lapsus dr.aya,spbp revisi
DESCRIPTION
55Scottish Intercollegiate Guidelines NetworkManagement of DiabetesA national clinical guideline1 Introduction 12 Children and young people with diabetes 33 Lifestyle management 74 Management of diabetic cardiovascular disease 145 Management of diabetic nephropathy 206 Prevention of visual impairment 247 Management of diabetic foot disease 298 Management of diabetes in pregnancy 349 Development of the guideline 39References 42Abbreviations 50November 2001KEY TO EVIDENCE STATEMENTS AND GRADES OF RECOMMENDATIONSLEVELS OF EVIDENCE1++ High quality meta-analyses, systematic reviews of RCTs, or RCTs with a verylow risk of bias1+ Well-conducted meta-analyses, systematic reviews, or RCTs with a low risk of bias1 - Meta-analyses, systematic reviews, or RCTs with a high risk of bias2++ High quality systematic reviews of case control or cohort studiesHigh quality case control or cohort studies with a very low risk of confounding or biasand a high probability that the relationship is causal2+ Well-conducted case control or cohort studies with a low risk of confounding or biasand a moderate probability that the relationship is causal2 - Case control or cohort studies with a high risk of confounding or biasand a significant risk that the relationship is not causal3 Non-analytic studies, e.g. case reports, case series4 Expert opinionGRADES OF RECOMMENDATIONA At least one meta-analysis, systematic review, or RCT rated as 1++and directly applicable to the target population; orA body of evidence consisting principally of studies rated as 1+, directly applicable tothe target population, and demonstrating overall consistency of resultsB A body of evidence including studies rated as 2++, directly applicable to the targetpopulation, and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 1++ or 1+C A body of evidence including studies rated as 2+, directly applicable to the targetpopulation and demonstrating overall consistency of results; orExtrapolated evidence from studies rated as 2++D Evidence level 3 or 4; orExtrapolated evidence from studies rated as 2+GOOD PRACTICE POINTSþ Recommended best practice based on the clinical experience of the guidelinedevelopment groupScottish Intercollegiate Guidelines NetworkManagement of DiabetesThis guideline is dedicated to the memoryof SIGNs founding chairman,Professor Jim Petrie, CBE.It was Jims insight which recognised the importance of aprofessionally-led national clinical guideline programme forScotland; his energy, commitment and the irresistible force ofhis personality which nurtured SIGN to fruition; and hisrigorous, challenging intellect which steered its developmentinto the nationally and internationally respected organisationit is today. Amongst his innumerable achievements, bothpersonal and professional, we hope that SIGN will stand asa lasting tribute to Jims memory.Jim was an inspirational leader, a wise teacher, and trustedfriend to everyone in SIGN. He is greatly missed. But we arethankful that we had the great good fortune to know Jim; andwe will continue his work to improve the quality ofhealth care for patients in Scotland and worldwide.November 2001S I G N© Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2001ISBN 1 899893 82 2First published 2001SIGN consents to the photocopying of this guidelinefor the purpose of implementation in NHS ScotlandSIGN ExecutiveRoyal College of Physicians9 Queen StreetEdinburgh EH2 1JQwww.sign.ac.uk11 Introduction1.1 BACKGROUNDDiabetes mellitus is a major and increasing health problem in all age groups in Scotland. DiabetesUK estimates that of a population of 5.2 million in Scotland in the year 2000, 122,900 peoplehad confirmed diabetes mellitus and a further 87,100 were undiagnosed, giving a total of 210,000people with diabetes. Accurate national prevalTRANSCRIPT
-
1
TUGAS LAPSUS
FLEXION CONTRACTURE DIGITI 2,3,4,5 PEDIS SINISTRA
OLEH :
Ayu Miftakhun Nikmah
H1A 010 010
SUPERVISOR:
dr. Badriyatut Dini, Sp.BP
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSU PROVINSI NTB
2015
-
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kontraksi merupakan suatu proses yang normal pada proses penyembuhan
luka, sedangkan kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari
suatu kontraksi. Kontraktur merupakan kontraksi yang menetap dari kulit dan atau
jaringan dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak.
Kelainan ini disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka,
kelainan bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai
adalah akibat luka bakar.
Banyaknya kasus penderita yang mengalami kontraktur dikarenakan
kurangnya disiplin penderita sendiri untuk sedini mungkin melakukan mobilisasi
dan kurangnya pengetahuan tenaga medis untuk memberikan terapi pengegahan,
seperti perawatan luka, pencegahan infeksi, proper positioning dan mencegah
immobilisasi yang lama. Efek kontraktur menyebabkan terjadinya gangguan
fungsional, gangguan mobilisasi dan gangguan aktifitas kehidupan sehari-hari.
