lapsus asma

43
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Global Initiative for Asthma (GINA) 2011 mendefinisikan asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi pada asma yang khas ditandai dengan peningkatan eosinofil, sel mast, makrofag serta limfosit T di lumen dan mukosa saluran napas. Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia. 2,5 Asma sebagai kelainan saluran pernafasan kronik mempunyai prevalensi yang makin terus meningkat dalam dua hingga tiga dekade terakhir ini. Sampai saat ini terjadi peningkatan terhadap angka morbiditas ataupun mortalitas asma di Indonesia dan hal tersebut menjadi masalah kesehatan yang cukup serius, walaupun pemahaman terhadap pengobatan asma bertambah baik. Prevalensi asma di Indonesia berkisar antara 2% hingga 4% atau 3 hingga 5 juta orang dan sebanyak 1% diantaranya memerlukan perawatan rumah sakit karena serangan asma akut yang berat, hal ini kemungkinan disebabkan oleh diagnosa yang terlambat serta 1

Upload: nur-ulayatilmiladiyyah

Post on 10-Apr-2016

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Lapsus Asma

TRANSCRIPT

Page 1: Lapsus Asma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Global Initiative for Asthma (GINA) 2011 mendefinisikan asma adalah

gangguan inflamasi kronis saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya.

Proses inflamasi pada asma yang khas ditandai dengan peningkatan eosinofil, sel mast,

makrofag serta limfosit T di lumen dan mukosa saluran napas. Inflamasi kronis

menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik

berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam

dan atau dini hari. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk

Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.2,5

Asma sebagai kelainan saluran pernafasan kronik mempunyai prevalensi yang

makin terus meningkat dalam dua hingga tiga dekade terakhir ini. Sampai saat ini terjadi

peningkatan terhadap angka morbiditas ataupun mortalitas asma di Indonesia dan hal

tersebut menjadi masalah kesehatan yang cukup serius, walaupun pemahaman terhadap

pengobatan asma bertambah baik. Prevalensi asma di Indonesia berkisar antara 2%

hingga 4% atau 3 hingga 5 juta orang dan sebanyak 1% diantaranya memerlukan

perawatan rumah sakit karena serangan asma akut yang berat, hal ini kemungkinan

disebabkan oleh diagnosa yang terlambat serta penatalaksanaan yang tidak tepat.

Menurut Haahtela T, secara klinis asma sering tidak terdiagnosa secara cepat dan

keterlambatan ini merupakan hal yang sangat bermasalah dalam penanganan

penderita.1,2,5

Teori dasar penyebab asma sangat komplek, melibatkan interaksi antara faktor

genetik, paparan alergen dan faktor lingkungan (populasi udara, rokok, infeksi saluran

pernafasan). 1,2,5

Mortalitas akibat asma 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka

kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan

bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau

serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan

yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam

1

Page 2: Lapsus Asma

pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan

mengalami serangan ulang. Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka

kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus

menerus angka kematiannya 9%.1,2,5

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari asma bronkial ?

2. Apa saja etiologi dari asma bronkial ?

3. Bagaimana patofisilogi terjadinya asma bronkial ?

4. Apa saja klasifikasi dari asma bronkial ?

5. Bagaimana gambaran klinis dari asma bronkial ?

6. Bagaimana mendiagnosis asma bronkial ?

7. Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan untuk asma bronkial ?

8. Bagaimana prognosis penyakit tersebut ?

1.3 Tujuan

Mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi, gambaran klinis, diagnosis,

komplikasi, penatalaksanaan, dan prognosis asma bronkial.

1.4 Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Referat ini dapat dijadikan sebagai sumber bacaan dan pelengkap referensi

mengenai asma bronkial.

2. Manfaat Praktis

a. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah dibidang kedokteran.

b. Memenuhi salah satu persyaratan mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jakarta.

2

Page 3: Lapsus Asma

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny SC

Usia : 42 tahun

Alamat : Karangjati 3/9 Bergas

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

No.RM : 016478

Di Rawat : Mawar Kelas 2

Kelompok : BPJS Non PBI

Masuk : 16 April 2015 pukul 12.15 WIB

2.2 ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan sesak

B. Keluhan Tambahan

Nyeri dada kiri yang menjalar sampai ke bahu kiri, batuk, pilek, nyeri ulu hati,

mual, gatal dan bentol di bagian wajah

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak sejak ± 3 hari SMRS dan timbul saat pasien

batuk kering sejak ± 3 hari SMRS. Pada 1 hari SMRS, sesak di rasa bertambah

dan disertai bunyi mengi. Sesak dan bunyi mengi timbul terus-menerus, tidak

dipengaruhi aktivitas. Pasien merasa pada posisi duduk, sesak sedikit berkurang

dibanding posisi tidur. Bila sesak, pasien biasanya minum obat sesak yang rutin

dikonsumsi (aminifilin) dan membaik, namun kali ini sesak masih dirasakan.

Pasien mengeluh nyeri pada daerah ulu hati sejak ± 5 hari SMRS. Nyeri terus

menerus, ulu hati terasa perih dan panas, nyeri berkurang bila makan atau

minum air hangat.

D. Anamnesis Sistem

Sistem Cerebrospinal : pusing (+)

3

Page 4: Lapsus Asma

Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (+), sesak (+), perdarahan (-).

Sistem Gastrointestinal : mual (+), muntah (-), BAB

Sistem Urologi : BAK (+) lancar, darah (-)

Sistem Integumentum : gatal, bentol, dan merah pada wajah dan tangan

Sistem Muskuloskeletal : tidak ada kelainan

Sistem Neuromuskular : kelemahan anggota gerak (-)

E. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami sesak ± 40 hari sebelumnya, pasien di rawat ± 4 hari

dengan diagnosa asma bronkial. Riwayat asma (+) sejak kecil, pertama kali

serangan saat pasien usia 3 tahun, biasanya serangan timbul bila pasien

kecapean, terkena udara dingin, dan batuk pilek, terakhir serangan yaitu 40 hari

dan 3 bulan yang lalu, pasien terkontrol dengan aminofilin. Pasien memiliki

alergi obat antalgin dan tetrasiklin, udang, serta udara dingin. Riwayat hipertensi

(+), DM (-), riwayat operasi (-).

