misalnya adalah narasi yang menceritakan bagaimana membuat pisang goreng.
Narasi ini memberikan tahap-tahap pembuatan pisang goreng sampai menjadi
pisang goreng siap makan. Semua orang bisa melakukannya asal dilakukan sesuai
petunjuk dan berulang-ulang dipraktikkan.
Sementara itu, narasi ekpositoris yang bersifat khusus adalah narasi yang
berusaha menceritakan suatu peristiwa yang kha, yang hanya terjadi satu kali saja.
Peristiwa tersebut tentu saja tidak bisa diulang-ulang, karena merupakan
pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Misalnya, pengalaman
seseorang yang baru saja pergi ke luar negeri, yang tidak mungkin diulang karena
dikisahkan dalam sebuah narasi yang bersifat khusus
b. Narasi Sugestif
Narasi ini berkaitan dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam
suatu kejadian. Seluruh rangkaian peristiwanya berlangsung dalam suatu kesatuan
waktu. Tujuannya bukan utuk memperluas pengetahuan pembaca tetapi usaha
memberi makna atas kejadian yang disampaikan. Maka, narasi sugestif bertujuan
untuk menimbulkan daya khayal atau mampu menyampaikan makna kepada
pembaca melalui daya khayalnya. Pembaca diharapkan mampu menarik suatu
makna baru di luar apa yang diungkapkan secara ekplisist (sesuatu yang tersurat
mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak), sementara itu makna
baru adalah sesuatu yang tersirat. Semua objek dipaparkanm sebagai suatu
rangkaian gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke
waktu. Makna yang baru akan jelas dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca,
karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu. Contoh tulisan narasi sugestif adalah
novel dan cerpen.
-
17
4. Pengertian Kedwibahasaan
Dilihat dari jumlah bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat
bahasa, ada masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa dan ada
masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih.
Zaman yang terus maju, ilmu pengetahuan tentang masalah kebahasaan
pun turut berkembang. Pengertian kedwibahasaan sebagai salah satu gejala
kebahasaan turut pula berkembang. Kedwibahasaan adalah istilah yang
pengertiannya bersifat nisbi (relatif). Kenisbian tersebut terjadi karena batas
seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu bersifat arbitrer.
Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama
baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh
pembicara asli.23
Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat
Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang.
Hal itu merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan
kita yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika.
Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia di
sebut juga kedwibahasaan. Dalam sosiolinguistik, secara umum bilingualisme
diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam
pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.24
Senada dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya, Ohoiwutun
mengemukakan bahwa penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau
suatu masyarakat dinamai bilingualisme atau kedwibahasaan.25
Kedwibahasaan
adalah kebiasaan penggunaan dua bahasa atau lebih dalam suatu masyarakat
bahasa. 26
According to Dornyei bilingualism that defines the term as the ability
23
Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV Diponegoro, 1984), hlm.26
24 Abdul Chaer, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 84
25 Paul Ohoiwutun, Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan
Kebudayaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 1997), hlm.66 26
Abdul Syukur Ibrahim dan Suparno, Sosiolinguistik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.3.9
-
18
to produce complete meaningful utterances in two language.27
yang artinya
kemampuan menghasilkan keseluruhan makna dalam dua bahasa.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan
merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau masyarakat
secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa, tentunya seseorang
harus menguasai kedua bahasa tersebut terlebih dahulu.
5. Analisis Kesalahan Berbahasa
a. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa
Manusia sebagai makhluk Tuhan tidak akan lepas dari kesalahan. Setiap
kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara kelompok maupun individu
selalu mengandung dua risiko. Pertama, risiko kebenaran dan kedua resiko
kesalahan. Namun, pada hakikatnya kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan
itu harus dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali.
Setiap manusia baik itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa, dalam
kegiatan berkomunikasi baik lisan maupun tulis setiap hari menggunakan bahasa.
Dalam berkomunikasi, siswa terkadang atau sering melakukan kesalahan.
