lapsus varicela.docx
DESCRIPTION
LAPORAN TUGAS BLOK ANAKTRANSCRIPT
LAPORAN STATUS KESEHATAN ANAK
I. IDENTITAS
ANAK ORANG TUA
NAMA An. MA BAPAK/USIA Tn. Y / 32 tahun
TGL.LAHIR 29 Maret 2010 PEKERJAAN Pegawai
USIA 2 tahun 1bulan 11hari IBU/USIA Ny. NA / 30tahun
JENIS
KELAMINLaki-laki PEKERJAAN Ibu rumah tangga
ALAMAT RT 05, Perumahan Bumirejo, Mungkid, Magelang.
II. ANAMNESIS
A. KELUHAN UTAMA
Plenting-plenting berair.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 3 hari yang lalu muncul plenting-plenting berair yang dimulai pada
bagian kepala, muka dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh. Orang
tua pasien mengatakan bahwa anak tidak demam, batuk dan pilek.
Tetapi orang tua mengatakan anak mengeluh gatal. Selama sakit, anak
hanya di rumah bersama ibunya. Kemarin anak sudah di bawa ke dokter
dan diberi obat imunal plus, bedak calamed, dan obat berupa puyer.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat mondok di rumah sakit (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat pemberian obat jangka lama (-)
D. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat hipertensi dan diabetes melitus pada kakek (+)
E. RIWAYAT KELAHIRAN
Umur ibu saat hamil 27 tahun dan merupakan kehamilan anak pertama.
Pemeriksaan kehamilan rutin dan tidak ada komplikasi kehamilan.
Persalinan secara normal, cukup bulan dan dibantu bidan.
Ketika lahir anak langsung menangis, tidak ada kesulitan bernafas, dan
warna kulit normal.
Berat badan anak ketika lahir 3600 gram dan panjang badan 51 cm.
F. RIWAYAT PEMBERIAN MAKANAN
Anak mendapatkan ASI eksklusif sampai dengan umur 7 bulan dan
setelah itu mulai diberi makanan tambahan bubur bayi.
Anak suka minum susu dan tidak ada alergi makanan.
G. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Hubungan sosial anak dengan teman sebaya baik.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dibanding teman sebaya normal.
Dari buku KMS tidak ada keterlambatan pertumbuhan.
H. RIWAYAT IMUNISASI
Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan KMS.
I. RIWAYAT KEPRIBADIAN, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN
Anak diasuh oleh ibunya dan senang bermain dengan teman-temannya.
Anak mudah berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
Bahasa yang biasa digunakan adalah bahasa jawa dan bahasa
Indonesia.
J. ANAMNESIS SISTEM
Cerebrospinal : demam (-)
Respirasi : batuk (-), pilek (-)
Kardiovaskuler : sesak nafas (-)
Gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nafsu makan baik.
Integumentum : plenting-plenting berair (+), gatal (+)
III. PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM : Tampak sakit ringan, kompos mentis.
VITAL SIGN
1. Nadi : 95 x/menit
2. Suhu : 37oC
3. Pernafasan : 25 x/menit
STATUS GIZI
1. Klinis : edem (-), normal.
2. Antropometris
a. BB : 12,3 kg.
b. PB/TB : 90 cm.
c. Lingkar kepala (<2th) : -
d. Lingkar dada : tidak dilakukan
e. Lingkar lengan atas : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN FISIK LAIN (sesuai kasus)
Pemeriksaan ujud kelainan kulit : pada regio kepala, wajah, dada, dan
ekstremitas terdapat vesikel multipel dengan dasar eritem polimorf.
IV. PENILAIAN TUMBUH KEMBANG (pengukuran dengan KPSP)
Perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya karena jumlah
jawaban ya adalah 10.
V. PEMBAHASAN / INTERPRETASI
A. ANAMNESIS
IDENTITAS
Anamnesis mengenai identitas pasien memiliki beberapa tujuan yaitu:
1. Untuk mengetahui nama pasien agar anamnesis bisa dilakukan
dengan penuh empati dan memberikan kenyamanan kepada pasien.
2. Untuk mengidentifikasi faktor resiko dengan data mengenai umur dan
jenis kelamin, sebab pada beberapa penyakit terdapat faktor resiko
yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin.
3. Untuk mengetahui apakah daerah tempat tinggal pasien termasuk
daerah endemik penyakit tertentu.
Anamnesis identitas pada kasus ini meliputi identitas anak dan orang
tua. Data identitas anak meliputi nama, tanggal lahir, usia, dan jenis
kelamin. Sedangkan data identitas orangtua meliputi nama, usia,
pekerjaan dan alamat. Data mengenai identitas pasien yang lengkap
sangat penting dalam suatu status pasien, karena dapat digunakan
sebagai bukti tertulis mengenai masalah kesehatan yang dialami oleh
pasien.
Pada kasus ini pasien adalah seorang anak, sehingga diperlukan
data tanggal lahir untuk menentukan usia anak secara pasti. Data
mengenai usia anak dan jenis kelamin dapat digunakan dalam
perhitungan status gizi dan penilaian tumbuh kembang.
Menurut soetjiningsih (1995), umur dan jenis kelamin merupakan
salah satu lingkungan biologis yang mempengaruhi tumbuh kembang
anak setelah lahir. Umur yang paling rawan adalah masa balita. Karena
pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi.
Disamping itu masa balita merupakan dasar pembentukan kepribadian
anak. Sehingga diperlukan perhatian khusus. Untuk jenis kelamin
dikatakan bahwa anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak
perempuan, tetapi penyebabnya belum diketahui secara pasti.
KELUHAN UTAMA
Pada kasus ini orang tua pasien mengeluhkan adanya plenting-
plenting berair pada anaknya.
