05_196ultrasonografi sebagai prediktor persalinan preterm

6
PENDAHULUAN Prematuritas merupakan masalah kesehatan yang penting dalam bidang obstetri sampai saat ini. Keadaan ini potensial meningkatkan kematian perinatal yang umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah (BBLR). Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah pe- rawatan bayi preterm, yang makin muda usia kehamilannya makin besar morbiditas dan mortalitasnya. Kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara, di Eropa berkisar 5-11%, USA berkisar 11,9% pada tahun 2000, Australia sekitar 7%. Di negara sedang berkem- bang angka kejadiannya lebih tinggi, di India sekitar 30%, Afrika Selatan sekitar 15%, Sudan 31%, Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun keja- dian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9%. 1,2 Persalinan preterm merupakan sebuah sin- drom dengan berbagai macam etiologi yang menghasilkan aktivasi jalur umum akhir sebuah persalinan (aktivasi membran, kon- traktilitas miometrium dan pematangan ser- viks). Walaupun sejumlah mekanisme patolo- gis yang berbeda (infeksi, perdarahan, stres) dapat menimbulkan persalinan prematur, semuanya melibatkan gangguan bagian de- sidua korionik. Beberapa penanda biokimiawi yang dilepaskan pada gangguan ini (fibronek- tin fetal, metaloproteinase-9 matriks plasma) dan penanda biofisik (seperti panjang serviks) telah diusulkan sebagai prediktor persalinan prematur spontan. 3-5 PERSALINAN PRETERM Patogenesis 3-7 Proses inflamasi jaringan korioamniotik aki- bat infeksi yang berasal dari vagina dan ser- viks akan meningkatkan produksi endotok- sin lokal dan sitokin inflamatorik, yakni IL-1 (interleukin-1) dan TNF (tumor necrosis factor), yang meningkatkan pelepasan prostanoid pada jaringan korioamniotik dan desidua. Sitokin ini juga meningkatkan pelepasan IL-6 (interleukin-6) dari jaringan yang sama dan ikut berperan meningkatkan pelepasan prostanoid, leukotrien B 4, dan endotelin, yang mengakibatkan kontraksi uterus. Lebih lanjut, dikemukakan juga adanya pengaruh sitokin terhadap pelepasan protease yang dihasil- kan oleh jaringan korioamniotik, desidua, dan matriks ekstraseluler (seperti kolagenase), di samping meningkatkan produksi IL-8 (inter- leukin-8) dari jaringan yang sama, sehingga meningkatkan sebukan sel leukosit PMN dan melepaskan enzim elastase yang poten untuk merusak matriks ekstraseluler. Semua kejadian di atas akan menyebabkan perubahan serviks lebih lanjut, pemisahan korion dari desidua, dan pelepasan fibronektin, yang kadang-ka- dang disertai pecah ketuban sebelum waktu- nya pada kehamilan preterm. Selanjutnya, dikemukakan adanya pengaruh stres pada ibu maupun janin terhadap proses persalinan ini. Berbagai stres hormonal yang dihasilkan oleh adrenal maupun hipotalamus akan meningkatkan pelepasan CRH (cortico- tropic-releasing hormone) dari plasenta, de- sidua, dan korioamnion. CRH yang berperan sebagai efektor parakrin akan meningkatkan produksi prostanoid dari desidua dan korio- amnion untuk merangsang kontraksi uterus. Peningkatan pelepasan pencetus awal per- Ultrasonografi sebagai Prediktor Persalinan Preterm Harry Kurniawan Gondo Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya, Indonesia ABSTRAK Prematuritas merupakan masalah kesehatan yang penting dalam bidang obstetri hingga saat ini. Keadaan ini potensial meningkatkan angka kematian perinatal yang umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Kini, ultrasonografi sebagai prediktor terjadinya persalinan preterm sudah banyak digunakan, dengan berbagai indikator, meliputi panjang serviks uteri, ketebalan selaput ketuban, dan Doppler arteri umbilikalis. Disimpulkan bahwa ultrasonografi untuk prediksi persalinan preterm lebih murah dibanding pemeriksaan penanda biokimiawi, juga lebih efisien karena dapat disimpulkan sesaat setelah pemeriksaan. Kata kunci: perinatal, preterm, ultrasonografi ABSTRACT Prematurity is still an important health problem in obstetry. This condition has potential to improves perinatal morbidity which is generally re- lated to low birth weight. Nowadays, ultrasonography as a predictor of preterm labor had been used frequently, with various indicators, include the length of uterine cervix, the thickness of chorioamniotic membranes and Doppler of umbilical artery. It is concluded that ultrasonography for the prediction of preterm labor is less expensive thab biochemical markers examination, and more efficient because the conclusion can be made immediately after examination. Harry Kurniawan Gondo. Ultrasonography as a Predictor of Preterm Labor. Key words: perinatal, preterm, ultrasonography 567 CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012 TINJAUAN PUSTAKA CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 567 CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 567 8/6/2012 3:14:31 PM 8/6/2012 3:14:31 PM

