refrat multiple myeloma
DESCRIPTION
refaratTRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Multiple myeloma merupakan perkembangan sel plasma neoplastik yang ditandai
dengan terjadinya proliferasi sel plasma maligna di sumsum tulang, terdapatnya
monoclonal protein di dalam darah dan urin, dan disfungsi organ.1
Kasus multiple myelom terjadi sekitar 1% dari seluruh keganasan dan 13% dari
seluruh keganasan hematologi. Pada tahun 2012, lebih dari 114.000 kasus baru myeloma
didiagnosis di seluruh dunia. Angka ini merupakan 0,8% dari seluruh kasus keganasan.
Di Negara barat, insidensi terjadinya multiple myeloma sebanyak 5,6% kasus per
100.000 orang. Tingkat insiden teringgi berada di Australia dan terendah di afrika barat.
Di Eropa, didiagnosis sekitar 39.000 kasus baru myeloma pada tahun 2012 (1% dari total
kasus keganasan).1,2
Insiden multiple myeloma meningkat seiring dengan bertambah usia. Umur
median penderita saat diagnosis dilakukan adalah 60 tahun dan jarang ditemukan pada
individu di bawah 20 tahun. Pada penelitian tahun 2011, lebih dari enam puluh persen
pasien mieloma multipel di Indonesia berusia lebih dari 50 tahun (65,71%) dengan
perbadingan jenis kelamin yang kurang lebih sama antara pria (53%) dan wanita (47%).3
Untuk mendiagnosa multiple myeloma dengan cara melakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik , tes laboratorium rutin ( periksa darah lengkap, analisis kimia, serum
dan protein urin, elektroporesis dan imunofiksasi, dan protein monoclonal), pemeriksaan
sumsum tulang belakang (trephine biosi dan aspirasi sitogenetik).
Beberapa tahun terakhir, pengenalan pada inovasi terapi multiple myeloma
dengan transplantasi stem sel dan penggunaan obat seperti thalidomide, lenalidomide dan
bortezomib telah meningkatkan angka harapan hidup penderita multiple myeloma.
Sebanyak 30% pasien yang didiagnosa multiple myeloma di bawah usia 60 tahun
memiliki angka harapan hidup sebanyak 10 tahun. 1
1
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Multiple myeloma adalah diskrasia sel plasma neoplastik yang berasal dari satu
klon (monoclonal) sel plasma yang bermanifestasi proliferasi sel plasma imatur dan
matur dalam sumsum tulang.4
2. Etiologi
Penyebab pasti dari multiple myeloma tidak diketahui. Kerentanan genetik dan
paparan radiasi dianggap sebagai penyebab penyakit multiple myeloma. Terdapat
bukti adanya kecenderungan genetik pada myeloma yang terdapat pada manusia.
Timbulnya neoplasma pada pasien myeloma melibatkan sel yang lebih muda pada
proses diferensiasi sel B dari pada yang terjadi pada sel plasma. Sel B yang beredar
membawa immunoglobulin permukaan yang mengandung idiotipe komponen M yang
terdapat dalam plasma pasien myeloma. Mungkin terjadi penggandaan keganasan
melampaui mekanisme kontrol pada tahap diferensial sel pra-plasma dan pajanan
kronik terhadap rangsangan antigen mendorong sel menuju diferensiasi akhir.4
Penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor resiko yang dapat
meningkatkan terjadinya multiple myeloma, antara lain :
a) Usia
Resiko dari multiple myeloma bertambah sesuai umur. Kurang dari 1% kasus
didiagnosa pada orang yang lebih muda dari 35 tahun. kebanyakan kasus multiple
myeloma terjadi pada pasien berusia diatas 65 tahun.
b) Jenis Kelamin
Pria memiliki resiko lebih besar di bandingkan wanita untuk terjadinya multiple
myeloma.
c) Ras
Multiple myeloma hampir dua kali lebih sering terjadi pada orang Amerika kulit
hitam dibandingkan dengan orang amerika kulit putih.
