lapkas

26
7/21/2019 lapkas http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 1/26 BAB I PENDAHULUAN Angiofibroma nasofaring belia adalah tumor jinak pembuluh darah secara histologik jinak, secara klinis bersifat ganas karena mempunyai kemampuan mendestruksi tulang dan meluas kejaringan sekitarnya seperti sinus paranasal,  pipi, mata dan tengkorak serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan. 1 Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak. !aktor ketidakseimbangan hormonal juga banyak dikemukakan sebagai  penyebab adanya kekurangan androgen atau kelebihan estrogen. Anggapan ini didasarkan juga atas adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan umur, banyak ditemukan pada anak atau remaja laki-laki. "tulah sebabnya tumor ini disebut juga angiofibroma nasofaring belia (Juvenile nasopharyngeal angiofibroma). 1 Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya 1#$%%% & 1#'%.%%% dari pasien T(T )Telinga (idung Tenggorok*, diperkirakan hanya merupakan %,%$ + dari tumor leher dan kepala. Tumor ini umumnya terjadi pada laki-laki pada usia antara & 1 tahun namun jarang terjadi pada usia lebih dari $ tahun. 1 erdasarkan data rekam medik di /umah Sakit 0mum Daerah ainoel Abidin anda Aceh pada tahun %12 terdapat kasus angiofibroma nasofaring. Seluruh  pasien berjenis kelamin laki-laki dengan usia termuda 13 tahun dan tertua berusia 3 tahun. 1 4ada laporan ini kami memaparkan suatu kasus angiofibroma nasofaring  belia pada seorang laki-laki, tahun dengan keadaan post operasi transpalatal  baik.

Upload: indika-ajach

Post on 05-Mar-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

idk

TRANSCRIPT

Page 1: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 1/26

BAB I

PENDAHULUAN

Angiofibroma nasofaring belia adalah tumor jinak pembuluh darah secarahistologik jinak, secara klinis bersifat ganas karena mempunyai kemampuan

mendestruksi tulang dan meluas kejaringan sekitarnya seperti sinus paranasal,

 pipi, mata dan tengkorak serta sangat mudah berdarah yang sulit dihentikan.1

Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan.

Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal. Tumor 

yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis

asenden atau arteri maksilaris interna. Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa

yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah

mengisi nasofaring, tumor ini meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi

dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak.

!aktor ketidakseimbangan hormonal juga banyak dikemukakan sebagai

 penyebab adanya kekurangan androgen atau kelebihan estrogen. Anggapan ini

didasarkan juga atas adanya hubungan erat antara tumor dengan jenis kelamin dan

umur, banyak ditemukan pada anak atau remaja laki-laki. "tulah sebabnya tumor 

ini disebut juga angiofibroma nasofaring belia (Juvenile nasopharyngeal 

angiofibroma).1

Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya 1#$%%% & 1#'%.%%% dari pasien

T(T )Telinga (idung Tenggorok*, diperkirakan hanya merupakan %,%$ + dari

tumor leher dan kepala. Tumor ini umumnya terjadi pada laki-laki pada usia

antara & 1 tahun namun jarang terjadi pada usia lebih dari $ tahun.1

erdasarkan data rekam medik di /umah Sakit 0mum Daerah ainoel Abidin

anda Aceh pada tahun %12 terdapat kasus angiofibroma nasofaring. Seluruh

 pasien berjenis kelamin laki-laki dengan usia termuda 13 tahun dan tertua berusia

3 tahun.1

4ada laporan ini kami memaparkan suatu kasus angiofibroma nasofaring

 belia pada seorang laki-laki, tahun dengan keadaan post operasi transpalatal

 baik.

Page 2: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 2/26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Angiofibroma nasofaring merupakan tumor jinak pembuluh darah di

nasofaring yang secara histologis jinak namun secara klinis bersifat ganas, karena

 berkemampuan merusak tulang dan meluas ke jaringan di sekitarnya, misalnya ke

sinus paranasal, pipi, rongga mata atau tengkorak, sangat mudah berdarah dan

sulit dihentikan perarahannya.1

2.2 EpidemiologiAngiofibroma nasofaring banyak dialami terutama remaja putra berusia 12-

15 tahun. 0mumnya angiofibroma nasofaring terjadi pada dekade kedua

kehidupan, tepatnya pada rentang usia -1 tahun. Angiofibroma nasofaring

 jarang terjadi setelah usia $ tahun. "nsiden angiofibroma nasofaring adalah 1 dari

$%%%-'%.%%% kasus T(T dan dilaporkan %,$+ dari semua tumor kepala dan leher.

2.3 Anaomi dan fisiologi nasofa!ing

6ambar 1. Anatomi dan !isiologi 7asofaring

atas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian ba8ah

adalah palatum mole, bagian depan adalah bagian hidung dan bagian belakang

adalah 9ertebrae ser9ical. 7asofaring yang relatif kecil, mengandung serta

 berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan

Page 3: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 3/26

limfoid, pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fossa

rosenmuller, kantong rathke, yang merupakan in9aginasi suatu struktur embrional

hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan

kartilago tuba eustachius, koana, foramen jugular yang dilalui oleh n. 6losofaring,