Upload: riena456

Post on 24-Oct-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

05_196Ultrasonografi Sebagai Prediktor Persalinan Preterm

TRANSCRIPT

Page 1: 05_196Ultrasonografi Sebagai Prediktor Persalinan Preterm

PENDAHULUANPrematuritas merupakan masalah kesehatan yang penting dalam bidang obstetri sampai saat ini. Keadaan ini potensial meningkatkan kematian perinatal yang umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah (BBLR). Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah pe-rawatan bayi preterm, yang makin muda usia kehamilannya makin besar morbiditas dan mortalitasnya. Kejadian persalinan preterm berbeda pada setiap negara, di Eropa berkisar 5-11%, USA berkisar 11,9% pada tahun 2000, Australia sekitar 7%. Di negara sedang berkem-bang angka kejadiannya lebih tinggi, di India sekitar 30%, Afrika Selatan sekitar 15%, Sudan 31%, Malaysia 10%. Di Indonesia angka kejadian prematuritas nasional belum ada, namun keja-dian BBLR nasional rumah sakit adalah 27,9%.1,2

Persalinan preterm merupakan sebuah sin-drom dengan berbagai macam etiologi yang menghasilkan aktivasi jalur umum akhir sebuah persalinan (aktivasi membran, kon-traktilitas miometrium dan pematangan ser-viks). Walaupun sejumlah mekanisme patolo-

gis yang berbeda (infeksi, perdarahan, stres) dapat menimbulkan persalinan prematur, semuanya melibatkan gangguan bagian de-sidua korionik. Beberapa penanda biokimiawi yang dilepaskan pada gangguan ini (fi bronek-tin fetal, metaloproteinase-9 matriks plasma) dan penanda biofi sik (seperti panjang serviks) telah diusulkan sebagai prediktor persalinan prematur spontan.3-5

PERSALINAN PRETERMPatogenesis3-7

Proses infl amasi jaringan korioamniotik aki-bat infeksi yang berasal dari vagina dan ser-viks akan meningkatkan produksi endotok-sin lokal dan sitokin infl amatorik, yakni IL-1 (interleukin-1) dan TNF (tumor necrosis factor), yang meningkatkan pelepasan prostanoid pada jaringan korioamniotik dan desidua. Sitokin ini juga meningkatkan pelepasan IL-6 (interleukin-6) dari jaringan yang sama dan ikut berperan meningkatkan pelepasan prostanoid, leukotrien B4, dan endotelin, yang mengakibatkan kontraksi uterus. Lebih lanjut, dikemukakan juga adanya pengaruh sitokin

terhadap pelepasan protease yang dihasil-kan oleh jaringan korioamniotik, desidua, dan matriks ekstraseluler (seperti kolagenase), di samping meningkatkan produksi IL-8 (inter-leukin-8) dari jaringan yang sama, sehingga meningkatkan sebukan sel leukosit PMN dan melepaskan enzim elastase yang poten untuk merusak matriks ekstraseluler. Semua kejadian di atas akan menyebabkan perubahan serviks lebih lanjut, pemisahan korion dari desidua, dan pelepasan fi bronektin, yang kadang-ka-dang disertai pecah ketuban sebelum waktu-nya pada kehamilan preterm.

Selanjutnya, dikemukakan adanya pengaruh stres pada ibu maupun janin terhadap proses persalinan ini. Berbagai stres hormonal yang dihasilkan oleh adrenal maupun hipotalamus akan meningkatkan pelepasan CRH (cortico-tropic-releasing hormone) dari plasenta, de-sidua, dan korioamnion. CRH yang berperan sebagai efektor parakrin akan meningkatkan produksi prostanoid dari desidua dan korio-amnion untuk merangsang kontraksi uterus. Peningkatan pelepasan pencetus awal per-

Ultrasonografi sebagai Prediktor Persalinan Preterm

Harry Kurniawan GondoBagian Obstetri dan Ginekologi,

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya, Indonesia

ABSTRAKPrematuritas merupakan masalah kesehatan yang penting dalam bidang obstetri hingga saat ini. Keadaan ini potensial meningkatkan angka kematian perinatal yang umumnya berkaitan dengan berat lahir rendah. Kini, ultrasonografi sebagai prediktor terjadinya persalinan preterm sudah banyak digunakan, dengan berbagai indikator, meliputi panjang serviks uteri, ketebalan selaput ketuban, dan Doppler arteri umbilikalis. Disimpulkan bahwa ultrasonografi untuk prediksi persalinan preterm lebih murah dibanding pemeriksaan penanda biokimiawi, juga lebih efi sien karena dapat disimpulkan sesaat setelah pemeriksaan.

Kata kunci: perinatal, preterm, ultrasonografi

ABSTRACTPrematurity is still an important health problem in obstetry. This condition has potential to improves perinatal morbidity which is generally re-lated to low birth weight. Nowadays, ultrasonography as a predictor of preterm labor had been used frequently, with various indicators, include the length of uterine cervix, the thickness of chorioamniotic membranes and Doppler of umbilical artery. It is concluded that ultrasonography for the prediction of preterm labor is less expensive thab biochemical markers examination, and more effi cient because the conclusion can be made immediately after examination. Harry Kurniawan Gondo. Ultrasonography as a Predictor of Preterm Labor.

