ikawati.pdf

Upload: dianti-yuni-lestari-ii

Post on 18-Jan-2016

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN KOSAKATA PADA

    KARANGAN NARASI SISWA YANG BERLATAR

    BELAKANG BAHASA BETAWI KELAS VII MTS NEGERI

    PARUNG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN

    2012/2013

    Skripsi

    Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

    untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

    Disusun oleh

    Ikawati

    109013000031

    JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    2013

  • i

    ABSTRAK

    Ikawati, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Judul Skripsi Analisis Penggunaan

    Kosakata Pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang Bahasa Betawi

    Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan penggunaan kosakata

    pada karangan narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi kelas VII

    semeser genap tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini di lakukan di MTs

    Negeri Parung pada bulan Februari sampai dengan bulan Agustus 2013.

    Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Instrumen

    dalam penelitian ini adalah tes tertulis dengan cara memberikan siswa tugas

    untuk membuat karangan sebanyak satu halaman. Penelitian ini menggunakan

    teknik analisis data yakni, karangan dianalisis dengan memperhatikan tiap-tiap

    kata. Kata yang menunjukkan adanya kesalahan penggunaan kosakata digaris

    bawahi dan dicatat, selanjutnya kata-kata tersebut dikategorikan ke dalam jenis

    kesalahan penggunaan kosakata.

    Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian siswa yang dijadikan objek

    penelitian melakukan kesalahan penggunaan kosakata dalam menulis

    karangannya. Berdasarkan perhitungan dari tabel jumlah kesalahan penggunaan

    kosakata pada karangan narasi siswa, dapat dilihat bahwa karangan dari siswa

    Putri Dewi paling banyak terdapat penggunaan kosakata berbahasa Betawi yaitu

    sebanyak dua puluh enam kali atau 14,15%. Siswa tersebut bersuku Sunda, tetapi

    bahasa sehari-hari dan bahasa keduanya adalah bahasa Betawi. Berdasarkan data

    siswa tersebut, latar belakang bahasa siswa tersebut adalah bahasa Betawi.

    Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar guru hendaknya dalam

    proses pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Selain

    itu, seorang guru juga hendaknya memperhatikan situasi kebahasaan tempat guru

    mengajar dan situasi kebahasaan anak didiknya. Seorang guru juga harus dapat

    menciptakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang menyenangkan bagi siswa,

    dapat memotivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik, serta dapat

    melakukan pendekatan kepada siswa agar terlihat keakraban.

    Kata kunci: analisis kesalahan, kedwibahasaan, bahasa Betawi, karangan narasi

  • ii

    ABSTRACT

    Ikawati, Program Study Indonesian Language and Literature Faculty of Tarbiya

    and Teacher Learning UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Skripsi, title "On the

    Authorship Analysis Using Narrative Vocabulary Students Set Rear Betawi

    Parung Class VII MTsN Semester Academic Year 2012/2013".

    This study aims to determine the use of vocabulary errors on narrative

    essay students whose background Betawi class VII semeser even the school year

    2012/2013. The research was done at MTsN Parung on February to August

    2013.

    The method used is descriptive qualitative. Instrument in this study is a

    written test with a vara give students assignments to make as much as one-page

    essay. This study uses data analysis techniques namely, essay analyzed by

    considering each word. Word indicating an error underlined vocabulary usage

    and recorded, then the words are categorized into types of errors the use of

    vocabulary.

    The study states that most students who were subjected to experiments

    made a mistake in writing the essay vocabulary usage. Based on the calculation of

    the table the number of errors in the use of vocabulary student narrative essay, it

    can be seen that the essays of students Dewi Putri most numerous Betawi

    language vocabulary use as many as twenty-six times or 14,15%. The students

    Sunda tribes, but everyday language and second language is Betawi. Based on

    data from the student, the student's language background is the Betawi language.

    based on the results of the study, the authors suggest that teachers should be in

    the process of learning the Indonesian language is good and true. In addition, a

    teacher should also pay attention to the situation where teachers teach language

    and linguistic situation of the students. A teacher should also be able to create the

    Teaching and Learning Activities is fun for students, to motivate students to

    participate in learning well, and can appeal to the students to look intimacy.

    Keywords: error analysis, bilingualism, Betawi language, narrative essay

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt, Tuhan semesta alam,

    karena dengan karunia-Nya skripsi yang berjudul Analisis Kesalahan

    Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang Berlatar Belakang

    Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Tahun Pelajaran 2012/2013 ini

    dapat diselesaikan. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada Nabi

    Muhamad Saw yang telah memberikan bimbingan kebaikan kepada seluruh umat.

    Banyak hambatan dan rintangan yang penulis hadapi selama penulisan

    skripsi. Tetapi, berkat doa, usaha, dan perjuangan, serta dorongan dari berbagai

    pihak, akhirnya segala hambatan dan rintangan dapat diatasi.

    Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Nurlena Rifai, M.A., Ph.D., selaku dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan yang telah memberikan pengetahuan dan bimbingan yang dapat

    memotivasi penulis.

    2. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M.Pd., selaku ketua jurusan Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta, karena dengan perhatian dan kesabaran dalam membimbing

    mahasiswanya penulis termotivasi untuk mengerjakan penulisan skripsi

    hingga selesai;

    3. Dra. Hindun, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

    pengarahan sampai selesainya penulisan skripsi ini;

    4. Seluruh dosen di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

    tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih telah

    memberikan bimbingan kepada penulis dari awal sampai dengan akhir

    perkuliahan;

    5. Hj. Eti Munyati, S.Ag., selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri

    Parung yang telah membimbing penulis selama penelitian skripsi

    berlangsung;

  • iv

    6. Seluruh siswa MTs Negeri Parung, khususnya kelas VII, terima kasih atas

    partisipasinya selama penelitian skripsi berlangsung;

    7. Orang tuaku, yang tak henti-hentinya memberikan doa dan motivasi

    selama proses penyelesaian skripsi ;

    8. Teman-teman seperjuanganku di jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

    Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

    khususnya Ety Fitriyah, Ulfiana Permata, Wawah Marwatul Hasanah, dan

    Nurfadillah, juga pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan

    namanya satu persatu, terima kasih atas partisipasinya dalam penyelesaian

    skripsi ini; dan

    9. Temanku mahasiswa seperjuangan PPKT selama di MTs Negeri Parung:

    Yayah Fauziah, Ernawati, Yayan Afriani, Selli Mauludani, Aulia Nursyifa,

    Hammam Nasrudin, Aa Saprudin, Ajami Solichin, dan Solehudin.

    Semoga semua bantuan, bimbingan, ilmu, dan doa yang telah

    diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Penulis berharap semoga

    skripsi ini dapat menjadi masukan yang positif dalam rangka

    meningkatkan mutu pengajaran bahasa dan sastra Indonesia di negeri ini.

    Jakarta, Agustus 2013

    Penulis

    Ikawati

  • v

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK ...................................................................................................... i

    ABSTRACK ................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................... v

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii

    DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

    B. Identifikasi Masalah ............................................................................. 5

    C. Batasan Masalah.................................................................................. 5

    D. Perumusan Masalah ............................................................................. 5

    E. Tujuan Penelitian ................................................................................. 5

    F. Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

    BAB II KAJIAN TEORETIS

    A. Landasan Teori ..................................................................................... 7

    1. Pengertian Menulis .......................................................................... 7

    2. Pengertian Karangan........................................................................ 8

    3. Karangan Narasi .............................................................................. 13

    4. Kedwibahasaan ............................................................................... 17

    5. Analisis Kesalahan Berbahasa ......................................................... 18

    6. Analisis Kesalahan Kosakata ......................................................... 20

    7. Bahasa Betawi ................................................................................. 23

    B. Penelitian yang Relevan ....................................................................... 27

  • vi

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 30

    B. Populasi dan Sampel ........................................................................... 30

    C. Metode Penelitian................................................................................. 31

    D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 32

    E. Instrumen Pengumpulan Data .............................................................. 33

    F. Teknik Analisis Data ............................................................................ 33

    BAB IV HASIL PENELITIAN

    A. Deskripsi Data ..................................................................................... 36

    B. Interpretasi Data ................................................................................... 84

    BAB V PENUTUP

    A. Simpulan ............................................................................................. 87

    B. Saran ..................................................................................................... 87

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    BIOGRAFI PENULIS

  • vii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Bella Safitri 37

    Tabel 4.2 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Dini Hulia 39

    Tabel 4.3 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Syifa Dwi 40

    Tabel 4.4 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Syah Reza 43

    Tabel 4.5 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Nurul Aini 45

    Tabel 4.6 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Hany Hapita 48

    Tabel 4.7 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Wafha Fauziah 50

    Tabel 4.8 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Lailatul Qadariyah 51

    Tabel 4.9 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Citra Jendagia 53

    Tabel 4.10 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Nurruba Rahayu 55

    Tabel 4.11 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Alfira Faila 56

  • viii

    Tabel 4.12 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Julian Ramayanti 57

    Tabel 4.13 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Peri Irawan 58

    Tabel 4.14 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Mega Citra 59

    Tabel 4.15 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Alvira Damayanti 59

    Tabel 4.16 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Shipa Pauziah 62

    Tabel 4.17 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Nurkamala 62

    Tabel 4.18 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Nisfi Fadilah 64

    Tabel 4.19 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Putri Dewi 67

    Tabel 4.20 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Ida Laela 70

    Tabel 4.21 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Windi Anggraini 74

    Tabel 4.22 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Dinda Humairah 76

    Tabel 4.23 Kesalahan Penggunaan Kosakata pada

    Karangan Narasi Amelia Agustin 78

  • ix

    Tabel 4.24 Jumlah Kesalahan Penggunaan Kosakata

    pada Karangan Narasi Siswa 79

    Tabel 4.25 Persentase Jumlah Kesalahan Penggunaan

    Kosakata pada Karangan Narasi Siswa 84

  • x

    DAFTAR LAMPIRAN

    1. Karangan Narasi Siswa

    2. Angket Awal

    3. Uji Referensi

    4. Surat Bimbingan Skripsi

    5. Surat Izin Penelitian

    6. Surat Keterangan Sekolah

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Bahasa merupakan alat komunikasi sebagai sarana pendukung ilmu dan

    teknologi yang berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi

    tersebut. Perkembangan bahasa itu akan terus berlanjut dengan perkembangan

    budaya bangsa yang memilikinya karena bahasa sebagai sarana pendukungnya.

