karakteristik dan aktivitas antioksidan peptida...
TRANSCRIPT
i
KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
PEPTIDA BIOAKTIF HIDROLISAT PROTEIN SUSU
KEDELAI HASIL HIDROLISIS PAPAIN
SKRIPSI
LENI NURSAFITRI
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
ii
KARAKTERISTIK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
PEPTIDA BIOAKTIF HIDROLISAT PROTEIN SUSU
KEDELAI HASIL HIDROLISIS PAPAIN
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
LENI NURSAFITRI
11150960000056
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
iv
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Oktober 2019
Leni Nursafitri
11150960000056
i
ABSTRAK
LENI NURSAFITRI. Karakteristik dan Aktivitas Antioksidan Peptida Bioaktif
Hidrolisat Protein Susu Kedelai Hasil Hidrolisis Papain. Dibimbing oleh SANDRA
HERMANTO dan ANNA MUAWANAH.
Susu kedelai memiliki peptida bioaktif yang berpotensi sebagai antioksidan.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi optimum hidrolisis susu kedelai
menggunakan enzim papain, memperoleh peptida bioaktif antioksidan dari
hidrolisat protein susu kedelai, dan menentukan bobot molekulnya. Ekstraksi
protein dilakukan dengan metode titik isoelektrik dan uji kadar protein terlarut
dengan metode Lowry. Hidrolisis protein susu kedelai menggunakan konsentrasi
papain 0,1; 0,2; dan 0,5 % (b/b) serta variasi waktu inkubasi 0, 2, 4, 8, 16, dan 24
jam pada suhu 37°C. Hasil hidrolisis dilakukan analisis proksimat, derajat
hidrolisis, aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl) dan analisis bobot molekul peptida bioaktif dengan LC-MS/MS Q-
TOF (Liquid Chromatography – Mass Spectrometry/ Mass Spectrometry
Quadrupole-Time of Flight). Hidrolisat protein dengan aktivitas antioksidan
tertinggi difraksinasi menggunakan ultramembran filtrasi (MWCO ≤ 3 kDa). Hasil
analisa proksimat susu kedelai menunjukkan kadar air, kadar abu dan kadar protein
sebesar 92,950%; 0,247%; dan 5,654%. Hidrolisat protein dengan aktivitas
antioksidan tertinggi ditunjukkan oleh konsentrasi enzim 0,2% pada waktu
hidrolisis 8 jam dengan kadar protein terlarut 402,444 ppm, nilai derajat hidrolisis
11,000%, dan nilai IC50 52,344 ppm. Karakteristik fragmen protein diperoleh
beberapa peptida bioaktif dengan kisaran bobot molekul 0,322 kDa – 26,138 kDa.
Hidrolisat protein susu kedelai memiliki peptida bioktif yang diduga mengandung
gugus aromatik yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan.
Kata kunci: Antioksidan, enzim papain, peptida bioaktif, susu kedelai
ii
ABSTRACT
LENI NURSAFITRI. Characteristic and Antioxidant Activity of Bioactive
Peptide Hydrolyzate of Soymilk Protein from Papain Hydrolysis. Supervised by
SANDRA HERMANTO and ANNA MUAWANAH.
Soymilk has a potentially bioactive peptide as antioxidants. This research aims to
determine optimal conditions of hydrolysis of soy milk using papain, obtain
antioxidant bioactive peptides from soymilk protein hydrolysate, and determine its
molecular weight. Protein extraction was carried out by isoelectric point method
and the test of dissolved protein levels by Lowry method. Protein hydrolysis of
soymilk using papain concentration 0,1; 0,2; and 0,5% and incubation time
variation 0, 2, 4, 8, 16, and 24 hours at 37°C. Hydrolyzate conducted proximate
analysis, degree of hydrolysis, antioxidant activity using DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl) method and analysis of molecular weight bioactive peptide with
LC-MS/MS Q-TOF (Liquid Chromatography – Mass Spectrometry/ Mass
Spectrometry Quadrupole-Time of Flight). Protein hydrolyzate with the highest
antioxidant activity is fractionated using ultramembrane filtration (MWCO ≤ 3
kDa). Proximate analysis of soymilk showing water content, ash content, and
protein content with value 92,950%; 0,247%; and 5,654%. Protein hydrolyzate with
the highest antioxidant activity is is shown by enzyme concentration 0,2% at 8 hours
incubation time with dissolved protein content 402,444 ppm, the degree of
hydrolysis 11,000%, and value of IC50 52,344 ppm. Characterization protein
fragment is obtained by several bioactive peptides with a molecular weight range
of 0,322 kDa – 26,138 kDa. Soymilk protein hydrolysate has a bioactive peptide
that is suspected to contain an aromatic group that contributes to antioxidant
activity.
Keyword: Antioxidant, enzyme papain, bioactive peptides, soy milk
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT
yang senantiasa memberikan rahmat dan nikmat kepada kita semua. Sholawat serta
salam penulis semoga selalu tercurah kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW
beserta sahabatnya. Dengan rahmat, hidayah, dan izin Allah SWT penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik dan Aktivitas Antioksidan
Peptida Bioaktif Hidrolisat Protein Susu Kedelai Hasil Hidrolisis Papain”.
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dari bulan November 2018 – Juni 2019.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan
banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga dapat
menyelesaikannya.
1. Dr. Sandra Hermanto, M.Si selaku Pembimbing I yang telah memberikan
arahan, pengetahuan, bimbingan serta meluangkan waktu sehingga banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Anna Muawanah, M.Si selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan
memberikan saran, masukan dan ilmu yang bermanfaat dari awal sampai tahap
akhir penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. La Ode Sumarlin, M.Si selaku penguji I dan ketua Program Studi Kimia,
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
iv
4. Ahmad Fathoni, M.Si selaku penguji II yang telah memberi kritik dan saran yang
bermanfaat kepada penulis dari tahap awal sampai tahap akhir penyusunan
skripsi.
5. Prof. Lily Surraya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Segenap dosen Program Studi Kimia atas ilmu pengetahuan yang dengan ikhlas
diajarkan kepada penulis.
7. Keluarga tersayang Nurjanah (Ibu), Abdurahman (Ayah), Lani Lestari (Kakak),
Asih (Nenek), Aip (Kakek), serta Amri Setiawan (Kakak) atas segala doa,
nasihat, dan dukungan baik moral ataupun materiil kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Dhiya Alwan yang senantiasa memberikan keceriaan, nasihat, doa, dukungan,
serta memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
9. Fiska Evianti, Reni Rismayanti, Rizkiyah Hasanah, Nurul Annisa, dan Yessinta
Kurnianti yang selalu memberikan semangat dan keceriaan serta membantu
penulis dalam kondisi apapun selama 4 tahun perkuliahan sampai selesainya
skripsi ini.
10. Teman-teman Kimia 2015, kakak-kakak dan adik-adik kelas yang telah
membantu, memotivasi dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan
penelitian dan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Jakarta, Oktober 2019
Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Susu Kedelai .................................................................................................. 5
2.2 Protein ............................................................................................................ 8
2.3 Enzim Papain ............................................................................................... 12
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan ................................................................... 14
2.5 Uji Antioksidan Metode DPPH .................................................................... 15
2.6 Fraksinasi Ultramembran ............................................................................. 17
2.7 Liquid Chromatography-Mass Spectrometry ............................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................... 22
3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................. 22
3.2.1 Alat ............................................................................................................... 22
3.2.2 Bahan ........................................................................................................... 22
3.3 Prosedur Penelitian....................................................................................... 23
3.3.1 Pembuatan Susu Kedelai .............................................................................. 24
3.3.2 Uji Proksimat ............................................................................................... 24
3.3.3 Ekstraksi Protein .......................................................................................... 26
3.3.4 Pengukuran Kadar Protein Terlarut ............................................................. 26
vi
3.3.5 Hidrolisis Protein ......................................................................................... 27
3.3.6 Perhitungan Derajat Hidrolisis ..................................................................... 27
3.3.7 Uji Aktivitas Antioksidan ............................................................................ 27
3.3.8 Fraksinasi dengan Membran Ultrafiltrasi..................................................... 28
3.3.9 Karakterisasi dengan LCMS/MS Q-TOF..................................................... 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 29
4.1 Ekstrak Protein Susu Kedelai ........................................................................ 29
4.2 Hasil Analisis Proksimat Susu Kedelai ......................................................... 30
4.3 Hidrolisis dan Kadar Protein Terlarut ........................................................... 32
4.4 Derajat Hidrolisis Hidrolisat Protein Susu Kedelai ...................................... 35
4.5 Aktivitas Antioksidan Protein Susu Kedelai ................................................. 37
4.6 Fraksinasi Peptida Bioaktif Hidrolisat Susu Kedelai .................................... 42
4.7 Karakteristik Peptida Bioaktif dengan LCMS/MS ....................................... 45
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 49
5.1 Simpulan ....................................................................................................... 49
5.2 Saran .............................................................................................................. 49
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
LAMPIRAN ......................................................................................................... 57
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Biji kacang kedelai ............................................................................... 5
Gambar 2. Ikatan peptida antara tiga asam amino................................................ 11
Gambar 3. Fungsi peptida bioaktif dari tanaman yang dihidrolisis menggunakan
enzim atau fermentasi.......................................................................... 12
Gambar 4. Mekanisme kerja enzim papain .......................................................... 13
Gambar 5. Reaksi DPPH dengan antioksidan ...................................................... 16
Gambar 6. Ilustrasi pemisahan dengan membran ................................................. 18
Gambar 7. Diagram alir penelitian ....................................................................... 22
Gambar 8. Pengaruh pH terhadap kelarutan protein ............................................ 29
Gambar 9. Kadar protein terlarut hidrolisat protein susu kedelai......................... 32
Gambar 10. Nilai derajat hidrolisis hidrolisat protein susu kedelai ..................... 35
Gambar 11. Mekanisme umum hidrolisis enzimatik substrat protein .................. 37
Gambar 12. Aktivitas antioksidan hidrolisat protein susu kedelai ....................... 38
Gambar 13. Struktur asam amino (a) Triptofan (b) Prolin ................................... 40
Gambar 14. Reaksi antara senyawa asam amino Trp dengan senyawa DPPH
radikal .... .......................................................................................... 41
Gambar 15. Struktur (a) vitamin C, (b) vitamin A dan (c) vitamin E .................. 44
Gambar 16. Kromatogram hidrolisat protein susu kedelai hasil LCMS/MS ....... 45
Gambar 17. Spektrum massa pada waktu retensi 3,162 menit ............................. 46
Gambar 18. Spektrum massa pada waktu retensi 3,858 menit ............................. 46
Gambar 19. Spektrum massa pada waktu retensi 4,753 menit ............................. 46
Gambar 20. Spektrum massa pada waktu retensi 4,416 menit ............................. 47
Gambar 21. Spektrum massa pada waktu retensi 5,227 menit ............................. 47
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi kimia biji kedelai .................................................................... 6
Tabel 2. Komposisi gizi susu kedelai ...................................................................... 7
Tabel 3. Komposisi asam amino susu kedelai ......................................................... 8
Tabel 4. Penggolongan tingkat aktivitas antioksidan (IC50) .................................. 15
Tabel 5. Komposisi kimia susu kedelai ................................................................. 29
Tabel 6. Profil asam amino glycinin dan β-conglycinin ........................................ 42
Tabel 7. Kadar protein terlarut hidrolisat protein hasil fraksinasi ......................... 43
Tabel 8. Nilai IC50 pada hidrolisat protein hasil fraksinasi ................................... 43
Tabel 9. Bobot molekul peptida pada hidrolisat protein susu kedelai ................... 47
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rendemen protein susu kedelai ....................................................... 57
Lampiran 2. Kadar air .......................................................................................... 57
Lampiran 3. Kadar abu ......................................................................................... 58
Lampiran 4. Kadar protein total ........................................................................... 58
Lampiran 5. Kadar protein terlarut ....................................................................... 59
Lampiran 6. Komposisi reagen Lowry ................................................................. 63
Lampiran 7. Perhitungan konsentrasi enzim: substrat untuk hidrolisis ............... 63
Lampiran 8. Hasil analisis derajat hidrolisis ........................................................ 64
Lampiran 9. Aktivitas antioksidan hidrolisat protein ........................................... 66
Lampiran 10. Kadar protein terlarut hasil fraksinasi ............................................ 74
Lampiran 11. Aktivitas antioksidan hasil fraksinasi ............................................ 75
Lampiran 12. Kromatogram blanko ..................................................................... 76
Lampiran 13. Kromatogram hidrolisat protein susu kedelai terbaik .................... 76
Lampiran 14. Spektrum massa kelima puncak kromatogram hidrolisat .............. 77
Lampiran 15. Setting instrument LCMS/MS ....................................................... 80
Lampiran 16. Spesifikasi enzim papain ............................................................... 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radikal bebas yang terlalu banyak di dalam tubuh dapat membuat tubuh
mengalami stres oksidatif sehingga dapat menyebabkan penuaan dini dan penyakit
degeneratif seperti penyakit kardiovaskular, kanker, dan diabetes (Sayuti &
Yenrina, 2015). Upaya untuk mencegah radikal bebas yang berlebihan di dalam
tubuh ialah dengan antioksidan. Antioksidan secara alami terdapat di dalam tubuh
manusia, namun jumlah radikal bebas dapat mengalami peningkatan setiap
waktunya sehingga diperlukan tambahan antioksidan dari luar (Sayuti & Yenrina,
2015). Antioksidan dapat diperoleh dari makanan diantaranya berasal dari biji-
bijian (Kussman & Bladeren, 2011).
Firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman (55) ayat 10-13 yang
berbunyi:
( والحب ذو العصف ١١( فيها فاكهة والنخل ذات األكمام )١٠واألرض وضعها لألنام )
يحان ) آالء ربكما تكذبان )١٢والر (١٣(فبأي
Artinya: Dan bumi telah dibentangkan-Nya untuk makhluk(-Nya). Didalamnya ada
buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang. Dan
biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka
nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah S.W.T telah menurunkan nikmat kepada
makhluk-Nya berupa buah-buahan, pohon, dan biji-bijian. Nikmat tersebut
merupakan rezeki dari Allah S.W.T dan sebagai pembelajaran bagi manusia. Salah
2
satu upaya untuk mensyukuri nikmat Allah SWT adalah dengan mempelajari
ciptaan dan manfaatnya bagi manusia.
Kacang kedelai merupakan biji-bijian yang dapat dimanfaatkan untuk
kesehatan karena mengandung protein, mineral, vitamin, dan serat pangan yang
tinggi, serta dikenal sebagai sumber protein (BPS, 2012). Protein memiliki manfaat
yang penting bagi tubuh, yakni: pembangun struktur, biokatalis, pengatur pH,
sebagai salah satu sumber energi, dan sebagai pembawa sifat turunan. Kadar protein
kacang kedelai sangat tinggi dibandingkan dengan kacang-kacang lainnya, protein
kacang kedelai mencapai 35% berdasarkan bobot keringnya, bahkan kedelai
dengan varietas unggul memiliki kadar protein 40-43% (BPS, 2012). Susu kedelai
merupakan salah satu produk olahan yang berasal dari kacang kedelai melalui
proses perendaman, penggilingan, dan penyaringan.
Penelitian ini mengeksplorasi peptida bioaktif antioksidan dari protein susu
kedelai yang diproduksi pada skala rumah tangga. Eksplorasi peptida bioaktif pada
penelitian ini meliputi ekstraksi, fraksinasi, dan karakterisasi. Hidrolisis protein
dilakukan secara enzimatik dengan menggunakan enzim proteolitik yaitu enzim
papain. Kim (2013) menyatakan bahwa hidrolisis protein secara enzimatik
dilakukan agar diperoleh peptida bioaktif yang aman untuk pangan. Enzim papain
dipilih karena termasuk sistein protease golongan endopeptidase yaitu papain dapat
memecah protein pada tempat-tempat tertentu dalam molekul protein. Enzim
papain juga memiliki sifat dan mekanisme yang mirip dengan cathepsin yang
terdapat pada lisosom (Otto & Schirmeister, 1997). Penelitian mengenai peptida
bioaktif antioksidan dari sumber nabati telah dilakukan oleh beberapa peneliti
diantaranya kacang kedelai (Abu-Salem, 2013), beras (Yan et al., 2015), biji rami
3
(Girgih et al., 2014), buncis (Ghribi et al., 2015), ubi (Zhang et al., 2014), kacang
gude, kacang komak dan kacang buncis (Ratnayani & Puspawati, 2016)
Meinlschmidt et al., (2015) telah melakukan penelitian mengenai hidrolisis
protein kedelai menggunakan enzim papain dengan konsentrasi enzim 0,2 %, suhu
80°C, pH 7, dan variasi waktu 0, 10, 30, 60, dan 120 menit diperoleh hasil derajat
hidrolisis tertinggi pada waktu 10 menit yaitu sebesar 4,9±0,0%. Enzim papain
telah digunakan untuk menghidrolisis protein dari kacang kedelai dengan perlakuan
suhu 38°C dan pH 8 diketahui bahwa hidrolisat kacang kedelai memiliki aktivitas
penghambatan radikal bebas sebesar 70% (Abu-Salem et al., 2013). Park et al.,
(2010) melaporkan bahwa kedelai yang dihidrolisis dengan enzim alkalase
memiliki aktivitas antioksidan kuat dengan bobot molekul ≤ 3 kDa.
Penelitian ini menggunakan variasi konsentrasi enzim 0,1%; 0,2%; dan 0,5%
dengan variasi waktu inkubasi hidrolisis pada rentang waktu 2 sampai 24 jam.