n. :agus, dan n. Asesorius spinal saraf kranial dan 9. ;ugularis interna. agian

 petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.3

6ambar . !ossa 4terygopalatine

6ambar 3. :askularisasi nasofaring2." Eiologi

Etiologi ju9enile angiofibroma nasofaring tidak diketahui, tetapi diduga

 berhubungan dengan hormon seks. 4engamatan yang menunjukkan tumor secara

khas muncul pada remaja laki-laki, dan bah8a lesi sering regresi setelah

 perkembangan lengkap karakteristik seks sekunder, memberikan bukti pengaruh

hormonal pada pertumbuhan tumor. Terdapat juga bukti peningkatan reseptor 

androgen dan regresi tumor setelah terapi anti-androgen.2

Page 4: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 4/26

2.# Paofisiologi

 Juvenile angiofibroma nasofaring  muncul dari foramen sphenopalatina dan

mengenai fossa pterigopalatina dan ka9um nasi posterior. Tumor berkembang

dengan cara erosi tulang dan mendesak struktur di sekitarnya, dan dapat mencapai

 basis kranii.3

4ertumbuhan lesi memiliki kecenderungan khas mengikuti lapisan

submukosa, tumbuh di dekat tempat yang mempunyai resistensi rendah dan

mengin9asi tulang cancellous  basisphenoid, sehingga pola penyebarannya dapat

diprediksi. Dari fossa pterigopalatina, tumor tumbuh ke medial ke dalam

nasofaring, fossa nasalis dan akhirnya menuju sisi kontralateral. 4ertumbuhan ke

lateral dapat meluas ke fossa sphenopalatina dan infratemporalis, melalui fissura

 pterigo-maksilaris yang melebar dengan gambaran khas pergeseran ke anterior 

dari dinding posterior maksilaris, sampai berhubungan dengan otot mastikator dan

 jaringan lunak pipi. 4ertumbuhan ke posterior dapat mengenai arteri karotis

interna melalui kanalis 9idian, sinus ka9ernosus melalui foramen rotundum dan

apeks orbita melalui fissura orbitalis inferior. 4roptosis dan atrofi ner9us optikus

terjadi jika fissura orbitalis sudah terkena tumor. <eterlibatan tulang terjadi

melalui dua mekanisme utama yaitu# )1* resorpsi karena tekanan langsung dengan

akti9asi osteoklast atau )* langsung tersebar di sepanjang arteri perforanates ke

dalam akar cancellous dari prosesus pterigoideus. 4erluasan ke posterior 

 berikutnya dapat mengenai cli9us dan ala mayor sphenoid, biasanya dengan erosi

tabula interna fossa kranialis media dan dapat meluas ke intrakranial. 4elebaran

fissura orbitalis superior merupakan tanda perluasan tumor ke intrakranial. 3,2 

2.$ %anifesasi Klinis

6ejala dan tanda ju9enile angiofibroma nasofaring terkait dengan perluasan

tumor ke rongga hidung, orbita dan basis kranii. 6ejala yang khas adalah

obstruksi hidung unilateral yang progresif )5%-% +* dengan rhinorrhea dan

epistaksis unilateral berulang )2$-'% +*. 6ejala yang lain adalah sakit kepala )$

+*, nyeri 8ajah, otitis media unilateral, rinosinusitis kronis, proptosis dan

gangguan penglihatan. Sakit kepala dan nyeri 8ajah dapat timbul sebagai akibat

sumbatan sinus paranasal. =titis media unilateral disebabkan gangguan pada tuba

eustachius. 4erluasan tumor ke dalam rongga sinonasal dapat menyebabkan

Page 5: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 5/26

rinosinusitis kronis. 4roptosis dan gangguan penglihatan mengindikasikan

keterlibatan orbita. 4embengkakan pipi, defisit neurologis, gangguan penciuman

dan otalgia juga dapat terjadi.$

2.& Diagnosis

Diagnosis angiofibroma nasofaring dapat ditegakkan melalui anamnesis,

 pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi kon9ensional, >T scan, ?/", dan

angiography. Secara endoskopi dapat terlihat massa lobulated besar di belakang

khonka nasalis media, mengisi khoana dengan permukaan halus dan

hiper9askularisasi yang jelas. <arena secara epidemiologi dan temuan endoskopi

adalah khas, maka biopsi mutlak merupakan kontraindikasi karena risiko

 perdarahan masif yang cukup besar. 4emeriksaan radiologi memegang peranan

 penting dalam diagnosis, penentuan stadium dan penatalaksanaan. 4emeriksaan

radiologi berperan dalam menunjukkan perluasan tumor primer, khususnya dalam

menilai in9asi sphenoid karena merupakan tempat utama terjadinya kekambuhan,

sebuah gambaran yang jelas menunjukkan asal dari angiofibroma.

4emeriksaan radiologi  juvenile angiofibroma nasofaring   dapat dilakukan

dengan foto polos, >T scan, ?/" dan arteriografi. 6ambaran foto polos pada

Water’s atau submental view dapat menunjukkan erosi di sinus sphenoidalis dan

 penonjolan dinding posterior sinus maksilaris atau  Holman-Miller sign. >T scan

dan ?/" ju9enile angiofibroma nasofaring menunjukkan massa inhomogen yang

timbul dari ruang mukosa atau submukosa nasofaring, dengan penyangatan yang

kuat dan homogen disertai erosi basis kranii atau perluasan intrakranial.1,2 >T scan

 berperan dalam  follow-up  setelah pembedahan untuk mendeteksi sisa tumor,

menilai ukuran setelah radioterapi atau menilai pengecilan tumor.

  >T scan merupakan pemeriksaan sebelum operasi yang paling penting

karena dapat menunjukkan destruksi struktur tulang dan pelebaran foramen dan

fisura pada basis kranii akibat penyebaran tumor. <eterlibatan tulang dan

 penyebaran tumor paling baik dilihat pada potongan aksial atau koronal irisan

tipis. >T scan aksial dan koronal dapat menggambarkan asal dan perluasan lesi.

