laparatomi.docx
TRANSCRIPT
A. Pengertian
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi. Dalam Perry dan Potter (2005)
dipaparkan bahwa post operatif dilakukan 2 tahap yaitu periode pemulihan
segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post operatif yang
bertujuan untuk mengurangi komplikasi pembedahan dan mempercepat
penyembuhan.
B. Etiologi (Arif Mansjoer, 2001).
Laparatomy dilakukan karena dari penyakit seperti :
1. Obstruksi usus halus disebabkan oleh perlekatan usus, hernia,
neoplasma, intususepsi, volvulus, benda asing, batu empedu yang
masuk ke usus melalui fistula kolesisenterik, penyakit radang usus
(inflammatory bowel disease), striktur, fibrokistik, dan hematoma.
2. Obstruksi usus besar disebabkan oleh karsinoma, volvulus, kelainan
divertikular, inflamasi, tumor jinak, imfaksi fekal dll.
3. Tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polyp adenoma. Kanker kolorektal merupakan penyakit keganasan
ketiga paling sering ditemui dan menjadi penyebab kematian akibat
kanker
4. Apendisitis adalah peradangan dari apendik vermiforis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
5. Adenocarcinoma endometrium adalah karsinoma endometrium.
Peningkatan angka kejadian karsinoma endometrium berhubungan
dengan meningkatnya status kesehatan sehingga usia harapan hidup
kaum wanita semakin tinggi yang mengakibatkan jumlah wanita yang
berusia lanjut semakin banyak yang diiringi dengan penggunaan
preparat estrogen eksogen atau penggunaan terapi hormon pengganti
untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya
6. Kanker Indung Telur merupakan tumor ganas pada ovarium (indung
telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang
berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium.
C. Indikasi
1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
2. Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka
tumpul atau yang menusuk
3. Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan
tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit
ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid),
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.
4. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
5. Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian lain
yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus
besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan
usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area
yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor
(tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).
6. Apendisitis mengacu pada radang apendiks, suatu tambahan seperti
kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum.
Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen
oleh fases yang akhirnya merusak suplai aliran darah dan mengikis
mukosa menyebabkan inflamasi.
7. Tumor abdomen
D. Pathways (Terlampir)
E. Tanda dan gejala (Brunner & Suddarth. 1997)
1. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
2. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
3. Kelemahan
4. Mual, muntah, anoreksia
5. Konstipasi
F. Pemeriksaan penunjang (Perry dan Potter. 2005)
1. Tes Darah
2. Foto polos abdomen 3 posisi
3. Colonoscopy (CT-Scan untuk melihat usus besar)
4. Foto Follow through (pemeriksaan radiografi untuk melihat usus
halus)
G. Komplikasi post laparatomi (Perry dan Potter. 2005)
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.
Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki
post operasi, ambulatif dini.
2. Infeksi.
Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik
dan antiseptik.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau
eviserasi.
Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi luka
adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab
dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen sebagai
akibat dari batuk dan muntah
H. Proses penyembuhan luka (Arif Mansjoer, 2001).
1. Fase pertama
Berlangsung sampai hari ke 3. Batang lekosit banyak yang rusak /
rapuh. Sel-sel darah baru berkembang menjadi penyembuh dimana
serabut-serabut bening digunakan sebagai kerangka.
2. Fase kedua
Dari hari ke 3 sampai hari ke 14. Pengisian oleh kolagen, seluruh
pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1 minggu. Jaringan baru
tumbuh dengan kuat dan kemerahan.
3. Fase ketiga
Sekitar 2 sampai 10 minggu. Kolagen terus-menerus ditimbun, timbul
jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan kembali.
4. Fase keempat
Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut
I. Pengkajian primer
1. Airway
Pemeriksaan jalan nafas dari sumber benda asing (padat, cair)
setelah dilakukan pembedahan akibat pemberian anastesi
2. Breathing
Monitor RR, pola, kedalaman napas dan inspeksi: pergerakan
dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan efek anastesi yang
berlebihan dan obstruksi
3. Circulating
Periksa adanya perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia
yang diselingi bradikardia, disretmia) dan inspeksi membrane
mukosa: warna, kelembaban, turgor kulit
4. Disability: berfokus dengan status neurologi
Kaji ingkat kesadaran pasien, tanda- tanda respon mata, respon
motorik , tanda- tanda vital dan inspeksi respon terhadap
rangsangan, masalah bicara, kesulitan menelan, kelemahan atau
paralisis ekstremitas, perubahan visua dan gelisah.
5. Exposure
Kaji balutan bedah pasien terhadap adanya perdarahan
J. Pengkajian sekunder
1) Abdomen
asites,pembesaran limpa, perkusi redup, bising usus 14x/menit
2) Ektremitas
Mampu mengangkat tangan dan kaki. Kekuatan otot
ekstremitas atas 4-4 dan ekstremitas bawah 4-4., akral dingin
dan pucat.
3) Integrumen
Kulit keriput, pucat. Turgor sedang
4) Pemeriksaan neurologi
Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan
terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan,
perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh
emosi/tingkah laku dan memori).
Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan
tubuh.
Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.