Key words: perinatal, preterm, ultrasonography

567CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 567CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 567 8/6/2012 3:14:31 PM8/6/2012 3:14:31 PM

Page 2: 05_196Ultrasonografi Sebagai Prediktor Persalinan Preterm

CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012568

TINJAUAN PUSTAKA

salinan fi siologis (CRH, oksitosin, progesteron withdrawal) secara bersama yang terjadi lebih dini akan meningkatkan produksi prostanoid dan protease.

Berkurangnya aliran darah ke uterus akibat ke-lainan pembuluh darah desidua, menyebabkan iskemia uteroplasenta dan, konsekuensinya, kerusakan jaringan setempat oleh peroksi-dase lipid dan radikal bebas. Hal ini akan men-ingkatkan produksi prostanoid, protease, dan endotelin, yang selanjutnya akan meningkat-kan pelepasan CRH.

Perdarahan desidua akan menyebabkan penurunan fungsi pembuluh darah utero-plasenta dan kekurangan oksigen pada janin yang akan melepaskan CRH, meningkatkan makrofag dengan pelepasan sitokinnya, atau secara langsung merangsang produksi pro-tease dan prostanoid desidua melalui pem-bentukan trombin.

Klasifi kasi4-6

Menurut pencetus kejadiannya, persalinan preterm digolongkan menjadi:a. Idiopatik/SpontanSekitar 50% penyebab persalinan preterm tidak diketahui. Termasuk ke dalam golong-an ini antara lain persalinan preterm akibat kehamilan kembar, polihidramnion, faktor psikososial, dan gaya hidup. Sekitar 12,5% per-salinan preterm spontan didahului oleh ke-tuban pecah dini (KPD), yang sebagian besar disebabkan oleh infeksi (korioamnionitis).

b. Iatrogenik/ElektifPerkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan etika kedokteran menempat-kan janin sebagai individu yang mempunyai hak atas kehidupannya (fetus as a patient). Jadi, apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin, janin akan dipindah-kan ke dalam lingkungan luar yang dianggap lebih baik dari rahim ibunya sebagai tempat kelangsungan hidupnya. Kondisi tersebut me-nyebabkan persalinan preterm buatan (iatro-genik) yang disebut sebagai elective preterm. Sekitar 25% persalinan preterm termasuk ke dalam golongan ini.

Keadaan ibu yang sering menyebabkan per-salinan preterm elektif: Preeklampsia berat dan eklampsia Perdarahan antepartum (plasenta previa dan solusio plasenta)

Korioamnionitis Penyakit jantung, paru, atau ginjal yang berat.

Kedaaan janin yang dapat menyebabkan per-salinan preterm elektif: Gawat janin (anemia, hipoksia, asidosis, atau gangguan jantung janin) Infeksi intrauteri Pertumbuhan janin terhambat (intrauter-ine growth restriction, IUGR) Isoimunisasi Rhesus.

Penanda7

Berbagai cara sederhana melalui anmnesis dan pemeriksaan fi sik telah dilakukan untuk mendeteksi dini dan memprediksi kejadian persalinan prematur. Mencari faktor risiko, penapisan infeksi saluran urogenital, pe-mantauan kontraksi uterus, perdarahan per-vaginam, atau pemeriksaan serviks (baik se-cara digital maupun sonografi ) telah dipakai sejak lama, tetapi semuanya belum memuas-kan. Beberapa penanda persalinan preterm yang diharapkan dapat mendeteksi kejadian persalinan preterm lebih dini antara lain:

a. Indikator klinisTimbulnya kontraksi dan pemendekan ser-viks (secara manual maupun ultrasonografi ). Terjadinya ketuban pecah dini (KPD) juga meramalkan terjadinya persalinan preterm. Rata-rata panjang serviks pada kehamilan 24 minggu adalah 35 mm; serviks yang lebih pendek meningkatkan kejadian persalinan preterm. Pada persalinan preterm, selaput ke-tuban lebih tebal daripada dengan persalinan aterm.

b. Indikator laboratorikBeberapa indikator laboratorium yang ber-makna antara lain adalah jumlah leukosit dalam air ketuban ( ≥20/mL), pemeriksaan C- reactive protein (CRP) (>0,7 mg/mL), dan pemeriksaan leukosit dalam serum ibu (>13.000/mL).

c. Indikator biokimiawi Fibronektin fetalPeningkatan kadar fi bronektin fetal di va-gina, serviks, dan air ketuban (cairan amnion) mengindikasikan adanya gangguan hubung-an antara korion dan desidua. Pada kehamilan ≥24 minggu, kadar fi bronektin fetal ≥50 ng/mL mengindikasikan risiko persalinan pre-term.