-
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Kontraktur
Kontraktur didefinisikan sebagai pengikatan permanen kulit yang
dapat mempengaruhi otot dan tendon yang berada dibawahnya yang akan
membatasi ruang gerak (range of motion), serta kemungkinan defek maupun
degenerasi saraf di daerah tersebut (Adu, 2011). Keterbatasan ruang gerak
sendi karena kerusakan yang bersifat anatomis, fisiologis, maupun neurologis
dapat berakibat pada pemendekan jaringan ikat sekitar sendi tersebut.
Kontraktur terjadi ketika jaringan ikat normal yang bersifat elastis digantikan
oleh jaringan fibrous yang tidak elastis (Perdanakusuma, 2009). Keterbatasan
gerakan yang terjadi dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang bersifat
multipel dan komplikatif secara medis. Namun pada umumnya sebagian besar
restriksi pada sendi ditandai oleh pemendekan jaringan ikat sendi dan bersifat
reversibel jika mendapat perawatan yang tepat. Untuk merencanakan
perawatan yang efektif harus diperhatikan bahwa pemendekan jaringan ikat
sendi bukan merupakan penyebab dari kontraktur, tetapi lebih merupakan
konsekuensi lanjutan dari etiologi perimernya (Ledbetter, 2010).
B. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka
kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi (Adu, 2011) :
1. Kontraktur dermatogen atau dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal
tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas misalnya
pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue dalam kecelakaan dan
infeksi.
2. Kontraktur tendogen atau myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon. Dapat
terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat dan atropi,
misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang luas, trauma,
penyakit degenerasi dan inflamasi.
-
4
3. Kontraktur Arthrogen .
Kontraktur yang terjadi karena proses didalam sendi-sendi, proses ini
bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai akibat
immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi gangguan
pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada bursitis, tendinitis,
penyakit kongenital dan nyeri.
Klasifikasi kontraktur berdasarkan derajat keparahan (Adu, 2011):
1) I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang lingkup
gerak maupun fungsi.
2) II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit penurunan
fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara signifikan,
tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur normal
pada daerah yang terkena.
4) IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.
C. Penyebab
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi:
posisi anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis
tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global
maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar dapat
meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang (Schneider et al, 2006). Semua faktor
ini berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar. Berbagai hal
yang dapat menyebabkan kontraktur adalah sebagai berikut (Adu, 2011):
1. Trauma suhu
2. Trauma zat kimia
3. Trauma elektrik
4. Post-trauma (Volkmanns)
5. Infeksi ulkus buruli
6. Idiopatik (Dupuytrens)
7. Kongenital (camptodactyly)
-
5
D. Proses penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka sangat mempengaruhi terjadinya sikatrik dan
jaringan yang menyebabkan kontraktur, untuk itu perlu diingat kembali fase-fase
penyembuhan luka (Kumar, 2007).
1. Fase Inflamasi
Biasanya berlangsung mulai hari pertama luka sampai hari kelima. Fase ini
bertujuan menghilangkan mikroorganisme yang masuk kedalam luka, benda--
benda asing dan jaringan mati. Semakin hebat infamasi yang terjadi makin lama
fase ini berlangsung, karena terlebih dulu terjadi eksudasi yang diikuti
penghancuran dan resorpsi sebelum fase proliferasi dimulai (Kumar, 2007).
Fase ini mempunyai 3 komponen, yaitu (Kumar, 2007) :
a. Komponen vaskuler
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan
tubuh berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi dan retraksi ujung
pembuluh darah. Sel mast dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan
histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi eksudasi
cairan, penyebuhan sel radang disertai vasodilatasi lokal yang menyebabkan
udem.
b. Komponen hemostatik
Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling
melengket dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk pembekukan darah.
c. Komponen selluler
Aktivitas seluler yang terjadi adalah pergerakan leukosit menembus dinding
pembuluh darah (diapedesis) menuju luka karena daya kemotaksis. Leukosit
mengeluarkan enzim hidrolitik yang membantu mencerna bakteri dan kotoran
luka. Limfosit dan monosit yang kemudian muncul ikut memakan dan
menghancurkan kotoran luka dan bakteri.
2. Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah
proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai
kira kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum
berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin
-
6
yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka.
Fase proliferasi mempunyai 3 komponen, yaitu (Kumar, 2007) :
a. Komponen epitelisasi
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah
mengisi permukaan luka, kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses
mitosis. Proses migrasi hanya dapat terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar.
Proses ini berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh
permukaan luka.
b. Komponen kontraksi luka
Kontraksi luka disebut juga pertumbuhan intussuseptif, tujuan utama adalah
penutupan luka atau memperkecil permukaan luka. Proses terjadinya kontraksi
luka ini berhubungan erat dengan proses fibroplastik. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
aminoglisin dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang akan
mempertautkan luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian
diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengkerut. Sifat ini bersamaan
dengan sitat kontraktil miofibroblast menyebabkan tarikan pada tepi luka.
c. Reparasi jaringan ikat
Luka dipenuhi sel radang, fibroblast dan kolagen yang disertai dengan adanya
peningkatan vaskularisasi karena proses angiogenesis membentuk jaringan
berwarna kemerahan dengan permukaan berdungkul halus yang disebut jaringan
granulasi.