2
d) Radiasi
Paparan terhadap radiasi dapat meningkatkan resiko multiple myeloma.
e) Genetik
Multiple myeloma dapat menurun secara genetik. Seseorang yang memiliki
saudara kandung menderita multiple myeloma memiliki resiko empat kali lebih
besar untuk terkena multiple myeloma.5
3. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis
Kelainan sel plasma adalah neoplasma monoclonal yang berkaitan satu sama
lain karena dalam perkembangannya mereka berasal dari progenitor yang sama dalam
turunan limfosit B. Limfosit B yang dipersiapkan untuk menghasilkan igG membawa
isotope rantai panjang molekul immunoglobulin permukaan M dan G yang mana
kedua isotope ini memiliki idiotipe yang sama (bagian yang berubah-ubah). Pada
keadaan normal, pematangan sel plasma penghasil antibodi dirangsang melalui
pemaparan terhadap antigen yang tertentu bagi immunoglobulin permukaan itu, tetapi
pada kelainan sel plasma pengendalian ini tidak ada.5
Perkembangan multiple myeloma pada pusat post-germinal limfosit-B.
Translokasi kromosom antara gen immunoglobulin heavy chain pada kromosom 14,
lokus 14q32 dan okogen (11q13, 4p16.3, 6p21, dan 20q11) sering ditemui pada
pasien dengan multiple myeloma. Hasil mutasi berupa disregulasi dari okogen yang
berperan pada perkembangan awal pada pathogenesis dari myeloma.
Kromosom 14 yang abnormal ditemukan pada 50% kasus myeloma. Delesi
dari kromosom 13 juga ditemukan pada 50% kasus. Produksi sitokin oleh sel plasma
terutama IL-6, reseptor yang mengaktivasi NF-eB (RANK) ligand, dan Tumor
Necrosis Factor (TNF) menstimulasi pertumbuhan sel myeloma dan menghambat
apoptosis sehingga terjadi proliferasi yang mengakibatkan kerusakan yang terlokalisir
seperti osteoporosis, lesi litik tulang.
Sel myeloma juga memproduksi faktor pertumbuhan untuk angiotesis
Vascular endothelial growth factor/VEGH), sehingga dapat membentuk pembuluh
darah baru. Pembuluh darah ini yang akan memberikan oksigenasi dan nutrisi. Sel
3
myeloma yang matur mungkin gagal dalam mengaktivasi system imun dan
memproduksi substansi yang dapat menurunkan respon imun tubuh secara normal
terhadap antigen. Sehingga sel berkembang biak tidak terkendali. Pertumbuhan tumor
yang tidak terkendali ini yang mengakibatkan terjadinya manifestasi klinis.1
Nyeri tulang merupakan gejala paling sering pada myeloma, menyerang
hampir 70 persen pasien. Nyeri biasanya terjadi pada daerah yang menanggung berat
badan seperti tulang vertebre dan tulang iga. Nyeri terus menerus pada myeloma
menandakan adanya fraktur patologis. Berbeda dengan nyeri pada metastasis
keganasan yang bertambah berat pada malam hari, nyeri pada myeloma ditimbulkan
oleh gerakan. Gerakan sederhana seperti membalikan badan di tempat tidur, batuk
atau bersin dapat mengakibatkan fraktur lengan dang tulang iga. Fraktur kompresi
pada vertebra thoracica dan lumbalis mengakibatkan tinggi badan berkurang. Lesi
tulang pada myeloma disebabkan karena perambahan sel tumor dan pengaktifan
osteoklas yang merusak tulang. Osteoklas bereaksi atas factor pengaktifan osteoklas
(OAF) yang dihasilkan oleh sel myeloma (OAF dapat diperantarai oleh beberapa
sitokin, termasuk IL-1, limfotoksin dan factor nekrosis tumor). Lisis tulang
mengakibatkan hilangnya substansi kalsium sehinggan menyebabkan hiperkalsemia.