    Bahasa juga merupakan bagian dari kehidupan masyarakat penutur. Bagi

    masyarakat Indonesia bahasa mempunyai kedudukan dan fungsi di dalam

    kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Secara umum sudah

    diketahui bahwa bahasa berfungsi sebagai alat berkomunikasi, alat

    mengidentifikasi diri, ataupun sebagai alat berinteraksi dalam masyarakat.

    Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi dan memperhatikan

    wujud bahasa itu, pengertian bahasa dapat dibatasi sebagai alat komunikasi antara

    anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

    Indonesia sebagai bangsa yang multilingual, selain bahasa Indonesia yang

    digunakan secara nasional, terdapat pula ratusan bahasa daerah yang tersebar di

    seluruh kepulauan, besar maupun kecil, yang digunakan oleh para anggota

    masyarakat bahasa daerah itu untuk keperluan berkomunikasi

    antarmasyarakatnya. Dalam masyarakat multilingual yang gerakan mobilitasnya

    tinggi, maka anggota masyarakatnya akan cenderung untuk menggunakan dua

    bahasa atau lebih, baik sepenuhnya maupun sebagian, sesuai dengan

    kebutuhannya.

    Pelajaran bahasa Indonesia yang baik dan benar pada hakikatnya sudah

    diajarkan sejak peserta didik berada pada jenjang pendidikaan usia dini, sekarang

    lazim disebut dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai ke jenjang

    Perguruan Tinggi. Walaupun demikian, tetap saja kekeliruan bahasa masih sering

    terjadi bahkan berulang-ulang. Ketidakpahaman terhadap tata bahasa Indonesia

    yang mengakibatkan orang-orang selalu melanggar aturan resmi yang telah

  • 2

    ditentukan oleh pemerintah. Selain itu, yang mengakibatkan terjadinya kesalahan

    bahasa adalah acuhnya masyarakat Indonesia terhadap aturan pemerintah tentang

    tata bahasa. Keacuhan masyarakat terhadap peraturan pemerintah tersebut sangat

    dikhawatirkan dan disayangkan sekali, sebagai pengguna dan penutur asli bahasa

    Indonesia dengan sengaja tidak memperhatikan kaidah bahasanya sendiri.

    Kekhawatiran tersebut akan dianggap lazim bagi generasi penerus, dan ini

    merupakan salah satu dampak negatif yang akan tersalur dalam pemikiran anak-

    cucu bangsa.

    Siswa sebagai insan terpelajar telah mendapatkan kesempatan seluas-

    luasnya untuk mempelajari penggunaan bahasa yang baik dan benar. Hal ini

    memiliki konsekuensi, bahwa mereka harus mampu menggunakan bahasa dalam

    berbagai kepentingan yang bersifat resmi baik tulis maupun lisan. Penggunaan

    ragam bahasa dalam bentuk lisan secara resmi atau formal dapat kita temukan

    dalam kegiatan-kegiatan akademik, misalnya seminar pendidikan, presentasi,

    pidato kenegaraan, dan lain-lain. Sementara penggunaan ragam bahasa tulis dapat

    kita temukan pada tulisan-tulisan yang bersifat akademik, misalnya karya tulis,

    skripsi, desertasi dan tesis. Contoh-contoh tersebut dapat ditulis dengan baik dan

    benar sesuai dengan kaidah bahasa apabila penulisnya sudah terlatih dengan baik.

    Pelatihan-pelatihan dapat dilakukan dengan cara membuat tulisan yang ringan

    terlebih dahulu, misalnya menulis sebuah karangan.

    Pengajaran bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup dan tujuan yang

    menumbuhkan kemampuan mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan

    menggunakan bahasa yang baik dan benar. Tujuan akhir pengajaran bahasa adalah

    kemampuan komunikatif, yaitu kemampuan penggunaan bahasa sesuai dengan

    aturan penggunaan bahasa dan keadaan sosiolinguistik.

    Kemampuan berbahasa memerlukan kosakata yang cukup. Dengan kata

    lain, kosakata seseorang yang cukup kaya akan membantu keterampilan

    berbahasanya. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara dengan lancar tanpa

    mengetahui kosakata bahasa yang cukup. Penguasaan terhadap kosakata sangat

    diperlukan oleh setiap pemakai bahasa, selain merupakan alat penyalur gagasan,

    penguasaan terhadap sejumlah kosakata dan memperlancar informasi yang

  • 3

    diperlukan melalui komunikasi lisan maupun tulisan. Misalnya, seseorang yang

    memiliki kemampuan dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan

    setidaknya ia telah memiliki tingkat penguasaan kebahasaan yang cukup

    memadai. Jika tidak, komunikasi yang dilakukan tidak akan berjalan lancar dan

    sempurna.

    Untuk mencapai tujuan itu, perhatian terhadap kosakata perlu

    ditingkatkan. Namun demikian, harus disadari bahwa bangsa Indonesia terdiri atas

    beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki perbendaharaan

    kosakata bahasanya masing-masing.

    Setiap bahasa memiliki kehalusan, kepelikan, keunikan, serta nuansa-

    nuansa sendiri, maka wajarlah telaah kosakata yang dilakukan tidak hanya

    memikirkan kata baru saja atau kata terkenal saja, tetapi yang terpenting justru

    kata yang tepat. Namun, laju pengembangan bahasa Indonesia tidak terlepas dari

    berbagai pengaruh, salah satunya dari bahasa daerah.

    Adakalanya pengaruh bahasa daerah itu menimbulkan salah kaprah.

    Kesalahan itu bila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan kekacauan pemakai

    bahasa. Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan itu perlu dianalisis.

    Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu pengkajian terhadap

    kesalahan yang dilakukan oleh pemakai bahasa (siswa) dalam berbahasa kedua

    (B2). Dengan demikian, analisis kesalahan merupakan suatu alternatif praktis.

    Analisis kesalahan memusatkan perhatian pada kesukaran-kesukaran yang paling

    sering dihadapi oleh dwibahasawan.

    Dalam menggunakan bahasa secara lisan maupun tertulis diharapkan

    bahasa itu digunakan dengan terpilih dan tersusun. Jika penggunaan bahasa itu

    terpilih dan tersusun, penggunaan bahasa itu dapat disebut karangan. Dalam hal

    ini penulis akan membahas mengenai karangan narasi. Karangan narasi adalah

    karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau

    kejadian dalam suatu rangkaian waktu.

    Menulis merupakan kegiatan berbahasa yang sangat penting. Kegiatan

    menulis, menuangkan konsep-konsep atau ide-ide ke dalam suatu tulisan yang

    menggunakan kaidah-kaidah penulisan yang tepat sesuai dengan bentuk tulisan

  • 4

    yang akan dibuat. Kegiatan menulis menuntut siswa untuk dapat melahirkan

    segala yang dirasakan, dikehendaki, dan dipikirkan penulis untuk dikemukakan

    kepada orang lain. Selain itu, menulis merupakan proses keterampilan yang

    bersifat kompleks karena kegiatan ini melibatkan seluruh tatanan bahasa, baik

    tatanan fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, paragraf maupun wacana.

    Dengan menguasai seluruh tatanan bahasa itu maka diharapkan akan diperoleh

    hubungan yang logis antara penguasaan kebahasaan dan kemampuan mengarang.

    Dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah,

    mengarang merupakan salah satu materi yang diberikan dalam pelajaran menulis,

    khususnya tentang menulis karangan. Banyak orang menganggap bahwa menulis

    itu mudah dan tidak perlu dipelajari. Namun pada kenyataannya menulis itu tidak

    mudah dan banyak hal yang harus diperhatikan dalam menulis, terutama menulis

    karangan.

    Di Provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Bogor sebagian besar

    masyarakatnya ber-B1 bahasa Sunda dan ber-B2 bahasa Indonesia. Namun, lain

    halnya di daerah Parung. Karena letaknya yang berbatasan dengan Kota Depok,

    masyarakatnya pun banyak yang menggunakan bahasa Betawi sebagai bahasa

    sehari-hari. Mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Betawi secara

    bergantian meskipun lawan bicara mereka tidak mengerti atau tidak berlatar

    belakang bahasa Betawi. Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam

    kaitannya dengan kesalahan berbahasa dalam pengajaran bahasa Indonesia yang

    mungkin dilakukan oleh siswa yang berlatarbelakang bahasa Betawi dalam

    berkomunikasi sehari-hari.

    Penulis berasumsi bahwa siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi

    akan banyak melakukan kesalahan berbahasa ketika ia membuat karangan dalam

    bahasa Indonesia. Kesalahan itu dapat terjadi pada kategori linguistik seperti

    ejaan, kosakata, morfologi, dan sintaksis.

    Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengambil judul penelitian

    Analisis Kesalahan Penggunaan Kosakata pada Karangan Narasi Siswa yang

    Berlatar Belakang Bahasa Betawi Kelas VII MTs Negeri Parung Semester Genap

    Tahun Pelajaran 2012/2013.

  • 5

    B. Identifikasi Masalah

    1. Dwibahasawan menggunakan B-1 dan B-2 secara bergantian dalam

    percakapan sehari-hari.

    2. Kesalahan penggunaan kosakata yang dilakukan siswa karena faktor

    penggunaan dua bahasa secara bergantian.

    3. Kesalahan dalam menulis karangan siswa terpengaruh oleh kesalahan

    berbicaranya.

    C. Batasan Masalah

    Agar pembahasan lebih terarah dan tidak melebar, maka penulis

    membatasi masalah penelitian yaitu pengklasifikasian tipe kesalahan dilakukan

    berdasarkan kategori linguistik. Kategori linguistik yang diamati hanya kategori

    kosakata.

