kolelitiasis lapkas
DESCRIPTION
abcdTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering
dijumpai di praktek klinik. Penelitian dengan ultrasonografi menunjukkan bahwa 60-
80% pasien batu empedu adalah asimtomatik. Secara umum dapat dikatakan bahwa
pasien-pasien yang asimtomatik akan kambuh dan memperlihatkan gejala-gejala pada
sebanyak 1-2% per tahun. 1,2
Manifestasi klinik dari batu empedu dapat berupa nyeri episodik (kolik bilier),
inflamasi akut di kandung empedu (kolesistitis akut) atau saluran empedu (kolangitis
akut), komplikasi-komplikasi akibat migrasi batu empedu ke dalam koledokus seperti
pancreatitis, obstruksi saluran empedu yang dapat mengganggu fungsi hati yakni ikterus
obstruktif sampai sirosis bilier. Tidak semua batu empedu memerlukan tindakan untuk
mengeluarkannya. Ada beberapa faktor yang menentukan bagaimana penatalaksanaannya
antara lain lokasi batu tersebut, ukurannya dan manifestasi kliniknya. 1,2
Kemajuan-kemajuan yang pesat di bidang iptek kedokteran pada dua dekade nu terutama
kemajuan di bidang pencitraan (imaging), endoskopi diagnostik dan endoskopi terapetik
membawa perubahan yang sangat mendasar dalam penatalaksanaan batu empedu. 1,2
Pada masa-masa yang lalu kira-kira sebelum tahun delapan puluhan, sarana diagnostik
imej ing untuk batu empedu hanya dari foto polos abdomen, kolesistografi oral dan
kolangiografi intravena. Tetapi sarana diagnostik ini mempunyai banyak keterbatasan,
antara lain bahwa fungsi hati mempengaruhi hasil foto yang diperoleh. Pada keadaan di
mana bilirubin serum meningkat lebih dari 3 mg%, tidak akan ada ekskresi bahan kontras
dari sel-sel hati ke saluran empedu sehingga tidak akan diperoleh gambar. Hal ini
mengakibatkan bahwa pada masa itu sangat sulit menentukan apakah seseorang dengan
ikterus itu disebabkan oleh kelainan parenkim atau oleh obstruksi saluran empedu yang
penanganannya sangat berbeda.1
Sarana terapetik serta penatalaksanaannya juga mengalami perubahan yang sangat besar
yakni makin terjadinya kecenderungan penanganan batu saluran empedu ditangani secara
minimal invasif melalui endoskopi oleh para gastroenterolog.1
BAB Il
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.2,3
2.2. Epidemiologi
Di negara Barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang
dewasa lebih tinggi di Negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara
Asia (3% hngga 4%). Batu empedu menimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar,
seperti ditunjukkan oleh statistic AS ini: 4
Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya
beberapa ton.
Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan.
Angka kematian akibat pembedahan untuk: bedah saluran empedu secara
keseluruhan sangat rendah, tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun akibat
penyakit batu empedu atau penyulit pembedahan.
Prevalensi batu empedu bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Wanita
dengan batu empedu melebihi jumlah pria dengan perbandingan 4 : 1. Wanita yang
minum estrogen eksogen mempunyai peningkatan resiko, yang melibatkan lebih lanjut
dasar hormon. Dengan bertambahnya usia, dominansi wanita ini menjadi kurang jelas.
Batu empedu tidak biasa ditemukan pada orang yang berusia kurang dari 20 tahun, lebih
sering dalam kelompok usia 40 sampai 60 tahun dan ditemukan sekitar 30 persen
pada orang yang berusia di atas 80 tahun.4,5
2.3. Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu
Kandung empedu merupakan kantung berbentuk alpukat yang terletak tepat di
bawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi see ara terus - menerus oleh hati masuk
ke saluran kecil empedu di dalam hati, yang disebut kanalikuli. Saluran kecil ini bersatu
membentuk saluran empedu lebih besar (duktulus) dan akhirnya membentuk dua saluran
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri
yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis (eommon hepatic duet).
Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus
(common bile duet). Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus
pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar) sebelum bermuara
ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut
otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.2,3,5
Kandung empedu mendapatkan aliran darah dari arteri sistikus yang merupakan
cabang arteri hepatikus, dan mengalirkan darah ke vena sistikus yang bermuara ke dalam
sistem vena porta.2,3,5
Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.
Empedu yang dihasilkan oleh hati, setelah melewati duktus hepatikus akan masuk ke
duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan
pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam
kandung empedu kira-kira 10 kali lebih pekat daripada empedu hati. Secara berkala
kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan
lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Adanya lemak dalam makanan merupakan
rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi kandung empedu.2,3,5
Garam empedu, Iesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%)
cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam
empedu adalah molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol.
Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan
sampai 20 kali.3
2.4. Klasifikasi Batu Empedu
Schirmer membagi batu kandung empedu menjadi tiga jenis yaitu batu kolesterol,
batu pigmen dan campuran. Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari
seluruh beratnya, sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering
mengandung kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni
biasanya agak lunak dan adanya protein menyebabkan kosistensi batu empedu menjadi
lebih keras.4
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri
dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam
batu pigmen dalam jumlah kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 10-30% dalam
batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu pigmen hitam dan
batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari bilirubin. Batu pigmen
hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar,
sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan
kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis
atau penyakit hemolitik kronik seperti talasemia dan anemia sel sickle. Batu pigmen
coklat sering dihubungkan dengan kejadian infeksi.6
2.5. Patogenesis
2.5.1. Batu Kolesterol
Ada 3 mekanisme utama yang berperan dalam pembentukan batu kolesterol yaitu
perubahan komposisi empedu, nukleasi (pembentukan inti) kolesterol dan gangguan
fungsi kandung empedu.2,3,5,6
Empedu mengandung 85-95% air. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air,
sehingga harus dipertahankan dalam keadaan larut dengan disekresikan dari membran
kanalikuli dalam bentuk vesikel fosfolipid, yaitu gabungan kolesterolfosfolipid.
Kelarutan kolesterol tergantung pada konsentrasi fosfolipid dan asam empedu dalam
empedu, juga jenis fosfolipid dan asam empedu yang ada. 2,3,5,6
Pada keadaan empedu tidak lewat jenuh oleh kolesterol serta mengandung cukup
asam empedu dan fosfolipid, kolesterol akan terikat pada bagian hidrofobik dari
campuran misel (terdiri atas fosfolipid terutama lesitin, asam empedu dan kolesterol).
Karena bersifat larut dalam air, campuran misel ini memungkinkan transpor dan absorpsi
produk akhir lemak menuju atau melalui membran mukosa usus. 2,3,5,6
Bila empedu mengandung kolesterol yang tinggi (lewat jenuh) atau kadar asam
empedu serta fosfolipid rendah, kelebihan kolesterol tidak dapat ditranspor ke dalam