Waktu optimum hidrolisis protein ditentukan berdasarkan kadar protein terlarut,
nilai derajat hidrolisis dan aktivitas antioksidan. Pengujian aktivitas antioksidan
dilakukan menggunakan metode penghambatan radikal DPPH. Metode ini dipilih
karena kemudahan analisis dan telah banyak digunakan sebagai metode screening
aktivitas antioksidan. Hidrolisat protein paling aktif akan difraksinasi lebih lanjut
menggunakan membran ultrafiltrasi (MWCO ≤ 3 kDa) dan bobot molekulnya
dikarakterisasi dengan LCMS/MS Q-TOF.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapakah konsentrasi enzim papain dan waktu hidrolisis optimum yang mampu
menghasilkan peptida bioaktif dengan aktivitas antioksidan tertinggi?
2. Bagaimanakah karakteristik peptida bioaktif antioksidan yang dihasilkan
berdasarkan bobot molekulnya?
4
3. Bagaimanakah aktivitas antioksidan peptida bioaktif hidrolisat sebelum dan
setelah dilakukan fraksinasi?
1.3 Hipotesis Penelitian
1. Peptida bioaktif hidrolisat protein susu kedelai yang memiliki aktivitas
antikosidan tertinggi diperoleh melalui hidrolisis enzimatik dengan konsentrasi
enzim 0,2% - 0,5% dan waktu hidrolisis optimum antara 8 - 24 jam.
2. Karakteristik peptida bioaktif yang bersifat sebagai antioksidan memiliki bobot
molekul ≤ 3 kDa.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menentukan kondisi optimum proses hidrolisis protein susu kedelai melalui
variasi waktu dan konsentrasi enzim yang mampu menghasilkan peptida bioaktif
dengan aktivitas antioksidan yang tinggi.
2. Mengidentifikasi bobot molekul peptida bioaktif yang potensial sebagai
antioksidan dari hidrolisat protein susu kedelai.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi susu
kedelai sebagai alternatif pangan fungsional melalui pemanfaatannya sebagai
sumber antioksidan yang relatif murah dan aman untuk digunakan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu Kedelai
Kacang kedelai menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3922-1995
adalah hasil tanaman kedelai berupa biji yang telah lepas dari kulit polong dan
dibersihkan. Bentuk biji kacang kedelai dapat dilihat pada gambar 1. Beberapa
sebutan lokal di Indonesia kacang kedelai adalah: kacang bulu, kacang gadela,
kacang jepung, atau kedelai (Astawan, 2004). Klasifikasi kacang kedelai manurut
Adisarwanto (2005) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max (L.) Merr.
Gambar 1. Biji kacang kedelai (Dokumentasi pribadi, 2018)
Kacang kedelai memiliki kandungan gizi yang cukup lengkap seperti yang
disajikan pada tabel 1. Kandungan protein kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan
kacang hijau, kacang merah, jagung, telur dan ikan segar. Kebutuhan protein harian
yaitu sebesar 55 g/hari dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi 157,14 g kedelai
6
(Widyaningrum, 2005). Kedelai sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk hasil
olahan seperti susu kedelai. Susu kedelai lebih mudah dicerna dan banyak disukai
oleh banyak kalangan termasuk anak-anak.
Tabel 1. Komposisi kimia biji kedelai (per 100 g bahan)
Kandungan Gizi Jumlah
Karbohidrat kompleks (g) 21,00
Karbohidrat sederhana (g) 9,00
Stakiosa (g) 3,30
Rafinosa (g) 1,60
Protein (g) 36,00
Lemak total (g) 19,00
Lemak Jenuh (g) 2,88
Monounsaturated (MUFA) (g) 4,40
Polyunsaturated (PUFA) (g) 11,20
Kalsium (mg) 276,00
Fosfor (mg) 704,00
Kalium (mg) 1.797
Magnesium (mg) 280,00
Seng (mg) 4,80
Zat besi (mg) 16,00
Serat tidak larut (g) 10,00
Serat larut (g) 7,00
Sumber: Winarsi, 2010
Susu kedelai adalah produk susu yang dihasilkan dari ekstraksi kacang
kedelai melalui proses perebusan dan penggilingan. Keunggulan yang dimiliki susu
kedelai diantaranya adalah cocok dikonsumsi untuk penderita laktosa intolerant,
disarankan untuk penderita diabetes mellitus, bebas kolesterol, rendah lemak, dan
mudah dalam pembuatannya (Koswara, 2006). Kandungan gizi susu kedelai
disajikan pada tabel 2. Proses pembuatan susu kedelai dilakukan melalui tahap-
tahap berikut ini:
1. Penyortiran bertujuan untuk memilih biji-biji kedelai yang berkualitas baik.
2. Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran yang melekat pada biji
kedelai.
7
3. Perendaman bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses pelepasan
kulit ari agar memudahkan proses penggilingan.
4. Penggilingan dilakukan dengan air dengan perbandingan 1:6 (b/v) dengan
menggunakan perbandingan ini akan dihasilkan kekentalan seperti pada susu
sapi dan juga akan didapatkan protein susu yang tinggi.
5. Penyaringan bertujuan untuk memperoleh sari kedelai. Filtrat inilah yang
nantinya akan menjadi susu kedelai.
6. Pemanasan dilakukan pada proses akhir pembuatan susu dengan tujuan untuk
mematikan semua organisme yang bersifat patogen dan sebagian
mikroorganisme yang ada sehingga tidak merubah cita rasa maupun komposisi
susu (Adnan, 1984).
Tabel 2. Komposisi gizi susu kedelai
Zat Gizi Nilai per-100 g
Kalori (kkal) 41,00
Protein (g) 3,50
Lemak (g) 2,50
Karbohidrat (g) 5,00
Kalsium (mg) 50,00
Fosfor (mg) 45,00
Besi (mg) 0,70
Vitamin A (SI) 200,00
Vitamin B1 (SI) 0,08
Vitamin C (SI) 2,00
Air (g) 87,00
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (2000)
Protein susu kedelai mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino
esensial dan 9 jenis asam amino nonesensial. Asam amino esensial adalah asam
amino yang tidak dapat disintesis oleh tubuh namun dapat diperoleh dengan
mengkonsumsi makanan yang mengandung asam amino esensial, sedangkan asam
amino nonesensial dapat disintesis didalam tubuh dalam jumlah yang memadai.
Kedua jenis asam amino tersebut sangat diperlukan oleh tubuh (Cahyadi, 2006).
8
Kelompok asam amino esensial dan asam amino nonesensial pada susu kedelai
beserta jumlahnya dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Komposisi asam amino susu kedelai
Jenis Asam Amino Asam Amino (mg/g nitrogen total)
Asam amino esensial
Sistein 46
Isoleusin 330
Leusin 470
Lisin 330
Metionin 86
Fenil alanin 330
Treonin 210
Triptofan 85
Valin 360
Asam amino
nonesensial
Alanin 280
Glisin 310
Arginin 400
Histidin 140
Prolin 470
Serin 350
Asam Aspartat 710
Asam Glutamat 1.100
Sumber: Santoso, 1994
2.2 Protein
Protein merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi
yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Struktur protein dapat
disusun oleh sekitar 100-2.000 residu asam amino. Berat molekul protein sering
dinyatakan dalam satuan Dalton, dimana satu Dalton sama dengan unit satu
masa atom. Dengan demikian, protein dengan berat molekul 50.000 memiliki
massa atom 50.000 dalton atau 50 kilodalton (kDa). Protein banyak terdapat
pada bahan pangan seperti, daging, ikan, telur, susu, serealia dan kacang-
kacangan (Kusnandar, 2010).
9
Ekstraksi Protein
Ekstraksi merupakan proses pemisahan satu atau lebih komponen dari
suatu campuran homogen menggunakan pelarut cair sebagai separating gen,
pemisahan terjadi atas dasar kemampuan larut yang berbeda dari komponen-
komponen dalam campuran. Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa,
yaitu ekstrak meninggalkan pelarut yang pertarna sebagai media pembawa dan
masuk ke dalam pelarut kedua sebagai media ekstraksi. Pada proses ekstraksi,
penyaringan berfungsi untuk memisahkan partikel suspensi dengan cairan untuk
memisahkan antara zat terlarut dengan zat padat (Ariani & Hastuti, 2009).
Berbagai protein globular mempunyai daya kelarutan yang berbeda di
dalam air. Variabel yang mempengaruhi kelarutan ini adalah pH, kekuatan ion,
sifat dielektrik pelarut dan temperatur. Kelarutan protein dipengaruhi oleh pH.
Adanya gugus karboksil dan gugus amin pada asam amino menyebabkan protein
bersifat amfoter, yaitu dapat bersifat asam dan basa tergantung nilai pH-nya.
Setiap protein mempunyai pH isoelektrik, pada pH isoelekrik tersebut molekul
protein mempunyai daya kelarutan yang minimum. Perubahan pH akan
mengubah ionisasi gugus fungsional protein, yang berarti mengubah muatan
protein (Kusnandar, 2010).
Titik Isoelektrik adalah suatu nilai pH ketika protein memiliki jumlah
muatan negatif sama dengan jumlah muatan positif, atau dengan kata lain protein
bermuatan netral. Protein akan mengendap pada titik isoelektriknya, yaitu titik
yang menunjukkan muatan total protein sama dengan nol (0), sehingga interaksi
antar protein menjadi maksimum. Pada nilai pH yang lebih rendah dari titik
10
isoelektrik, protein memiliki muatan positif, dan pada nilai pH yang lebih besar
dari titik isoelektrik maka protein akan bermuatan negatif (Winarno, 2004).
Nilai titik isoelektrik suatu protein memberikan pengaruh penting pada sifat
biokimia protein tersebut dan dapat dimanfaatkan pada proses pemurnian dan
elektroforesis. Pada elektroforesis, jika pH larutan penyangga (buffer) lebih
besar daripada titik isoelektrik, maka molekul protein akan bermigrasi menuju
kutub positif, sementara jika pH buffer lebih rendah daripada titik isoelektriknya,
maka molekul protein akan bermigrasi menuju kutub negatif dan jika pH buffer
sama dengan titik isoelektrik, maka protein akan diam di tempat atau tidak
bermigrasi sama sekali (Poedjiadi, 1994).
Peptida Bioaktif
Peptida adalah polimer yang mengandung 2 hingga 50 asam amino, yang
dihubungkan melalui ikatan peptida. Ikatan peptida menghubungkan gugus amin
dan gugus karboksil secara kovalen seperti pada gambar 2. Istilah peptida
menunjukkan senyawa relatif kecil yang mirip dengan protein, tetapi memiliki berat
molekul yang lebih rendah dari protein. Reaksi pembentukan ikatan peptida disebut
juga reaksi polimerisasi kondensasi, karena pada prosesnya akan dibebaskan satu
molekul air. Berdasarkan jumlah asam amino yang terikat dikenal istilah dipeptida
(2 asam amino), tripeptida (3 asam amino), dan bila terdapat banyak asam amino
yang membentuk polimer peptida (4-50 asam amino) disebut polipeptida. Peptida
bersifat amfoter, yaitu dapat membentuk anion, kation, atau zwitterion (Kusnandar,
2010).
11
Gambar 2. Ikatan peptida antara tiga asam amino (Murray et al., 2009)
Peptida dengan urutan asam amino yang spesifik dan memberikan efek
fisiologis positif pada tubuh disebut dengan peptida bioaktif (Patil et al., 2015).
Menurut Korhonen & Pihlanto (2003), umumnya peptida bioaktif tersusun atas 2-
20 asam amino dan memiliki berat molekul yang rendah. Beberapa peptida bioaktif
memiliki sifat fungsional lebih dari satu (Patil et al., 2015). Nakamura et al., (1995),
menjelaskan bahwa peptida bioaktif dengan susunan asam amino Pro-Pro atau Ile-
Prp-Pro mempunyai fungsi fisiologi segabai ACE inhibitor. Peptida bioaktif yang
memiliki susuan asam amino Val-Lys-Glu-Ala-Met-Ala-Pro-Lys memiliki fungsi
fisiologi sebagai antioksidan (Hernandez-Ledesma et al., 2004). Ricci-Cabello et
al., (2012) mengisolasi peptida antioksidan dari produk susu yang difermentasi
dengan menggunakan Lactobacillus delbruecki bulgaricus dan didapatkan susunan
asam aminonya yaitu Ala-Arg-His-Pro-His-Pro-His-Leu-Ser-Phe-Met.
Tanaman yang menjadi sumber protein berpotensi mempunyai peptida
biaoktif yang telah terbukti memiliki beberapa sifat fisiologis seperti pada gambar
3. Ikatan peptida dapat dilepaskan melalui proses hidrolisis menggunakan enzim
protease dan melalui proses fermentasi menggunakan mikroba. Enzim yang dapat
digunakan untuk memutuskan ikatan peptida ialah tripsin, alkalase, pepsin, papain,
dan bromelin. Mikroba yang dapat memecah protein sering digunakan untuk
12
fermentasi produk berbasis susu, contohnya seperti Lactococcus lactis,
Lactobacillus GG strain, dan Lactobacillus helveticus (Kusnandar, 2010).
Gambar 3. Fungsi peptida bioaktif dari tanaman yang dihidrolisis menggunakan
enzim atau fermentasi (Kussman & Bladeren, 2011)
2.3 Enzim Papain
Papain (EC 3.4.22.2) merupakan salah satu enzim hidrolase yang bersifat
proteolitik yang merupakan hasil isolasi dari penyadapan getah tanaman pepaya
(Carica papaya, L). Getah papaya tersebut terdapat dalam hampir semua bagian
tanaman papaya kecuali bagian akar dan biji. Kandungan papain paling banyak
terdapat dalam buah pepaya yang masih muda. Dalam dunia perdagangan terdapat
dua macam papain, yaitu papain kasar (crude papain) dan papain murni (crystal
papain) (Winarno, 1986). Papain oleh Komisi Enzim Internasional diklasifikasikan
ke dalam EC 3.4.22.2, (3) menunjukkan kelas Hidrolase, (4) menunjukkan sub-
kelas amidase, dan (22) menunjukkan sub-sub kelas endopeptidase (Suhartono,
1991). Selain mengandung papain sebanyak 10%, getah buah pepaya juga tersusun
atas enzim kemopapain dan lisozim sebesar 20% dan 45% (Winarno, 1986). Papain
Kacang kedelai
Beras
Jagung
Bunga matahari
Gandum
Antioksidan
Antikanker
Hipotensi
Antihipertensi
Penghambat ACE
Hiperkolesterolemia
Imunostimulator
Hidrolisis,
pencernaan,
atau
fermentasi
13
tersusun atas 212 residu asam amino yang membentuk sebuah polipeptida rantai
tunggal dengan bobot molekul sebesar 23.000 Dalton (Harrison et al., 1997).
Menurut Muchtadi et al., (1992), aktivitas papain dipengaruhi oleh
konsentrasi, pH, suhu, waktu inkubasi, kekuatan ion, dan tekanan. Beveridge
(1996) menjelaskan bahwa papain memiliki sisi aktif yang terdiri atas asam amino
sistein dan histidin. Diantara kedua asam amino tersebut, asam amino yang sangat
bersifat reaktif adalah sistein, karena di dalam sistein tersebut terdapat sebuah
gugus tiol (-SH). Belitz & Grosch (1999) menyatakan bahwa papain termasuk ke
dalam golongan protease sulfihidril yang aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh
adanya satu atau lebih gugus S-H pada sisi aktifnya. Gugus sulfihidril ini berperan
dalam reaksi hidrolisis substrat menyangkut pembentukan ikatan kovalen tiol ester
antara gugus karboksil dan sulfihidril protein papain seperti pada gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme kerja enzim papain (Fersht, 1985).
Poedjiadi (2006) menyatakan bahwa papain tergolong ke dalam
endopeptidase, yaitu papain dapat memecah protein pada tempat-tempat tertentu
dalam molekul protein dan biasanya tidak mempengaruhi gugus yang terletak di
ujung molekul. Papain dapat menghidrolisis amida pada residu asam amino arginin,
lisin, glutamin, histidin, glisin, dan tirosin (Leung, 1996).
14
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan
Radikal bebas merupakan suatu spesi atom atau molekul yang memiliki
elektron tidak berpasangan dalam orbital terluarnya sehingga sangat reaktif dan
cenderung menjadi reaksi berantai. Reaksi berantai terjadi karena radikal bebas
bersifat tidak stabil sehingga menyerang molekul terdekat yang stabil dan
mengambil elektronnya, molekul yang elektronnya terambil akan menjadi radikal
bebas dan terjadilah reaksi berantai yang akhirnya dapat menyebabkan kerusakan
sel (Droge, 2002). Radikal bebas menyerang makromolekul yang terdapat dalam
tubuh seperti lipid, asam nukleat dan protein yang menjadi target utamanya.
Sehingga dapat menyebabkan kerusakan sel, penyakit degeneratif hingga kanker
(Sayuti & Yenrina, 2015).
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat, dan
mencegah proses terjadinya reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid
(Kochar & Rossel, 1990). Superoksida Dismutase, katalase dan gluthatione
merupakan senyawa antioksidan yang terdapat di dalam tubuh dan dapat
menetralkan radikal bebas. Namun keberadaan radikal bebas dalam tubuh akan
mengalami peningkatan yang diakibatkan faktor stress, asap rokok, radiasi, dan
polusi lingkungan sehingga tubuh memerlukan tambahan antioksidan dari luar.
Senyawa antioksidan dapat diperoleh dari makanan yang mengandung citamin C,
vitamin E, beta karoten, dan senyawa fenolik (Prakash et al., 2001).
Menurut Blois (2005) senyawa antioksidan berdasarkan sumbernya dibagi
menjadi dua macam, yaitu:
15
1. Antioksidan alami
Antioksidan alami ialah antioksidan yang diperoleh dari ekstraksi bahan alami
atau terbentuk dari reaksi-reaksi kimia selama proses pengolahan. Contoh
antioksidan alami ialah vitamin C, vitamin E, dan β-karoten.
2. Antioksidan buatan/sintetik
Antioksidan buatan merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis
reaksi kimia. Contoh antioksidan buatan ialah BHA, BHT, dan TBHQ.
