lp asma bronkhial
DESCRIPTION
AsmaTRANSCRIPT
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS
A. Definisi
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara
spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Klasifikasi Asma berdasarkan etiologi:
1. Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik), asma timbul karena
seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen.
2. Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik) atau asma non alergenik
(asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi
akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah
raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta tekanan jiwa atau stress
psikologik.
3. Asma Bronkiale Campuran (Mixed), pada tipe ini keluhan diperberat
baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik.
B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
b. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Seperti: debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
c. Ingestan, yang masuk melalui mulut. Seperti: makanan dan obat-
obatan.
d. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti:
perhiasan, logam dan jam tangan.
e. Perubahan cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
f. Stress, stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah
ada.Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya.Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
3. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
4. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas.Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara.Reaksi yang timbul pada
asthma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibody ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus
kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.Karena bronkiolus sudah
tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan
eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.Pada
penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea.Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru.Hal ini bisa menyebabkan barrel
chest.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dispnea, dari
wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis,
sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah,
duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu
pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi
paru.
b. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun
dengan test provokasi bronkial di laboratorium.
2. Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru
menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi
jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah
diserang kembali.
4. Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi
jalan nafas.
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan
asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang
reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran,
penderita tampak letih, takikardi.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinopil.
2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan)
dari cabang bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.Netrofil
dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat
mukus plug.
b. Pemeriksaan darah.
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig
E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari
serangan.
2. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada waktu
serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan
bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran
radiolusen akan semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada
paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan
pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen
pada paru-paru.
3. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
4. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat
dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu :
a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis
deviasi dan clock wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya
RBB (Right bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,
SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.
5. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
6. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara
yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan
sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau
nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma.Tidak adanya respon
aerosol bronkodilator lebih dari 20%.Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan.Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
F. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer yang mungkin
timbul adalah :
1. Pneumo thoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan nafas.
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak
sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan
untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus,
dan m ukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks
akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal
sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir
di mediastinum . Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec ,
kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang
mengarah ke udara keluar dari paru-paru , saluran udara atau usus ke
dalam rongga dada.
3. Emfisema subkutis
4. Ateleltaksis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal.
5. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur
dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak
dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi
Aspergillus sp. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah
suatu reaksi alergi terhadap jamur yang disebut aspergillus, yang
menyebabkan peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara.
6. Bronkopulmonar alergik
7. Gagal nafas
8. Bronchitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi
lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang
dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit
bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
9. Fraktur iga
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan farmakologik :
a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
a) Orsiprenalin (Alupent)
b) Fenoterol (berotec)
c) Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk
tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI
(Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang
dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat
halus) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
a) Aminofilin (Amicam supp)
b) Aminofilin (Euphilin Retard)
c) Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik,
tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini
dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin/aminofilin dipakai
pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet
atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya
penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila
minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang
cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma.Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama
anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma
yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.
Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg/hari. Keuntungnan obat
ini adalah dapat diberika secara oral.
2. Pengobatan non farmakologik :
a. Memberikan penyuluhan.
b. Menghindari faktor pencetus.
c. Pemberian cairan.
d. Fisiotherapy.
e. Beri O2 bila perlu.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas
Tanda : Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
Bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Pernapasan
Tanda : Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat
tidur. Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya:
meninggikan bahu, melebarkan hidung
Sirkulasi
Tanda : Adanya peningkatan tekanan darah
Adanya peningkatan frekuensi jantung
Kemerahan atau berkeringat
Integritas Ego
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan, gelisah
Makanan/Cairan
Tanda : Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan Sosial
Tanda : Susah bicara
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,
peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler – alveolar
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh.
4. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.
5. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
7. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
8. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
9. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif pemasangan infus.
10. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan
makanan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1 Bersihan jalan nafas
tidak efektif
berhubungan dengan
tachipnea, peningkatan
produksi mukus,
kekentalan sekresi dan
bronchospasme.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
11. Respiratory status : Ventilation
12. Respiratory status : Airway
patency
13. Aspiration Control,
Dengan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada
NIC : Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
2 Gangguan pertukaran
gas berhubungan dengan
perubahan membran
kapiler – alveolar
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
1. Respiratory Status : Gas exchange
2. Respiratory Status : ventilation
3. Vital Sign Status
Dengan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang
adekuat
2. Memelihara kebersihan paru paru
dan bebas dari tanda tanda distress
pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
NIC : Airway Management
1. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berika bronkodilator bial perlu
10. Barikan pelembab udara
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam rentang
normal
12. Monitor respirasi dan status O2
NIC : Respiratory Monitoring
1. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan
otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
intercostal
3. Monitor suara nafas, seperti dengkur
4. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
5. Catat lokasi trakea
6. Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
7. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan/tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
8. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi
crakles dan ronkhi pada jalan napas utama
9. Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya
3 Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan
batuk persisten dan
ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
dengan kebutuhan tubuh.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
1. Energy conservation
2. Activity tolerance
3. Self Care : ADLs
Dengan Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas sehari
hari (ADLs) secara mandiri
NIC : Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
6. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
4 Pola Nafas tidak efektif
berhubungan dengan
penyempitan bronkus
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
1. Respiratory status : Ventilation
2. Respiratory status : Airway patency
3. Vital sign Status
Dengan Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan
NIC : Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam rentang
normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
Terapi Oksigen
1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
3. Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
4. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
6. Monitor kualitas dari nadi
7. Monitor frekuensi dan irama pernapasan
8. Monitor suara paru
9. Monitor pola pernapasan abnormal
10. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
11. Monitor sianosis perifer
12. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
13. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
5 Nyeri akut; ulu hati
berhubungan dengan
proses penyakit.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
1. Pain Level,
2. Pain control,
3. Comfort level
Dengan Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
NIC : Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan
nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
9. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
10. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
samping)
6 Defisit perawatan diri
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
NIC : Self Care assistane : ADLs
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
kelemahan fisik mampu :
1. Self care : Activity of Daily Living
(ADLs)
Dengan Kriteria Hasil :
1. Klien terbebas dari bau badan
2. Menyatakan kenyamanan terhadap
kemampuan untuk melakukan
ADLs
3. Dapat melakukan ADLS dengan
bantuan
mandiri.
2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
makan.
3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
7 Cemas berhubungan
dengan kesulitan
bernafas dan rasa takut
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
sufokasi. 1. Anxiety control
2. Coping
3. Impulse control
Dengan Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan
mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan
dan menunjukkan tehnik untuk
mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas
menunjukkan berkurangnya
kecemasan
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
selama prosedur
4. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
5. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
6. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
tindakan prognosis
7. Dorong keluarga untuk menemani anak
8. Lakukan back / neck rub
9. Dengarkan dengan penuh perhatian
10. Identifikasi tingkat kecemasan
11. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
kecemasan
12. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
13. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
14. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan
8 Kurang pengetahuan
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
NIC : Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
faktor-faktor pencetus
asma.
mampu :
1. Kowlwdge : disease process
2. Kowledge : health Behavior
Dengan Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program
pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat
atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas
lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
dengan cara yang tepat
9 Resiko infeksi dengan
faktor resiko prosedur
invasif pemasangan
infus.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
1. Immune Status
2. Risk control
Dengan Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
2. Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
NIC : Infection Control (Kontrol infeksi)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu
4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan
saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan
pasien
5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
kperawtan
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan
alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi
kandung kencing
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kulit pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
10 Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
faktor psikologis dan
biologis yang
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien
mampu :
1. Nutritional Status : food and Fluid
Intake
2. Nutritional Status : nutrient Intake
NIC : Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
mengurangi pemasukan
makanan
3. Weight control
Dengan Kriteria Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
4. Tidk ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti
vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Heru Sundaru. 2001 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
Jakarta: BalaiPenerbit FKUI
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius
Wilkinson, J.M, 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
Bronchospasme
Ventilasi menurun
Gangguan perfusi jaringan
Hipoksia
Metabolisme menurun
Defisit perawatan diri
Perubahan status kesehatan
Kurangnya informasi tentang penyakit
Mekanisme koping tidak efektif
Cemas
Hipersekresi mucus dalam rongga jalan nafas
Sesak nafas dan batuk bersputum
Pemasukan O2 inadekuat
Pola nafas tidak efektif
PENYIMPANGAN KDM
Alergen/Non Alergen
Merangsang respon imunUntuk menjadi aktif
Merangsang IgE
Menempel pada sel mast
Pelepasan histamine,Bradikinin dan prostaglandin
Pembentukan mucus
Akumulasi secret diTrachea & bronchus
Bersihan Jalan nafas tidak efektif
Kurang pengetahuan
Media petumbuhan bakteri
Resiko infeksi
Kompensasi tubuh untuk mendapatkan suplai O2 yang cukup ke jaringan menurun
Kontraksi otot-otot pernafasan
Metabolisme tubuh meningkat
Pengeluaran energy berlebihan
Kelemahan dan kelelahan otot
Intoleransi aktivitas
Vasokontriksi otot polos
Broncho kontriksi dan udema
Bronchospasme
Obstruksi jalan nafas
Gangguan pertukaran gas
Merangsang nervus
Peningkatan produksi HCl
Distress gastrointestinal
Mual muntah
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Nyeri