Plenting-plenting berair merupakan ujud kelainan kulit yang berupa
vesikel yaitu peninggian kulit berisi cairan berukuran <0,5 cm.
Adanya plenting-plenting berair atau vesikel dapat memunculkan
kecurigaan infeksi virus seperti varisela, variola, herpes zoster, herpes
simplek, dan penyakit kaki-tangan-mulut.
Menurut Sudarmo et al (2008), varisela adalah infeksi virus yang
disebabkan oleh virus varisela zoster dan dapat menyerang semua
golongan umur. Akan tetapi insidensi tertinggi sebesar 90% pada anak
berumur kurang dari 10 tahun. Sedangkan, variola adalah penyakit
infeksi virus yang telah diberantas habis dan dinyatakan tidak ada lagi
oleh WHO.
Menurut Lestari (2005), herpes zoster adalah penyakit rekuren yang
terjadi karena reaktivasi virus varisela zoster yang tadinya laten di
ganglion sensoris dorsalis kemudian bereplikasi & menyebar melalui
persyarafan ke kulit. Sedangkan, penyakit kaki-tangan-mulut adalah
penyakit infeksi virus akut pada bayi dan anak dengan tanda khas
vesikel di mulut, telapak tangan, dan telapak kaki.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Sejak 3 hari yang lalu muncul plenting-plenting berair yang dimulai
pada bagian kepala, muka dan akhirnya menyebar ke seluruh tubuh. Hal
ini menunjukkan bahwa sejak 3 hari yang lalu muncul vesikel dengan
pola penyebaran mulai dari kepala, muka, kemudian menyebar ke
seluruh tubuh.
Menurut Lestari (2005), pada varisela lesi kulit mula-mula timbul di
muka dan scalp, kemudian menyebar secara cepat ke badan dan sedikit
ke ekstremitas.
Menurut Sudarmo et al (2008), pada varisela stadium erupsi ruam
kulit muncul di muka dan kulit kepala, dengan cepat menyebar ke badan
dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang tertutup dan
jarang ditemukan pada telapak kaki dan tangan. Gambaran vesikel khas,
superfisial, dinding tipis dan terlihat seperti tetesan air. Cairan vesikel
pada permulaan jernih, dan dengan cepat menjadi keruh akibat sebukan
sel radang dan menjadi pustula.
Orang tua pasien mengatakan bahwa anak tidak demam, batuk dan
pilek. Tetapi orang tua mengatakan anak mengeluh gatal.
Menurut Lestari (2005), pada anak kecil imunokompeten yang
terkena varisela jarang terdapat gejala prodromal. Kadang hanya
terdapat demam dan malaise ringan bersamaan dengan timbulnya lesi
kulit. Gejala yang paling mengganggu adalah gatal yang biasanya timbul
selama vesikel masih terbentuk.
Selama sakit, anak hanya di rumah bersama ibunya. Hal ini
dimaksudkan supaya tidak terjadi penularan kepada teman-teman
sebaya yang ada di sekitarnya.
Varisela sangat menular dan terutama mengenai anak-anak. Kurang
lebih 90% kasus terjadi pada anak berusia kurang dari 10 tahun.
Sebanyak 96% anak akan mendapat varisela dalam 11-20 hari setelah
terpajan. Oleh karena itu, anak yang terkena varisela sebaiknya diisolasi
untuk mengindari terjadinya penularan (Lestari, 2005).
Kemarin anak sudah di bawa ke dokter dan diberi obat imunal plus,
bedak calamed, dan obat berupa puyer.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Hal ini
menunjukkan bahwa keluhan terjadi untuk pertama kalinya.
Pasien belum pernah mondok di rumah sakit dan tidak ada riwayat
pemberian obat jangka lama. Jadi, faktor predisposisi penggunaan
antibiotik dan kortikosteroid jangka panjang tidak ada pada pasien ini.
Hal ini penting ditanyakan karena penggunaan kortikosteroid jangka
panjang dapat menyebabkan status imun turun dan tubuh lebih mudah
terserang penyakit.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi, sehingga keluhan yang dirasakan
pada kulitnya bukan akibat reaksi alergi.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan serupa, sehingga keluhan
yang ada pada pasien bukan akibat penularan dari keluarga. Pada
riwayat keluarga hanya ditemukan riwayat hipertensi dan diabetes
melitus pada kakeknya.
RIWAYAT KELAHIRAN
Umur ibu saat hamil 27 tahun dan merupakan kehamilan anak
pertama. Umur ibu saat hamil merupakan salah satu data yang bisa
digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko terjadinya gangguan pada
kehamilan dan gangguan pada anak. Umur yang menjadi faktor resiko
terjadinya gangguan pada ibu maupun anaknya adalah dibawah 18
tahun dan lebih dari 35 tahun. Sehingga pada kasus ini, dari segi umur
ibu tidak memiliki faktor resiko.
Persalinan secara normal, cukup bulan dan dibantu bidan. Persalinan
yang berjalan lancar tanpa komplikasi akan memberi dampak yang baik
bagi tumbuh kembang anak dikemudian hari. Berbagai komplikasi
persalinan seperti asfiksia dan trauma lahir dapat mengakibatkan
kelainan tumbuh kembang.
Pada asfiksia neonatorum bayi tidak dapat bernafas secara spontan,
teratur dan adekuat. Keadaan ini mengakibatkan perubahan biokimiawi
pada darah bayi, yang jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat
menyebabkan kematian atau kerusakan pada sistem saraf pusat
sehingga bayi bisa mengalami kecacatan. Oleh karena itu, jika terjadi
asfiksia harus ditolong dengan cepat dan tepat (Soetjiningsih, 1995).
