2_08_181
DESCRIPTION
aaddTRANSCRIPT
-
580 | NOVEMBER - DESEMBER 2010
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUANSecara nasional, perceraian meningkat 10 kali lipat dalam sepuluh tahun tera-khir dari rata-rata 20.000 kasus setiap tahun di tahun 1998, melonjak tajam menjadi 200.000 kasus pada tahun 2008.1 Di antara negara Islam, angka perceraian setiap tahun di Indonesia berada di peringkat tertinggi. Setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi setiap 100 pernikahan, 10 pasangan bercerai, sebagian besar baru beru-mah tangga.2
Di Amerika Serikat setiap tahun, ter-dapat lebih dari 1 juta anak menga-lami perceraian orang tua mereka. Di tahun 1995, kurang dari 60% anak-anak Amerika hidup dengan kedua orang tua biologis, hampir 25% ting-gal dengan ibu, sekitar 4 % tinggal bersama ayah dan sisanya tinggal bersama keluarga sambung, keluarga adopsi, atau keluarga angkat. Angka perceraian mencapai puncaknya di ta-hun 1979 1981 pada angka 5,3 per 1000 orang, turun pada tahun 1995 mencapai 4,4 per 1000 orang. Seki-tar 50% pernikahan pertama dan 60% pernikahan kedua berakhir dengan perceraian.3 Di tahun 2005 angka per-ceraian di Amerika Serikat mencapai 3,6 per seribu penduduk (sekitar 1,07 juta perceraian), merupakan salah satu tertinggi di dunia, walaupun turun di beberapa tahun terakhir.4
Di Kanada dalam 40 tahun terakhir, perubahan struktur keluarga berpe-ngaruh signi kan terhadap kesehatan
jiwa populasi remaja dan kesehatan masyarakat. Setelah diterimanya Un-dang-undang Perceraian tahun 1968, angka perceraian meningkat lima kali dari akhir 1960an sampai pertengah-an tahun 1980an; dan di akhir tahun 1980an terdapat hampir 74.000 anak dari perceraian.4
PERCERAIANPerceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan perni-kahannya, mereka meminta pemerin-tah untuk dipisahkan. Banyak negara memiliki hukum dan aturan tentang perceraian.5 Pasangan harus memu-tuskan pembagian harta benda yang diperoleh selama pernikahan, mem-bagi biaya dan kewajiban merawat anak-anak mereka.
Perceraian diawali dengan ketidakhar-monisan pernikahan. Beberapa pe-nyebab ketidakharmonisan adalah 6:1. Mementingkan diri sendiri2. Harapan yang tidak realistik3. Masalah keuangan4. Tidak saling dengar satu sama
lainnya5. Adanya penyakit (yang berlarut-
larut seperti depresi)6. Kecanduan obat atau alkohol7. Cemburu berlebihan8. Cerewet (tidak toleran terhadap
kesalahan kecil)9. Ada main satu sama lain10. Dorongan ambisi11. Tidak matang12. Komunikasi yang buruk
Dampak Perceraian bagi Kesehatan Keluarga dan Aspek Prevensinya
Yusuf Alam RomadhonBagian Kedokteran Keluarga, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah, Surakarta, Indonesia
DAMPAK JANGKA PENDEK PER-CERAIAN Masalah berkaitan dengan perceraian bagi anak-anak secara umum adalah menjadi berisiko tinggi bermasalah emosional dan perilaku (depresi dan prestasi akademik yang menurun di sekolah). Perceraian merupakan pen-galaman menegangkan bagi anak dan kedua orang tuanya.