Pasien dengan myeloma lebih mudah terserang infeksi bakteri. Infeksi yang
paling sering terjadi adalah pneumonia dan pielonefritis, serta bakteri pathogen yang
paling sering adalah streptococcus pneumonia, staphylococcus aureus, dan klabsiela
pneumonia di paru serta Escherichia coli dan organisme gram negatif di traktus
urinarius. Kemudahan terserang infeksi disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,
pasien dengan myeloma mengalami hipogamaglobulinemia yang dihubungkan
dengan penurunan produksi serta peningkatan penghancuran antibodi normal.
Terlebih lagi, beberapa pasien menghasilkan kelompok sel yang beredar secara
teratur atas responnya terhadap myeloma yang dapat menekan sintesis antibody
normal. Dalam hal ini myeloma IgG, antibody IgG normal dirusak lebih cepat dari
biasanya karena laju katabolisme berubah-ubah tergantung pada konsentrasi dalam
serum. Komponen besar M menghasilkan pecahan laju katabolisme yang berkisar
antara 8-16 % dibandingkan dengan normalnya yaitu 2%. Pasien ini memiliki respon
4
antibody yang buruk, terutama terhadapa antigen polisakarida seperti yang terdapat
pada dinding sel bakteri. Respon ini biasanya tergantung pada sel T. banyak
pengukuran terhadap sel T pada pasien myeloma menghasilkan angka normal, tetapi
bagian dari sel CD4 + menurun.
Gagal ginjal timbul pada hampir 25% pasien dengan myeloma dan lebih dari
setengah mengalami beberapa kelainan ginjal. Hiperkalsemia merupakan penyebab
tersering gagal ginjal. Timbunan granuler berupa amyloid, hiperurisemia, infeksi
berulang dan kadang-kadang penyebaran sel myeloma ke ginjal semuanya
menyebabkan kegagalan fungsi ginjal. Gagal ginjal juga dapat diakibatkan oleh
protein myeloma (Protein Bence Jones) merusak tubulus ginjal. Protein myeloma
terdiri dari rantai pendek. Biasanya rantai pendek difiltrasi, direabsorbsi di tubulus,
dan di katabolisme. Dengan penambahan jumlah rantai pendek yang terdapat pada
tubuli, sel tubuli menjadi sangat penuh dengan protein myeloma ini dan kerusakan
tubuli terjadi secara langsung karena toksin rantai pendek maupun secara tidak
langsung karena pelepasan enzim lisosom intraseluler. Gejala yang paling sering
terjadi pada keadaan ini adalah sindroma Fanconi pada orang dewasa (asidosis
tubulus ginjal bagian proksimal tipe 2).
Anemia terjadi pada 80% pasien myeloma. Biasanya normositik normokrom
dan dihubungan oleh penggantian sumsum tulang normal dengan penyebaran sel
tumor maupun oleh penekanan proses pembentukan sel darah merah oleh factor yang
dihasilkan sel tumor. Kelainan pembekuan dapat terlihat karena kegagalan trombosit
yang membungkus antibody untuk bekerja sebagaimana mestinya atau karena
penggabungan komponen M dengan factor pembekuan I, II, V atau VII. Fenomena
Raynaud membentuk krioglobulin, dan sindrom hiperviskositas dapat terjadi
tergantung kepada sifat fisis komponen M (paling sering dengan paraprotein IgM,
IgG3 dan IgA). Hiperviskositas dikatakan terjadi berdasarkan viskositas relatif serum
dibandingkan dengan air. Viskositas relative serum normal adalah 8,1 ( 2 kali lebih
kental dari pada air). Gejala hiperviskositas timbul bila mencapai 5 atau 6, satu
tahapan yang dicapai bilamana konsentrasi paraprotein sekitar 40 g/L (4g/dL) untuk
IgM, 50 g/L (5g/dL) untuk IgG3, dan 70 g/L (7g/dL) untuk IgA.
5
Hiperkalsemia menimbulkan kelelahan, kelemahan, depresi dan kebingungan.
Hiperviskositas menyebabkan nyeri kepala, lesu, gangguan penglihatan dan
retinopati. Kerusakan dan kolapsnya tulang dapat mengakibatkan penekanan sumsum
tulang, nyeri radikuler, dan hilangnya kendali pembuangan tinja serta kandung kemih.