Pada kasus ini ketika lahir anak langsung menangis, tidak ada
kesulitan bernafas, dan warna kulit normal. Hal ini menunjukkan bahwa
anak tidak mengalami asfiksia.
Berat badan pasien ketika lahir 3600 gram dan panjang badan 51 cm.
Jadi, pasien tidak termasuk bayi berat lahir rendah (BBLR). Yang
termasuk dalam klasifikasi berat bayi lahir rendah adalah bayi yang lahir
dengan berat badan <2500 gram. BBLR tergolong bayi dengan risiko
tinggi, karena angka kesakitan dan kematiannya tinggi. Oleh karena itu,
pencegahan BBLR sangat penting yaitu dengan pemeriksaan kehamilan
yang rutin dan memperhatikan gizi ibu pada waktu hamil. Dan pada
kasus ini ketika hamil ibu melakukan pemeriksaan secara rutin dan
memperhatikan asupan makanannya, sehingga tidak terjadi kejadian
BBLR.
RIWAYAT PEMBERIAN MAKANAN
Saat ini anak suka minum susu, dan tidak ada alergi makanan.
Makanan memegang peranan yang penting dalam tumbuh kembang
anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda
dengan orang dewasa. Kekurangan makanan yang bergizi akan
menyebabkan retardasi pertumbuhan anak. Makan yang berlebihan juga
tidak baik karena dapat menyebabkan obesitas (Soetjiningsih, 1995).
Salah satu asupan yang penting bagi anak adalah ASI, karena
mempunyai nutrien yang sesuai untuk bayi dan mengandung beberapa
zat protektif. Selain bermanfaat untuk bayi, ASI juga bermanfaat bagi ibu
(Siswosudarmo dan Emilia, 2010).
Menurut Siswosudarmo dan Emilia (2010), Kandungan ASI yang
sesuai untuk bayi adalah :
1. Lemak
Sebagai sumber kalori utama dalam ASI adalah Lemak. Kadar lemak
dalam ASI antara 3,5-4,5 %. Dalam ASI terdapat lipase yang berguna
mencerna lemak, sehingga kadar lemak dalam ASI yang tinggi mudah
diserap oleh bayi.
2. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa, yang kadarnya paling
tinggi disbanding susu mamalia lainnya. Laktosa mudah dipecah
menjadi glukosa dan galaktosa dengan bantuan enzim laktase yang
sudah ada dalam mukosa saluran pencernaan sejak lahir.
3. Protein
Kadar protein dalam ASI sebesar 0,9%. Dalam ASI terdapat dua
macam asam amino yang tidak ditemukan dalam susu sapi, yaitu
sistin dan taurin. sistin digunakan untuk pertumbuhan somatic,
sedangkan taurin digunakan untuk pertumbuhan otak.
4. Garam dan mineral.
ASI dan susu sapi mengandung zat besi dalam kadar yang sama,
akan tetapi zat besi dalam ASI lebih mudah diserap.
5. Vitamin
ASI cukup mengandung vitamin yang diperlukan bayi. Vitamin K yang
berfungsi sebagai katalisator aktivasi faktor-faktor koagulasi terdapat
dalam ASI dalam jumlah yang cukup dan mudah diserap. Selain itu
ASi juga mengandung vitamin E, vitamin D, vitamin A dan vitamin C
lebih tinggi daripada susu sapi.
Selain kandungan ASI yang sangat bermanfaat, bayi yang mendapat
ASI lebih jarang menderita penyakit karena adanya zat protektif dalam
ASI. Zat protektif tersebut antara lain laktoferin, lisozim, antibodi, dan
tidak menimbulkan alergi (Siswosudarmo dan Emilia, 2010).
Pemberian ASI eksklusif sebaiknya dilakukan sampai umur 6 bulan,
kemudian diberikan makanan pendamping ASI. Pada kasus ini pasien
mendapat ASI eksklusif sampai umur 7 bulan dan setelah itu mulai
diberikan makanan pendamping berupa bubur bayi. Jadi, anak
mendapatkan ASI eksklusif 1 bulan lebih lama dari program pemerintah.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak memerlukan
teman sebaya. Tetapi perhatian orang tua tetap dibutuhkan untuk
memantau dengan siapa anak tersebut bergaul. Supaya anak mendapat
stimulasi yang terarah dan teratur dari lingkungannya (soetjiningsih,
1995).
Pada kasus ini hubungan sosial anak dengan teman sebaya baik, dan
ibu senantiasa memperhatikan anaknya ketika bermain.
Pertumbuhan dan perkembangan anak dibanding teman sebaya
normal. Dan dari buku KMS tidak ada keterlambatan pertumbuhan.
Menurut Soetjiningsih (1995), kartu menuju sehat (KMS) adalah alat
yang penting untuk memantau tumbuh kembang anak. Aktifitas tidak
hanya menimbang dan mencatat saja, tetapi harus menginterpretasikan
tumbuh kembang anak kepada ibunya. Sehingga memungkinkan
pertumbuhan anak dapat diamati dengan cara menimbang teratur setiap
bulan.
RIWAYAT IMUNISASI
Riwayat imunisasi lengkap sesuai dengan KMS. Saat ini usia pasien
2 tahun 1 bulan, sesuai dengan KMS imunisasi yang telah didapatkan
adalah sebagai berikut :
1. BCG pada usia 2 bulan.
2. Hepatitis B pada usia 1 minggu, 1 bulan, dan 6 bulan.
3. Polio pada usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan dan
4. DPT pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 18 bulan.
5. Campak pada usia 9 bulan.
Pemberian imunisasi pada anak penting untuk mengurangi morbiditas
dan mortalitas terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan
imunisasi. Dengan melaksanakan imunisasi yang lengkap, diharapkan
dapat mencegah timbulnya penyakit-penyakit yang menimbulkan cacat
dan kematian.
