kasusku
DESCRIPTION
ginjalTRANSCRIPT
MANAJEMEN KASUS 1
SUPERIMPOSED PEB
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti
Ujian Profesi Kedokteran Bagian Obstetrik Ginekologi
RSUD dr. Goeteng Tarunadibrata Purbalingga
Disusun oleh
Dinar Deby Saraswati
06711014
Dokter Pembimbing Klinik
dr. Agus Puji Mei Arso, Sp.OG
SMF ILMU OBSTETRIK GINEKOLOGI
RSUD GOETENG PURBALINGGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
PURBALINGGA
2015
Lembar Pengesahan
MANAJEMEN KASUS
SUPERIMPOSED PEB
Oleh :
Dinar Deby Saraswati
06711014
Telah dipresentasikan tanggal :
Dokter Pembimbing
dr. Agus Puji Mei Arso, Sp.OG
UNIVERSITAS
ISLAM INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU OBSTETRI GINEKOLOGI
STATUS PASIEN OBSTETRI UNTUK UJIAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Tanda Tangan
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit
Gelombang Periode
A. Identitas
Nama : Ny. F
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 23 tahun
Alamat : Pengadegan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Tanggal masuk : 10/8/2015
Mondok di bangsal : VK
Nomer CM : 619148
B. Anamnesis
Diberikan oleh : Autoanamnesis
Tempat/Tanggal/ Waktu :VK/10-8-2015/20.00 WIB
Keluhan Utama : Nyeri Kepala dan Nyeri Tengkuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
2 hari SMRS : Pasien mengeluhkan pusing seperti ditusuk-
tusuk dan sakit di tengkuknya, pasien sedang hamil anak kedua , kemudian periksa ke
puskesmas desa ternyata tekanan darahnya tinggi, oleh bidan puskesmas dilakukan
pemeriksaan protein pada air kencing dan apabila positif diharuskan periksa ke dokter
spesialis kandungan.
SMRS : Pasien datang ke poli kandungan dengan
membawa hasil pemeriksaan air kencing yaitu berupa protein positif (+++), selain itu
pasien mengeluhkan pusing dan nyeri tengkuk dan disertai mual-mual akan tetapi
tidak muntah dan penurunan nafsu makan. Oleh dokter SP.OG disarankan rawat inap
untuk di observasi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Keluhan sama (-), Riwayat Hipertensi (+) sejak 1 tahun terakhir, Riwayat penyakit
ginjal (-),
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Perkawinan
Kawin : menikah 1 kali
Umur waktu kawin : 18 tahun
Umur suami waktu kawin : 25 tahun
Lama perkawinan : sejak 5 tahun yang lalu
Riwayat menstruasi
Menarche : umur 16 tahun
Mentruasi : teratur tiap bulan
Jumlah darah menstruasi : biasa
Rasa sakit saat menstruasi : nyeri hanya di awal menstruasi
Perdarahan di luar siklus : -
HPHT :13-05-2015
HPM : 20-2-2016
Riwayat fertilitas
Anak pertama umur 4 tahun riwayat persalinan spontan ditolong oleh bidan
Riwayat Kehamilan Sekarang
G2P1A0
HPHT : 13-05-2016
HPL : 20-2-2016
Hamil : 12 minggu lebih 4 hari
Mual-muntah : +
Sesak Nafas : -
Gangguan BAK/BAB : -
Hipertensi : +
Kejang : -
Riwayat Keluarga Berencana
Implan
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
KU : baik, compos mentis
Vital Sign : 160/110 mmHg
Berat Badan : 49 kg
Tinggi Badan :150
Gizi :cukup
Kepala : ca-/-, sianosis (-), ikterik (-)
Leher : pkgb (-)
Dada : auskultasi: vesikuler +/+, s1s2 reguler
Perkusi: sonor
Abdomen : Nyeri tekan (-), bu (+), timpani (+)
Extremitas : edema (-), akral hangat (+)
Status Obstetri
Inspeksi : linea nigra (+), striae gravidarum (+)
Palpasi :
Leopold I : TFU diatas simfisis pubis
Leopold II : belum teraba
Leopold III : belum teraba
