98374910398012
DESCRIPTION
139274083219048-2198TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) adalah sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai
oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek
kerja insulin atau keduanya (Waspadji, 2006). DM akan menyebabkan perubahan
patofisiologi pada berbagai sistem organ seperti mata, ginjal, ekstremitas bawah
(ADA, 1999).
Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus
adalah terjadinya ulkus diabetik atau kata lainnya adalah gangrene diabetik. Ulkus
diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang
berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah
(Muha, 1999).
Komplikasi kronis neuropati perifer dan angiopati dapat terjadi karena
hiperglikemia pada pasien DM yang tidak terkontrol. Angiopati perifer dan
neuropati, trauma ringan dapat menimbulkan ulkus pada penderita DM. Ulkus
DM mudah terinfeksi karena respons kekebalan tubuh pada penderita DM
biasanya menurun. Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkus bertambah
parah dan menjadi gangren yang terinfeksi. Komplikasi kaki diabetik merupakan
penyebab tersering dilakukannya amputasi yang didasari oleh kejadian non
traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada penderita DM
dibandingkan dengan non-DM. Komplikasi akibat kaki diabetik menyebabkan
lamanya perawatan penderita DM (ADA, 2003)
Gangren diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama morbiditas,
mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Dengan adanya neuropati dan atau
iskemia maka trauma yang minimal saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan
gangguan penyembuhan lukanya hingga dapat membawa kearah amputasi tungkai
bawah. Kebanyakan penderita datang ke rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut
1
sehingga amputasi tungkai yang berakibat cacatnya penderita seumur hidup
merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil.pasien diabetes mellitus
dengan persoalan kaki sampai saat ini (Muha, 1999).
B. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Mengetahui definisi, patofisiologi, klasifikasi, dan
pembahasan mengenai diagnosis gangren diabetik
2. Mengetahui penatalaksanaan gangren diabetik secara
umum
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gangren diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat
dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer (Suharjo
dan Cahyono, 2007).
B. Patofisiologi Gangren Diabetik
1. Neuropati
Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara
patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat
dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes
mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan (misalnya alkohol) akan
lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor metabolik:
kenaikan poliol, sorbitol/osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim
yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM). Fruktosa, kurangnya
kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP meyebabkan
demielinasi artrofi akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD
menyebabkan neuropati, gangguan vaskular karena menutupnya vasa
vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial yang selanjutnya
menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain seperti kelainan
agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah merah dan hematologik, proses
AGEs serta adanya kompleks imum disirkulasi berpengaruh terhadap
neuropati ini (Suharjo dan Cahyono, 2007).
Neuropati, kelainan vaskuler (aliran darah yang mengurangi karena
terjadinya proses arteriosklerosis tungkai bawah khususnya betis). Dan
kemudian infeksi berperan dalam patogenesis terjadinya tukak diabetik.
Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada banyak studi
cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer (pasien kaki diabetik).
3
Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan dengan demikian
kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar.
Berbagai hal yang sederhana yang pada orang normal tak menyebabkan, luka
akibat adanya daya proteksi nyeri, pada pasien DM dapat berlanjut menjadi
luka yang tidak disadari adanya, dan kemudian menjadi tukak diabetik.
Tusukan jarum atau paku tak disadari. sehingga pasien baru menyadarinya
setelah terjadi luka yang membusuk dan membahayakan keselamatan kaki
secara keseluruhan. Neuropati motorik berperan melalui terjadinya deformitas
pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dikenali dan lebih
banyak mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik berperan melalui
perubahan pola keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-pecah pada
kulit kaki, dan juga melalui adanya perubahan daya vasodilatasi dan
vasokonstriksi pads tungkai bawah. Terjadi pintas A - V seperti misalnya
pada patogenesis terjadinya kaki Charcot (Caputo et al., 1994).
2. Angiopati
Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler
berupa arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan
metabolisme karbohidrat dalam pembuluh darah, peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula
darah yang tidak terkontrol (Caputo et al., 1994).
Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah
kapiler yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan
kolagen. Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri
tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli
menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat
menjadi total dan jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi
kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala
claudicatio intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren
(Suharjo dan Cahyono, 2007).
4
Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler,
menyebabkan ketidak cukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau
sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami
ulserasi, infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri
yang mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi
jaringan akan lebih luas. (Suharjo dan Cahyono, 2007).
3. Infeksi
Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi
daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi
serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan
penderita. Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu (Asep,
2009) :
a. Faktor imunologi
- Produksi antibodi menurun
- Peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal
- Daya fagositosis granulosit menurun
b. Faktor metabolik
- Hiperglikemia
- Benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya
- Glikogen hepar dan kulit menurun
c. Faktor angiopati diabetika
d. Faktor neuropati
Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus
telapak kaki, selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses
dalam rongga telapak kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus
gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram positif, negatif dan anaerob.
Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta
penyebabnya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (Goldberg dan Neu, 1987)
1. Abses pada deep plantar space
5
2. Selulitis non supuratif dorsum pedis
3. Ulkus perforasi pada telapak kaki
C. Diagnosis dan Klasifikasi Gangren Diabetik
Penegakan diagnosis gangren diabetikum ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesa
Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri,
polidipsi dan polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya
ke dokter dan laboratorium menunjang penegakkaan diagnosis. Adanya
riwayat keluarga yang sakit seperti ini dapat ditemukan, dan memang
penyakit ini cenderung herediter (Suharjo dan Cahyono, 2003).
Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang
digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri
tungkai saat beraktivitas atau istirahat, durasi menderita DM, kebiasaan
(merokok, alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita
ulkus/amputasi sebelumnya (Waspadji, 2003).
Banyak dari seluruh penderita diabetes melitus dengan komplikasi ulkus
atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,
sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih buruk
(contohnya amputasi atau sepsis) (ADA, 2003).
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah
defek pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda )
yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik
atau benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau
lemak/jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot
bahkan tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan
proses radang (Waspadji, 1997).
Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan
6
fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk
didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya
(Waspadji, 1997).
Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan,
non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan
nyeri tekan. Hal ini menandakan proses infeksi/radang telah mencapai
jaringan lunak atau soft tissue. Gangren merupakan jaringan yang mati karena
tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan
kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit
maka disebut dengan gas gangren (ADA, 2003).
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan
untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya
infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati,
obstruksi vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan
melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/tidaknya
deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis (ADA, 2003).
Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman,
bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan
terapi. Lokasi ulkus tersering adalah di permukaan jari dorsal dan plantar
(52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan daerah dorsum pedis
(11%) (ADA, 2003).
Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit
pada sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah,
sehingga mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi. Pemeriksaan
pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada penderita
penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pada umumnya jika
pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada
level ini menggambarkan patensi aksial normal (Suharjo dan Cahyono, 2007).
7
Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk
mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI
sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik
sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan
seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah,
kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe
Doppler (pengganti stetoskop). ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan
sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga
normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI
0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi
obstruksi vaskuler berat (Asep, 2009).
Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya
amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya
manfaat dari terapi obat dan latihan (Suharjo dan Cahyono, 2003).
Pengkajian ”PEDIS” pada gangren diabetik meliputi: (Suharjo dan
Cahyono, 2007).
1) P=Perfusi
• Perabaan kaki dingin
• Sianosiss
• Kebiruan/iskemik
• Nyeri saat istirahat
• Klaudikasio
• Pemeriksaan Doppler Sonografi
– Palpasi (Kuat/lemah/hilang) dan TD Sistolik Arteri Dorsalis Pedis
(ka/ki)
– Palpasi (Kuat/lemah/hilang) dan TD sistolik Arteri Tibialis
Posterior (ka/ki)
– TD sistolik Arteri Brakhialis
• ABI (Ankle Brachial Index)
8
Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle)
sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik
lengan tas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di
tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung
berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik
brachial.
- Grade 1 : Arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior masih
teraba kuat; ABI > 0,9. Tidak ada keluhan atau gejala periferal
arterial disease (PAD)
- Grade 2 : ABI = 0,9 dengan tekanan darah sistolik pada arteri
dorsalis pedis >50 mmHg
- Grase 3; ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler berat.
Tekanan sistolik arteri dorsalis pedis <50 mmHg
2) E = Extent/Ukuran Luka
• Luas Luka ……………….cm2
• Gunakan pengukur luas luka/plastik dengan skala
3) D= Depth/Kedalaman Luka
• Grade 1: Luka hanya sampai lapisan dermis
• Grade 2: Luka sudah menembus lapisan subkutis yang meliputi fasia,
otot atau tendon
• Grade 3 : luka sudah sampai sendi dan tulang
4) I = Infeksi
• Bengkak
• Eritema
• Nyeri
• Hipertermi Lokal
• Sekret (warna, konsistensi, jumlah, bau)
• Krepitasi
• Osteomilitis
• Abses
9
• Sepsis sendi
• TD, N, HR, S, lekosit
• Pemeriksaan kultur
Jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotik
5) S = Sensasi
- Rasa baal/tebal/pegal
- Rasa terbakar/tertusuk/teriris
- Pemeriksaan dengan monnofilamen Semmen Weinstein 10 gr
- Grade I : sensori masih baik
- Grade II : telah terjadi gangguan sensorik, pada pemeriksaan
monofilamen Semmen weistein 10 gr pada satu titik pemeriksaan
sudah tidak dapat dirasakan.
Gambaran klinis ulkus diabetik secara umum diklasifikasikan menjadi
ulkus neuropatik dan ulkus neuro iskemik (Sutjahjo, 1997).
1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik
(Artropati Charcot ), Edema neuropatik.