RIWAYAT KEPRIBADIAN, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN
Saat ini anak diasuh oleh ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa ibu
senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anaknya.
Perhatian dan kasih sayang merupakan stimulasi yang diperlukan anak.
Stimulasi semacam ini akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya
diri pada anak, sehingga anak lebih responsif terhadap lingkungannya
dan lebih berkembang. Selain itu, hubungan yang erat antara ibu dengan
anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang
selaras baik fisik, mental, maupun psikososial.
Menurut Soetjiningsih (1995), peran kehadiran ibu sedini dan
selanggeng mungkin akan menjalin rasa aman bagi anak. Kekurangan
kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai
dampak negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental, maupun
sosial emosi.
Anak senang bermain dengan teman-temannya dan mudah
berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Hal ini penting ditanyakan,
karena kelompok sebaya dan interaksi dengan lingkungan sekitar
merupakan salah satu faktor psikososial yang mempengaruhi tumbuh
kembang anak.
Menurut Sekartini (2011), bermain merupakan tahap awal dari proses
belajar pada anak yang dialami hampir semua orang. Melalui kegiatan
bermain yang menyenangkan, seorang anak berusaha untuk menyelidiki
dan mendapatkan pengalaman yang banyak. Baik pengalaman dengan
diri sendiri, orang lain, maupun dengan lingkungan di sekitarnya. Ketika
anak bermain dengan teman sebaya atau orang lain, anak belajar
berpisah dengan ibu, belajar berbagi dengan orang lain, meningkatkan
perkembangan bahasa baik bahasa ekspresi maupun bahasa resepsif.
Bahasa sehari-hari yang biasa digunakan adalah bahasa jawa dan
bahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa merupakan indikator
perkembangan anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa
dukungan dari lingkungannya. Mereka harus mendengar pembicaraan
yang berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari maupun pengetahuan
tentang dunia. Oleh sebab itu, bahasa sehari-hari yang digunakan oleh
orang tua sangat mempengaruhhi perkembangan kemampuan bicara
anak. Sehingga tidak dianjurkan untuk menggunakan ataupun
mengajarkan berbagai bahasa secara bersamaan kepada anak, karena
itu akan membuat anak bingung dan menghambat perkembangan anak.
ANAMNESIS SISTEM
Pada anamnesis sistem tidak ada kelainan pada sistem cerebrospinal
respirasi, kardiovaskuler dan gastrointestinal. Sedangkan pada sistem
integumentum didapatkan adanya keluhan plenting-plenting berair dan
gatal.
B. PEMERIKSAAN FISIK
KESAN UMUM
Pada saat dilakukan pemeriksaan, keadaan umum pasien tampak
sakit ringan dan dalam keadaan sadar penuh ketika berinteraksi dan
bermain dengan pemeriksa.
VITAL SIGN
1. Nadi
Frekuensi nadi dihitung selama 1 menit dalam keadaan anak duduk
tenang dengan meraba arteri radialis memakai ujung jari II, III, dan IV
tangan kanan sedang ibu jari berada di bagian dorsal tangan anak. Yang
dinilai adalah frekuensi, irama, serta kualitas nadi. Hasilnya didapatkan
frekuensi nadi 95 x/menit, irama teratur, kualitas nadi baik (kuat angkat).
2. Suhu
Pemeriksaan suhu tubuh dilakukan pada aksila dengan hasil 37oC.
3. Pernafasan
Penghitungan frekuensi pernafasan dilakukan dengan melihat
gerakan pernafasan selama 1 menit. Yang dinilai adalah frekuensi dan
irama pernafasan. Setelah pemeriksaan didapatkan hasil frekuensi 25
x/menit, irama teratur.
STATUS GIZI
1. Klinis
Tidak ada edema dan berdasarkan Z-score status gizi pasien normal.
2. Berat Badan (BB)
Berat badan merupakan parameter yang terpenting dan paling sering
digunakan karena memberikan gambaran status gizi sekarang. Menurut
rumus yang dikutip dari Behrman (1992), untuk memperkirakan berat
badan anak dalam kilogram adalah sebagai berikut :
Umur 3-12 bulan = umur (bulan) +9
2
Umur 1-6 tahun = umur (tahun) x 2 + 8
Umur 6-12 tahun = umur (tahun) x 7 – 5
2
Jika berat badan pasien dihitung berdasarkan rumus tersebut maka
didapatkan hasil :
Umur 2 tahun = umur (tahun) x 2 + 8
= 2 x 2 + 8
= 12 kg
Berdasarkan data anamnesis didapatkan hasil berat badan pasien
saat ini adalah 12,3 kg. Jadi, berat badan pasien lebih 0,3 kg dari
perkiraan berat badan berdasarkan rumus Behrman. Akan tetapi ini
bukan hasil yang buruk karena berat badan pasien saat ini tidak lebih
rendah dari perkiraan dan perbedaan angkanya tidak terlalu signifikan.
Untuk nilai Z-score BB/U anak laki- laki umur 25 bulan adalah :
Indeks
Simpang Baku-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
BB/U 8,7 10,1 11,4 12,8 14,1 15,4 16,7
BB/U = 12,3 – 12,8
12,8 – 11,4
= - 0,5
1,4
= - 0,36 SD
Berdasarkan penilaian status gizi menurut Depkes RI (2000) dengan
indikator BB/U, -0,36 SD termasuk dalam klasifikasi gizi baik karena
berada dalam nilai batas -2 SD sampai +2 SD.