Leopold IV : belum teraba
Vaginal Toucher:
Tidak dilakukan
Lain-lain: His (-)
DJJ 145x/mnt
Kesimpulan ANC Periksa I
Umur kehamilan (minggu) 12 minggu 4
hari
TFU (cm) Diatas simfisis
pubis ± 5 cm
Presentasi (-)
Letak anak dan turunnya bagian bawah (-)
Punggung (-)
DJJ (-)
Edema (-)
Tekanan darah (mm Hg) 160/110
Berat Badan (Kg) 49
D.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium :
Hb : 7.6
AL : 8,6
Hmt : 24
AT : 173000 Albumin :3.8
Masa perdarahan (Duke) : 4’00 Total Protein :7.5
Masa pembekuan : 3’30 SGOT : 11.1
HJL : Eosinophyl : 1 SGPT :5.4
Staf : 0 Asam Urat : 6.93
Segmen :66 Ureum :83.4
Lymphocyte : 26 Creatinin :5.85
Monocyte : 7 GDS :87.5
Cholesterol : 156
Trigliserida : 118
Golongan darah : A
HbSag : (-)
Urin
Protein : (+++)
Reduksi : (-)
Gula : tdl
Urobilin : tdl
BJ : tdl
Keton : tdl
Darah samar : tdl
Epithel : +1
Leucocyte : +1
Erythrocyte : +1
USG :
1. Hamil, tunggal, hidup, intrauterin, perkiraan HPL : 20-2-2016 (USG)
2. Suspek Chronic renal diseases bilateral derajat sedang
3. Hepar, Lien, VU dalam batas normal
E. DIAGNOSIS
G2P1A0 Hamil 12 minggu 4 hari dengan Superimposed PEB suspek CKD
F. PROGNOSIS
Dubia et malam (bayi)
Dubia (ibu)
G. PENATALAKSANAAN
1. Periksa Lab lengkap dan USG
2. Stabilisasi Hemodinamik
- MgSO4 sesuai protap
- Nifedipin 3x10 mg
- Asam Mefenamat 3x500mg
- Pasang DC
- Infus RL 10 tpm
- Observasi KU
Hasil Follow up pemberian MgSO4Tanggal Waktu TD
(mmHg)
Nadi
(x/mnt)
RR
(x/mnt)
Refleks
Patella
Urin
output
(ml)
10-8-2015 11.30 160/110 80 16 +/+ -
14.00 150/110 78 17 +/+ 100
18.00 150/90 80 16 +/+ 200
20.00 150/100 84 17 +/+ 100
21.30 150/100 78 16 +/+ 200
11-08-2015 24.00 150/90 80 16 +/+ 200
03.00 150/100 80 16 +/+ 200
06.30 150/100 78 17 +/+ 100
09.30 150/100 80 17 +/+ 200
12.30 150/90 88 17 +/+ 200
15.00 140/90 80 16 +/+ 100
18.00 140/90 82 16 +/+ 100
21.00 140/90 88 17 +/+ 200
12-08-2015 24.00 140/80 86 18 +/+ 100
4. Terminasi kehamilan (kuretase)
5. Terapi post kuretase amoksisilin 3x500mg dan asam mefenamat 3x500mg
EDUKASI
1. Tidak ada pantangan makanan, perbanyak makanan berprotein untuk
mempercepat penyembuhan luka
2. Obat diminum secara teratur
3. Maintenance pengobatan CKD
4. Konsultasi ke Ahli jika ingin memiliki keturunan kembali
PEMBAHASAN
Diagnosis
Hipertensi pada kehamilan merupakan salah satu masalah yang sering ditemui.
Hipertensi dalam kehamilan didefinisikan sebagai tekanan darah ibu ≥ 140/90
mmHg. Salah satu macam dari hipertensi dalam kehamilan adalah preeklamsia.
Preeklamsia merupakan sindrom pada ibu hamil yang memiliki tekanan darah ≥
140/90 mmHg yang terjadi pertama kali pada kehamilan >20 minggu dengan
proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam atau dipstik ≥ +1 (Cunningham et al., 2010).
Preeklamsia dibagi menjadi preeklamsia ringan dan berat berdasarkan keadaan
tekanan darah dan proteinuria (Saifuddin, 2006). Diagnosis preeklamsia ringan dapat
ditegakkan jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam atau
dipstik ≥ +1 (Saifuddin, 2006). Preeklamsia berat didiagnosis jika ditemukan satu atau
lebih gejala seperti tekanan darah ≥ 160/110 mmHg, proteinuria ≥ 5 g/ 24 jam atau
dipstik ≥ +3, oliguria yaitu produksi urin < 500 ml/ 24 jam, gangguan visus dan
serebral, nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas, edema paru atau sianosis,
trombositopenia, gangguan fungsi hepar, IUGR (ACOG, 2002).
