lapsusasma bronkhial
DESCRIPTION
ASMA BRONKHIALTRANSCRIPT
Laporan Kasus
ASMA BRONKIAL
Oleh:
Selfien (I1A099036)
Pembimbing
Dr. Meriah Sembiring, Sp.A
SMF/ BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FK-UNLAM/RSUD ULIN
Banjarmasin
Oktober, 2005
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………....i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....ii
PENDAHULUAN……………………………………………………………...1
TINJAUAN KEPUSTAKAAN….……………………………………………..2
Definisi…………………………………………………………………….2
Etiologi…………………………………………………………………….2
Patogenesa dan Patofisiologis……………………………………………..3
Gejala Klinis………………………………………………………………..5
Diagnosa…………………………………………………………………….6
Diagnosa Banding………………………………………………………….11
Komplikasi…………………………………………………………………11
Penatalaksanaan…………………………………………………………….12
Prognosis……………………………………………………………………16
Pencegahan………………………………………………………………….16
LAPORAN KASUS……………………………………………………………...18
Identitas……………………………………………………………………..18
Anamnesa…………………………………………………………………...18
Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………..22
v
Pemeriksaan Laboratorium Sederhana……………………………………..27
Resume……………………………………………………………………..27
Diagnosa…………………………………………………………………....29
Penatalaksanaan…………………………………………………………….29
Usulan Pemeriksaan………………………………………………………..29
Prognosis…………………………………………………………………...29
Pencegahan………………………………………………………………....30
DISKUSI………………………………………………………………………...31
PENUTUP………………………………………………………………………38
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..iv
v
PENDAHULUAN
Asma merupakan penyakit yang populer dimasyarakat, juga masyarakat luas.
Insidensinya meningkat di seluruh dunia terutama pada anak sehubungan dengan kemajuan
industri dan meningkatnya polusi.1 Meskipun asma telah dikenal ribuan tahun yang lalu,
para ahli masih belum sepakat mengenai definisi penyakit tersebut.2,3 Dari waktu ke waktu
definisi asma terus mengalami perubahan.2
Penyakit asma dapat terjadi pada berbagai usia baik laki-laki maupun perempuan.4
Di Indonesia pada saat ini para dokter umumnya belum menyebarluaskan cara pengelolaan
asma yang baik di masyarakat.1 Pasien asma anak dan dewasa di Indonesia diperkirakan
sekitar 3-8%, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 mengajukan angka sebesar
7,6%.1
Asma mempunyai dampak negatif pada kehidupan penderitanya termasuk untuk
anak, seperti menyebabkan anak sering tidak masuk sekolah dan membatasi kegiatan
olahraga, maupun aktivitas seluruh keluarga.5 Asma mempunyai mortalitas yang relatif
tinggi. Beberapa waktu yang lalu penyakit asma tidak merupakan penyebab kematian yang
berarti. Namun belakangan ini dilaporkan dari berbagai negara terjadi peningkatan
kematian karena penyakit asma, juga pada anak.5
v
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
DEFINISI
Definisi asma yang lengkap yang menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar
mekanisme terjadinya asma dikeluarkan oleh GINA (Global Initiative for Asthma). Asma
didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan limfosit. Pada orang yang rentan,
inflamasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan
batukbatuk, khususnya pada malam atau dini hari.5,6
Pedoman Nasional Asma Anak menggunakan definisi yang praktis dalam bentuk
definisi operasional yaitu wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut:
timbul secara episodik dan/atau kronik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat reversibel baik
secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada
pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.5
ETIOLOGI
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan faktor autonom, imunologis,
infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan asma atau hiperaktif saluran nafas yaitu:6
v
Alergen lingkungan • Polusi lingkungan, asap rokok
Infeksi virus saluran nafas • Paparan lingkungan kerja
Olahraga, hiperventilasi • Faktor emosi
Penyakit refluks gastroesophageal • Iritan seperti semprotan ruangan dan cat
Sinusitis kronis atau rhinitis
Aspirin atau inflamasi non steroid, sulfat (alergi)
Penggunaan beta-adrenergik bloker (termasuk obat mata)
PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGIS
Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada penyakit asma merupakan suatu hal
yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak
ditemukan di permukaan mukosa bronkus, lumen jalan nafas dan di bawah membran basal.
Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sel mast.4
Selain sel mast sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag
alveolar, eosinofil, sel epitel jalan nafas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit. Inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus,
sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat
epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa,
sehingga memperbesar reaksi yang terjadi.4
v
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan
asma, melalui sel efektur sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel
inflamasi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens, tromboksan, PAF
dan protein sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi
yang akhirnya menimbulkan hipereaktivitas bronkus.4
Reaksi asma ada dua macam yaitu reaksi asma awal (early asthma reaction = EAR)
dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Pada reaksi asma awal, obstruksi
saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah rangsangan dan menghilang secara
spontan. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator-mediator sel
mast terutama histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus atau melalui refleks
vagal. Keadaan ini mudah diatasi dengan beta-2 agonis.4
Pada reaksi asma lambat, reaksi terjadi setelah 3-4 jam rangsangan oleh alergen dan
bertahan selama 16-24 jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Fase ini
disertai dengan reaktivitas sel mast dan aktivasi netrofil sehingga timbul inflamasi akut
berupa edema mukosa, hipersekresi lendir, inflamasi netrofil, rusaknya tight junction epitel
bronkus dan spasme bronkus. Pada fase ini peran spasme bronkus kecil, akibatnya reaksi
ini sukar diatasi dengan pemberian beta-2 agonis. Setelah reaksi asma awal dan reaksi asma
lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi subakut atau kronik.4
GEJALA KLINIS
v
Gejala klinis asma dapat berbeda pada setiap orang. Biasanya ditandai dari rasa
sakit di tenggorokan, atau tarikan dinding dada, diikuti oleh batuk, susah bernafas dan
wheezing.2,7
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak
nafas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma
alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai
sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang
mukoid, putih kadang-kadang purulen ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya
hanya bantuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal
yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah
bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.2
Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma
tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor
pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran nafas
ataupun perubahan cuaca.2
Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal
minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap
memburuk sepanjang minggu, gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari
lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peak flow
v
meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin
diperlukan untuk menegakkan diagnosis.2
DIAGNOSIS
Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut :2,8
Riwayat Penyakit
1. Penjelasan yang cermat mengenai saat serangan
Kecepatan awitan, lokasi dan aktivitas pasien pada saat awitan, lamanya gejala, dan
respons pasien terhadap usaha untuk meringankan gejala harus dicatat. Bila pasien
pernah mendapat serangan sebelumnya, serangan yang sekarang harus dibandingkan
dan dibedakan dengan episode yang sebelumnya.
2. Penjelasan mengenai terapi yang pernah dijalani dan khasiatnya akan membantu
menentukan regimen yang paling efektif.
a. Obat-obat anti asma yang sedang diminum harus dikenal dan kepatuhan pasien
terhadap terapi harus dipastikan untuk mencegah kelebihan dosis selama
penanganan akut.
b. Riwayat terapi kortikosteroid, perawatan di rumah sakit dan intubasi
menunjukkan bahwa pasien berisiko tinggi untuk mengalami kegagalan
pernafasan akut.
v
c. Riwayat alergi, eksema masa kanak-kanak, urtikaria mendukung suatu diatesis
alergi yang dapat mencakup asma.
d. Riwayat tentang pemaparan terhadap zat-zat lingkungan yang diketahui dapat
menyebabkan bronkospasme harus ditanyakan.
Pemeriksaan fisik
1. Penampilan umum
a. Agitasi pada pasien yang orientasinya baik dapat diharapkan terjadi pada
serangan ringan sampai sedang dan pada fase dini serangan berat sewaktu pasien
masih dapat mengkompensasi.
b. Somnolen atau agitasi dan disorientasi adalah tanda akan segera terjadinya
kegagalan pernafasan. Gas-gas darah arteri harus dicek untuk mencari ada
tidaknya peningkatan paCO2.
2. Tanda-tanda vital
a. Frekuensi pernafasan : takipnea
b. Frekuensi denyut nadi : takikardia
c. Tekanan darah : normal atau sedikit meningkat.
3. Pemeriksaan dada
a. Penggunaan otot pernafasan tambahan (otot leher dan otot interkostal) adalah
tanda obstruktif yang cukup berat.
v
b. Auskultasi biasanya menyatakan bunyi nafas yang berkurang, fase ekspirasi
yang lebih lama dengan rasio inspirasi:ekspirasi lebih besar dari 1:2 dan mengi.
Pemeriksaan penunjang
1. Uji faal paru
Pemeriksaan ini sangat berguna untuk menilai asma meliputi diagnosis dan
pengelolaannya. Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai
hasil provokasi bronkus, menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma ialah PEFR, FEVI, PVC, FEV1/FVC.