Kemampuan antioksidan umumnya diukur berdasarkan nilai IC50, dimana
IC50 ini menggambarkan besarnya konsentrasi suatu senyawa yang mampu
menghambat radikal bebas sebanyak 50%. Jika nilai IC50 semakin kecil maka
kemampuan antioksidan semakin besar. Penggolongan tingkat aktivitas antioksidan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Penggolongan tingkat aktivitas antioksidan (IC50)
No. Nilai IC50 (ppm) Tingkat Aktivitas Antioksidan
1. 151-200 Lemah
2. 100-150 Sedang
3. 50-100 Kuat
4. <50 Sangat kuat
Sumber: Blois, 2005
2.5 Uji Antioksidan Metode DPPH
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) merupakan senyawa radikal bebas yang
stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengukur radikal bebas sebagai
model dalam pengukuran aktivitas antioksidan. Metode DPPH (2,2-diphenyl-1-
picrylhydrazyl) ini umum digunakan dalam pengukuran antioksidan karena
prosesnya cukup sederhana. Radikal bebas DPPH dapat menangkap atom hidrogen
16
dari komponen sampel uji, kemudian bereaksi menjadi bentuk tereduksinya
(gambar 5).
Gambar 5. Reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Sayuti & Yenrina, 2015).
Berdasarkan gambar 5 di atas, DPPH yang berbentuk radikal bereaksi dengan
senyawa antioksidan (AH), kemudian senyawa antioksidan memberikan atom
hidrogennya untuk membentuk DPPH bentuk tereduksi. Sementara senyawa
antioksidan akan membentuk senyawa radikal (A*) (Molyneux, 2004). Pengukuran
uji DPPH dilakukan pada panjang gelombang maksimum (λ maks) yaitu 515-520
nm dengan menggunakan spektrofotometer UV -Vis.
Perhitungan yang digunakan dalam penentuan aktivitas penangkap radikal
adalah nilai IC50 (inhibition concentration 50%), nilai tersebut menggambarkan
besarnya konsentrasi senyawa uji yang dapat menangkap radikal sebesar 50%.
Penentuan IC50, diperlukan persamaan kurva standar dari % inhibisi sebagai sumbu
y dan konsentrasi fraksi antioksidan sebagai sumbu x. IC50 dihitung dengan cara
memasukkan nilai 50% ke dalam persamaan kurva standar sebagai sumbu y
kemudian dihitung nilai x sebagai konsentrasi IC50. IC50 yang benilai kecil
menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidasinya (Molyneux, 2004).
17
2.6 Fraksinasi Ultramembran
Membran adalah selaput semi permeabel yang melewatkan spesi tertentu
dan menahan spesi yang lain berdasarkan pada ukuran spesi yang akan
dipisahkan. Spesi yang memiliki ukuran besar akan tertahan dan yang berukuran
lebih kecil akan dilewatkan (Mulder, 1996). Prinsip operasi pemisahan
menggunakan membran adalah memisahkan bagian tertentu dari umpan menjadi
retentat dan permeat. Retentat merupakan bagian yang ditahan oleh membran,
sedangkan permeat adalah bagian yang dilewatkan oleh membran.
Ultramembran merupakan membran permeabel kasar, tipis, dan selektif yang
mampu menahan makromolekul seperti koloid, mikroorganisme, dan pirogen
yang berukuran antara 0,1-0,01 mikron. Molekul yang lebih kecil seperti pelarut
dan kontaminan terionisasi dapat melewati membran sebagai filtrat. Ukuran pori
untuk ultramembran berkisar antara 5 – 100 nm dan mampu menahan molekul
dalam rentang berat molekul 10kDa – 1MDa. Ultramembran dapat digunakan
untuk filtrasi makromolekul seperti protein dan molekul polimer (Rho et al.,
2009).
Perpindahan molekul-molekul protein dari salah satu sisi membran ke
sisi lainnya bergantung dari interaksinya dengan pori membran dalam skala
nano. Molekul protein yang memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
ukuran pori membran maka molekul protein akan tertahan disisi retentat.
Molekul protein dengan ukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pori
akan melewati pori dan menuju sisi lain dari membran (gambar 6) (Wu & Ding,
2001).
18
Gambar 6. Ilustrasi pemisahan dengan membran (Ghosh & Cui, 2000)
2.7 Liquid Chromatography-Mass Spectrometry
Kromatografi cair-spektrometer massa (LC-MS) merupakan gabungan
kromatografi cair dan spektrometri massa (MS). Kromatografi cair berfungsi untuk
memisahkan senyawa atau campuran senyawa berdasarkan kepolarannya
sedangkan spektrometri massa berperan untuk mengidentifikasi senyawa
berdasarkan berat molekulnya. Prinsip spektrometri massa yaitu menghasilkan ion
yang berasal dari senyawa anorganik maupun organik, memisahkan ion-ion
berdasarkan rasio massa terhadap muatan (m/z) dan dapat mendeteksi ion-ion
secara kualitatif maupun kuantitatif melalui nilai hubungan m/z dan
kelimpahannya. Kelebihan LC-MS/MS menurut Vogeser et al., (2008) meliputi:
1. Spesifitas. Hasil analisis yang khas dan spesifik diperoleh dari penggunaan
spektrometer massa sebagi detektor.
2. Aplikasi yang luas dengan sistem yang praktis. Berbeda dengan GC-MS sebagai
spektrometer masa “klasik”, penerapan LC-MS/MS tidak terbatas untuk molekul
volatil (biasanya dengan berat molekul dibawah 500 Da).
3. Fleksibilitas. Pengujian yang berbeda dapat dikembangan dengan tingkat
fleksibilitas yang tinggi dan waktu yang singkat.
4. Kaya Informasi. Sejumlah data kuantitatif maupun kualitatif dapat diperoleh.
Retentat Permeat
19
Spektrometri massa terdiri dari sumber ion, penganalisa massa dan detektor.
Sumber ion yang digunakan yaitu ESI yang merupakan metode ionisasi untuk
mendapatkan berat molekul dari senyawa metabolit dengan teknik spray. Molekul
yang terdeteksi merupakan ion dalam bentuk tetesan (droplet) agar tidak saling
menempel. Ion yang terdeteksi dapat berupa [M+H]-, [M-H]-, analit dengan
tambahan seperti Na+, K+, H3O+, NH4
+ dan molekul dari fase gerak seperti
asetonitril atau metanol. Kation-kation yang sering terbentuk dalam metode ESI
adalah ion pseudomolekul hasil adisi antara analit dengan proton (H)+. Oleh karena
itu, nilai m/z dalam spektra akan sering bernilai (M+H)+ atau (2M+H)+, dengan M
adalah bobot molekul analit (Kazakevich & Lobrutto, 2007).
Kelebihan ESI yaitu dapat melakukan ionisasi terhadap massa yang besar,
sensitivitas baik, kemampuan adaptasinya tinggi, dan menghasilkan fragmen saat
diionisasi. ESI merupakan ion lunak karena hanya menghasilkan sedikit
fragmentasi analit. Proses dapat dilakukan pada tekanan atmosfer dan pengionan
yang digunakan dalam mode ionisasi positif atau ionisasi negatif. Mode ionisasi
positif akan membuat analit menjadi terprotonasi atau menjadi kation dan biasanya
digunakan untuk analisis protein dan peptida, sedangkan mode ionisasi negatif akan
membuat analit menjadi anion atau mengalami deprotonasi dan biasanya digunakan
untuk analisis oligonukleotida serta oligosakarida (Kazakevich & Lobrutto, 2007).
Prinsip kerja ESI, terbentuknya droplet campuran pelarut dan analit yang bermuatan
listrik karena dilewatkan melalui celah sempit yang berpotensial listrik tinggi (4-5
kV).
Penganalisa massa yang digunakan quadrupole time of flight, terdiri dari
quadrupole dan time of flight (TOF). Kelebihan TOF yaitu dapat diterapkan untuk
20
semua ion pada waktu yang sama menyebabkan ion akan dipercepat menyusuri
tabung dimana ion yang lebih ringan tiba pada detektor paling awal sehingga
fragmentasi ion ditentukan oleh waktu kedatangan mereka. Analisis massa
memiliki kisaran luas dan sangat akurat sehingga TOF banyak menjadi pilihan
dalam analisa metabolik. QTOF-MS dapat mengidentifikasi massa yang akurat dan
teliti dibandingkan penganalisa massa lain. Kemampuan penganalisa massa QTOF,
yaitu dapat mendeteksi berat molekul sampai dengan 4 desimal dengan
menggunakan pendekatan rumus empiris berdasarkan pembacaan berat molekul
secara akurat (Lacorte & Alba, 2006).
Mann et al., (1989) menyatakan bahwa dalam ESI, sampel dengan bobot
molekul hingga 1.200 Da menghasilkan ion fragmen yang bermuatan tunggal
(M+H)+ sehingga nilai m/z sama dengan bobot molekulnya, karena nilai z (jumlah
muatan) sama dengan 1. Sampel dengan bobot molekul lebih dari 1.200 Da akan
menghasilkan ion fragmen bermuatan berlipat ganda (M+nH)n+ dalam mode
ionisasi positif, sehingga dapat menyebabkan ulangan dari ion yang identik. Secara
umum, sinyal ion bermuatan berlipat tersebut merupakan kelompok isotop. Nilai
m/z untuk ion molekul bermuatan berlipat dapat ditentukan dengan cara berikut:
m/z = (M + nH+)/n
dimana:
m/z : rasio massa terhadap muatan
M : bobot molekul pada sampel
n : jumlah muatan
H : massa proton (1,008 Da)
21
Penentuan bobot molekul dari ion fragmen bermuatan berlipat ganda dapat
juga dilakukan dengan menggunakan software ESIprot 1.0 atau ESIprot online
(www.bioprocess.org/esiprot/). Interpretasi menggunakan ESIprot memiliki
keunggulan yang memungkinkan dapat menginterpretasi data hanya dengan
menginput dua puncak (Winkler, 2010).
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dari bulan November 2018 hingga Juni 2019.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas (Pyrex),
vortex, timbangan analitik (Ohaus), oven, blender, termometer, mikropipet 5 µL
hingga 1000 µL, kertas saring whatman No. 1, pH meter (HANNA Instruments),
spektrofotometri Uv-Vis (Lamda 25 Perkin Elmer), membran filtrasi (Amicon
Ultra-0,5 ukuran 3 kDa), refrigerated microsentrifuge (Peqlab), dan LCMS/MS Q-
TOF (Shimadzu).
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu kacang kedelai yang
diperoleh dari supermarket di Bogor, asam klorida, buffer fosfat 0,02 M pH 7.5,
ekstrak papain yang diperoleh dari Xian Tonking Biotech Co., Ltd. (Lampiran 16),
aquadest, DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) 0,0002%, standar BSA (Bovin
Serum Albumin), buffer PBS (phosphate buffered saline), larutan Lowry I dan
Lowry II, metanol, dan asetonitril (ACN) grade-Kromatografi cair-spektrometri
masa (LC-MS) (Sigma-Aldrich).
23
3.3 Prosedur Penelitian
Susu kedelai
Presipitasi dengan HCl dan disentrifugasi
Endapan
Hidrolisis dengan konsentrasi
enzim papain 0,1%; 0,2%;
dan 0,5% dengan waktu
inkubasi 2, 4, 8, 16, dan 24
jam
Hidrolisat protein
Analisa LCMS/MS
Q-TOF
Hidrolisat protein
paling aktif
Fraksinasi ultrafiltrasi
membran ≤ 3 kDa MCWO
Uji aktivitas
antioksidan
(DPPH)
Supernatan
Gambar 7. Diagram alir penelitian
Uji kadar
protein (Lowry)
Analisis
proksimat
Uji derajat
hidrolisis
Uji kadar
protein
(Lowry)
Uji aktivitas
antioksidan
(DPPH)
Kacang kedelai
24
3.3.1 Pembuatan Susu Kedelai (Nirmagustina, 2014)
Kacang kedelai sebanyak 100 g direndam selama 12 jam dengan
perbandingan kedelai: air 1:3 b/b. Kemudian kacang kedelai dicuci menggunakan
air mengalir dan dikupas kulit arinya. Setelah itu kedelai digiling dengan
menggunakan blender selama 3-5 menit dan ditambahkan aquades dengan
perbandingan 1: 6, selanjutnya disaring.
3.3.2 Uji Proksimat
Kadar Protein (AOAC, 2005)
Analisa dilakukan terhadap susu kedelai. Tahapan analisis total nitrogen
terdiri dari tiga tahap yakni destruksi, destilasi, dan titrasi. Tahap destruksi
dilakukan dengan cara memasukkan sebanyak 0,5 g sampel ke dalam labu
Kjeldahl, ditambahkan 2 g campuran katalis selen (SeO2 + K2SO4 + CuSO4) dan
25 mL H2SO4 selanjutnya didestruksi selama 2,5 jam sampai cairan menjadi
berwarna hijau tosca dan didinginkan.
Sampel hasil destruksi diencerkan dengan akuades sampai 100 mL.
Tahap destilasi dilakukan dengan memasukkan 25 mL sampel hasil destruksi
yang ditambahkan 25 mL larutan NaOH 30 % dan 3 tetes indikator pp.
Erlenmeyer 250 mL yang berisi 25 mL larutan asam borat dan 3 tetes indikator
conway diletakkan dibawah kondensor. Destilasi dilakukan hingga 20 menit
setelah tetesan pertama hingga destilat menjadi hijau tosca.
Tahap titrasi dilakukan dengan cara larutan hasil destilasi dititrasi dengan
larutan HCl 0.05 N yang sebelumnya telah di standarisasi dengan menggunakan
larutan boraks 0.05 N. Titrasi dilakukan sampai terjadi perubahan warna dari
25
hijau tosca sampai warna merah muda seulas. Selanjutnya diukur volume HCl
yang terpakai untuk titrasi.
% 𝑁 =𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐻𝐶𝑙 × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 𝐴𝑟 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑔𝑒𝑛
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙× 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑁 = %𝑁 × 𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖
Dimana:
Faktor konversi kacang kedelai= 5,75
Kadar Air (AOAC 2005)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven. Cawan kosong
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam, didinginkan dalam
desikator, kemudian ditimbang (A). Sebanyak 2 g susu kedelai ditimbang dalam
cawan yang telah ditimbang sebelumnya (B). Cawan berisi sampel dikeringkan
dalam oven dengan suhu 105 oC selama 6 jam. Selanjutnya sampel didinginkan
dalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya konstan (C). Kadar air dihitung
dengan rumus:
Kadar air (%) = [B-(C-A)/B] x 100%
Dimana:
A= Bobot cawan kosong
B= Bobot sampel
C= Bobot cawan + sampel
Kadar Abu (AOAC 2005)
Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pemanasan langsung. Susu
kedelai ditimbang sebanyak 2 g (B) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang
telah diketahui bobotnya (A). Sampel diarangkan hingga tidak berasap, kemudian
dimasukkan dalam tanur bersuhu 500-600 oC sampai menjadi abu berwarna putih
26
selama 3 jam. Cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator dan dilakukan
penimbangan hingga diperoleh bobot tetap (C). Kadar abu ditentukan dengan
rumus:
Kadar abu (%) = [(C-A) / B] x 100%
Dimana:
A= Bobot cawan kosong
B= Bobot sampel
C= Bobot cawan + sampel
3.3.3 Ekstraksi Protein (Wu & Ding, 2001)
Susu kedelai ditambahkan dengan NaOH 1N sampai pH mencapai 8,5.
Kemudian diaduk dengan stirrer selama 1 jam pada suhu ruang lalu di
sentrifugasi dengan kecepatan 6000-7000 rpm selama 20 menit. Supernatan
dikumpulkan dan ditambahkan HCl sampai pH mencapai ±4,5. Suspensi
disentrifugasi pada 6000 rpm selama 20 menit. Supernatan dibuang dan
presipitat disimpan.
3.3.4 Pengukuran Kadar Protein Terlarut (Lowry et al., 1951)
Sejumlah 0,2 mL sampel susu kedelai dimasukkan kedalam tabung reaksi
ditambahkan 5 mL larutan C (lampiran 6), kemudian divorteks dan didiamkan
selama 10 menit pada suhu ruang, lalu ditambahkan 0,5 mL pereaksi D dan
divorteks. Setelah 30 menit, campuran reaksi diukur pada λ 750 nm dan konsentrasi
protein ditentukan dengan kurva standar bovine serum albumin (BSA). Kadar
protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
Konsentrasi protein sebenarnya = x × Faktor pengenceran
Dimana:
Y = absorbansi sampel
X = konsentrasi sampel
27
3.3.5 Hidrolisis Protein (Abu-Bakar, 2004)
Presipitat protein susu kedelai ditimbang dan dilarutkan dengan buffer
natrium fosfat 0,02 M pH 7,5 sebanyak 600 mL. Selanjutnya ditambahkan enzim
papain dengan variasi penambahan enzim 0,1; 0,2; dan 0,5% (Lampiran 6),
campuran diinkubasi pada suhu 37°C. Selama proses inkubasi, sebanyak 100 mL
campuran diambil setiap interval 2, 4, 8, 16, dan 24 jam. Setelah proses inkubasi
selesai, masing-masing campuran hidrolisat dipanaskan pada suhu 98 °C selama 5-
10 menit untuk menginaktivasi enzim. Campuran hidrolisat dikering bekukan
(freeze dry) dan disimpan pada suhu 4 °C.
3.3.6 Perhitungan Derajat Hidrolisis (Hoyle dan Merrit, 1994)
Sebanyak 10 mL hidrolisat protein ditambahkan TCA 10 % (v/v) sebanyak
10 mL. Campuran tersebut kemudian didiamkan selama 30 menit agar terjadi
pengendapan, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 15
menit. Supernatan dianalisis kadar proteinnya dengan menggunakan metode Lowry.
