2007dra1

Upload: iertu

Post on 15-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PT RlAU ANDALAN PULP AND PAPER DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENINGKATAN

    KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

    DEW1 RAHAYU

    SEKOLAHPASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2007

  • PERNYATAAN MENGENAI TESlS DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga adalah hasil karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bangian akhir tesis ini.

    Bogor, Juni 2007

    Dewi Rahayu NRP A551030041

  • ABSTRACT

    DEW1 RAHAYU. Analysis of PT Riau Andalan Pulp and Paper Community Development Program in Relation to the Effort of Household Food Security Improvement. Under direction of DRAJAT MARTIANTO and YAYUK FARIDA BALIWATI.

    Poverty Abolition is considered an important part in realizing food security, especially in improving food accessibility and sustainability. The company's involvement in fighting the poverty and food scarcity problem in the community can be done through community development program. This research is conducted in order to analyze the company's community development program in relation to the effort of improving household food security. The design used in this research is restropective, and conducted in Banjar Benai and Koto Benai village of Benai subdistrict. Kuantan Singingi regency, Province of Riau, where PT Riau Andalan Pulp and Paper's community development program is located.

    The integration of community development program within the company's policy as its commitment is regarded good, based on several indicators, i.e. written policy, a certain division being assigned to handle the program, capable human resources to back it up, strategic planning, fund provision and agreement with an out-source. The potential impact of Integrated Farming System Program (Sistem Pertanian Terpadu [SPT]), Social and Infrastructure Program (Program Sosial dan Infrastruktur[PSI]), Small and Medium Enterprises Program (Program Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah[PUKM]) and Vocational Training (VT) in relation to the effort of improving the food security has touched the food provision subsystem, distribution subsystem, and food consumption subsystem. However, these programs are nor suitably designed to have link connected with each other.

    The execution of SPT and PUKM are affected by several supporting and counteracting factors from both assisting officers, target and policy, as well as natural condition. SPT able to improve of household food security, is not yet able to improve household food security, though it is capable of increasing target's income. Even though SPT and PUKM have been introduced for quite a long time, the targeted community is still expecting to get support from the company, especially for new programs of rubber replanting, as it is the main living of most residents, and saprodi subsidization as a part of SPT program.

    Keywords: household food security, community development

  • DEW1 RAHAYU. Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan YAYUK FARIDA BALIWATI.

    Pengentasan kemiskinan dipandang sebagai bagian penting untuk mewujudkan ketahanan pangan terutama dalam meningkatkan aksesibilitas terhadap pangan dan keberlanjutannya. Keterlibatan perusahaan dalam menanggulangi kemiskinan dan rawan pangan masyarakat sekitar perusahaan dapat diwujudkan melalui program pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga

    Penelitian ini menggunakan restropective design. Pengumpulan data dilaksanakan pada April-Mei 2006 di Desa Banjar Benai dan Desa Koto Benai Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan sebagai tempat pelaksanaan program pemberdayaan PT Riau Andalan Pulp and Paper. Pertimbangan lain adalah karena kedua desa tersebut memiliki nilai penting bagi perusahaan sebagai lalu lintas angkutan kayu dan merupakan daerah dekat lokasi hutan perusahaan. Selain itu, masyarakat di desa ini hampir 100% merupakan suku asli yaitu Melayu dan telah tinggal di kawasan tersebut sebelum kegiatan perusahaan beroperasi. Unit penelitian adalah rumah tangga. Penelitian ini meneliti seluruh rumah tangga yang menjadi sasaran program pemberdayaan masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper dan masih aktif mengikuti serta melaksanakan program pemberdayaan. Jumlah seluruh rumah tangga yang diteliti adalah 34 orang (29 orang sasaran program Sistem Pertanian Terpadu dan 5 orang sasaran program Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah).

    Data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik kebijakan program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan, ketahanan pangan rumah tangga dan karakteristik sosial rumah tangga (pendapatan, pengetahuan gizi ibu, pendidikan ibu, dan besar rumah tangga) dan aspirasi atau kebutuhan masyarakat. Data primer diperoleh dari wawancara berdasarkan kuesioner yang dibuat. Wawancara untuk mendapatkan data tentang karakteristik program pemberdayaan masyarakat oleh perusahaan dilakukan dengan Manajer Community Development (CD) perusahaan. lnformasi tambahan tentang program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan dapat dikonfirmasikan kepada pihak lain seperti penerima sasaran, yayasan pelaksana kegiatan pemberdayaan masyarakat. Wawancara untuk menggali ketahanan pangan rumah tangga dan karakteristik sosial rumah tangga dilakukan terutama dengan ibu rumah tangga. Data ini juga di konfirmasikan kepada anggota rumah tangga lain seperti kepala rumah tangga dan orang dewasa lain selaku anggota rumah tangga. lnformasi tambahan tentang responden diperoleh dari pendamping program yang hidup ditengah masyarakat. Data sekunder adalah data tentang program pemberdayaan masyarakat dan diperoleh dari buku yang dikeluarkan oleh perusahaan. Data sekunder lainnya adalah karakteristik demografis desa yang diperoleh dari monografi desa.

    Kualitas dan keberhasilan program sangat ditentukan adanya komitmen yang dibangun tentang program tersebut. Komitmen perusahaan dibuktikan

  • dengan integrasi program pemberdayaan ke dalam kebijakan perusahaan yang tercerrnin dari adanya kebijakan tertulis mengenai tanggung jawab sosial perusahaan tentang pemberdayaan masyarakat (visi dan misi. kebijakan, tujuan dan strategi yang ingin dicapai), adanya divisi khusus, kompetensi SDM, rencana strategi, ketersediaan dan kejelasan dana, serta integrasi dengan pihak lain. Seluruh indikator integrasi program pemberdayaan ke dalam kebijakan perusahaan memiliki skor baik, hanya satu indikator yaitu kompetensi SDM dalam menangani program pemberdayaan masyarakat memiliki skor sedang. Berdasarkan skoring ini maka dihasilkan penilaian yang baik tentang komitmen perusahaan dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat.

    Jenis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper (PPMR) mencakup Sistem Pertanian Terpadu (SPT), Program Sosial dan lnfrastruktur (PSI), Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (PUKM) dan Program Pelatihan Kejuruan. SPT berpotensi berdampak pada peningkatan produksi yang berarti berkontribusi pada ketersediaan pangan di pasar dan bertambahnya pendapatan yang di dapat dari penjualan hasil produksi ini. PSI bidang kesehatan berpotensi berkontribusi pada peningkatan asupan pangan sasaran dan peningkatan derajat kesehatan sasaran. PSI bidang pendidikan memiliki potensi berkontribusi meningkatkan daya beli atau akses terhadap pangan serta dapat meningkatkan kapasitas dan motivasi sasaran dalam turut aktif memperjuangkan dan memenuhi hak dasarnya terhadap pangan. Selanjutnya PSI berupa penyediaan infrastruktur berupa penyediaan sarana air bersih memberikan peluang bagi masyarakat sasaran mendapatkan jaminan air bersih yang penting bagi kesehatan. Keberadaan infrastruktur jalan serta jembatan yang dibangun atau diperbaiki sangat berarti bagi peningkatan ketahanan pangan karena dapat memudahkan kegiatan pertanian dalam upaya penyediaan pangan serta dapat memberikan jaminan bagi kelancaran distribusi pangan. PUKM dan pelatihan kejuruan memungkinkan terjadinya peningkatan keuntungan yang berdampak pada peningkatan pendapatan. Selain itu pengembangan usaha memungkinkan terbukanya lapangan kerja baru bagi masyarakat sehingga kondisi ekonomi masyarakat lebih membaik. Dengan demikian program SPT, PSI, PUKM dan pelatihan kejuruan berpotensi memberikan dampak positif dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Potensi dampak positi program ini menyentuh subsistem ketersediaan pangan, subsistem distribusi, dan subsistem konsumsi pangan.

    Berdasarkan temuan di lapangan, diketahui beberapa faktor pendukung keberhasilan program dan kemandirian sasaran SPT antara lain (1)tumbuhnya kepercayaan masyarakat terhadap komitmen perusahaan; (2)kebijakan perusahaan membentuk dan mengalokasikan organisasi, SDM dan dana secara khusus; (3)adanya mekanisme pendampingan secara langsung; (4)adanya Kios Plus; (5)faktor internal individu sepetii semangat bekerja dan kepercayaan diri. Namun, adanya fakta sasaran tidak aktif melampaui separuh dari total sasaran, baik yang ada di Desa Banjar Benai (62,2%) maupun di Desa Koto Benai (60%) Program tidak tepat sasaran, menunjukkan adanya kelemahan dan keterbatasan pelaksanaan SPT. Adapun beberapa penyebab timbulnya kelemahan dan keterbatasan program ini adalah (1)adanya sasaran yang sekedar memanfaatkan program untuk kepentingan jangka pendek; (2)asumsi yang dibangun bahwa kelompok telah mandiri: (3)keadaan sasaran yang mengalami kelemahan kondisi fisik atau sakit; (4)adanya alternatif usaha lain yang lebih menguntungkan (berkebun karet); (5)keputusasaan sasaran karena gagal panen berulang-ulang. Fakta yang sama berupa tidak aktiinya sasaran ditemukan pada pelaksanaan PUKM. Beberapa alasan tidak aktifnya sasaran ini antara lain

  • (1)terbatasnya atau kekurangan modal kerja; (2) peluang pasar yang terbatas atau permintaan rendah; (3)kurang percaya diri dalam berwirausaha; (4)faktor internal sasaran.

    Hasil penelitian menemukan bahwa persentase terbesar (52,9%) kontribusi pendapatan dari program pemberdayaan masyarakat terhadap total pendapatan rumah tangga sasaran berada pada kategori sedang dan hanya 23,5% rumah tangga saja yang memiliki kontribusi pendapatan dari program terhadap total pendapatan berada pada kategori tinggi. Bila dilihat per program maka kontribusi pendapatan dari program terhadap total pendapatan bagi sasaran SPT sebagian besar (55.2%) masuk kategori sedang dan pada program PUKM masing-masing 40% berada pada kategori rendah dan sedang. Kontribusi pendapatan dari program SPT dan PUKM terhadap pendapatan total rumah tangga sasaran tersebar dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (1)perbedaan input sumberdaya yang dimiliki; (2)besarnya pendapatan dari non program (terutama berasal dari kegiatan berkebun tanaman karet).