3. Fase remodeling
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali
jaringan yang berlebihan. Fase ini dimulai akhir minggu ketiga sampai berbulan
bulan dan dinyatakan berakhir jika tanda radang sudah menghilang. Udem dan sel
radang diserap, sel mudah menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap,
kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan
yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis dan lemas
serta mudah digerakkan dari dasar. Pada akhir fase ini perupaan luka kulit mampu
menahan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira-
kira 3-6 bulan setelah penyembuhan.
-
7
E. Patofisiologi
Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui
namun banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif kulit
tersebut. Terbentuknya kontraktur biasanya diawali dengan perawatan luka yang
salah dan immobilisasi. Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi
memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabutotot dan jaringan ikat
akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur sendi. Otot yang
dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan mengakibatkan pemendekan parut
otot yang menyebabkan kontraksi jaringan kolagen dan pengurangan jaringan
sarkomer otot. Bila posisi ini berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat
sekitar sendidan otot akan menebal menyebabkan kontraktur (Adu, 2011).
F. Prevensi Kontraktur
Kontraktur dapat dicegah dari penyebab awal mulanya. Kontraktur banyak
disebabkan akibat luka bakar. Pencegahan luka bakar dibagi menjadi pencegahan
primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer bertujuan untuk menurunkan
insidensi luka bakar melalui cara memasak yang aman, pemadam kebakaran, dan
edukasi tentang zat yang menyebabkan trauma panas di sekolah atau komunitas.
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menurunkan beratnya luka bakar melalui
edukasi terhadap pertolongan pertama. Pencegahan tersier bertujuan untuk
mengurangi mortalitas dan morbiditas terhadap luka bakar (Schwarz, 2007).
Terdapat dua kunci penting dalam pencegahan kontraktur. Hal pertama
adalah area yang terbakar dibidai pada posisi anatomis dan berlatih maksimal
lingkup gerak sendi tiap persendian. Perkembangan bidai selama lima belas tahun
terakhir berkontribusi terhadap penurunan kejadian kontraktur dan hal ini semakin
dikembangkan (Schwarz, 2007). Secara umum terdapat berbagai cara pencegahan
kontraktur, yaitu (Procter, 2010):
1. Posisi yang mencegah kontraktur
Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari pertama
sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini penting karena dapat
mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang lingkup gerak sebagai
akibat dari parut jaringan. Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh,
-
8
risiko kontraktur akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur berdasarkan luka bakar adalah sebagai berikut (Procter, 2010):
a. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher, dagu ditarik ke
arah dada, kontur leher menghilang sedangkan posisi yang mencegah terjadinya
kontraktur adalah ekstensi leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik
leher. Kepala dimiringkan bila posisi duduk (Procter, 2010).
Gambar 2.1. Kontraktur pada Leher Depan
Gambar 2.2. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
b. Leher belakang
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi leher dan
pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah duduk dengan posisi leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di
belakang kepala (Procter, 2010).
-
9
Gambar 2.3. Kontraktur pada leher belakang
Gambar 2.4. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya abduksi dan
juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada sedangkan posisi yang
mencegah terjadinya fraktur adalah berbaring dan duduk lengan abduksi 900
ditopang dengan menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan
(Procter, 2010).
Gambar 2.5. Kontraktur pada aksila
-
10
Gambar 2.6. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku sedangkan posisi
yang mencegah terjadinya fraktur adalah ekstensi siku (Procter, 2010).
Gambar 2.7. Kontraktur pada siku
Gambar 2.8. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
e. Punggung tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah hiperekstensi
metacarpalphalangeal (MCP), fleksi interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan
fleksi pergelangan tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi MCP 60-70
derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari (Procter, 2010).
-
11
Gambar 2.9. Kontraktur pada punggung tangan
Gambar 2.10. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur pada
punggung tangan
f. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan fleksi jari-jari
tangan, telapak tangan ditarik ke dalam sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP,
ekstensi dan abduksi jari-jari tangan (Procter, 2010).
Gambar 2.11. Kontraktur pada telapak tangan
-
12
Gambar 2.12. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur pada telapak
tangan
Prinsip perawatan luka pada jari-jari tangan untuk mencegah terjadinya
syndactyl adalah dengan melakukan perawatan balut luka pada jari dengan
memisahkan jari-jari tersebut atau dengan membalutan dengan satu persatu jari.
Hal ini dilakuakan untu menghindari penempelan pada luka sehingga
penyembuhan luka tidak terjadi pertumbuhan jaringan kulit baru pada sela sela
jari (Ledbetter, 2010).
Gambar 2.13. Pembalutan luka pada jari
g. Groin
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan adduksi pangkal
paha sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah berbaring
tengkurap dengan ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan posisi ekstensi tungkai,
tanpa bantal di bawah lutut (Procter, 2010).