Derajat hidrolisis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
DH% =konsentrasi protein terlarut TCA 10%
konsentrasi protein terlarut pada sampel (susu kedelai)× 100%
3.3.7 Uji Aktivitas Antioksidan (Oliveira et al. 2014)
Sebanyak 20 mL pada masing-masing hidrolisat diambil sebagai larutan
induk. Dari larutan induk tersebut dibuat larutan sampel dengan konsentrasi 1.000,
640, 320, 160, 80, 40, 20, 10, dan 5 ppm. Kemudian larutan sampel masing-masing
konsentrasi dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL DPPH
0,002%. Larutan sampel divortex sampai homogen dan diinkubasi selama 30 menit
dalam ruang gelap. Nilai absorbansi larutan sampel ditentukan dengan
28
spektrofotometer Uv-Vis pada λ 512-520 nm. Pengujian dilakukan sebanyak dua
kali (duplo). Larutan blanko yang digunakan ialah 2 mL methanol dan 2 mL DPPH
0,002 %. Nilai persentase inhibisi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
% inhibisi =A blanko − A sampel
A blanko× 100
Nilai IC50 ditentukan menggunakan persamaan regresi linier y = ax + b,
dimana y adalah % inhibisi yang bernilai 50 dan x adalah konsentrasi sampel yang
akan ditentukan nilai IC50 nya.
3.3.8 Fraksinasi dengan Membran Ultrafiltrasi (Ranamukhaarachchi, 2012)
Hidrolisat protein susu kedelia difraksinasi dengan menggunakan membran
ultrafiltrasi Amicon Ultra-0,5 ukuran ≤ 3 kDa. Sebanyak 500 µL hidrolisat protein
susu kedelai dimasukkan kedalam tabung disentrifugasi dengan kecepatan 12000
rpm selama 15 menit pada suhu 4oC. Filtrat hasil sentrifugasi dikumpulkan untuk
dianalisis aktivitas antioksidan.
3.3.9 Karakterisasi dengan LCMS/MS Q-TOF (Zhang et al., 2013)
Sebanyak 10 µL sampel hidrolisat diambil dan disuntikkan pada LCMS/MS
melalui kolom C-18 (2 x 150 mm) dengan kecepatan alir 0,2 mL/menit. Spesifikasi
kolom atau fase diam yang digunakan yaitu kolom ACQUITY UPLC®BEH C18,
kolom ini merupakan kolom dengan fase terbalik (reverse phase) karena fase diam
bersifat nonpolar dan fase gerak bersifat polar. Fase gerak yang digunakan ialah
campuran asetonitril-air.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Ekstrak Protein Susu Kedelai
Ekstraksi protein susu kedelai pada penelitian ini menggunakan metode
presipitasi dengan asam klorida atau disebut metode titik isoelektrik. Rendemen
ekstrak protein susu kedelai yang diperoleh yaitu sebesar 40,066%. Hasil
tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hermanto et
al., (2019) yang melaporkan bahwa recovery hasil ekstraksi susu kedelai
diperoleh sebesar 36,480% dan pada penelitian Hoa et al., (2014) memperoleh
recovery sebesar 43,237%. Perbedaan perolehan rendemen disebabkan karena
jenis kacang kedelai yang digunakan, kurangnya ketepatan penentuan pH titik
isoelektrik susu kedelai yaitu pH 4,5 dan lamanya waktu penggilingan saat
proses pembuatan susu kedelai yang menyebabkan kacang kedelai tidak tergiling
atau hancur secara sempurna sehingga terdapat protein kacang yang terbuang
pada proses penyaringan.
Titik isoelektrik menunjukkan jumlah muatan postif sama dengan jumlah
muatan negatif, atau dengan kata lain protein bermuatan netral atau nol. Pada saat
mencapai titik isoelektrik maka protein mempunyai gaya tolak menolak yang paling
kecil sehingga memiliki kelarutan yang rendah dan akhirnya mudah mengendap.
Pada nilai pH yang lebih rendah dari titik isoelektrik protein memiliki muatan
positif, sedangkan pada nilai pH lebih besar dari titik isoelektrik protein akan
memiliki muatan negatif seperti yang ditunjukkan pada gambar 8 (Winarno, 2004).
Kacang-kacangan memiliki pH titik isoelektrik 4,5 sehingga pada kondisi tersebut
kelarutan protein dalam air paling kecil sehingga protein mengendap (Kain et al.,
30
2009). Triyono (2010) menyatakan bahwa penambahan asam pada proses ekstraksi
menyebabkan penambahan ion H+ sehingga akan menetralkan protein dan
tercapainya pH isoelektrik.
Gambar 8. Pengaruh pH terhadap kelarutan protein (Winarno, 2004)
4.2 Hasil Analisis Proksimat Susu Kedelai
Hasil analisis proksimat susu kedelai meliputi kadar air, kadar abu, dan
kadar protein yang ditampilkan pada tabel 5. Penelitian sebelumnya mengenai uji
proksimat susu kedelai telah dilakukan oleh Afroz et al., (2016) yang tersedia pada
tabel 5.
Tabel 5. Komposisi kimia susu kedelai
Komposisi Susu Kedelai Susu Kedelai (Afroz et al., 2016)
Kadar air (%) 92,950±0,004 87,520±5,81
Kadar abu (%) 0,247±0,001 0,624±0,41
Kadar protein (%) 5,654±1,61 4,726±1,50
Kadar air menunjukkan kestabilan penyimpanan produk, semakin tinggi
kadar air maka penyimpanan produknya semakin pendek atau tidak tahan lama.
Kadar air sangat mempengaruhi sifat-sifat produk, perubahan kimia, dan kerusakan
oleh mikroba karena air dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhannya (Buckle, 1987). Pengukuran kadar air pada sampel susu kedelai
diperoleh sebesar 92,950±0,004%, sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Afroz et al., (2016) sebesar 87,520±5,81%. Perbedaan kadar air tersebut terjadi
karena lamanya waktu pemanasan yang menyebabkan banyaknya air yang
menguap, pada penelitian ini pemanasan hanya dilakukan selama 5 menit
31
sedangkan pada penelitian Afroz et al., (2016) selama 15 menit sehingga semakin
lama waktu pemanasan maka semakin banyak air yang menguap.
Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan
pangan (Sudarmadji, 1989). Winarno (2004) menjelaskan bahwa sebagian besar
bahan makanan terdiri dari 96% bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-
unsur mineral yang dikenal sebagai zat anorganik. Proses pembakaran
menyebabkan bahan-bahan organik akan terbakar sedangkan zat anorganiknya
tidak terbakar, karena itulah disebut kadar abu. Hasil analisis kadar abu pada susu
kedelai diperoleh sebesar 0,2474±0,001%. Penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Afroz et al., (2016) diperoleh kadar abu susu kedelai sebesar 0,624±0,41%.
Kulit ari biji kacang kedelai memiliki kandungan nutrisi seperti serat kasar, protein,
lemak, dan mineral. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pengupasan kulit
kedelai pada pembuatan susu kedelai mengakibatkan sejumlah mineral yang
terdapat pada kulit kacang kedelai terbuang sehingga kadar abu rendah. Perbedaan
kadar abu disebabkan karena terdapat kulit kacang kedelai yang belum terkupas.
Pengukuran kadar protein kasar susu kedelai menggunakan metode Kjeldahl
yang prinsipnya berdasarkan pada jumlah nitrogen total yang terdapat pada sampel,
sehingga molekul-molekul lain yang bukan protein tetapi mengandung nitrogen
akan ikut terukur. Hasil analisis diperoleh kadar protein susu kacang kedelai
sebesar 5,6540±1,61%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Afroz et al.,
(2016) kadar protein susu kedelai diperoleh sebesar 4,726±1,50%. Perbedaan kadar
protein tersebut disebabkan karena berbedanya jenis kacang kedelai yang
digunakan pada proses pembuatan susu kedelai.
32
4.3 Hidrolisis dan Kadar Protein Terlarut
Hidrolisis protein susu kedelai dilakukan dengan menggunakan variasi waktu
dan konsentrasi enzim papain. Enzim papain memiliki aktivitas enzim yang
ditunjukkan sebagai jumlah enzim yang dapat melakukan katalisis. Konsentrasi
enzim papain yang digunakan yaitu 0,1; 0,2; dan 0,5% dengan interval waktu
hidrolisis 2, 4, 8, 16, dan 24 jam. Proses hidrolisis dikondisikan sesuai dengan
aktivitas optimum enzim papain yaitu dengan menggunakan buffer natrium fosfat
0,02 M pH 7,5 pada suhu 37°C (Abu-bakar A, 2004). Hidrolisat dipanaskan pada
suhu 98°C untuk menginaktivasi enzim agar tidak terjadi proses hidrolisis berlebih.
Pada suhu 98°C menyebabkan produk hidrolisat protein mengalami denaturasi.
Pada saat protein mengalami denaturasi maka tidak ada ikatan kovalen pada rangka
peptida yang rusak sehingga deret asam amino tetap utuh setelah denaturasi
(Lehninger, 1982).
Purwoko & Noor (2007) menyatakan bahwa kadar protein terlarut
menunjukkan jumlah protein larut air yang terdapat dalam bahan pangan dan mudah
dicerna karena berbentuk oligopeptida. Penentuan kadar protein terlarut salah
satunya dapat dilakukan dengan menggunakan metode Lowry. Reagen Folin-
Ciocalteau bereaksi dengan protein yang terdapat pada sampel membentuk
senyawa kompleks yang berwarna. Pembentukan kompleks berwarna tersebut
disebabkan karena adanya reaksi antara basa Cu2+ dengan sampel protein yang diuji
(Bintang, 2010). Sampel susu kacang kedelai dan hidrolisat protein susu kedelai
menghasilkan warna biru ketika dilakukan uji dengan perekasi Folin-Ciocalteau.
Kadar protein terlarut susu kedelai setelah dihidrolisis oleh enzim papain dapat
dilihat pada gambar 9.
33
Gambar 9. Kadar protein terlarut hidrolisat protein susu kedelai
Proses hidrolisis susu kedelai dilakukan selama 2 – 24 jam. Protein terlarut
pada hidrolisat ternyata dipengaruhi oleh waktu. Hidrolisat protein susu kedelai
dengan konsentrasi enzim 0,2% dan 0,5% mengalami peningkatan kadar protein
terlarut pada 2, 4, dan 8 jam sedangkan pada 16 dan 24 jam mengalami penurunan.
Hidrolisat protein pada konsentrasi enzim 0,1% mengalami peningkatan sampai
waktu hidrolisis 16 jam dan mengalami penurunan pada 24 jam.
Susi (2012) menyatakan lamanya waktu hidrolisis berpengaruh terhadap
peningkatan kadar protein terlarut hal tersebut dikarenakan proses hidrolisis enzim
papain mampu menghidrolisis protein menjadi asam amino dan oligopeptide
sehingga akan meningkatkan jumlah nitrogen terlarut, namun menurut Zarei et al.,
(2014) setelah mencapai kondisi optimum hidrolisis maka pada waktu tertentu
kadar protein terlarut akan mengalami penurunan karena enzim papain dipengaruhi
oleh lamanya enzim bekerja pada substrat sehingga terjadi ketidakseimbangan
enzim-substrat yang menyebabkan proses hidrolisis sudah tidak optimum lagi.
35
5.4
7
36
7.5
29
37
2.5
29
37
9.5
88
33
2.5
29
37
8
37
9.3
88
40
2.4
44
37
4.6
66
35
3.2
77
33
4.3
88
33
6.6
11
35
6.3
33
29
5.2
22
28
9.6
66
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
2 4 8 1 6 2 4
Kad
ar p
rote
in t
erla
rut
(pp
m)
Waktu hidrolisis (jam)
0,1
0,2
0,5
Konsentrasi enzim (%)
34
Konsentrasi enzim berpengaruh terhadap reaksi antara enzim dengan substrat
yang akan menentukan kecepatan reaksi hidrolisis (Murray et al., 2009). Gambar 9
menunjukkan bahwa konsentrasi enzim berpengaruh terhadap perubahan kenaikan
kadar protein terlarut, hal tersebut dapat dilihat bahwa kadar protein terlarut
mengalami peningkatan pada konsentrasi enzim 0,1% ke 0,2% sedangkan pada
konsentrasi enzim 0,5% mengalami penurunan kadar protein terlarut. Menurut
Pelczar & Chan (1988) penggunaan konsentrasi enzim yang lebih tinggi dapat
menurunkan aktivitas hidrolisis yang ditandai dengan penurunan kadar protein
terlarut. Penggunaan enzim berlebih menyebabkan tidak semua enzim berikatan
dengan substrat, sehingga kecepatan maksimum tidak dapat dicapai dan proses
hidrolisis menjadi tidak efisien.
Kondisi optimum proses hidrolisis protein susu kedelai oleh enzim papain
tercapai pada konsentrasi enzim 0,2% dan waktu hidrolisis 8 jam dengan perolehan
kadar protein terlarut sebesar 402,444 ppm. Beberapa penelitian lain mengenai
hidrolisis menggunakan enzim papain telah dilakukan. Yazid & Nuha (2017)
menghidrolisis ampas kedelai dengan penambahan konsentrasi enzim papain 15%
memperoleh kadar protein terlarut 228,097 ppm, hasil tersebut lebih kecil jika
dibandingkan dengam perolehan kadar protein terlarut pada penelitian ini. Sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosdianti (2008) yang menyatakan bahwa
konsentrasi enzim papain (1460,63 Unit/mL) 0,2% merupakan konsentrasi enzim
paling optimum untuk hidrolisis protein galendo dengan perolehan kadar protein
terlarut sebesar 796,41 ppm, hasil tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan
perolehan kadar protein terlarut pada penelitian ini.
35
4.4 Derajat Hidrolisis Hidrolisat Protein Susu Kedelai
Protein susu kedelai yang telah dihidrolisis dilakukan pengukuran derajat
hidrolisis. Menurut Adler-Nissen (1979) derajat hidrolisis menunjukkan presentase
ikatan peptida yang terputus pada rantai polipeptida, serta memberikan informasi
mengenai efesiensi dari reaksi hidrolisis protein yang dilakukan. Hidrolisis
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu konsentrasi substrat,
konsentrasi enzim, suhu, pH dan waktu hidrolisis (Hasnaliza et al., 2010). Metode
hidrolisis protein susu kedelai pada penelitian ini dilakukan secara enzimatis
dengan menggunakan enzim papain. Nilai derajat hidrolisis dari hidrolisat protein
susu kedelai dengan pengaruh perlakuan konsentrasi enzim dan waktu hidrolisis
dapat dilihat pada gambar 10.
Gambar 10. Nilai derajat hidrolisis hidrolisat protein susu kedelai
Nilai derajat hidrolisis pada gambar 10 menunjukkan perubahan dengan
adanya perlakuan konsentrasi enzim dan lamanya waktu hidrolisis. Proses hidrolisis
protein susu kedelai dengan menggunakan konsentrasi enzim papain 0,1%
7,2
94
8,0
28
8,3
81
6,7
13
4,5
65
10
,02
1
10
,28
4
11
10
,21
2
8,6
37
7,8
73
8,0
4 8,7
56
6,9
42
6,3
93
0
2
4
6
8
10
12
2 4 8 1 6 2 4
Der
ajat
hid
roli
sis
(%)
Waktu hidrolisis (jam)
0,1
0,2
0,5
Konsentrasi
enzim (%)
36
menghasilkan derajat hidrolisis antara 4,565% - 8,381%, sedangkan proses
hidrolisis dengan konsentrasi enzim 0,2% menghasilkan derajat hidrolisis antara
8,637% - 11,000% dan proses hidrolisis dengan konsentrasi 0,5% menghasilkan
derajat hidrolisis antara 6,393% - 8,756%.
Nilai derajat hidrolisis terkecil terdapat pada perlakuan konsentrasi enzim
0,1% dengan waktu hidrolisis 24 jam yaitu sebesar 4,565% dan nilai derajat
hidrolisis tertinggi terdapat pada perlakuan konsentrasi enzim 0,2% dengan waktu
hidrolisis 8 jam yaitu sebesar 11,000%. Nilai derajat hidrolisis tersebut lebih tinggi
dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meinlschmidt et al.,
(2015) yang menghidrolisis protein kedelai dengan menggunakan enzim papain
0,2% dan waktu hidrolisis 10 menit memperoleh nilai derajat hidrolisis sebesar
4,900%.
Derajat hidrolisis pada hidrolisat protein susu kedelai dengan konsentrasi
enzim 0,1 ke 0,2% mengalami peningkatan dan pada 0,5% mengalami penurunan.
Menurut Yazid & Nuha (2017), semakin tinggi enzim yang ditambahkan akan
meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis sehingga banyak ikatan peptida pada
protein yang terhidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana dan bersifat larut,
sedangkan penurunan nilai derajat hidrolisis disebabkan karena enzim telah jenuh
dengan substrat protein. Kecepatan reaksi enzimatis berbanding lurus dengan
konsentrasi enzim sampai batas tertentu sehingga reaksi mengalami
kesetimbangan, dalam keadaan setimbang penambahan konsentrasi enzim sudah
tidak berpengaruh lagi (Yazid, 2015).
Nilai derajat hidrolisis pada waktu 2, 4, dan 8 jam mengalami peningkatan
sedangkan pada waktu hidrolisis 16 dan 24 jam mengalami penurunan nilai derajat
37
hidrolisis. Nilai derajat hidrolisis yang besar berkaitan dengan jumlah produk
hidrolisat yang dihasilkan, atau dengan kata lain besarnya derajat hidrolisis
memiliki kecenderungan yang sama dengan jumlah protein terlarut atau gugus
amino bebas (Hernandez-Ledesma et al., 2004). Hasnaliza et al., (2010)
menyatakan bahwa peningkatan derajat hidrolisis disebabkan oleh peningkatan
peptida dan asam amino yang terlarut akibat dari pemutusan ikatan peptida selama
proses hidrolisis protein (gambar 11).