Temuan termasuk massa nasofaring, penonjolan ke anterior dari dinding posterior 

sinus maksilaris ) Holman-Miller sign* dengan massa di fossa pterigopalatina,

 pelebaran foramen sphenopalatina, opasitas di sinus paranasal, erosi tulang

Page 6: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 6/26

sphenoid dengan massa di sinus, erosi palatum durum, erosi dinding medial sinus

maksilaris, de9iasi septum nasi, dan perluasan intrakranial.$,'

Arteriografi mempunyai nilai diagnostik dan terapetik, dengan melakukan

embolisasi feeing vessel tumor. <eduanya dapat dilakukan terpisah atau bersama.

4ola retikuler yang  khas biasanya terlihat pada a8al fase arteri, dengan blush

homogen padat yang menetap sampai fase 9ena. Adanya a8al raining vein

 jarang terjadi.$, "dentifikasi suplai darah preoperatif merupakan hal yang penting

untuk menentukan strategi pembedahan yang tepat. ?eskipun magnetic

resonance angiography ( ?/A* dapat membantu dalam penilaian 9askular,

gambaran lengkap dari semua pembuluh darah memerlukan angiografi.  !eeing 

vessel juvenile angiofibroma nasofaring  berasal sistem karotis eksternal terutama

dari cabang arteri maksilaris interna distal, umumnya cabang sphenopalatina,

 palatina desenden, dan al9eolar posterior superior. Terkadang arteri faringealis

asenden ikut mensuplai tumor.  Arteriografi sebelum pembedahan diindikasikan

untuk menentukan luasnya lesi,  jumlah 9askularisasi dan asal  feeing vessel .

Dalam menentukan batas tumor, penilaian perluasan intrakranial sangat penting

karena operasi dapat menyebabkan bahaya lain. ',

2.' Penem(an Hisologis

4ada pemeriksaan histologis, ditemukan jaringan serabut yang telah

de8asa@matang )mature fibrous tissue* yang mengandung bermacam-macam

 pembuluh darah yang berdinding tipis. 4embuluh-pembuluh darah ini dilapisi

dengan enothelium, namun mereka kekurangan elemen-elemen otot yang dapat

 berkontraksi secara normal. "nilah yang dapat menjelaskan tentang kecenderungan

terjadi perdarahan. 5

2.) Klasifi*asi

0ntuk menentukan derajat atau stadium tumor, umumnya digunakan

klasifikasi session dan fisch.

<lasifikasi menurut sessions

a. Stadium "A - tumor terbatas di nares posterior dan atau ruang nasofaring.

 b. Stadium " - tumor meliputi nares posterior dan atau ruang nasofaring

dengan keterlibatan sedikitnya satu sinus paranasal.

Page 7: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 7/26

c. Stadium ""A & tumor sedikit meluas ke lateral menuju  pterygoma"illary

 fossa.

d. Stadium "" & tumor memenuhi pterygoma"illary fossa dengan atau tanpa

erosi superior dari tulang-tulang orbita.e. Stadium """A & tumor mengerosi dasar tengkorak )yakni# mile cranial 

 fossa#pterygoi base* perluasan intrakranial minimal.

f. Stadium """ & tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa

 perluasan ke sinus ka9ernosus.

<lasifikasi menurut fisch

a. Stadium " & tumor terbatas di rongga hidung dan nasofaring tanpa

kerusakan tulang.

 b. Stadium "" - tumor mengin9asi fossa pterigomaksilaris, sinus paranasaldengan kerusakan tulang.

c. Stadium """ - tumor mengin9asi fossa infratemporal, orbita dan atau regio

 parasellar sisanya di lateral sinus ka9ernosus.

d. Stadium ": - tumors mengin9asi sinus ka9ernosus, regio kiasma optik, dan

atau fossa pituitari.

2.1+ Penaala*sanaan

Terapi yang dapat dilakukan meliputi pembedahan, radiasi, krioterapi,

elektrokoagulasi, terapi hormonal, embolisasi, dan injeksi agen sklerosing.

4embedahan merupakan penatalaksanaan yang dianjurkan dan paling banyak 

diterima, tetapi terdapat risiko perdarahan yang besar akibat tingginya

9askularisasi tumor, seringkali lebih besar dari .%%% ml. 

Embolisasi preoperatif direkomendasikan sebagai prosedur standar untuk 

mengurangi kehilangan darah selama operasi, sehingga memungkinkan eksisi

total, mengurangi komplikasi dan meminimalkan residu tumor. Tujuannya adalahmengurangi suplai darah ke tumor, dan hal ini akan efisien jika agen emboli dapat

masuk ke pembuluh darah di dalam tumor, yang paling baik dicapai dengan

 partikel berukuran kecil seperti poli9inil alkohol. 4emilihan ukuran partikel

merupakan keseimbangan antara keamanan dan efisiensi dan tergantung apakah

 posisi kateter dapat dicapai dengan injeksi langsung agen emboli ke dalam tumor.

4artikel kecil akan masuk lebih dalam ke dalam tumor tetapi mempunyai risiko

yang lebih tinggi untuk terjadi nekrosis kulit dan kelumpuhan saraf kranial.