Pada serangan asma volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEVR)
dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu
ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walupun PEVR dan FEV1/FVC hanya berkurang
sedikit. Inflasi berlebihan yang biasanya terlihat secara klinis akan digambarkan
sebagai meningkatnya isi total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi
residu. Diluar serangan, faal paru tersebut umumnya akan kembali normal.
2. Uji Provokasi Bronkus
Uji ini dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya untuk menunjukkan
adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji provokasi bronkus dilakukan dengan
menggunakan histamin, metakolin atau beban lari. Hiperreaktivitas positif jika PEFR,
FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah diberi bronkodilator
nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan FEV1 sudah rendah dan setelah diberi
v
bronkodilator naik > 15% ini berarti hiperreaktivitas positif dan uji provokasi tidak
perlu dilakukan.
3. Foto rontgen toraks
Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan paru yang
meningkat. Hiperimflasi terdapat pada serangan serangan akut dan pada asma kronik.
Atelektasis juga sering ditemukan.
4. Pemeriksaan darah, eosinofil dan uji tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang
diagnosis asma. Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi, sekret hidung dan sputum.
Dalam sputum dapat pula ditemukan kristal Charcot-Leyden dan spiral Curshman.
Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan pula leukositosis polimorfonukleus. Uji
tuberkulin penting bukan saja karena di Indonesia masih banyak tuberkulosis, tetapi
juga karena kalau ada tuberkulosis dan tidak diobati, asmanya pun mungkin sukar
terkontrol.
5. Uji kulit alergi
Uji alergi kulit berguna untuk menunjukkan alergi yang potensial sebagai pencetus.
Hasil uji alergi kulit harus dihubungkan dengan keadaan klinis, dan bila cocok itulah
allergen pencetus yang sesuai. Untuk menentukan itu, sebenarnya ada pemeriksaan
yang lebih tepat yaitu uji provokasi bronkus dengan allergen yang bersangkutan.
v
Diagnosis
Batuk dan/atau mengi
Riwayat penyakitPemeriksaan fisik
Kemungkinan asma : Gambaran klinis tidak jelas- Episodik asma atau kemungkinan - Nokturnal diagnosa lain :- Musiman - Timbul pada masa neonatus- Setelah beban fisik - Gagal tumbuh- Riwayat asma dan atopi - Infeksi kronis pada anak dan keluarga - Muntah/tersedak
- Kelainan paru setempat/ kelainan kardiovaskular
Bila mungkin periksa dengan menggunakanPeak flow meter sesering mungkin untukMelihat reversibilitas dan variabilitas Pertimbangan untuk
melakukan :- Foto Rontgen
Berhasil terhadap pemberian brokodilator - Uji faal paru- Provokasi bronkus- Uji tuberkulin
Sangat mungkin asma - Uji keringat- Pemeriksaan imunologik
Ditentukan berat dan pencetusnya - Pemeriksaan silia- Pemeriksaan refluks
Foto Rontgen dada bila asma lebih dariEpisode ringan Negatif Positif
Dicoba dengan pemberian obat antiasma
Diagnosa&pengobatan alternatif
Diagnosis dan ketaatan dinilai lagi bila pengobatan tidak berhasil Pertimbangkan asma sebagai
penyakit penyerta
v
DIAGNOSA BANDING
Mengi ekspiratoir dan dispnue dapat terjadi pada bermacam-macam keadaan yang
menyebabkan obstruksi pada saluran nafas seperti :(4)
1. Pada bayi adanya korpus alienum disaluran nafas dan esophagus atau kelenjar timus
yang menekan trakea.
2. Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau fibrosis kistik.
3. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan terbanyak
dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
4. Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila
sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.
5. Tuberkulosis kelenjer limfe didaerah trakeobronkial
6. Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama malam hari dan
biasanya didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
7. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeomalasia dan stenosis bronkus.