Gambar 11. Mekanisme umum hidrolisis enzimatik substrat protein (Hidayat et
al., 2006)
Hasil derajat hidrolisis pada penelitian ini mengindikasikan bahwa
konsentrasi enzim dan lama waktu hidrolisis mempengaruhi penguraian protein
menjadi peptida, dengan demikian dapat diketahui konsentrasi enzim papain yang
paling efisien untuk menghasilkan derajat hidrolisis protein susu kedelai yaitu
menggunakan konsentrasi enzim 0,2% dengan proses hidrolisis selama 8 jam.
4.5 Aktivitas Antioksidan Protein Susu Kedelai
Pengukuran aktivitas antioksidan pada penelitian ini menggunakan metode
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydarzyl) yang merupakan senyawa radikal nitrogen.
Metode DPPH sering digunakan untuk pengujian aktivitas antioksidan karena
sederhana, mudah, cepat, peka dan sampel yang digunakan hanya sedikit (Lung &
Destiani, 2017). Hasil dapat diamati dengan terjadinya perubahan warna dari ungu
38
menjadi kuning. Perubahan warna menunjukkan bahwa DPPH telah tereduksi oleh
proses donasi hidrogen atau elektron dari senyawa antioksidan sehingga warnanya
berubah dari ungu menjadi kuning (Yamaguchi et al., 1998).
Penentuan nilai aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan nilai
IC50. Molyneux (2004) mendefinisikan nilai IC50 sebagai besarnya konsentrasi yang
dapat menghambat aktivitas DPPH (radikal bebas) sebanyak 50%. Semakin kecil
nilai IC50, maka semakin tinggi aktivitas antioksidan. Perbedaan nilai aktivitas
antioksidan hidrolisat protein susu kedelai dengan perlakuan konsentrasi enzim dan
waktu hidrolisis yang berbeda dapat dilihat pada gambar 12.
Gambar 12. Aktivitas antioksidan hidrolisat protein susu kedelai
Nilai aktivitas antioksidan berdasarkan gambar 12 mengalami perubahan
seiring berjalannya waktu hidrolisis dan perbedaan konsentrasi enzim yang
ditambahkan. Hasil pengukuran aktivitas antioksidan pada gambar 12
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi yaitu sebesar 52,344 ppm yang
diperoleh dari perlakuan konsentrasi enzim 0,2% dengan waktu hidrolisis selama 8
Konsentrasi enzim (%)
10
1,5
32
11
0,3
85
90
,05
3
59
,79
5
71
,65
8
11
8,8
63
10
1,7
78
79
,57
0
52
,34
4
10
1,1
15
10
9,6
19
10
5,6
85
10
0,5
31
81
,83
1
87
,50
3
11
2,4
83
0
20
40
60
80
100
120
140
0 2 4 8 1 6 2 4
IC5
0 (
pp
m)
Waktu hidrolisis (jam)
0
0,1
0,2
0,5
Konsentrasi
enzim (%)
39
jam. Nilai tersebut sejalan dengan kadar protein terlarut yang didapatkan, dimana
pada perlakuan konsentrasi enzim 0,2% dengan lama waktu inkubasi selama 8 jam
mempunyai kadar protein terlarut yang paling tinggi dibandingkan dengan
konsentrasi enzim dan waktu inkubasi yang lainnya. Bamad et al., (2011)
menyatakan bahwa hidrolisis enzim mampu meningkatkan kadar protein terlarut
yang berbanding lurus dengan peningkatan aktivitas antioksidan.
Hermanto et al., (2019) melaporkan pada penelitiannya bahwa susu kedelai
yang dihidrolisis menggunakan enzim pepsin selama 48 jam memiliki nilai IC50
69,120 ppm. Penelitian sebelumnya mengenai aktivitas antioksidan dari susu
kedelai yang difermentasi menggunakan Bakteri Asam Laktat (BAL) selama 7 jam
memperoleh aktivitas penghambatan sebesar 23,26% (Muthia et al., 2017).
Hidrolisat protein kedelai hasil hidrolisis papain dengan waktu inkubasi 20 menit
memiliki aktivitas penghambatan 70% (Abu-Salem et al., 2013).
Aktivitas antioksidan terkecil terdapat pada penggunaan konsentrasi enzim
0,1% dengan lama waktu hidrolisis 24 jam yaitu sebesar 118,863 ppm. Hasil
tersebut tidak sesuai dengan kadar protein terlarutnya, dimana kadar protein terlarut
terkecil terdapat pada konsentrasi enzim 0,5% dan lama waktu hidrolisis 24 jam.
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak semua komponen protein terlarut yang
dihasilkan dari proses hidrolisis secara enzimatik merupakan peptida yang bersifat
sebagai antioksidan (Arcan & Yemeniciog, 2010).
Aktivitas antioksidan dengan konsentrasi enzim 0,1%; 0,2%; dan 0,5%
mengalami kenaikan dari waktu hidrolisis 2 jam ke 4 jam sampai ke 8 jam.
Berdasarkan penelitian ini aktivitas antioksidan mengalami peningkatan sampai
mencapai kondisi optimumnya, karena semakin lama proses hidrolisis
40
menyebabkan protein berubah menjadi fragmen peptida yang lebih kecil sehingga
aktivitas antioksidannya besar. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin kecilnya
nilai IC50. Penurunan aktivitas antioksidan terjadi pada waktu hidrolisis 16 jam dan
24 jam yang ditandai dengan peningkatan nilai IC50. Hal ini sejalan dengan
penelitian Zarei et al., (2014) yang menjelaskan bahwa aktivitas enzim papain
sangat dibatasi oleh energi kinetik yang dipengaruhi oleh lamanya enzim bekerja
pada substrat sehingga terjadi ketidakseimbangan enzim-substrat yang
menyebabkan proses hidrolisis menjadi tidak optimum.
Berdasarkan penelitian ini semakin tinggi konsentrasi enzim yang digunakan
maka aktivitas antioksidan semakin meningkat sampai mencapai kondisi
optimumnya. Hal tersebut ditunjukkan pada konsentrasi enzim 0,2% mengalami
peningkatan aktivitas antioksidan dari pada penggunaan konsentrasi enzim 0,1%,
namun pada konsentrasi enzim 0,5% mengalami penurunan aktivitas antioksidan.
Besarnya nilai aktivitas antioksidan bergantung pada komposisi asam amino
hidrofobik (Arcan & Yemeniciog, 2010) dan ukuran molekul peptida 3 – 20 kDa
hasil hidrolisis enzimatik juga berpotensi menghasilkan aktivitas antioksidan yang
tinggi (Alpay & Aktas, 2015).
Gambar 13. Struktur asam amino (a) Triptofan (b) Prolin
Samaranayaka & Li-Chan (2011) menjelaskan bahwa asam amino hidrofobik
Trp, Phe, Pro, Ile dan Val terbukti memiliki aktivitas penangkal radikal yang kuat
karena terdapat cincin imidazole sebagai pendonor proton. Pada asam amino Trp
O
NH2NH
OH
ONH
OH
(a) (b)
41
dan Pro (gambar 13) terdapat cincin pirolidin dan diol yang juga dapat
mendonorkan hidrogen melalui gugus hidroksilnya yang dapat menangkal radikal
bebas. Penelitian Tsuge et al., (1991) melaporkan bahwa peptida bioaktif
antioksidan tersusun atas asam amino Ala-His, Val-His-His, dan Val-His-His-Ala-
Asn-Glu-Asn. Mendes et al., (2005) pada penelitiannya menunjukkan penangkalan
radikal bebas yang tinggi terdapat pada peptida yang mengandung residu asam
amino Phe dan His. Reaksi yang terdapat pada gambar 14 menunjukkan hubungan
yang tepat antara struktur peptida yang mengandung asam amino seperti Trp, Tyr,
His, Phe, Pro, Gly, Ily, Ile, dan Val dalam menangkal radikal bebas.
Gambar 14. Reaksi antara senyawa asam amino Trp dengan senyawa DPPH
radikal (Girgih et al., 2014)
Pownall et al., (2010) menambahkan bahwa aktivitas antioksidan lebih
berhubungan dengan kandungan total asam amino hidrofobik daripada ukuran
peptida. Menurut Udenigwe & Aluko (2011), komposisi asam amino aromatic. Hal
tersebut diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningtyas et al.,
(2015) yang melaporkan bahwa aktivitas antioksidan yang tinggi pada hidrolisat
protein susu kambing disebabkan oleh jumlah total asam amino hidrofobik dan
aromatik. Cincin aromatik yang terdapat pada asam amino mampu melakukan
resonansi sehingga membuat radikal antioksidan yang terbentuk menjadi lebih
stabil dan tidak mudah untuk terlibat pada reaksi radikal selanjutnya (Lee et al.,
2004).
Asam Amino Trp DPPH radikal DPPH Tereduksi
42
Jenis protein terbanyak yang terdapat pada kedelai adalah β-conglycinin
(~28%), glycinin (~40%) (Garcia et al., 1997). Profil asam amino glycinin dan β-
conglycinin berdasarkan penelitian Vasconcellos et al., (2014) dapat dilihat pada
tabel 6:
Tabel 6. Profil asam amino glycinin dan β-conglycinin
Asam Amino Glycinin (%) β-conglycinin (%)
Asam aspartat 9,1 9,6
Treonin 3,9 4,2
Serin 6,3 5,7
Asam glutamat 8,5 8,2
Prolin 0,4 0,2
Glisin 6,7 6
Alanin 4,8 4,5
Sistein 5,7 5,4
Valin 1,1 -
Metionin 2,9 2,6
Isoleusin 6,1 6,3
Leusin 2,4 2,1
Tirosin 2,6 2,5
Penilalanin 4,6 4,4
Histidin 7,4 7,2
Lisin 11,3 10,1
Arginin 6,2 6
Amonia 10 15
Sumber: Vasconcellos et al., (2014)
Park et al., (2010) pada penelitiannya menjelaskan bahwa peptida bioaktif yang
bersifat sebagai antioksidan dari kacang kedelai kaya akan asam amino hidrofobik
dan asam amino aromatik seperti fenilalanin. Elektron stabil yang gerdapat pada
peptida dapat disumbangkan untuk menyeimbangkan radikal bebas, sedangkan
cincin aromatik memastikan elektron yang disumbangkan tersebut tidak berubah
menjadi radikal bebas.
4.6 Fraksinasi Peptida Bioaktif Hidrolisat Susu Kedelai
Fraksinasi dengan menggunakan membran ultrafiltasi (MWCO ≤ 3 kDa)
digunakan untuk memisahkan peptida dengan berat molekul ≤ 3 kDa sehingga
43
hanya polipeptida dengan bobot molekul ≤ 3 kDa yang dapat melewati membran
dan merupakan cara yang efektif untuk memekatkan peptida antioksidan (Picot et
al., 2010). Fraksinasi dilakukan pada hidrolisat protein susu kedelai terbaik yaitu
pada konsentrasi enzim 0,2% dengan waktu hidrolisis selama 8 jam. Hidrolisat
protein terbaik ditentukan berdasarkan kadar protein terlarut yang tinggi, nilai
derajat hidrolisis yang tinggi, dan aktivitas antioksidan yang besar dengan
ditunjukkan oleh nilai IC50 yang kecil. Tahap selanjutnya hidrolisat protein terbaik
dilakukan pengukuran kadar protein terlarut. Hasil analisis kadar protein terlarut
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Kadar protein terlarut hidrolisat hasil fraksinasi
Sampel Hidrolisat 0,2% Kadar protein (ppm) Rata-rata (ppm)
Hidrolisat 8 jam 572,875 579,125±0,005
585,375 Filtrat 182,875 181,625±0,001
180,375 Retentat 452,875 452,250±0,0005
451,625
Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai kadar protein terlarut pada filtrat lebih
kecil dibandingkan dengan retentat dan juga hidrolisat. Hasil tersebut dikarenakan
jumlah protein yang > 3 kDa lebih banyak dibandingkan dengan jumlah protein
yang bobot molekulnya ≤ 3 kDa. Hal ini berarti kadar protein tertinggi diperoleh
dari hidrolisat protein dan retentat dengan perolehan kadar protein masing-masing
579,125 ppm dan 452,25 ppm.
Tabel 8. Nilai IC50 pada hidrolisat protein hasil fraksinasi
Sampel IC50 (ppm)
Filtrat 163,123
Retentat 120,862
Pengujian aktivitas antioksidan pada tabel 8 menunjukkan bahwa filtrat
hasil fraksinasi mempunyai aktivitas antioksidan sebesar 163,123 ppm. Jika
44
dibandingkan dengan hasil pengujian aktivitas antioksidan hidrolisat sebelum
difraksinasi yaitu sebesar 52,344 ppm, terlihat bahwa akivitas antioksidannya relatif
lebih rendah atau mengalami penurunan aktivitas. Begitupun jika dibandingkan
dengan retentat yang mempunyai nilai IC50 sebesar 120,862 ppm. Hasil ini tidak
sesuai dengan penelitian Park et al., (2010), dan Ngoh & Gan (2016) yang
menyatakan bahwa aktivitas antioksidan yang tinggi terdapat pada peptida dengan
bobot molekul ≤ 3 kDa. Berdasarkan hasil tersebut kemungkinan peptida yang aktif
sebagai antioksidan lebih banyak terdapat pada hidrolisat yang sebelum dilakukan
fraksinasi.
Vitamin C digunakan sebagai senyawa pembanding dalam pengukuran
aktivitas antioksidan dan memiliki nilai IC50 3,71 ppm. Vitamin A dan vitamin E
juga dapat digunakan sebagai senyawa pembanding dalam pengukuran aktivitas
antioksidan, namun vitamin C memiliki nilai IC50 yang lebih kuat dibandingkan
vitamin A dan vitamin E yakni 14,790 ppm sedangkan vitamin A 159,800 ppm dan
vitamin E 21,759 ppm (Lung & Destiani, 2017). Hal ini berkaitan dengan struktur
senyawa vitamin tersebut, dimana vitamin C memiliki empat gugus hidroksil
sedangkan vitamin E dan vitamin A mempunyai satu gugus hidroksil (gambar 15),
sehingga aktivitas antioksidan vitamin C lebih kuat dibandingkan dengan vitamin
E dan vitamin A (Lung & Destiani, 2017).
Gambar 15. Struktur (a) vitamin C, (b) vitamin E dan (c) vitamin A (Sayuti &
Yenrina, 2015).
(b) (a)
(c)
45
4.7 Karakteristik Peptida Bioaktif dengan LCMS/MS
Hidrolisat selanjutnya dikarakterisasi menggunakan LCMS/MS untuk
mengetahui bobot molekul dari peptida yang terdapat dalam sampel. Analisis data
LCMS/MS menggunakan software Mass Lynx (versi 4.1). Hasil analisis peptida
dari hidrolisat dengan aktivitas antioksidan tertinggi yakni berupa kromatogram dan
spektrum. Kromatogram peptida antioksidatif dari hidrolisat protein dapat dilihat
pada gambar 16.
Gambar 16. Kromatogram hidrolisat protein susu kedelai hasil analisis LCMS/MS
Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa hidrolisat yang dianalisis
menghasilkan lima puncak kromatogram. Kelima puncak kromatogram muncul
pada waktu retensi 3,162; 3,858; 4,416; 4,753; dan 5,227 menit. Puncak-puncak
dari kromatogram tersebut selanjutnya dianalisis lebih lanjut berdasarkan spektrum
massanya. Spektrum massa pada waktu retensi 3,162; 3,858; 4,416; 4,753; dan
5,227 menit dapat dilihat pada gambar 17, 18, 19, 20, dan 21.
Blanko
Kimia FMIPA UIN
Time3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 1: TOF MS ES+ BPI
1.30e54.75
3.86
3.16
3.46
3.70
4.42
3.924.17
3.97
4.08
4.26 4.66
4.55
5.23
4.82
4.99
4.93
5.07
5.49
5.41 5.915.67
46
Gambar 17. Spektrum massa pada waktu retensi 3,162 menit
Gambar 18. Spektrum massa pada waktu retensi 3,858 menit
Gambar 19. Spektrum massa pada waktu retensi 4,416 menit
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 141 (3.162) 1: TOF MS ES+ 5.63e4166.0900
316.1896
596.2683317.1937 731.3347
875.3715 1223.4508 1673.75541587.3727 1856.6179 2679.36231946.7015 2321.5803 3468.58422763.2007 3194.1235
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 172 (3.858) 1: TOF MS ES+ 9.90e4575.3092
313.1268
231.1751
576.3112
662.3399
905.3918666.33891155.4878
1237.00501461.5308
1732.6237 2062.6912 2253.50462435.7239
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 197 (4.416) 1: TOF MS ES+ 8.33e4818.3762
560.3217
329.1474
295.1638
276.1331
263.1391
379.2098
730.3505
819.3782
844.3911
909.4258
910.43041355.5238978.9175
1590.62111721.1072 1925.7208
2565.7595
47
Gambar 20. Spektrum massa pada waktu retensi 4,753 menit
Gambar 21. Spektrum massa pada waktu retensi 5,227 menit
Berdasarkan data m/z dari masing-masing spektrum massa yang dihasilkan
selanjutnya dilakukan analisis bobot molekul menggunakan ESIprot online
(www.bioprocess.org/esiprot/). ESIprot dapat digunakan untuk analisis bobot
molekul protein tunggal dan protein yang memiliki bobot molekul sampai dengan
66,7 kDa (Winkler, 2010). Data m/z yang digunakan untuk menentukan bobot
molekul ialah m/z1 dan m/z2, m/z1 diambil dari base peak sedangkan m/z2 diambil
dari peak tetangga sebelah kanan dari base peak. Bobot molekul peptida dari kelima
puncak yang muncul pada kromatogram dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini.