Istilah kesalahan yang dipergunakan dalam buku ini adalah
padanan dari kata errors dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris
sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara lain: mistakes dan goofs.
Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, di samping kata kesalahan
kita pun mengenal kata kekeliruan dan kata kegalatan.28
Dalam kegiatan berbahasa yang terdiri dari empat kegiatan berbahasa yaitu
menyimak, membaca, menulis, dan berbicara tidak lepas dari kesalahan-
kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan tentu berhubungan dengan masalah-
masalah kebahasaan pula. Di dalam kegiatan berbahasa, khususnya menulis,
kesalahan-kesalahan mengenai penggunaan kosakata, tanda baca, ejaan, dan
pilihan kata banyak dilakukan oleh penulis.
27
Zoltan Dornyei, The Psychology of Second Language Acquisition, (New York: Oxford ,
2009), hlm.15 28
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1988), hlm.142
-
19
Seseorang melakukan kesalahan berbahasa disebabkan oleh dua
kemungkinan. Pertama pengarang benar-benar tidak tahu bahwa yang ditulisnya
itu salah, kedua melakukan kesalahan berbahasa, walaupun sebenarnya pengarang
tahu bahwa hal itu salah, tetap saja ia melakukannya. Pada sebab kesalahan
pertama harus diberitahu mengenai kesalahan yang dilakukan oleh pengarang,
mana yang benar dan salah, sedangkan pada sebab kesalahan kedua pengarang
harus diberi tahu dan diperbaiki agar mendapatkan bahasa Indonesia yang baku.
Banyak pakar kebahasaan yang tertarik pada analisis kesalahan dan
mereka mengkhususkan diri pada bidang ini. Ada di antara mereka yang telah
memberi batasan dan pengertian mengenai analisis kesalahan yaitu antara lain:
Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh
para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar,
pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut,
pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-
sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.29
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Yulianto dan Mintowati bahwa analisis
kesalahan merupakan suatu prosedur. Sebagai suatu prosedur terdapat langkah-
langkah yang harus ditempuh oleh peneliti dan guru bahasa saat menghadapi
sejumlah contoh kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.30
Telah berulang-ulang dijelaskan bahwa analisis kesalahan pada mulanya
hanya untuk menganalisis penyimpangan penggunaan bahasa Inggris, terutama
dalam kedudukan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Namun
ide, teknik dan teori yang mendasari analisis kesalahan kiranya dapat diterapkan
untuk pengembangan bahasa Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan
pengajaran bahasa Indonesia.31
Dari batasan yang dikemukakan oleh dua ahli di atas dapat ditarik
kesimpulan mengenai analisis kesalahan yaitu:
29
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm. 170
30 Bambang Yulianto dan Maria Mintowati, Analisis Kesalahan Berbahasa, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2009), hlm.2.5 31
Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, (Flores: Nusa Indah, 1989), hlm.108
-
20
Suatu prosedur yang digunakan peneliti untuk pengumpulan sampel,
pendeskripsian, pengklasifikasian, pengevaluasian, serta merupakan bentuk
penyimpangan wujud bahasa yang menghambat kelancaran komunikasi.
b. Jenis-jenis Kesalahan Berbahasa
Kesalahan berbahasa atau language errors memang beraneka ragam
jenisnya dan dapat dikelompok-kelompokkan dengan berbagai cara sesuai dengan
cara seseorang memandangnya. Dengan perkataan lain, setiap sudut pandang
menghasilkan pengelompokkan tertentu.
Ada pakar yang membedakan jenis-jenis kesalahan berbahasa atas dua
jenis, yaitu:
1). Kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan
kekurangan perhatian, yang oleh Chomsky disebut faktor performansi. Faktor
performansi ini, merupakan kesalahan penampilan, dalam beberapa
kepustakaan disebut mistake.
2). Kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-
kaidah bahasa, yang disebut oleh Chomsky sebagai faktor kompetensi,
merupakan penyimpangan-penyimpangan sistematis yang disebabkan oleh
pengetahuan pelajar yang sedang berkembang mengenai sistem B2 (bahasa
kedua) disebut errors32
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
kesalahan berbahasa disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan
kekurangan perhatian serta kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah
bahasa. Selain itu, kesalahan berbahasa dapat ditinjau dari segi penyebab dan dari
segi kebahasaan.
6. Analisis Kesalahan Kosakata
a. Pengertian Kosakata
Setiap penutur bahasa memiliki sejumlah kosakata. Dengan sejumlah
kosakata yang dimilikinya, penutur bahasa tersebut dapat menunjukkan
32
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm.143
-
21
kemahiran berbahasanya karena kemahiran berbahasa seseorang ditentukan oleh
sejumlah kosakata yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosakata yang
dikuasainya semakin leluasa pula dia menetukan kata-kata yang tepat pada saat
berbahasa.
Untuk memberikan gambaran lebih jelas berikut ini penulis kemukakan
beberapa pendapat para ahli tentang pengertian kosakata.
Kosakata adalah perbendaharaan kata.33
Pendapat lain tentang kosakata
yang dikemukakan Keraf yaitu kesatuan-kesatuan arus ujaran yang mengandung
suatu makna.34
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Zainuddin bahwa kosakata
adalah sebuah kata atau kelompok kata untuk mewakili suatu nama, sifat, bentuk
dan jenis benda.35
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata
merupakan perbendaharaan kata atau kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu
bahasa yang mengandung suatu makna. Jadi seseorang yang perbendaharaannya
sedikit akan memiliki wawasan yang sempit dalam berkomunikasi dan tidak akan
terampil menggunakan bahasanya. Artinya, apa yang terlintas dalam pikirannya
itu tidak bisa diungkapkan dengan bahasa yang tepat seperti yang diinginkan,
karena ia tidak memiliki wawasan yang cukup untuk mengungkapkan apa yang
dipikikannya itu. Dengan demikian, penguasaan kosakata yang banyak sangat
menguntungkan kita dalam belajar, bahkan dalam kehidupan sehari-hari dalam
berkomunikasi.
b. Analisis Kesalahan Kosakata
Pemakai bahasa sudah sepatutnya menggunakan kosakata yang
dikuasainya dengan tepat. Penggunaan kosakata yang tepat akan menghasilkan
tulisan yang enak dibaca. Sebaliknya, jika penggunaan kosakata tidak tepat,
tulisan atau pembicaraan tidak mustahil akan membingungkan pembaca atau
pendengarnya, akibat pemilihan kata yang kurang tepat, kalimat menjadi samar-
33
Pusat Pembinaan dan Pengembangna Bahasa, KBBI, (DP & K: Balai Pustaka, 2008), hlm.736.
34 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm.15
35 Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Melton Putra, 1992),
hlm.86
-
22
samar atau bahkan menggelikan. Ada juga pemilihan kata yang tidak tepat yanag
masih dapat dipahami oleh orang lain, tetapi dari segi kaidah bahasa kata yang
dipilihnya tidak termasuk kata yang baku.
Dalam kaitan inilah, pemilihan kata itu dilakukan dengan cermat, agar
kalimat yang disusun dapat dicerna dan dipahami pembaca atau pendengar. Pada
umumnya bangsa Indonesia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
berbahasa daerah. Oleh karena itu, janganlah heran apabila bahasa daerah sebagai
bahasa pertama besar pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia.
Bahasa daerah itu telah memperkaya bahasa Indonesia, bahkan telah
menyerap ke dalam berbagai unsur kebahasaan, seperti: fonologi, morfologi,
sintaksis, serta kosakata yang tidak sedikit jumlahnya.
Kontak bahasa Indonesia dengan bahasa derah tentu tidak terhindar dari
kesalahan. Tidak semua kosakata bahasa daerah dapat secara langsung digunakan
dalam bahasa Indonesia.