Penyebaran amyloid ke saraf tepi dapat menyebabkan sindroma carpal tunnel dan
mono serta polineuropati sensorik-motorik lainnya.
Walaupun terjadi penyebaran luas sel plasma ke seluruh tubuh, perluasan
tumor terutama menyerang tulang, sumsum tulang, dengan alasan yang tidak
diketahui, dan jarang menyerang limpa, nodus limfatikus atau jaringan limfa usus. 5
4. Pemeriksaan
Tes Darah
Hemoglobin menurun
Laju Endap Darah meningkat
Kalsium serum meningkat
Ureum dan kreatinin meningkat
Albumin rendah pada penyakit lanjut
Hiperviskositas serum pasien dengan paraprotein IgM
Serum kuantitatif imunoglobulin
Serum Protein Electrophoresis (SPEP)
Serum Imunofixation electrophoresis (SIFE)
β2-microglobulin meningkat
Tes Urin
Tes urin dilakukan untuk mengukur jumlah dan jenis protein dalam urin.
Untuk tes ini, urine dikumpulkan selama 24 jam pada periode. Pemeriksaan urin
24 jam untuk rantai ringan (Bence Protein Jones) membantu untuk mengukur
petanda tumor pada pasien dengan sel myeloma.
6
Pemeriksaan sumsum tulang
Bone marrow Aspirasi
Proses aspirasi bone marrow bertujuan mengambil sampel bone
marrow yang bersifat semi-liquid dan kemudian diperiksa. Sampel ini
digunakan untuk pemeriksaan sitologis dengan analisa lainnya yang
ditujukan khusus terhadap morfologi serta hitung jenis. Selanjutnya sampel
dapat digunakan untuk pemeriksaan sitogenetik, studi molekuler, kultur
mikrobiologis, immunohistokimia, dan flow cytometry.
Bone marrow biopsy (Trephine biopsy)
Biopsi bone marrow dilakukan dengan mengambil jaringan lunak
yang disebut marrow dari dalam tulang. Jaringan bone marrow yang didapat
melalui proses biopsi digunakan dalam studi mengenai selularitas
keseluruhan dari marrow, deteksi lesi-lesi fokal, dan peningkatan infiltrasi
oleh berbagai sumber patologi lainnya. . Jarum yang digunakan untuk
pemeriksaan ini disebut dengan trephine needle.
7
Gambar 4.1 memperlihatkan sel-sle plasma multiple myeloma pada pemeriksaan aspirasi sumsum tulang. Tampak sitoplasma berwarna biru, nucleus ekstrik, zona pucat perinucklear (halo)
Gambar 4.2 gambaran multiple myeloma pada pemeriksaan biopsi sumsum tulang, tampak lembaran sel-sel ganas pada multiple myeloma.
Tes Pencitraan
a) Bone X-Ray
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat kerusakan tulang yang
disebabkan oleh sel-sel myeloma. Pemeriksaan pada vertebrae, cranium,
pelvis, humerus dan femur merupakan standar pemeriksaan untuk
mengidentifikasi lesi pada tulang. Seringkali digunakan X-ray serial yang
mencakup sebagian besar tulang, yang disebut bone survey atau skeletal
survey.
b)
CT-
Scan
CT-scan mengambil gambar dari sudut yang berbeda dengan X-ray.
CT scan juga memberikan gambaran lebih jelas di bandingkan dengan X-
ray. CT scan digunakan apabila pemeriksaan bone X-ray tidak menunjukan
adanya kelainan.
c) MRI-Scan
MRI-Scan menggunakan gelombang radio dan magnet kuat untuk
menggambil gambar dari dalam tubuh. Gambar yang dihasilkan MRI-scan
lebih detail dibandingkan bone X-ray maupun CT scan.
d) PET Scan ( Positron Emission Tomography Scan)
8
Gambar 4.3 Pada X-ray gambaran khas dari multiple myeloma berupa
“punch out”
Pada meriksaan ini digunakan glukosa radioaktif yang disuntikan
dalam pembuluh darah vena untuk mencari sel-sel kanker. Karena sel
kanker menggunakan glukosa lebih cepat dari jaringan normal, maka
diharapkan zat radioaktif tersebut terkonsentrasi pada kanker.