Corticotropin-releasing hormone (CRH)Peningkatan CRH dini atau pada trimester 2 merupakan indikator kuat untuk terjadinya persalinan preterm. Estrogen dan progesteronPeningkatan estriol berhubungan dengan peningkatan risiko persalinan preterm. Anta-gonis progesteron mempunyai efek estrogen dan kadarnya meningkat seiring meningkat-nya usia kehamilan. Progesteron berperan si-nergis dengan estrogen dan memicu penge-luaran oksitosin serta pembentukan reseptor prostaglandin oleh miometrium. Sitokin infl amatorikIL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α telah diteliti sebagai mediator yang berperan dalam sintesis pros-taglandin. Isoferitin plasentaKalau tidak hamil, kadar isoferitin 10 U/mL. Kadarnya meningkat bermakna selama ke-hamilan dan mencapai puncak pada trimester akhir yaitu 54,8 ± 53 U/mL. Penurunan kadar dalam serum akan berisiko terjadinya persalin-an preterm. FeritinRendahnya kadar feritin merupakan indikator yang sensitif untuk keadaan kurang zat besi. Peningkatan ekspresi feritin berkaitan dengan berbagai keadaan reaksi fase akut, termasuk infl amasi. Beberapa peneliti menyatakan ada hubungan antara peningkatan kadar feritin dan kejadian persalinan preterm.

ULTRASONOGRAFI (USG) UNTUK PREDIKSI PERSALINAN PRETERM USG Panjang Serviks Uteri8-13

Hubungan antara dilatasi ostium uteri inter-num dengan pemendekan serviks adalah faktor risiko yang paling signifi kan dalam persalinan preterm. Ultrasonografi untuk pe-meriksaan serviks diawali dengan pendekat-an transabdominal, transvaginal, dan trans-perineal.

Pemeriksaan transabdominal memerlukan persiapan pengisian kandung kemih untuk dapat mencapai serviks, tetapi tindakan ini akan mengaburkan panjang serviks karena akan menekan segmen bawah uteri sehingga tampak lebih panjang; pemendekan dan fun-neling menjadi tidak tampak. Resolusi ultra-sonografi transabdominal dipengaruhi secara signifi kan oleh obesitas maternal, bayangan bagian-bagian janin, juga membutuhkan transduser berfrekuensi rendah; jadi, banyak kelemahannya. Terdapat pemeriksaan trans-

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 568CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 568 8/6/2012 3:14:32 PM8/6/2012 3:14:32 PM

Page 3: 05_196Ultrasonografi Sebagai Prediktor Persalinan Preterm

569CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

perineal (translabial) sebagai alternatif jika merasa tidak nyaman dengan pemeriksaan transvaginal dan pada keadaan tertentu, se-perti ketuban pecah dini atau perdarahan.

Metode standar saat ini adalah dengan pendekatan transvaginal. Teknik pemeriksaan sonografi transvaginal yang direkomendasi-kan:1. Pasien diminta mengosongkan kandung kemihnya.2. Siapkan probe yang bersih, lalu bungkus dengan kondom.3. Masukkan probe (probe dapat dimasukkan sendiri oleh pasien untuk kenyamanan).4. Tuntun probe ke forniks anterior vagina.5. Dapatkan pandangan sagital aksis-pan-jang dari keseluruhan panjang endoserviks.6. Perbaiki posisi probe bila mendapat gam-baran samar, ulangi dengan tekanan cukup untuk mendapat gambar yang baik (hindari tekanan berlebih pada serviks karena dapat membuat gambaran seviks lebih panjang).7. Perbesar gambar sampai didapatkan gambaran serviks sebesar dua pertiganya, sehingga ostium internum dan eksternum ke-duanya dapat terlihat 8. Ukur panjang serviks dari ostium inter-num ke ostium eksternum sepanjang kanalis endoserviks.9. Dapatkan paling tidak tiga ukuran, catat ukuran terpendek dalam milimeter.10. Lakukan tekanan transfundal selama 15 detik dan catat panjang serviks sekali lagi. Te-kanan pada fundus saat pemeriksaan sering menyebabkan pembentukan saluran dan pe-mendekan serviks pada pasien dengan risiko persalinan preterm. Teknik ini untuk mengi-dentifi kasi pasien yang berisiko inkompetensi serviks.

Ukuran serviks relatif tetap sampai akhir tri-mester ketiga. Perubahan serviks diawali dengan funneling ostium uteri internum dari bentuk normal (T shape) menjadi Y shape, V shape, dan U shape. Committee on Imaging Diagnostic of Society of Obstetric and Gyne-cology Canada merekomendasikan: 1. Pemeriksaan ultrasonografi serviks sebaik-nya dengan pendekatan transvaginal.2. Penapisan (screening) panjang serviks prenatal dengan sonografi transvaginal di-indikasikan pada wanita yang memiliki risiko persalinan preterm. Pemendekannya dikait-kan dengan peningkatan risiko persalinan preterm.

3. Ukuran sonografi transvaginal memiliki nilai prediktif negatif yang tinggi jika panjang serviks lebih dari 30 mm setelah 24 minggu.