Grafik Z-score BB/U sebagai berikut :
Jika dibandingkan dengan grafik persentil BB/U, hasilnya sebagai
berikut :
Berdasarkan grafik persentil BB/U, pasien berada di antara persentil
15-50.
3. Panjang badan/Tinggi badan
Panjang badan/tinggi badan merupakan parameter antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal,
tinggi badan tumbuh seiring dengan berat badan. Tinggi badan relatif
kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu singkat.
Pengaruhnya akan nampak dalam waktu yang lama.
Menurut rumus yang dikutip dari Behrman (1992), untuk
memperkirakan tinggi badan anak dalam sentimeter adalah :
Lahir = 50 cm
Umur 1 tahun = 75 cm
Umur 2-12 tahun = umur (tahun) x 6 + 77
Jika tinggi badan pasien dihitung berdasarkan rumus tersebut maka
didapatkan hasil sebagai berikut :
Umur 2 tahun = umur (tahun) x 6 + 77
= 2 x 6 + 77
= 89 cm
Berdasarkan data anamnesis didapatkan hasil tinggi badan pasien
saat ini adalah 90 cm. Jadi, tinggi badan pasien lebih 1cm dari perkiraan
tinggi badan berdasarkan rumus Behrman. Selisih antara hasil
perhitungan perkiraan tinggi badan dengan tinggi badan pasien saat ini
adalah 1cm.
Untuk nilai Z-score TB/U anak laki- laki umur 25 bulan adalah :
Indeks
Simpang Baku-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
TB/U 78,3 81,7 85,1 88,5 91,8 95,2 98,6
TB/U = 90,0 – 88,5
91,8 – 88,5
= 1,5
3,3
= 0,45 SD
Berdasarkan penilaian status gizi menurut Depkes RI (2000) dengan
indikator TB/U, 0,45 SD termasuk dalam klasifikasi normal karena
berada dalam nilai batas -2 SD sampai +2 SD.
Grafik Z-score TB/U sebagi berikut :
Jika dibandingkan dengan grafik persentil TB/U hasilnya sebagai
berikut:
Berdasarkan grafik persentil TB/U tersebut, pasien berada di antara
persentil 50-85.
Untuk nilai Z-score BB/TB anak laki-laki dengan tinggi badan 90 cm
adalah :
Indeks
Simpang Baku-3 SD -2 SD -1 SD Median +1 SD +2 SD +3 SD
BB/TB 9,8 10,9 12,1 13,3 14,7 16,2 17,6
BB/TB = 12,3 – 13,3
13,3 – 12,1
= -1
1,2
= -0,83 SD
Berdasarkan penilaian status gizi menurut Depkes RI (2000) dengan
indikator BB/TB, -0,83 SD termasuk dalam klasifikasi normal karena
berada dalam nilai batas -2 SD sampai +2 SD.
Grafik Z-score BB/TB sebagai berikut :
Jika dibandingkan dengan grafik persentil BB/TB hasilnya adalah :
Berdasarkan grafik persentil BB/TB tersebut, pasien berada di antara
persentil 15-50.
4. Lingkar kepala (<2th)
Pengukuran lingkar kepala dilakukan pada anak yang berumur
kurang dari 2 tahun. Karena pasien berumur lebih dari 2 tahun, maka
tidak dilakukan pengukuran lingkar kepala.
5. Lingkar dada dan lingkar lengan atas
Pengukuran lingkar dada dan lingkar lengan atas tidak dilakukan
pada pasien, karena pada dada dan lengan atas pasien terdapat vesikel-
vesikel.
PEMERIKSAAN FISIK LAIN (sesuai kasus)
Pemeriksaan fisik lain yang dilakukan adalah pemeriksaan ujud
kelainan kulit. Hasilnya pada regio kepala, wajah, dada, punggung dan
ekstremitas terdapat vesikel multipel dengan dasar eritem polimorf.
C. HASIL PENGUKURAN KPSP
Deteksi dini penyimpangan perkembangan anak dilakukan di semua
tingkat pelayanan kesehatan. Salah satunya adalah dengan melakukan
pemeriksaan perkembangan anak menggunakan Kuisioner Pra Skrining
Perkembangan (KPSP). Tujuan pemeriksaan perkembangan anak
menggunakan KPSP adalah untuk mengetahui apakah perkembangan
anak normal atau ada penyimpangan.
Alat/instrumen yang digunakan pada pemeriksaan adalah :
1. Formulir KPSP menurut umur
Formulir berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan
yang telah dicapai anak. Sasaran KPSP adalah anak umur 0-72
bulan.
2. Alat bantu pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola sebesar bola
tenis, kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah,
kismis, kacang tanah, potongan biscuit kecil berukuran 0,5-1 cm.
Cara menggunakan KPSP adalah sebagai berikut :
1. Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.
2. Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan, dan tahun
anak lahir. Bila umur anak lebih 16 hari dibulatkan menjadi 1 bulan.
3. Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai
dengan umur anak.
4. KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu:
Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak.
contoh: “Dapatkah bayi makan kue sendiri?”
Perintah kepada ibu untuk melaksanakan tugas pada KPSP.
contoh: “Pada posisi bayi anda terlentang, tariklah bayi pada
pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke posisi duduk.”
5. Jelaskan kepada orangtua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab,
oleh karena itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang
ditanyakan kepadanya.
6. Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap
pertanyaan hanya ada 1 jawaban, ya atau tidak. Catat jawaban
tersebut pada formulir.
7. Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelahibu/pengasuh anak
menjawab pertanyaan terdahulu.