Sering tidak disadari bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan bukanlah
bahasa Indonesia yang murni, melainkan bahasa Indonesia yang sudah
dipengaruhi oleh bahasa daerah. Pengaruh itu bermacam-macam, ada pengaruh
makna kata, pengaruh bentukan kata, dan ada pula pengaruh struktur kalimat.
Kesalahan kosakata termasuk ke dalam kesalahan leksikon, yaitu kesalahan
memakai kata yang tidak atau kurang tepat.36
Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
kesalahan kosakata dapat dikelompokkan atas: pengaruh kata, pengaruh struktur
kata, pengaruh struktur frase dan pengaruh struktur klausa dan kalimat, serta
kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.
c. Evaluasi Kesalahan Kosakata
Evaluasi pendidikan dan pengajaran dilakukan untuk mengumpulkan
informasi tentang kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal
itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi dilakukan
secara langsung pada objek penelitian melalui karangan narasi siswa.
36
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa
Bandung, 1988),hlm.198
-
23
Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui
kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa
Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu tes dan angket.
1) Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat
yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok.37
Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut dilakukan
setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang digunakan
adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan membuat
karangan narasi.
2) Angket
Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa
secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan
kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai
dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan
data.
Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran.
Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan
sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan
jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan.
Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.
7. Bahasa Betawi
Pembicaraan mengenai bahasa Betawi, sama halnya seperti pembicaraan
mengenai bahasa Indonesia. Bahasa Betawi dan bahasa Indonesia lahir dari
bahasa Melayu. Pembicaraan mengenai bahasa Indonesia sama halnya dengan
membicarakan bahasa Melayu. Muhadjir mengungkapkan bahwa bahasa
37
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5
-
24
Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 diangkat dari
bahasa Melayu. 38
Pada hakikatnya, bahasa Indonesia bersumber dari bahasa
Melayu yang telah dipakai bertahun-tahun lamanya. Bahasa Melayu pada saat itu
telah dipakai sebagai lingua-franca oleh antarsuku baik dalam lisan maupun dalam
tulisan. Bahasa Melayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. Masyarakat
yang mula-mula memakai bahasa Melayu sebagai lingua-franca, kemudian
dibebani tugas yang tak mudah yaitu mengganti bahasanya dengan bahasa
Indonesia. Perubahan bahasa seperti ini membuat bahasa Melayu masih tetap
dipakai oleh sekelompok masyarakat sebagai percakapan sehari-hari, khususnya
di daerah Jakarta.
a. Wilayah Bahasa dan Budaya Betawi
Dari segi sejarah kependudukan kota ini, masyarakat asli Jakarta terbentuk
dari berbagai macam suku yang datang dari luar Jakarta, yang bersama-sama
meninggalkan identitas asalnya dan bersama-sama membentuk etnis baru, Kaum
Betawi, kurang lebih sama halnya seperti masyarakat Betawi tersebut, penghuni
kota metropolitan Jakarta dewasa ini juga terbentuk oleh masyarakat pendatang
dari berbagai wilayah di luar Jakarta, dan bersama anak Betawi membentuk
masyarakat Jakarta modern dengan menggunakan bahasa yang berakar pada
bahasa Betawi.
Lengkapnya wilayah persebaran bahasa Melayu Betawi menurut Muhadjir
adalah sebagai berikut:39
a) Di seluruh wilayah administratif DKI Jakarta yang tersebar dalam 30
Kecamatan.
b) Di luar wilayah DKI Jakarta, terdapat di:
Kabupaten Tangerang, yakni di kecamatan-kecamatan: Mauk, Sepatan,
Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren, Ciputat, dan
Serpong.
38
Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm.102
39Ibid , hlm.56
-
25
Kabupaten Bogor, yakni di kecamatan-kecamatan: Gunung Sindur, Parung
Sawangan, Bojong Gede, Semplak, Cibinong, Pancoran Emas Sukma
Jaya, Beji, dan Cimanggis.