    Dalam hal ini penulis akan membicarakan masalah kesalahan penggunaan

    kosakata hanya pada karangan narasi yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs

    Negeri Parung yang berlatar belakang bahasa Betawi semester genap tahun

    pelajaran 2012/2013.

    D. Perumusan Masalah

    Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak

    terjadi kerancuan, maka penulis dapat merumuskan permasalahan yang akan di

    angkat dalam penelitian ini. Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

    berikut: Bagaimana kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi yang

    dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung semester genap tahun

    pelajaran 2012/2013 sebagai dwibahasawan?.

    E. Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian merupakan hal yang penting dalam kegiatan penelitian

    ini. Sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti, maka dalam penelitian ini

    penulis bertujuan menjelaskan data tentang kesalahan penggunaan kosakata pada

    karangan khususnya karangan narasi oleh siswa yang berlatar belakang bahasa

    Betawi.

  • 6

    F. Manfaat Penelitian

    a. Manfaat Teoretis

    Manfaat teoretis adalah manfaat yang berhubungan dengan

    pengembangan ilmu. Dengan adanya penelitian ini, manfaat bagi peneliti di

    antaranya dapat meningkatkan kualitas ilmu pendidikan bahasa Indonesia

    dan mampu mengaplikasikannya. Selain itu, peneliti dapat memahami

    berbagai problematika yang terjadi dalam penggunaan kosakata pada

    karangan narasi siswa dan dapat menemukan solusi yang berkaitan dengan

    kesalahan penggunaan kosakata, serta dapat memberikan rekomendasi atas

    hasil temuan yang kiranya dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran

    bahasa Indonesia di sekolah.

    b. Manfaat Praktis

    1) Siswa, diharapkan mendapat pengetahuan tentang kesalahan

    menggunakan bahasa (kosakata) akibat pengaruh bahasa Betawi serta

    dapat memperbaiki kesalahannya dalam menggunakan bahasa

    (kosakata).

    2) Guru, mampu membantu mengatasi kesalahan berbahasa siswa yang

    ditimbulkan oleh pengaruh bahasa Betawi.

    3) Peneliti, dapat menambah wawasan dalam penggunaan bahasa yang

    baik dan benar, dan memperoleh gambaran tentang kesalahan berbahasa

    yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam

    berbahasa Indonesia.

  • 7

    BAB II

    KAJIAN TEORETIS

    A. Landasan Teori

    1. Pengertian Menulis

    Menulis merupakan kegiatan mengekspresikan informasi yang diterima

    dari proses menyimak dan membaca. Jadi semakin banyak seseorang menyimak

    atau membaca semakin banyak pula informasi yang diterimanya untuk

    diekspresikan secara tertulis.

    Menurut Wallace dalam Hindun menulis merupakan sebuah proses kreatif

    menuangkan gagasan dalam bentuk bahasa tulis untuk tujuan, misalnya, memberi

    tahu, meyakinkan, menghibur. Menulis sebagai sebuah keterampilan berbahasa

    adalah kemampuan seseorang dalam mengemukakan gagasan, perasaan, dan

    pikiran-pemikirannya kepada orang atau pihak lain dengan menggunakan media

    tulisan. Hasil dari proses kreatif menulis ini biasa disebut dengan istilah tulisan

    atau karangan.1

    Tarigan mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan

    berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak

    secara tatap muka dengan orang lain. Menulis merupakan suatu kegiatan yang

    produktif dan ekspresif.2 Pendapat lain diungkapkan oleh Nurudin bahwa menulis

    adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan

    gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar

    mudah dipahami. 3

    Definisi di atas mengungkapkan bahwa menulis yang baik adalah menulis

    yang bisa dipahami oleh orang lain. Menulis merupakan salah satu keterampilan

    berbahasa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Tidaklah

    terlalu berlebihan bila kita mengatakan bahwa keterampilan menulis merupakan

    1 Hindun, Pembelajaran Bahasa Indonesia Berkarakter di Madrasah Ibtidaiyah/Sekolah

    Dasar, (Depok: Nufa Citra Mandiri, 2013), hlm.203 2 Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung:

    Angkasa Bandung, 2008), hlm. 3 3 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.4

  • 8

    suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar. Keterampilan

    menulis ini tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan

    praktik yang banyak dan teratur.

    2. Pengertian Karangan

    Untuk memulai mengembangkan diri agar dapat mengarang suatu tulisan

    apapun, seorang penulis perlu terlebih dahulu mengerti dan memahami pengertian

    karangan. Sebelum merumuskan pengertian karangan, perlu diketahui terlebih

    dahulu makna kata mengarang. Mengarang berarti menyusun atau merangkai.

    Pada awalnya kata merangkai tidak berkaitan dengan kegiatan menulis.

    Cakupan makna kata merangkai mula-mula terbatas pada pekerjaan yang

    berhubungan dengan benda konkret seperti merangkai bunga atau merangkai

    benda lain. Sejalan dengan kemajuan komunikasi dan bahasa, lama-kelamaan

    timbul istilah merangkai kata. Lalu berlanjut dengan merangkai kalimat,

    kemudian jadilah dengan apa yang disebut pekerjaan mengarang. Orang yang

    merangkai atau menyusun kata, kalimat, dan alinea tidak disebut perangkai, tetapi

    penyusun atau pengarang untuk membedakannya misalnya dengan perangkai

    bunga. Mengingat karangan tertulis juga disebut tulisan, kemudian sebutan

    penulis untuk orang yang menulis karangan.4

    Mengarang adalah pekerjaan merangkai atau menyusun kata, frasa,

    kalimat, dan alinea yang dipadukan dengan topik dan tema tertentu untuk

    memperoleh hasil akhir berupa (bandingkan dengan pekerjaan merangkai bunga

    dengan hasil akhir berupa rangkaian bunga).5

    Karangan berarti merupakan hasil dari proses mengarang, baik dalam

    menyusun ataupun merangkai. Sesuai pembahasan mengarang di sini dapat

    diartikan menyusun atau merangkai kata-kata hingga menjadi suatu kalimat,

    paragraf, bahkan menjadi sebuah cerita. Wibowo menyebutkan bahwa karang-

    mengarang adalah suatu penyampaian pikiran secara resmi atau teratur dalam

    tulisan, karena disampaikan secara resmi atau teratur, berarti karang-mengarang

    4 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan

    Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.233 5 Ibid, hlm.234

  • 9

    memiliki mekanisme yang mau tak mau, mesti kita pahami secara sungguh-

    sungguh.6 Karang - mengarang di sini merupakan proses penyampaian ide pikiran

    dari pengarang. Proses penyampaian ide tersebut dilakukan dalam bentuk tulisan

    secara teratur hingga menjadi sebuah karangan. Karangan itulah yang dapat

    mewakili ide pikiran dan perasaan dari pengarang.

    Menurut Lado dalam Wibowo, mengarang adalah menurunkan atau

    melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang

    dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang

    grafik tersebut asalkan mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.7 Selain

    karangan dapat menerangkan ide pikiran pengarang, karangan juga dapat

    menggambarkan suatu hal yang ingin disampaikan pengarang, baik itu berupa

    gambar, grafik, dll, sehingga karangan juga dapat mewakili pengarang dalam hal

    apapun.

    Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan para ahli di atas, dapat

    disimpulkan bahwa karangan adalah seluruh rangkaian perbuatan seseorang dalam

    mengolah gagasan, pikiran, dan perasaan yang dituangkan melalui bahasa tulis

    kepada pembaca untuk dipahami.

    Jenis-jenis Karangan

    Bentuk penyampaian pikiran dan perasaan kepada orang lain dengan

    melalui dua bentuk komunikasi yaitu secara lisan dan tulisan. Mengarang adalah

    pengungkapan pikiran dan perasaan melalui tulisan. Karangan dapat dibedakan

    melalui berbagai sudut pandang. Tentang jenis karangan berdasarkan isinya,

    karangan dapat digolongkan atas karangan bahasan, karangan lukisan, dan

    karangan drama.

    Berdasarkan penyajian dan tujuan penyampaiannya karangan dapat

    digolongkan atas lima jenis, yaitu:

    a) Karangan Deskripsi (lukisan)

    6 Wahyu Wibowo, Manajemen Bahasa Pengorganisasian Karangan pragmatik dalam

    Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

    2003),hlm.56 7Ibid, hlm.56

  • 10

    Karangan deskripsi adalah karangan yang lebih menonjolkan aspek

    pelukisan sebuah benda sebagaimana adanya. Hal ini sesuai dengan asal

    katanya, yaitu describere (bahasa Latin) yang berarti menulis tentang,

    membeberkan sesuatu hal, melukiskan sesuatu hal.8 Suparno dan Yunus

    mengemukakan bahwa karangan deskripsi adalah suatu bentuk karangan yang

    melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya, sehingga pembaca

    dapat mencitrai (melihat, mendengar, mencium, dan merasakan) apa yang

    dilukiskan itu sesuai dengan citra penulisnya.9

    Menulis deskripsi juga bisa dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti

    bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya.penggambaran itu mengandalkan

    pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus

    didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat.10

    Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan karangan deskripsi adalah

    karangan yang isinya melukiskan tentang suatu hal secara objektif dengan

    menggunakan kata-kata yang dapat membangkitkan khayalan, dan pengarang

    harus bisa melukiskan apa yang diindra dan dirasakan dalam wujud kalimat-

    kalimat.

    b) Karangan Narasi (kisahan)

    Istilah narasi (berasal dari narration = bercerita). Karangan narasi adalah

    suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan

    tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis

    atau yang berlangsung dalam satu kesatuan waktu.11

    Narasi adalah suatu bentuk karangan atau wacana yang mengisahkan atau

    menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian waktu.