8. Teliti kembali apakah pertanyaan telah dijawab
Penilaian hasil KPSP adalah :
1. Jawaban ya, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak bisa atau
pernah atau sering atau kadang-kadang melakukannya.
2. Jawaban tidak, bila ibu/pengasuh anak menjawab: anak belum
pernah melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh anak tidak
tahu.
3. Jumlah jawaban ya = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan
tahap perkembangannya (S).
4. Jumlah jawaban ya = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).
5. Jumlah jawaban ya = 6 atau kurang, perkembangan anak
menyimpang (P).
6. Untuk jawaban tidak, perlu dirinci jumlah jawaban tidak menurut jenis
keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa,
sosialisasi dan kemandirian).
Sesuai dengan cara penggunaan KPSP, tahap awal pemeriksaan
adalah menentukan umur anak. Tanggal lahir anak 29 maret 2010 dan
pemeriksaan dilakukan pada tanggal 10 mei 2012, sehingga umur anak
2 tahun 1 bulan 11 hari. Setelah didapatkan hasil perhitungan umur
diambil hasil tahun usia penuh yaitu 2 tahun dan dipilih KPSP 24 bulan
sesuai umur anak.
Pada KPSP 24 bulan terdapat 10 pertanyaan sebagai berikut :
1. Jika anda sedang melakukan pekerjaan rumah tangga, apakah anak
meniru apa yang anda lakukan? (sosialisasi kemandirian)
Pertanyaan ini dijawab oleh ibu dan jawabannya adalah ya, karena
anak sering meniru ibu ketika menyapu.
2. Dapatkah anak meletakkan 1 buah kubus satu persatu diatas yang
lain tanpa menjatuhkan kubus tersebut? kubus yang digunakan
berukuran sekitar 2,5-5 cm. (gerak halus)
Pertanyaan ini dilakukan oleh pemeriksa yang mengajak anak untuk
menyusun 6 kubus. Jawabannya adalah ya, karena anak berhasil
menyusun 6 kubus tanpa menjatuhkannya.
3. Dapatkah anak mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai
arti selain “pa-pa” dan “ma-ma”? (bicara & bahasa)
Jawaban dari pertanyaan ini adalah ya, karena ketika ibu mengangkat
lengan baju anaknya untuk memperlihatkan plenting-plenting yang
ada di lengan, anak mengatakan “di-tu-tup” yang meminta ibunya
untuk menarik kembali lengan bajunya.
4. Dapatkah anak berjalan mundur 5 langkah atau lebih tanpa
kehilangan keseimbangan? (gerak kasar)
Jawaban dari pertanyaan ini adalah ya, karena anak mampu berjalan
mundur lebih dari 5 langkah ketika mengambil mainan dan
memberikan pada ibunya.
5. Dapatkah anak melepas pakaiannya, misalnya : baju, rok, atau celana
(topi dan kaos kaki tidak ikut dinilai)? (sosialisasi kemandirian)
Jawaban dari pertanyaan ini adalah ya, karena ibu mengatakan
bahwa anak mampu melepas celana ketika ingin buang air kecil.
6. Dapatkah anak berjalan naik tangga sendiri? (gerak kasar)
Pada pertanyaan ini ibu menjawab ya, karena anak mampu berjalan
naik tangga dengan berpegangan pada pegangan tangga.
7. Tanpa bimbingan, petunjuk atau bantuan anda, dapatkah anak
menunjuk dengan benar paling sedikit satu bagian badannya (rambut,
mata, hidung, mulut, atau bagian badan yang lain)? (bicara & bahasa)
Jawaban dari pertanyaan ini adalah ya, karena anak mampu
menunjuk rambut dan hidung ketika diminta untuk menunjukkannya.
8. Dapatkah anak makan nasi sendiri tanpa banyak yang tumpah?
(sosialisasi kemandirian)
Pertanyaan ini ditujukan kepada ibu dan ibu menjawab ya.
9. Dapatkah anak membantu memungut mainannya sendiri atau
membantu mengangkat piring jika diminta? (bicara & bahasa)
Jawaban dari pertanyaan ini adalah ya, karena ketika diminta untuk
mengambil bola dan kubus, anak mampu melakukannya dengan baik.
10. Dapatkah anak melempar bola lurus kearah perut atau dada anda dari
jarak 1,5 meter? (gerak kasar)
Jawaban dari pertanyaan ini adalah ya, karena ketika diajak bermain
bola anak mampu melempar bola lurus ke arah dada pemeriksa.
Jadi, jumlah jawaban ya adalah 10 dan ini menunjukkan bahwa
perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembangannya.
VI. DIAGNOSIS / DAFTAR MASALAH
Berdasarkan anamnesis didapatkan data bahwa ruam kulit mula-mula
muncul di kulit kepala, muka, dan dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh
dan ekstremitas. Ujud kelainan kulitnya adalah vesikel multipel dengan dasar
eritem polimorf. Dari ujud kelainan kulit dan pola penyebarannya mengarah
ke varisela.
Pada riwayat penyakit dahulu anak belum pernah menderita penyakit
serupa. Hal ini menjelaskan bahwa anak masih mungkin menderita penyakit
varisela bukan herpes zoster.
Dari hasil pemeriksaan fisik vesikel tidak ditemukan pada telapak kaki,
telapak tangan, mulut. Sehingga, diagnosis penyakit kaki-tangan-mulut bisa
disingkirkan.
Diagnosis Varisela dapat ditegakkan secara klinis dengan menggunakan
gambaran dan perkembangan lesi kulit yang khas, terutama apabila
diketahui ada kontak dengan penderita sekitar 2-3 minggu sebelumnya.