F. Riwayat Penggunaan Obat

Pasien terkontrol dengan aminofilin. Biasanya keluhan sesak berkurang bila

minum obat tersebut, namun kali ini sesak dirasakan tdk membaik. Pasien tidak

sedang dalam pengobatan penyakit lain

G. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat asma (+) yaitu ibu, nenek dari ibu, dan adiknya. Riwayat hipertensi (+),

DM (-), jantung (-).

2.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis, E4V5M6 (GCS 15)

BB 70 kg, TB 155 cm, BMI 29,14

Tanda Vital Sign

Tekanan darah : 117/77 mmHg

Nadi : 102 x/menit

Respirasi : 32 x/menit

Suhu : 36,4 °C

Saturasi : 90%

4

Page 5: Lapsus Asma

Status Generalis

Kepala : normocephal, distribusi rambut merata, hitam, tidak mudah dicabut,

makula eritema pada pipi dan dagu, lentikular - nunmular

Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+

Telinga : normotia, membran timpani utuh, sekret (-), serumen (+)

Hidung : normosepta, darah (-), sekret (-)

Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis

Leher : kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar

Thoraks

o Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : batas atas kiri ICS II LPS sinistra, batas atas kanan ICS II

LPS dekstra, batas bawah kiri ICS V LMC sinistra, batas bawah

kanan ICS IV LPS dextra

Auskultasi : S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

o Paru

Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan simetris saat statis dan

dinamis, retraksi suprasternal (+), laserasi (-)

Palpasi : vokal fremitus kanan sama dengan kiri

Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi: vesikular breath sound (+), rhonkhi (-), wheezing (+) saat

ekspirasi dan inspirasi

Abdomen

Inspeksi : perut datar, distensi (-)

Auskultasi : BU (+)

Perkusi : timpani

Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+)

Ekstremitas

Superior : akral hangat, udema (-/-), capillary refill <2 detik, makula eritema,

lentikular – nunmular, gatal

Inferior : akral hangat, udema (-/-), capillary refill < 2 detik

5

Page 6: Lapsus Asma

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

DARAH RUTINHemoglobin 13,3 12,5 – 15,5 g/dLLeukosit 11,3 4 – 10 RibuEritrosit 4,76 3,8 – 5,4 JutaHematokrit 39,2 35 – 47 %MCV 82,4 82 – 98 Mikro m3MCH 27,9 ≥ 27 pgMCHC 33,9 32 – 36 g/dLRDW 14,3 10 – 16 %Trombosit 524 150 – 400 RibuLimfosit 1,3 1,0 – 4,5 103 / mikroMonosit 0,1 0,2 – 1,0 103 / mikroLimfosit % 11,2 25 – 40 %Monosit % 0,5 2 – 8 %

2. EKG : normal sinus rithme

3. Spirometri :

FEV1 : 38,3%

FVC : 32,8%

FEV1/FVC : 115,4%

Kesan : restriktif

2.5 RESUME

Pasien wanita usia 42 tahun datang dengan keluhan sesak sejak ± 3 hari SMRS

dan timbul saat pasien batuk kering sejak ± 3 hari SMRS. Pada 1 hari SMRS, sesak di

rasa bertambah dan disertai bunyi mengi. Pasien merasa pada posisi duduk, sesak

sedikit berkurang dibanding posisi tidur. Bila sesak, pasien biasanya minum obat sesak

yang rutin dikonsumsi (aminifilin) dan membaik, namun kali ini sesak masih dirasakan.

Pasien mengeluh nyeri pada daerah ulu hati sejak ± 5 hari SMRS. Nyeri terus menerus,

ulu hati terasa perih dan panas, nyeri berkurang bila makan atau minum air hangat.

Pusing (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-), BAB dan BAK (+) lancar, gatal,

bentol, dan merah pada wajah dan tangan. Pasien pernah mengalami sesak ± 40 hari

sebelumnya, pasien di rawat ± 4 hari dengan diagnosa asma bronkial. Riwayat asma (+)

sejak kecil, pertama kali serangan saat pasien usia 3 tahun, biasanya serangan timbul

6

Page 7: Lapsus Asma

bila pasien kecapean, terkena udara dingin, dan batuk pilek, terakhir serangan yaitu 40

hari dan 3 bulan yang lalu. Pasien memiliki alergi obat antalgin dan tetrasiklin, udang,

serta udara dingin. Riwayat hipertensi (+), DM (-), riwayat operasi (-). Riwayat asma

(+) yaitu ibu, nenek dari ibu, dan adiknya. Riwayat hipertensi (+), DM (-), jantung (-).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, BMI 29,14 (obese I), makula

eritema pada pipi dan dagu, lentikular – nunmular, retraksi suprasternal (+), wheezing

(+) saat ekspirasi dan inspirasi, nyeri tekan epigastrium (+), makula eritema pada

ekstremitas atas, lentikular – nunmular, gatal. Pada pemeriksaan penunjang

laboratorium didapatkan leukositosis, EKG : normal sinus rithme, dan pada spirometri

(FEV1 : 38,3%, FVC : 32,8%, FEV1/FVC : 115,4%, kesan restriktif).

2.6 DIAGNOSA DIFFERENTIAL

1. Asma bronkial derajat serangan

berat

2. ISPA

3. Dispepsia

4. Bronkitis kronis

5. Emfisema Paru

6. Gagal jantung kiri akut

7. Emboli Paru

2.7 DIAGNOSIS KERJA

1. Asma bronkial derajat serangan berat

2. ISPA

3. Dispepsia

2.8 PENATALAKSANAAN

IGD

1. O2 3 LPM

2. Nebulizer ventolin 1 ampul

3. Infus D5% + drip aminofilin 1

ampul, 20 tpm

Bangsal

1. Infus D5% + drip aminofilin 1

ampul, 20 tpm

2. Salbutamol 3x1

3. Metylprednisolon 3x8 mg

4. Ceterizin 1x1

5. OBH syrup 3x1 C

6. Inj ceftriaxon 2x1 ampul → skin

test (+) → inj cefotaxime 2x1 gr

7. Inj ranitidin 2x1 ampul

7

Page 8: Lapsus Asma

2.9 FOLLOW UP

Tanggal

Subjective Objective Planning

17 April 2015

Sesak (+) disertai bunyi mengi, lebih nyaman bila duduk, batuk (+), pilek (+), nyeri ulu hati (-), BAB dan BAK lancar, gatal pada kedua tangan, kedua kaki, dan wajah