Page 8: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 8/26

Embolisasi dapat mengurangi '%-%+ perdarahan intraoperatif. 4embedahan

dilakukan -$ hari setelah embolisasi. 0jung kateter ditempatkan sedekat mungkin

dengan lesi, biasanya di distal arteri karotis eksterna di setinggi bifurkasio ke

arteri temporalis superfisial dan maksilaris interna.

eberapa pendekatan yang digunakan tergantung dari lokasi dan perluasan

angiofibroma nasofaring. /ute rinotomi lateral, transpalatal, transmaksila, atau

 sphenoethmoial   digunakan untuk tumor-tumor yang kecil )klasifikasi fisch

stadium " atau ""*. 4endekatan fossa infratemporal digunakan ketika tumor telah

meluas ke lateral. 4endekatan mifacial egloving , dengan atau tanpa osteotomi

lefort, memperbaiki akses posterior terhadap tumor. 4endekatan translokasi 8ajah

dikombinasikan dengan insisi 8eber-ferguson dan perluasan koronal untuk 

kraniotomi frontotemporal dengan miface osteotomies  untuk jalan masuk.

4endekatan e"tene anterior subcranial   memudahkan pemotongan tumor 

sekaligus )en bloc*, dekompresi saraf mata, dan pembukaan sinus ka9ernosus.

 $ntranasal enoscopic surgery  dipersiapkan untuk tumor yang terbatas pada

rongga hidung dan sinus paranasal.,1% 

Page 9: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 9/26

 

6ambar 2. Teknik pembedahan Angiofibroma nasofaring

<omplikasi ringan seperti demam dan nyeri lokal dapat terjadi 1-2 jam

setelah embolisasi dan diobati dengan steroid. radikardi sementara dapat terjadi

selama injeksi arteri maksilaris. (al ini dapat diatasi dengan injeksi atropin.

4enggunaan terapi radiasi masih diperdebatkan karena adanya risiko transformasi

sarkomatoid. eberapa penulis merekomendasikan terapi radiasi sebagai terapi

aju9an pada unresectable tumor , terdapat residu tumor atau terdapat perluasan

intrakranial yang luas.1%

2.11 Diagnosis ,anding

a. 4olip angiomatosa

4olip angiomatosa adalah polip inflamatorik hidung yang mempunyai

komponen 9askuler dan fibrosa. Secara histologi merupaka tumor jinak dan mirip

dengan angiofibroma nasofaring. 4olip tidak mempunyai predileksi jenis kelamin.

<emungkinan adanya polip angiomatosa harus selalu dipikirkan sebelum

mempertimbangkan diagnosa angofibroma, pada pasien de8asa dan perempuan.

6ejala yang paling sering muncul adalah hidung tersumbat dan sering mimisan.

Page 10: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 10/26

4embesaran lesi secara perlahan dapat menyebabkan erosi tulang, pendesakan

struktur tulang di dekatnya, pipi bengkak dan eksofthalmus.   4olip angiomatosa

terletak terutama di fossa nasalis dan bukan di nasofaring, tidak meluas ke fossa

 pterigopalatina, sinus sphenoidalis, maupun ke intra kranial. 4ada angiografi polip

angiomatosa mempunyai tampilan hipo9askuler atau a9askuler. 4ada >T scan

 polip tidak menyangat atau hanya menyangat minimal. 4olip dapat dieksisi

dengan mudah dan jarang terjadi kekambuhan. Angiografi dan embolisasi tidak 

diperlukan pada polip.11

 b. <arsinoma 7asofaring

<arsinoma nasofaring merupakan neoplasma yang berasal dari lapisan

epitelmukosa nasofaring, dan merupakan tumor paling umum yang mengenai

nasofaring. <arsinoma nasofaring biasanya muncul dari fossa /osenmuller dan

dikenal sebagai neoplasma agresif lokal dengan tingginya kejadian metastase ke

limfonodi leher. Tumor primer di dalam nasofaring dapat meluas ke palatum,

rongga hidung, orofaring dan basis kranii. 6ejala klinis yang paling sering

dirasakan adalah adanya benjolan di leher. <eluhan lain dapat berupa epistaksis,

hidung tersumbat, otitis media, telinga berdenging dan tuli. <arsinoma nasofaring