Gambar 2.14. Posisi yang menyebabkan
kontraktur
-
13
Gambar 2.15. Posisi yang Mencegah Terjadinya Kontraktur
h. Belakang lutut
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut sedangkan
posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi tungkai pada saat
berbaring dan duduk (Procter, 2010).
Gambar 2.16. Kontraktur pada belakang lutut
Gambar 2.17. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
-
14
i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah yang berbeda-
beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal ini dapat mengakibatkan mobilitas
yang tidak normal. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah
pergelangan kaki diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan
menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika pasien dalam keadaan
duduk maka posisi kakinya datar di lantai (Procter, 2010).
Gambar 2.18. Kontraktur pada Kaki
Gambar 2.19. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk ketiakmampuan
untuk membuka maupun menutup mulut dengan sempurna, ketidakmampuan
menutup mata dengan sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi wajah dan
peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat dimasukkan ke dalam mulut untuk
melawan kontraktur mulut (Procter, 2010).
-
15
Gambar 2.20. Posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
2. Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur dan
merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program rehabilitasi komprehensif.
Pembidaian membantu mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur
terutama terhadap pasien yang mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau
dengan area luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan kontraktur
saja tidak cukup (Procter, 2010).
Pembidaian dilakukan dengan posisi yang diregangkan sehingga
memberikan suatu latihan peregangan awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya
berkontraksi namun juga mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan
selaput atau anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai
membantu merenovasi jaringan parut karena membentuk dan mempertahankan
kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya modalitas terapeutik yang tersedia dan
berlaku yang dapat mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat
menimbulkan remodeling jaringan (Procter, 2010).
Bidai dapat dibuat dari berbagai macam bahan. Bahan yang ideal adalah
yang memiliki temperature rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan
kembali kemudian juga sesuai dengan kontur.
-
16
Gambar 2.21. Contoh Pembidaian
3. Peregangan dan mobilisasi awal
Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan beberapa
kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik dari tim medis maupun
keluarganya untuk mencapai pergerakan yang penuh terutama untuk anak-anak
yang memerluka perhatian yang lebih dari orang tua. Pasien luka bakar sering
merasa kehilangan rasa dan kemampuan untuk beraktivitas secara normal.
Aktivitas sehari-hari seperti makan, mandi sangat penting untuk melatih pasien
dapat hidup mandiri (Procter, 2010).
4. Pijat dan pemberian moisturiser
Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari penatalaksanaan
luka parut meskipun mekanisme efeknya belum begitu diketahui. Hal yang dapat
dilakukan adalah (Procter, 2010):
a. Luka sering kehilangan kelembaban tergantung dari dalamnya luka dan
sejauh kerusakan struktur kulit. Luka tersebut dapat menjadi sangat kering
dan menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan retak dan
pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau minyak tanpa parfum
pada bagian teratas parut dapat melembutkan sehingga pasien merasa lebih
nyaman dan untuk mengurangi gatal.
b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan pijatan kuat
dan dalam menggunakan ibujari atau ujung jari untuk mengurangi
kelebihan cairan pada tempat tersebut.
c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali dibandingkan
dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam dengan pola sedikit memutar
dapat meningkatkan kesegarisan luka parut.
-
17
5. Terapi tekanan
Terapi tekanan adalah modalitas primer dalam penatalaksanaan parut
akibat luka bakar meskipun efektivitas klinis secara sains masih belum terbukti.
Pemberian tekanan pada area luka bakar diduga dapat mengurangi parut dengan
mempercepat maturasi parut dan mendorong reorientasi terbentuknya serta
kolagen. Pola parallel yang bertentangan dengan pola luka yang berputar pada
parut. Mekanisme yang diduga adalah pemberian tekanan dapat menciptakan
hipoksia lokal pada jaringan parut sehingga mereduksi aliran darah yang
sebelumnya hipervaskuler pada luka parut. Hal ini mengakibatkan menurunnya
influks kolagen dan penurunan pembentukan jaringan parut. Sesegera setelah luka
menjadi tertutup dan dapat menerima tekanan, pasien menggunakan pakaian
tekanan (Procter, 2010).
G. Penatalaksanaan Kontraktur
1. Pembebasan kontraktur
Pembebasan kontraktur yang tuntas harus dilakukan dengan mencegah
kerusakan berbagai struktur penting seperti arteri, saraf, tendon, dan lain-lain.
Insisi dimulai di pada lintasan ketegangan yang maksimal yaitu daerah yang
paling kencang. Titik ini biasanya berlawanan dengan garis persendian. Insisi
diperdalam sampai jaringan yang tidak ada parutnya. Z-Plasty Adalah tindakan
operasi yang bertujuan untuk memperpanjang garis luka, sehingga dapat
mencegah terjadinya kontraktur terutama pada persendian. Tindakan ini dilakukan
dengan cara melakukan transposisi flap sehingga didapatkan garis luka yang lebih
panjang (Ogawa R, 2012).