Kesadaran : CMVital sign : TD 127/83, HR 87 x, RR 27 x, Suhu 36,8K-L : CA -/-, SI -/-Thoraks : SDV +/+, Wh +/+ ekspirasi, Rh -/-, S1>S2 regAbdomen: supel, BU(+), NT (-)Ekstremitas : akral hangat, udema (-/-), CRT <2 detik

1. O2 3 LPM2. Infus D5% + drip

aminofilin 2 ampul, 20 tpm

3. Salbutamol 3x2 mg4. Inj dexa 3x2 mg5. Ceterizin 1x16. OBH syrup 3x1 C7. inj cefotaxime 2x1 gr

18 April 2015

Sesak (+), mengi (-), batuk (+), pilek (+), nyeri ulu hati (-), BAB dan BAK lancar, gatal pada kedua tangan, kedua kaki, dan wajah

Kesadaran : CMVital sign : TD 124/80, HR 93 x, RR 26 x, Suhu 37,5K-L : CA -/-, SI -/-Thoraks : SDV +/+, Wh +/+ ekspirasi, Rh -/-, S1>S2 regAbdomen: supel, BU(+), NT (-)Ekstremitas : akral hangat, udema (-/-), CRT <2 detik

1. O2 5 LPM2. Infus D5% + drip

aminofilin 2 ampul, 20 tpm

3. Salbutamol 3x2 mg4. Inj dexa 3x2 mg5. Ceterizin 1x16. inj cefotaxime 2x1 gr

19 April 2015

Sesak berkurang, tidur terlentang nyaman, batuk (+), pilek (+), nyeri ulu hati (-), BAB dan BAK lancar, gatal pada kedua tangan dan kedua kaki (-)

Kesadaran : CMVital sign : TD 127/88, HR 92 x, RR 24 x, Suhu 36,3K-L : CA -/-, SI -/-Thoraks : SDV +/+, Wh +/+ ekspirasi, Rh -/-, S1>S2 regAbdomen: supel, BU(+), NT (-)Ekstremitas : akral hangat, udema (-/-), CRT <2 detik

1. O2 5 LPM2. Infus D5% + drip

aminofilin 2 ampul, 20 tpm

3. Salbutamol 3x2 mg4. Inj dexa 3x2 mg5. Ceterizin 1x16. inj cefotaxime 2x1 gr

20 April 2015

Sesak (-), batuk (+), pilek (-), nyeri ulu hati (-), BAB dan BAK lancar, gatal pada kedua tangan dan kedua kaki (-)

Kesadaran : CMVital sign : TD 124/88, HR 92 x, RR 22 x, Suhu 37,3K-L : CA -/-, SI -/-Thoraks : SDV +/+, Wh +/+ ekspirasi, Rh -/-, S1>S2 regAbdomen: supel, BU(+), NT (-)Ekstremitas : akral hangat, udema (-/-), CRT <2 detik

BLPL

2.10 PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : dubia ad bonam

8

Page 9: Lapsus Asma

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi

Asma merupakan penyakit obstruksi saluran pernapasan akibat

penyempitan saluran napas yang bersifat reversibel ditandai dengan episode

obstruksi pernapasan di antara dua interval asimtomatik, merupakan gangguan

inflamasi kronik jalan napas yg melibatkan berbagai sel inflamasi dan

elemennya yang berhubungan dengan hipereaktivitas bronkus akibat

kontaminasi dengan antigen. 1,2,5

Definisi asma dari Global Initiative for Asthma (GINA) 2011

mendefinisikan asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran napas yang

melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi pada asma yang khas

ditandai dengan peningkatan eosinofil, sel mast, makrofag serta limfosit T di

lumen dan mukosa saluran napas. Inflamasi kronis menyebabkan peningkatan

hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas,

bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.

Dalam keadaan ini terjadi tiga kondisi, yakni obstruksi saluran napas,

peradangan saluran napas dan peningkatan kepekaan yang berlebihan pada

saluran napas. 1,2,5

3.2 Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,

terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini

adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada

wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala

di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan data

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di

dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan

9

Page 10: Lapsus Asma

terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025. Hasil penelitian

International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun

2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari

4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh

penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.3,4,6

3.3 Faktor Resiko

Faktor risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor

pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu dalam hal ini adalah

predisposisi genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma, yaitu riwayat

keluarga asma dan jenis kelamin. Faktor lingkungan mempengaruhi individu

dengan kecenderungan atau predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma,

menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma

menetap. Termasuk dalam faktor lingkungan yaitu asap rokok dan asap

kendaraan bermotor. 3,4,6

1.Faktor Pejamu yang Berpengaruh Terhadap Asma

a. Riwayat keluarga

Telah diterima secara umum bahwa ada kontribusi herediter pada etiologi

asma. Dari studi genetik telah menemukan multiple chromosomal region yang

berisi gen-gen yang memberi kontribusi asma. Kromosom 11, 12, 13 memiliki

berbagai gen yang penting dalam berkembangnya asma, antara lain CD28,

IGPB5, CCR4 dan CD22.

b. Riwayat atopi

c. Jenis kelamin

d. Ras : kulit hitam > kulit putih

e. Obesitas

2.Faktor Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Asma

a. Asap rokok

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh WHO pada 8,5% populasi dunia

menunjukan 47% laki-laki dan 12% perempuan berumur 15 tahun ke atas

adalah perokok. Menurut Bank Dunia, Konsumsi rokok Indonesia sekitar 6,6%

dari seluruh konsumsi dunia. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional

10

Page 11: Lapsus Asma

(SUSENAS) 2003 menyebutkan bahwa 27% penduduk berusia di atas 10 tahun

menyatakan merokok dalam satu bulan terakhir sejumlah 92,0% dari perokok

menyatakan kebiasaannya merokok di dalam rumah ketika bersama anggota

rumah tangga lainnya, dengan demikian sebagian besar anggota rumah tangga

adalah perokok pasif. Asap rokok merupakan oksidan yang menimbulkan

inflamasi. Asap rokok akan mengakibatkan kerusakan epitel dan perubahan

sifat epitel bronkus pada penderita asma sehingga lebih rentan terjadi apoptosis

akibat oksidan. 3,4,5

Penderita asma yang terpajan asap rokok mempercepat perburukan

fungsi paru, berisiko kecacatan, semakin tidak produktif dan menurunkan

kualitas hidup. Akibat pajanan asap rokok tidak saja terjadi pada perokok aktif

tetapi juga pada perokok pasif. Asap rokok juga dapat meningkatan berat asma,

tidak berespons terhadap pengobatan dengan inhalasi atau glukokortikosteroid

sistemik dan mengurangi pertahanan asma terkontrol. 3,4,5

b. Asap kendaraan bermotor

Polusi udara terdiri dari partikel dan berbagai gas yang dapat berasal dari

berbagai sumber. Polusi udara dapat terjadi di dalam dan di luar ruangan

(indoor dan outdoor). Sumber polusi udara dapat berasal dari alam dan

aktivitas manusia. Sumber polutan alam meliputi aktivitas gunung berapi,

kebakaran hutan, badai debu. Sumber polutan yang berasal dari aktivitas

manusia yaitu asap kendaraan bermotor, pembuangan sampah padat, proses

industri dan lain-lain. 3,4,5

Polutan akan mengakibatkan kerusakan epitel dan perubahan sifat epitel

bronkus pada penderita asma sehingga meningkatkan permeabilitas saluran

napas, meningkatkan pelepasan sitokin dan mediator inflamasi akibat pajanan

asap kendaraan bermotor. Meningkatnya eksaserbasi asma menunjukan

tingginya hubungan asap kendaraan bermotor yang tersensitisasi pada individu.

Polutan di luar dan di dalam rumah mempunyai kontribusi perburukan gejala

asma dengan mencetuskan bronkokonstriksi, peningkatan hiperesponsif saluran

napas dan peningkatan respons terhadap aeroalergen. 3,4,5

3.4 Patofisiologi

11

Page 12: Lapsus Asma

Pada saat ini konsep baru yang banyak diperhatikan untuk menerangkan

pengertian dasar timbulnya asma bronkial dan manifestatsi klinisnya adalah

konsep inflamasi. Inflamasi berperan sentral pada patofisiologi asma. Inflamasi

saluran napas melibatkan interaksi banyak sel dan berbagai mediator. Bukti-

bukti asma sebagai penyakit inflamasi kronis saluran napas diperoleh dari

pemeriksaan otopsi, kurasan cairan bronkus, biopsi mukosa bronkus,

pemeriksaan bronkoskopi dan sputum.6,7,8

Sebelum mengalami proses inflamasi, pencetus serangan asma dapat

disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain, alergen, virus dan polutan yang

dapat menginduksi respons inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini

(early asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction =

LAR). Setelah reaksi asma awal dan lambat, proses dapat terus berlanjut

menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronis. Pada keadaan ini terjadi inflamasi

di bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel–sel inflamasi terutama eosinofil

dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus. 6,7,8

1. Inflamasi Akut

a. Reaksi asma tipe cepat

Alergen akan terikat pada IgE yang menempel pada sel mast dan terjadi

degranulasi sel mast tersebut. Degranulasi tersebut mengeluarkan perfomed

mediator seperti histamin, protease dan newly generated mediator seperti

leukotrien, prostaglandin dan PAF yang menyebabkan kontraksi otot polos

bronkus, sekresi mukus dan vasodilatasi. 6,7,8

b. Reaksi asma tipe lambat

Reaksi ini timbul antara 6-9 jam setelah provokasi alergen dan melibatkan

pengerahan serta aktivasi eosinofil, sel TCD4+, neutrofil dan makrofag. 6,7,8

2. Inflamasi Kronis

Limfosit yang berperan adalah limfosit T-CD4+. Limfosit T ini berperan sebagai

orkestra inflamasi saluran napas dengan mengeluarkan sitokin antara lain IL-3,

IL-4, IL-5 dan IL-13. IL akan menginduksi sel limfosit B mensintesis IgE.

Eosinofil ditemukan pada saluran napas penderita asma dalam keadaan

teraktivasi. Eosinofil berperan sebagai efektor dan mensintesis sejumlah sitokin

antara lain IL-3, IL-5, IL-6, TNF α. Makrofag merupakan sel terbanyak

12

Page 13: Lapsus Asma

didapatkan pada organ pernapasan. Makrofag dapat menghasilkan berbagai

mediator anatara lain leukotrin, PAF serta sejumlah sitokin. (Mcfadden, 2000).

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan

serangan asma melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, neutrofil, platelet

dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti

leukotrien, tromboksan dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma.

Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas

bronkus. 6,7,8

Mediator sel mast dan pengaruhnya terhadap asma antara lain: 6,7,8

Mediator Pengaruh Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

Kontriksi otot polos

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

Chymase Radikal oksigen

Udema mukosa

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid

Sekresi mucus

Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin

Deskuamasi epitel bronkial

3.5 Diagnosis

3.5.1 Anamnesis

Gejala yang bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa

pengobatan. Gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan

berdahak. Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu dan berespons

terhadap pemberian bronkodilator. Keluhan menjelang pagi atau episode malam

sering dijumpai pada asma dewasa. Tipikal gejala asma nokturnal terjadi antara

jam 4-6 pagi dan biasanya menghilang dengan inhalasi bronkodilator. Kadang

13

Page 14: Lapsus Asma

asma hanya muncul dengan keluhan batuk kronis. Apabila batuk menetap dan

timbul berulang hendaknya dipertimbangkan sebagai gejala asma. Biasanya

batuk akan timbul akibat paparan zat tertentu, aktivitas, gangguan emosi dan

infeksi virus. Batuk yang khas pada asma adalah yang memberat pada malam

hari. Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah

dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru serta terdapat riwayat

keluarga asma dan atopi juga sangat membantu diagnosis. 1,2,5

3.5.2 Pemeriksaan Fisik

Hasil temuan fisik pada saat serangan asma adalah akibat dari efek

langsung penyempitan saluran napas difus dan efek tidak langsung akibat dari

peningkatan kerja napas dan peningkatan kebutuhan metabolik. Pasien yang

mengalami serangan asma (sesuai derajat serangan), pada saat inspeksi

ditemukan pasien terlihat gelisah, sesak (napas cuping hidung, napas cepat,

retraksi sela iga, retraksi suprasternal), sianosis. Pada palpasi biasanya tidak ada

kelainan yang nyata kecuali pada serangan asma berat dapat terjadi pulsus

paradoksus. Pada perkusi tidak ada kelainan yang nyata dan pada auskultasi

ditemukan ekspirasi yang memanjang dan wheezing. 1,2,5

Pada sebagian penderita auskultasi dapat terdengar normal walaupun

pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas.