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 212 (4.753) 1: TOF MS ES+ 1.30e5761.3990
670.8517
665.3461
557.3635403.2539
245.1877
762.4019
1128.5115763.4040
961.4443
1129.5150
1130.51421445.5814 1527.0912 1857.0951 2107.3960 2928.1641
2268.26392736.5281 3273.8325
3414.2144
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 233 (5.227) 1: TOF MS ES+ 9.91e4279.1744
195.0909
280.1772
678.4196
566.2847340.1937
679.4225
845.3955 911.44231395.58311313.6563 1716.6970
1846.23022940.4810
48
Tabel 9. Bobot molekul peptida pada hidrolisat protein susu kedelai
Waktu Retensi (menit) Bobot Molekul (kDa)
3,162 0,322
3,858 4,609
4,416 26,138
4,753 3,819
5,227 1,681
Berdasarlkan tabel 9 diketahui bahwa bobot molekul peptida yang terdapat
pada hidrolisat protein susu kedelai dengan konsentrasi enzim 0,2% pada waktu
hidrolisis 8 jam memiliki kisaran bobot molekul 0,322 kDa – 26,138 kDa.
Vasconcellos et al., (2014) melaporkan bahwa bobot molekul β-conglycinin
berkisar 48-75 kDa dan glycinin memiliki bobot molekul 30 kDa dan 20 kDa.
Penelitian Susanti & Hidayat (2016) melaporkan bahwa peptida yang terdapat pada
isolat kacang kedelai memiliki bobot molekul 65 kDa, 55 kDa, 44 kDa, 37 kDa, dan
18 kDa. Amnuaycheewa & de Mejia (2010) juga melaporkan pada penelitiannya
bahwa isolat protein kedelai memiliki protein dengan bobot molekul 260 kDa
(glycinin), 150 kDa (conglycinin), 72,4 kDa (-conglicinin), 62.9 kDa (’-
conglicinin), ~29-33 kDa (Acidic-glicinin) dan 17 kDa (Basic glicinin).
Berdasarkan penelitian tersebut dapat dipastikan bahwa enzim papain telah berhasil
menghidrolisis protein yang terdapat pada susu kedelai menjadi peptida.
49
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Kondisi optimum hidrolisis protein susu kedelai menggunakan enzim papain
diperoleh pada penggunaan konsentrasi enzim 0,2% dan waktu hidrolisis 8 jam
dengan perolehan kadar protein terlarut 402,444 ppm, derajat hidrolisis 11% dan
aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 52,344 ppm.
2. Karakteristik peptida bioaktif dari hidrolisat protein susu kedelai memiliki
kisaran bobot molekul 0,322 – 26,138 kDa.
3. Aktivitas antioksidan peptida bioaktif hidrolisat protein susu kedelai menurun
setelah dilakukan fraksinasi dengan nilai IC50 sebesar 163,123 ppm.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan optimasi hidrolisis protein susu kedelai menggunakan enzim
protease lainnya seperti tripsin, bromelin, dan alkalase dengan konsentrasi
penambahan enzim dan waktu yang berbeda serta membandingkan efektifitas
derajat hidrolisis dan aktivitas antioksidannya.
2. Perlu dilakukan analisis komposisi asam amino dengan menggunakan Ultra
Performance Liquid Chromatography (UPLC) untuk menduga jenis dan kadar
asam amino yang terdapat pada sampel hidrolisat protein susu kedelai.
50
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association Official Analytical Chemist’s Technical Standard. 2005.
Official Methods of Analysis, 16th ed. Washington.
[BPS] Balai Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka
Tetap 2011 dan Angka Ramalan I 2012). Berita Resmi Statistik: No.
43/07/Th.XV.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995. Standar Mutu Kedelai SNI 013922
1995.
Abu-Bakar, A. 2004. Isolasi Peptida Antihipertensi dari Protein Susu. Journal
Indonesian Tropical Anim. Agric, 29(3): 121-128.
Abu-Salem, F.M., Marwa, H.M., M.H. El-Kalyoub., A.Y. Gibriel & Azza, A.A.
2013. Characterization of Antioxidant Peptides of Soybean Protein
Hydrolisate. International Journal of Nutrition and Food Engineering, 7(7):
522-526.
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya: Jakarta.
Adler-Nissen, J. 1979. Determination of The Degree of Hydrolysis of Food Proteins
Hydrolysates by Trinitrobenzenesulfonic Acid. Journal Agricultural Food
Chemistry, 27(6): 1256-1262.
Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset:
Yogyakarta.
Afroz, M.F., Anjum, W., NurulIslam, Md., Kobir, A.Md., Hossain, K., & Sayed,
A. 2016. Preparation of Soymilk Using Different Methods. Journal of Food
and Nutrition Science, 4(1): 11-17.
Alpay, P., & Aktas, D. 2015. Enzymatic Usage of Immobilized Papain for
Enzymatic Hydrolysis of Proteins. Journal Molecular Catalysis B;
Enzymatic, 111:56-63.
Amnuaycheewa, P., & E.G. de Mejia. 2010. Purification, Characterisation, and
Quantification of The Soy Allergen Profilin in Soy Products. Food
Chemistry,119:1671–1680.
Ariani, D.R.S., & Hastuti, W. 2009. Analisis Isoflavon dan Uji Aktivitas
Antioksidan pada Tempe dengan Variasi Lama Waktu Fermentasi dan
Metode Ekstraksi. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan
Kimia: Surakarta.
Arcan, I., & Yemeniciog, A. 2010. Effects of Controlled Pepsin Hydrolysis on
Antioxidant Potential & Fractional Changes of Chickpea Proteins. Journal
Food Research International, 43:140-147.
Astawan, M. 2004. Sehat Bersana Aneka Sehat Pangan Alami. Tiga Serangkai:
Solo.
Bamad, F., Wu, J., & Chen, L. 2011. Effects of Enzymatic Hydrolysis on Molecular
Structure & Antioxidant Activity of Barley Hordein. Journal of Cereal
51
Science, 54(1):20-28.
Belitz, H.D., & Grosch, W. 1999. Food Chemistry. Springer: Germany.
Beveridge, A.J. 1996. A Theoritical Study of the Active Sites of Papain and S195C
Rat Tripsin: Implication for the Low Reactivity of Mutant Serine Proteinases.
Journal of Protein Science: Cambridge University Press.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga: Jakarta.
Blois, M. 2005. Antioxidant Determination By The Use of A Stable Free Radical.
Journal Nature, 181(4617): 1199–1200.
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. UI Press: Jakarta
Cahyadi, W. 2006. Kedelai: Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara: Jakarta.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan. 2000. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI: Jakarta.
Droge, W. 2002. Free Radicals in The Physiological Control of Cell Function.
Physiological Reviews, 82: 47-95.
Fersht, A. 1985. Enzyme: Structure and Mechanism, 2nd Edition. Wr Freeman and
Company: New York.
Garcia, M., Torre, M., Marina, M., & Laborda, F. 1997. Composition and
Characterization of Soyabean and Related Products. Critical Reviews in Food
Science and Nutrition, 37: 361.
Ghribi, A.M., Sila, A., Przybylski, R., Nedjar-Arroume, N., Makhlouf, I., Blecker,
C., Attia, H., Dhulster, P., Bougatef, A., & Besbes, S. 2015. Purification and
Identification of Novel Antioxidant Peptides from Enzymatic Hydrolysate of
Chickpea (Cicer arietinum L.) Protein Concentrate. Journal Functional
Foods, 12, 516–525.
Ghosh, R., & Cui, Z.F. 2000. Purification of Lysozyme Using Ultrafiltration.
Biotechnology Bioengineering, 68: 191-202.
Girgih, A.T., He, R., Malom, O. S., Offengenden, M., Wu, J.P., & Aluko, R.E.
2014. Structural and Functional Characterization of Hemp Seed (Cannabis
Sativa L.) Protein-Derived Antioxidant and Antihypertensive Peptides.
Journal Functional Foods, 6:384–394.
Harrison, M.J., N.A. Burton, & L.H. Hillier. 1997. The Mechanism of The Papain
Catalysed Amide Hydrolysis: Prediction with A Hybrid Quantum Mechanical
or Molecular Mechanical Potential. Journal America Chemistry Soc,
119:12285–12291.
Hasnaliza, H., Maskat, M.Y., Wan, A., & Mamot, S. 2010. The Effects of Enzyme
Concentration, Temperature and Incubation Time on Nitrogen Content and
Degree of Hydrolysis of Protein Precipitate from Cockle (Anadara Granosa)
Meat Wash Water. International Food Research Journal, 17(5):147-152.
52
Hermanto, S., Septiana, A., Putera, D.K., Hatiningsih, F., & Muawanah, A. 2019.
ACE Inhibitory and Antioxidative Bioactive Peptides Derived from
Hydrolyzed Soy Milk. Jurnal Molekul, 14(1): 56-63.
Hernandez-Ledesma, B., Amigo, L., Ramos, M., & Recio, I. 2004. Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitory Activity in Commercial Fermented Products.
Formation of Peptides Under Simulated Gastrointestinal Digestion. Journal
of Agricultural and Food Chemistry, 52: 1504-1510.
Hidayat, N., Padaga, C., & Suhartini, S. 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit
Andi: Yogyakarta.
Hoa, N.T., Minh, N.P., & Dao, D.T. 2014. Optimization of Enzymatic Hydrolysis
for Soy Milk under Experimental Planning. International Journal of
Advances in Pharmacy, Biology and Chemistry. 3(3):563-574.
Hoyle, N.T., & Merritt, J.H. 1994. Quality of Fish Protein Hydrolysates from
Herring (Clupea harengus). Journal of Food Science, 59(1): 76–79.
Kain, R.J. Chen, Z. Sonda, T.S. & Abu-Kpawoh, J.C. 2009. Study on the Effect of
Enzymatic Hydrolysis on the Physical, Functional and Chemical Properties of
Peanut Protein Isolates Extracted from Defatted Heat Pressed Peanut Meal
Flour (Arachis hypogea L.). Pakistan Journal of Nutrition, 8(6): 818-825.
Kazakevich, Y., & Lobrutto. 2007. Introduction HPLC for Pharmaceutical
Scientist. Journal of The American Chemical Society, 8925-8926.
Kim, S.K. 2013. Marine Proteins and Peptides, Biological Activities and
Applications. John Wiley and Sons: Oxford.
Kochar, S.P., & B. Rossel. 1990. Food Antioxidants: Detection, Estimation and
evaluation of Antioxidants in Food System, pp 19-64. University of Reading:
UK.
Korhonen, H., & Pihlanto, A. 2003. Food-Derived Bioactive Peptides
Opportunities for Designing Future Foods. Current Pharmaceutical,
16:1297- 1308.
Koswara, S. 2006. Susu Kedelai Tak Kalah dengan Susu Sapi. Institut Pertanian
Bogor: Bogor.
Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. PT. Dian Rakyat: Jakarta.
Kussman, M., & Bladeren, P.J.V. 2011. The Extended Nutrigenomics–
Understanding the Interplay Between the Genomes of Food, Gut Microbes,
and Human Host. Review Article, 2(21): 1-13.
Kusumaningtyas, E., Widiastuti, R., Kusumaningrum, H.D., & Suhartono, M.T.
2015. Antimikrobial and Antioxidative Activities of Peptides from Goat Milk
Hydrolyzed with Various Protease. Journal Animal Veterinary Science,
20(3): 175-183.
Lacorte, S., & Alba, A.R.F. 2006. Time of Flight Mass Spectrometry Applied to
The Liquid Chromatographic Analysis of Pesticides in Water and Food. Mass
Spectrometry Reviews, 25:866-880.
53
Lee, J., Koo, N., & Min, D.B. 2006. Reactive Oxygen Species, Aging, and
Antioxidative Nutraceuticals. Comprehensive Reviews in Food Science and
Food Savety, 3(1): 21-33.
Lehninger, A.L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga: Jakarta.
Leung, A.Y. 1996. Encyclopedia of Common Natural Ingredients Used in Food,
Drugs, and Cosmetics. Interscience: New York.
Lowry, O.H., Rosebrough, N.J., Farr, A.L., & Randall, R.J. 1951. Protein
Measurement with the Folin Phenol Reagent. Journal Biological Chemistry,
193: 265–275.
Lung, J., & Destiani, D. 2017. Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin A, C, E dengan
Metode DPPH. Jurnal Farmaka Suplemen, 12(1): 53-62.
Mann, M., Meng, C.K., & Fenn, J.B. 1989. Interpreting Mass Spectra of Multiply
Charged Ions. Analytical Chemistry, 61(15): 1702-1708.
Meinlschmidt, P., Sussmann, D., Schweiggert-weisz, U., & Eisner, P. 2015.
Enzymatic Treatment of Soy Protein Isolates : Effects On The Potential
Allergenicity , Technofunctionality , And Sensory Properties. Food Science
& Nutrition, 4(1): 11-23.
Mendes, E., Rajapakse, N., Byun, H.G., & Kim, S.K. 2005. Investigation of Jumbo
Squid Skin Gelatin Peptides for Their In Vitro Antioxidant Effects. Life
Science, 77:2166–2178.
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicrylhydrazyl
(DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin Journal of
Science and Technology, 26(2): 211–219.
Muchtadi, D.N.S., Palupi & Astawan, M. 1992. Enzim dalam Industri Pangan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas dan Gizi IPB:
Bogor.
Mulder, M. 1996. Basic Principles of Membran Technology. Kluwer Academic
Publisher: Netherland.
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V.W. 2009. Biokimia Harper. Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
Muthia, K.N.S., Sarjono, P.R., & Aminin, A.L.N. 2017. Aktivitas Antioksidan dan
Antibakteri Produk Fermentasi Susu Kedelai dan Whey Tahu menggunakan
Bakteri Asam Laktat. Jurnal Kimia Sains & Aplikasi, 20(1):9-12.
Nakamura, Y., Yamamoto, N., Sakai, K., & Takano, T. 1995. Antihypertensive
Effects of Sour Milk and Peptides Isolated from It That Are Inhibitors to
Angiotensin I-Converting Enzyme. Journal Dairy Science, 78(6): 1253-
1257.
Ngoh, Y.Y., & Gan, C.Y. 2016. Enzyme-Assisted Extraction and Identification of
Antioxidant and Amylase Inhibitory Peptides from Pinto Beans (Phaseolus
Vulgaris Cv. Pinto). Food Chemistry, 190:331–337.
54
Nirmagustina, D.E, & Chandra, U.W. 2014. Potensi Susu Kedelai Asam (Soygurt)
Kaya Bioaktif Peptida sebagai Antimikroba. Jurnal Penelitian Pertanian
Terapan, 14(3): 158-166.
Notodarmojo, Suprihanto & Deniva, A. 2004. Penurunan Zat Organik dan
Kekeruhan Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi dengan Sistem
Aliran Dead-End. Journal of Mathematical and Fundamental Science, 36(1):
63-82.
Oliveira, C.F., Coletto, D., Correa, A.P.F., Daroit, D.J., Toniolo, R., Cladera-
Olivera, F., & Brandelli, A. 2014. Antioxidant Activity and Inhibition of
Meat Lipid Oxidation by Soy Protein Hydrolysates Obtained with A
Microbial Protease. International Food Research Journal, 21(2): 775-781.
Otto, H.H., & Schirmeister, T. 1997. Cysteine Proteases and Their Inhibitors.
Chemistry Review, 97:133-171.
Park, S.Y., Lee J-S, Baek H.H, & Lee H.G. 2010. Purification and Characterization
of Antioxidant Peptides from Soy Protein Hydrolysate. Journal Food
Biochemistry, 34: 120-32.
Patil, P., Akanksha, W., Varsha, G., Kanchan, M., Sudhir, K.T., & Surajit, M. 2015.
Biofunctional Properties of Milk Protein Derived Bioaktive Peptides – A
Review. Asian Journal Dairy & Food Res, 34(4): 253-258.
Pelczar, M.J., & Chan, E.C.S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Picot, L., Ravallec, R., Fouchereau-Peron, M., Van-dabjon, L., Jaouen, P.,
Chaplain-Derouiniot, M., Guerard, F., Chabeaud, A., LeGal, Y., Alvarez,
O.M., Berge, J., Batista, I., Pires, C., Thorkelsson, G., Delannoy, C.,
Jakobsen, G., Johansson, I., Bourseau, P. 2010. Impact of Ultrafiltration and
Nanofiltration of an Industrial Fish Protein Hydrolysate on its Bioactive
Properties. Journal Science Food Agriculture, 90: 1819-1826.
Poedjiadi, A. & F.M. Supriyanti. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas
Indonesia: Jakarta.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press: Jakarta.
Pownall, T.L., Udenigwe, CC., & Aluko, RE. 2010. Amino Acid Composition and
Antioxidant Properties of Pea Seed (Pisum Sativum L.) Enzymatic Protein
Hydrolysate Fractions. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 58:
4712-4718.
Prakash, A., Rigelhof, F., & Miller, E. 2001. Antioxidant Activity, Medalliaon
Laboratories Analitical Progress. Medallion Labs, Vo. 19 No. 2.
Purwoko, T., & Noor, S.H. 2007. Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa
Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus Oryzae dan R. Oligosporus.
Biodiversitas, 8(2): 223-227.
Ranamukhaarachchi, S. 2012. Production and Fractionation of Antioxidant
Peptides from Soy Protein Isolate using Sequential Membrane Ultrafiltration
and Nanofiltration [Thesis]. Universityof Waterloo: Canada.
55
Ratnayani, K., & Puspawati, N.M. 2016. Aktivitas Antioksidan Hidrolisat Protein
Kacang Gude, Kacang Komak dan Kacang Buncis. Seminar Nasional
Saintek, Bali. pp, 1-3.
Rho, S.J., Lee, J.S., Chung, Y.I., Kim, Y.W., & Lee, H.G., 2009. Purification and
Identification of an Angiotensin I-Converting Enzyme Inhibitory Peptide
From Fermented Soybean Extract. Process Biochemistry, 44(4): 490–493.