Metode Z-plasti adalah suatu teknik operasi untuk memperbaiki skar dan
kontraktur. Pada metode ini, kulit di sekitar jaringan parut akan dibuat flap dalam
bentuk segitiga-segitiga kecil yang biasanya mengikuti bentuk huruf Z. teknik
yang dipilih disesuaikan dengan bentuk jaringan parut yang ada. Kemudian flap
dijahit kembali sesuai garis dan lipatan asli kulit. Jaringan skar yang baru biasanya
akan tampak lebih samara. Metode Z-plasti berguna pula mengurangi tekanan
pada jaringan yang terjadi kontraktur (Ledbetter, 2010).
-
18
Gambar 2.21. Metode Z-plasti
2. Penutupan kulit
Penutupan dengan menggunakan skin grafts atau skin flap. Umumnya area
dibuangnya setelah dibuangnya jaringan kontraktur akan ditutup dengan
menggunakan skin grafts. Penutupan menggunakan flap digunakan pada situasi
yang khusus. Lapisan grafts diusahakan dibuat luas dengan menggunakan tautan.
a. Skin flap (Pedicle Flap)
Suatu teknik operasi untuk dapat memperbaiki skar dan kontraktur dimana kulit
dan subkutan dll dipindah dari suatu bagian badan ke bagian badan yang lain
dengan suatu pedicle vascular.
Design flap harus memperhatikan :
Supply vaskuler
Daerah jangkauannya
Arah putar rotasi
Ikut sertanya fascia profunda yang kaya pembuluh darah
Macam-macam:
a. Random Flap
Misal: Z-plasti, advancement flap, rotation flap, transpotition, interpolation.
-
19
b. Axial Flap
Vaskularisasi langsung dari pembuluh darah arteri kulit. Panjang flap tergantung
daerah vaskularisasi arteri. Misal: Forehead flap, deltopectoral flap, inguinal flap.
c. Musculocutaneus Flap
Pedicle vascular di dalam otot-otot tertentu (perlu tahu vascularisasi otot-otot
tertentu)
d. Free Flap
Flap kulit/musculocutaneus dilepaskan dari vaskularisasinya disambungkan
kembali pada pembuluh darah resipien.
Tipe-tipe skin flap menurut lokasi:
1. Lokal
a. Flap yang diputar pada titik poros (Pivot Point)
Rotation flap/ pemutaran
Transpotition flap/ pemindahan
Interpotition flap/ penyisipan
b. Advancement Flap/Pemajuan
Simple
V-Y
Bipedicle
2. Jauh
a. Direct (langsung): dari donor defek
Trunk: abdominal, groin manus
Extr. superior: cross arm flap muka
Cross finger flap jari-jari
Extr. Inferior: Cross leg flap
b. Indirect (tidak langsung)
Donor (tube) pergelangan tangan defek muka
Leher (tube) hidung, bibir, auricular
Extr. Inferior (tube paha) tibia anterior
-
20
2. Skin Graf
Skin graft merupakan suatu tindakan pembedahan dimana dilakukan
pemindahan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari suatu daerah asal (donor)
tanpa disertai vaskularisasinya kedaerah lainnya (resipien) untuk menutupi suatu
defek. Pada prosedur skin graft, jaringan kulit diambil dari bagian yang sehat
kemudian ditransplantasikan ke bagian tubuh yang terkena jejas. Jaringan kulit
yang diambil yaitu segmen epidermis dan dermis dipisah sempurna dari blood
supply donor sebelum ditanam di daerah lain tubuh (resipien) (Ogawa R. 2012).
Metode skin graft tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan, karena
sering kali struktur dan warna jaringan kulit yang ditransplantasikan berbeda
dengan jaringan kulit di sekitarnya. Area kulit yang diambil untuk skin graft
biasanya juga akan digantikan oleh jaringan parut, tetapi skin graft dapat
mengembalikan fungsi kulit dengan baik (Sjamsuhidajat, 2007).
Macam-macam skin graft:
1. STSG (Split Thickness Skin Graft/Tandur Alih Kulit Sebagian)
Jenis-jenis:
a. Thin Split Thickness Graft (tipis). Ketebalan kulit 0,008-0,012 mm,
terdiri dari epidermis dan bagian lapisan dermis.
-
21
b. Medium (tebal kulit sedang). Ketebalan kulit 0,012-0,018 mm, terdiri
dari epidermis dan bagian dermis.
c. Thick split Thickness Graft (tebal). ketebalan kulit 0,018-0,030 mm,
terdiri dari epidermis dan bagian dermis
STSG diindikasikan untuk menutup defek kulit yang luas. STSG
digunakan pada saat kosmetik tidak menjadi pertimbangan utama atau jika ukuran
defek terlalu luas sehingga tidak dapat dilakukan FTSG. Penggunaan lainnya
untuk menutup ulkus kulit yang kronik yang tidak sembuh-sembuh serta menutup
menutup daerah luka akibat luka bakar yang bertujuan untuk mengurangi tubuh
kehilangan cairan. Kontraindikasi penggunaan STSG yaitu tidak digunakan jika
dari segi kosmetik sangat diperhatikan seperti daerah wajah atau leher
(Sjamsuhidajat, 2007).