    Setelah mengikuti program SPT, terjadi kenaikan persentase rumah tangga yang tahan pangan dari 27,6% menjadi 65.5% dan berkurangnya persentase rumah tangga yang tidak tahan pangan tanpa kelaparan dari 31h menjadi 20,7% dan tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang) dari 37,9% menjadi 13.8%. Bahkan terlihat bahwa tidak ada rumah tangga yang mengalami tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat). Keadaan ini terjadi hampir pada semua kelompok rumah tangga, baik yang memiliki nilai kontribusi pendapatan dari program berada pada kategori rendah, sedang maupun tinggi. Kenaikan persentase rumah tangga yang tahan pangan paling banyak terjadi pada rumah tangga yang memperoleh pendapatan dari program dalam kategori sedang (62,5%) dan tinggi (71,4%). Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan dari program berperan dalam peningkatan status ketahanan pangan rumah tangga sasaran. Adapun program pada PUKM, sebelum mengikuti program, persentase terbesar (80%) rumah tangga berada pada status tahan pangan, selebihnya (20%) tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang). Jumlah ini tidak mengalami perubahan setelah rumah tangga mendapatkan tambahan pendapatan dari program PUKM. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program PUKM diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan namun belum dapat meningkatkan ketahanan pangan.

    Sasaran program SPT secara umum merasa puas terhadap pelatihan, bantuan sapi (62,1%), saprodi (82,8%) dan pelatihan (65%). Adapun sasaran PUKM, merasa puas dan kurang puas dalam jumlah yang sama besar (masing- masing 40%) terhadap bantuan peralatan maupun bantuan berupa fasilitas pelatihan kejuruan. Program baru berupa peremajan karet merupakan suatu harapan besar masyarakat. Terdapat jumlah aspirasi yang paling tinggi agar adanya program baru berupa peremajaan karet dengan bantuan bibit. Selain itu sasaran juga mengharapkan adanya upaya melanjutkan pemberian bantuan berupa subsidi sarana produksi pertanian, serta perlunya program peningkatan keterampilan ibu-ibu dan serta upaya perbaikan dalam pemilihan usia sapi hak milik petani yang tidak terlalu kecil. Aspirasi sasaran yang telah menjadi kenyataan antara lain divenivikasi jenis tanaman, adanya koperasi dan perkuatan kelompok tani.

    Kata kunci: ketahanan pangan rumah tangga, pemberdayaan masyarakat

  • @ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

    Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari lnstitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

    bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya

  • ANALISIS PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PT RlAU ANDALAN PULP AND PAPER DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA PENINGKATAN

    KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA

    DEW1 RAHAYU

    Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

    SEKOLAHPASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR 2007

  • Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. lkeu Tanziha, MS

  • Judul Tesis

    Nama NRP

    : Analisis Program Pemberdayaan Masyarakat PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga

    : Dewi Rahayu : A551030041

    Disetujui

    Komisi Pembimbing

    Dr. Ir. Dra & a artianto MSi Ketua

    Dr.lr. Yavuk Farida Baliwati, MS Anggota

    Diketahui

    Ketua Program St dan Sumberdaya Keluarga

    Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS

    Tanggal Ujian: 1 Mei 2007 Tanggal Lulus:2g Juni 2007

  • PRAKATA

    Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SVVT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains di Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga.

    Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Drajat Martianto, MS dan Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku pembirnbing, yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan dalam proses penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sarnpaikan kepada seluruh pernberdaya dari PT Riau Andalan Pulp and Paper, terutama Bapak Amru Mahalli dan Bapak Syamsurya, serta Bapak Kholis, Bapak Mus Syafran dan lbu Neneng dari Cecom yang telah memberikan izin dan bantuan dalam proses penelitian ini.

    Akhirnya penulis rnengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak dan lbu, seluruh keluarga, khususnya kepada suami dan anak tercinta yang telah rnemberikan do'a, dukungan dan pengorbanannya. Demikian juga terima kasih yang sedalarn-dalamnya kepada rekan-rekan seangkatan yang telah banyak membantu dan bekerjasama selama menjalani rnasa studi, serta kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, sernoga bantuan dan amal baik yang telah diberikan mendapat Ridlo Allah SWT. Pada akhirnya, penulis berharap semoga penelitian dapat memberikan rnanfaat yang besar bagi semua pihak. Amin.

    Bogor, Juni ZOO7

    Dewi Rahayu

  • Penulis dilahirkan di Sedinginan, Riau, pada tanggal 4 Juni 1979. Penulis adalah anak ketiga dari tujuh bersaudara dari keluarga Bapak Muhammad Syukur dan lbu Nurbaya Kasim.

    Tahun 1997, penulis lulus dari SMUN 2 Mandau, Duri, Riau, dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan tercatat sebagai rnahasiswa pada jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Penulis rnenyelesaikan pendidikan sarjana tahun 2002.

    Pada tahun 2001-2002, penulis pemah bekerja di lembaga training "Salamaisya Expert", tahun 2002-2003 menjadi pengajar di PGTK Tarbiyatun Nisaa'. Selanjutnya, kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga IPB diperoleh pada tahun 2003.

  • DAFTAR IS1

    Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiiiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xix PENDAHULUAN

    Latar Belakang .................................................................................. I Perumusan Masalah .. .............................. 6

    . . Tujuan Penel~t~an .. ................................................. 7 . . Kegunaan Penel~tran .. ................................. 7

    TINJAUAN PUSTAKA Ketahanan Pangan ............................................................................ 8

    Definisi dan Konsep Ketahanan Pangan .................................... 8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga ......................................................... ....................... . . . 16

    Besar Rumah Tangga ........................................................... 16 Pendidikan Ibu Rumah Tangga ............................................ 17 Pengetahuan Gui Ibu Rumah Tangga ................................... 17 Pendapatan Rumah Tangga ................................................ 18

    lndikator dan Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga ... 19 Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga dengan Metode Skala Ketahanan Pangan ............................. 20

    Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga dengan Metode Skor Keragaman Pangan ....................................... 24

    Pemberdayaan Masyarakat ............................................................... 25 Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Strategi dalam Pembangunan Sosial 25 Pemberdayaan Masyarakat Sebagai Wujud Corporate Social

    . .. Respons~b~lrty ......................................................................... 28 Program Pemberdayaan Masyarakat oleh Perusahaan dan Pembangunan Ketahanan Pangan Rumah Tangga ............. 36

    KERANGKA PEMlKlRAN ........................................................................... 47

  • METODE PENELlTlAN Disain. Waktu dan Tempat ................................................................ 50 Unit penelitian ................................................................................... 50

    . . Tahapan penel~t~an ............................................................................ 51 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................... 51 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................... 56

    HASlL DAN PEMBAHASAN Keadaan Urnum Lokasi Penelitian ..................................................... 57

    Keadaan Umum Desa Banjar Benai ........................................ 57 Keadaan Umum Desa Koto Benai ................................................ 58

    Karakteristik Kebijakan Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan

    ................................................... Ketahanan Pangan Rumah Tangga 59 lntegrasi Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kebijakan Perusahaan ..................................................... 59 Potensi Dampak Program Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan

    ............................................ Ketahanan Pangan Rumah Tangga 66 Sistem Pertanian Terpadu ................................................ 69 Program Sosial dan Infrastruktur .................................... 71 Pelatihan Kejuruan dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah ................................................... 74

    Pelaksanaan dan Peran Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga ..................................................................... 76

    Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat ..................... 76 Sistem Pertanian Terpadu ................................................... 81 Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah ....................... 88

    Peran Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangga ............................................................. 92

    Karakteristik Rumah Tangga Sasaran ............................... 92 Ketahanan Pangan Rumah Tangga ................................... 96 Hubungan Besar Rumah Tangga. Pendidikan Ibu. Pengetahuan Gizi lbu dan Pendapatan Rumah Tangga Dengan Ketahanan ........................................................... 100

    Kontribusi Pendapatan dari Program terhadap Ketahanan Pangan Rumah Tangga ................................. 104

  • Aspirasi Sasaran terhadap Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Kaitannya dengan Upaya Peningkatan Ketahanan Pangan Rumah Tangg 109

    Tingkat Kepuasan terhadap Program .......................................... 109 Sistem Pertanian Terpadu ............................................... 109 Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah .................... 110

    Aspirasi dan Kebutuhan Sasaran ............................................. 111 SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan ........................................................................................... 114 Saran ................................................................................................. 114

    DAFTAR PUSTAKA ................... . 116 LAMPIRAN ................................................................................................... 123

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    1 Pemanfaatan dana sosial perusahaan tahun 2001 ...................................... 33 2 Paradigma pelaksanaan pemberdayaan masyarakat

    oleh perusahaan ......................................................................................... 33 3 Evaluasi keberhasilan program pemberdayaan masyarakat ........................ 35 4 Data yang dikumpulkan, metode pengukuranlanalisis.

    parameter dan sumber perolehan data ........................................................ 55 5 kebijakan PPMR .......................................................................................... 59 6 lntegrasi program pemberdayaan masyarakat dalam kebijakan

    perusahaan .................................................................................................. 61 7 Pengeluaran aktual PPMR 1999-2005 ......................................................... 64 8 Besaran dana sumbangan tanggung jawab sosial perusahaan

    berdasarkan jenis perusahaan ..................................................................... 65 9 Kelebihan dan kekurangan pendekatan self managing dan out sourching ... 65 10 Tujuan dan sasaran serta potensi dampak program PPMR dalam

    kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga ..... 67 11 Pelaksanaan program PPMR di Desa Banjar Benai ..................................... 77 12 Pelaksanaan program PPMR di Desa Koto Benai ........................................ 77 13 Sasaran dan waktu pelaksanaan program PPMR ........................................ 79 14 Input dan sumber input yang penting bagi sistem pertanian terpadu ........... 81 15 Tahapan kemandirian sasaran di Desa Banjar Benai

    dan Desa Koto Benai ................................................................................... 82 16 Sebaran sasaran program sistem pertanian terpadu menurut

    status keaktiian ............................................................................................ 64 17 Fluktuasi harga karet tahun 2000-2006 ........................................................ 85 18 Peran pokok Community Development Officier (CDO) ................................. 87 19 Jenis usaha, besar bantuan dan bentuk bantuan yang diperoleh

    sasaran PUKM ............................................................................................. 89 20 Sasaran PUKM yang tidak berhasil membuka usaha

    dan bantuan yang pemah diperoleh berdasarkan jenis pelatihan kejuruan yang diikuti ..................................................................... 89

    21 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga ........................... 93

  • .................................... 22 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan ibu 93 23 Sebaran rumah tangga berdasarkan pengetahuan gizi ibu .......................... 93 24 Sebaran rumah tangga berdasarkan pertanyaan tentang