Gambar 1 Pemeriksaan panjang serviks dengan USG trans-

vaginal

A Teknik pemeriksaan panjang serviks dengan USG trans-

vaginal IO: ostium internum; EO: ostium eksternum; FH:

kepala janin

B USG 2 dimensi yang diperbesar hingga 75% (2/3) seh-

ingga OUI (ostium uteri internum) dan OUE (ostium uteri

eksternum) tervisualisasi dengan baik

Gambar 2 Ilustrasi skematik teknik pengukuran panjang

serviks

A Panjang serviks B Panjang funneling C Lebar funneling D

Jarak OUI dengan perkiraan tinggi penjahitan cerclage E Ja-

rak OUE dengan perkiraan tinggi penjahitan cerclage.

Makin pendek serviks, makin besar kemungkin-an pasien melahirkan preterm. Kemampuan prediktif terpenting panjang serviks ialah ke-lahiran sangat dini yang disertai dengan ting-ginya mortalitas dan morbiditas perinatal.

Gambar 3 Teknik pengukuran panjang serviks

A Pengukuran langsung panjang serviks: dari OUI ditarik

garis lurus langsung ke OUE.

B Teknik “trace”: menyusuri kanalis servisis mulai dari OUI

sampai OUE. Pengukuran ini membutuhkan keterampilan,

dan biasanya hasilnya lebih panjang.

C Pengukuran tidak langsung panjang serviks (dengan 2

langkah): dari OUI ditarik garis lurus ke titik lokasi lebar ser-

viks ≥5mm, kemudian dari titik ini ditarik garis sampai OUE,

lalu dijumlahkan kedua panjang tersebut untuk memper-

oleh panjang serviks.

USG Ketebalan Selaput Ketuban9,14-16

Dari setengah persalinan preterm yang tidak diketahui sebabnya, sebagian terjadi akibat in-feksi. Infeksi dalam uterus dapat berlokasi di (1) ruang antara desidua dan selaput ketuban, (2) dalam selaput ketuban sendiri, (3) dalam cairan amnion, dan (4) dalam janin. Korioamnionitis didefi nisikan sebagai infl amasi selaput ketuban sebagai respons atas invasi mikrobakteri atau proses patologi lain; umumnya berhubungan dengan ketuban pecah dini dan persalinan preterm.

Para ahli klinikopatologi menemukan bahwa pada korioamnionitis, terjadi invasi neutrofi l ke dalam selaput ketuban, tanda permulaan respons infl amasi yang paling umum akibat infeksi bakteri. Secara umum, korioamnionitis dibagi secara:1. HistologikBerdasarkan bukti mikroskopik adanya infl a-masi selaput ketuban (infi ltrasi leukosit poli-morfonuklear [PMN] dan imunosit lain, seperti makrofag dan sel T).

2. KlinisBerdasarkan manifestasi klinis infl amasi lokal dan sistemik (demam >37,5oC), nyeri tekan uterus, nyeri abdomen, sekret vagina berbau tidak sedap, takikardia maternal (>100 kali/

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 569CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 569 8/6/2012 3:14:32 PM8/6/2012 3:14:32 PM

Page 4: 05_196Ultrasonografi Sebagai Prediktor Persalinan Preterm

CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012570

TINJAUAN PUSTAKA

menit), takikardia fetal (>160 kali/menit), dan peningkatan jumlah leukosit (>15.000 sel/mm3). Penelitian baru menambahkan perubah-an profi l biomarker infl amasi.

Korioamnionitis sering terjadi bersamaan de-ngan infl amasi jaringan gestasional lain, seper-ti desidua (desiduitis), vili plasenta (vilitis), dan tali pusat (funisitis). Korioamnionitis klinis dan histologik disebabkan oleh, atau merupakan konsekuensi dari, invasi mikroba ke ruang am-nion atau infeksi intraamnion. Korioamnionitis histologik berhubungan dengan infeksi intra-amnion dan adanya bakteri di cairan amnion. Korioamnionitis berhubungan dengan berat badan bayi lahir rendah (<2500 g) pada bayi prematur, karena adanya respons stres janin terhadap infeksi kronis. Oligohidramnion dan ketuban pecah dini merupakan faktor risiko utama persalinan preterm dan berhubungan dengan korioamnionitis histologik.

Pada persalinan preterm, infeksi intrauteri da-pat menstimulasi peningkatan sitokin proin-fl amasi dan migrasi leukosit. Namun, tanpa infeksi, konsentrasinya di cairan amnion dan serum maternal tetap meningkat pada per-salinan aterm dan preterm; terdapat pening-katan IL-1β dan IL-8 pada selaput amnion, ko-riodesidua, dan miometrium. Kondisi infl amasi yang memengaruhi terjadinya persalinan pre-term melibatkan juga selaput ketuban, seperti yang telah diteliti secara biokimiawi dan bio-molekuler.

Evaluasi ultrasonografi untuk mengukur ke-tebalan selaput ketuban di zona tengah me-nemukan bahwa pada persalinan preterm, selaput ketuban lebih tebal ketimbang pada kelahiran aterm. Penebalan selaput ketuban ini terjadi akibat proses seperti infl amasi yang mencetuskan persalinan.