merupakan keganasan dengan karakteristik 9ariasi distribusi geografis dan etnis,

terutama di Asia Tenggara. 6ambaran radiologi karsinoma nasofaring adalah

asimetri fossa /osenmuller, hilangnya lapisan lemak di  parapharyngeal space,

destruksi tulang dan penebalan preoccipital space.11

2.12 Kompli*asi

4erdarahan yang banyak )e"cessive bleeing *. Transformasi keganasan

)malignant transformation*. <ebutaan sementara )transient blinness* sebagai

hasil embolisasi, namun ini jarang terjadi. %steoraionecrosis dan atau kebutaan

karena kerusakan saraf mata dapat terjadi dengan radioterapi. ?ati rasa di pipi

sering terjadi dengan insisi 8eber-ferguson.1%

2.13 P!ognosis

erbagai faktor risiko yang berkaitan dengan berulangnya angiofibroma

nasofaring adalah keberadaan tumor di fossa pterigoideus dan basisphenoi , erosi

clivus, perluasan intrakranial, suplai makanan dari arteri karotid interna, usia

muda, dan ada tidaknya sisa tumor. Embolisasi preoperati9e menurunkan angka

Page 11: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 11/26

morbiditas dan kekambuhan )recurrence*. /ata-rata kesembuhan untuk 

 pembedahan primer mendekati 1%%+ dengan reseksi lengkap dari angiofibroma

nasofaring ekstrakranial dan %+ dengan tumor intrakranial. /erata kesembuhan

%+ berhubungan dengan pembedahan kedua jika terjadi kekambuhan.1%

Page 12: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 12/26

BAB III

LAP-AN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

 7ama # Tn. A

0mur # tahun

Alamat # 4ucuk /euduk, Aceh arat

;enis <elamin # Baki-laki

Agama # "slam

Status 4erka8inan # elum menikah

Suku # Aceh

4ekerjaan # 4ekerja tambang batu bara

Tanggal masuk # ' !ebruari %1$

Tanggal 4emeriksaan # 2 ?aret %1$

3.2 ANA%NESIS

a. Kel(/an Uama #

(idung tersumbat sebelah kiri

,. Kel(/an Tam,a/an #

Sulit bernafas, tidur mendengkur, suara sengau

0. iaa pena*i se*a!ang

4asien rujukan dari /umah Sakit di Aceh arat ke /S0DA anda Aceh

dengan keluhan hidung tersumbat. <eluhan ini dirasakan sejak lebih kurang

tahun yang lalu. Dan memberat dalam dua bulan terakhir. (idung tersumbat tidak 

dipengaruhi oleh cuaca maupun perubahan posisi. 4asien juga mengeluhkan

hidung sering sulit mecium bau sesuatu dan sakit kepala karena keluhan tersebut.

(idung berair dan secret berbau disangkal. Dalam bulan terakhir, pasien sering

tidur mendengkur, ini membuat pasien sering terbangun saat tidur karena sulit

 bernafas, namun sesak nafas dan nyeri dada disangkal. Selain itu pasien juga

mengeluhkan sulit menelan, dan suara berubah menjadi sengau dalam satu bulan

terakhir.

d. iaa Pena*i Da/(l(

Disangkal

e. iaa Pena*i Kel(a!ga

Page 13: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 13/26

Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit yang sama.

f. iaa Ke,iasaan Sosial

4asien adalah perokok aktif sejak lebih kurang 3 tahun terakhir dalam 1

hari menghabiskan satu bungkus rokok. 4asien sehari-hari bekerja sebagai pekerja

tambang batu bara.

g. iaa Pengg(naan -,a

4ernah diberi obat untuk hidung tersmbat tetapi pasien lupa nama obatnya.

3.3 PE%EIKSAAN ISIK

1.3 Sa(s Ine!n(s

1. <eadaan 0mum # 4asien tampak sakit sedang

. <esadaran # E2 ?' :$

3. Tekanan Darah # 11%@5% mm(g

2. 7adi # 5' kali@ menit

$. 4ernafasan # 1 kali@menit

'. Suhu # 3',%>

1." Peme!i*saan isi* 

a. <epala # 7ormocephali

b. ?ata # konjungti9a palpebra inferior pucat )-@-*

c. Telinga # Serumen )-@-*

d. (idung # Sekret )-@-*, hiperemis )-@-*

e. Tenggorokan # ?ukosa hiperemis )C*, Sianosis)-*

  Tonsil # (iperemis )-@-*, T1 & T1

S@B # !aring # (iperemis )C* tampak ber8arna

keunguan, arcus faring mendatar )C@C* udem )C@C*4alatum mole terdorong hingga menutupi sebagian

orofaring

f. Le/e!

1. "nspeksi # Simetris

. 4alpasi # T:; )7* /- cm (=.

Page 14: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 14/26

3. 4embesaran <6 # Tidak ada

d. T/o!a4

1. Statis # Simetris, bentuk normochest

. Dinamis # 4ernafasan abdominothorakal,

/etraksi suprasternal )-*, /etraksi intercostals )-*,

Pa!(

 "nspeksi # Simetris, statis, dinamis.

Kanan Ki!i

4alpasi !remitus normal !remitus normal

4erkusi Sonor Sonor  

Auskultasi :esikuler 7ormal

/onchi )-*,8heeing )-*

:esikuler 7ormal

/onchi )-*,8heeing )-*

Jan(ng

1. "nspeksi # "ctus cordis tidak terlihat

. 4alpasi # "ctus cordis teraba di "ntercostal : 1 jari lateral dari Binea

?idcla9icula Sinistra.

3. 4erkusi # Atas # "ntercostal """ ?idcla9icula Sinistra

  <iri # "ntercostal : Binea ?idcla9icula Sinistra

  <anan # "ntercostal : Binea 4arasternal Detra

2. Auskultasi # ; " F ; "" kesan normal, regular, bising )-*.

e. A,domen

1. "nspeksi # Simetris, distensi )C*, tumor)-*, 9ena collateral)-*

. 4alpasi # 7yeri tekan)-* organomegali )-*

3. 4erkusi # Timpani

2. Auskultasi # 4eristaltik normal

f. 5enialia6An(s # Tidak diperiksa

g. T(lang Bela*ang # Simetris

/. Kelen7a! Limfe # 4embesaran <6 )-*

i. E*s!emias # Akral hangat

Page 15: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 15/26

S(pe!io! Infe!io!