Reaksi Segera Anak3
Manifestasi klinik dampak perceraian pada anak tergantung beberapa varia-bel, meliputi usia anak, tingkat fungsi psikososial keluarga, kemampuan orangtua dalam mengendalikan ke-marahan, kehilangan dan ketidaknya-manan serta perhatian pada perasaan dan kebutuhan anak dan kecocokan temperamen antara orang tua dan anak. Usia 3 tahun mengalami regresi perkembangan, sementara anak umur 4 5 tahun menjadi keras kepala, anak usia sekolah menunjukkan penurunan prestasi belajar, sedangkan pada rem-aja menunjukkan perilaku asusila dan sebagainya. Secara umum anak cen-derung merasa bersalah dan bertang-gung jawab terhadap perpisahan dan merasa bahwa mereka harus mencoba memulihkan perkawinan (orang tua-nya).
Reaksi Segera Orang Tua3
Pada orang tua efek perceraian berwu-jud pada bermacam reaksi negatif dan tidak nyaman. Ibu cenderung bereaksi dengan mengonsumsi lebih banyak alkohol, lebih banyak memanfaatkan
Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 580Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 580 10/27/2010 2:45:25 PM10/27/2010 2:45:25 PM
-
581| NOVEMBER - DESEMBER 2010
ULASAN
layanan kesehatan untuk depresi, ke-cemasan, atau perasaan terhina; dan merasa kurang mampu berperan se-bagai orang tua. Ayah merasa dike-sampingkan, kurang diterima oleh anak-anaknya, dan juga bisa men-derita depresi, cemas, dan penyalah-gunaan zat. Kualitas hubungan kakek dan nenek dengan cucu-cucu mereka juga sering menurun.
Hambatan peran orang tua Kaitan perceraian dengan hasil negatif pada anak didasarkan pada 2 kom-ponen dasar tumbuh kembang anak. Perspektif keluarga menekankan asumsi bahwa kompetensi menjadi orang tua harus bisa berkompromi dengan distres psikologis orang tua akibat perpisahan dalam perkawinan atau kesulitan keuangan, sedangkan perspektif investasi berpendapat bah-wa kesejahteraan anak akan menurun dibandingkan standar hidup (setem-pat) orang tua yang mendapatkan hak asuh setelah perceraian.
Di tahun 1990 sekitar 10% anak-anak di Skandinavia tinggal dengan ibu tunggal dengan kondisi rumah tangga yang memrihatinkan, gambaran seru-pa di Amerika Serikat sebesar sekitar 60%.4
DAMPAK JANGKA PANJANG PER-CERAIANASPEK PREVENSI PERCERAIAN
Beberapa karakteristik keluarga sehat meliputi6:1. Komunikasi yang sehat, anggota
keluarga bebas mengekspresikan perasaan dan emosinya.
2. Otonomi personal, meliputi pem-bagian kekuasaan yang tepat antara pasangan.
3. Fleksibilitas, sikap memberi dan menerima secara tepat untuk beradaptasi pada kebutuhan-ke-butuhan individu dan perubahan sekitar.
4. Apresiasi, meliputi keterikatan dan penghargaan sehingga pada tiap anggota bisa berkembang rasa percaya diri yang sehat.
5. Dukungan jejaring, dukungan adekuat dari dalam atau luar ke-luarga menumbuhkan rasa aman, daya tahan terhadap stress dan memberikan lingkungan umum.yang sehat.
6. Waktu dan keterlibatan keluar-ga; sebagian besar tanda utama kepuasan keluarga bahagia ada-lah mengerjakan segala sesuatu bersama-sama.
7. Keterikatan pada pasangan, sifat ini akan tampak peranannya pada terapi keluarga.
8. Pertumbuhan, memberikan pe-luang bagi pertumbuhan masing-masing individu dalam keluarga.
9. Nilai spiritual dan religius, kelekat-an pada keyakinan dan nilai spiritual diketahui berhubungan
dengan kesehatan keluarga yang positif.