campuran misel, tetap terbentuk vesikel. Vesikel ini bersifat tidak stabil dan akan
beragregasi membentuk vesikel yang lebih besar dan berlapis-lapis (vesikel multilamelar)
sehingga membentuk inti kristal kolesterol. 2,3,5,6
Meningkatnya kadar kolesterol akan menyebabkan cairan empedu menjadi lewat
jenuh dan memungkinkan tejadi kristalisasi dan terbentuknya inti Kristal kolesterol yang
merupakan kunci penting dalam rangkaian patogenesis batu kolesterol. 2,3,5,6
Pembentukan inti kristal juga dipengaruhi oleh waktu pembentukan inti
(nucleationtine ). Pada penderita batu empedu ternyata waktu pembentukan intinya jauh
lebih pendek dibandingkan dengan yang tanpa batu empedu. Hal ini disebabkan adanya
faktor-faktor lain yang berperan mempercepat atau menghambat terbentuknya batu, di
antaranya berupa protein atau musin (mukus) di dalam empedu. Beberapa peneliti
menduga bahwa musin yang bersifat gel di dalam kandung empedu dapat mencetuskan
kristalisasi kolesterol. Selain itu, glikoprotein 120 kda dan infeksi juga diduga dapat
menyebabkan kristalisasi kolesterol. 2,3,5,6
2.5.2. Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan jenis batu yang banyak ditemukan di negara Timur
dengan komponen utamanya adalah kalsium bilirubinat. Kandungan kolesterol pada batu
pigmen kurang dari 30%. Batu pigmen hitam terutama mengandung kompleks kalsium
bilirubinat dengan kalsium dan glikoprotein. Mekanisme pembentukannya belum
diketahui pasti, tetapi diduga disebabkan karena empedu mengalami supersaturasi oleh
bilirubin indirek, perubahan pH dan kalsium serta produksi yang berlebihan dari
glikoprotein. Kadar bilirubin indirek yang tinggi dalam empedu biasanya ditemukan pada
penderita hemolisis kronik. 2,3,5,6
Batu pigmen coklat terutama mengandung garam kalsium dari bilirubin indirek
(kalsium bilirubinat) dan lebih sering dihubungkan dengan stasis empedu dan infeksi.
Stasis empedu sering disertai infeksi kandung empedu tetapi masih belum jelas apakah
stasis menyebabkan infeksi atau infeksi yang menyebabkan kerusakan epitel kandung
empedu dan mengakibatkan fibrosis sehingga terjadi stasis. Infeksi oleh parasit seperti
Ascaris lumbricoides dan Clonorchis sinensis akan menyebabkan iritasi dan fibrosis
sfingter Oddi sehingga terjadi stasis.2,3,5,6
Enzim beta glukoronidase yang dihasilkan kelompok bakteri koli (misalnya
Escherichia coli) akan menghidrolisis bilirubin direk menjadi bilirubin indirek dan asam
glukoronida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim ini meningkat pada
keadaan inflamasi traktus biliaris. Bilirubin indirek ini bergabung dengan kalsium
menghasilkan kalsium bilirubinat yang tidak larut dalam air sehingga terjadi
pengendapan. 2,3,5,6
2.6. Gejala Klinis
Gejala klinis kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala hingga munculnya gejala.
Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala asimptomatik. Gejala klinis
yang timbul pada orang dewasa biasanya dijumpai gejala dispepsia non spesifik,
intoleransi makanan yang mengandung lemak, nyeri epigastrium yang tidak jelas, tidak
nyaman pada perut kanan atas. Gejala ini tidak spesifik karena bisa terjadi pada orang
dewasa dengan atau tanpa kolelitiasis.2,3,5,6
Pada anak-anak, gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan
obstructive jaundice. Nyeri bilier yang khas pada penderita ini adalah kolik bilier yang
ditandai oleh gejala nyeri yang berat dalam waktu lebih dari 15 menit sampai 5 jam.
Lokasi nyeri di epigastrium, perut kanan atas menyebar sampai ke punggung. Nyeri
sering terjadi pada malam hari, kekambuhannya dalam waktu yang tidak beraturan. Nyeri
perut kanan atas yang berulang merupakan gambaran penting adanya kolelitiasis.