Gambar 4 Ultrasonografi , menunjukkan tempat penguku-

ran ketebalan selaput ketuban

Aktivasi persalinan preterm berhubungan dengan ketebalan selaput ketuban. Penelitian biokimiawi dan biomolekuler mendukung teori bahwa persalinan merupakan sebuah kondisi mirip infl amasi. Angka kejadian yang tinggi pada persalinan preterm akibat infeksi, terutama korioamnionitis (sebagian besar korioamnionitis histologik), menunjukkan pentingnya pengetahuan tentang selaput ketuban.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penebalan selaput ketuban sebagai penanda infl amasi berhubungan secara biokimiawi dan biomolekuler dengan kejadian persalinan. Pe-nelitian terkini mengungkap bahwa wanita yang mengalami persalinan preterm memiliki selaput ketuban yang secara bermakna lebih tebal (1,67 ± 0,27 mm) dibandingkan dengan wanita yang mengalami persalinan aterm (1,14 ± 0,30 mm), dengan nilai cut-off terbaik pada kurva ROC 1,2 mm.

USG Doppler17-22

Penerapan teknik ultrasonografi (USG) Dop-pler untuk menangkap signal aliran darah pembuluh janin memberi peluang me-nilai secara langsung keadaan sirkulasi ja-nin maupun rahim. Pengukuran kuantitatif aliran darah masih banyak penyimpang-annya sehingga pengukuran berdasarkan analisis spektrum cukup berguna. Pemerik-saan aliran darah menggunakan USG Dop-pler (Doppler velocimetry) merupakan pe-meriksaan noninvasif untuk mengevaluasi hemodinamika pembuluh darah dan aliran darah. Pemeriksaan USG Doppler berwarna dapat mengikuti perkembangan hemodina-mika dengan baik melalui visualisasi uterus dengan embrio pada awal kehamilan. USG Doppler sirkulasi janin manusia menunjuk-kan bahwa janin yang mengalami hipoksia, pertumbuhannya terhambat (IUGR, atau PJT [pertumbuhan kanin terhambat]) disertai penurunan aliran darah uteroplasenta. Pada keadaan ini, gambaran Doppler akan mem-perlihatkan peninggian resistensi (resistance index, RI) atau peninggian indeks pulsatil (pulsatile index, PI) arteri umbilikalis disertai penurunan resistensi sirkulasi serebral yang terkenal dengan istilah fenomena”brain-sparing effect” (BSE).

BSE merupakan mekanisme kompensasi tu-buh untuk mempertahankan aliran darah ke otak dan organ-organ penting lainnya, seperti

jantung dan adrenal; merupakan sistem pe-musatan aliran darah ke otak dengan meng-abaikan kepentingan organ-organ perifer, seperti kulit, usus, ginjal, dan sirkulasi plasen-ta. Terjadinya pemusatan aliran darah ke otak merupakan pertanda bahwa hipoksia janin sedang berlangsung. Pada keadaan hipoksia berat, hilangnya fenomena BSE merupakan tanda kerusakan ireversibel yang mendahului kematian janin.

Sebagai respons terhadap hipoksia kronis, jan-in yang mengalami hambatan pertumbuhan (PJT) akan mengalami redistribusi aliran darah dari organ nonesensial menuju otak dan mi-okardium. Arteri serebral akan berespons cepat terhadap hipoksemia karena jaringan otak sangat tergantung pada oksigen. Adanya redistribusi serebral (abnormalitas USG Dop-pler MCA [middle cerebral artery, arteri serebri media]) dan/atau abnormalitas rasio Doppler arteri umbilikalis/MCA dapat memprediksi luaran perinatal pada kehamilan risiko tinggi. Pada usia kehamilan 24 minggu, rasio MCA/arteri umbilikalis <1,08 tergolong abnormal dan mengindikasikan adanya redistribusi aliran darah fetus sebagai respons terhadap hipoksia (brain-sparing eff ect).

Redistribusi darah ke otak (BSE) terjadi pada stadium awal adaptasi janin terhadap hi-poksemia, yang diikuti dengan gangguan pertumbuhan janin. Pada stadium awal, BSE terbukti dengan adanya peningkatan gelom-bang diastolik akhir MCA (rendahnya PI atau RI) dan penurunan gelombang diastolik akhir arteri umbilikalis (tingginya RI atau S/D ratio [rasio sistolik/diastolik] arteri umbilikalis). Ra-sio serebroplasenta (RI serebral: RI umbilikal) mampu mendefi nisikan BSE dan mempre-diksi luaran janin PJT sebelum usia kehamilan 34 minggu.

Nilai PI MCA meningkat di atas rentang nor-mal bila PO

2 turun. Penurunan maksimal PI terjadi bila PO2 janin berada 2-4 SD di atas normal untuk usia kehamilannya. Bila terjadi defi sit oksigen dalam jumlah besar, nilai PI cenderung meningkat, diduga sebagai refl ek-si perkembangan edema otak. Pada janin PJT, hilangnya BSE dan/atau adanya gambaran terbalik gelombang diastolik MCA menunjuk-kan bahwa janin dalam keadaan kritis dan mengancam jiwa janin. Peristiwa ini membe-rikan konfi rmasi keadaan janin saat keputusan intervensi obstetrik diambil.