Pentingnya keluarga utuh dan ber-fungsi baikKeluarga yang stabil dan berfungsi baik, terdiri dari 2 orang tua beserta anak, berpotensi aman dan mendu-kung lingkungan pengasuhan yang optimal untuk tumbuh kembang anak. Keluarga menjalankan 2 fungsi utama : 1) merawat dan memberikan pengasu-han pada anak-anak dan 2) merupakan tempat nilai diajarkan dan dipelajari.31 Salah satu kebutuhan dasar anak yang sedang dalam proses tumbuh kem-bang adalah kebutuhan akan kasih sayang atau kematangan emosi. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu atau pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk tumbuh kembang yang selaras baik sik, mental maupun psikososial. Ke-hadiran ibu atau penggantinya sedini dan selanggeng mungkin, akan men-jalin rasa aman bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak sik (kulit/mata) dan psikis sedini mungkin, misalnya den-gan menyusui bayi secepat mungkin setelah lahir. Kasih sayang dari orang tuanya (ayah ibu) akan menciptakan ikatan erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust).32 Kurang kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan berdampak negatif pada tumbuh kembang anak baik sik, men-tal maupun sosial emosi, yang disebut Sindrom Deprivasi Maternal.
Struktur keluarga dengan 2 orang tua memang memfasilitasi keberhasilan keluarga dan memberikan ruang un-tuk diwujudkannya perilaku effective parenting,.31 Namun, apakah keluarga dengan orang tua tunggal memenga-ruhi kesejahteraan anak, para peneliti belum bersepakat31.
Terdapat 4 peran keluarga yang bersi-fat pervasive, terdiri atas: Pertama, struktur, nilai-nilai, keyakinan-keyakin-an, peran dan tauladan, dan hubung-an dengan anak. Ke dua, lingkungan keluarga, dapat dinilai dari iklim emo-sional di dalam dan di luar rumah.
Tabel 1. Dampak Jangka Panjang Perceraian
No. Anggota keluarga Dampak
1. Suami berisiko sakit, perokok, pecandu obat dan alkohol, pola makan tidak sehat7 10
2. Istri berisiko sakit, perokok, pecandu obat dan alkohol, penurunan status nansial, dukungan jejaring sosial, harapan sehat7 9, 11,12
3. Anak berisiko menjadi perokok dan peminum dini sebelum usia 14 tahun1315 depresi dan gangguan psikiatri lainnya1617, percobaan bunuh diri18, risiko ADHD19, perilaku rivalry dengan saudara kandung20 dan sex pranikah21, DM tipe 1 autoimun22, sindrom metabolik23
Pengaruh pada perkembangan motorik halus maupun kasar24 maupun wasting dan stunting25 tidak jelas, tetapi mempunyai pengaruh bermakna terhadap perkembangan kognitif dan tinggi badan anak laki-laki26 27 Sebagian peneliti menganggap perceraian sebagai faktor risiko gagal tumbuh28 sedangkan yang lain tidak29
4. Ibu menyusui tidak berpengaruh terhadap pola inisiasi ASI30
Sosialisasi Karakteristik Keluarga Sehat
Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 581Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 581 10/27/2010 2:45:25 PM10/27/2010 2:45:25 PM
-
583| NOVEMBER - DESEMBER 2010
ULASAN
Ke tiga, hubungan antar anggota ke-luarga, kesehatan dan perilaku dalam keluarga. Ke empat, stabilitas perka-winan, pengasuhan orang tua, dan ke-luarga bagi anak-anak.31
Kemitraan dalam PengasuhanOrang tua dapat mengembangkan peran yang saling melengkapi dan dukungan dalam usahanya masing-masing.31 Peran kemitraan dapat di-tunjukkan dari peran strategis ayah dalam mengoptimalkan pemberian dan inisiasi ASI.33,34 Pengaruh ayah mu-lai dari penambahan berat badan bayi prematur karena mendengarkan suara ayah, hingga pengaruh terhadap ke-mandirian dan kinerja akademis anak. Peran ayah sama besarnya dan saling melengkapi dengan peran ibu dalam penyediaan afeksi, pengasuhan, dan kenyamanan bagi anak-anak. Keter-libatan ayah juga berdampak men-stabilkan dan mempromosikan fungsi aktif keluarga sehat.34
Di negara yang lebih bebas seperti di Amerika Serikat, pacar ibu juga ikut dalam pengasuhan. Pengasuh pria menyumbang lebih dari 55 % kasus pembunuhan infan di Amerika.35
Penilaian kesehatan keluargaSetiap dokter yang berorientasi pada keluarga hendaknya juga mengukur kesehatan keluarga dengan metoda penilaian sederhana yang dikenal den-gan nama APGAR keluarga; yakni :1. Adaptation; kepuasan anggota
keluarga dalam menerima bantu-an yang diperlukan dari anggota keluarga lainnya
2. Partnership; kepuasan anggota keluarga dalam berkomunikasi, urun rembuk dalam mengambil suatu keputusan dan atau menye-lesaikan masalah.