Umumnya nyeri terlokalisir di perut kanan atas, namun nyeri mungkin juga terlokalisir di
epigastrium. Nyeri pada kolelitiasis ini biasanya menyebar ke bahu atas. Mekanisme
nyeri diduga berhubungan dengan adanya obstruksi dari duktus. Tekanan pada kandung
empedu bertambah sebagai usaha untuk melawan obstruksi, sehingga pada saat serangan,
perut kanan atas atau epigastrium biasanya dalam keadaan tegang. 2,3,5,6
Studi yang dilakukan oleh Kumar et al didapatkan gejala nyeri perut kanan atas
yang berulang dengan atau tanpa mual dan muntah mencapai 75% dari gejala klinis yang
timbul, sisanya meliputi nyeri perut kanan atas yang akut, jaundice, failure to thrive,
keluhan perut yang tidak nyaman. Hanya 10% dijumpai dengan gejala asimptomatik.6
Mual dan muntah juga umum terjadi. Demam umum terjadi pada anak dengan
umur kurang dari 15 tahun. Nyeri episodik terjadi secara tidak teratur dan beratnya
serangan sangat bervariasi. 6
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai kelainan. Pada sepertiga pasien
terjadi inflamasi mendahului nekrosis, kemudian diikuti perforasi atau empiema pada
kandung empedu. Lewatnya batu pada kandung empedu menyebabkan obstruksi kandung
empedu, kolangitis duktus dan pankreatitis.6
Manifestasi pertama gejala kolelitiasis sering berupa kolesistitis akut dengan
gejala demam, nyeri perut kanan atas yang dapat menyebar sampai ke skapula dan sering
disertai teraba masa pada lokasi nyeri tersebut. Pada pemeriksaan fisik dijumpai nyeri
tekan pada perut kanan atas yang dapat menyebar sampai daerah epigastrium. Tanda khas
(Murphy 's sign) berupa napas yang terhenti sejenak akibat rasa nyeri yang timbul ketika
dilakukan palpasi dalam di daerah subkosta kanan.6
2.7. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu empedu di
antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan
kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita
mempunyai hasil laboratorium yang normal. 2,6
Tetapi bila disertai komplikasi dapat menunjukkan leukositosis dan peningkatan
kadar enzim hati (aspartate aminotransferase, alanine aminotransferase, fosfatase alkali),
gamma glutamyl transferase dan bilirubin serum, terutama jika terdapat batu pada duktus
koledokus.2,6
Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen dalam
urin dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu. Sedangkan
pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila terjadi
obstruksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis).2,6
2.8. Pemeriksaan Radiologis
Diagnosis batu empedu dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan radiologis
terutama pemeriksaan Ultrasonography (USG). Pemeriksaan radiologis lain yang dapat
dilakukan adalah dengan foto polos abdomen, Computed tomography (CT scan)
Magnetic resonance cholangiography (MRCP), Endoscopic ultrasound (EUS), dan
Biliary scintigraphy. Hanya sekitar 10% dari kasus batu empedu adalah radioopak karena
batu empedu tersebut mengandung kalsium dan dapat terdeteksi dengan pemeriksaan foto
polos abdomen. Ultasonography (USG) dan cholescintigraphy adalah pemeriksaan
imaging yang sangat membantu dan sering digunakan untuk mendiagnosis adanya batu
empedu.2,6,7
1. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedur non-invasif yang cukup aman, cepat,
tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak melibatkan paparan
radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien dengan dugaan kolik biliaris.
Ultrasonografi mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam mendeteksi
adanya batu kandung empedu.2,6,7
Prosedur ini menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk
gambaran (image) suatu organ tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan
USG ditunjukan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, cairan
perikolesistitikus dan murphy sign positif akibat kontak dengan probel. 2,6,7
2. Computed tomography (CT) scan
Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu seri potongan
cross - sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 image. Deteksi batu empedu dapat
dilakukan juga dengan Computed tomography, tetapi tidak seakurat USG dalam
mendeteksi batu empedu, oleh karena itu CT scan tidak digunakan untuk mengevaluasi
pasien dengan kemungkinan penyakit biliaris kronik. Pada kasus akut, pemeriksaan ini
dapat menunjukkan adanya penebalan dinding kandung empedu atau adanya cairan
perikolesistikus akibat kolesistitis akut.2.6
3. Cholescintigraphy
Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif, biasanya derivat imidoacetic
acid, yang dimasukkan ke dalam tubuh secara infravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan
diekskresikan ke dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan radioaktivitas di dalam
kandung empedu, duktus koledokus dan usus halus dalam 30-60 menit. Pemeriksaan ini
dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan pada duktus sistikus.
Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis akut,
tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada pasien yang telah
dirawat beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika pasien tersebut
telah mendapat nutrisi parental.2,6
4. Magnetic Resonance Imaging dan Magnetic Resonance
Cholangiopancreatography
Pada Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalah suatu
pemeriksaan yang relatif baru, yang menggunakan MR! imaging dengan software
khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan gambaran (images) yang serupa
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatograpfty (ERCP) tanpa risiko sedasi,
pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu dalam menilai obstruksi biliaris dan
anatomi duktus pankreatikus. Pemeriksaan ini lebih efektif dalam mendeteksi batu
empedu dan mengevaluasi kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.2,7
5. Oral Cholecystogrophy
Oral Cholecystography adalah suatu pemeriksaan non invasif lain, tetapi jarang
dilakukan. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan terlebih dahulu, yaitu pasien harus
menelan sejumlah zat kontras oral yang mengandung iodine sehari sebelum dilakukan
pemeriksaan. Zat kontras tersebut akan di absorpsi dan disekresikan ke dalam empedu.
Iodine di dalam zat kontras menghasilkan opasifikasi dari lumen kandung empedu pada
foto polos abdomen keesokan harinya. Batu empedu tampak sebagai gambaran fiiling
defects. Pemeriksaan ini terutama digunakan untuk menentukan keutuhan duktus sistikus
yang diperlukan sebelum melakukan lithotripsy atau metode lain untuk menghancurkan
batu empedu. Pemeriksaan ini memerlukan persiapan 48 jam sebelumnya.2
6. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) adalah pemeriksaan
gold standard untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus koledokus dan mempunyai
keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu empedu. ERCP adalah suatu teknik
endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus dan duktus pankreatikus. Pada
pemeriksaan ini mengggunakan suatu kateter untuk memasukkan alat yang dimasukkan
ke dalam duktus biliaris dan pankreatikus untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan
fluoroscopy. Selama prosedur, klinisi dapat melihat secara langsung gambaran endoskopi
dari duodenum dan papila major, serta gambaran duktus biliaris dan pankreatikus. 2
7. Endoscopic Ultrasonography
Endoscopic Ultrasonography (EUS) adalah suatu prosedur diagnostik yang
menggunakan ultrasound frekuensi tinggi untuk mengevaluasi dan mendiagnosis kelainan
traktus digestivus. EUS menggunakan duodenoskop dengan probe ultrasound pada
bagian distal yang dapat menggambarkan organ, pembuluh darah, nodus limfatikus dan
duktus empedu. Dari bagian dalam lambung atau duodenum, endoskop dapat
memberikan gambaran pankreas dan struktur yang berdekatan. EUS dapat mendiagnosis
secara akurat adanya batu empedu di dalam duktus koledokus tetapi tidak mempunyai
nilai terapeutik seperti ERCP.2
2.9. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan batu empedu asimtomatik tidak perlu dilakukan penanganan
apa pun sampai terjadi perkembangan berikutnya. Pada pasien dengan batu empedu
simtomatik terdapat beberapa pilihan penatalaksanaan yang tergantung manifestasi klinis,
dengan tujuan utama mengurangi gejala klinis dan mencegah berkembangnya
komplikasi.2,3,5,7
1. Terapi Operatif Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan satu-satunya terapi definitif untuk penderita batu
simtomatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu, dapat mencegah
berulangnya penyakit. Kolesistektomi dapat dilakukan dengan cara operasi membuka
rongga perut (laparotomi abdomen) atau dengan menggunakan laparoskopi.