PAT Scan ini sangat baik untuk menunjukan myeloma yang aktif
dan seberapa luas penyebarannya. PET Scan dapat digunakan apabila pada
pemeriksaan bone X-ray tidak menunjukan kelainan.5,6,7
5. Diagnosis
Penegakan diagnosis bergantung pada tiga hasil pemeriksaan utama yaitu :.
a) Protein monoclonal dalam serum atau urine (atau keduanya). Paraprotein serum
adalah IgG pada dua pertiga kasus, dan jarang terjadi kasus IgM atau IgD atau
campuran. Kadar immunoglobulin serum yang normal (IgG, IgA dan IgM)
berkurang, dan hal ini merupakan ciri khas yang disebut sebagai imunparesis.
Urin mengandung protein bence jones pada dua pertiga kasus. Protein ini
memiliki terdiri atas rantai ringan bebas (κ maupun λ) dengan jenis yang sama
dengan paraprotein serum.
b) Jumlah sel plasma dalam sumsum tulang meningkat (biasanya >20%), sering
berbentuk abnormal.
c) Lesi tulang. Pemeriksaan tulang rangka menunjukan daerah osteolitik tanpa
adanya reaksi osteoblastik atau sclerosis di sekitarnya, osteoporosis generalisata,
atau tidak ada lesi tulang. Selain itu sering ditemukan fraktur patologis atau
kolaps vertebra.4
Dua dari tiga gambaran diagnostik tersebut harus ada untuk menegakan diagnosis.
Pada multiple myeloma juga sudah terdapat disfungsi organ yang terkait disebut
CRAB, yaitu:
a) Hipercalcemia (serum kalsium> 11,5 mg / dl )
b) Renal insufiency (kreatinin serum> 2 mg / dl)
c) Anemia (hemoglobin <10 g/dl atau > 2 g/dl dari batas bawah hemoglobin
normal)
9
d) Bone disease (lesi litik, osteopenia berat, atau fraktur patologis).8
6. Klasifikasi
Multiple myeloma di klasifikasikan berdasarkan multiple myeloma
asimtomatik yang disebut smoldering dan multiple myeloma simtomatik (aktif).6
10
Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan, yaitu Salmon And
Durie system dan The International Staging System.8
7. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk mengurangi berat tumor (sel plasma ganas dan
immunoglobulin), mencegah dan mengontrol komplikasi, serta menangani nyeri.
Tujuan pengobatan mempertahankan mobilitas sebanyak mungkin.6
Pasien dengan multiple myeloma tingkat 1 atau asimtomatik tidak diperlukan
penatalaksanaan segera. Mereka hanya perlu dimonitoring setiap 3-6 bulan secara
teratur. Jika pasien berlanjut ke tingkat II atau lebih, maka penatalaksanaan sistemik
diindikasikan.1
Terapi multiple myeloma di bagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a) Terapi Spesifik
Kemoterapi
11
Pengobatan diberikan kepada semua pasien dengan multiple myeloma
aktif yang memenuhi kriteria CRAB dan gejala yang ditimbulkan. Bertujuan
untuk mencapai respon stabil (plateu), namun tanpa mengeradikasi penyakit.
Pada penelitian kemampuan obat imunomodulatori dapat menghambat
progresifitas dari multiple myeloma yang asimtomatik menjadi simtomatik
multiple myeloma. Pengobatan dilakukan berdasarkan usia pasien. Data
terbaru mendukung inisiasi dari terapi induksi dengan thalidomide,
lenalidomide, atau bertozomib di tambah dengan transplantasi stem sel
hematopoietik untuk pasien di bawah 65 tahun yang tidak memiliki disfungsi
hati, paru, ginjal dan hepar.