    Dengan pengisahan peristiwa ini penulis berharap dapat membawa pembaca

    8 Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan

    Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2010), hlm.244 9 Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka,

    2006), hlm.4.6 10

    Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.60 11

    Op cit. hlm.95

  • 11

    kepada suatu suasana yang memungkinkannya seperti menyaksikan atau

    mengalami sendiri peristiwa itu.12

    Dari kedua pendapat di atas, penulis simpulkan bahwa karangan narasi

    adalah karangan yang isinya menggambarkan suatu peristiwa yang telah terjadi

    dengan sejelas-jelasnya.

    c) Karangan Eksposisi (paparan)

    Kata eksposisi yang dipungut dari kata bahasa Inggris exposition

    sebenarnya berasala dari kata bahasa Latin yang berarti membuka atau

    memulai. Memang karangan eksposisi merupakan wahana yang bertujuan

    untuk memberi tahu, mengupas, menguraikan, atau menerangkan sesuatu.13

    Pendapat lain yang diungkapkan oleh Sudarno dan Rahman bahwa

    eksposisi adalah karangan yang memberikan informasi, penjelasan, atau

    laporan kepada pembaca. Termasuk ke dalamnya tulisan yang menerangkan

    proses.14

    Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau

    proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan menafsirkan gagasan,

    menerangkan bagan atau tabel, atau mengulas sesuatu.15

    Dari kedua pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang

    dimaksud karangan eksposisi adalah karangan yang menguraikan,

    menerangkan dan bertujuan memaparkan suatu objek dengan tujuan

    memperluas pandangan dan pengetahuan seseorang.

    d) Karangan Argumentasi (alasan)

    Karangan argumentasi adalah karangan yang bertujuan untuk meyakinkan

    pembaca agar menerima atau mengambil doktrin, sikap, dan tingkah laku

    tertentu.16

    Sedangkan menurut Nurudin karangan argumentasi biasanya

    bertujuan untuk meyakinkan pembaca, termasuk membuktikan pendapat atau

    12

    Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.3 13

    Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa,, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, 2008), hlm.246

    14 Sudarno dan Eman A. Rahman, Kemampuan Berbahasa Indonesia untuk Perguruan

    Tinggi, (Jakarta: PT. Hikmat Syahid Indah, 1986), hlm.174 15

    Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm.67 16

    Op cit, hlm.250

  • 12

    pendirian dirinya. Bisa juga untuk membujuk pembaca agar pendapat penulis

    dapat diterima.

    Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karangan

    argumentasi adalah karangan yang isinya terdiri dari alasan-alasan untuk

    membuktikan dan meyakinkan tentang sesuatu hal agar pembaca berbuat atau

    mengambil suatu sikap, sehingga nantinya pembaca sependapat dengan

    pengarang.

    e) Karangan Persuasi (membujuk)

    Menurut Suparno dan Yunus karangan persuasi adalah karangan yang

    berisi paparan berdaya -bujuk, berdaya ajuk, ataupun berdaya himbau yang

    dapat membangkitkan ketergiuran pembaca untuk meyakini dan menuruti

    himbauan implisit maupun eksplisit yang dilontarkan oleh penulis.17

    Dengan

    kata lain, persuasi berurusan dengan masalah mempengaruhi orang lain lewat

    bahasa.

    Senada dengan pendapat di atas, Finoza juga mengemukakan bahwa

    karangan persuasi adalah karangan yang bertujuan membuat pembaca percaya,

    yakin, dan terbujuk akan hal-hal yang dikomnikasikan yang mungkin berupa

    fakta, suatu pendidrian umum, suatu pendapat/gagasan ataupun perasaan

    seseorang.18

    Karena persuasi bertujuan agar pendengar atau pembaca melakukan

    sesuatu maka persuasi termasuk ke dalam cara-cara untuk mengambil

    keputusan. Orang yang menerima persuasi harus yakin bahwa keputusan yang

    diambilnya merupakan keputusan yang benar dan bijaksana yang dilakukan

    tanpa paksaan.

    Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karangan persuasi

    bertujuan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain serta para pembaca

    agar melakukan sesuatu hal yang dikehendaki oleh orang yang melakukan

    persuasi.

    17

    Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.5.47

    18Op cit, hlm.253

  • 13

    3. Karangan Narasi

    1) Pengertian Karangan Narasi

    Narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan

    sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai suatu peristiwa yang terjadi.

    Pengertian tersebut menegaskan bahwa narasi berusaha untuk menjawab apa yang

    terjadi. Narasi merupakan bentuk karya tulis yang umum dijumpai. Menarasikan

    berarti menceritakan atau mengisahkan.

    Menurut Keraf, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha

    menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang

    terjadi.19

    Jadi, narasi berusaha menjawab pertanyaan apa yang terjadi?.

    Pertanyaan tersebut digambarkan secara lengkap dengan urutan peristiwa

    berdasarkan waktu dan tempat. Sedangkan menurut Nurudin narasi adalah

    bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaikan tindak

    tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang

    berlangsung dalam suatu kesatuan waktu tertentu.20

    Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Namun, narasi

    juga bisa ditulis berdasarkan pengalaman pribadi penulis, pengamatan, dan

    wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun

    berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi selalu ada

    tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa yang diceritakan.

    Dengan kata lain, narasi adalah bentuk tulisan yang berusaha menciptakan,

    mengisahkan, merangkaikan tindak-tanduk perbuatan manusia dalam sebuah

    peristiwa secara kronologis atau yang berlangsung urut dalam suatu kesatuan

    waktu.

    Karakteristik Karangan Narasi

    Karangan narasi berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut

    urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah atau

    serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu.

    19

    Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi Komposisi Lanjutan III, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm.136

    20 Nurudin, Dasar-dasar Penulisan, (Malang: UMM Press, 2010), hlm. 71

  • 14

    Dengan kata lain, karangan semacam ini hendak memenuhi keingintahuan

    pembaca yang selalu bertanya, Apa yang terjadi?

    Unsur penting yang membedakannya dengan dari deskripsi, karangan

    narasi mengandung unsur utama berupa unsur perbuatan dan waktu. Keduanya

    dalam tata keutuhan tempat dan waktu. Jika ingin menulis karangan narasi, maka

    peristiwa atau kejadian yang sudah dikumpulkan disusun beruntun sehingga

    menjadi serangkaian peristiwa yang menarik.

    Hal terpenting yang harus diingat dalam mengarang narasi ialah: (1)

    walaupun khayal atau berimajinasi, kita tidak boleh sesuka hati menciptakan

    cerita. Tokoh harus bertindak wajar sesuai dengan watak dan kepribadian yang

    diberikan, (2) harus berlogika, kalau tidak cerita akan kacau atau sukar

    dimengerti.21

    Contoh karangan narasi:

    S menuturkan, siang itu tanggal 26 Mei 1985, ia sedang bersembahyang

    di dalam bloknya. Tiba-tiba ia mendengar suara gaduh. Puluhan orang

    berhamburan keluar lewat pintu gerbang Rutan Salemba. Laki-laki yang

    belum menerima vonis itu ikut keluar.

    Belum sampai satu kilometer dari Rutan, ia singgah di sebuah warung

    kecil karena melihat dua buronan lainnya ada di situ. Salah seorang temannya

    itu memberinya uang Rp. 2000,00 dan menyuruhnya segera pergi. Dengan

    bekal tersebut, S naik bajaj ke rumah seorang kenalannya di Tanah Abang,

    Jakarta Pusat.

    Harapannya untuk mendapat perlindungan di rumah kenalannya menjadi

    sirna, ketika kenalannya itu mengetahui bahwa seharusnya S masih

    mendekam di dalam tahanan. S disuruh pergi dari rumah itu. Buronan ini

    kemudian berkeliaran di kawasan pelacuran Bongkaran Tanah Abang. Tiga

    hari pertama saya selalu merasa diawasi dan curiga kepada siapa saja,

    ujarnya. S sempat ditanyai oleh seorang warga Bongkaran yang merasa

    curiga. S mengaku bernama N, dan menceritakan bahwa ia sedang terlantar di

    Jakarta. Kemudian ia berhasil berkenalan dengan salah seorang warga

    Bongkaran itu dan menetap di sana selama lebih kurang dua minggu.

    Tetapi rasa takut terus melecutnya, Suwardi ingin lari ke luar Jakarta.

    Lewat kenalannya di Bongkaran, S menitipkan surat kepada seorang teman

    dekatnya di Jatinegara. Teman dekatnya ini memberinya uang Rp. 5000,00.

    Dengan bekal ini S pulang ke kampung halamannya di Sukakilo, Pati, Jawa

    Tengah. Beruntung tidak ada keluarga atau tetangga yang mengetahui

    pelariannya. S tinggal di kampungnya selama sembilan bulan.

    21

    Suparno dan Muhamad Yunus, Keterampilan Dasar Menulis, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2006), hlm.4.31

  • 15

    Tiba-tiba ada seorang tetangganya pulang dari daerah transmigrasi di

    Kecamatan Ipuh, Bengkulu Utara. Tetangganya akan kembali lagi ke

    Bengkulu Utara. S yang sudah merasa aman di desanya ini, mencium peluang

    emas untuk ikut pergi ke daerah transmigrasi, sekaligus mengubur masa

    lalunya dan masa depan yang baru.

    Selang beberapa waktu kemudian, S memang mendarat di Bengkulu dan

    menuju kawasan transmigrasi di bagian Utara. Ia mulai menghirup udara

    kebebasan di sebuah daerah terpencil dan mulai bergulat dengan sebuah

    babak baru kehidupan. Ia ingin hidup sebagai petani.

    Tetapi hukum dan kebebasan kadang-kadang nampak paradoks. Sementara

    itu, satu tim reserse Polres Jakarta Pusat yang dipimpin Capa D meluncur

    dalam sebuah tugas perburuan ke Jawa Tengah, menangkap seorang

    tersangka pencuri emas. Hamba hukum ini juga mengetahui alamat S di

    Sukakilo. Petugas memburu ke Sukakilo, tetapi S sudah berangkat ke

    Bengkulu Utara. Dari bengkulu, hamba hukum ini melanjutkan perburuannya

    ke Kecamatan Ketahun Ipuh, 160 kilometer dari Bengkulu. Mereka sampai di

    sana pukul 02.00 Minggu, dini hari. Paginya mereka menuju ke tempat yang

    diperkirakan S bersembunyi. Namun hasilnya nihil. Diperoleh keterangan S

    bekerja di sebuah ladang di desa Karangpulo, sekitar 47 kilometer dari

    Ketahun Ipuh.