    . . . pengetahuan g ~ z ~ ~bu .................................................................................... 94 25 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan bukan program ............... 95 26 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan dari program ................... 95 27 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan total ................................ 96 28 Sebaran rumah tangga berdasarkan batas kemiskinan ................................ 96 29 Sebaran rumah tangga berdasarkan ketahanan pangan rumah

    tangga sebelum dan sebelum menerima program SPT ............................... 97 30 Sebaran rumah tangga berdasarkan ketahanan pangan rumah

    tangga sebelum dan setelah menerima program PUKM .............................. 97 31 Sebaran keseluruhan rumah tangga berdasarkan kejadian tidak tahan

    pangan sebelum menerima program ........................................................... 98 32 Sebaran keseluruhan rumah tangga berdasarkan kejadian tidak tahan

    pangan setelah menerima program ............................................................. 99 33 Sebaran rumah tangga berdasarkan besar rumah tangga

    dan ketahanan pangan rumah tangga .................................................... 101 34 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendidikan ibu rumah tangga

    dan ketahanan pangan rumah tangga ....................................................... 102 35 Sebaran rumah tangga berdasarkan pengetahuan gizi

    ibu rumah tangga dan ketahanan pangan rumah tangga ........................... 103 36 Sebaran rumah tangga berdasarkan pendapatan rumah

    tangga dan ketahanan pangan rumah tangga ....................................... 104 37 Sebaran rumah tangga berdasarkan kontribusi pendapatan

    program terhadap pendapatan total ........................................................... 105 38 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari

    program SPT dan ketahanan pangan rumah tangga sebelum . .

    meng~kut~ program ..................................................................................... 106 39 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan

    dari program SPT dan ketahanan pangan rumah tangga setelah mengikuti program ......................................................................... 107

    40 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari program PUKM dan ketahanan pangan sebelum

    . .

    meng~kut~ program ..................................................................................... 108

  • 41 Sebaran rumah tangga menurut kontribusi pendapatan dari program PUKM dan ketahanan pangan

    . .

    setelah rnenglkut~ program ......................................................................... 108 42 Tingkat kepuasan sasaran terhadap program SPT .................................... 110 43 Tingkat kepuasan sasaran terhadap program PUKM ................................. 110 44 Aspirasi dan pelaksanaan aspirasi sasaran ......................................... 112

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman 1 Kerangka konsep ketahanan pangan menurut USAID ................................. 10 2 Sistem ketahanan pangan menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006) ....... 11 3 Kemiskinan dan tidak tahan pangan-lingkaran setan ................................... 14 4 Perubahan paradigma perusahaan dalam mewujudkan corporate

    Citizenship .................................................................................................... 29 5 Kerangka pikir pemberdayaan masyarakat dan sistem ketahanan

    ............ pangan untuk mewujudkan Desa Mandiri Pangan (DESA MAPAN) 37 6 Komponen program ..................................................................................... 45 7 Kerangka pemikiran analisis program pemberdayaan masyarakat

    PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga .................................. 49

    8 Gratik tren total pengeluaran aktual PPMR 1999-2005 .............................. 64 9 Skema Sistem Pertanian Terpadu (SPT) ..................................................... 69 10 Komponen program sistem pertanian terpadu ............................................. 70 11 Komponen program kesehatan .................................................................... 72 12 Komponen program pendidikan ................................................................... 73 13 Komponen program infrastruktur .................................................................. 74 14 Komponen program PUKM .......................................................................... 76 15 Alur dan tahapan pemberdayaan mitra PPMR ............................................. 80 16 Grafik kemandirian sasaran di Desa Banjar Benai dan

    Desa Koto Benai .......................................................................................... 82

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Halaman 1 a Kebijakan Umum Ketahanan pangan 2006-2009 .................................. 123

    b lntegrasi program pemberdayaan rnasyarakat dalam kebijakan Perusahaan .......................................................................................... 124

    2 Skala ketahanan pangan rumah tangga sasaran SPT dan PUKM ............ 126 3 Pendapatan dan kontribusi pendapatan program SPT terhadap

    pendapatan total rumah tangga ................................................................ 127 4 Pendapatan dan kontribusi pendapatan program PUKM terhadap

    pendapatan total rumah tangga ............................................................... 127

  • PENDAHULUAN

    Latar belakang Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII tahun 2000 bidang pertanian

    dan ketahanan pangan merekomendasikan perlunya reorientasi kebijakan ketahanan pangan dengan mernpertirnbangkan ernpat dimensi utama yaitu: ketersediaan, aksesibilitas, resiko pangan (vulnerability) dan berkelanjutan (sustainability). Pengentasan kemiskinan dipandang sebagai bagian penting rnewujudkan ketahanan pangan untuk meningkatkan aksesibilitas terhadap pangan dan keberlanjutannya. Hal ini sejalan dengan definisi kemiskinan oleh BPS (2003) yaitu kondisi dimana individu tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar minirnalnya secara layak (termasuk kebutuhan konsumsi pangan). Adapun jumlah jumlah penduduk miskin di lndonesia tahun 2003 sekitar 37,3 juta jiwa (17,4%).

    Kerniskinan dapat dipandang sebagai salah satu faktor penting yang menyebabkan rendahhya ketahanan pangan rumah tangga. Situasi rendahnya ketahanan pangan rurnah tangga di lndonesia ditunjukkan oleh data (1) jurnlah penduduk rawan pangan yang mengkonsumsi kurang 90% dari konsumsi yang direkomendasikan sebesar 2000kkaVkap/hari masih cukup besar yaitu 52,33 juta jiwa pada tanun 2002. Sebanyak 15,48 juta jiwa diantaranya merupakan penduduk sangat rawan yaitu rnengkonsurnsi kurang dari 70% dari konsurnsi yang direkornendasikan: (2) rnasih besamya jumlah balia kurang gizi yaitu 5,02 juta pada tahun 2002 dan 5,12 juta pada tahun 2003 (Dewan Ketahanan Pangan, 2006).

    Propinsi Riau, merupakan salah satu propinsi yang rnemiliki jumlah penduduk rniskin cukup besar yaitu sekitar 13,5296 (BPS, 2003). Selanjutnya data dari Badan Ketahanan Pangan propinsi Riau (2004) diperoleh informasi bahwa sebanyak 1.315.359 jiwa (24,7%) penduduk Riau rnerupakan sangat rawan pangan, dan 2.612.233 jiwa (49,21%) merupakan penduduk berpotensi rawan pangan.

    Kerniskinan dapat rnenyebabkan terjadinya ketidaktahanan pangan, sebaliknya, tidak tahan pangan juga dapat memicu terjadinya kerniskinan. Fenomena ini membentuk sebuah lingkaran setan kerniskinan. Kemiskinan menyebabkan tidak tahan pangan karena adanya akses yang sangat terbatas terhadap pangan yang layak untuk dikonsurnsi. Dernikian juga tidak tahan

  • pangan menyebabkan rendahnya produktivitas yang berakibat pada rendahnya pendapatan (Andersen, 1982 diacu dari Haddad, Lawrence, Frankenberger, 2003).

    Seriusnya dampak kemiskinan telah menyebabkan persoalan kemiskinan ini menjadi perhatian dunia seiring adanya komitmen untuk mengatasi persoalan tersebut pada World Summit for Social Development di Kopenhagen tahun 1995. Komitmen ini selanjutnya menjadi awal dari deklarasi PBB sebagai Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 1999 yang berisi 8 program tujuan dan dirinci ke dalam 18 target (Saragih, 2005). Persoalan dalam mengurangi kemiskinan dan kelaparan menjadi perhatian yang sangat penting terbukti dengan ditetapkan sebagai tujuan pertama dalam MDGs. Adapun target yang diharapkan dapat dicapai dalam ha1 ini adalah (1) menurunkan proporsi penduduk yang pendapatannya kurang dari 1 Dollar AS per hari tahun 1990 menjadi setengahnya pada tahun 2015; (2) menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan tahun 1990 menjadi setengahnya pada tahun 2015.

    Menindaklanjuti ha1 itu, Indonesia telah melakukan langkah besar dalam upaya mewujudkan tujuan MDGs terutama dalam upaya mengatasi kemiskinan dengan membentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan pada 7 Desember 2001 melalui Keputusan Presiden No.124 tahun 2001 yang diikuti dengan Keputusan Presiden No.8 tahun 2002. Kerja keras komite ini telah menghasilkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) pada tahun 2004. SNPK menurut Komite Penanggulangan Kemiskinan (2004) merupakan cara-cara dan tahapan sistematis yang harus ditempuh dan dijalankan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, dan berbagai pihak dalam upaya mendorong gerakan nasional penanggulangan kemiskinan.

    Secara mendasar, penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan mengedepankan pendekatan berbasis hak (right based approach). Pendekatan ini mengatur kewajiban negara, yakni pemerintah, DPR, DPD, TNllPOLRl dan lembaga tinggi negara lainnya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak dasar masyarakat miskin secara bertahap dan progresif. Salah satu hak dasar masyarakat yang hams dipenuhi dalarn upaya menanggulangi kemiskinan adalah hak dasar terhadap pangan yang mencukupi dan memenuhi persyaratan gizi. Menghadapi persoalan ini maka pemerintah telah membuat kebijakan yang akan ditempuh dalam jangka panjang sebagaimana tertuang

  • dalam SNPK yang dipertegas dalam Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2006-2009.

    Upaya pemenuhan hak dasar pangan sebagaimana tertuang dalam SNPK pada hakekatnya bertujuan memenuhi kecukupan pangan yang bermutu dan terjangkau serta meningkatkan status gizi masyarakat miskin terutama ibu, bayi dan anak balita. Adapun kebijakan yang dilakukan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak atas pangan berdasarkan SNPK adalah: 1. Meningkatkan produksi dan distribusi pangan secara merata. 2. Meningkatkan ketahanan pangan lokal. 3. Meningkatkan pendapatan petani lokal. 4. Meningkatkan pengetahuan masyarakat miskin tentang diversivikasi pangan

    yang berrnutu tanpa diskriminasi gender. 5. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini pangan dan gizi.

    Kebijakan lain yang lebih mempertegas upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan tertuang dalam KUKP 2006-2009 yang mencakup kebijakan pada aspek ketersediaan, konsumsi dan distribusi, yaitu (Dewan Ketahanan Pangan, 2006): a Ketersediaan

    1 Meningkatkan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan 2 Meningkatkan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri 3 Mengembangkan infrastruktur pertanian dan pedesaan 4 Mengembangkan kemarnpuan pengelolaan cadangan pemerintah dan

    masyarakat b Distribusi

    1 Meningkatkan sarana dan prasarana untuk efisiensi distribusi dan perdagangan pangan

    2 Mengurangi danlatau menghilangkan perda yang menghambat distribusi pangan

    3 Mengembangkan kelembagaan dan sarana fisik pengolahan dan pemasaran di pedesaan

    4 Menyusun kebijakan harga pangan c Konsumsi

    1 Meningkatkan kemampuan akses pangan rumah tangga sesuai kebutuhan jumlah, mutu, keamanan, dan gizi seimbang

  • 2 Mendorong, mengembangkan dan memfasilitasi peran serta masyarakat dalam memenuhi hak atas pangan khususnya bagi kelompok kurang mampu

    3 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas inte~ensi bantuan pangan dan pangan bersubsidi kepada golongan masyarakat rawan pangan

    4 Mempercepat proses divesifikasi pangan ke arah konsumsi yang beragam dan bergizi seimbang

    Dalam pemenuhan hak dasar rakyat, pemerintah dapat melakukan kerjasama dengan berbagai pihak baik swasta (pelaku usaha), pemerintah negara lain dan lembaga internasional. Kerjasama ini dilakukan berkaitan dengan keterbatasan kemampuan dan sumberdaya negara. Namun demikian, berbagai pihak tersebut harus dipastikan untuk melaksanakan kewajiban yang melengkapi kewajiban negara dengan berupaya untuk menghonati, melindungi, dan memenuhi hak dasar masyarakat miskin atas dasar prinsip tanpa diskriminasi (Komite Penanggulangan Kemiskinan, 2004).