3. Growth; kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberi-kan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan atau kedewasaan setiap anggota keluarga.
4. Affection; kepuasan anggota ke-luarga terhadap kasih sayang serta interaksi emosional dalam keluarga
5. Resolve; kepuasan anggota kelu-arga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ru-ang antar anggota keluarga
APGAR keluarga biasanya dituangkan dalam satu formulir isian yang dike-nal dengan daftar tilik APGAR Ke-luarga.36,37 Penilaian APGAR keluarga merupakan alat deteksi dini ketida-kharmonisan keluarga.36
Kelompok Keluarga Berisiko Tinggi Untuk CeraiDokter layanan primer hendaknya memperhatikan kelompok keluarga berisiko cerai :
1. Pernikahan tanpa status hukum yang jelas dan pernikahan sambung dengan anakPenelitian di Inggris menunjukkan bahwa pasangan yang menikah formal mempunyai kemungkinan tetap ber-sama lebih besar ketimbang pasang-an ko-habit (berkumpul tanpa status). Pada orang tua yang tidak menikah formal, peluang bercerai 45 kali ketimbang orang tua yang menikah formal. Hingga ulang tahun kelima anak, 8% orang tua menikah di Inggris bercerai, dibanding-kan 52% perceraian pasangan yang tidak menikah formal; 25% pasangan
yang menikah setelah anak lahir bera-khir dengan perceraian.38
Di Amerika, co-habit pasca perceraian, risiko perpisahannya lebih tinggi ketimbang mereka yang menikah lagi secara resmi. Lebih lanjut survei menunjukkan bahwa, risiko cerai pada pernikahan dengan anak baik pertama kali maupun pernikahan sambung le-bih tinggi ketimbang pernikahan yang diawali tanpa anak; sekitar 42 % per-nikahan pertama dan lebih dari 50% pernikahan sambung dengan anak berakhir dengan perceraian.39
2. Salah satu pasangan pecandu obat dan/atau mengalami depresiKondisi ibu depresi dan kecanduan obat, berpeluang meningkatkan ke-mungkinan anaknya bercerai setelah berumah tangga nanti.40
UPAYA SISTEMATIS PREVENSI PER-CERAIAN Di masyarakat, perceraian dapat digambarkan sebagai sebuah fenome-na gunung es41, (gambar 1).
Perceraian dapat dianalogikan seperti penyakit, dimulai dari benih ketidak-
Bagian kejadian PERCERAIAN yang
tidak terdeteksi dokter, profesional layanan
keluarga, masyarakat sekitar
(bagian air yang dekat gunung es akan mudah membeku jadi es = kelompok risiko tinggi
Permukaan air
Bagian kejadian PERCERAIAN yang dapat dikenali
Bagian kejadian PERCERAIAN yang tercatat/terlaporkan
Bagian yang tidak tercatat/terlaporkan
Bagian dari gunung es yang muncul di atas permukaan air
Gambar 1. Kejadian perceraian adalah sebuah fenomena gunung es.
Keterangan: Yang tampak di permukaan, lewat gugatan perceraian; namun ada porsi besar yang belum
nampak, yaitu keluarga yang sudah cerai tetapi tidak formal; di sekelilingnya adalah keluarga-keluarga
berisiko tinggi untuk mengalami ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 583Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 583 10/27/2010 2:45:50 PM10/27/2010 2:45:50 PM
-
584 | NOVEMBER - DESEMBER 2010
harmonisan yang berlarut sehingga timbul kelainan perceraian, yang berdampak buruk (gambar 2 ).