Kabupaten Bekasi, yakni di kecamatan-kecamatan: Pondok Gede, Jati
Asih, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bantar
Gedang, Setu, Tambun, Cibitung, Cikarang, Sukatani, Tambelang,
Pabayuran, Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya, dan Babelan.
b. Ciri Khas Bahasa Betawi
1. Ciri Tata Ucap
Untuk memudahkan pembahasan tentang ciri-ciri khas bahasa Betawi,
yaitu membandingkannya dengan ciri-ciri tata ucap bahasa Indonesia.
Ciri 1: Kata-kata ap, an, ay, gil bila diucapkan dalam bahasa Indonesia
sama dengan apa, ana, aya, gila. Selain itu bahasa Betawi tidak mengenal
vokal rangkap atau diftong ai, au. Dengan demikian kata-kata yang dalam
bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan
dengan dan o. Kata-kata seperti pantai, cerai, atau pulau dan tembakau,
diucapkan sebagai pant, cer, pulo dan tembako.
Ciri 2: Kaidah kedua adalah kata-kata yang berakhir dengan konsonan h dalam
bahasa Indonesia, dalam bahasa Betawi diucapkan tanpa h.demikian misalnya
kata-kata seperti darah, merah, sebelah, salah, tengah, dalam bahasa Betawi
menjadi dar, mer, sal, teng.
Ciri 3: Seperti dapat dilihat pada beberapa contoh yang sudah disebut, salah
satu ciri bahasa Betawi adalah terjadinya pemenggalan kata atau bunyi awal.
Seperti terjadi pada beberapa contoh, say diucapkan ay, sam sering
diucapkan am.
2. Ciri Morfologis
Ciri yang menonjol dalam bidang pembentukan kata adalah:
(1) Awalan kata kerja prenasal
-
26
Kata-kata kerja yang dalam bahasa Indonesia berbentuk me- dalam
bahasa Betawi hanya berupa nasal yang mengawali bentuk dasar. Kata kerja
seperti pukul, bakar, kuny kunyah, ganggu menjadi kata kerja mukul,
mbakar, nguny, dan nganggu, yang sejajar dalam bahasa Indonesia memukul,
membakar, mengunyah, dan mengganggu.
(2) Awalan ber-
Bentuk awalan itu pun mempunyai ciri khas. Hampir dalam semua
bentuk dasar tidak pernah muncul utuh ber-, melainkan selalu hanya berbentuk
be- seperti bebisik untuk berbisik, bejalan berjalan, bejanji berjanji,
betemen berteman, dan sebagainya.
(3) Akhiran in
Dalam bahasa Indonesia terdapat dua akhiran i dan kan yang sama
artinya dengan akhiran dalam bahasa Betawi yaitu in. Kata-kata Indonesia
mendatangi, menyembunyikan, mengambilkan, menjahitkan, dalam bahasa
Betawi adala: ndatangin, ngumpetin, ngambilin, dan ngejaitin.
(4) Akhiran an
Akhiran sama bentuknya dengan bahasa Indonesia, tetapi
penggunaannya di Jakarta cukup khas. Dalam bahasa Betawi akhiran itu bisa
menyatakan lebih bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva, seperti
cepetan, tinggian, baikan, lebih cepat, lebih tinggi, lebih baik.
(5) Bentuk kata ulang
Dalam bahasa Indonesia terdapat dua bentuk ulangan kata: ulangan kata
penuh, seperti laki-laki, beramai-ramai dan ulangan suku awal seperti lelaki
atau tetangga. Dalam bahasa Indonesia kehadiran bentuk ulang yang kedua
sangat terbatas. Tetapi dalam bahasa Betawi, sekalipun tidak seproduktif
seperti dalam bahasa Sunda, jumlah contoh bentuk ulang yang kedua tampak
lebih banyak, seperti tetamu tamu, gegares makan, bebenah memberes-
bereskan, gegaruk garuk-garuk, sesenggukan tersengguk-sengguk.