Pada pasien ini, preeklamsia berat dipertimbangkan karena tekanan darah pada
pasien ini 160/110 mmHg, pasien mengeluh nyeri kepala dan nyeri tengkuk, hasil
pemeriksaan urin menunjukan protein positif 3 (+++) dan pemeriksaan laboratorium
menunjukkan penurunan kadar SGPT dan SGOT. Cunningham et al. (2010) menulis
bahwa pada beberapa perempuan terjadi preeklamsia atipikal dengan gejala fisik
tanpa hipertensi atau proteinuria. Proteinuria biasanya juga timbul jauh pada akhir
kehamilan sehingga sering dijumpai preeklamsia tanpa proteinuria (Saifuddin, 2006).
Selain Pre eklamsia Berat (PEB), pada pasien ini juga di diagnosis jenis pre
eklamsia berupa super imposed yang memiliki makna bahwa PEB ini terjadi pada
pasien dengan hipertensi kronik. Semua gangguan hipertensi kronik, apapun
sebabnya, merupakan predisposisi timbulnya preeklampsia atau eklampsia. Pada
sebagian wanita, hipertensi kronik yang sudah ada sebelumnya semakin memburuk
setelah usia gestasi 24 minggu. Apabila disertai dengan proteinuria, didiagnosa
sebagai preeklampsia pada hipertensi kronik (superimposed preeclampsia).
Preeklampsia pada hipertensi kronik ini biasanya muncul pada usia gestasi lebih dini
daripada preeklampsia “murni”, serta cenderung cukup parah dan pada banyak kasus
disertai dengan hambatan pertumbuhan janin.
Tanda dan Gejala Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia
1. Tekanan darah diastolik 90 – 110 mmHg
2. Proteinuria ≥ 3 gram / 24 jam
3. Tekanan darah sistolik > 200 mmHg.
4. Gejala-gejala neurologik
5. Nyeri kepala hebat
6. Gangguan visus
7. Edema anasarka
8. Oliguria
9. Edema paru
10. Kenaikan kreatinin serum
11. Trombositopenia
12. Kenaikan transaminase serum hepar
Anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini hanya menunjukkan pasien
merasa lemah, pusing dan nyeri tengkuk serta tekanan darah yang tinggi baik sistolik
maupun diastolik, Pemeriksaan laboratorium lmenguatkan kecurigaan Superimposed
PEB dengan ditemukan protein urin positif 3 (+++), ditemukan pula kenaikan
kreatinin serum dan ureum menandakan dapat dicurigai sudah terjadinya komplikasi
dari hipertensi kronis yaitu gagal ginjal kronik (CKD) dan dikuatkan pula dari hasil
pemeriksaan USG.
Etiologi dari preeklamsia adalah genetik, gangguan imunologis, kelainan
vaskularisasi plasenta, maladapatasi kardiovaskuler. Semua faktor tersebut
mengakibatkan iskemik plasenta. Plasenta yang iskemik mengeluarkan oksidan bebas.
Oksidan bebas menyebabkan vasospasme pembuluh darah dan merusak sel endotel
sehingga terjadi agregasi sel trombosit. Agregasi sel trombosit disertai pembentukan
fibrin mengakibatkan obstruksi aliran darah. Organ yang kekurangan darah akan
mengalami kerusakan (Cunningham et al., 2010). Kerusakan pada otak menyebabkan
gejala nyeri kepala hingga gangguan penglihatan. Pada hepar menyebabkan nyeri
epigastrik dan peningkatan enzim hepar. Proteinuria dan edema terjadi karena
kerusakan ginjal (Cunningham et al., 2010).
Gangguan-gangguan fungsi kardiovaskular yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan
dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis, dan aktivasi endotel
disertai ekstravasasi ke dalam ruang ekstraselular, terutama paru (Cunningham et al.,
2006).
Tekanan darah yang tinggi pada preeklampsia disebabkan oleh meningkatnya
tahanan vaskular perifer akibat vasokonstriksi. Keadaan ini berlawanan dengan
kondisi kehamilan normal dimana yang terjadi adalah vasodilatasi. Wanita dengan
preeklampsia biasanya tidak mengalami hipertensi yang nyata hingga pertengahan
kedua masa gestasi, namun vasokonstriksi dapat sudah muncul sebelumnya .
Mekanisme yang mendasari vasokontriksi dan perubahan reaktivitas vaskular
pada preeklampsia masih belum sepenuhnya jelas. Tetapi penelitian-penelitian kini
difokuskan untuk mempelajari perbandingan antara prostanoid vasodilatasi dan
vasokontriksi, sebab ada bukti yang menunjukkan penurunan prostasiklin dan
peningkatan tromboksan pada pembuluh darah wanita dengan preeklampsia. Selain
itu, pada kehamilan normal respon pembuluh darah pembuluh darah tehadap peptida
dan amin vasoaktif khususnya angiotensin II (AII) menurun, sedangkan wanita
dengan preeklampsia hiperresponsif terhadap hormon-hormon ini.