Menurut Lubis (2008), biasanya pasien datang dengan keluhan plenting-
plenting merah berair. Sedangkan gambaran klinis yang khas yang dimiliki
oleh pasien varisela yaitu :
1. Muncul setelah masa prodromal yang muncul singkat dan ringan
2. Lesi berkelompok yang muncul pada bagian sentral
3. Perubahan lesi yang cepat dari makula, vesikula, pustula, sampai kusta
4. Terdapat nya semua tingkat lesi kulit pada saat yang bersamaan
5. Terdapat lesi mukosa pada mulut
Selain dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan Tzanck smear
Pemeriksaan dengan menggunakan cat giemsa/HE/Wright atau paragon
multipel yang merupakan pemeriksaan sederhana yang bernilai
diagnostik yang dianjurkan oleh dokter. Preparat ini diambil dari dasar
vesikel yang masih baru kemudian diwarnai dengan pewarnaan Giemsa/
HE/ Wright, setelah itu dilihat dimikroskop cahaya maka apabila terdapat
virus varicela zoster, maka akan terlihat multinucleated giant cells.
Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 84% dan digunakan untuk
membedakan virus varicela zoster dengan herpes simplek (Sugito,
2003).
2. Direct fluorescent assay (DFA)
Menurut Lubis (2008), pemeriksaan ini diambil dari sraping dasar vesikel
dengan menggunakan mikroskop fluorescense, namun pemeriksaan ini
apabila dilakukan pada vesikel yang sudah berbentuk krusta maka
hasilnya kurang sensitif. Pemeriksaan ini dapat menemukan antigen dari
virus varicela zoster.
3. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan ini dapat menggunakan beberapa jenis preparat yaitu
screping dasar vesikel ataupun vesikel yang sudah menjadi krusta
karena sensitivitasnya tinggi yaitu berkisar 97-100%, test ini dapat
menentukan nucleid acid dari virus varicela zoster (Lubis C, 2003).
4. Pemeriksaan Histologi
Biopsi kulit terlihat adanya gambaran histologi tampak vesikel
intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis pada
dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrase. Gambaran
histopatologi varisela dengan herpes zoster sama yaitu degenerasi balon
dengan badan inklusi asidofilik dalam inti sel dan sel raksasa berinti
banyak (Lubis D,2008).
Diagnosis banding
Variola Herpes Zoster HMFD
Definisi penyakit virus yang disertai keadaan umum yang buruk, dan memberikan gambaran monomorf
penyakit rekuren yang terjadi karena reaktivasi VZV yang tadinya laten di ganglion sensoris dorsalis kemudian bereplikasi & menyebar melalui persyarafan ke kulit.
Peradangan kulit pada daerah sekitar mulut, tangan & kaki.
Efloresensi Makulo - papular eritematosa terutama di muka & ekstremitas, monomorf. (tidak tumbuh lesi baru), Vesikula, pustula.
gerombolan vesikel di atas kulit yang eritematosa sedang kulit diantara gerombolan tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan sama sedangkan usia lesi dg gerombolan lain tidak sama.
lesi berbentuk oval terbatas di ekstremitas & kadang ke bokong, bukan vesikel di atas dasar yang eritematosa. Mukosa lebih banyak terkena
Gambar
VII. RENCANA PENGELOLAAN / EDUKASI
A. FARMAKOLOGI
Pengobatan yang sudah diberikan adalah:
1. Bedak Calamed
Bedak ini mengandung kalamin yang merupakan kombinasi dari
seng oksida 98% dan ferri oksida 1%. Bedak ini sudah tepat diberikan
pada pasien sebagai pengobatan topikal karena kalamin bersifat anti
pruritus atau anti gatal. Dengan mengurangi rasa gatal maka akan
menghindari kecenderungan untuk menggaruk sehingga tidak terjadi
luka atau infeksi maupun dapat mencegah pecahnya vesikel akibat
garukan. Kalamin juga mempunyai sifat antiseptik ringan dan dapat
member efek menyejukkan sehingga pasien dapat istirahat dengan
tenang.
2. Sirup Imunal Plus
Obat ini memiliki manfaat sebagai peningkat daya tahan tubuh.
Karena penyakit ini dapat sembuh sendiri apabila imunitas pasien baik,
sehingga dengan pemberian obat tersebut diharapkan dapat
meningkatkan imunitas dan mempercepat penyembuhan dari penyakit
varisela ini.
3. Obat puyer
Kemungkinan obat yang diberikan adalah Asiklovir sebagai antivirus.
Asiklovir oral dapat mempersingkat lama penyakit pada anak normal.
Sedangkan pada penderita imunokompromais pengobatan yang paling
efektif adalah dengan pemberian asiklovir intravena. Asiklovir oral yang
diberikan dalam 24 jam munculnya lesi kulit pertama memberikan
manfaat klinik pada pasien sehat. (Behrman, 2010).
Asiklovir terbukti efektif menurunkan morbiditas dan mortalitas
Varisela pada pasien imunokompromise apabila diberikan dalam 24 jam
sejak onset ruam, sedangkan pada pasien sehat asiklovir terbukti
mampu mengurangi lama demam dan mengurangi jumlah maksimum
lesi ataupun mengurangi rasa gatal yang timbul (Sudarmo et al, 2008).
Dosis asiklovir 80 mg/kgBB/hari per oral, terbagi dalam 5 dosis
selama 5 hari. Anak yang mendapat terapi asiklovir disarankan harus
mendapat cukup cairan karena asiklovir dapat mengkristal pada tubulus
renal bila diberikan pada individu yang mengalami dehidrasi (Sudarmo et
al, 2008).
B. NON FARMAKOLOGI / EDUKASI
Edukasi untuk pasien adalah :
1. Memberikan penjelasan mengenai penyakit, penyebabnya,
penularannya, pencegahannya, penatalaksanaan, dan prognosisnya.