    Kerjasama dan koordinasi dalam upaya mengatasi persoalan pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dapat dilakukan oleh pemerintah bersama dengan perusahaan selaku Non Govement Organizations [NGOs]). Sebagaimana diketahui, perusahaan merupakan instiusi non pemerintah yang menjalankan aktivitas bisnis di tengah masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada di tengah masyarakat tersebut. Berdasarkan konsep sustainable dalam 'The Convention on Biological Divemity (CBD), sebagai salah satu kesepakatan utama yang dihasilkan dari '1992 Rio Summit', ditekankan tiga dimensi sustainable yaitu sustainable business, sustainable finance, sustainable development. Berdasarkan konsep tersebut, setiap perusahaan harus memiliki performa lingkungan dan sosial yang baik. Performa ini dapat diwujudkan melalui Corporate Social Responsibility (CSR) (Abbot et al., 2002). Hal ini semakin ditekankan melalui World Summit on Sustuinable Development (WSSD) di Johannesburg, Afrika Selatan, 2002 yang menghasilkan kesepakatan pentingnya CSR dalam upaya menghadapi 3 isu penting yaitu pengentasan kemiskinan, lingkungan hidup, dan peningkatan perekonomian. Lebih jauh ditekankan dalam pertemuan tersebut bahwa diperlukan sebuah aktivitas tri- sector partnership untuk mengatasi persoalan kemiskinan, lingkungan hidup, dan peningkatan perekonomian yaitu kemitraan antara pemerintah, perusahaan, masyarakat/komunitas dan LSM (Supriatno, 2005).

  • Program-program CSR dimasyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk program Community Development atau yang dikenal sebagai program pemberdayaan rnasyarakat. Terkait dengan petwujudan ketahanan pangan sebagai pernenuhan hak dasar atas pangan maka sudah selayaknya perusahaan atau pelaku usaha berberan selaku bagian dari masyarakat. Peran dalam ha1 ini, dapat dapat diawali dan dibuktikan dengan mengintegrasikan kebijakan pemenuhan hak dasar atas pangan yang serta kebijakan umum ketahanan pangan ke dalam program pemberdayaan masyarakatnya. Dengan demikian diharapkan dukungan dan kejasama antara pemerintah, perusahaan (pelaku usaha), elemen masyarakat lainnya, serta lembaga luar negeri dapat mengurangi kerniskinan dan kelaparan tepat pada waktunya.

    Salah satu perusahaan yang diketahui memberikan perhatian secara serius terhadap kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah PT Riau Andalan Pulp and Paper. Hal ini diketahui dari berbagai program yang ditujukan kepada masyarakat sekitar perusahaan. Keseriusan PT Riau Andalan Pulp and Paper ini mendapat pengakuan dari berbagai kalangan terbukti dengan terpilihnya ia sebagai finalis dalam anugrah CSR Award 2005 dan mendapatkan penghargaan Bidang Sosial.

    Keseriusan PT Riau Andalan Pulp and Paper untuk turut membangun masyarakat sekitarnya dilatarbelakangi oleh sebuah kesadaran bahwa perusahaan ini merupakan salah satu perusahaan manufacturing (pabrik). tepatnya pabrik yang menghasilkan pulp dan kertas dengan skala cukup besar yaitu masing-masing dengan kapasitas produksi 2.000.000 tonhahun dan 350.000 tonltahun (Riaupulp, 2006). Perusahaan dengan jenis usaha seperti ini sangat berpotensi mempengaruhi masyarakat sekitarnya karena adanya pemanfaatan sumberdaya alam dan dampak dari adanya aktiftas pabrik.

    Aktifitas PT Riau Andalan Pulp and Paper melibatkan 311 desa yang terkait langsung dengan kegiatan perusahaan dan berada di ring satu operasi perusahaan, tersebar di 44 kecamatan dalam 4 kabupaten dan 1 kotamadya. Dampak yang dihasilkan antara lain penurunan daya dukung lingkungan, pencemaran, terganggunya aktiftas perekonomian masyarakat sekitar. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi PT Riau Andalan Pulp and Paper dalam mewujudkan performa lingkungan yang baik (Program Pemberdayaan Masyarakat Riau [PPMR] Riaupulp. 2005). Terlebih lagi, PT Riau Andalan Pulp and Paper beroperasi di propinsi Riau yang terkenal kaya sumberdaya alam

  • narnun pada kenyataannya memiliki penduduk miskin cukup besar yaitu 13,52% (BPS, 2003). Sebagaimana tertuang dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan tahun 2004 ditekankan pentingnya peran perusahaan dalam upaya pellanggulangan kemiskinan, sehingga fakta perusahaan ini dan hubungannya dengan persoalan daerah dirasakan sangat penting untuk dikaji.

    Perurnusan Masalah Pewujudan CSR melalui program pemberdayaan masyarakat bertujuan

    untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat ketika perusahaan mencapai kesuksesan dalam bisnis. Pelaksanaan pemberdayaan masyarakat menuntut adanya kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya berdasarkan prinsip partisipatif, produktivitas dan keberlanjutan.

    Kemiskinan dan kerawanan pangan di masyarakat diyakini merupakan salah satu persoalan besar saat ini. Gejala penting yang menunjukkan persoalan kemiskinan dan rawan pangan ini adalah banyaknya rumah tangga yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan dan kejadian gizi buruk terutama dikalangan anak-anak. Tentu saja, masyarakat yang menghadapi persoalan ini memerlukan bantuan berusahaan yang melakukan aktivitas bisnis di dekat mereka melalui berbagai bentuk program pemberdayaan masyarakat.

    Keterlibatan perusahaan dalam menanggulangi kemiskinan dan rawan pangan sudah saatnya menjadi perhatian khusus terutama bagi perusahaan itu sendiri. Sebagaimana diketahui, pemerintah memiliki harapan tertentu terhadap perusahaan dalam penanggulangan kemiskinan sebagaimana tertuang dalam SNPK. Oleh karena itu penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan penjelasan tentang : 1 Bagaimana karakteristik kebijakan pemberdayaan masyarakat yang

    dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga?

    2 Bagaimana kondisi aktual pelaksanaan dan peran program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga sasaran?

    3 Bagaimana aspirasi (kebutuhan) masyarakat sasaran dalam kaitannya dengan program pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan ketahanan pangan rumah tangga?

  • Tujuan Penelitian Tujuan Umum

    Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan ~ m a h tangga.

    Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

    1 Mempelajari karakteristik kebijakan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga sasaran.

    2 Menganalisis pelaksanaan dan peran program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan perusahaan dalam kaitannya dengan upaya peningkatan ketahanan pangan rumah tangga sasaran.

    3 Mengetahui aspirasi atau kebutuhan masyarakat sasaran dalam kaitannya dengan program pemberdayaan masyarakat untuk peningkatan ketahanan pangan rumah tangga sasaran.

    Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam pengembangan ilmu

    pengetahuan terutama tentang ketahanan pangan rumah tangga dan pengukurannya, serta praktek pemberdayaan masyarakat yang banyak dikembangkan dan dipraktekkan oleh berbagai pihak baik oleh perguruan tinggi, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat maupun oleh perusahaan. Berbagai temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memperkaya praktek atau bentuk- bentuk program pemberdayaan masyarakat dan menjadi pertimbangan dalam pengembangan program pemberdayaan masyarakat, khususnya program pemberdayaan masyarakat yang dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan ketahanan pangan rumah tangga. Hasil penelitian ini juga diharapkan menjadi motivasi bagi peneliti lain untuk menelli lebih jauh tentang berbagai program pemberdayaan masyarakat yang berperan dalam peningkatan ketahanan pangan rumah tangga.

  • TINJAUAN PUSTAKA

    Ketahanan Pangan

    Definisi dan Konsep Ketahanan Pangan lstilah ketahanan pangan dikenal dan menjadi sangat penting pada tahun

    1970-an ketika tejadi krisis penyediaan serealia di pasar intemasional. Sejak saat itu kajian tentang ketahanan pangan mulai diperbincangkan dalam berbagai forum (Foster, 1992). Lebih ditekankan lagi oleh Maxwell dan Frankenberger (1992) bahwa perhatian kepada masalah ketahanan pangan pasca krisis pangan tahun 1972-1974 ditindaklanjuti dengan lahirnya sebuah pengakuan bahwa hak terhadap pangan merupakan elemen penting standar kecukupan untuk hidup. Pada awal perkembangannya, konsep ketahanan pangan mengacu pada kemampuan negara menghasilkan dan atau mendapatkan pangan yang cukup untuk kebutuhan populasinya. Namun saat ini aplikasi ketahanan pangan lebih kepada rumah tangga dan individu di dalamnya.

    Pada tahun 1970-an isu ketahanan pangan sebagaimana disebutkan sebelumnya mengacu pada analisa pangan ditingkat nasional. Adapun penekanannya adalah penyediaan pangan di tingkat nasional yang diukur dengan menggunakan food balance sheets untuk menentukan status ketahanan pangan suatu negara. Hingga pada tahun 1980-an ditemukan fakta bahwa ketersediaan pangan di tingkat nasional tidak menjamin bahwa wilayah di dalamnya dan terutama rumah tangga memiliki akses yang cukup terhadap pangan. Diemukannya kelemahan konsep ketahanan pangan nasional telah melahirkan konsep ketahanan pangan yang baru yaitu ketahanan pangan tingkat rumah tangga (WFP, 1998). Selanjutnya, Arifin (2004), menyatakan bahwa ketahanan pangan rumah tangga terutama di tingkat pedesaan merupakan basis dari konsep ketahanan pangan nasional. Demikian pula, ketahanan pangan rumah tangga merupakan prakondisi yang sangat penting untuk memupuk ketahanan pangan tingkat nasional dan regional.

    Banyak definisi yang muncul tentang ketahanan pangan namun pada dasarnya semua itu tidaklah bertentangan bahkan dapat saling mendukung. Peraturan pemerintah RI no 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan mendefinisikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercerrnin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan tejangkau. Maxwell, 1990 diacu dalam

  • Braun et a/., 1992 menyatakan bahwa ketahanan pangan secara mendasar didefinisikan sebagai akses bagi semua orang pada setiap waktu terhadap kebutuhan pangan agar hidup sehat. Makna yang terkandung dalam definisi Maxwell menegaskan bahwa konsep ketahanan pangan menunjukkan resiko orang-orang yang tidak memiliki akses terhadap pangan yang mencukupi. Resiko ini dapat ditimbulkan misalnya dari produksi pangan maupun pendapatan.