Kanan Ki!i Kanan Ki!i

Sianosis 8 8 8 8

=edema 8 8 8 8

1.# Peme!i*saan Pen(n7ang

A. Peme!i*saan La,o!ao!i(m

2&6262+1" #6362+1# $6362+1# No!mal

  Da!a/ (in

  (emoglobin 1$,% g@dB 12,$g@dB 1, g@dB 12,%-1,% g@dB

  (ematokrit 22 + 23 + 3 + 2$-$$ +

  Eritrosit $,2.1%2@mm3 $,1.1%2@mm3 2,$.1%2@mm3 2,-',1.1%2@mm3

  Beukosit ',%.1%3@mm3 ',3.1%3@mm3 1,2.1%3@mm3 2,$-1%,$.1%3@mm3

  Trombosit 1$.1%30@B 1$3.1%30@B 13'.1%30@B 1$%-2$%.1%30@B

  Diftell 2@%@1@2@5 3@%@$3@3'@5 %@%@@@$

%9: 5 5%-1%% fB

%9H 5 -31 pg

%9H9 32 3-3' +

Kimia Klini* 

  Ele*!oli

  7atrium 133 mmol@B 13$-12$ mmol@B

  <alium $, mmol@B 3,$-2,$ mmol@B

  <lorida 1% mmol@B %-11% mmol@B

K5DS65DP65D2PP -@'@5 mg@dB G%% mg@Dl

U! $ mg@dl $-'% mg@dl

9! %,' mg@dl %,'-1,1 mg@dl

9T6BT 5H@3H

Page 16: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 16/26

B. Peme!i*saan adiologi

a. 9T8S9AN ;2+6262+1#<• 9T S0an Nasop/a!n4 anpa *on!as

6ambar $. >t scan nasofaring tanpa kontras

Ekspertise #

Tampak gambaran massa pada daerah nasopharyn )fossa rosen muller kana dan

kiri tertutup*

0kuran massa $, ,2 ', cm, batas massa tegas deanga tepi yang tidak rata.

<esimpulan # angiofibrinoma nasopharyn

9T8S9AN nasop/a!n4 dengan *on!as

Page 17: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 17/26

6ambar '. >t scan nasofaring dengan kontrasEkspertise #

Tampak gambaran massa pada daerah nasopharyn )fossa rosen muller kana dan

kiri tertutup*

0kuran massa $, ,2 ', cm, batas massa tegas deanga tepi yang tidak rata.

Dengan pemberian kontras tampak mied contrast enhancement.

<esimpulan # angiofibrinoma nasopharyn

Page 18: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 18/26

1.$ Diagnosa

Diagnosa anding #

1. Angiofibroma 7asopharing elia

. 4olip Angiomatosa3. >a. 7asofaring2. Tumor 4alatum

Diagnosa <erja #

1. Angiofibroma 7asopharing elia

1.& Planning

- /encana operasi Transpalatal

- !oto thora

- <onsul <ardio

- <onsul Anestesi

- >ross match , dan siapkan ' kantong 4/>

1.' Penaala*sanaan

a. P!e -pe!asi

Th@ ":!D /B % gtt@menit

"nj. >efotaime 1 gr@1 jam

,.-pe!asi T!anspalaal anggal $ %a!e 2+1#

Baporan operasi Trakeostomi #

1. 4asien dengan posisi supine, kepala hiperekstensi, bahu diganjal.

. Desinfeksi lapangan operasi dengan betadine dan dibatasi dengan doek steril.

3. Dilakukan infiltrasi anestesi pada jari di atas incisura strernal dengan

lidokain.

2. "nsisi 9ertikal I $ cm )dua jari diatas incisura sternal*.

$. "nsisi diperlebar secara tumpul dan selanjutnya dicari cincin trakea

Page 19: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 19/26

'. Tampak cincin trakea ber8arna putih lalu dilakukan tes udara di trakea

dengan spuit yang berisi 7a>l dan dilakukan aspirasi, keluar gelembung-

gelembung udara.

. "nsisi garis lurus dari cincin trakea 3-2 cm

5. Dimasukkan kanul trakeostomy, balon diisi udara cm

. Suction perdarahan di kanul dan dilakukan penjahitan pada lokasi insisi

operasi.

1%. Tutup dengan perban betadine.

11. 4asang balon trakeostomy.

1. 4asang pita fiksasi.

13. :erban ditutup dengan hipafi.12. Tindakan trakeostomi selesai.

Baporan operasi ekstirpasi Angiofibroma nasofaring dengan teknik Transpatal#

1. 4asien dibaringkan dengan posisi supine, kepala hiperekstensi dengan general

anestesi.. ?elakukan disinfeksi dengan betadine pada daerah hidung dan lainnya

dibatasi dengan doek steril.

3. Dilakukan insisi transpalatal, menembus mukosa oral dan mukosa hidung

mulai dari tepi lateral kanan untuk menyusuri palatum molle sampai ke

sebagian kecil palatum durum.2. Tampak massa kenyal permukaan rata dan ber8arna merah.

$. ?assa dieksterpasi hingga pangkalnya tampak perlengketan massa di atap

nasopharing,control perdarahan.'. Dilakukan penjahitan lapis demi lapis mukosa hidung dan mukosa palatum.

. 4erdarahan die9aluasi perdarahan akut tidak ada

5. =perasi selesai.

,. Pos ope!asi

"nstruksi post operasi #

4uasa ' jam post op@hingga pasien sadar penuh":!D /B $%% gtt@5 jam

"nj. >efotaime 1 gr@1 jam

Page 20: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 20/26

"nj.transamin $%% mg@5 jam"nj.deamethasone $ mg@5 jam selama 3 hari

"nj. /anitidine $% mg@5 jam

"nj. <etorolac 3+ 3%mg@5 jam

etadine kumur 4ertahankan 76T

!ollo8 pasien post operasi#

1. Sabtu@ maret %1$

<0 # keluar darah sedikit dari hidung sebelah kanan, nyeri pada daerah operasi

)C*, badan terasa lemah, terpasang 76T,

S@B # bibir udem, u9ula udem, hecting )C*, palatum hiperemis )C*

Th@ # terapi post operasi diteruskan

. ?inggu@5 ?aret %1$ ) hari "" post op *<0 # saat batuk keluar darah sedikit )C*, nyeri pada daerah operasi )C*, badan

terasa lemah.