KOMPLIKASI
Komplikasi dari asma bronkial yaitu:2
1. Pneumotoraks
2. Pneumomediastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Gagal nafas
v
5. Bronkitis
6. Aspergilosis bronkopulmoner alergik
&. Fraktur iga
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan asma secara umum adalah untuk menjamin tercapainya
proses tumbuh kembang secara optimal. Penatalaksanaan global yang dianjurkan oleh
WHO, meliputi pencegahan dan kontrol lingkungan hidup, terapi farmakologi, pemakaian
tes objektif faal paru untuk menilai dan memonitor perjalanan asma serta edukasi asma
pada penderita.9
Pengobatan asma didasarkan keadaan penderita asma, artinya saat eksaserbasi atau
saat diluar serangan. Asma dapat digolongkan dalam keadaan asma ringan, asma sedang
dan asma berat. Diluar serangan pembagian asma menjadi 3 yaitu asma episodik jarang,
asma episodik sering dan asma persisten. Pembagian derajat penyakit asma pada anak dapat
dilihat pada tabel berikut ini :9
v
v
Parameter klinis, kebutuhan obat dan
faal paru
Asma episodik jarang (asma ringan)
Asma episodik sering (asma
sedang)
Asma persisten (asma berat)
Frekuensi serangan
Lama serangan
Intensitas serangan
Diantara serangan
Tidur dan aktivitas
Pemeriksaan fisik diluar serangan
Obat pengendali (anti inflamasi)
Faal paru diluar serangan
Faal paru pada saat ada gejala/serangan
< 1x/bulan
< 1 minggu
Ringan
Tanpa gejala
Tidak terganggu
Normal
Tidak perlu
PEF/FEV1 >80%
Variabilitas >15%
1x/bulan
> 1 minggu
Sedang
Sering ada gejala
Sering terganggu
Mungkin terganggu
Perlu, non steroid
PEV/FEV1 60-80%
Variabilitas > 30%
Sering
Hampir sepanjang tahun tidak ada remisi
Berat
Gejala siang,malam
Sangat terganggu
Tidak pernah normal
Perlu steroid
PEV/FEV1 < 60%
Variabilitas 20-30%Variabilitas > 50%
Obat asma dapat dibagi dua kelompok besar, yaitu obat pereda (Reliever) dan obat
pengendali (Controller). Obat pereda digunakan pada saat eksaserbasi atau saat gejala asma
sedang timbul dan apabila serangan sudah teratasi maka obat ini dihentikan. Termasuk obat
pereda asma adalah : inhalasi agonis 2 aksi cepat (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin,
fenoterol), steroid sistemik (prednison, prednisolon, metil prednisolon), inhalasi anti
kolinergik (ipratropium bromid, oksitropium bromid), xantinergik aksi cepat (tiofilin),
agonis 2 aksi cepat oral (terbutalin, salbutamol, orsiprenalin, heksoprenalin,
trimetokuinol). Obat pengendali asma digunakan untuk pencegahan, mengatasi masalah
inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus dalam
jangka waktu relatif lama tergantung derajat penyakit asma dan respon terhadap
pengobatan. Termasuk obat ini adalah inhalasi anti inflamasi non steroid (kromoglikat,
nedokromil), inhalasi steroid (beklometason, budesonid, triamsionolon), inhalasi atau oral
agonis 2 aksi lambat (Prokaterol, hambuterol, salmeterol). Golongan obat oral lepas
lambat (terbutalin, salbutamol, teofilin), antihistamin (ketotifan), anti leukotrin. Tata
laksana asma anak jangka panjang masih mengikuti hasil konsensus Nasional tahun 2000
yaitu sebagai berikut: 10
Asma episodik jarang Obat pereda beta agonis atau teofilin(asma ringan) (inhalasi atau oral) bila perlu (serangan)
dosis/minggu >3x <3x
Asma episodik sedang Tambahkan obat pengendali :(asma sedang) Kromoglikat/nedokromil hirupan
6-8 minggu (-) (+)
v
respons
Asma persisten Obat pengendali : ganti dengan steroid inhalasi(asma berat) dosis rendah. Obat pereda: beta agonis teruskan
6-8 minggu (-) (+)respons
Asma sangat berat Pertimbangkan penambahan salah satu obat: Beta agonis kerja panjang Beta agonis lepas terkendali Teofilin lepas lambat
6-8 minggu (-) (+)respons
Naikkan dosis steroid inhalasi
6-8 minggu (-) (+)respons
Tambahkan steroid oral
Penatalaksanaan Asma
Klinik UGD
Nilai derajat serangan1
Tatalaksana awal- nebulisasi beta agonis 3x, selang 20 menit2
- nebulisasi ketiga + antikolenergik- jika serangan berat, nebulisasi 1x (+ antikolinergik)
Serangan ringan Serangan sedang Serangan berat(nebulisasi 1x, respons (nebulisasi 2-3x, respons (nebulisasi 1x langsungbaik,gejala hilang) parsial) dgn agonis&antikolenergik)
v
- observasi 1-2 jam - berikan oksigen3 - berikan oksigen- jika efek bertahan, - nilai kembali derajat - nilai kembali derajat boleh pulang serangan, jika sesuai serangan, jika sesuai- jika gejala timbul lagi dengan serangan sedang dengan serangan berat perlakukan sebagai observasi di ruang masukan keruang rawat serangan sedang rawat sehari inap