    USAlD di dalam "USAID Policy Paper, Februari 1995, mendefinisikan ketahanan pangan sebagai keadaan dimana semua orang pada setiap waktu memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya agar dapat hidup produktif dan sehat. Berdasarkan definisi USAlD ini maka terdapat poin-poin penting dalam ketahanan pangan yaitu (WFP, 1998 ; Riely et a/., 1999): a Ketersediaan pangan (food availability) akan dicapai apabila sejumlah

    pangan yang cukup tersedia secara konsisten bagi semua individu di dalam sebuah negara. Pangan dapat dipenuhi melalui produksi rumah tangga, output domestik lainnya, impor, atau bantuan pangan.

    b Akses pangan (food access) terjamin apabila rumah tangga dan individu di dalarnnya mamiliki sumberdaya yang cukup untuk mendapatkan pangan yang tepat untuk konsumsi yang bergizi. Akses tergantung pada pendapatan rumah tangga, distribusi pendapatan di dalam rumah tangga dan harga pangan.

    c Utilisasi pangan (food utilization) adalah penggunaan sifat biologi yang dimiliki pangan, kebutuhan akan konsumsi yang memberikan energi dan zat gizi esensial, air yang sehat dan sanitasi yang baik. Utilisasi pangan yang efektii tergantung pada pengetahuan tentang penyimpanan pangan dan tekhnik proses pangan, prinsip dasar gizi dan pengasuhan anak yang baik serta cara mengatasi penyakit.

    Ketersediaan pangan adalah fungsi dari kombinasi stok pangan domestik, impor, bantuan pangan dan produksi pangan domestik. Akses pangan dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang sampai di pasar dan harga pasar. Selanjutnya digambarkan bahwa akses ditentukan oleh kemampuan rumah tangga memperoleh pangan dari produksi sendiri, cadangan, membeli dari pasar, dan dari sumber-sumber lain. Faktor-faktor ini pada gilirannya ditentukan oleh sokongan sumberdaya rumah tangga yang menegaskan adanya sekumpulan aktivitas produktii yang dapat rnereka lakukan dalarn rnernenuhi pendapatan dan

  • tujuan ketahanan pangan mereka. Adapun utilisasi pangan direfleksikan dengan status gizi individu, ditentukan oleh kuantitas dan kualitas asupan makanan, praktek pemberian makan dan pengasuhan secara umum serta status kesehatan serta deterrninan-determinannya. Pengasuhan dan praktek pemberian makan yang kurang baik, kurang akses atau rendahnya kualias pelayanan kesehatan juga merupakan detemlinan utama kesehatan dan gizi yang buruk. Gambar 1 menampilkan kerangka ketahanan pangan menurut USAID.

    Gambar 1 Kerangka konsep ketahanan pangan menurut USAlD

    -

    Status Kesehatan

    Pengetahuan. P ~ k t e k Budaye. ~ ~ ~ k ~ ~ i pangan SosiaVlnfrastruktur Alokasi Waktu dalam R~~~~

    Produksi Pangan

    Pemerintah, NGO.

    komunbs, Bank

    Stok. Impor, Bantuan Pangan

    Hasil Pertanian, upah. Pendapatan Lain

    t

    Sumberdaya Manusia

    Lingkungan Alam

    Lingkungan Kebijakan -

    Lingkungan Sosial

  • Pada Gambar 1 dapat diketahui kerangka konsep ketahanan pangan yang berfokus pada dimensi ketersediaan, akses, utilisasi dan hubungan antara ketiganya, serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Selanjutnya WFP (1998) menegaskan bahwa ketersediaan, akses dan utilisasi atau pemanfaatan pangan merupakan tiga pilar ketahanan pangan rumah tangga dan seluruhnya dapat mengalami 'guncangan' oleh berbagai faktor resiko seperti bencana alam, adanya konflik dan perubahan kebijakan.

    Dewan Ketahanan Pangan (2006) menyatakan bahwa ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. Kinerja dari masing-masing subsistem tersebut tercermin dalam ha1 stabilitas pasokan pangan, akses masyarakat serta pemanfaatan pangan (food utilization) termasuk pengaturan menu dan distribusi pangan dalam keluarga. Kinerja dari ketiga subsistem ketahanan pangan akan terlihat pada status gizi masyarakat, yang dapat dideteksi dari status gizi anak balita (usia dibawah lima tahun). Apabila salah satu atau lebih, dari ketiga subsistem tersebut tidak berfungsi dengan baik, maka akan terjadi masalah kerawanan pangan yang akan berdampak peningkatan kasus gizi kurang danlatau gizi buruk. Dalam kondisi demikian, negara atau daerah dapat dikatakan belum marnpu mewujudkan ketahanan pangan (Gambar 2).

    Gambar 2 Sistem ketahanan pangan menurut Dewan Ketahanan Pangan (2006)

  • Berdasarkan sistem ketahanan pangan dari Dewan Ketahanan Pangan (2006) dapat dijelaskan beberapa ha1 sebagai berikut: a Subsistem ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk

    memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan kearnanannya. Acuan kuantiiatii untuk ketersediaan pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi Widya Karya Pangan dan Gizi Vlll tahun 2004, dalam satuan rata-rata perkapita perhari untuk energi sebesar 2.200 Kilo kalori dan protein 57 gram. Angka tersebut merupakan standar kebutuhan energi bagi setiap individu agar mampu menjalankan aktivitas sehari-hari. Disamping itu juga terdapat acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan, yaitu Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai PPH yang ideal. Kinerja keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu dapat dinilai dengan metoda PPH.

    b Subsistem distribusi berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektii dan efisien sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu, dengan harga yang terjangkau. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi sehingga pangan tersedia sepanjang waktu di seluruh wilayah. Kinerja subsistem distribusi dipengaruhi oleh kondisi prasarana dan sarana, kelembagaan dan peraturan perundangan. Stabilias pasokan dan harga merupakan indikator penting yang menunjukkan kinerja subsistem distribusi.

    c Subsistem konsumsi berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan kehalalan, disamping juga efisiensi yang mencegah pemborosan. Subsistem ini juga mengarahkan agar pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal, dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi beragam dengan gizi seimbang mencakup energi, protein, vitamin dan mineral, pemeliharaan sanitasi dan higiene serta pencegahan penyaki infeksi dalam lingkungan rumah tangga. Hal ini dilakukan melalui pendidikan dan penyadaran masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan menerapkan kaidah- kaidah tersebut dalam pengelolaan konsumsinya. Kinerja subsistem ini tercerrnin dalam pola konsumsi rnasyarakat di tingkat rumah tangga. Pola

  • konsumsi dalam rumah tangga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi ekonomi, sosial dan budaya setempat.

    Terdapat masalah yang sangat mendasar dalam ketahanan pangan yaitu keterjangkauan pangan oleh rumah tangga dan masalah kehandalan dan keberlanjutan penyediaan pangan. Keterjangkauan pangan oleh keluarga ditentukan oleh pendapatan dan tingkat harga pangan, sedangkan kehandalan dan keberlanjutan penyediaan pangan ditentukan oleh kemampuan dan stabilitas produksi pangan dalam negara dan kemampuan pembiayaan untuk menyimpan serta keadaan penyediaan pangan di pasar internasional (Kaslyno, 2004).

    Berdasarkan fakta yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan banwa sebuah negara dan bangsa akan tahan pangan apabila produksi, pasar, dan sistem sosial bekerja dengan baik sehingga kebutuhan konsumsi pangan selalu terpenuhi. Ketersediaan pangan dan akses terhadap pangan me~pakan dua penentu utama ketahanan pangan. Ketersediaan tidak menjamin adanya akses; pangan bisa tersedia tetapi rurnah tangga kemungkinan tidak memiliki akses terhadap pangan tersebut. Namun, adanya ketersediaan pangan yang cukup ditingkat nasional dan lokal tetap merupakan sebuah kondisi penting untuk mewujudkan ketahanan pangan ~ m a h tangga.

    Pentingnya konsep ketahanan pangan tak dapat dipisahkan dari konsep lain yaitu ketahanan gizi (nutrition security) yang didefinisikan sebagai jumlah dan kombinasi yang tepat input-input antara lain pangan. gizi dan pelayanan kesehatan, yang diperlukan untuk menjamin kehidupan yang aktif dan sehat sepanjang waktu bagi semua orang. Meskipun ketahanan pangan penting, namun semata-mata ketahanan pangan saja tidak cukup untuk mewujudkan ketahanan gizi (Haddad, Kennedy dan Sullivan, 1994).

    Keadaan dimana kondisi bertolak belakang dari keadaan tahan pangan disebut dengan tidak tahan pangan atau rawan pangan. World Bank (1986) dalam Braun et a/. (1992), membagi dua tipe kerawanan pangan rumah tangga yaitu kronis dan transitori. Kerawanan pangan kronis adalah konsumsi makanan yang tidak mencukupi secara berkepanjangan disebabkan ketidakmampuan rumah tangga secara terus menerus untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan baik dengan cara pembelian maupun produksi. Rawan pangan kronis ini berakar dari kemiskinan. Adapun rawan pangan transitori merupakan penurunan akses rumah tangga terhadap kebutuhan pangan yang bersifat sementara. Hal ini

  • tejadi karena adanya faktor-faktor misalnya ketidakstabilan pada harga pangan, produksi ataupun pendapatan.

    Kondisi tidak tahan pangan secara sederhana digambarkan oleh Hardinsyah dan Martianto (2001) sebagai kondisi pangan yang tidak terpenuhi untuk hidup sehat, aktif dan produktif. Dalarn wujud nyata di masyarakat tercermin dari harga-harga pangan yang tidak tejangkau, ketersediaan dan konsumsi pangan yang tidak memadai, kelaparan, gizi kurang dan pada tingkat yang lebih parah munculnya dan kematian. Hal ini juga dijelaskan dalam lingkaran setan kemiskinan dan tidak tahan pangan (Garnbar 3).

    Sumber : Andersen (1982) diaw dari Haddad. Lawrence. Frankenberger (2003)

    Gambar 3 Kemiskinan dan tidak tahan pangan-lingkaran setan

    Kondisi tidak tahan pangan memberikan darnpak yang serius bagi individu, rumah tangga dan rnasyarakat, termasuk kepada ekonomi negara. Tidak tahan pangan menyebabkan tejadinya keadaan dimana rumah tangga atau individu tidak dapat rnengkonsumsi makanan yang cukup sehingga kekurangan energi dan zat gizi lain yang dibutuhkan untuk aktivitas fisik dan mental. Selanjutnya kekurangan gizi ini akan menyebabkan kekuatan dan daya tahan melemah, vitalitas menurun dan rentan terhadap penyakit dan pada akhimya angka kematianpun akan meningkat. Keadaan tidak tahan pangan akan menghambat produktivitas masyarakat (baik dalam jangka pendek rnaupun jangka panjang). Hal ini dapat terus berlanjut, karena ketidaktahanan pangan akan rentan tejadi pada rumah tangga atau individu yang rnerniliki pendidikan rendah dan pendapatan rendah. Kondisi akibat maupun penyebab

  • ketidaktahanan pangan yang erat kaitannya dengan kemiskinan digambarkan sebagai lingkaran setan.