Pada keadaan serangan, kontraksi otot polos saluran napas, edema dan

hipersekresi dapat menyumbat saluran napas, maka sebagai kompensasi

penderita bernapas pada volume paru yang lebih besar untuk mengatasi

menutupnya saluran napas. Hal itu meningkatkan kerja pernapasan dan

menimbulkan tanda klinis berupa sesak napas, mengi dan hiperinflasi.

Pada serangan ringan, mengi hanya terdengar pada waktu ekspirasi

paksa. 1,2,5

Walaupun demikian mengi dapat tidak terdengar (silent chest) pada

serangan yang sangat berat, tetapi biasanya disertai gejala lain misalnya sianosis,

gelisah, sukar bicara, takikardi, hiperinflasi dan penggunaan otot bantu napas.

Takipnea dan takikardi adalah tanda umum asma akut. Pernapasan antara 25-

28x/menit dan rata-rata detak jantung 100x/menit. 1,2,5

14

Page 15: Lapsus Asma

3.5.3 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Faal Paru

Pengukuran faal paru digunakan untuk mendiagnosis asma, menilai

keparahan obstruksi jalan napas, reversibilitas kelainan faal paru, variabilitas

faal paru, langkah-langkah pengendalian penyakit dan memberikan informasi

pelengkap tentang berbagai aspek kontrol asma. Pemeriksaan faal paru untuk

menegakkan diagnosis asma antara lain: 1,2,5

a. Spirometri

Pengukuran Volume Ekspirasi Paksa dalam 1 detik (VEP1) dan Kapasitas

Vital Paksa (KVP) dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang

standar. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/KVP <75%

atau VEP1 <80% nilai prediksi. (PDPI, 2004). Dikatakan obstruksi saluran

napas reversibel bila ditemukan peningkatan VEP1>12% setelah terapi

bronkodilator. 1,2,5

b. Arus Puncak Ekspirasi (APE)

Menggunakan alat peak expiratory flow meter (PEF meter). bermanfaat

untuk menilai reversibilitas, yaitu perbaikan nilai APE ≥ 15% setelah

inhalasi bronkodilator dan sebagai variabilitas untuk menilai APE harian

selama 1-2 minggu. 1,2,5

APE malam – APE pagi

Variabiliti harian = x 100%

½ (APE malam + APE pagi)

2. Uji Provokasi Bronkus

Membantu menegakkan diagnosis asma. Hiperesponsif bronkus hampir selalu

ditemukan pada asma dan derajatnya berkorelasi dengan keparahan asma. Tes

ini sangat sensitif sehingga kalau tidak ditemukan hiperesponsif saluran napas

harus memacu untuk mengurangi pemeriksaan dari awal dan memikirkan

diagnosis penyakit selain asma. Uji provokasi bronkus dapat dibagi menjadi dua

kategori, yaitu : uji farmakologi (histamine, adenosine atau metacholine) dan uji

non farmakologi (saline hipertonis dan olahraga). Pada uji farmakologi,

metacholine suatu bahan kolinergik yang bekerja dengan cara membuat

15

Page 16: Lapsus Asma

kontraksi otot polos saluran napas pada saluran napas yang hiperaktif. Demikian

juga histamin mempunyai mekanisme kerja yang sama. Pada uji non

farmakologi akan terjadi perubahan suhu internal dan homeostasis cairan di

saluran napas. Jadi dengan mempengaruhi sel-sel epitel dan merangsang serabut

saraf dan proses peradangan yang dapat menimbulkan bronkokonstriksi. Sebagai

prasyarat keamanan uji provokasi dianjurkan pada penderita dengan VEP1

>70%. Hasil uji provokasi bronkus dinyatakan dengan parameter PC20, yaitu:

konsentrasi zat inhalasi yang menimbulkan penurunan VEP1 20% dibanding

VEP1 sebelum provokasi. Spesifisitas tes farmakologi berkisar 90% bila PC20 ≤

8 mg/ml digunakan sebagai nilai ambang diagnosis. 1,2,5

3. Foto Thoraks

Pemeriksaan foto toraks untuk asma tidak begitu penting. Sebagian besar

menunjukkan normal atau hiperinflasi. Pada eksaserbasi berat berguna untuk

menyingkirkan penyakit lain atau mencari penyulit yang terjadi seperti

pneumothoraks, pneumonia dan atelektasis. Pada serangan asma yang ringan,

gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan. 1,2,5

3.6 Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan

pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit

penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang.

Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan

perencanaan penatalaksanaan jangka panjang. Semakin berat asma semakin

tinggi tingkat pengobatan. Klasifikasi asma adalah sebagai berikut : 1,2,5

3.6.1 Bedasarkan ada/tdknya penyakit imun penyebab

1. Asma ekstrinsik/alergik/atopik

Disebabkan karena reaksi hipersensitivitas tipe 1 yang dipicu karena adanya

pajanan ke antigen1,2,5

2. Asma intrinsik / idiopatik

Pemicunya merupakan nonimun. Sejumlah rangsangan yang kecil atau yang

tidak berefek pada orang normal dapat menyebabkan bronkospasme1,2,5

16

Page 17: Lapsus Asma

3.6.2 Berdasarkan derajat keparahannya

Berdasarkan derajat keparahan, menurut GINA (Global Initiative for Asthma), asma

dibagi menjadi : 1,2,5

1. Intermitten

2. Persisten ringan

3. Persisten sedang

4. Persisten berat

Derajat Gejala Gejala malam Faal paru

Intermiten Bulanan< 1 x/mingguTanpa gejala di luar seranganSerangan Singkat

≤2 x sebulan APE ≥ 80%FEV1 ≥ 80% nilai prediksiAPE ≥ 80% nilai terbaikVariabilitas APE < 20%

Persisten ringan

MingguanGejala >1x/minggu tapi <1 x/hariSerangan ganggu aktivitas dan tidur

> 2x sebulan APE ≥ 80%FEV1 ≥ 80% nilai prediksiAPE ≥ 80% nilai terbaikVariabilitas PEF/FEV1 20-30%