- pasang jalur parenteral - pasang jalur parenteral
Boleh pulang Ruang rawat sehari Ruang rawat inap- bekali obat beta agonis - oksigen teruskan - oksigen teruskan (inhalasi/oral) - berikan steroid oral - atasi dehidrasi dan asidosis- jika sudah ada obat - nebulisasi tiap 2 jam jika ada pengendali, teruskan - bila dalam 8-12 jam - steroid iv tiap 6-8 jam jika infeksi virus sebagai perbaikan klinis stabil, - nebulisasi tiap 1-2 jam pencetus dapat diberi boleh pulang - aminofilin iv awal lanjutkan steroid oral - jika dalam 12 jam klinis rumatan- dalam 24-48 jam kon- tetap belum membaik, - jika membaik dalam 4-6x troll ke klinik rawat alih rawat ke ruang nebulisasi, interval jadi jalan utk reevaluasi rawat inap 4-6 jam
- jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang- jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti nafas, alih ke ruang rawat intensif
Catatan1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1 kali langsung
dengan beta agonis + antikolinergik.2. Jika tidak ada nebulizer dapat digunakan adrenalin 1:1000 subkutan 0,01
ml/kgBB/x, maksimal 0,3 ml/x.3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, O2 diberikan sejak awal, termasuk
saat nebulisasi.
PROGNOSIS
Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar asma
anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodik jarang
v
sudah menghilang pada umur 10 - 14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada
umur 21 tahun. 20% asma episodik sering sudah tidak timbul pada masa akil-baliq, 60%
tetap sebagai asma episodik sering dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5%
dari asma kronik/persisten yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma
episodik sering, hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma
episodik jarang.8
PENCEGAHAN
Penanggulangan asma pada anak sekarang yang lebih penting bukan mengatasi
serangan, tetapi terutama ditujukan untuk mencegah serangan asma. Pencegahan serangan
asma terdiri dari: 8
2. Penghindaran faktor-faktor pencetus
3. Obat-obat dan terapi imunologik
Penggunaan obat-obatan atau tindakan untuk mencegah dan meredakan atau
mengurangi reaksi-reaksi yang akan atau sudah timbul oleh pencetus tadi.
v
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan Zul. Penegakan Diagnosis dan Terapi Asma dengan Metode Obyektif. Dalam : Cermin Dunia kedokteran No. 128. Bag/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin. Bandung : 2000;13-17
2. Sundaru Heru. Asma Bronkial. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta : 1998; 21-32
3. Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. Asma. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol. 1 Ed. 15. EGC. Jakarta : 1999; 775-790
v
4. Yunus Faisal. Manfaat Kortikosteroid pada Asma Bronkial. Dalam : Cermin Dunia Kedokteran No. 121. Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia SMF Paru RSUP Persahabatan. Jakarta : 1998;10-15
5. Rahajoe Noenoeng, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2004;1-51
6. Morris Michael J. Asthma. (on line) (http:///www.eMedicine.com/med/topic177.htm diakses 09 Juni 2005)
7. Anonimous. Asthma. (on line) (http://www.fbhc.org/patients/modules/asthma.com )
8. Abdoerarachman, M.H dkk. Pulmonologi. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 3. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1997; 1203-1228
9. Mansjoer, A dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi III. Media Aesculapius FKUI. Jakarta:2000; 461-464
10. Setiawati Landia dkk. Inhalasi Steroid pada Penatalaksanaan Asma Anak 2005. (online) (http://www.pediatrics.com diakses 22 Juni 2005)
11. Anonimous. Childhood Asthma Overview. (on line) (http://www/.lungusa.org/ diakses 22 Juni 2005)
12. Harris Gary.Penyakit Paru-paru. Dalam: Paduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. EGC, Jakarta: 1998; 126-131
13. Alsagaff Hood. Alergi/Imonulogi. Dalam : Ilmu Penyakit Paru. Balai Pustaka FKUNAIR. Surabaya: 1989;1-11
14. Tim Penyusun IONI. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: 2000
15. Hardjasaputra Purwanto dkk. DOI Data Obat di Indonesia Edisi 10. Grafidian Medipress. Jakarta:2002
v
v