Tindakan sistematis prevensi perce-raian berdasarkan alur di atas (gambar 3):1. Memperkuat dasar kepribadian
orang dewasa normal yang siap memasuki atau menjalani pernika-han berupa promosi kesehatan pernikahan.
2. Memperkuat dasar kepribadian orang dewasa siap menikah yang berisiko; dalam pencegahan pe-nyakit disebut speci c protection.
3. Membantu pasangan suami istri mengenali secara dini dan memilih tindakan pencegahan atau peng-hilangan risiko ketidakharmonisan dalam pernikahan mereka, ter-
masuk secondary prevention. 4. Melakukan mediasi keluarga pada
keadaan penyakit sudah mun-cul, yakni ketika suami istri sendiri tidak mampu mengatasi ketidak-harmonisan keluarganya.
5. Melakukan pendampingan re-habilitatif pada suami istri yang sudah putus perceraiannya se-cara hukum, untuk meminimalisir dampak buruk perceraian pada pasangan itu sendiri (memutuskan menikah lagi atau tidak), dampak bagi anak, dan dampak bagi ke-luarga pasangan, terutama untuk pendampingan pengasuhan anak paska perceraian. Orang tua dapat membantu menyiapkan anak-anak mereka mengenai apa yang terja-di. Penyiapan harus sesuai usia dan tingkat perkembangan si anak.
Gambar 2. Perjalanan dari siap menikah sampai terjadinya penyakit perceraian
Gambar 3. Tindakan pencegahan perceraian
Orang tua harus menunjukkan komit-men kuat pada anak-anak mereka; coping anak-anak akan lebih bagus bila orang tua bisa bekerja sama dan mau menerima perilaku bersama un-tuk anak kita walaupun berpisah.3
SIMPULAN Perceraian berdampak luar biasa bagi kehidupan keluarga. Dimulai dari pe-rubahan atau transisi fungsi keluarga, stressor bagi pasangan baik dalam jangka pendek maupun jangka pan-jang. Selanjutnya akan berpengaruh dalam fungsi pengasuhan orang tua. Hasil akhirnya berpengaruh pada perkembangan anak.
Perlu penanganan sistematis berupa usaha pencegahan primer, sekunder dan tersier.
Orang dewasa siap menikah
Orang yang menikah
Dampak perceraian bagi pasangan
Berbagai penyebab ketidak harmonisan
keluarga
Dampak perceraian bagi keluarga pasangan
Dampak perceraian bagi anak
Perceraian
Orang dewasa siap menikah
Orang yang menikah
Dampak perceraian bagi pasangan
Berbagai penyebab ketidak harmonisan
keluarga
Dampak perceraian bagi keluarga pasangan
Dampak perceraian bagi anak
Perceraian
Tindakan PENCEGAHAN PRIMER promosi
kesehatan pernikahan
dan selective protection
Tindakan PENCEGAHAN
SEKUNDER; mediasi pernikahan,
penemuan kasus keluarga bermasalah
PENCEGAHAN TERSIER :
pendampingan keluarga bercerai
ULASAN
Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 584Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 584 10/27/2010 2:45:52 PM10/27/2010 2:45:52 PM
-
585| NOVEMBER - DESEMBER 2010
ULASAN
DAFTAR PUSTAKA
1. BBC News update at 16:02 GMT, Wednesday, 4
February 2009 http://news.bbc.co.uk
2. Eramuslim.com Rabu, 15/08/2007 12:58 WIB
www.eramuslim.com
3. Cohen G J and Committee on Psychosocial
Aspects of Child and Family Health. Helping
Children and Families Deal with Divorce and