    Menurut Bickel eta/., (2000), penelitian yang difokuskan pada ketahanan pangan, tidak tahan pangarl dan kelaparan tingkat rumah tangga sudah mulai berlangsung sejak akhir tah n 1980-an. Masing-masing keadaan didefinisikan sebagai berikut: b I a Tahan pangan yaitu a setiap orang pada setiap waktu terhadap pangan

    yang cukup agar bisa aktii dan sehat. Ketahanan pangan mencakup (1) ketersediaan pang g cukup secara gizi dan aman; dan (2) adanya jaminan kemampuan emperoleh pangan yang dapat diterima dengan cara yang juga dap a secara sosial (misalnya tanpa mengambil persediaan pangan a darurat, mencari makanan dalam sampah, mencuri, atau bentu

    b Tidak tahan panga mana terjadi keterbatasan atau ketidakpastian aka ng menwkupi baik dari aspek gizi maupun keam juga berarti keadaan dimana terjadi keterbatas ampuan untuk memperoleh pangan yang dap juga dapat diterima secara sosial.

    c Kelaparan yaitu u menyakitkan disebabkan kekurangan asup i dan secara tidak langsung akibat kekuranga

    Ketidaktahanan pan an dalam pembahasan ketahanan pangan rumah f tangga merupakan keadaan ang yang dihasilkan dari keterbatasan sumberdaya finansial, bukan karena diet dengan alasan tertentu atau karena tidak makan karena kesibukan. Adapu 1 upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerawanan pangan dan ke~adaran menurut Soekirman (1999/2000), antara lain: 1 Upaya bersifat langsun kepada sasaran, meliputi pelayanan dasar gizi, i

    kesehatan dan pendidika? 2 Upaya tidak langsung kepada sasaran, meliputi:

    a Jaminan ketahanan pangan sehingga setiap keluarga dan penduduk miskin terpenuhi hak asasinya yaitu hak untuk memperoleh makanan yang cukup

    b Memperluas kesempatan kerja untuk meningkatkan daya beli

  • c Membangun dan mengembangkan industri kecil dan menengah untuk memberikan desempatan bagi penduduk miskin dalam meningkatkan pendapatan melalui usaha produksi barang dan jasa

    3 Upaya pemantauan status gizi masyarakat di tingkat keluarga dan individu dari waktu ke waktu berupa kewaspadaan pangan dan gizi

    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Hardinsyah dan Martianto (2001) menyatakan bahwa ada tiga faktor

    utama yang mewujudkan ketahanan pangan yaitu (1)ketersediaan pangan yang cukup, beragam dan bermutu; (2)daya beli pangan yang memadai; (3)pengetahuan gizi masyarakat yang baik. Berdasarkan pemikiran tersebut ada tiga ha1 utama yang perlu diperhatikan dalam masyarakat terutama keluarga, yaitu (1)bagaimana menyediakan pangan yang cukup, beragam dan bermutu bagi setiap keluarga; (2)bagaimana meningkatkan daya beli pangan bagi setiap keluarga; (3)bagaimana cara memilih pangan yang berrnutu dan relati murah untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

    Faktor internal rumah tangga dipandang sangat berkaitan dengan pemenuhan tiga ha1 yang disebutkan sebelumnya. Beberapa faktor internal rumah tangga yang dianggap sangat penting dan akan diteliti antara lain besar keluarga, pendidikan ibu rumah tangga, pengetahuan gui ibu rumah tangga dan pendapatan rumah tangga.

    Besar Rumah Tanqaa Menurut Sediaoetama (1993) diacu dalam Harefa (2001), besar (ukuran)

    rumah tangga memberikan kontribusi tersendiri dalam kaitannya dengan tingkat atau status ketahan pangan. Hubungan antara jumlah anggota rumah tangga dan kurang gizi sangat nyata terutama pada rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Dalam ha1 ini, pemenuhan kebutuhan pangan akan lebih mudah jika yang diberi makan hanya sedikit. Dengan semakin bertambahnya jumlah anggota rumah tangga maka pengaturan pengeluaran pangan sehari-hari relatif semakin sulit. Hal ini menyebabkan kuantitas dan kualitas pangan yang dapat diperoleh semakin tidak mencukupi untuk masing-masing anggota rumah tangga.

    FA0 (198811989) sejak lama juga telah menyatakan adanya kecenderungan bahwa anak-anak yang kurang gizi lebih sering terjadi pada rumah tangga yang jumlah anggota rumah tangganya terlalu besar sedangkan

  • sumberdaya yang dimiliki terbatas. Anak-anak kurang gizi ini akan mengalami pertumbuhan yang lambat dan selanjutnya dapat mengganggu perkembangan mentalnya.

    Pendidikan Ibu Rumah Tanqqa Suatu ha1 yang perlu disadari bahwa peningkatan pendapatan rumah

    tangga, meskipun sebenarnya berarti terjadi peningkatan akses terhadap pangan, tidak selalu secara langsung dapat meningkatkan status gizi anggota keluarga. Kondisi ini bisa terjadi disebabkan tambahan pendapatan dibelanjakan untuk pangan rendah gizi atau dibelanjakan untuk selain pangan (Braun et a/., 1992). Dalam ha1 ini, pengetahuan ibu yang erat kaitannya dengan pendidikan ibu akan mempengaruhi perilaku dalam mengalokasikan pendapatan rumah tangga.

    Penelitian yang dilakukan IFPRl (2000) di negara berkembang membuktikan bahwa peningkatan pendidikan wanita dalam rumah tangga (ibu) berkontribusi sebesar 43% terhadap penurunan tingkat masalah gizi pada anak dalam kukrun waktu 1970-1995. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding kontribusi peningkatan ketersediaan pangan yang hanya menyumbang 26% bagi penurunan masalah gizi pada anak.

    Astari (2006) dalam laporan penelitiannya menyatakan bahwa terdapat hubungan positii yang bermakna antara tingkat pendidikan orang tua (ayah dan ibu) dengan status gizi anak yang dinilai dari indeks berat badan menurut umur (BBIU) dan panjang badan menurut umur (PBIU). Widjaja (1986) juga menyatakan bahwa ibu yang berpendidikan tinggi cenderung lebih bersifat terbuka terhadap hal-ha1 baru karena sering membaca artikel-artikel maupun pemberitaan dari berbagai media sehingga pengetahuan ibu tentang anak semakin baik.

    Penaetahuan Gizi Ibu Rumah Tanqqa Pengetahuan gizi memang sangat penting karena ilmu gizi memberikan

    pemahaman yang penting sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizinya. Dengan demikian, membantu masyarakat untuk belajar bagaimana menanam, menyimpan, dan menggunakan pangan untuk perbaikan konsumsi merupakan salah satu upaya penting yang

  • perlu dilakukan untuk meningkatkan mutu hidup (Harper, Deaton dan Driskel, 1986).

    Pendidikan gizi merupakan suatu strategi yang telah digunakan secara luas sejak lama untuk meningkatkan konsumsi yang sehat sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan anak dan mengurangi segala bentuk rnasalah gizi. Adapun dasar program pendidikan gizi seharusnya mencakup konsumsi yang cukup dan bergizi, perbaikan gaya hidup dan stirnulasi bagi tuntutan pangan yang tepat. Namun demikian, isi pendidikan gizi harus diformulasikan berdasarkan analisi masalah yang ada (FAO. 1997)

    Pendapatan Rumah Tanqaa Akses pangan rurnah tangga sangat ditentukan oleh sumberdaya yang

    dimiliki dan kemungkinan rumah tangga memiliki sumberdaya pendapatan dan sumberdaya lain yang menjadi mata pencaharian mereka. Sistem mata pencaharian ini dibatasi oleh aktifitas "on farm" dan "off-farm: yang dapat rnemberikan berbagai strategi usaha mendapatkan pangan dan uang. Adapun sumberdaya total rumah tangga tidak hanya ditentukan oleh kegiatan produktif dan sumbangan atau pemberian tetapi juga pada posisi sosial dan politik mereka dalam masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan, mata pencaharian akan "aman" apabila rumah tangga memiliki kepemilikan yang 'aman" atau akses, terhadap sumberdaya, dan aktiffias sumber pendapatan, mencakup simpanan dan asset untuk mengatasi resiko. guncangan yang ringan, dan mengatasi segala kemungkinan (Chambers dan Coney. 1992; Chambers, 1998 diacu dalam WFP. 1998).

    Berdasarkan ha1 di atas maka ketahanan pangan di tingkat rumah tangga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi seperti luas tanam, luas panen, produktivitas, benih, pestisida, alat pertanian, tenaga kerja dan sebagainya. Sementara itu untuk rumah tangga non petani, dalam memperoleh pangan di pasar akan dipengaruhi oleh kemampuan daya beli (pendapatan dan harga pangan). Peningkatan daya beli dapat terjadi apabila ada peningkatan pendapatan ~ m a h tangga. Pada rurnah tangga yang anggotanya mengalami kekurangan pangan, terjadinya peningkatan pendapatan merupakan salah satu ha1 yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dalam terminologi meningkatkan akses rumah tangga tersebut terhadap pangan. Peningkatan

  • pendapatan dapat meningkatkan kesejahteraan gizi yang juga dipengaruhi oleh konsumsi pangan (Braun, eta/., 1992).

    Hasil penelitian Astari (2006) menemukan bahwa ada hubungan positif yang bernlakna antara pendapatan rumah tangga dengan konsumsi energi dan zat gizi serta mutu gizi rnakanan. Hurlock (1999), menjelaskan bahwa keluarga atau rumah tangga dengan status sosial (ekonomi) tinggi cenderung menerapkan pengasuhan yang lebih baik. Adapun rumah tangga dengan status sosial (ekonomi) rendah cenderung kurang terorganisasi dengan baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Huston, Mc Loyd dan Coll (1994) sebagairnana yang dikutip Martin dan Collbert (1997), bahwa kemiskinan menimbulkan resiko tinggi bagi pengasuhan (termasuk pengasuhan makan). Hal ini berkaitan dengan kurangnya sumberdaya yang dirniliki.

    lndikator dan Pengukuran Ketahanan Pangan Rumah Tangga Ketahanan pangan merupakan sesuatu yang penting, baik dalam tataran

    global, negara maupun komunitas lckal karena merupakan dimensi yang universal dari kesejahteraan rumah tangga dan individu. Keadaan atau kondisi dimana kebutuhan dasar pangan tidak dapat terpenuhi dinyatakan sebagai tidak tahan pangan. Keadaan tidak tahan pangan memungkinkan memicu terjadinya masalah-masalah gizi, kesehatan, dan perkembangan. Oleh sebab itu, monitoring ketahanan pangan dapat membantu mengidentifikasi dan memahami aspek dasar kesejahteraan masyarakat dan mengidentitikasi rnasyarakat atau wilayah yang mengalami kondisi yang parah (Bickel eta/., 2000).