    Kedua hamba hukum ini pun melanjutkan perburuannya ke desa

    Karangpulo, dengan membawa seseorang yang kenal betul dengan S. Sekitar

    pukul 09.00 pagi hari Minggu, kendaraan yang ditumpangi reserse ini

    memperlambat jalannya, ketika tiga orang laki-laki melangkah dari arah yang

    berlawanan. Salah seorang di antaranya dikenal sebagai S. Dua anggota

    reserse itu langsung meloncat ke luar dari dalam mobilnya. Jangan

    bergerak, ancam Capa D sambil mengacungkan pistolnya. Bumi tempat S

    berpijak serasa runtuh. Buronan yang masih memanggul cangkul sepulang

    dari ladang itu, menyerah. Dengan mobil, S dibawa kembali ke Jakarta dan

    tentu kembali menjadi penghuni Rutan Salemba.

    (Diedit dari Kompas, 2 April 1986)22

    2) Jenis-jenis Karangan Narasi

    Karangan narasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu narasi

    ekspositoris dan narasi sugestif.

    a. Narasi Ekspositoris

    Narasi ekspositoris bertujuan memberi informasi pada pembaca agar

    pengetahuannya bertambah luas. Artinya, narasi ini berusaha menggugah

    pembaca agar mengetahuai apa yang dikisahkan. Narasi ini mempersoalkan tahap-

    tahap kejadian dan rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca. Contoh

    22

    Sabarti Akhadiah, Menulis I, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.7.5

  • 16

    narasi ekspositoris antara lain kisah perjalanan, otobiografi, kisah perampokan,

    dan cerita tentang pembunuhan.

    Narasi ekspositoris bisa dibagi menjadi dua yakni bersifat generalisasi dan

    khusus. Narasi ekspositoris yang bersifat generalisasi adalah narasi yang

    menyampaikan suatu proses umum dan dapat dilakukan oleh siapa saja dan dapat

    dilakukan berulang-ulang. Kemahiran menjadi tujuan utama narasi sifat ini.

    Misalnya adalah narasi yang menceritakan bagaimana membuat pisang goreng.

    Narasi ini memberikan tahap-tahap pembuatan pisang goreng sampai menjadi

    pisang goreng siap makan. Semua orang bisa melakukannya asal dilakukan sesuai

    petunjuk dan berulang-ulang dipraktikkan.

    Sementara itu, narasi ekpositoris yang bersifat khusus adalah narasi yang

    berusaha menceritakan suatu peristiwa yang kha, yang hanya terjadi satu kali saja.

    Peristiwa tersebut tentu saja tidak bisa diulang-ulang, karena merupakan

    pengalaman atau kejadian pada suatu waktu tertentu saja. Misalnya, pengalaman

    seseorang yang baru saja pergi ke luar negeri, yang tidak mungkin diulang karena

    dikisahkan dalam sebuah narasi yang bersifat khusus

    b. Narasi Sugestif

    Narasi ini berkaitan dengan tindakan atau perbuatan yang dirangkaikan dalam

    suatu kejadian. Seluruh rangkaian peristiwanya berlangsung dalam suatu kesatuan

    waktu. Tujuannya bukan utuk memperluas pengetahuan pembaca tetapi usaha

    memberi makna atas kejadian yang disampaikan. Maka, narasi sugestif bertujuan

    untuk menimbulkan daya khayal atau mampu menyampaikan makna kepada

    pembaca melalui daya khayalnya. Pembaca diharapkan mampu menarik suatu

    makna baru di luar apa yang diungkapkan secara ekplisist (sesuatu yang tersurat

    mengenai objek atau subjek yang bergerak dan bertindak), sementara itu makna

    baru adalah sesuatu yang tersirat. Semua objek dipaparkanm sebagai suatu

    rangkaian gerak yang dinamis, bagaimana kehidupan itu berubah dari waktu ke

    waktu. Makna yang baru akan jelas dipahami sesudah narasi itu selesai dibaca,

    karena ia tersirat dalam seluruh narasi itu. Contoh tulisan narasi sugestif adalah

    novel dan cerpen.

  • 17

    4. Pengertian Kedwibahasaan

    Dilihat dari jumlah bahasa yang digunakan dalam suatu masyarakat

    bahasa, ada masyarakat bahasa yang menggunakan satu bahasa dan ada

    masyarakat bahasa yang menggunakan dua bahasa atau lebih.

    Zaman yang terus maju, ilmu pengetahuan tentang masalah kebahasaan

    pun turut berkembang. Pengertian kedwibahasaan sebagai salah satu gejala

    kebahasaan turut pula berkembang. Kedwibahasaan adalah istilah yang

    pengertiannya bersifat nisbi (relatif). Kenisbian tersebut terjadi karena batas

    seseorang untuk dapat disebut dwibahasawan itu bersifat arbitrer.

    Pada mulanya kedwibahasaan diartikan sebagai penguasaan yang sama

    baik terhadap dua buah bahasa oleh seseorang seperti halnya penguasaan oleh

    pembicara asli.23

    Kedwibahasaan merupakan kenyataan dalam masyarakat

    Indonesia, pada masa lalu, masa sekarang, dan lebih-lebih pada masa mendatang.

    Hal itu merupakan bagian dan sekaligus pencerminan dari keadaan kebudayaan

    kita yaitu kebudayaan bhineka tunggal ika.

    Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia di

    sebut juga kedwibahasaan. Dalam sosiolinguistik, secara umum bilingualisme

    diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam

    pergaulannya dengan orang lain secara bergantian.24

    Senada dengan pendapat yang dikemukakan sebelumnya, Ohoiwutun

    mengemukakan bahwa penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau

    suatu masyarakat dinamai bilingualisme atau kedwibahasaan.25

    Kedwibahasaan

    adalah kebiasaan penggunaan dua bahasa atau lebih dalam suatu masyarakat

    bahasa. 26

    According to Dornyei bilingualism that defines the term as the ability

    23

    Yus Rusyana, Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan, (Bandung: CV Diponegoro, 1984), hlm.26

    24 Abdul Chaer, Sosiolinguistik Perkenalan Awal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 84

    25 Paul Ohoiwutun, Sosiolinguistik Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan

    Kebudayaan, (Jakarta: Kesaint Blanc, 1997), hlm.66 26

    Abdul Syukur Ibrahim dan Suparno, Sosiolinguistik, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.3.9

  • 18

    to produce complete meaningful utterances in two language.27

    yang artinya

    kemampuan menghasilkan keseluruhan makna dalam dua bahasa.

    Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kedwibahasaan

    merupakan penggunaan dua bahasa atau lebih oleh seseorang atau masyarakat

    secara bergantian. Untuk dapat menggunakan dua bahasa, tentunya seseorang

    harus menguasai kedua bahasa tersebut terlebih dahulu.

    5. Analisis Kesalahan Berbahasa

    a. Pengertian Analisis Kesalahan Berbahasa

    Manusia sebagai makhluk Tuhan tidak akan lepas dari kesalahan. Setiap

    kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara kelompok maupun individu

    selalu mengandung dua risiko. Pertama, risiko kebenaran dan kedua resiko

    kesalahan. Namun, pada hakikatnya kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan

    itu harus dikurangi bahkan dihilangkan sama sekali.

    Setiap manusia baik itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa, dalam

    kegiatan berkomunikasi baik lisan maupun tulis setiap hari menggunakan bahasa.

    Dalam berkomunikasi, siswa terkadang atau sering melakukan kesalahan.

    Istilah kesalahan yang dipergunakan dalam buku ini adalah

    padanan dari kata errors dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Inggris

    sendiri kata errors mempunyai sinonim, antara lain: mistakes dan goofs.

    Demikian pula halnya dalam bahasa Indonesia, di samping kata kesalahan

    kita pun mengenal kata kekeliruan dan kata kegalatan.28

    Dalam kegiatan berbahasa yang terdiri dari empat kegiatan berbahasa yaitu

    menyimak, membaca, menulis, dan berbicara tidak lepas dari kesalahan-

    kesalahan. Kesalahan yang ditimbulkan tentu berhubungan dengan masalah-

    masalah kebahasaan pula. Di dalam kegiatan berbahasa, khususnya menulis,

    kesalahan-kesalahan mengenai penggunaan kosakata, tanda baca, ejaan, dan

    pilihan kata banyak dilakukan oleh penulis.

    27

    Zoltan Dornyei, The Psychology of Second Language Acquisition, (New York: Oxford ,

    2009), hlm.15 28

    Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1988), hlm.142

  • 19

    Seseorang melakukan kesalahan berbahasa disebabkan oleh dua

    kemungkinan. Pertama pengarang benar-benar tidak tahu bahwa yang ditulisnya

    itu salah, kedua melakukan kesalahan berbahasa, walaupun sebenarnya pengarang

    tahu bahwa hal itu salah, tetap saja ia melakukannya. Pada sebab kesalahan

    pertama harus diberitahu mengenai kesalahan yang dilakukan oleh pengarang,

    mana yang benar dan salah, sedangkan pada sebab kesalahan kedua pengarang

    harus diberi tahu dan diperbaiki agar mendapatkan bahasa Indonesia yang baku.