Ricci-Cabello, I., Olalla Herrera, M., & Artacho, R. 2012. Possible Role of Milk
Derived Bioactive Peptides in The Treatment and Prevention of Metabolic
Syndrome. Nutrition reviews, 70: 241-255.
Rosdianti, I. 2008. Pemanfaatan Enzim Papain dalam Produksi Hidrolisat Protein
dari Limbah Industri Minyak Kelapa [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor:
Bogor.
Samaranayaka, A.G.P., & Li-Chan, E.C.Y. 2011. Food-Derived Peptidic
Antioxidants: A Review of Their Production, Assessment, and Potential
Applications. Journal Functional Foods. 3, 229–254.
Santoso, B.H., 1994. Susu dan Yogurt Kedelai. Kanisius: Yogyakarta.
Sayuti, K., & Yenrina, R. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik. Universitas
Andalas Press: Padang.
Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta:
Yogyakarta.
Suhartono, M.T. 1991. Protease. Institut Pertanian Bogor: Bogor.
Susanti, R., & Hidayat, E. 2016. Profil Protein Susu dan Produk Olahannya. Jurnal
MIPA, 39(2): 98-106.
Susi. 2012. Komposisi Kimia dan Asam Amino pada Tempe Kacang Nagara
(Vigna unguiculata ssp. Cylindrica). Jurnal Agroscientiae, 19(1): 28-36.
Toopcham, T., Sittiruk, R., & Jirawat, Y. 2015. Characterization and Identification
of Angiotensin I-Converting Enzyme (ACE) Inhibitory Peptides Derived
from Tilapia Using Virgibacillus Halodenitrificans SK1-3-7 Proteinases.
Journal of Functional Foods, 14: 435–444.
Triyono, A. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam pada Proses
Isolasi Protein terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus
radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. LIPI. pp, 4–5.
Tsuge, N., Eikawa, Y., Nomura, Y., Yamamoto, M., & Sugisawa, K. 1991.
Antioxidative Activity of Peptides Prepared by Enzymatic Hydrolysis of
Egg-white Albumin. Nippon Nogeikagaku Kuishi, 65:1635-1641.
Udenigwe, C.C., & Aluko, R.E. 2011. Chemometric Analysis of The Amino Acid
Requirement of Antioxidant Food Protein Hydrolysates. International
Journal of Molecul Science, 12:3148-3161.
Vasconcellos, F.C.S., Woiciechowski, A.L., Soccol, V.T., Mantovani, D., & Soccol
C.R. 2014. Antimicrobial and Antioxidant Properties of from Soy Protein
Isolate. International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences,
3(8): 144-157.
56
Vogeser, M., & Seger, C. 2008. A Decade of HPLC-MS/MS in The Routine
Clinical Laboratory Goals for Further Developments. Journal Clinical
Biochemistry, 41:649-662.
Widyaningrum, H. 2005. Kitab Tanaman Obat Nusantara. Medpress: Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1986. Enzim Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Indah: Jakarta.
Winarsi, H. 2010. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Kanisius: Yogyakarta.
Winkler, R. 2010. ESIprot: a universal tool for charge state determination end
molecular wight calculation of proteins from electrospray ionization mass
spectrometry data. Rapid Communication in Mass Spectrometry, 24: 285-
294.
Wu, J., & Ding, X. 2001. Hypotensive and Physiological Effect of Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitory Peptides Derived from Soy Protein on
Spontaneously Hypertensive Rats. Journal of Agricultural and Food Chem,
49(1): 501–506.
Yamaguchi, T., Takamura, H., Matoba, T., & Terao, J. 1998. HPLC Method for
Evaluation of the Free Radicalscavenging Activity of Food by Using 1,1
Diphenyl-2-picrylhydrazyl. Biosci. Biotechnol. Biochem, 62(6): 1201-1204.
Yan, Q.J., Huang, L.H., Sun, Q., Jiang, Z.Q., & Wu, X. 2015. Isolation,
Identification and Synthesis of Four Novel Antioxidant Peptides from Rice
Residue Protein Hydrolyzed by Multiple Proteases. Food Chemistry, 179:
290–295.
Yazid, E.A. 2015. Biokimia: Analis Kesehatan. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.
Yazid, E.A., & Nuha, B.U. 2017. Kadar Protein Terlarut pada Ampas Kedelai dari
Hasil Proses Pembuatan Tempe dengan Penambahan Ekstrak Kasar Papain
(Crude Papain). Journal of Ners Community, 8(1): 45-52.
Zarei, M., Ebrahimpour., Abdul-Hamid, A., Anwar, F., Abu, F., Philip, R., & Saari,
N. 2014. Identification & Characterization of Papain-Generated Antioxidant
Peptidas from Palm Kernel Cake Proteins. Journal Food International, 62:
726-734.
Zhang, Q.X., Wu, H., Ling, Y.F., & Lu, R.R. 2013. Isolation and Identification of
Antioxidant Peptides Derived from Whey Protein Enzymatic Hydrolysate
by Consecutive Chromatography and Q-TOF MS. Journal of Dairy
Research, 80:367–373.
Zhang, M., Mu, T.H., & Sun, M.J. 2014. Purification and Identification of
Antioxidant Peptides from Sweet Potato Protein Hydrolysates by Alcalase.
Journal Functional Foods, 7:191–200.
57
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rendemen protein susu kedelai
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =120,2 𝑔𝑟𝑎𝑚
300,3 𝑔𝑟𝑎𝑚× 100%
= 40,0667%
Lampiran 2. Kadar air
Sampel Ulangan Berat cawan
kosong
Berat
sampel
Berat cawan +
sampel (setelah
oven)
Berat
sampel
kering Berat air Kadar air % Rata-rata SD
Susu
kedelai
1 44,274 g 5,028 g 44,699 g 0,424 g 4,603 g 91,559% 92,950%
±0,004
2 43,668 g 5,016 g 43,952 g 0,283 g 4,732 g 94,342%
Contoh Perhitungan Kadar Air Kacang Kedelai Ulangan 1:
Berat sampel kering = (Berat cawan + sampel) – berat cawan kosong
= 44,699 g – 44,274 g
= 0,424 g
Berat air = Berat sampel – ((Berat sampel + cawan) – Berat cawan kosong)
= 5,028 g – (44,699 g – 44,274 g)
= 4,603 g
Kadar air (%bb) = (berat air/berat sampel) x 100%
= 4,603 g /0,424 g x 100%
= 91,559%
58
Lampiran 3. Kadar abu
Sampel Ulangan Berat cawan
kosong Berat sampel
Berat cawan +
abu Berat abu Kadar abu % Rata-rata SD
Susu
kedelai
1 12,562 g 5,050 g 12,573 g 0,011g 0,227% 0,247%
±0,001
2 12,076 g 5,012 g 12,089 g 0,013g 0,267%
Contoh perhitungan kadar abu susu kacang kedelai ulangan 1:
Berat abu = (Berat cawan + abu) – berat cawan kosong
= 12,573 g – 12,562 g
= 0,011 g
Kadar abu (%bb) = (berat abu/berat sampel) x 100%
= 0,011 g/5,050 g x 100%
= 0,227 %
Lampiran 4. Kadar protein total
Sampel Ulangan Volume
Awal (ml)
Volume HCl yang
digunakan (ml) Sampel (g) Kadar N (%) Rata-rata (%) SD
Susu kedelai 1 0,00 7,3 0,504 6,804 5,654 ±1,61
2 0,00 5,2 0,536 4,505
Contoh perhitungan kadar protein kacang ulangan 1:
Diketahui: Volume blanko : 0,2 ml
N HCl : 0,06 N
Faktor konversi Nitrogen :5,75
%Nitrogen = ((Vol. HCl terpakai – Vol. blanko) × N HCl × Ar N)/ mg sampel) × 100%
= (7,3 – 0,2) × 0,06 × 14)/504 × 100%
= 1,183%
Kadar N = %Nitrogen × Faktor konversi
= 6,793% × 5,75
= 6,804%
59
Lampiran 5. Kadar protein terlarut
Deret standar BSA
Kadar protein terlarut ekstrak susu kacang kedelai
Contoh perhitungan kadar protein terlarut:
Konsentrasi standar
(ppm)
Ulangan Absorbansi Rata- rata
0 1 0,078 0,078
2 0,079
100 1 0,254 0,255
2 0,257
200 1 0,465 0,467
2 0,470
300 1 0,519 0,532
2 0,546
400 1 0,690 0,699
2 0,708
500 1 0,805 0,806
2 0,807
Keterangan Ulangan Absorbansi Abs. rata- rata Kadar protein (ppm)
Sampel 0 jam 1 0,432
0,439 1,163,5714 2 0,446
y = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,0014x + 0,1137
0,4395 - 0,1137 = 0,0014x
0,3258 = 0,0014x
x = 232,7142 × Fp
= 232,7142 × 5
= 1,163,5714 ppm
y = 0.0014x + 0.1137R² = 0.9821
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 100 200 300 400 500 600
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi Standar (ppm)
Kurva Standar BSA
60
Deret standar BSA
Kadar protein terlarut hidrolisat protein susu kedelai 0,1%
Waktu Ulangan Absorbansi Kadar protein (ppm) Rata-rata SD
2 jam 1 0,696 353,117
355,470 ±0,004 2 0,704 357,823
4 jam 1 0,724 369,588
367,529 ±0,003 2 0,717 365,470
8 jam 1 0,720 367,235
372,529 ±0,009 2 0,738 377,823
16 jam 1 0,730 373,117
379,588 ±0,011 2 0,752 386,058
24 jam 1 0,662 333,117
332,529 ±0,001 2 0,660 331,941
Konsentrasi standar (ppm) Ulangan Absorbansi Rata-rata
0 1 0,069
0,059 2 0,050
100 1 0,277
0,279 2 0,281
200 1 0,497
0,485 2 0,473
300 1 0,637
0,637 2 0,637
400 1 0,790
0,793 2 0,797
500 1 0,952
0,943 2 0,934
y = 0.0017x + 0.0962R² = 0.9926
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 100 200 300 400 500 600
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi Standar (ppm)
Kurva Standar BSA
61
Deret Standar BSA
Konsentrasi standar (ppm) Ulangan Absorbansi Rata-rata
0 1 0,038
0,036 2 0,034
100 1 0,265
0,263 2 0,261
200 1 0,433
0,448 2 0,464
300 1 0,633
0,632 2 0,631
400 1 0,808
0,805 2 0,803
500 1 0,936
0,945 2 0,955
Kadar protein terlarut hidrolisat protein susu kedelai 0,2%
Waktu Ulangan Absorbansi Kadar protein (ppm) Rata-rata SD
2 jam 1 0,744 375,777
378 ±0,004 2 0,752 380,222
4 jam 1 0,751 379,666
379,388 ±0,0005 2 0,750 379,111
8 jam 1 0,793 403
402,444 ±0,001 2 0,791 401,888
16 jam 1 0,737 371,888
374,666 ±0,005 2 0,747 377,444
24 jam 1 0,703 353
353,277 ±0,0005 2 0,704 353,555
y = 0.0018x + 0.0676R² = 0.995
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 100 200 300 400 500 600
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi Standar (ppm)
Kurva Standar BSA
62
Kadar protein terlarut hidrolisat protein susu kedelai 0,5%
Waktu Ulangan Absorbansi Kadar protein (ppm) Rata-rata SD
2 jam 1 0,657 327,444
334,388 ±0,0125 2 0,682 341,333
4 jam 1 0,671 335,222
336,611 ±0,0025 2 0,676 338
8 jam 1 0,707 355,222
356,333 ±0,002 2 0,711 357,444
16 jam 1 0,617 305,222
295,222 ±0,018 2 0,581 285,222
24 jam 1 0,593 291,888
289,666 ±0,004 2 0,585 287,444
63
Lampiran 6. Komposisi reagen Lowry
Pereaksi C: Pereaksi A (2 gr Na2CO3 dilarutkan dalam NaOH 0,1 N hingga batas 100 mL dalam
labu takar), pereaksi B (0,5 gr CuSO4.5H2O dilarutkan dalam Natrium Kalium Tartrat 1% hingga
batas 100 mL dalam labu takar) dan pereaksi C (50 mL pereaksi A ditambah 1 mL pereaksi B dan
dihomogenkan).
Pereaksi D: Pereaksi Folin-Ciocalteau (1:2) Sebanyak 10 ml pereaksi Folin-Ciocalteau diencerkan
dengan akuades hingga volume 30 ml.
Lampiran 7. Perhitungan konsentrasi enzim : substrat untuk hidrolisis
1. Konsentrasi enzim papain 0,1%
• Substrat protein yang dibutuhkan = 1.163,5714 mg/L × 0,7 L
= 814,49998 mg
• Enzim papain yang dibutuhkan = 0,1/100 × 814,49998 mg
= 0,81449 mg
2. Konsentrasi enzim papain 0,2%
• Substrat protein yang dibutuhkan = 1.163,5714 mg/L × 0,7 L
= 814,49998 mg
• Enzim papain yang dibutuhkan = 0,2/100 × 814,49998 mg
= 1,62899 mg
3. Konsentrasi enzim papain 0,5%
• Substrat protein yang dibutuhkan = 1.163,5714 mg/L × 0,7 L
= 814,49998 mg
• Enzim papain yang dibutuhkan = 0,5/100 × 814,49998 mg
= 4,07249 mg
64
Lampiran 8. Hasil analisis derajat hidrolisis
Deret Standar BSA
Contoh perhitungan derajat hidrolisis:
Y = ax + b
Y = 0,0017x + 0,0962
0,239 – 0,0962 = 0,0017x
0,1428 = 0,0017x
X = 84,294
Konsentrasi (ppm) Ulangan Absorbansi Rata-rata
0 1 0,069 0,059
2 0,050
100 1 0,277 0,279
2 0,281
200 1 0,497 0,485
2 0,473
300 1 0,637 0,637
2 0,637
400 1 0,790 0,793
2 0,797
500 1 0,952 0,943
2 0,934
y = 0.0017x + 0.0962R² = 0.9926
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 100 200 300 400 500 600
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi Standar (ppm)
Kurva Standar BSA
𝐷𝑒𝑟𝑎𝑗𝑎𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑟𝑜𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠 =𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑇𝐶𝐴
𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙× 100%
= 84,294
1163,5714× 100%
= 7,244%
65
Derajat Hidrolisis Hidrolisat Protein
Konsentrasi
Enzim
Waktu
(jam) Ulangan Absorbansi
Kadar protein
terlarut TCA
Kadar
protein total
(ppm)
Derajat
Hidrolisis Rata-
rata SD
0,1%
2 1 0,239 84,294 1.163,5714 7,244
7,294 ±0,001 2 0,241 85,470 1.163,5714 7,345
4 1 0,254 93,235 1.163,5714 8,012
8,028 ±0,0003 2 0,255 93,588 1.163,5714 8,043
8 1 0,260 96,647 1.163,5714 8,306
8,381 ±0,0015 2 0,263 98,411 1.163,5714 8,457
16 1 0,230 79 1.163,5714 6,789
6,713 ±0,0015 2 0,227 77,235 1.163,5714 6,637
24
1 0,186 53,117 1.163,5714 4,565
4,565 ±0 2 0,186 53,117 1.163,5714 4,565
0,2%
2 1 0,282 119,111 1.163,5714 10,236
10,021 ±0,0045 2 0,273 114,111 1.163,5714 9,806
4 1 0,285 120,777 1.163,5714 10,379
10,284 ±0,002 2 0,281 118,555 1.163,5714 10,188
8 1 0,298 128 1.163,5714 11,000
11,000 ±0 2 0,298 128 1.163,5714 11,000
16 1 0,282 119,111 1.163,5714 10,236
10,212 ±0,0005 2 0,281 118,555 1.163,5714 10,188
24
1 0,249 100,777 1.163,5714 8,661
8,637 ±0,0005 2 0,248 100,222 1.163,5714 8,613
0,5%
2 1 0,241 96,333 1.163,5714 8,279
7,873 ±0,0085 2 0,224 86,888 1.163,5714 7,467
4 1 0,238 94,666 1.163,5714 8,135
8,040 ±0,002 2 0,234 92,444 1.163,5714 7,944
8 1 0,241 96,333 1163,5714 8,279
8,756 ±0,01 2 0,261 107,444 1.163,5714 9,234
16 1 0,211 79,666 1.163,5714 6,846
6,942 ±0,002 2 0,215 81,888 1.163,5714 7,037
24 1 0,196 71,333 1.163,5714 6,130
6,393 ±0,0055 2 0,207 77,444 1.163,5714 6,655
66
Lampiran 9. Aktivitas antioksidan hidrolisat protein
Aktivitas Antioksidan 0 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,273
0,2734 -
- ±0,00035 2 0,273 -
9,090 1 0,245
- 10,184
10,148 ±0,0001 2 0,245 10,111
18,180 1 0,228
- 16,364
16,419 ±0,00015 2 0,228 16,474
36,361 1 0,210
- 23,020
22,947 ±0,0002 2 0,210 22,874
72,723 1 0,165
- 39,367
39,513 ±0,0004 2 0,165 39,659
145,446 1 0,089
- 67,452
67,452 ±0 2 0,089 67,452
Aktivitas Antioksidan 0,1%
A. Hidrolisat protein 2 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,326
0,326 -
- ±0,0005 2 0,327 -
5,554 1 0,290
- 11,179
11,638 ±0,0015 2 0,287 12,098
11,108 1 0,284
- 13,016
13,629 ±0,002 2 0,280 14,241
22,216 1 0,265
- 18,836
19,142 ±0,001 2 0,263 19,440
44,433 1 0,239
- 26,799
26,799 ±0 2 0,239 26,799
88,867 1 0,190
- 41,807
41807 ±0 2 0,190 41,807
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,414x + 7,9654
50 – 7,9654 = 0414x
42,0346 = 0,414x
x = 101,5328502 ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,3607x + 10,184
50 – 10,184 = 0,3607
39,816 = 0,3607x
x = 110,3853618 ppm
y = 0.414x + 7.9654R² = 0.9972
0
20
40
60
80
0 50 100 150 200
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.3607x + 10.184R² = 0.9966
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