    Terdapat sejurnlah indikator yang bisa digunakan untuk rnenggarnbarkan ketahanan pangan rumah tangga. lndikator ini dibagi dalam indikator proses yang rnerefleksikan penyediaan pangan dan akses pangan serta indikator hasil yang disajikan sebagai proksi konsumsi pangan. lndikator yang merefleksikan penyadiaan pangan mencakup input dan ukuran produksi pertanian (data-data agrometeorologi), akses terhadap surnberdaya alarn, pemberdayaan institusional, dan infrastruktur pasar serta eksposur terhadap konflik regional beserta konsekuensinya. lndikator yang merefleksikan akses pangan adalah berbagai maksud atau strategi yang digunakan rumah tangga untuk mernenuhi kebutuhan ketahanan pangannya (Maxwell dan Frankenberger, 1992).

    lndikator hasil dapat dibedakan dalam dua kelompok yaitu indikator langsung dan tidak langsung. lndikator langsung konsumsi pangan mencakup

  • ha1 yang lebih bemubungan dengan konsumsi aktual misalnya dengan melakukan survey konsumsi ~ m a h tangga. lndikator tidak langsung secara umum digunakan ketika indikator langsung tidak tersedia atau terlalu mahal untuk dikumpulkan (dalam terminologi waktu dan dana). lndikator ini misalnya estimasi simpanan dan pengukuran status gizi. Indikator-indikator ini digunakan tergantung pada dana yang tersedia, sumberdaya manusia, instiiusi, dan ketersediaan sumberdaya infrastruktur (Maxwell dan Frankenberger, 1992).

    USAID (1990) diacu dalam Rely et a/., (1999) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe indikator yang umum digunakan dalam pengukuran ketahanan pangan rumah tangga yaitu 1)produksi pangan; (2)pendapatan; (3)total pengeluaran; (4)pengeluaran pangan; (5)konsumsi kalori; (6)status gizi.

    Penaukuran Ketahanan Panqan Rumah Tanaaa denaan Skala Ketahanan Panaan

    Bickel et a/. (2000), berdasarkan berbagai penelitian pada akhirnya menyimpulkan bahwa ukuran-ukuran pendapatan dan kemiskinan selama ini tidak memberikan informasi yang jelas tentang ketahanan pangan, meskipun ketahanan pangan dan kelaparan berasal dari adanya keterbatasan sumberdaya finansial. Sebagai bukti, analisis data ketahanan pangan menunjukkan bahwa rumah tangga dengan pendapatan rendah ternyata keadaannya tahan pangan, dan sebaliknya terdapat (meskipun persentasenya kecil) rumah tangga yang tidak miskin atau mampu terkategori sebagai tidak tahan pangan.

    Keadaan tidak tahan pangan sebagai kebalikan keadaan tahan pangan merupakan suatu ha1 yang bersifat kompleks, fenomena yang multidimensional dengan berbagai rangkaian tahapan hingga kondisi menjadi sangat parah. Setiap tahap rangkaian kejadian ini mengandung karakteristik kondisi dan pengalaman kekurangan pangan dalam memenuhi kebutuhan dasar anggota rumah tangga, dan respon perilaku anggota rumah tangga terhadap kondisi yang terjadi. Selanjutnya menurut Bickel et a/., (2000), fenomena sebenarnya dari keadaan tidak tahan pangan dan kelaparan tidak dapat ditangkap dengan satu indikator, dengan demikian perlu ditentukan dengan mendapatkan informasi berbagai kondisi spesifik, pengalaman, dan perilaku yang memberikan berbagai indikator dari berbagai kedalaman tingkat keparahan kondisi ketahanan pangan.

    Para peneliti sejak dua dekade lalu telah mengidentifikasi seperangkat pola kondisi, pengalaman dan perilaku yang secara konsisten menggambarkan

  • fenomena ketidaktahanan pangan dan kelaparan. Pertanyaan untuk berbagai indikator ini telah tertuang dalam Current Population Survey (CPS) Food Security Supplement 1995, yang menjadi dasar bagi pengukuran skala ketahanan pangan. Secara spesifik, "modul inti" CPS (bagian kunci CPS Food Security Supplement) menanyakan tentang berrnacam kondisi, kejadian, perilaku dan reaksi subjektif berupa : 1 Kekwatiran bahwa anggaran pangan rumah tangga atau ketersediaan

    pangan kemungkinan tidak mencukupi. 2 Persepsi bahwa konsumsi orang dewasa atau anak-anak dalam rumah

    tangga tidak mencukupi dari segi kualitas. 3 Kejadian mengurangi asupan makanan orang dewasa dalam rumah tangga,

    atau berbagai akibat yang muncul dari mengurangi asupan makanan. 4 Kejadian mengurangi makanan atau berbagai akibat yang muncul karena

    mengurangi asupan makanan pada anak-anak dalam rumah tangga. Seluruh pertanyaan modul inti ketahanan pangan memiliki dua

    karakteristik (1) setiap pertanyaan bertujuan untuk memastikan bahwa perilaku atau kondisi yang terjadi akibat keterbatasan sumberdaya finansial rumah tangga dengan mencakup frase "karena kami tidak dapat menghasilkannya" atau karena tidak ada uang yang cukup untuk makanan"; (2) setiap pertanyaan menanyakan secara eksplisit tentang keadaan yang terjadi selama 12 bulan yang lalu atau periode waktu tertentu.

    Setiap topik yang tercakup dalam pertanyaan ketahanan pangan merefleksikan penemuan-penemuan penelitian sebelumnya, yang menunjukkan bahwa rumah tangga mengalami pengalaman yang berbeda dan tahapan perilaku seiring keadaan tidak tahan pangan semakin parah. Kejadian tahap awal yaitu ketika rumah tangga mengalami kekurangan ketersediaan pangan dan anggaran pangan, perasaan kwatir terhadap kecukupan asupan makanan untuk memenuhi kebutuhan dasar, dan membuat penyesuaian anggaran untuk makanan dengan tip8 makanan yang akan disajikan. Pada saat kondisi menjadi lebih parah, asupan makanan orang dewasa dikurangi dan orang dewasa mengalami kelaparan, tetapi mereka menghindarkan anak-anak dari kejadian ini. Pada tahap ketiga, anak-anak juga mengalami perlgurangan asupan makanan dan mengalami kelaparan, adapun pengurangan asupan makanan bagi orang dewasa semakin parah.

  • Meskipun pertanyaan modul inti mencakup dimensi mendalam ketidaktahanan pangan rumah tangga, namun ia tidak merepresentasikan seluruh aspek fenomena ketidaktahanan pangan rumah tangga. Pertanyaan yang ada fokus pada apakah rumah tangga memiliki cukup pangan atau uang untuk memenuhi kebutuhan pangan yang mendasar dan perilaku normal serta respon subjektif bagi kondisi tersebut.

    Sekumpulan pertanyaan yang tercakup dalam modul inti dikombinasikan kedalam suatu ukuran yang disebut skala ketahanan pangan. Selanjutnya skala ketahanan pangan disederhanakan ke dalam pengkategorian yang bermakna "tingkat keparahan", antara lain: a Tahan pangan yaitu apabila rumah tangga menunjukkan tidak ada atau

    hanya sedikit bukti ketidaktahanan pangan. b Tidak tahan pangan tanpa kelaparan yaitu keadaan tidak tahan pangan

    terbukti pada anggota rumah tangga yang perhatian terhadap kecukupan supplai pangan rumah tangga dan menyesuaikannya dengan manajemen rumah tangga dengan cara menurunkan kualitas pangan dan meningkatkan bentuk koping yang luar biasa. Dalam ha1 ini hanya sedikit atau tidak ada pengurangan asupan makanan anggota rumah tangga.

    c Tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang) tejadi apabila asupan makanan bagi orang dewasa dalam rumah tangga dikurangi, sehingga mengalami pengalaman sensasi fisik berupa kelaparan yang berulang. Pada sebagaian besar rumah tangga tidak tahan pangan yang memiliki anak, tindakan mengurangi asupan makanan pada anak-anak tidak terbukti.

    d Tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat) yaitu keadaan bagi semua rumah tangga yang memiliki anak melakukan pengurangan asupan makanan untuk anak-anak sehingga anak-anak mengalami kelaparan. Bagi beberapa rumah tangga lain yang memiliki anak, ha1 ini telah terjadi pada saat awal tahap keparahamyang berat. Adapun keadaan orang dewasa dalam rumah tangga yang memiliki anak maupun yang tidak memiliki anak mengalami pengalaman yang berulang dan lebih meluas dalam ha1 pengurangan asupan makanannya.

    Rumah tangga diklasifikasikan ke dalam suatu kategori status ketahanan pangan berdasarkan skor skala ketahanan pangan yang ditentukan respon terhadap keseluruhan pertanyaan. Rumah tangga dengan skor skala yang sangat rendah (0) berarti tidak ada atau sangat sedikii pengalaman tidak tahan

  • pangan atau kelaparan sehingga dikategorikan ke dalam tahan pangan. Sebaliknya, rumah tangga dengan skor skala sangat tinggi (10) berarti mengalami sejumlah besar kondisi tidak tahan pangan sehingga dikategorikan tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat).

    Apabila rumah tangga berada pada selang skala dimana mengalami paling sedikit 3 kondisi indikator hingga adanya bukti yang memastikan terjadinya kelaparan masih kurang maka dikategorikan sebagai tidak tahan pangan tanpa kelaparan. Seterusnya, ~ m a h tangga dengan skala lebih besar dan mengalami paling sedikit (biasanya dewasa) tiga indikator kelaparan maka dikategorikan dalam tidak tahan pangan dengan kelaparan. Rumah tangga yang dikategorikan tidak tahan pangan dengan kelaparan (sedang) bermakna bahwa terdapat bukti adanya kelaparan dikalangan anggota rumah tangga yang dewasa namun tidak terbukti pada anak-anak. Adapun kategori yang paling parah adalah rumah tangga tidak tahan pangan dengan kelaparan (berat) yang berarti terjadi kelaparan yang menimpa anak-anak. Pada kategori ini, termasuk rumah tangga yang tidak memiliki anak akan menunjukkan bukti bahwa seringnya tidak makan disebabkan oleh kurangnya sumberdaya. Lebih jelasnya, respon terhadap pertanyaan yang tercakup dalam modul inti akan menentukan skor skala ketahanan pangan dan meletakkan rumah tangga pada status ketahanan pangan tertentu.