    Banyak pakar kebahasaan yang tertarik pada analisis kesalahan dan

    mereka mengkhususkan diri pada bidang ini. Ada di antara mereka yang telah

    memberi batasan dan pengertian mengenai analisis kesalahan yaitu antara lain:

    Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu prosedur yang digunakan oleh

    para peneliti dan para guru, yang mencakup pengumpulan sampel bahasa pelajar,

    pengenalan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam sampel tersebut,

    pendeskripsian kesalahan-kesalahan itu, pengklasifikasiannya berdasarkan sebab-

    sebabnya yang telah dihipotesiskan, serta pengevaluasian keseriusannya.29

    Pendapat lain juga dikemukakan oleh Yulianto dan Mintowati bahwa analisis

    kesalahan merupakan suatu prosedur. Sebagai suatu prosedur terdapat langkah-

    langkah yang harus ditempuh oleh peneliti dan guru bahasa saat menghadapi

    sejumlah contoh kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa.30

    Telah berulang-ulang dijelaskan bahwa analisis kesalahan pada mulanya

    hanya untuk menganalisis penyimpangan penggunaan bahasa Inggris, terutama

    dalam kedudukan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahasa asing. Namun

    ide, teknik dan teori yang mendasari analisis kesalahan kiranya dapat diterapkan

    untuk pengembangan bahasa Indonesia, khususnya dalam kaitannya dengan

    pengajaran bahasa Indonesia.31

    Dari batasan yang dikemukakan oleh dua ahli di atas dapat ditarik

    kesimpulan mengenai analisis kesalahan yaitu:

    29

    Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm. 170

    30 Bambang Yulianto dan Maria Mintowati, Analisis Kesalahan Berbahasa, (Jakarta:

    Universitas Terbuka, 2009), hlm.2.5 31

    Mansoer Pateda, Analisis Kesalahan, (Flores: Nusa Indah, 1989), hlm.108

  • 20

    Suatu prosedur yang digunakan peneliti untuk pengumpulan sampel,

    pendeskripsian, pengklasifikasian, pengevaluasian, serta merupakan bentuk

    penyimpangan wujud bahasa yang menghambat kelancaran komunikasi.

    b. Jenis-jenis Kesalahan Berbahasa

    Kesalahan berbahasa atau language errors memang beraneka ragam

    jenisnya dan dapat dikelompok-kelompokkan dengan berbagai cara sesuai dengan

    cara seseorang memandangnya. Dengan perkataan lain, setiap sudut pandang

    menghasilkan pengelompokkan tertentu.

    Ada pakar yang membedakan jenis-jenis kesalahan berbahasa atas dua

    jenis, yaitu:

    1). Kesalahan yang disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan

    kekurangan perhatian, yang oleh Chomsky disebut faktor performansi. Faktor

    performansi ini, merupakan kesalahan penampilan, dalam beberapa

    kepustakaan disebut mistake.

    2). Kesalahan yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-

    kaidah bahasa, yang disebut oleh Chomsky sebagai faktor kompetensi,

    merupakan penyimpangan-penyimpangan sistematis yang disebabkan oleh

    pengetahuan pelajar yang sedang berkembang mengenai sistem B2 (bahasa

    kedua) disebut errors32

    Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis

    kesalahan berbahasa disebabkan oleh faktor-faktor kelelahan, keletihan, dan

    kekurangan perhatian serta kurangnya pengetahuan mengenai kaidah-kaidah

    bahasa. Selain itu, kesalahan berbahasa dapat ditinjau dari segi penyebab dan dari

    segi kebahasaan.

    6. Analisis Kesalahan Kosakata

    a. Pengertian Kosakata

    Setiap penutur bahasa memiliki sejumlah kosakata. Dengan sejumlah

    kosakata yang dimilikinya, penutur bahasa tersebut dapat menunjukkan

    32

    Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa Bandung, 1988),hlm.143

  • 21

    kemahiran berbahasanya karena kemahiran berbahasa seseorang ditentukan oleh

    sejumlah kosakata yang dikuasainya. Semakin besar jumlah kosakata yang

    dikuasainya semakin leluasa pula dia menetukan kata-kata yang tepat pada saat

    berbahasa.

    Untuk memberikan gambaran lebih jelas berikut ini penulis kemukakan

    beberapa pendapat para ahli tentang pengertian kosakata.

    Kosakata adalah perbendaharaan kata.33

    Pendapat lain tentang kosakata

    yang dikemukakan Keraf yaitu kesatuan-kesatuan arus ujaran yang mengandung

    suatu makna.34

    Pendapat lain juga dikemukakan oleh Zainuddin bahwa kosakata

    adalah sebuah kata atau kelompok kata untuk mewakili suatu nama, sifat, bentuk

    dan jenis benda.35

    Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kosakata

    merupakan perbendaharaan kata atau kumpulan kata yang dimiliki oleh suatu

    bahasa yang mengandung suatu makna. Jadi seseorang yang perbendaharaannya

    sedikit akan memiliki wawasan yang sempit dalam berkomunikasi dan tidak akan

    terampil menggunakan bahasanya. Artinya, apa yang terlintas dalam pikirannya

    itu tidak bisa diungkapkan dengan bahasa yang tepat seperti yang diinginkan,

    karena ia tidak memiliki wawasan yang cukup untuk mengungkapkan apa yang

    dipikikannya itu. Dengan demikian, penguasaan kosakata yang banyak sangat

    menguntungkan kita dalam belajar, bahkan dalam kehidupan sehari-hari dalam

    berkomunikasi.

    b. Analisis Kesalahan Kosakata

    Pemakai bahasa sudah sepatutnya menggunakan kosakata yang

    dikuasainya dengan tepat. Penggunaan kosakata yang tepat akan menghasilkan

    tulisan yang enak dibaca. Sebaliknya, jika penggunaan kosakata tidak tepat,

    tulisan atau pembicaraan tidak mustahil akan membingungkan pembaca atau

    pendengarnya, akibat pemilihan kata yang kurang tepat, kalimat menjadi samar-

    33

    Pusat Pembinaan dan Pengembangna Bahasa, KBBI, (DP & K: Balai Pustaka, 2008), hlm.736.

    34 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 1999), hlm.15

    35 Zainuddin, Materi Pokok Bahasa dan Sastra Indonesia, (Jakarta: PT. Melton Putra, 1992),

    hlm.86

  • 22

    samar atau bahkan menggelikan. Ada juga pemilihan kata yang tidak tepat yanag

    masih dapat dipahami oleh orang lain, tetapi dari segi kaidah bahasa kata yang

    dipilihnya tidak termasuk kata yang baku.

    Dalam kaitan inilah, pemilihan kata itu dilakukan dengan cermat, agar

    kalimat yang disusun dapat dicerna dan dipahami pembaca atau pendengar. Pada

    umumnya bangsa Indonesia dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang

    berbahasa daerah. Oleh karena itu, janganlah heran apabila bahasa daerah sebagai

    bahasa pertama besar pengaruhnya terhadap bahasa Indonesia.

    Bahasa daerah itu telah memperkaya bahasa Indonesia, bahkan telah

    menyerap ke dalam berbagai unsur kebahasaan, seperti: fonologi, morfologi,

    sintaksis, serta kosakata yang tidak sedikit jumlahnya.

    Kontak bahasa Indonesia dengan bahasa derah tentu tidak terhindar dari

    kesalahan. Tidak semua kosakata bahasa daerah dapat secara langsung digunakan

    dalam bahasa Indonesia.

    Sering tidak disadari bahwa bahasa Indonesia yang kita gunakan bukanlah

    bahasa Indonesia yang murni, melainkan bahasa Indonesia yang sudah

    dipengaruhi oleh bahasa daerah. Pengaruh itu bermacam-macam, ada pengaruh

    makna kata, pengaruh bentukan kata, dan ada pula pengaruh struktur kalimat.

    Kesalahan kosakata termasuk ke dalam kesalahan leksikon, yaitu kesalahan

    memakai kata yang tidak atau kurang tepat.36

    Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa

    kesalahan kosakata dapat dikelompokkan atas: pengaruh kata, pengaruh struktur

    kata, pengaruh struktur frase dan pengaruh struktur klausa dan kalimat, serta

    kesalahan memakai kata yang tidak atau kurang tepat.

    c. Evaluasi Kesalahan Kosakata

    Evaluasi pendidikan dan pengajaran dilakukan untuk mengumpulkan

    informasi tentang kesalahan-kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa. Hal

    itu dilakukan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Evaluasi dilakukan

    secara langsung pada objek penelitian melalui karangan narasi siswa.

    36

    Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa, (Bandung: Angkasa

    Bandung, 1988),hlm.198

  • 23

    Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui

    kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa

    Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu tes dan angket.

    1) Tes

    Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk

    mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat

    yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok.37

    Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut dilakukan

    setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang digunakan

    adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan membuat

    karangan narasi.

    2) Angket

    Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa

    secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan

    kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai

    dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan

    data.

    Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran.

    Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan

    sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan

    jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan.

    Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.

    7. Bahasa Betawi

    Pembicaraan mengenai bahasa Betawi, sama halnya seperti pembicaraan

    mengenai bahasa Indonesia. Bahasa Betawi dan bahasa Indonesia lahir dari

    bahasa Melayu. Pembicaraan mengenai bahasa Indonesia sama halnya dengan

    membicarakan bahasa Melayu. Muhadjir mengungkapkan bahwa bahasa

    37

    Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta:

    BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5

  • 24

    Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 28 Oktober 1928 diangkat dari

    bahasa Melayu. 38

    Pada hakikatnya, bahasa Indonesia bersumber dari bahasa

    Melayu yang telah dipakai bertahun-tahun lamanya. Bahasa Melayu pada saat itu

    telah dipakai sebagai lingua-franca oleh antarsuku baik dalam lisan maupun dalam

    tulisan. Bahasa Melayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Indonesia. Masyarakat

    yang mula-mula memakai bahasa Melayu sebagai lingua-franca, kemudian

    dibebani tugas yang tak mudah yaitu mengganti bahasanya dengan bahasa

    Indonesia. Perubahan bahasa seperti ini membuat bahasa Melayu masih tetap

    dipakai oleh sekelompok masyarakat sebagai percakapan sehari-hari, khususnya

    di daerah Jakarta.

    a. Wilayah Bahasa dan Budaya Betawi

    Dari segi sejarah kependudukan kota ini, masyarakat asli Jakarta terbentuk

    dari berbagai macam suku yang datang dari luar Jakarta, yang bersama-sama

    meninggalkan identitas asalnya dan bersama-sama membentuk etnis baru, Kaum

    Betawi, kurang lebih sama halnya seperti masyarakat Betawi tersebut, penghuni

    kota metropolitan Jakarta dewasa ini juga terbentuk oleh masyarakat pendatang

    dari berbagai wilayah di luar Jakarta, dan bersama anak Betawi membentuk

    masyarakat Jakarta modern dengan menggunakan bahasa yang berakar pada

    bahasa Betawi.