Persisten sedang

HarianSerangan dapat mengganggu aktivitas dan tidurButuh bronkodilator setiap hari

> 1x seminggu APE 60-80 %FEV1 60-80% nilai prediksiAPE 60-80% nilai terbaikVariabilitas APE >30%

Persisten berat

KontinuSering kambuhAktivitas fisik tbtas

Sering APE ≤60 %FEV1 ≤60% nilai prediksiAPE ≤60 nilai terbaikVariabilitas APE > 30%

3.6.3 Berdasarkan derajat beratnya serangan

Berdasarkan derajat beratnya serangan, asma dibagi menjadi : 1,2,5

1. Asma serangan ringan

2. Asma serangan sedang

3. Asma serangan berat

Keterangan Ringan Sedang Berat

Aktivitas Dpt berjalan, dpt berbaring

Jalan terbatas, lbh suka duduk

Sukar berjalan, duduk membungkuk

ke depanBicara Bbrp kalimat Kalimat terbatas Bicara brp kataKesadaran Mungkn terganggu Biasanya terganggu Biasanya tergangguFrekuensi napas Meningkat Meningkat Sering > 30x/mnt

17

Page 18: Lapsus Asma

Retraksi otot-otot bantu napas

Umumnya tidak ada Kadang ada Ada

Wheezing Lemah smp sedang Keras KerasFrekuensi nadi < 100 100-200 > 120Pulsus paradoksus Tdk ada (< 10 mmHg) Mungkin ada (10-25

mmHg)Sering ada (> 25

mmHg)APE setelah bronkodilator

> 80% 60-80% < 60%

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg < 45 mmHgSaO2 > 95 % 91-95 % < 90%

3.6.4 Berdasarkan Terkontrol/Tidak

Berdasarkan Terkontrol/Tidak, asma dibagi menjadi : 1,2,5

1. Asma terkontrol penuh

2. Asma terkontrol parsial

3. Asma tidak terkontrol

Karakteristik Terkontrol Terkontrol parsial

Tidak terkontrol

Gejala harian Tidak ada (< 2x/mgg) > 2x/mgg 3/lbh dari karakteristik asma parsial tjd dalam seminggu

Keterbatasan aktivitas Tidak BeberapaGejala nokturnal Tidak BeberapaReliever ( pelega ) Tidak (< 2x/mgg ) > 2x/mggPEV atau PEV1 Normal < 80 %Eksaserbasi Tidak 1/lbh dlm

setahun1x dlm bbrp mggu

3.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Tujuh komponen program

penatalaksanaan asma adalah : 1,2,5

1. Edukasi

Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditas dan mortalitas, menjaga

penderita agar tetap bisa melakukan aktivitas dan mengurangi biaya pengobatan

karena berkurangnya serangan akut terutama bila membutuhkan kunjungan ke

unit gawat darurat/ perawatan rumah sakit. Edukasi sebaiknya diberikan dalam

waktu khusus di ruang tertentu, dengan alat peraga yang lengkap seperti gambar

pohon bronkus, phantom rongga thoraks dengan saluran napas dan paru, gambar

18

Page 19: Lapsus Asma

potongan melintang saluran napas, contoh obat inhalasi dan sebagainya. Edukasi

sudah harus dilakukan saat kunjungan pertama baik di gawat darurat, klinik,

klub asma, dengan bahan edukasi terutama mengenai cara dan waktu

penggunaan obat, menghindari pencetus, mengenali efek samping obat dan

kegunaan kontrol teratur pada pengobatan asma. 2,3,5

2. Menilai dan monitor berat asma secara berkala

Penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita

sendiri mutlak dilakukan pada penatalaksanaan asma. 2,3,5

a. Gejala dan tanda asma dinilai dan dipantau setiap kunjungan ke dokter

melalui berbagai pertanyaan dan pemeriksaan fisik. Pertanyaan yang rinci

untuk waktu yang lama (≥ 4 minggu) sulit dijawab dan menimbulkan bias

karena keterbatasan daya ingat (memori) penderita. Oleh karena itu,

pertanyaan untuk jangka waktu lama umumnya bersifat global, dan untuk

waktu yang pendek misalnya ≤ 2 minggu dapat diajukan pertanyaan yang

rinci yang sebaiknya meliput tiga hal, yaitu : 2,3,5

a) Gejala asma sehari-hari (mengi, batuk, rasa berat di dada dan sesak)

b) Asma malam, terbangun malam karena gejala asma

c) Gejala asma pada dini hari yang tidak menunjukkan perbaikan setelah 15

menit pengobatan agonis beta-2 kerja singkat.

b. Pemeriksaan faal paru

Pemeriksaan faal paru dapat dilakukan untuk diagnosis, menilai berat asma,

memonitor keadaan asma dan menilai respons pengobatan sehingga menjadi

parameter obyektif dan pemeriksaan berkala secara teratur mutlak dilakukan.

Pemantauan Arus Puncak Ekspirasi (APE) dan Peak Flow Meter penting

untuk menilai berat asma, derajat variasi diurnal, respons pengobatan saat

serangan akut, deteksi perburukan asimptomatik dan respons pengobatan

jangka panjang. 2,3,5

3. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

Sebagian penderita dengan mudah mengenali faktor pencetus, akan tetapi

sebagian lagi tidak dapat mengetahui faktor pencetus asmanya. Sehingga

identifikasi faktor pencetus layak dilakukan yang dapat sebagai pencetus

serangan. 2,3,5

19

Page 20: Lapsus Asma

4. Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang

Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk

mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol berupa medikasi

(obat-obatan). Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala

obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega. Medikasi asma dapat

diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan,

intramuskular, intravena), tetapi pemberian medikasi langsung ke jalan napas

(inhalasi) mempunyai kelebihan, yaitu lebih efektif untuk dapat mencapai

konsentrasi tinggi di jalan napas dan efek sistemik minimal atau dihindarkan.

a. Pengontrol (controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma

terkontrol pada pasien asma persisten. Yang termasuk obat pengontrol

adalah kortikosteroid inhalasi, kortikosteroid sistemik, sodium kromoglikat,

nedokromil sodium, agonis beta-2 kerja lama, inhalasi, agonis beta-2 kerja

lama, oral dan antihistamin generasi kedua (antagois-H1). 2,3,5

b. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan degan

gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada, tidak memperbaiki inflamasi

jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega

adalah agonis beta-2 kerja singkat, antikolinergik, aminofilin dan adrenalin.