Kolesistektomi laparoskopi telah berkembang cepat setelah pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1987, menggantikan kolesistektomi terbuka dan 80-90% kolesistektomi di
Inggris dilakukan dengan cara ini.2,3,7
Kolesistektomi laparoskopi adalah suatu prosedur invasif dengan membuat insisi
kecil pada abdomen serta menggunakan kamera video kecil untuk memperbesar organ di
dalam rongga perut. Dengan menggunakan monitor video sebagai pemandu, dokter bedah
mengidentifikasi, mengisolasi dan mengangkat kandung empedu dengan laparoskop.
Kadang-kadang dokter bedah melakukan pemeriksaan secara laparoskopi terlebih dahulu
untuk melihat adanya kelainan lain. Risiko dari teknik laparoskopi ini adalah trauma
duktus hepatikus atau duktus koledokus. 2,3,5,7
2. Terapi Non-operatif
Beberapa teknik non-operatif telah digunakan untuk mengobati batu empedu
simtomatik, seperti pemberian obat pelarut batu empedu (chenodeoxycholic dan
ursodeorycholic acid) dan menghancurkan batu dengan extracorporeal shockwave
lithotripsy. 2,3,7
Ursodeoxycholic acid dapat menghambat sintesis kolesterol oleh hati. Kurang dari
10% pasien dengan batu empedu dapat ditangani secara non-operatif dan hampir
setengah dari pasien yang terpilih untuk pengobatan non-operatif berhasil, tetapi
pengobatan cara ini membutuhkan biaya lebih banyak karena pengobatannya lebih lama
(sampai 5 tahun). Pengobatan cara ini hanya untuk pasien dengan batu empedu berukuran
kecil dan batu kolesterol tanpa kalsifikasi.2,7
Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) adalah suatu terapi nonoperatif,
yang menggunakan gelombang suara berenergi tinggi yang dapat menghasilkan shock
wave. Shock wave ini akan ditransmisikan melalui air dan jaringan serta mempunyai
kemampuan untuk memecah batu empedu. Teknik ini sudahjarang dilakukan karena
tergeser oleh kolesistektomi laparoskopi.2,3,5,7
2.10. Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah (batu saluran empedu), kolesistitis akut,
pancreatitis akut, emfiema, dan perforasi kandung empedu.
BAB III
KESIMPULAN
Kolelitiasis adalah salah satu dari penyakit gastrointestinal yang paling sering
dijumpai di praktek klinik. Gejala klinik kolelitiasis bervariasi dari tanpa gejala sampai
dengan adanya gejala. Lebih dari 80% batu kandung empedu memperlihatkan gejala
asimptomatik. Gejala klinis yang sering ditemui adalah adanya nyeri bilier dan
obstruktifjaundice. USG merupakan pemeriksaan pilihan untuk memeriksa anak dan
remaja dengan keluhan adanya nyeri perut kanan atas atau nyeri epigastrium. USG
merupakan pemeriksaan yang aman dan sensitif untuk mengidentifikasi batu di kandung
empedu. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Cholecystectomy merupakan baku emas dalam penanganan kolelitiasis
dengan gejala.
DAFTAR PUSTAKA
1. A. Nurman. "Penatalaksanaan Batu Empedu". www.docu-track.com. Jakarta.
2. Widiastuty Astri Sri. 2010. "Patogenesis Batu Empedu". FK Universitas
Muhammadiyah Palembang.
3. R. sjamsuhidayat, De jong Wim. 2004. "Saluran Empedu-Cholelitiasis". Jakarta.
EGC.
4. Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbins. 2007. "Buku Ajar Patologi
Edisi 7 - Kolelitiasis". Jakarta. EGC.
5. Sabiston David C. 1994. "Buku Ajar Bedah-Sistem Empedu". Jakarta. EGC.
6. I W. Gustawan. 2007. "Kolelitiasis Pada Anak". Denpasar. Majalah Kedokteran
Indonesia.
7. Sudoyo Aru W. 2009. "Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam-Penyakit Batu Empedu".
Jakarta. IntemaPublishing.