2. Istirahat yg cukup.
3. Sebaiknya jangan keluar rumah dulu karena varisela sangat menular.
4. Asupan makanan harus dijaga. Makanan bergizi sangat menunjang
untuk penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh virus termasuk
penyakit varisela yang dapat sembuh sendiri jika daya tahan tubuh
anak baik.
5. Kuku anak sebaiknya dipotong untuk mencegah terjadinya luka akibat
garukan. Karena jika terjadi luka akan memudahkan bakteri masuk ke
dalam luka, sehingga terjadi infeksi sekunder.
Sebenarnya varisela dapat dicegah dengan pemberian imunisasi pasif
maupun imunisasi aktif. Imunisasi pasif berupa vaksin varicella zoster
imunoglobulin (VZIG), yang diberikan dalam waktu 3 hari setelah
terpajan virus varicella-zoster, pada anak-anak imunokompeten terbukti
mencegah varisela, sedangkan pada anak imunokompromais dapat
mengurangi gejala. VZIG dapat diberikan pada anak-anak dengan usia
<15 tahun yang belum pernah menderita varisela, dapat juga diberikan
pada usia pubertas > 15 tahun yang belum pernah menderita varisela
atau herpes zoster antibodi VZV. Dosis pemberiannya adalah 125 U/10
kg BB ( Lubis C, 2003).
Selain itu dapat juga diberikan imunisasi aktif yaitu menggunakan
vaksin varisela virus (OKA Strain) dan kekebalan yang didapat dapat
bertahan selama 10 tahun dan daya proteksi melawan varisella virus
berkisar 75-100% (Lubis D, 2008).
Menurut Soedarmo et al (2008), vaksin varisela virus (OKA Strain)
terbukti aman, ditoleransi baik dengan efek samping yang minimal
(demam dan ruam minimal) dan mempunyai tingkat perlindungan yang
tinggi pada anak usia 1-12 tahun.
Menurut Rezeki (2011), kesepakatan pada rapat Satgas Imunisasi
IDAI Juni 2010, telah ditentukan perubahan umur pemberian vaksin
varisela dari umur 5 tahun menjadi 1 tahun. Hal ini berdasarkan pada :
1. Efektivitas vaksin varisela tidak diragukan lagi, namun apabila
cakupan imunisasi belum tinggi dapat mengubah epidemiologi
penyakit dari masa anak ke dewasa (pubertas). Akibatnya angka
kejadian varisela orang dewasa akan meningkat dibandingkan anak.
2. Dampak varisela pada dewasa lebih berat daripada anak, apalagi
apabila terjadi pada masa kehamilan dapat mengakibatkan sindrom
varisela kongenital dengan angka kematian tinggi.
3. Penularan terbanyak terjadi di sekolah taman kanak-kanak dan
sekolah bermain (Play Group)
Berdasarkan pertimbangan itu, maka imunisasi varisela diberikan
sebelum masuk sekolah bermain.
Dosis pemberiannya adalah 0,5 ml secara subkutan. Untuk umur lebih
dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.
Kadang-kadang timbul efek samping yaitu timbul demam atau reaksi
lokal seperti ruam makulopapular dan terjadi pada 3-5 % anak-anak.
Vaksin ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil karena akan
menyebabkan kongenital varisela (Rezeki, 2011).
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Behrman, Richard E; Kliegman, Robert M, 2010. Nelson Esensi Pediatri
Ed.4. Jakarta: EGC
Lestari, T., 2005. Infeksi Kulit Pada Bayi dan Anak. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.
Lubis C., 2003. Varisela pada anak gejala klinis,pencegahan dan
pengobatan. Jurnal bagian ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran
sumatera utara.
Lubis D., 2008. Varicella dan Herpes Zoster. Jurnal departemen kesehatan
kulit dan kelamin fakultas kedokteran sumatera utara.
Rezeki, S., 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : Ikatan Dokter
Anak Indonesia.
Sekartini, R., 2011. Buku Kumpulan Tips Pediatri. Jakarta : Badan Penerbit
IDAI.
Siswosudarmo dan Emilia, 2010. Obstetri Fisiologi. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia.
Sudarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI., 2008. Buku Ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Sugito T.L., 2003. Infeksi Virus Varicella- Zoster pada bayi dan anak.
Jakarta : Fakultas kedokteran universitas Indonesia.
IX. LAMPIRAN
A. Laporan Posyandu
1. Nama Posyandu
Posyandu Kenanga
2. Lokasi/alamat
Perumahan Bumirejo, Mungkid, Magelang.
3. Jumlah Balita
50 anak
4. Jumlah Kader
28 anak
5. Jadwal Posyandu
Sebulan sekali setiap hari kamis minggu ke-2
6. Kegiatan yang dilakukan
Kegiatan yang dilaksanakan ada 5 langkah, yaitu:
a. Pendaftaran
b. Penimbangan
c. Pengisian KMS
d. Penyuluhan
e. Pelayanan kesehatan
7. SKDN
Kegiatan posyandu tergambar melalui cakupan SKDN.
S : Semua balita di wilayah kerja posyandu
K : Semua balita yang memiliki KMS
D : Balita yang ditimbang
N : Balita yang Naik berat badannya
Pada posyandu kenanga data SKDN sebagai berikut:
S : 50 anak
K : 50 anak
D : 28 anak
N : 22 anak
Dari data SKDN tersebut dapat dinilai tingkat keberhasilan posyandu
berdasarkan :
a. Peran serta masyarakat
DS =
2850 = 56%
b. Keberhasilan program posyandu
ND
= 2228
= 78%