Th@ # diteruskan

3. Senin@ maret %1$ )hari """ post op*

<0 # keluar darah sedikit saat batuk )C*, terpasang 76T,

S@B # bibir udem, u9ula udem, hecting )C* palatum, krusta )C*

Th@ # terapi post operasi diteruskan

4@ # susul hasil biopsi

2. /abu @ 11 maret %1$

<0 # keluar darah sedikit saat batuk, nyeri saat batuk )C*

S@B # u9ula ditengah hiperemis )C*, faring tampak sedikit hiperemis,

hecting )C*, palatum hiperemis )C*

Th@ # terapi post operasi diteruskan

 p@ # susul hasil 4A

  esok dekanulisasi di poli T(T, siapkan benang 9icril 3.%, sufratulle,

 pehacain amp

$. <amis @ 1 ?aret %1$

4asien 4; dan dianjurkan cuci hidung di rumah dengan 7a>l fisiologis dan

kontrol 3 hari kemudian tanggal 1' maret %1$ ) hari J" post op *. 4asien kontrol

ke 4oliklinik T(T /S0D ainal Abidin anda Aceh.

Page 21: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 21/26

1.) P!ognosa

 Kou ad 9itam # dubia ad bonam

 Kuo ad functionam # dubia ad bonam

 Kuo ad sanactionam # dubia ad bonam

Page 22: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 22/26

BAB I:

ANALISA %ASALAH

4asien laki-laki usia tahun datang dengan keluhan hidung tersumbat sejak 

tahun lalu dan memberat dalam bulan terakhir. Angiofibroma nasofaring banyak 

dialami terutama remaja putra berusia 12-15 tahun. 0mumnya angiofibroma

nasofaring terjadi pada dekade kedua kehidupan, tepatnya pada rentang usia -1

tahun. Angiofibroma nasofaring jarang terjadi setelah usia $ tahun.

Diagnosis pada penyakit ini biasanya dapat ditegakkan berdasakan gejala

klinis. Dimana gejala yang paling sering ditemukan adalah hidung tersumbat yang

 progresif dan epistaksis berulang yang masif. Adanya obstruksi hidung ini

memudahkan terjadinya penimbunan sekret, sehingga timbul rinorea kronis yangdiikuti oleh gangguan penciuman. erdasarkan patogenesisnya, tumor pertama kali

tumbuh diba8ah mukosa ditepi sebelah posterior dan lateral koana diatap nasofaring.

Tumor akan tumbuh besar diba8ah mukosa, sepanjang atap nasofaring, mencapai tepi

 posterior septum dan meluas kearah ba8ah mebentuk tonjolan massa diatap rongga

hidung posterior. 4erluasan kearah posterior akan mengisi rongga hidung, mendorong

septum kearah kontralateral dan memipihkan konka.

<eluhan lain berupa sering pilek, sakit kepala, gangguan pendengaran, suara

sengau, gangguan penghidu, deformitas 8ajah atau pembengkakan pipi, proptosis,

dan benjolan pada langit-langit termasuk gejala yang jarang.

4ada pemeriksaan rhinoskopi anterior didapatkan mukosa hidung merah

muda, ca9um nasi lapang, sekret tidak ada, hipertropi konka tidak ada dan tidak 

ditemukan sekret. 4ada pemeriksaan orofaring didapatkan mukosa hiperemis, faring

hiperemis, tampak ber8arna keunguan, arcus faring mendatar, palatum terdorong

hingga menutupi sebagian orofaring. (al ini sesuai seperti teori yang menyebutkan

 bah8a pada pemeriksaan rhinoskopi posterior akan terlihat massa tumor yang

konsistensinya kenyal, 8arnanya ber9ariasi dari abu-abu sampai merah muda.

Sedangkan bagian yang meluas ke luar nasofaring ber8arna putih atau abu-abu. 4ada

usia muda 8arnanya merah muda, pada usia lebih tua 8arnanya kebiruan, karena

Page 23: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 23/26

lebih banyak komponen fibromanya. ?ukosanya mengalami hiper9askularisasi dan

tidak jarang ditemukan adanya ulserasi.

Dari gambaran pemeriksaan >T scan nasofaring tanpa kontras didapat tampak 

gambaran massa di daerah nasofaring )fossa rosenmuller kanan dan kiri tertutup*

dengan ukuran massa $,,2', cm, dengan batas massa tegas, dengan tepi yang

tidak rata. 4ada >T scan kontras nasofaring didapatkan mi"e &ontras enhancement .