A. Keuntungan dari STSG yaitu :
Kemungkinan take lebih besar
Dapat dipakai untuk menutup defek yang luas
Donor dapat diambil dari daerah tubuh mana saja
Daerah donor dapat sembuh sendiri/reepitelisasi
B. Kerugian dari STSG yaitu :
Mempunyai kecendrungan kontraksi lebih besar
Memiliki kecenderungan terjadi perubahan warna
Permukaan kulit mengkilat
Secara estetik kurang baik
C. Keuntungan dari penggunaan Thin STSG yaitu :
Vaskularisasi lebih mudah terjadi dan transplatasi lebih bertahan lama
Penyembuhan daerah donor lebih cepat terjadi dan bisa digunakan kembali
dalam waktu singkat, sekitar tujuh sampai sepuluh hari.
D. Kerugian dari penggunaan Thin STSG yaitu :
Kecendrungan untuk terjadi kontraksi lebih besar
Kurang menyamai tekstur kulit asli
E. Keuntungan Thick STSG yaitu :
Lebih sedikit terjadi kontraksi, lebih tahan terhadap trauma
Lebih menyamai seperti kulit normal
-
22
F. Kerugian dati Thick STSG yaitu :
Vaskularisasi lebih sedikit
Penyembuhan daerah donor lebih lambat, sekitar sepuluh sampai delapan
belas hari
Untuk mengambil STSG dari tempat donor dilakukan dengan menggunakan :
Pisau/Blade : semua pisau yang tajam, tipis dan rata
Pisau khusus : ketebalan graft yang diambil dapat diatur dan merata
(Humby, Braithwaite, Bodenham, Watson )
Dermatome : Dermatome tangan, dermatome listrik dan tekanan udara
Gambar 2.21. Pengambilan kulit untuk skin graft
2. FTSG (Full Thickness Skin Graft/Tandur Kulit Seluruh Tebal)
Full Thickness Skin Graft (FTSG) merupakan skin graft yang menyertakan
seluruh bagian dari dermis. Karena komponen dermis dipertahankan selama
proses graft, karakteristik kulit normal dapat terjaga setelah proses graft selesai.
Hal ini disebabkan karena jumlah kolagen, pembuluh darah dermis, serta
komponen epitelial yang lebih banyak jika dibandingkan dengan Split Thickness
Skin Graft (STSG) (Sjamsuhidajat, 2007).
FTSG jarang digunakan dalam penanganan luka bakar yang baru. Hal ini
disebabkan FTSG cukup membebani jaringan resipien karena memerlukan
vaskularisasi yang cukup banyak dan adanya kontaminasi bakteri. Indikasinya
terbatas pada luka bakar yang kecil dan berbatas tegas yang memiliki fungsi
cukup penting misalnya wajah dan jari-jari tangan (Ogawa R. 2012).
-
23
Sifat-sifat:
Mendekati tekstur kulit normal meliputi: tekstur/kelenturan, warna,
pertumbuhan rambut, retraksi kulit lebih sedikit.
Donor:
o Makin dekat resipien sifat makin mirip
o Paling sering dipakai: retro auricular, supra clavicular, lengan atas
sebelah dalam, lipat paha (inguinal), abdomen bagian bawah.
Keuntungan dari penggunaan FTSG yaitu :
Kecendrungan untuk terjadinya kontraksi lebih kecil
Kecendrungan untuk terjadinya berubah warna lebih kecil
Kecendrungan permukaan kulit mengkilat lebih kecil
Secara estetik lebih baik dari STSG
Kerugian dari penggunaan FTSG yaitu :
Kemungkinan take lebih kecil dibanding dengan STSG
Hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas
Donor harus dijahit atau ditutup oleh STSG bila luka donor agak luas
sehingga tidak dapat ditutup primer
Donor terbatas pada tempat-tempat tertentu
Alat-alat Skin Graft
Alternating current (AC) Weck Knives
Graft-meshing machine Davol dermatome
-
24
-
25
BAB III
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. LH
Usia : 31 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Gunung Sari
Suku : Sasak
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan : Tamat SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM : 119807
MRS : 16 Juni 2015
Tanggal pemeriksaan : 17 Juni 2015
II. SUBYEKTIF
Keluhan Utama : jari-jari kaki kiri lengket satu sama lain.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli bedah plastik RSUP NTB dengan keluhan jari-jari
menempel satu sama lain. Keluhan ini dialami pasien sejak 5 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh jari-jarinya lengket, kaku dan sedikit menekuk. Keluhan ini
dialami pasien setelah kaki pasien terkena luka bakar akibat perahu yang
ditumpangi pasien meledak. Saat itu pasien sebagai awak kapal illegal yang akan
menyeberang ke Malasya dan kapalnya tertangkap oleh polisi malasya dan
ditembak hingga kapal meledak. Pasien mengalami luka bakar pada daerah
punggung, pantat, dan kaki pasien. Pasien mengaku melakukan perawatan sendiri
terhadap luka bakarnya tersebut karena sebagai warga illegal yang tinggal di
Malasya.