Pada pasien yang tidak dianjurkan untuk melakukan transplantasi
pengobatan dengan melphalan dan prednisone ditambah dengan bortezomib
merupakan pengobatan standar yang diberikan. Pada usia kurang dari 60
tahun, digunakan kemoterapi yang lebih intensif pada awalnya, Ada dua
pilihan yang direkomendasikan berdasarkan data dari 3 fase percobaan acak,
yaitu : Melphalan/ prednisone/ thalidomide (MPT) atau Bortezomid/
melphalan/ prednisone (VMP). Keduanya telah disetujui oleh Europian
Medicine Agency (EMA). Bendamustine dan prednisone juga regimen yang
disetujui oleh EMA pada pasien yang memiliki gejala neuropati, pada keadaan
ini tidak disarankan penggunaan thalidomide pada regimen MPT dan
bartozomid pada regimen VMP. Setelah beberapa siklus sebagian besar pasien
berlanjut dengan transplantasi sel induk (SCT) autolog.7
12Gambar 7.1 penatalaksanaan pada pasien yang baru didiagnosa multiple
Transplantasi stem sel
Pada pasien yang berusia di bawah 65 tahun dengan kondisi klinis yang baik
dapat dilakukan transplantasi stem sel. Jenis transplantasi yang digunakan
adalah autologous transplantasi stem sel. Transplantasi ini merupakan standar
untuk penderita multiple myeloma. Autologous stem sel transplantasi di ambil
dari sumsum tulang pasien itu sendiri. Namun terapi ini tidak dapat
menyembuhkan penyakit, dan dapat kambuh dalam beberapa waktu.
b) Terapi Suportif
Bertujuan untuk memlihara kualitas hidup pasien multiple myeloma:
Radioterapi
Radio terapi sangat efektif untuk mengurangi gejala myeloma. Radioterapi
dapat digunakan untuk daerah nyeri tulang atau penekanan medulla spinalis.
13
Tabel 7.1 Anjuran dosis obat yang digunakan pada pasien multiple myeloma menurut usia
Anemia
Pemberian transfusi atau eritropoetin.
Gagal ginjal
Retriksi cairan dan obati penyebab yang mendasari (hiperkalsemia,
hiperurisemia). Dialisi dapat ditoleransi dengan baik.
Hyperkalsemia
Keadaan ini seharusnya diterapi dengan melakukan hidrasi dan furosemide,
bifosfonat, steroid dan atau kalsitonin.
Hiperviskositas
Dilakukan plasmapheresis
Infeksi
- Terapi Immunoglobulin intravena
- Vaksin pneumococcus dan influenza juga dapat dipertimbangkan
- Pemberian profilaxis jika regimen dexamatason dosis tinggi sudah
digunakan.
8. Prognosis
Rata-rata angka harapan hidup pasien multiple myeloma berkisar antar 3-4
tahun, dan dapat diperbaiki dengan melakukan transplantasi autologous stem sel.
Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon And Durie system, stadium I memiliki
angka harapan hidup lebih baik dibangdingkan stadium II dan III, dan stadium B juga
memiliki dampak lebih buruk. Peningkatan kadar β- mikroglobulin adalah suatu
gambaran prognosis yang buruk.
14
KESIMPULAN
Multiple myeloma adalah ploriferasi neoplastik sel plasma sumsum tulang, yang
ditandai dengan lesi litik pada tulang, penimbunan sel plasma pada sumsum tulang dan
adanya protein monoclonal dalam serum dan urin. Penyebab pasti dari multiple myeloma
masih belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
multiple myeloma. Manifestasi klinis dari multiple myeloma bervariasi, bahkan dapat
merusak organ-organ vital. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
darah lengkap, protein urin, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan radiologi. Diagnosis
multiple myeloma ditegakkan berdasarkan temuan dari protein monoclonal dalam urin,
jumlah sel plasma dalam sumsum tulang, lesi tulang dan kriteria CRAB. Penatalksanaan
penyakit ini secara umum terdiri dari terapi definitif dan terapi suportif. Terapi definitif
seperti kemoterapi dan transplantasi sumsum tulang, sedangkan terapi suportif dilakukan
berdasarkan kelainan yang ditemukan.
15