4ada literatur menyatakan bah8a, pemeriksaan radiologi memegang peranan

 penting dalam diagnosis, penentuan stadium, penatalaksanaan, dan dapat

menunjukkan perluasan tumor primer, khususnya dalam menilai in9asi sphenoid

karena merupakan tempat utama terjadinya kekambuhan. >T scan merupakan

 pemeriksaan sebelum operasi yang paling penting karena dapat menunjukkan

destruksi struktur tulang dan pelebaran foramen dan fisura pada basis kranii akibat

 penyebaran tumor. >T scan dan ?/"  juvenile angiofibroma nasofaring  menunjukkan

massa inhomogen yang timbul dari ruang mukosa atau submukosa nasofaring, dengan

 penyangatan yang kuat dan homogen disertai erosi basis kranii atau perluasan

intrakranial. <eterlibatan tulang dan penyebaran tumor paling baik dilihat pada

 potongan aksial atau koronal irisan tipis. 4ada gambaran didapatkan massa

nasofaring, penonjolan ke anterior dari dinding posterior sinus maksilaris ) Holman- Miller sign* dengan massa di fossa pterigopalatina, pelebaran foramen

sphenopalatina, opasitas di sinus paranasal, erosi tulang sphenoid dengan massa di

sinus, erosi palatum durum, erosi dinding medial sinus maksilaris, de9iasi septum

nasi, dan perluasan intrakranial.$,'

4ada pasien ini dilakukan terapi pembedahan berupa teknik transpalatal. (al ini

dipilih karena tumor lebih meluas ke daerah palatum, dan tumor msih terbatas pada

daerah nasofaring, rongga hidung dan sinus sphenoid. eberapa pendekatan yang

digunakan tergantung dari lokasi dan perluasan angiofibroma nasofaring. Dalam

kepustakaan dikatakan bah8a pemilihan pendekatan operasi pada kasus penyakit ini

umumnya berdasarkan lokasi dan besar tumor, perluasan tumor kejaringan sekitar,

usia dan keadaan umum pasien, keberhasilan tindakan embolisasi sebelum

Page 24: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 24/26

 pembedahan serta pengalaman ahli bedah. /ute rinotomi lateral, transpalatal,

transmaksila, atau  sphenoethmoial   digunakan untuk tumor-tumor yang kecil

)klasifikasi fisch stadium " atau ""*. 4endekatan fossa infratemporal digunakan ketika

tumor telah meluas ke lateral. 4endekatan mifacial egloving , dengan atau tanpa

osteotomi lefort, memperbaiki akses posterior terhadap tumor. 4endekatan translokasi

8ajah dikombinasikan dengan insisi 8eber-ferguson dan perluasan koronal untuk 

kraniotomi frontotemporal dengan miface osteotomies  untuk jalan masuk.

4endekatan e"tene anterior subcranial  memudahkan pemotongan tumor sekaligus

)en bloc*, dekompresi saraf mata, dan pembukaan sinus ka9ernosus.  $ntranasal 

enoscopic surgery dipersiapkan untuk tumor yang terbatas pada rongga hidung dan

sinus paranasal.

,1%

 

Page 25: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 25/26

BAB :

KESI%PULAN

Telah dilaporkan satu kasus angiofibroma nasofaring belia pada seorang laki-

laki usia % tahun yang ditegakan diagnose berdasarkan pemeriksaan fisik dan

4emeriksaan >t-scan nasofaring kontras dan tanpa kontras, dan telah dilakukan

tindakan operasi transpalatal dengan hasil yang baik.

ersadarkan S<D" %1 kasus angiofibroma nasofaring belia merupakan

kompetensi bagi dokter umum. Dimana diharapkan dokter umum mampu

mengenal gejala dari angiofibroma nasofaring belia sehingga dapat merujuk kepada

ahlinya sesegera mungkin. Dimana pada tingkat kemampuan ini dokter umum

diharapkan mampu membuat diagnosis klinis terhadap penyakit tersebut dan

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Bulusan

dokter juga mampu menindak lanjuti sesudah kembali dari rujukan.

DATA PUSTAKA

Page 26: lapkas

7/21/2019 lapkas

http://slidepdf.com/reader/full/lapkas-56da464ec7689 26/26

1. A9erdi /, 0mar SD. Angiofibroma 7asofaring elia. Dalam # Efiaty AS, 7urbaiti ".

2. /oein A, Dharmabakti 0S. Angiofibroma 7asofaring elia. Dalam# SoepardiEA, "skandar 7, ed. uku Ajar "lmu <esehatan Telinga (idung Tenggorok 

<epala Beher. Edisi kelima. ;akarta. !akultas kedokteran 0ni9ersitas "ndonesia

%%

3. Te8fik TB. ;u9enile 7asopharyngeal Angiofibroma. A9ailable from 0/B #

http#@@888.emedicine.com@ent@topic2%.htm

". Adams 6B, et al. oies & uku Ajar 4enyakit T(T. Edisi '. ;akarta # 4enerbit

uku <edokteran E6>, 1.

#.   Sadeghi 7. Sinonasal 4apillomas, Treatment. A9ailable from 0/B #

http#@@888.emedicine.com@ent@topic$.htm 

$. Doenges, ?arilynn E. /encana Asuhan <epera8atan # 4edoman untuk 4erencanaan dan pendokumentasian 4era8atan 4asien. Alih bahasa " ?ade

<ariasa. Ed. 3. ;akarta # E6>1

&. Efiaty Arsyad Soepardi L 7urbaiti "skandar.  'u&u jar $lmu esehatan *

+elinga Hiung +enggoro& epala ,eher. ;akarta # alai 4enerbit !<0" %%1

'. /. Sjamsuhidajat LMim de jong. 'u&u jar $lmu 'eah. Edisi re9isi. ;akarta #

E6> 1

). Smelter Suanne >.  'u&u jar eperawatan Mei&al 'eah 'runner uarth. Alih bahasa Agung Maluyo, dkk. Editor ?onica Ester, dkk. Ed. 5.

;akarta # E6> %%1

1+. Te8fik TB. ;u9enil 7asopharyngeal Angiofibroma. A9ailable from 0/B

http#@@888.emedicine.com@ent@topic2%.htm

11. Elsheikh E. 7asopharyngeal angiofibroma. A9ailable from 0/B#

http#@@[email protected]