5. Menetapkan pengobatan pada serangan akut

Serangan akut adalah episodik perburukan pada asma yang harus diketahui oleh

pasien. Penanganannya harus cepat dan disesuaikan dengan derajat serangan.

Penilaian beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan faal paru untuk selanjutnya diberikan

pengobatan yang cepat dan tepat. Pada serangan asma obat yang digunakan

adalah bronkodilator (beta-2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromida) serta

kortikosterod sistemik. Pada serangan ringan obat yang digunakan hanya beta-2

agonis kerja cepat yang sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Pada dewasa

dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada serangan sedang

20

Page 21: Lapsus Asma

diberikan beta-2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada dewasa dapat

ditambahkan ipratropium bromida inhalasi, aminofilin IV (bolus atau drip). Pada

serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, cairan IV, beta-2 agonis

kerja cepat, ipratropium bromida inhalasi, kortikosteroid IV, dan aminofilin IV

(bolus atau drip). Apabila beta-2 agonis krja cepat tidak tersedia dapat

digantikan dengan adrenalin subkutan. Pada serangan asma yang mengancam

jiwa langsung dirujuk ke ICU. Pemberian obat-obat bronkodilator diutamakan

dalam bentuk inhalasi menggunakan nebuliser. Bila tidak ada dapat

menggunakan IDT (inhalasi dosis terukur) dengan alat bantu (spacer). 2,3,5

6. Kontrol secara teratur

Dokter sebaiknya menganjurkan penderita untuk kontrol tidak hanya terjadi

serangan akut, tetapi kontrol teratur terjadwal, interval berkisar 1-6 bulan

bergantung kepada keadaan asma. 2,3,5

Pengobatan sesuai berat asma: 2,3,5

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.Berat Asma Medikasi pengontrol

harianAlternatif / Pilihan lain Alternatif

lainAsma Intermiten Tidak perluAsma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau ekivalennya)

Teofilin lepas lambat Kromolin Leukotriene modifiers

Asma Persisten Sedang

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) danagonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditambah teofilin lepas lambat

Asma Persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/ metilprednisolon oral

21

Page 22: Lapsus Asma

Berat glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ³ 1 di bawah ini: teofilin lepas lambat leukotriene modifiers glukokortikosteroid

oral

selang sehari 10 mgditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

3.8 Pencegahan

Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : 2,3,5

1. Pencegahan primer

Ditujukan mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orang tua asma),

dengan cara penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan

masa perkembangan bayi/anak, diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan/ dengan

syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin, pemberian asi eksklusif

selama 6 bulan karena bayi yang mendapat susu sapi atau protein kedelai

mempunyai insiden penyakit mengi lebih banyak. Berbagai studi menunjukkan

bahwa ibu yang merokok selama kehamilan akan mempengaruhi perkembangan

paru anak, dan bayi dari ibu perokok, 4 kali lebih sering mendapat gangguan

mengi dalam tahun pertama kehidupannya. Sedangkan hanya sedikit bukti yang

mendapatkan bahwa ibu yang merokok selama kehamilan berefek pada

sensitisasi alergen.

2. Pencegahan sekunder

Bertujuan mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi

asma. Studi terbaru mengenai pemberian antihistamin H-1 dalam menurunkan

onset mengi pada penderita anak dermatitis atopik. Pencegahan sekunder juga

bertujuan mencegah inflamasi yang telah tersensitisasi dengan cara menghindari

pajanan asap rokok, serta alergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.

3. Pencegahan tersier

Ditujukan untuk mencegah agar tidak terjadi serangan/ bermanifestasi klinis

asma pada penderita yang sudah menderita asma. Sehingga menghindari pajanan

pencetus akan memperbaiki kondisi asma dan menurunkan kebutuhan

medikasi/obat.

22

Page 23: Lapsus Asma

3.9 Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko

yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum

angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga

kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih

banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan

mendapat pengawasan yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang

tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami

serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang. Pada penderita

yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka

kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka

kematiannya 9%. 2,3,5Asma dikatakan terkontrol bila : 1,5,7

1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam

2. Tidak ada keterbatasan aktivitas

3. Kebutuhan bronkodilator (agonis β2 kerja singkat) minimal (idealnya tidak

diperlukan)

4. Variasi harian APE <20 %

5. Nilai APE normal atau mendekati normal

6. Efek samping obat minimal (tidak ada)

7. Tidak ada kunjungan ke IGD

3.10 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada penderita asma yaitu : 1,5,7

1. Status asmatikus

2. Gagal napas

3. Perubahan postural tubuh

4. bronkitis

5. Pneumotoraks

6. atelektasis

23

Page 24: Lapsus Asma

BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien wanita usia 42 tahun datang dengan keluhan sesak sejak ± 3 hari

SMRS dan timbul saat pasien batuk kering sejak ± 3 hari SMRS. Pada 1 hari

SMRS, sesak di rasa bertambah dan disertai bunyi mengi. Pasien merasa pada

posisi duduk, sesak sedikit berkurang dibanding posisi tidur. Bila sesak, pasien

biasanya minum obat sesak yang rutin dikonsumsi (aminifilin) dan membaik,

namun kali ini sesak masih dirasakan. Pasien mengeluh nyeri pada daerah ulu

hati sejak ± 5 hari SMRS. Nyeri terus menerus, ulu hati terasa perih dan panas,

nyeri berkurang bila makan atau minum air hangat. Pusing (+), nyeri ulu hati

(+), mual (+), muntah (-), BAB dan BAK (+) lancar, gatal, bentol, dan merah

pada wajah dan tangan. Sesak yang dirasakan kemungkinan karena serangan

asma yang dapat mengakibatkan bronkokonstriksi serta terjadi reaksi inflamasi

di saluran napas. Keluhan yang memburuk pada cuaca dingin serta kondisi

pasien yang sedang batuk dapat menjadi faktor pencetus terjadinya serangan

asma akut dikarenakan reaksi hipersensitivitas yang berlebihan pada sistem

imun pasien.