Separation. Pediatrics 2002;110;1019-1023
4. Roustit C, Chaix B, Chauvin P. Family Breakup
and Adolescents Psychosocial Maladjustment:
Public Health Implications of Family Disrup-
tions. Pediatrics 2007;120; e984 - e991
5. Wikipedia http://id.wikipedia.org de nisi per-
ceraian
6. Murtagh J. General Practice, 2nd ed, 1998 pp
9-16
7. Ikeda A, Iso H, Toyoshima H, Fujino Y, Mizoue T,
Yoshimura T, Inaba Y, Tamakosh, A. JACC Study
Group; Marital status and mortality among Jap-
anese men and women: the Japan Collabora-
tive Cohort Study, BMC PubHealth 2007; 7:73
8. Fukuda Y, Nakamura K, Takano T. Accumulation
of health risk behaviours is associated with low-
er socioeconomic status and womens urban
residence : a multilevel analysis in Japan; BMC
PubHealth 2005;5: 65
9. Fukuda Y, Nakamura K, Takano T. Municipal health
expectancy in Japan: decreased healthy longevity
of older people in socioeconomically disadvan-
taged areas; BMC PubHealth 2005; 5: 65
10. Eng PM, Kawachi I, Fitzmaurice G, Rimm EB. Ef-
fect of marital transitions on changes in dietary and
other health behaviours in US male health profes-
sionals, J EpidComHealth, 2005; 59: 56 62
11. Weitoft GR, Haglund B, Hjern A, Rosn M. Mor-
tality, severe morbidity and injury among long
term lone mothers in Sweden. Internat J Epid
2002; 31; 573 580
12. Lee S, Cho E, Grodstein F, Kawachi I, Hu FB,
Colditz GA. Effects of marital transitions on
changes in dietary and other health behaviours
in US women. Internat J Epidemiol 2005; 34: 69
78
13. Anda RF, Croft JB, Felitti VJ, Nordenberg D,
Giles WH, Williamson DF, Giovino GA. Ad-
verse Childhood Experiences and Smoking
During Adolescence and Adulthood. JAMA
1999;282(17): 1652 1657
14. Kestila L, Koskinen S, Martelin T, Rahkonen O,
Pensola T, Pirkola S, Patja K, Aroma A. In uence
of parental education, childhood adversity,
and current living conditions on daily smok-
ing in early adulthood; European J PubHealth
2006;16( 6): 617 - 626
15. Rothman EF, Edwards EM, Heeren T, Hingson
RW. Adverse Childhood Experiences Predict
Earlier Age of Drinking Onset: Results From a
Representative US Sample of Current or For-
mer Drinkers. Pediatrics 2008;122;e298-e304
16. Gilman SE, Kawachi I, Fitzmaurice GM, Buka
SL. Family Disruption in Childhood and Risk of
Adult Depression. Am J Psychiatry 2003; 160(5):
939 946
17. Schiling EA, Aseltine Jr, RH, Gore S. Adverse
childhood experiences and mental health in
young adults : a longitudinal survey. BMC Pub
Health 2007; 7: 30
18. Dube SR, Anda RF, Felitti V., Chapman DP,
Williamson DF, Giles WH. Childhood Abuse,
Household Dysfunction, and the Risk of At-
tempted Suicide Throughout the Life Span:
Findings From the Adverse Childhood Experi-
ences Study. JAMA 2001;286(24):3089-3096
19. Strohschein LA. Prevalence of methylphenidate
use among Canadian children following paren-
tal divorce; CMAJ 2007;176(12) : 1711 1714
20. Setiawati, Zulkaida, Sibling rivalry pada anak
sulung yang diasuh oleh single father, Proc.