(6) Awalan maen dan kej
-
27
Frasa kata kerja dengan maen tampaknya juga khas Betawi seperti
terdapat dalam maen pukul, maen ambil, maen tubruk, yang berarti melakukan
pekerjaan secara sembarangan, semaunya sendiri.
Model pembentukan kata itu juga terdapat dengan awalan kej atau
kerja (pinggiran) seperti terdapat dalam kej ketawa, membuat orang tertawa
kej mare menyebabkan marah.
3. Ciri Sintaksis
Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya
berbagai kata partikel kalimat seperti si(h), kek, dong, deh, dan sebagainya.
a. Lu ud nggak kenal langgar sih
Kau tidak lagi mengenal musalla
b. Tapiny bilang dulu am si Miun dong y
Tetapi bicarakan dulu dengan si Miun, ya
c. Nyai kek perawan sini kek
(Tidak peduli), apakah Nyai atau gadis dari sini
d. Belon pulang kok delmanny ada di blakang
Dia belum pulang, mengapa delmannya sudah ada di belakang
B. Penelitian yang Relevan
Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah menelusuri beberapa
hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang
penulis lakukan ini. Penelitian terdahulu akan dipaparkan sebagai berikut:
Maidatussalamiyah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul
skripsi Analisis Kesalahan Diksi dalam Paragraf Deskripsi Siswa Kelas X
Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2011/2012.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa
simpulan yaitu kesalahan yang dilakukan siswa dalam paragraf deskripsi pada
penggunaan kata tidak baku, kesalahan diksi pada penggunaan kata ciptaan
-
28
sendiri, penggunaan kata yang bersinonim, penggunaan idiomatik, penggunaan
kata asing, penggunaan kata yang bermakna denotasi atau konotasi, dan
penggunaan kata yang berhubungan dengan panca indra. Kesalahan yang paling
banyak dilakukan siswa Kelas X Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat adalah
kesalahan yang disebabkan oleh penggunaan kata ciptaan sendiri.
Adapun perbedaan penelitian Maidatussalamiyah dengan skripsi ini yaitu
kesalahan yang diteliti adalah kesalahan diksi di dalam karangan deskripsi siswa,
sedangkan kesalahan yang penulis teliti adalah kesalahan pada penggunaan
kosakata dalam karangan narasi siswa.
Lieza Yanti mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Interferensi
Bahasa Betawi Pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Miftahul Falah Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bentuk-bentuk
interferensi pada karangan narasi siswa terjadi pada bentuk kata, afiks kategori
prefiks, sufiks, dan konfiks. Sedangkan pada afiks kategori infiks dan
pengulangan tidak terjadi. Bentuk yang paling sering terinferensi adalah bentuk
kata, sedangkan pada bentuk afiks paling sering terinferensi adalah konfiks. Dari
45 karangan Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Miftahul Falah
Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan karangan yang terinterferensi bahasa
Betawi sebanyak 33 atau 73,30%, karangan yang tidak terinterferensi bahasa
betawi sebanyak 12 atau 26,70%. Jadi sebagian besar siswa melakukan
interferensi bahasa Betawi dalam karangan narasinya.
Adapun perbedaan penelitian Lieza Yanti dengan skripsi ini yaitu terletak
pada masalah yang diteliti. Masalah yang diteliti oleh Lieza yanti adalah
interferensi bahasa Betawi bukan hanya pada kosakata saja, tetapi juga pada
proses morfologis seperti imbuhan dan kata ulang. Sedangkan masalah yang
penulis teliti hanya kesalahan pada penggunaan kosakata.