Sedangkan gangguan pada ginjal ,Patofisiologi ginjal pada preeklampsia
disebabkan oleh hal-hal berikut :
a) Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus
meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, terjadi hipovolemia
sehingga perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus menurun bahkan dapat mencapai kadar
yang jauh di bawah kadar nonhamil normal. Keadaan ini menyebabkan sekresi asam
urat menurun sehingga kadar asam urat serum meningkat, umumnya ≥ 5 mg/cc.
Klirens kreatinin juga menurun sehingga kadar kreatinin plasma meningkat, dapat
mencapai ≥ 1 mg/cc. Juga dapat terjadi gagal ginjal akut akibat nekrosis tubulus, yang
ditandai oleh oliguria atau anuria dan azotemia progresif (peningkatan kreatinin serum
sekitar 1 mg/dl per hari), umumnya dipicu oleh syok hipovolemik yang biasanya
berkaitan dengan perdarahan saat melahirkan yang tidak mendapat penggantian darah
yang memadai.
b) Selain itu juga terdapat perubahan anatomis ginal pada preeklampsia yang dapat
dideteksi dengan mikroskop cahaya atau elektron. Glomerulus membesar dan
bengkak tetapi tidak hiperselular. Lengkung kapiler dapat melebar atau menciut. Sel-
sel endotel membengkak sehingga menghambat lumen kapiler secara total maupun
parsial, dan terdapat fibril (serabut serabut) yang merupakan materi protein, yang
dahulu disangka sebagai penebalan membran basal, mengendap di dalam dan di
bawah sel-sel tersebut. Perubahan-perubahan ini disebut endhoteliosis kapiler
glomerulus yang menjadi kelainan ginjal yang khas pada preeklampsia-eklampsia.
c) Terjadi hiperkalsiuria, sementara pada kehamilan normal terjadi hipokalsiuria
akibat meningkatknya ekskresi kalsium.
d) Ekskresi natrium dapat terganggu pada preeklampsia meskipun bervariasi.
e) Proteinuria. Kerusakan glomerulus mengakibatkan meningkatnyaa permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran protein. Pada preeklampsia, umumnya
proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia
tanpa proteinuria, karena janin sudah lahir terlebih dahulu.
Dan gangguan pada hepar yaitu dengan dasar perubahan pada hepar ialah
vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Kerusakan hepar pada preeklampsia dapat
berkisar mulai dari nekrosis hepatoselular ringan (nekrosis hemoragik periporta)
dengan abnormalitas enzim serum (aminotransferase dan laktat dehidrogenase)
sampai dengan sindrom HELLP ( Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low platelet).
Selain itu perdarahan dari lesi nekrosis hemoragik periporta dapat menyebabkan
ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan membentuk hematom
subkapsular, yang memerlukan tindakan pembedahan.
Manifestasi preeklampsia pada susuanan saraf pusat telah lama diketahui.
Perubahan neurologik yang terjadi pada preeklampsia dapat berupa :
a) Nyeri kepala akibat vasogenik edema yang disebabkan oleh hiperperfusi otak.
b) Gangguan visus/penglihatan
terutama pada preeklampsia berat, akibat spasme arteri retina dan edema retina.
Gangguan visus yang terjadi dapat berupa pandangan kabur, skotoma, dan buta
kortikal (jarang). Prognosisnya baik dan penglihatan biasanya pulih dalam seminggu
c) Tanda neurologik fokal seperti hiperrefleksi dapat timbul dan memerlukan
pemeriksaan radiologik segera.
d) Edema serebri, yang merupakan hal yang sangat mengkhawatirkan. Gambaran
utama adalah kesadaran berkabut dan kebingungan, dan gejala ini hilang timbul.
Sebagian pasien ada yang mengalami koma. Pada keadaan yang serius , pasien dapat
mengalami herniasi batang otak.
e) Kejang eklamptik. Eklampsia, yang merupakan fase konvulsi dari preeklampsia,
menjadi penyebab yang signifikan dari kematian maternal pada penyakit ini.