    Lengkapnya wilayah persebaran bahasa Melayu Betawi menurut Muhadjir

    adalah sebagai berikut:39

    a) Di seluruh wilayah administratif DKI Jakarta yang tersebar dalam 30

    Kecamatan.

    b) Di luar wilayah DKI Jakarta, terdapat di:

    Kabupaten Tangerang, yakni di kecamatan-kecamatan: Mauk, Sepatan,

    Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren, Ciputat, dan

    Serpong.

    38

    Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm.102

    39Ibid , hlm.56

  • 25

    Kabupaten Bogor, yakni di kecamatan-kecamatan: Gunung Sindur, Parung

    Sawangan, Bojong Gede, Semplak, Cibinong, Pancoran Emas Sukma

    Jaya, Beji, dan Cimanggis.

    Kabupaten Bekasi, yakni di kecamatan-kecamatan: Pondok Gede, Jati

    Asih, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bantar

    Gedang, Setu, Tambun, Cibitung, Cikarang, Sukatani, Tambelang,

    Pabayuran, Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya, dan Babelan.

    b. Ciri Khas Bahasa Betawi

    1. Ciri Tata Ucap

    Untuk memudahkan pembahasan tentang ciri-ciri khas bahasa Betawi,

    yaitu membandingkannya dengan ciri-ciri tata ucap bahasa Indonesia.

    Ciri 1: Kata-kata ap, an, ay, gil bila diucapkan dalam bahasa Indonesia

    sama dengan apa, ana, aya, gila. Selain itu bahasa Betawi tidak mengenal

    vokal rangkap atau diftong ai, au. Dengan demikian kata-kata yang dalam

    bahasa Indonesia diucapkan dengan diftong dalam bahasa Betawi diucapkan

    dengan dan o. Kata-kata seperti pantai, cerai, atau pulau dan tembakau,

    diucapkan sebagai pant, cer, pulo dan tembako.

    Ciri 2: Kaidah kedua adalah kata-kata yang berakhir dengan konsonan h dalam

    bahasa Indonesia, dalam bahasa Betawi diucapkan tanpa h.demikian misalnya

    kata-kata seperti darah, merah, sebelah, salah, tengah, dalam bahasa Betawi

    menjadi dar, mer, sal, teng.

    Ciri 3: Seperti dapat dilihat pada beberapa contoh yang sudah disebut, salah

    satu ciri bahasa Betawi adalah terjadinya pemenggalan kata atau bunyi awal.

    Seperti terjadi pada beberapa contoh, say diucapkan ay, sam sering

    diucapkan am.

    2. Ciri Morfologis

    Ciri yang menonjol dalam bidang pembentukan kata adalah:

    (1) Awalan kata kerja prenasal

  • 26

    Kata-kata kerja yang dalam bahasa Indonesia berbentuk me- dalam

    bahasa Betawi hanya berupa nasal yang mengawali bentuk dasar. Kata kerja

    seperti pukul, bakar, kuny kunyah, ganggu menjadi kata kerja mukul,

    mbakar, nguny, dan nganggu, yang sejajar dalam bahasa Indonesia memukul,

    membakar, mengunyah, dan mengganggu.

    (2) Awalan ber-

    Bentuk awalan itu pun mempunyai ciri khas. Hampir dalam semua

    bentuk dasar tidak pernah muncul utuh ber-, melainkan selalu hanya berbentuk

    be- seperti bebisik untuk berbisik, bejalan berjalan, bejanji berjanji,

    betemen berteman, dan sebagainya.

    (3) Akhiran in

    Dalam bahasa Indonesia terdapat dua akhiran i dan kan yang sama

    artinya dengan akhiran dalam bahasa Betawi yaitu in. Kata-kata Indonesia

    mendatangi, menyembunyikan, mengambilkan, menjahitkan, dalam bahasa

    Betawi adala: ndatangin, ngumpetin, ngambilin, dan ngejaitin.

    (4) Akhiran an

    Akhiran sama bentuknya dengan bahasa Indonesia, tetapi

    penggunaannya di Jakarta cukup khas. Dalam bahasa Betawi akhiran itu bisa

    menyatakan lebih bila dihubungkan dengan bentuk dasar adjektiva, seperti

    cepetan, tinggian, baikan, lebih cepat, lebih tinggi, lebih baik.

    (5) Bentuk kata ulang

    Dalam bahasa Indonesia terdapat dua bentuk ulangan kata: ulangan kata

    penuh, seperti laki-laki, beramai-ramai dan ulangan suku awal seperti lelaki

    atau tetangga. Dalam bahasa Indonesia kehadiran bentuk ulang yang kedua

    sangat terbatas. Tetapi dalam bahasa Betawi, sekalipun tidak seproduktif

    seperti dalam bahasa Sunda, jumlah contoh bentuk ulang yang kedua tampak

    lebih banyak, seperti tetamu tamu, gegares makan, bebenah memberes-

    bereskan, gegaruk garuk-garuk, sesenggukan tersengguk-sengguk.

    (6) Awalan maen dan kej

  • 27

    Frasa kata kerja dengan maen tampaknya juga khas Betawi seperti

    terdapat dalam maen pukul, maen ambil, maen tubruk, yang berarti melakukan

    pekerjaan secara sembarangan, semaunya sendiri.

    Model pembentukan kata itu juga terdapat dengan awalan kej atau

    kerja (pinggiran) seperti terdapat dalam kej ketawa, membuat orang tertawa

    kej mare menyebabkan marah.

    3. Ciri Sintaksis

    Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya

    berbagai kata partikel kalimat seperti si(h), kek, dong, deh, dan sebagainya.

    a. Lu ud nggak kenal langgar sih

    Kau tidak lagi mengenal musalla

    b. Tapiny bilang dulu am si Miun dong y

    Tetapi bicarakan dulu dengan si Miun, ya

    c. Nyai kek perawan sini kek

    (Tidak peduli), apakah Nyai atau gadis dari sini

    d. Belon pulang kok delmanny ada di blakang

    Dia belum pulang, mengapa delmannya sudah ada di belakang

    B. Penelitian yang Relevan

    Sebelum melakukan penelitian ini, penulis telah menelusuri beberapa

    hasil penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang

    penulis lakukan ini. Penelitian terdahulu akan dipaparkan sebagai berikut:

    Maidatussalamiyah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

    Indonesia Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul

    skripsi Analisis Kesalahan Diksi dalam Paragraf Deskripsi Siswa Kelas X

    Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2011/2012.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa

    simpulan yaitu kesalahan yang dilakukan siswa dalam paragraf deskripsi pada

    penggunaan kata tidak baku, kesalahan diksi pada penggunaan kata ciptaan

  • 28

    sendiri, penggunaan kata yang bersinonim, penggunaan idiomatik, penggunaan

    kata asing, penggunaan kata yang bermakna denotasi atau konotasi, dan

    penggunaan kata yang berhubungan dengan panca indra. Kesalahan yang paling

    banyak dilakukan siswa Kelas X Semester Ganjil di MAN 12 Jakarta Barat adalah

    kesalahan yang disebabkan oleh penggunaan kata ciptaan sendiri.

    Adapun perbedaan penelitian Maidatussalamiyah dengan skripsi ini yaitu

    kesalahan yang diteliti adalah kesalahan diksi di dalam karangan deskripsi siswa,

    sedangkan kesalahan yang penulis teliti adalah kesalahan pada penggunaan

    kosakata dalam karangan narasi siswa.

    Lieza Yanti mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Interferensi

    Bahasa Betawi Pada Karangan Narasi Siswa Kelas XI Sekolah Menengah

    Kejuruan (SMK) Miftahul Falah Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bentuk-bentuk

    interferensi pada karangan narasi siswa terjadi pada bentuk kata, afiks kategori

    prefiks, sufiks, dan konfiks. Sedangkan pada afiks kategori infiks dan

    pengulangan tidak terjadi. Bentuk yang paling sering terinferensi adalah bentuk

    kata, sedangkan pada bentuk afiks paling sering terinferensi adalah konfiks. Dari

    45 karangan Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Miftahul Falah

    Cipulir-Kebayoran Lama Jakarta Selatan karangan yang terinterferensi bahasa

    Betawi sebanyak 33 atau 73,30%, karangan yang tidak terinterferensi bahasa

    betawi sebanyak 12 atau 26,70%. Jadi sebagian besar siswa melakukan

    interferensi bahasa Betawi dalam karangan narasinya.

    Adapun perbedaan penelitian Lieza Yanti dengan skripsi ini yaitu terletak

    pada masalah yang diteliti. Masalah yang diteliti oleh Lieza yanti adalah

    interferensi bahasa Betawi bukan hanya pada kosakata saja, tetapi juga pada

    proses morfologis seperti imbuhan dan kata ulang. Sedangkan masalah yang

    penulis teliti hanya kesalahan pada penggunaan kosakata.

    Lili Sholihah mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul Interferensi

  • 29

    Morfologi dan Sintaksis Bahasa Jawa Dialek Cirebon Terhadap Bahasa Indonesia

    dalam Karangan Narasi Siswa Kelas V Semester Ganjil di SD Negeri 1 Babakan

    Ciwaringin Cirebon Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan penelitian tersebut

    dapat disimpulkan bahwa bentuk interferensi pada tataran morfologi dan sintaksis

    dalam karangan narasi siswa terdapat penyimpangan pada pembentukan prefiks

    nasal /N/ menjadi /m-, -, n-, -/, pembentukan prefiks /k-/ dalam bahasa Jawa

    Cirebon menyatakan makna ketidaksengajaan berpadanan dengan prefiks /tr-/

    dan /br/, pembentukan morfem zero dalam hal ini tidak munculnya prefiks /br-/,

    /mN-/, dan /tr-/, konfiks /m-kan/, dan tidak terdapat afiks karena dalam bahasa

    Jawa tidak memiliki afiks tersebut, pembentukan sufiks /-akn/ dalam bahasa

    Indonesia berpadanan dengan sufiks /-kan/ yang menyatakanmelakukan untuk

    orang lain dan memasukan kata bahasa Jawa Cirebon ke dalam Bahasa

    Indonesia. Bentuk interferensi sintaksis dalam penggunaan bahasa Indonesia

    dalam karangan narasi yaitu pola penggunaan klitika /-a/, pola pembentukan

    frasa, dan pola pembentukan klausa (pengulangan subjek ganda).