Pasien pernah mengalami sesak ± 40 hari sebelumnya. Riwayat asma (+)

sejak kecil, pertama kali serangan saat pasien usia 3 tahun, biasanya serangan

timbul bila pasien kecapean, terkena udara dingin, dan batuk pilek, terakhir

serangan yaitu 40 hari dan 3 bulan yang lalu. Pasien memiliki alergi obat

antalgin dan tetrasiklin, udang, serta udara dingin. Riwayat hipertensi (+), DM

(-), riwayat operasi (-). Riwayat asma (+) yaitu ibu, nenek dari ibu, dan adiknya.

Riwayat hipertensi (+), DM (-), jantung (-).Asma merupakan penyakit yang

24

Page 25: Lapsus Asma

episodik dan umumnya terjadi sejak usia muda. Keadaan orang tua yang juga

memiliki riwayat asma maupun alergi lainnya dapat diturunkan ke anaknya.

Tidak adanya keluhan nyeri dada kiri yang menjalar ke punggung dapat

melemahkan keadaan sesak napas yang berasal dari kelainan jantung.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, takipneu, BMI 29,14 (obese

I), makula eritema pada pipi dan dagu, lentikular – nunmular, retraksi

suprasternal (+), wheezing (+) saat ekspirasi dan inspirasi, nyeri tekan

epigastrium (+), makula eritema pada ekstremitas atas, lentikular – nunmular,

gatal. Adanya pernapasan cepat dan dangkal serta retraksi suprasternal

merupakan suatu adaptasi tubuh dalam kondisi serangan asma. Sistem

pernapasan berusaha untuk mendapatkan oksigen sebanyak-banyaknya

dikarenakan adanya sumbatan pada saluran napas sehingga dapat terjadi

hiperinflasi paru. Bunyi wheezing menandakan adanya penyempitan bronkus

sehingga udara sulit keluar (mengi).

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis, EKG

: normal sinus rithme, dan pada spirometri (FEV1 : 38,3%, FVC : 32,8%,

FEV1/FVC : 115,4%, kesan restriktif). Leukositosis dapat terjadi karena pasien

sedang batuk, sehingga sel-sel imun bertambah banyak untuk melawan agen

penyebab batuk. Pada pasien asma, spirometri seharusnya menunjukkan tanda

obstruktif. Hal-hal yang mungkin menyebabkan spirogram tidak akurat yaitu

terburu-buru, penarikan napas yang salah, batuk, terminasi lebih awal, ekspirasi

yang bervariasi, atau kebocoran.

Pada pasien ini, diagnosis asma berdasarkan adanya batuk dan mengi

yang episodik (timbul berulang), variabilitas (timbul bila terpajan dengan faktor

pencetus), reversibilitas (gejala membaik dengan obat asma), riwayat alergi

lainnya, riwayat asma, serta riwayat asma atau alergi lain pada keluarga pasien

(atopi). Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya wheezing yang menandakan

adanya obstruksi saluran napas dan penggunaan otot bantu napas sebagai

kompensasi agar tubuh dapat menarik oksigen lebih banyak.

Berdasarkan kriteria derajat serangannya, maka pasien ini termasuk

dalam kriteria derajat berat : sesak saat berbicara, posisi nyaman dengan duduk

bertopang lengan, bicara penggal kalimat, iritable, tidak ada tanda sianosis,

25

Page 26: Lapsus Asma

wheezing sangat nyaring tanpa stetoskop, penggunaan otot bantu napas, retraksi

suprasternal dalam, takipneu, takikardi, saturasi oksigen 90%. Setelah diberikan

nebulisasi sebanyak dua kali, terjadi respon parsial. Oleh karena itu, pasien

termasuk serangat asma derajat sedang.

BAB V

KESIMPULAN

Pasien wanita usia 42 tahun datang dengan keluhan sesak dan timbul saat

pasien batuk kering. Pada 1 hari SMRS, sesak di rasa bertambah dan disertai

bunyi mengi. Pasien merasa pada posisi duduk, sesak sedikit berkurang

dibanding posisi tidur. Pusing (+), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (-), BAB

dan BAK (+) lancar, gatal, bentol, dan merah pada wajah dan tangan. Pasien

pernah mengalami sesak ± 40 hari sebelumnya. Riwayat asma (+) sejak kecil,

biasanya serangan timbul bila pasien kecapean, terkena udara dingin, dan batuk

pilek, terakhir serangan yaitu 40 hari dan 3 bulan yang lalu. Pasien memiliki

alergi obat antalgin dan tetrasiklin, udang, serta udara dingin. Riwayat hipertensi

(+), Riwayat asma (+) yaitu ibu, nenek dari ibu, dan adiknya. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan takikardi, takipneu, BMI 29,14 (obese I), makula eritema pada

pipi dan dagu, lentikular – nunmular, retraksi suprasternal (+), wheezing (+)

saat ekspirasi dan inspirasi, nyeri tekan epigastrium (+), makula eritema pada

ekstremitas atas, lentikular – nunmular, gatal. Pada pemeriksaan penunjang

laboratorium didapatkan leukositosis, EKG : normal sinus rithme, dan pada

spirometri (FEV1 : 38,3%, FVC : 32,8%, FEV1/FVC : 115,4%, kesan restriktif).

26

Page 27: Lapsus Asma

Pada pasien ini, diagnosis asma berdasarkan adanya batuk dan mengi

yang episodik (timbul berulang), variabilitas (timbul bila terpajan dengan faktor

pencetus), reversibilitas (gejala membaik dengan obat asma), riwayat alergi

lainnya, riwayat asma, serta riwayat asma atau alergi lain pada keluarga pasien

(atopi). Berdasarkan kriteria derajat serangannya, maka pasien ini termasuk

dalam kriteria derajat berat. Setelah diberikan nebulisasi sebanyak dua kali,

terjadi respon parsial. Oleh karena itu, pasien termasuk serangat asma derajat

sedang.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam UI Jilid 1, 404. Departemen Kesehatan RI.

2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta

2. Global Initiative for Asthma. 2011. Global Strategy for Asthma Management

and Prevention. Canada

3. Global strategy for asthma management and prevention (update 2011) –

www.ginasthma.org

4. Mcfadden. 2000. Penyakit Asma dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit

Dalam. Jakarta : EGC

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.. 2004. Asma : Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

6. Price A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit edisi VI

volume 2. Jakarta: EGC

7. Sherwood Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi VI.

Jakarta: EGC

8. Stefan Silbernagl ,Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.

27

Page 28: Lapsus Asma

28