67
B. Hidrolisat protein 4 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,320
0,319 -
- ±0,0014 2 0,318 -
5,742 1 0,286
- 11,458
11,631 ±0,0005 2 0,285 11,805
11,485 1 0,271
- 16,666
16,319 ±0,001 2 0,273 15,972
22,970 1 0,253
- 22,916
22,395 ±0,0015 2 0,256 21,875
45,941 1 0,224
- 32,986
33,333 ±0,001 2 0,222 33,680
91,882 1 0,175
- 50
49,479 ±0,0015 2 0,178 48,958
C. Hidrolisat protein 8 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,274
0,274 -
- ±0 2 0,274 -
5,820 1 0,197
- 28,233
28,597 ±0,001 2 0,195 28,961
11,641 1 0,184
- 32,969
33,697 ±0,002 2 0,180 34,426
23,283 1 0,163
-
40,619 40,072 ±0,0015
2 0,166 39,526
46,566 1 0,149
- 45,719
45,719 ±0 2 0,149 45,719
93,132 1 0,110
- 59,927
60,837 ±0,0025 2 0,105 61,748
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,429x + 11,367
50 – 11,367 = 0,429x
38,633 = 0,429x
x = 90,05361305 ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,3465x + 29,281
50 – 29,281 = 0,3465x
20,719 = 0,3465x
x = 59,7950938 ppm
y = 0.429x + 11.357R² = 0.9858
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi(ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.3465x + 29.281R² = 0.9751
0
20
40
60
80
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
68
D. Hidrolisat protein 16 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,274
0,274 -
- ±0,0001 2 0,274 -
5,931 1 0,221
- 19,489
20,036 ±0,0015 2 0,218 20,582
11,862 1 0,204
- 25,683
25,500 ±0,0005 2 0,205 25,318
23,724 1 0,197
- 28,233
29,508 ±0,0035 2 0,190 30,783
47,448 1 0,159
- 42,076
42,258 ±0,0005 2 0,158 42,440
94,897 1 0,115
- 58,105
58,652 ±0,0015 2 0,112 59,198
E. Hidrolisat protein 24 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,277
0,274 -
- ±0,0025 2 0,272 -
5,195 1 0,241
- 12,204
11,657 ±0,0015 2 0,244 11,111
10,391 1 0,230
- 16,211
17,122 ±0,0025 2 0,225 18,032
20,783 1 0,218
- 20,582
20,582 ±0 2 0,218 20,582
41,566 1 0,200
- 27,140
25,865 ±0,0035 2 0,207 24,590
83,132 1 0,170
- 38,069
38,251 ±0,0005 2 0,169 38,433
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,4245x + 19,581
50 – 19,581= 0,4245x
30,419 = 0,4245x
x = 71,65842167 ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,3151x + 12,546
50 – 12,546= 0,3151x
37,454 = 0,3151x
x = 118,8638527 ppm
y = 0.4245x + 19.581R² = 0.9865
0
20
40
60
80
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.3151x + 12.546R² = 0.9742
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
69
Aktivitas Antioksidan 0,2%
A. Hidrolisat protein 2 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,274
0,274 -
- ±0,0005 2 0,275 -
5,906 1 0,232
- 15,482
15,664 ±0,0005 2 0,231 15,846
11,812 1 0,222
- 19,125
19,489 ±0,001 2 0,220 19,854
23,625 1 0,212
- 22,768
24,590 ±0,005 2 0,202 26,411
47,25 1 0,188
- 31,511
31,876 ±0,001 2 0,186 32,240
94,5 1 0,144
- 47,540
46,994 ±0,0015 2 0,147 46,448
B. Hidrolisat protein 4 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,289
0,288 -
- ±0,001 2 0,287 -
5,927 1 0,210
- 27,083
27,604 ±0,0015 2 0,207 28,125
11,855 1 0,199
- 30,902
31,076 ±0,0005 2 0,198 31,250
23,711 1 0,190
- 34,027
34,722 ±0,002 2 0,186 35,416
47,423 1 0,175
- 39,236
39,583 ±0,001 2 0,173 39,930
94,847 1 0,130
- 54,861
54,687 ±0,0005 2 0,131 54,513
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,3419x + 15,202
50 – 15,202 = 0,3419
34,798 = 0,3419x
x = 101,7782977
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,2911x + 26,837
50 – 26,837 = 0,2911x
23,163 = 0,2911x
x = 79,5705943 ppm
y = 0.3419x + 15.202R² = 0.9923
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.2911x + 26.837R² = 0.9918
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
70
C. Hidrolisat protein 8 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,325
0,324 -
- ±0,0005 2 0,324 -
6,288 1 0,233
- 33,272
32,545 ±0,002 2 0,237 31,818
12,576 1 0,225
- 36,181
35,818 ±0,001 2 0,227 35,454
25,152 1 0,211
- 41,272
41,090 ±0,0005 2 0,212 40,909
50,305 1 0,180
- 52,545
51,636 ±0,0025 2 0,185 50,727
100,611 1 0,145
- 65,272
65,636 ±0,001 2 0,143 66
D. Hidrolisat protein 16 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,326
0,325 -
- ±0,001 2 0,324 -
5,854 1 0,291
- 10,461
10,615 ±0,0005 2 0,290 10,769
11,708 1 0,277
- 14,769
14,461 ±0,001 2 0,279 14,153
23,416 1 0,260
- 20
20,307 ±0,001 2 0,258 20,615
46,833 1 0,231
- 28,923
28,615 ±0,001 2 0,233 28,307
93,666 1 0,176
- 45,846
46,615 ±0,0025 2 0,171 47,384
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,3485x + 31,758
50 – 31,758 = 0,3485x
18,242 = 0,3485x
x = 52,34433286 ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,3992x + 9,6346
50 – 9,6346= 0,3992x
40,3654 = 0,3992x
x = 101,1157315 ppm
y = 0.3485x + 31.758R² = 0.9871
0
20
40
60
80
0 50 100 150
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.3992x + 9.6346R² = 0.9953
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
71
E. Hidrolisat protein 24 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,268
0,265 -
- ±0,0025 2 0,263 -
5,519 1 0,244
- 8,097
7,156 ±0,0025 2 0,249 6,214
11,039 1 0,232
- 12,617
12,994 ±0,001 2 0,230 13,371
22,079 1 0,219
- 17,514
18,267 ±0,002 2 0,215 19,020
44,159 1 0,199
- 25,047
25,423 ±0,001 2 0,197 25,800
88,319 1 0,157
- 40,866
41,054 ±0,0005 2 0,156 41,242
Aktivitas Antioksidan 0,5% jam
A. Hidrolisat protein 2 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,279
0,277 -
- ±0,0015 2 0,276 -
5,224 1 0,255
- 8,108
7,567 ±0,0015 2 0,258 7,027
10,449 1 0,246
- 11,351
11,711 ±0,001 2 0,244 12,072
20,899 1 0,236
- 14,954
15,135 ±0,0005 2 0,235 15,315
41,798 1 0,205
- 26,126
27,207 ±0,003 2 0,199 28,288
83,597 1 0,169
- 39,099
39,639 ±0,0015 2 0,166 40,180
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,3849x + 7,8076
50 – 7,8076= 0,3849x
42,1924 = 0,3849x
x = 109,6191218 ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,4059x + 7,1021
50 – 7,1021 = 0,4059x
42,8979 = 0,4059x
x = 105,6858832ppm
y = 0.3849x + 7.8076R² = 0.9805
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.4059x + 7.1021R² = 0.9783
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
72
B. Hidrolisat protein 4 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,267
0,267 -
- ±0,00005 2 0,267 -
5,259 1 0,264
- 1,066
1,029 ±0,0001 2 0,264 0,991
10,519 1 0,244
- 8,628
8,534 ±0,00025 2 0,244 8,440
21,038 1 0,232
- 12,89
12,970 ±0,0002 2 0,232 13,045
42,076 1 0,204
- 23,413
23,432 ±0,00005 2 0,204 23,451
84,152 1 0,157
- 41,044
41,119 ±0,0002 2 0,157 41,194
C. Hidrolisat protein 8 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,297
0,292 - ±0,0049 2 0,287
5,567 1 0,274
- 6,4
6,365 ±0,0001 2 0,274 6,330
11,135 1 0,263
- 10,295
10,295 ±0 2 0,263 10,295
22,270 1 0,243
- 17,252
17,200 ±0,0002 2 0,243 17,147
44,541 1 0,211
- 28,208
28,260 ±0,0002 2 0,211 28,313
89,083 1 0,136
- 54,295
54,226 ±0,0002 2 0,136 54,156
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,4797x + 1,7749
50 – 1,7749 = 0,4797x
48,2251 = 0,4797x
x = 100,5317907 ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,565x + 3,7652
50 – 3,7652 = 0,565x
46,2348 = 0,565x
x = 81,83150442 ppm
y = 0.4797x + 1.7749R² = 0.9813
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.565x + 3.7652R² = 0.999
0
20
40
60
0 20 40 60 80 100
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
73
D. Hidrolisat protein 16 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,327
0,328 -
- ±0,001 2 0,329 -
4,612 1 0,318
- 3,048
3,201 ±0,0005 2 0,317 3,353
9,225 1 0,311
- 5,182
5,182 ±0 2 0,311 5,182
18,451 1 0,287
- 12,500
12,804 ±0,001 2 0,285 13,109
36,902 1 0,251
- 23,475
23,018 ±0,0015 2 0,254 22,560
73,805 1 0,190
- 42,073
41,615 ±0,0015 2 0,193 41,158
E. Hidrolisat protein 24 jam
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,253
0,252 -
- ±0,0005 2 0,252 -
4,526 1 0,240
- 4,950
5,148 ±0,0005 2 0,239 5,346
9,052 1 0,234
- 7,326
7,920 ±0,0015 2 0,231 8,514
18,104 1 0,221
- 12,475
12,673 ±0,0005 2 0,220 12,871
36,208 1 0,209
- 17,227
17,623 ±0,001 2 0,207 18,019
72,416 1 0,166
- 34,257
33,861 ±0,001 2 0,168 33,465
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,5575x + 1,2167
50 – 1,2167= 0,5575x
48,7833 = 0,5575x
x = 87,50367713 ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,4093x + 3,9604
50 – 3,9604 = 0,4093x
46,0396 = 0,4093x
x = 112,4837527 ppm
y = 0.5575x + 1.2167R² = 0.9945
0
20
40
60
0 20 40 60 80
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.4093x + 3.9604R² = 0.993
0
10
20
30
40
0 20 40 60 80
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
74
Lampiran 10. Kadar protein terlarut hasil fraksinasi
Deret Standar BSA
Konsentrasi standar
(ppm) Ulangan Absorbansi Rata-rata
0 1 0 0
2 0 20 1 0,029 0,029
2 0,029 40 1 0,051 0,051
2 0,051 80 1 0,088 0,088
2 0,088 100 1 0,089 0,089
2 0,089 200 1 0,206 0,206
2 0,206 400 1 0,349 0,349
2 0,349 800 1 0,613 0,613
2 0,613
Kadar protei n hasil fraksinasi
Sampel 0,1% Ulangan Absorbansi Kadar protein Rata-rata SD
Hidrolisat 8 jam 1 0,480 572,875 579,125 ±0,005
2 0,490 585,375 Filtrat 1 0,168 182,875 181,625 ±0,001
2 0,166 180,375 Retentat 1 0,384 452,875 452,25 ±0,0005
2 0,383 451,625
y = 0.0008x + 0.022R² = 0.9918
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 200 400 600 800 1000Ab
sorb
ansi
(p
pm
)
Konsentrasi (ppm)
Kurva Standar BSA
Contoh perhitungan kadar protein
terlarut:
y = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,0008x + 0,022
0,480 - 0,022 = 0,0008x
0,458 = 0,0008x
x = 572,875 ppm
75
Lampiran 11. Aktivitas antioksidan hasil fraksinasi
A. Filtrat
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,226 0,226 - - ±0,0005
2 0,227 - 11,351 1 0,191 - 15,673 16,556 ±0,002
2 0,187 17,439 22,7031 1 0,186 - 17,880 18,3222 ±0,001
2 0,184 18,763 45,406 1 0,179 - 20,971 21,412 ±0,001
2 0,177 21,854 90,812 1 0,163 - 28,035 28,697 ±0,0015
2 0,160 29,359 181,625 1 0,099 - 56,291 56,512 ±0,0005
2 0,098 56,732
B. Retentat
Konsentrasi
(ppm) Ulangan Absorbansi
Rataan
blanko %Inhibisi Rata-rata SD
Blanko 1 0,227 0,228 - - ±0,001
2 0,229 - 7,066 1 0,203 - 10,964 11,403 ±0,001
2 0,201 11,842 14,132 1 0,188 - 17,543 17,763 ±0,0005
2 0,187 17,982 28,265 1 0,174 - 23,684 24,342 ±0,0015
2 0,171 25 56,531 1 0,154 - 32,456 31,798 ±0,0015
2 0,157 31,140 113,062 1 0,122 - 46,491 46,271 ±0,0005
2 0,123 46,052
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏
y = 0,234x + 11,829
50 - 11,829 = 0,234x
38,171 = 0,234x
x = 163,1239316ppm
Perhitungan nilai IC50
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 y = 0,3074x + 12,847 50 – 12,847 = 0,3074x 37,153 = 0,3074x x = 120,862069ppm
y = 0.234x + 11.829R² = 0.9716
0
20
40
60
0 50 100 150 200
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
y = 0.3074x + 12.847R² = 0.9649
0
20
40
60
0 50 100 150
%In
hib
isi
Konsentrasi (ppm)
Kurva %Inhibisi
76
Lampiran 12. Kromatogram blanko
Lampiran 13. Kromatogram hidrolisat protein susu kedelai terbaik
Kimia FMIPA UIN
Time3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00
%
0
100
Leni N Kode Blank Buffer Phospat F ACN Air 1x 1: TOF MS ES+ BPI
2.38e45.91
5.234.934.664.283.883.362.92 3.22 3.793.64
4.224.064.02 4.42
4.825.13
5.375.335.67 5.83
Kimia FMIPA UIN
Time3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 1: TOF MS ES+ BPI
1.30e54.75
3.86
3.16
3.46
3.70
4.42
3.924.17
3.97
4.08
4.26 4.66
4.55
5.23
4.82
4.99
4.93
5.07
5.49
5.41 5.915.67
77
Lampiran 14. Spektrum massa kelima puncak kromatogram hidrolisat protein
(a) Waktu retensi 3,162 menit
(b) Waktu retensi 3,858 menit
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 141 (3.162) 1: TOF MS ES+ 5.63e4166.0900
316.1896
596.2683317.1937 731.3347
875.3715 1223.4508 1673.75541587.3727 1856.6179 2679.36231946.7015 2321.5803 3468.58422763.2007 3194.1235
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 172 (3.858) 1: TOF MS ES+ 9.90e4575.3092
313.1268
231.1751
576.3112
662.3399
905.3918666.33891155.4878
1237.00501461.5308
1732.6237 2062.6912 2253.50462435.7239
78
(c) Waktu retensi 4,753
(d) Waktu retensi 4,416 menit
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 212 (4.753) 1: TOF MS ES+ 1.30e5761.3990
670.8517
665.3461
557.3635403.2539
245.1877
762.4019
1128.5115763.4040
961.4443
1129.5150
1130.51421445.5814 1527.0912 1857.0951 2107.3960 2928.1641
2268.26392736.5281 3273.8325
3414.2144
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 197 (4.416) 1: TOF MS ES+ 8.33e4818.3762
560.3217
329.1474
295.1638
276.1331
263.1391
379.2098
730.3505
819.3782
844.3911
909.4258
910.43041355.5238978.9175
1590.62111721.1072 1925.7208
2565.7595
79
(e) Waktu retensi 5,227 menit
Kimia FMIPA UIN
m/z200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800 3000 3200 3400
%
0
100
Leni N Kode Sample Protein Hidrolisa F ACN Air 1x 233 (5.227) 1: TOF MS ES+ 9.91e4279.1744
195.0909
280.1772
678.4196
566.2847340.1937
679.4225
845.3955 911.44231395.58311313.6563 1716.6970
1846.23022940.4810
80
Lampiran 15. Setting instrument LCMS/MS
Chromatographic Seperation
LC System : Ultra Performance Liquid Chromatography (UPLC)
Column : C18 (1.8 μm 2.1x100 mm) HSS
Temperatur : 50°C (Column), 25 C (room)
Mobile phase : Water + 5 mM Amonium Formic (A) and Acetonitril +
0,05 % Formic acid (B)
Flow rate : 0,2 mL/min
Injection Volume : 5 μl (filter through 0.2 μm syring filter first)
Mass Spectrometry
System : ES (electrospray ionization) Mode : Positip Mode
Mass analysis range : 50 – 1200 m/z
Source Temperatur : 100 C
Desolvation Temperatur: 350°C
Cone gas flow : 0 L/hr
Desolvation gas flow : 793 L/hr
Collision energy : 4 Volt (energi rendah)
Rampt Colision energy : 25 – 50volt (energi tinggi)
LCMS/MS Analysis Detail
Instrument Specification Detail
LC System
ACQUITY UPLC®H-Class
System (waters, USA)
UPLC (Ultra Performance
Liquid Chromatograpy)
LC Column
ACQUITY UPLC® HSS
C18 (1.8 μm 2.1x100 mm)
(waters, USA)
UPLC Column HSS (high
Streght Silica)
Mass
Spectrometer
Xevo G2-S Q-Tof
(waters, USA)
Two Generation Quadrupole
time-of-flight mass
spectrometry
81
Lampiran 16. Spesifikasi enzim papain