    Adapun perbedaan penelitian Lili Sholihah dengan skripsi ini yaitu pada

    masalah yang diteliti. Lili Sholihah meneliti tentang interferensi morfologi dan

    sintaksis bahasa Jawa Dialek Cirebon dalam karangan narasi, sedangkan masalah

    yang penulis teliti yaitu kesalahan penggunaan kosakata dalam karangan narasi

    siswa yang berlatar belakan bahasa Betawi.

    Berdasarkan tinjauan pustaka yang didapat, penulis belum mendapati

    kesalahan penggunaan kosakata pada karangan narasi siswa yang berlatar

    belakang bahasa Betawi. Maka dari itu penulis ingin mengetahui atau melihat

    tipe-tipe kesalahan kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri

    Parung. Penelitian ini merupakan penelitian terkini yang berusaha memperkaya

    khazanah penelitian tentang kesalahan berbahasa khususnya dalam kategori

    kosakata. Dengan demikian hasilnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas

    pembelajaran bahasa Indonesia.

  • 30

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta

    jalan dan kotanya. Dalam penelitian terhadap kesalahan kosakata pada karangan

    narasi siswa yang berlatar belakang bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia,

    lokasi yang di ambil untuk melakukakan penelitian yaitu di Madrasah Tsanawiyah

    Negeri Parung.

    MTs Negeri Parung terletak di Lebak Wangi, Jalan Raya Parung, Kota

    Bogor, Provinsi Jawa Barat. Di provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Parung,

    banyak ditemukan masyarakat yang dwibahasawan. Salah satu di antaranya

    masyarakat yang ber-B1 bahasa Betawi dan ber-B2 bahasa Indonesia.

    Waktu yang digunakan dalam melakukan penelitian ini yaitu selama tujuh

    bulan yaitu dimulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013.

    Pengambilan data penelitian dilakukan di sekolah ini, khususnya pada siswa kelas

    VII semester genap tahun pelajaran 2012/2013.

    B. Populasi dan Sampel

    Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

    yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

    untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.40

    Jadi populasi bukan

    hanya orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga

    bukan sekedar jumlah yang ada pada objek atau subjek yang dipelajari, tetapi

    meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu.

    Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs Negeri Parung kelas VII

    berjumlah sembilan kelas yang terdiri dari 423 siswa.

    40

    Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 80.

  • 31

    Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

    populasi.41

    Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua

    yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu,

    maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

    Dalam penelitian ini, penulis memilih satu kelas yang diambil secara acak

    dari sembilan kelas. Kelas VII-1 menjadi kelas terpilih sebagai kelas sampel

    dengan jumlah 30 siswa. Peserta dengan jumlah tersebut adalah benar-benar dapat

    mewakili seluruh peserta didik. Pengambilan sampel tersebut berdasarkan

    pertimbangan, yaitu bahasa yang digunakan siswa kelas VII-1 dalam percakapan

    sehari-hari di sekolah adalah bahasa Betawi.

    C. Metode Penelitian

    Metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan dan

    analisis data yang dipergunakan, guna menjawab persoalan yang dihadapi.

    Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian

    deskriptif tidak diperlukan administrasi dan pengontrolan terhadap perlakuan.

    Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi

    hanya meggambarkan apa adanya tentang satu variabel, gejala atau keadaan.

    Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk

    mengumpulkan informasi mangenai status suatu gejala menurut apa adanya pada

    saat penelitian dilakukan.42

    Metode deskriptif adalah metode yang di dalamnya terdapat upaya

    mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi

    yang terjadi atau ada. Dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan tipe-tipe

    kesalahan berbahasa tulis yang dilakukan oleh siswa yang berlatar belakang

    bahasa Betawi dalam berbahasa Indonesia. Pengklasifikasian dilakukan

    berdasarkan kesalahan pada kategori kosakata.

    41

    Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),

    hlm. 81 42 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatam Praktik, (Rineka Cipta:

    Jakarta, 2006), hlm.309

  • 32

    D. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam

    penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan data

    agar mendapatkan data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur yang

    sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

    Dalam penelitian yang penulis lakukan ini adalah ingin mengetahui

    kesalahan berbahasa dalam bidang kosakata siswa yang berlatar belakang bahasa

    Betawi pada karangan narasi melalui beberapa teknik, yaitu observasi, tes, dan

    angket.

    1) Observasi

    Cara yang pertama dilakukan peneliti untuk mendapatkan data penelitian

    yaitu dengan melakukan observasi. Peneliti datang ke sekolah dengan

    menyertakan surat izin observasi dan proposal penelitian. Setelah

    mendapatkan izin, barulah melakukan observasi yang berkaitan dengan

    penelitian yaitu mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang latar

    belakang bahasa yang digunakan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung.

    2) Tes

    Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk

    mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan, atau bakat

    yang dimiliki oleh indovidu atau kelompok.43

    Teknik tes digunakan pada siswa secara langsung. Teknik tersebut

    dilakukan setelah kegiatan belajar mengajar dilakukan. Bentuk tes yang

    digunakan adalah tes essai yang dilakukan secara langsung oleh siswa dengan

    membuat karangan narasi.

    3) Angket

    Pengumpulan data melalui angket dilakukan oleh penulis kepada siswa

    secara langsung untuk mengetahui gambaran tentang kesulitan penggunaan

    kosakata yang dilakukan oleh siswa kelas VII MTs Negeri Parung sebagai

    43

    Burhan Nurgiyantoro, Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, (Yogyakarta:

    BPFE Yogyakarta, 2001),hlm.5

  • 33

    dwibahasawan. Hal tersebut akan mempermudah penulis dalam pengumpulan

    data.

    Dalam penelitian ini angket dibuat dengan bentuk campuran.

    Maksudnya, responden diberikan pilihan untuk menjawab setiap pertanyaan

    sesuai alternatif jawaban yang telah disediakan atau dapat menuliskan

    jawaban lain yang sesuai pada alternatif jawaban yang telah dikosongkan.

    Pertanyaan dalam angket berjumlah 13 pertanyaan.

    E. Instrumen Penelitian

    Instrumen adalah alat untuk memperoleh informasi dan sumber data.44

    Keberhasilan penelitian ditentukan oleh instrumen yang digunakan, karena data

    yang diperoleh melalui instrumen. Alat pengambilan harus dirancang dan dibuat

    sedemikian rupa, sehingga menghasilkan data empiris. Instrumen penelitian ini

    dibantu dengan timbal (observasi) atau nontes. Dibuat oleh peneliti sendiri untuk

    mencatat data berupa kalimat yang terdapat pada karangan narasi dalam

    penggunaan kosakata yang salah, seperti contoh:

    Tabel 3.1

    Tabel Analisis Kesalahan Kosakata

    Nama Siswa (judul karangan)

    No Kalimat Kosakata

    Berbahasa Betawi

    Seharusnya Perbaikan Kata

    dalam Kalimat

    F. Teknik Analisis Data

    Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi dan

    mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan,

    44

    Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 136.

  • 34

    menyamakan data yang sama dan membedakan data yang memang berbeda, serta

    menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tidak sama. Dalam

    rangka pengklasifikasian dan pengelompokkan data tentu harus didasarkan pada

    apa yang menjadi tujuan penelitian.45

    Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

    kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema

    dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.

    Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

    analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) model Miles dan

    Hubermen, yang meliputi tiga langkah, antara lain: (1) reduksi data, (2)

    display/penyajian data, (3) mengambil kesimpulan kemudian diverifikasi. Berikut

    penjelasannya.

    1. Reduksi data

    Reduksi data merupakan menajamkan untuk mengorganisasikan

    data. Pada tahap ini peneliti merekam data lapangan dalam bentuk catatan-

    catatan lapangan, lalu ditafsirkan masing-masing data yang relevan dengan

    fokus masalah yang diteliti. Pada tahap ini peneliti mulai

    mempertimbangkan apakah data yang dihasilkan dari penelitian sesuai

    dengan tujuan penelitian.

    2. Display/penyajian data

    Pada langkah ini peneliti menyusun data secara teratur dan

    terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan, dianalisis

    secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang diharapkan. Kegiatan

    analisis dapat dilakukan sebagai berikut: (1) membaca karangan narasi

    siswa, (2) mencatat kata-kata yang bukan bahasa Indonesia, (3)

    menganalisis kata-kata yang merupakan bahasa Betawi dan menganalisis

    siswa yang paling banyak melakukan kesalahan penggunaan kosakata.

    45

    Mahsun, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.253

  • 35

    3. Mengambil kesimpulan/verifikasi

    Pada langkah ini peneliti sudah memasuki tahap membuat

    simpulan dari data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan

    ini masih bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi selama

    penelitian berlangsung. Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan

    dilakukan secara terus menerus mulai dari awal, saat penelitian

    berlangsung, sampai akhir.

  • 36

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    A. Deskripsi Data

    Sebelum meminta siswa untuk membuat karangan narasi, mereka

    terlebih dahulu diingatkan tentang pengertian karangan narasi. Setelah itu siswa

    diminta untuk membuat sebuah karangan narasi sebanyak satu halaman yang

    masing-masing siswa berbeda-beda jumlah paragrafnya. Ada siswa yang

    membuat sebanyak tiga paragraf, ada juga yang membuat dua paragraf, bahkan

    ada juga siswa yang membuat satu paragraf dalam satu halaman. Hasil karangan

    tersebut dikumpulkan menjadi satu dan dianalisis untuk mengetahui ada atau

    tidaknya kesalahan penggunaan kosakata yang dibuat o