PESAT Universitas Gunadarma, 21 22 Agustus
2007
21. Wong ML, Chan RKW, Koh D, Tan HH, Lim FS,
Emmanuel S, Bishop G. Premarital Sexual Inter-
course Among Adolescents in an Asian Coun-
try: Multilevel Ecological Factors. Pediatrics
2009;124;e44-e52
22. Sepa A, Frodi A, Ludvigsson J. Mothers Experi-
ences of Serious Life Events Increase the Risk of
Diabetes-Related Autoimmunity in Their Chil-
dren. DiabetesCare 2005; 28(10): 2394 2399
23. Thomas C, Hyppnen E, Power C. Obesity
and Type 2 Diabetes Risk in Midadult Life:
The Role of Childhood Adversity. Pediatrics
2008;121:e1240-e1249
24. Sacker A, Quigley MA, Kelly YJ. Breastfeed-
ing and Developmental Delay: Findings
From the Millennium Cohort Study. Pediatrics
2006;118:e682-e689
25. Engebretsen IMS, Tylleskr T, Wamani H, Kara-
magi C, Tumwine JK. Determinants of infant
growth in Eastern Uganda: a community-based
cross-sectional study. BMC PubHealth 2008;
8:418
26. Li L, Manor O, Power C. Early environment and
child-to-adult growth trajectories in the 1958
British birth cohort. Am. J Clin.Nutr. 2004; 80:
185-92
27. Richards M, Wadsworth MEJ. Long term effects
of early adversity on cognition function, Arch.
Dis. Child 2004; 89: 922 927
28. Block RW, Krebs NF and the Committee on
Child Abuse and Neglect and the Committee
on Nutrition. Failure to Thrive as a Manifesta-
tion of Child Neglect. Pediatrics 2005;116;1234-
1237
29. Blair PS, Drewett RF, Emmett PM, Ness A,
Emond AM and the ALSPAC Study Team Fam-
ily. Socioeconomic and prenatal factors associ-
ated with failure to thrive in the Avon Longitu-
dinal Study of Parents and Children (ALSPAC)
Internat. J Epidemiol. 2004;33:839847
30. Rossem Lv, Oenema A, Steegers EAP, Moll HA,
Jaddoe VWV, Hofman A, Mackenbach JP, Raat
H. Are Starting and Continuing Breastfeed-
ing Related to Educational Background? The
Generation R Study; Pediatrics 2009;123;e1017-
e1027
31. American Academic of Pediatrics. Family Pedi-
atrics : Report of the Task Force on the Family.
Pediatrics 2003; 111: 1541 1571
32. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. EGC,
Jakarta, 1995
33. Februhartanty J. Strategic roles of fathers in op-
timizing breastfeeding practices: a study in an
urban setting of Jakarta; Summary of disserta-
tion. University of Indonesia, 8 January 2008
34. Coleman WL, Gar eld C,Commitee on Psycho-
social Aspect of Child and Family Health Fa-
thers and Peditriacians. Enhancing Mens Roles
in the Care and Development of Their Children.
Pediatrics 2004; 113:1406 1411
35. Fujiwara T, Barber C, Schaechter J, Hemenway
D. Characteristics of Infant Homicides: Findings
From a U.S. Multisite Reporting System. Pediat-
rics 2009 published online Jul 20.
36. Azwar A. Pengantar Pelayanan Dokter Kelu-
arga, cet II. Penerbit Ikatan Dokter Indonesia,
1997.
37. Smucker WD, Wildman BG, Lynch TR, Revolin-
sky MC. Relationship Between the Family AP-
GAR and Behavioral Problems in Children Arch
Fam Med. 1995;4: 535 539
38. Wilson J. Family breakdown how important
is it for British general practice. Br. J. Gen. Prac-
tice July 2004
39. Halford K, Nicholson J, Sanders M. Couple
Communication in Stepfamilies. Family Process
Dec 2007; 46(4): 471
40. DOnofrio BM, Turkheimer E, Emery RE, Harden
KP, Slustke WS, Heath AC, Madden PAF, Martin
NG. A Genetically Informed Study of the Inter-
generational Transmission of Marital Instability.
J. Marriage and Family 2007; 69:3; ProQuest
Religion pg. 793
41. Budioro B. Pengantar Ilmu Kesehatan
Masyarakat; Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro Semarang, cetakan ke
III 2001
Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 585Layout CDK Edisi 181 November 2010 dr.indd 585 10/27/2010 2:45:52 PM10/27/2010 2:45:52 PM