Lili Sholihah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Interferensi
-
29
Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa Dialek Cirebon Terhadap Bahasa Indonesia
dalam Karangan Narasi Siswa Kelas V Semester Ganjil di SD Negeri 1 Babakan
Ciwaringin Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa bentuk interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis
dalam karangan narasi siswa terdapat penyimpangan pada pembentukan prefiks
nasal /N/ menjadi /m-, -, n-, -/, pembentukan prefiks /k-/ dalam bahasa Jawa
Cirebon menyatakan makna ketidaksengajaan berpadanan dengan prefiks /tr-/
dan /br/, pembentukan morfem zero dalam hal ini tidak munculnya prefiks /br-/,
/mN-/, dan /tr-/, konfiks /m-kan/, dan tidak terdapat afiks karena dalam bahasa
Jawa tidak memiliki afiks tersebut, pembentukan sufiks /-akn/ dalam bahasa
Indonesia berpadanan dengan sufiks /-kan/ yang menyatakanmelakukan untuk
orang lain dan memasukan kata bahasa Jawa Cirebon ke dalam Bahasa
Indonesia. Bentuk interferensi sintaksis dalam penggunaan bahasa Indonesia
dalam karangan narasi yaitu pola penggunaan klitika /-a/, pola pembentukan
frasa, dan pola pembentukan klausa (pengulangan subjek ganda).
Adapun perbedaan penelitian Lili Sholihah dengan skripsi ini yaitu pada
masalah yang diteliti. Lili Sholihah meneliti tentang interferensi morfologi dan
sintaksis bahasa Jawa Dialek Cirebon dalam karangan narasi, sedangkan masalah
yang penulis teliti yaitu kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi
siswa yang berlatar belakan bahasa Betawi.
Berdasarkan tinjauan pustaka yang didapat, penulis belum mendapati
kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar
belakang bahasa Betawi. Maka dari itu penulis ingin mengetahui atau melihat
tipe-tipe kesalahan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri
Parung. Penelitian ini merupakan penelitian terkini yang berusaha memperkaya
khazanah penelitian tentang kesalahan berbahasa khususnya dalam kategori
kosakata. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran bahasa Indonesia.
-
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta
jalan dan kotanya. Dalam penelitian terhadap kesalahan kosakata pada karangan
narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia,
lokasi yang di ambil untuk melakukakan penelitian yaitu di Madrasah Tsanawiyah
Negeri Parung.
MTs Negeri Parung terletak di Lebak Wangi, Jalan Raya Parung, Kota
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Parung,
banyak ditemukan masyarakat yang dwibahasawan. Salah satu di antaranya
masyarakat yang ber-B1 bahasa Betawi dan ber-B2 bahasa Indonesia.
Waktu yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu selama tujuh
bulan yaitu dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013.
Pengambilan data penelitian dilakukan di sekolah ini, khususnya pada siswa kelas
VII semester genap tahun pelajaran 2012/2013.
B. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.40
Jadi populasi bukan
hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga
bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Negeri Parung kelas VII
berjumlah sembilan kelas yang terdiri dari 423 siswa.
40
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 80.
-
31
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi.41
Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu,
maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.
Dalam penelitian ini, penulis memilih satu kelas yang diambil secara acak
dari sembilan kelas. Kelas VII-1 menjadi kelas terpilih sebagai kelas sampel
dengan jumlah 30 siswa. Peserta dengan jumlah tersebut adalah benar-benar dapat
mewakili seluruh peserta didik. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan
pertimbangan, yaitu bahasa yang digunakan siswa kelas VII-1 dalam percakapan
sehari-hari di sekolah adalah bahasa Betawi.
C. Metode Penelitian
Metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan
analisis data yang dipergunakan, guna menjawab persoalan yang dihadapi.
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian
deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan.
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi
hanya meggambarkan apa adanya tentang satu variabel, gejala atau keadaan.
Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan informasi mangenai status suatu gejala menurut apa adanya pada
saat penelitian dilakukan.42
Metode deskriptif adalah metode yang di dalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi
yang terjadi atau ada. Dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan tipe-tipe
kesalahan berbahasa tulis yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang
bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia. Pengklasifikasian dilakukan
berdasarkan kesalahan pada kategori kosakata.