Penderita preeklampsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru,
yang dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh
darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis. Dan terkadang terjadi trombositopenia
yang adalah ciri memburuknya preeklampsia, dan mungkin disebabkan oleh akativasi
dan agregasi tombosit serta hemolisis mikroangiopati yang dipicu oleh vasospasme
yang hebat. Kondisi ini merupakan abnormalitas darah yang paling sering dijumpai
pada preeklampsia. Hitung trombosit yang sangat rendah meningkatkan resiko
perdarahan dan bila tidak segera dilakukan persalinan akan berakibat fatal
(Cunningham et al., 2010)
Faktor resiko terjadinya preeklamsia adalah primigravida, umur yang ekstrim,
riwayat keluarga preeklamsia, diabetes melitus, gemeli, bayi besar, penyakit ginjal
dan hipertensi sebelum kehamilan, dan obesitas (Saifuddin, 2006). Sedangkan pada
pasien ini faktor resiko yang mungkin ada adalah hipertensi sebelum kehamilan dan
penyakit ginjal.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan preeklamsia adalah mencegah kejang dan kontrol
hipertensi (ACOG, 2002). Terapi untuk mencegah kejang diberikan MgSO4
(Saifuddin, 2006). MgSO4 merupakan pilihan utama dibandingkan antikonvulsan lain
dalam mencegah kejang pada preeklamsia karena resiko kematian maternal dan
kejadian kejang yang lebih rendah (WHO, 2011). MgSO4 bekerja dengan menggeser
ion calsium dalam sinaps sehingga transimi neuromuskular tidak bisa terjadi
(Saifuddin, 2006). MgSO4 dapat menimbulkan efek samping berupa depresi nafas
dan penurunan refleks sehingga saat MgSO4 diberikan, respirasi, refleks patela, dan
urin output harus selalu di pantau (WHO, 2011).
Kontrol hipertensi juga harus dilakukan pada PEB dengan tekanan darah
≥160/110 mmHg (Saifuddin, 2006). Tekanan diastole dijaga antara 90-100 mmHg
(ACOG, 2002). Antihipertensi yang bisa digunakan golongan vasodilator (hidralazin,
natrium nitropruside), beta blocker (atenolol) dan CCB (nifedipin) (Saifuddin, 2006).
Nifedipin yang dipilih pada pasien ini tidak berinteraksi dengan MgSO4 sehingga
dapat diberikan (ACOG, 2002). Antihipertensi sebaiknya dilanjutkan sampai
postpartum namun durasi pemberian dan target terapi belum ada rekomendasi sampai
saat ini (WHO, 2011).
Sedangkan untuk kehamilannya, penatalaksanaanya bergantung keparahan
penyakit, umur kehamilan, dan kondisi serviks (Cunningham et al., 2010).
Tatalaksana yang ada terdiri dari ekspektatif dan aktif. Terapi ekspektatif dilakukan
pada pasien preterm dan keadaan janin dan bayi baik (Saifuddin, 2006). Sedangkan
pada pasien ini umur kehamilan masih 12 minggu lebih 4 hari , dengan
mempertimbangkan faktor yang terdapat pada ibu dan akibatnya untuk janinnya
sendiri serta ibu di masa akan datang maka diputuskan untuk dilakukan terminasi
kehamilan berupa kuretase.
PEB
Tx Medicamentosa Segera mondok di RS Tirah baring Infus RL/RD
Sulfas Magnesicus Antihipertensi jika TD >160/110 mmHg
Konservatif Aktif < 37 minggu > 37 minggu, atau (dipertahankan) Fungsi liver turun Kortikosteroid (<34 minggu) Fungsi ren turun Solusio placentae
KPD/perdarahan
PER: Dipulangkan
Impending Eklampsia Terminasi In partu BS > 8 Induksi gagal Kurve Friedman Induksi persal Indikasi M/F
Per vaginam Per vaginam Abdominal
Sedangkan pada penanganan CKD nya sendiri harus dilakukan kontrol yang rutin,
mengingat sebenarnya bukan kehamilan yang menyebabkan terjadinya CKD pada
pasien ini, sehingga ketika kehamilan sudah diterminasi maka pengobatan CKD pun
harus dilakukan rutin agar kualitas hidup pasien ke depan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, A.B., 2006. Ilmu Kebidanan: Sarwono Prawiroharjo, Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
ACOG, 2002. Diagnosis and Managemnet of Preeclampsia and Eclampsia, ACOG
Practice Bulletin: 33.
WHO, 2011. WHO recommendations for Prevention and treatment of pre-eclampsia
and eclampsia, WHO Press, Geneva
Padden, M.O., 1999. HELLP Syndrome: Recognition and Perinatal Management, Am
Fam Physician, 1;60(3):829-836.