    Modul inti yang didesain tidak hanya digunakan untuk survey nasional tetapi juga untuk survey lokal yang ingin mengetahui luasan dan tingkat keparahan ketidaktahanan pangan dan kelaparan dalam komunitasnya, dengan menggunakan suatu metode yang secara tekhnik memiliki dasar atau alasan tepat dan teruji. Survey lokal sedemikian ditujukan untuk menghasilkan perkiraan prevalensi lokal dibandingkan dengan gambaran skala negara (Bickel et el.. 2000). Dalam penelitian inipun digunakan quesioner modul inti untuk rnenentukan skala ketahanan pangan rumah tangga yang selanjutnya diterjemahkan kedalam status ketahanan rumah tangga. Status ketahanan rumah tangga ini dalam tahapan berikutnya akan dikaji dalam kaitan hubungannya dengan program Community Development (pemberdayaan masyarakat) perusahaan.

  • Penqukuran Ketahanan Panqan Rumah Tanqqa denqan Skor Keraaaman Panqan

    Keragaman pangan rumah tangga merupakan sejumlah kelompok pangan berbeda berdasarkan 12 kelompok pangan yaitu sereal, akar dan umbi, sayuran, buah-buahan, daging, telur, ikan dan seafood, kacang- kacanganlpolong-polongan, susu dan produks susu, minyakllemak, gulalrnade, dan lain-lain (bumbulrempah, kopi, teh dan lainnya) (Swindale dan Bilinsky, 2005). Selanjutnya skor ini akan menentukan kategori rumah tangga yaitu konsumsi sangat beragam, cukup beragam dan kurang beragam yang dikonsumsi selama periode waktu tertentu. Menurut Swindale dan Bilinsky (2005), alat ukur ini memiliki kelebihan atau keistimewaan antara lain: 1 Konsumsi pangan yang lebih beragam merupakan suatu dampak yang

    penting. 2 Konsumsi pangan yang lebih beragam berhubungan dengan sejumlah

    dampak yaitu berat lahir, status antropometri anak dan konsentrasi hemoglobin.

    3 Konsumsi pangan yang beragam berkorelasi tinggi dengan kecukupan kalori dan protein, persentase protein dari sumber pangan hewani (protein kualitas tinggi), dan pendapatan rumah tangga. Dalam ha1 ini, rumah tangga miskin yang mengalami peningkatan pengeluaran pangan yang berasal dari penghasilan tambahan berkaitan dengan peningkatan kuantiias dan kualitas pangan.

    4 Pertanyaan tentang keragaman pangan dapat ditanyakan pada tingkat rumah tangga maupun individu, ha1 ini memungkinkan untuk mengevaluasi ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga maupun intra rumah tangga.

    5 Pertanyaan tentang keragarnan pangan relatii memberikan jawaban responden yang lebih terbuka atau lebih berterus terang.

    Agar lebih akurat dalam menangkap perubahan dalam skor keragaman konsumsi pangan rumah tangga maka pengumpulan data seharusnya dilakukan selama periode kekurangan pangan paling berat misalnya segera sebelum panen. Guna tujuan evaluasi maka pengumpulan data juga dilakukan pada waktu yang sama untuk mencegah terjadinya perubahan cuaca dan lainnya.

    Adapun informasi tentang konsumsi pangan rumah tangga didasarkan pada 12 kelompok pangan yaitu sereal, akar dan umbi, sayuran, buah-buahan, daging, telur, ikan clan seafood, kacang-kacanganlpolong-polongan, susu dan

  • produks susu, minyaknemak, gulalmade, dan lain-lain (bumbulrempah, kopi, teh dan lainnya) (Swindale dan Bilinsky, 2005). Selanjutnya skor keragaman pangan ini akan menentukan kategori rumah tangga yaitu konsumsi sangat beragam, cukup beragam dan kurang beragam.

    Data dikumpulkan dengan menanyakan pertanyaan dalam skor keragaman konsumsi pangan rumah tangga kepada responden yang bertanggung jawab terhadap proses penyiapan makanan atau orang dewasa dalam rumah tangga yang ada dan mengkonsumsi makanan di rumah. Pertanyaan-pertanyaan ini mengacu pada rumah tangga secara keseluruhan, bukan pada satu orang tertentu dalam rumah tangga. Adapun makanan tertentu yang dikonsumsi di luar rumah, dan tidak disajikan di dalam rumah maka tidak masukkan dalam perhitungan. . Peningkatan jumlah kelompok pangan yang dikonsumsi menggambarkan akses pangan rumah tangga. Secara umum, peningkatan keragaman konsumsi pangan rumah tangga merefleksikan semakin baiknya keadaan konsumsi rumah tangga.

    Pemberdayaan Masyarakat

    Konsep Pemberdayaan Masyarakat dan Strategi Pembangunan Sosial Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai tampak ke permukaan

    sekiiar dekade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an (akhir abad ke-20) (Hikmat, 2001). Konsep pernberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasamya pemberdayaan diletakkan pada tingkat individu dan sosial.

    Menurut lfe (1995, 2002), community development atau pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses membangun atau membangun kembali struktur komunitas manusia dengan cara-cara baru, pengorganisasian kehidupan sosial, dan pemenuhan kebutuhan manusia sehingga menjadi lebih memungkinkan. Pemberdayaan masyarakat menurut Husted (2003) diacu dalam Yakovleva (2005) merupakan aktivitas yang mencakup pengubahan sumberdaya perusahaan untuk menghasilkan barang-barang dan pelayanan sosial.

    Rappaport (1987), sebagaimana yang dikutip Hikmat (2001) mengartikan pemberdayaan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu

  • terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya menurut undang- undang. Sementara itu masih di dalam buku yang sama Hikmat (2001) juga mengutip definisi pemberdayaan menurut McArdle (1989) sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Pemberdayaan masyarakat saat ini menurut ldrus (2002) mengandung arti sebagai suatu kegiatan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dimana ada kesenjangan antara beberapa lapisan rnasyarakat di lokasi tersebut, melalui kemampuan masyarakat itu sendiri. Selanjutnya, pemberdayaan masyarakat dalam bidang ketahanan pangan adalah program atau kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam mewujudkan ketahanan pangan sehingga dapat mencapai kesejahteraan (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2005).

    Adapun tujuan pemberdayaan masyarakat perspektif lfe (1995) adalah mengembalikan masyarakat sebagai tempat pengalaman hidup yang penting dan tempat pemenuhan kebutuhan hidup dari pada sekedar mempercayakanlmenyandarkan pada sesuatu yang lebih besar, lebih tidak manusiawi, dan struktur yang kurang dapat duangkau berupa negara sosialis (welfare state), ekonomi dunai, birokrasi, elit profesional, dan lainnya.

    Selanjutnya. Ife (1995) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat memiliki enam dimensi penting. Enam dimensi pemberdayaan masyarakat ini tidak selarnanya berbeda atau bertentangan, dan saling berinteraksi satu dengan yang lain dengan cara yang kompleks. Enam aspek pemberdayaan masyarakat ini penting, dan untuk memiliki suatu masyarakat yang benar-benar sehat dan berfungsi maka sangat penting pula untuk memiliki nilai tinggi keeenam dimensi ini. Konsep pemberdayaan masyarakat yang demikian dikenal dengan pemberdayaan masyarakat yang terintegrasi, yaitu integrasi antara enam dimensi: pemberdayaan sosial, pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan politik, pemberdayaan budaya, pemberdayaan lingkungan dan pemberdayaan personallspritual.

    Menurut Iskandar, (2004) terdapat dua sudut pandang pemberdayaan masyarakat, yaitu : 1 Sudut pandang ekologis (ecological)

    Dari sudut pandang ini, kebutuhan akan pemberdayaan masyarakat dipandang sebagai akibat dari kegagalan struktur negara, industrial

  • kapitalistik, dan pasar dalam penyelenggaraan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan diyakini hanya dapat diselenggarakan dengan mengikuti prinsip-prinsip ekologi. Di samping itu, tidak dapat disangkal bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat juga merupakan salah satu kebutuhan insani yang sangat hakiki. Contoh dalam ha1 ini misalnya, persoalan kekurangan prasarana dan sarana di perkotaan sebagai salah satu wujud dari ketidakberlanjutan disikapi dan ditanggapi dengan melaksanakan pembangunan yang "lapar tanah". Kota-kota (polis) segera berubah wujud tak terkendali menjadi kota metro (metropolitan) dan kota mega (megapolitan) yang seringkali tak lebih dari sekedar sebuah "desa raksasa" yang 'rakus' dan 'lapar akan segala sumberdaya.

    2 Sudut pandang keadilan sosial Tidak jauh berbeda dari sudut pandang ekologis, dalam sudut pandang sosial, kebutuhan akan pemberdayaan masyarakat juga dipandang sebagai akibat dari kegagalan struktur negara, industrial kapitalistik, dan pasar dalam penyelenggaraan pembangunan yang berkeadilan sosial. Pembangunan yang tidak berkelanjutan nampaknya juga dapat menimbulkan ketidakadilan sosial. Kembali ke contoh "kota raksasa" seperti diuraikan sebelumnya, semakin lama semakin menyerupai gurita yang menghisap segala sumberdaya dari sekelilingnya untuk membiayai upaya-upaya yang tidak berkelanjutan dalam mengatasi segala persoalan ketidakberlanjutannya., masalah barupun timbul yaitu terjadinya kesenjangan sosial dengan kota lain.

    Konsep pemberdayaan masyarakat diyakini bergabung dengan konsep pengorganisasian komunitas (community organization) membentuk satu kesatuan dan saling komplementer dalam konsep pembangunan masyarakat. Adapun pembangunan masyarakat didefinisikan sebagai perubahan sosial yang direncanakan (planned social change) yang tewujud dalam berbagai program dan kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk masyarakat (Hikmat, 2001).

    Sebagaimana diketahui, isu kegagalan pembangunan akibat dominasi paradigma pembangunan ekonomi yang kurang seimbang dalam pembangunan sosial menjadi transparan setelah Word Summit for Social Developement pada tahun 1995, di Kopenhagen, Denmark. Konferensi ini menampilkan tiga isu pokok untuk mengatasi kesenjangan kesejahteraan manusia secara global, regional dan nasional. Ketiga isu itu meliputi (Hikmat, 2001) :

  • 1 Penanggulangan kemiskinan 2 Peningkatan produktivitas kerja dan rnengurangi pengangguran 3 Meningkatkan integrasi sosial

    Selanjutnya Komisi Hukum Resources Development dari Economic and Social Comission for Asia and the Pasific (ESCAP) sejak 1999 merekomendasikan pentingnya strategi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif (participatory communrty empowerment) dalam melaksanakan agenda pembangunan sosial (Hikmat, 2001).

    Pembelda