41
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
hlm. 81 42 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatam Praktik, (Rineka Cipta:
Jakarta, 2006), hlm.309
-
32
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam
penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data
agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang
sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.
Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui
kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa
Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu observasi, tes, dan
angket.
1) Observasi
Cara yang pertama dilakukan peneliti untuk mendapatkan data penelitian
yaitu dengan melakukan observasi. Peneliti datang ke sekolah dengan
menyertakan surat izin observasi dan proposal penelitian. Setelah
mendapatkan izin, barulah melakukan observasi yang berkaitan dengan
penelitian yaitu mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang latar
belakang bahasa yang digunakan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung.
2) Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat
yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok.43
Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut
dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang
digunakan adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan
membuat karangan narasi.
3) Angket
Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa
secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan
kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai
43
Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5
-
33
dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan
data.
Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran.
Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan
sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan
jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan.
Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat untuk memperoleh informasi dan sumber data.44
Keberhasilan penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan, karena data
yang diperoleh melalui instrumen. Alat pengambilan harus dirancang dan dibuat
sedemikian rupa, sehingga menghasilkan data empiris. Instrumen penelitian ini
dibantu dengan timbal (observasi) atau nontes. Dibuat oleh peneliti sendiri untuk
mencatat data berupa kalimat yang terdapat pada karangan narasi dalam
penggunaan kosakata yang salah, seperti contoh:
Tabel 3.1
Tabel Analisis Kesalahan Kosakata
Nama Siswa (judul karangan)
No Kalimat Kosakata
Berbahasa Betawi
Seharusnya Perbaikan Kata
dalam Kalimat
F. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan
mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan,
44
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 136.
-
34
menyamakan data yang sama dan membedakan data yang memang berbeda, serta
menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tidak sama. Dalam
rangka pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu harus didasarkan pada
apa yang menjadi tujuan penelitian.45
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) model Miles dan
Hubermen, yang meliputi tiga langkah, antara lain: (1) reduksi data, (2)
display/penyajian data, (3) mengambil kesimpulan kemudian diverifikasi. Berikut
penjelasannya.
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan menajamkan untuk mengorganisasikan
data. Pada tahap ini peneliti merekam data lapangan dalam bentuk catatan-
catatan lapangan, lalu ditafsirkan masing-masing data yang relevan dengan
fokus masalah yang diteliti. Pada tahap ini peneliti mulai
mempertimbangkan apakah data yang dihasilkan dari penelitian sesuai
dengan tujuan penelitian.
2. Display/penyajian data
Pada langkah ini peneliti menyusun data secara teratur dan
terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan, dianalisis
secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang diharapkan. Kegiatan
analisis dapat dilakukan sebagai berikut: (1) membaca karangan narasi
siswa, (2) mencatat kata-kata yang bukan bahasa Indonesia, (3)
menganalisis kata-kata yang merupakan bahasa Betawi dan menganalisis
siswa yang paling banyak melakukan kesalahan penggunaan kosakata.
45
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.253
-
35
3. Mengambil kesimpulan/verifikasi
Pada langkah ini peneliti sudah memasuki tahap membuat
simpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan
ini masih bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi selama
penelitian berlangsung. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan
dilakukan secara terus menerus mulai dari awal, saat penelitian
berlangsung, sampai akhir.
-
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Sebelum meminta siswa untuk membuat karangan narasi, mereka
terlebih dahulu diingatkan tentang pengertian karangan narasi. Setelah itu siswa
diminta untuk membuat sebuah karangan narasi sebanyak satu halaman yang
masing-masing siswa berbeda-beda jumlah paragrafnya. Ada siswa yang
membuat sebanyak tiga paragraf, ada juga yang membuat dua paragraf, bahkan
ada juga siswa yang membuat satu paragraf dalam satu halaman. Hasil karangan
tersebut dikumpulkan menjadi satu dan dianalisis untuk mengetahui ada atau
tidaknya kesalahan penggunaan kosakata yang dibuat o