-
26
Pasien mengaku awalnya luka berwarna hitam dan membentuk kantong
berisi air. Setelah satu satu minggu kantong tersebut pecah dan mengeluarkan air.
Luka menjadi terbuka, kemerahan dan basah. Pasien mengaku tidak pernah
memeriksakan luka tersebut ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya.
Pasien juga tidak pernah memberikan obat oles maupun minum. Pasien merawat
lukanya sendiri dengan merendam kakinya kedalam air hangat setiap hari kurang
lebih 10 menit. Hal ini rutin dilakukan pasien setiap hari hingga kurang lebih 1
bulan. Pasien baru menyadari jari jari pasien lengket dan sulit dilepas. Pasien
membiarkannya karena merasa sakit ketika dicoba untuk melepas lengketan
tersebut. Semakin lama luka semakin kering dan jari-jari kakinya menempel satu
sama lain dan terasa kaku. Pasien merasa sakit saat berjalan dan kesulitan ketika
mengendarai motor.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Luka bakar pada kaki kurang lebih 6 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa seperti pasien.
Penyakit DM, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru atau asma disangkal
oleh keluarga pasien.
Riwayat Pengobatan :
Pasien telah memeriksakan lukanya tersebut 2 bulan setelah luka bakarnya
puskesmas dan rumah sakit namun belum mendapatkan penanganan. Pasien
dirujuk ke poli bedah plastik RSUP NTB.
Riwayat Pribadi dan Sosial :
Pasien adalah seorang wiraswasta yang bekerja sebagai pengrajin emas.
Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat.
-
27
III. OBYEKTIF
Status Generalis
Keadaan umum : baik
Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Suhu : 36,7C
Status Gizi
o Berat Badan : 55 kg
o Tinggi Badan : 165 cm
o BMI : 19,36 (normal)
Status Lokalis
Kepala:
Ekspresi wajah : normal
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Edema : (-)
Malar rash : (-)
Parese N. VII : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
Massa : (-)
Mata:
Simetris
Alis : normal
Exopthalmus (-/-)
Ptosis (-/-)
Edema palpebra (-/-)
Konjungtiva: anemis (-/-), hiperemia (-/-)
Sclera : icterus (-/-)
Pupil : isokor, bulat, refleks pupil (+/+)
-
28
Kornea : normal
Lensa : katarak (-/-)
Pergerakan bola mata ke segala arah : normal
Nyeri (-) pada penekanan
Telinga:
Bentuk : normal simetris antara kiri dan kanan
Lubang telinga : normal, secret (-/-)
Nyeri tekan tragus (-/-)
Peradangan pada telinga (-)
Pendengaran : kesan normal
Hidung:
Simetris, deviasi septum (-/-)
Napas cuping hidung (-/-)
Perdarahan (-/-), sekret (-/-)
Penghidu normal
Mulut:
Simetris
Bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-), pursed lips breathing (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-)
Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan
di pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-)
Gigi : dalam batas normal
Mukosa : normal
Leher:
Simetris
Kaku kuduk (-)
Scrofuloderma (-)
Pemb.KGB (-)
JVP : 5 + 2 (tidak meningkat)
Pembesaran otot SCM (-)
Otot bantu nafas SCM tidak aktif
Pembesaran kelenjar thyroid (-)
-
29
Thoraks:
1. Inspeksi:
Bentuk & ukuran: normal, simetris, barrel chest (-)
Permukaan dada: ikterik (-), papula (-), petechiae (-), purpura (-),
ekimosis (-), spider naevi (-), vena kolateral (-), massa (-),
ginekomasti (-)
Penggunaan otot bantu nafas: SCM tidak aktif
Iga dan sela iga: simetris, pelebaran ICS (-)
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis :cekung, simetris kiri
dan kanan
Fossa jugularis:tidak tampak deviasi
Tipe pernapasan: torakoabdominal
Ictus cordis : tidak tampak
2. Palpasi:
Posisi mediastinum: deviasi trakea (-)
Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-)
Pergerakan dinding dada simetris, gerakan tertinggal (-)
Fremitus vocal:
Normal Normal
Normal Normal
Normal Normal
Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra, thrill (-).
3. Perkusi:
Densitas
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Batas paru-hepar:
o Inspirasi : ICS VI
o Ekspirasi : ICS IV
Batas paru-jantung:
o Kanan : ICS II linea parasternalis dekstra
Ekskursi 2 ICS
-
30
o Kiri : ICS V linea mid clavicula sinistra
4. Auskultasi:
Cor : S1 S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
o Vesikuler (+/+)
o Suara napas tambahan rhonki (-/-), wheezing (-/-)
o Tes bisik normal
o Tes percakapan normal
Abdomen:
1. Inspeksi:
Distensi (-), darm contour (-), darm steifung (-).