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 570CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 570 8/6/2012 3:14:37 PM8/6/2012 3:14:37 PM

Page 5: 05_196Ultrasonografi Sebagai Prediktor Persalinan Preterm

571CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012

TINJAUAN PUSTAKA

Janin PJT saat lahir dihubungkan dengan me-ningkatnya morbiditas dan mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. USG Doppler sirkulasi janin memberikan gambaran respons janin terhadap perubahan kondisi dalam ra-him. Informasi ini dapat membantu menentu-kan kondisi bayi dan berguna dalam penen-tuan kapan saat terbaik janin dilahirkan.

Saat kehamilan berlangsung, redistribusi di-hubungkan dengan kemampuan adaptasi janin terhadap keadaan darurat, terutama fungsi respirasi. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya hubungan antara redistribusi dan ab-normalitas analisis gas darah intrauteri. Istilah redistribusi secara umum digunakan jika USG Doppler menunjukkan perubahan variabilitas sistolik/ diastolik (rasio S/D) pada indikator pembuluh darah. Indeks kecepatan gelom-bang diastolik hanya sedikit meningkat pada organ utama, sedangkan pada pembuluh darah regional dapat melemah atau berhenti, bahkan pada beberapa kasus sering terbalik.

Redistribusi bukan proses statis, tetapi meru-pakan mekanisme kompensasi yang da-pat berubah bila persediaan terganggu. Bila proses berlanjut, akan terjadi dekompensasi,

diawali dengan meningkatnya kecepatan gelombang MCA (pseudonormalisasi gelom-bang darah), dan pada akhirnya gelombang diastolik akan hilang atau bahkan terbalik. Keadaan ini dihubungkan dengan patologi lain, seperti edema serebri.

Yang harus diperhatikan, efek yang sama mungkin terlihat pada peningkatan tekanan atau penekanan kepala janin. Untuk itu, perlu dilakukan pengecekan ulang stabilitas dan konsistensi temuan tersebut dan dihubung-kan dengan temuan lain sebelum menen-tukan keputusan klinis. Jika ada gambaran terbalik pada gelombang diastolik akhir arteri umbilikalis, dipertimbangkan persalinan sectio caesarea jika janin sudah viable. Keputusan ini dipengaruhi juga oleh perkiraan berat badan, umur kehamilan, parameter Doppler lain, ser-ta penilaian lain, seperti anatomi dan anomali kromosom.

Pada usia kehamilan awal, hilangnya atau terbaliknya gelombang diastolik akhir arteri umbilikalis adalah indikasi untuk meningkat-kan pengawasan fetal, tetapi tidak mendesak untuk persalinan segera. Keputusan untuk melahirkan janin PJT dengan gambaran hi-

langnya (atau terbaliknya) frekuensi diastolik akhir dilakukan setelah usia kehamilan 28 minggu; tersedianya fasilitas NICU (neonatal intensive care unit) menghasilkan angka ke-matian perinatal kurang dari 10% pada usia kehamilan lebih dari 28 minggu. Pada kasus prematuritas, persalinan dapat ditunda se-lama 48 jam untuk memberikan keuntungan maksimal pemberian glukokortikoid (injeksi steroid), dengan pemantauan kontinu denyut jantung janin.

Pada kehamilan aterm, keadaan insufi siensi plasenta berat (yang terlihat dari hilangnya gelombang diastolik akhir arteri umbilika-lis) merupakan indikasi terminasi kehamilan. Gambaran tersebut menunjukkan gangguan pertumbuhan berat yang berisiko tinggi untuk terjadinya morbiditas dan mortalitas perinatal. Gambaran BSE pada USG Doppler pada kasus penurunan perfusi uteroplasenta menunjukkan berkurangnya perfusi fetopla-senta dan sentralisasi sirkulasi janin, sehingga menimbulkan risiko PJT.

Penggunaan USG Doppler pada persalinan preterm berhubungan dengan preterm elek-tif. Jika ditemukan kelainan, diputuskan tinda-kan terminasi dengan berbagai pertimbangan klinis dan kebijakan di masing-masing pusat layanan kesehatan.

SIMPULANPenggunaan ultrasonografi untuk mem-prediksi persalinan preterm menguntungkan karena tidak invasif, selektif, efi sien, akurat, dan saat ini dapat terjangkau oleh masyarakat luas melalui pusat-pusat layanan kesehatan. Pe-meriksaan ini mudah, murah, dapat diulang, dan dapat dilakukan saat kunjungan ante-natal care (ANC) di pusat layanan kesehatan yang sudah memiliki fasilitas ultrasonografi .

Penggunaan ultrasonografi dapat melengkapi dan mendukung prediktor-prediktor lain pada kasus persalinan preterm, sehingga manaje-men persalinan preterm dan bayi preterm da-pat dipersiapkan dengan baik, dengan kerja sama berbagai disiplin ilmu (kebidanan, pe-diatri, unit neonatus, keperawatan, anestesi, dan lain-lain).

Gambar 5 Brain-sparing eff ect (BSE)

Pada kehamilan 25 minggu, tampak Doppler arteri umbilikalis dengan hilangnya gelombang diastolik (absent of diastolic fl ow,

AEDF) dan gambaran Doppler MCA dengan aliran meningkat. Pada kasus serupa, pada kehamilan 27 minggu, tampak Dop-

pler arteri umbilikalis dengan gelombang diastolik terbalik (reversed diastolic fl ow, REDF) dan gambaran Doppler MCA dengan

aliran meningkat. Janin meninggal dalam kandungan (intrauterine fetal death, IUFD) 3 hari setelah pemeriksaan.

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 571CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 571 8/6/2012 3:14:37 PM8/6/2012 3:14:37 PM

Page 6: 05_196Ultrasonografi Sebagai Prediktor Persalinan Preterm

CDK-196/ vol. 39 no. 8, th. 2012572

TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI. Panduan Pengelolahan Persalinan Preterm Nasional. Bandung, Persatuan Obstetri Ginekologi Indonesia, 2011.

2. Mocthar AB. Persalinan Preterm dalam Ilmu Kebidanan ed 4. Jakarta, PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo, 2008; 667-76.

3. Reece EA, Hobbins JC. Preterm Labor in Clinical Obstetrics The Fetus & Mother 3rd ed. Blackwell Publ, United Kingdom, 2008; 1077-84.

4. Creasy RK, Resnik R, Iams JD, et al. Preterm Labor and Birth in Maternal Fetal Medicine Principle and Practice 6th ed. Saunders Elsevier, Philadelphia, 2009; 545-82.

5. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom Sl, et al. Preterm Birth in William Obstetrics 23th ed. McGrawHill, USA, 2010; 804-31.

6. Power ML, Schulkin J. Birth, Distress and Disease Placental Brain Interaction. Cambridge University Press, New York, 2005.

7. Morrison C. Clinical Preterm Labor : Prediction and Treatment. Elsevier Saunders, Obstetr. Gynecol. Clin. N. Amer. 2005.

8. ACOG (The American College Of Obstetricans And Gynecologist). Ultasonography In Preganancy, Clinical Management Guidelines For Obstetrician And Gynecologist. ACOG Practice

Bulletin December No 58, USA, 2004.

9. Gondo HK, Suwardewa TGA. Persalinan Preterm dalam Ultrasonografi Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2011.

10. Bogota SP, Angel GB. Ultrasound In Pregnancy : If, When, What. In : Obstetric Evedence Based Guidelines. Informa Health Care, United Kingdom, 2007.

11. Callen PW ed. Ultrasound Evalaution of the Cervix in Ultrasonography in Obstetrics and Gynecology 5th ed. Elsevier Saunders, Philadephia, 2008.

12. Thilaganathan B, Sairam S, Papageorghiou AT, et al. Problem Based Obstetric Ultrasound. Informa healthcare, United Kingdom, 2007.

13. Suwardewa TGA, Ariani IN. Tesis : Hubungan Panjang Serviks Dengan Risiko Persalinan Preterm. SMF/ Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RS Sang-

lah. Denpasar, 2008.

14. Levine D. Ultrasound Clinics : Obstetric Ultrasound. Elsevier Saunders, Boston, 2006.

15. Suwardewa TGA, Sidharta J. Ketebalan Selaput Ketuban sebagai Penanda Infl amasi untuk memprediksi Persalinan Preterm. SMF/ Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/ RS Sanglah. Denpasar, 2010.

16. Frigo P, Lang CH, Golaszewski T, Gruber D, Berger A, Ulrich R et al. Measurement of amniochorionic membrane thickness using high-frequency ultrasound. Prenatal Diagnosis.

2006;16:313-7.

17. Kurjak A, Chernevak FA. Doppler sonography in Obstetrics. In Donald School Text Book of Ultrasound In Obstetric and Gynecology. Parthenon Publ, New Dehli, 2003.

18. Alfi revic Z, Stampalija T, Gyte GML, Neilson JP. Fetal and Umbilical Doppler ultrasound in highrisk pregnancies (Protocol). The Cochrane Collaboration. The Cochrane Library Issue 1,

2009.

19. Bricker L, Dornan SM, Dornan JC. Detection of Fetal Growth Restriction Using Third Trimester Ultrasound. Best Practice & Research Clinical Obstetrics and Gynaecology 23, 833–844,

Elsevier Saunders, 2009.

20. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom LS et al. William Obstetrics: Ultrasonography and Doppler. 23nd ed. p 373 – 88. McGraw-Hill Medical Publ. Div., United States Of America, 2010.

21. Gondo HK, Suwardewa TGA. Dopper Ultrasonografi . Dalam: Ultrasonografi Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2011.

22. Maulik D. Doppler Ultrasound In Obstetrics and Gynecology. Germany, Springer, 2005.

CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 572CDK-196_vol39_no8_th2012 ok.indd 572 8/6/2012 3:14:38 PM8/6/2012 3:14:38 PM