Umbilicus: masuk merata
Permukaan kulit: ikterik (-), vena collateral (-), massa (-), caput
medusae (-), spider naevi (-), scar (-), mengkilap (-)
2. Auskultasi:
Bising usus (+) normal, frekuensi 10 x/menit
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
3. Perkusi:
Orientasi : timpani (+)
Organomegali : hepatomegali (-), splenomegali (-)
Nyeri ketok (-)
Shifting dullness (-)
4. Palpasi:
Nyeri tekan (-), massa (-), defans muskular (-)
Hepar, ren dan lien tidak teraba
Tes undulasi (-)
Nyeri kontralateral (-), nyeri tekan lepas (-)
Ekstremitas:
Akral hangat : + + Sianosis : - -
+ + - -
-
31
Edema : - - Clubbing finger : - -
- - - -
Tampak jari 2,3,4,5 kaki kiri menempel satu samalain, tampak fleksi pada jari 2,3,
syndaktil pada jari2-3,3-4,4-5. Tampak scar pada telapak kaki kanan
IV. RESUME
Pasien laki-laki usia 31 tahun datang dengan keluhan jari-jari kaki kiri
menempel satu sama lain. Keluhan ini dialami pasien sejak 5 bulan yang lalu.
Sebelumnya terjadi luka bakar pada jari-jari tersebut dan pasien melakukan
perawatan sendiri terhadap lukanya. Setelah satu bulan, luka bakarnya mengering
namun jari-jarinya mulai lengket dan susah dilepas satu sama lain.
Pada pemeriksaan fisik umum baik, tanda vital : GCS E4V5M6,, TD
110/700 mmHg, nadi 84x/menit, RR 18x/menit, Tax 36,7 C. Pada status lokalis
pada pedis sinistra tampak kontraktur pada digiti 2,3,4,5 dan syndaktyl pada digiti
2-3,3-4,4-5 pedis sinistra.
V. DIAGNOSIS
Flexion contracture digiti 2,3,4,5 pedis sinistra + syndactyly gigiti 2-3, 3-4, 4-5
pedis sinistra.
VI. TERAPI
Pro release contracture + FTSG
-
32
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Lengkap
Parameter Hasil Nilai Rujukan
HGB 14,7 13,0 18,0 g/dL
RBC 4,83 4,5 5,5 x 106 /L
HCT 39,4 40 50 %
MCV 81,6 82,0 92,0 fl
MCH 30,4 27,0 31,0 pg
MCHC 37,3 32,0 37,0 g/dL
WBC 9,50 4,0 11,0 x 103 /L
PLT 304 150 400 x 103 /L
Kimia Klinik
Parameter Hasil
Nilai Rujukan
GDS 81 < 160 mgl/dl
SGOT 23 < 40 mgl/dl
SGPT 18 < 41 mgl/dl
Kreatinin 21 0,9 - 1,3 mg/dl
Ureum 0,6 10 50 mg/dl
Foto Rontgen
-
33
Prognosis:
Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad fungtionam: ad bonam
Quo ad sanationam: ad bonam
Lampiran
-
34
BAB IV
KESIMPULAN
1. Kontraktur adalah kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan
dibawahnya yang menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini
disebabkan karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan
bawaan maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah
akibat luka bakar.
2. Rehabilitasi luka bakar harus dilakukan dengan baik dan benar untuk mencegah
terjadinya kontraktur.
3. Penatalaksanaan perlu dilakukan dengan berbagai disiplin ilmu dan dukungan
keluarga
-
35
DAFTAR PUSTAKA
Adu EJK. (2011). Management of contractures: a five-year experience at komfo
anokye teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72.
Goel A & Shrivastava P. (2010). Post-burn scars and scar contractures. Indian
Journal of Plastic Surgery 43(3):63-71.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.
Kumar, C. dan Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. EGC : Jakarta
Ledbetter K. (2010). Panduan HELP untuk Kontraktur Akibat Luka Bakar di
Negara Berkembang. Global HELP 2010
Ogawa R. (2012). Skin Graft. Department of Plastic and Reconstructive Surgery,
Keio University, School of Medicine, 35 Shinanomachi, Shinjukuku,
Tokyo 160-8582, Japan
Pandya AN. (2001). Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1-16.
Perdanakusuma, DS. (2009). Surgical management of contracture in head and
neck. Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia &
Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya.
Procter F. (2010). Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic
Surgery 43(Suppl):S101-S113.
Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. (2006).
Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care
Research 27(4):508-514.
Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity.
Journal of Burn Care Research 28:212-219.
Sjamsuhidajat de Jong. Bab 24: Pembedahan Plastik dan Rekonstruksi. Edisi 3.
EGC. Jakarta p. 380-391