Ulkus Neuropatik
Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibre neuropathy
yang berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa
hilangnya sensasi panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi terganggu.
Juga saraf simpatik mengalami denervasi yang mengganggu aliran darah
disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan arteriovenous
shunting disekitar kapiler serta dilatasi arteri perifer. Aliran darah yang
miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari perfusi jaringan yang
memang sudah berkurang. Disamping ini neuropati merusak serabut C
saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor. Jadi ulkus pada kaki
diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran gas.
Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan
Bacteroides sp.(Riyanto, 1997).
10
Apabila ada ulkus maka perlu diperhatikan kuman penyebab
infeksinya. Kirim sampel untuk biakan bakteri. Streptococcus
enterococcus, Enterobactericcae, dan kuman anaerob terlihat pada 40%
luka. Lebih dari 80% peka terhadap Ciprofloxasin dan Levofloxasin
(Riyanto, 1997).
Arthropati Neuropati
Deformitas kaki sering berakibat pada ulserasi. Penderita diabetes
cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang
berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah
caput metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi.
Bentuk yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot.
Sebab terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini
belum jelas, tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus
vaskular akan meningkatkan aliran darah, pembentukan shunt
arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita diabetes densitas
tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih
aktif berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada
fraktur, kolaps sendi, dan deformitas kaki. Awalnya kaki Charcot ini akut:
panas, merah, dengan nadi yang keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di
DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi ulkus dan
infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi (Sutjahjo, 1997).
Edema Neuropatik
Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat
edema (pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan
kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu sebab kardial dan renal).
Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang
abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri.
2. Neuro-ischemic-foot
11
Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang
dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio
intermitten, nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren.
Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki yang
tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus neuropatik, disini ulkusnya
nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan tidak disertai
callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepi lateral
metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri, kalau
perlu dengan arteriografi (Eneroth et al., 1999).
Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren,
terdapat klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner :
Tabel 2.1. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetik (Dikutip dari :
Asep, 2009)
Derajat Gambaran klinis
Derajat 0
Derajat I
Derajat II
Derajat III
Derajat IV
Derajat V
Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin
disertai kelainan bentuk kaki
Ulkus superficial dan terbatas di kulit
Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan
tulang
Abses yang dalam dengan atau tanpa osteomielitis
Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan
atau tanpa selulitis
Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah
Tabel 2.2. Perbedaan gambaran klinis antara iskemia dan neuropati
pada kaki diabetes
12
Pemeriksaan Neuropati Vaskular
Kulit Kulit hangat, kering, warna
kulit normal
Kulit dingin, sianotik,
hitam, gangren
Pulsus di tungkai
(arteri dorsalis pedis,
tibialis posterior)
Teraba normal Tidak teraba atau teraba
lemah
Refleks ankle Refleks menurun/tak ada Normal
Sensitivitas lokal Menurun Normal
Deformitas kaki Clawed toe
Otot kaki atrofi
Kalus
Biasanya tidak ada
Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kaki
Karakter ulkus Luka punch out di area
yang mengalami
hiperkeratotik
Nyeri dengan area
nekrotik
Ankle Brachial Index
(ABI)
Normal (>1) <0,7-0,9 (iskemia
ringan)
<0,4 (iskemia berat)
Transcutaneous
oxygen tension
(TcPO2)
Normal (>40 mmHg) <40 mmHg
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah :
1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan gula darah, fungsi
ginjal, fungsi hepar, elektrolit.
2) ABI (ankle brachial index) : Untuk menentukan patensi vaskuler
3) Transcutaneous oxygen tension (TcP02)
4) USG color Doppler
5) Digital subtraction angiography (DSA)
13
6) Magnetic resonance angiography (MRA)
7) Computed tomography angoigraphy (CTA) (Eneroth, 1999).
Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk
mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak
gambaran destruksi tulang dan osteolitik (Riyanto, 1997).
D. Penatalaksanaan Gangren Diabetik (Suharjo dan Cahyono, 2007; Asep, 2009;
Riyanto, 1997; Eneroth et al., 1999; Lipsky, 1999).
Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulkus diabetik adalah :
1. Evaluasi ulkus yang baik: keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran
radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsi
vaskularisasi (non invasif)
a. Kedalaman ulkus.
Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus.
Hati-hati bila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal, karena
kadang - kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari gunung es, dan
pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin sudah mencapai
jaringan lebih dalam dan luas.
b Pemeriksaan X foto
Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah
didapatkan benda asing, osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur
asimptomatik.
c Lokasi Ulkus
Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar
sembuh dengan pengelolaan yang adekuat dan pada anamnesis tidak
diakibatkan oleh suatu trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan. biopsi. Hal ini. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
keganasan pada ulkus tersebut.
d. Evaluasi vaskuler
Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler
kaki penderita, diusahakan pemeriksaan yang tidak invasif, salah satunya
14
adalah membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki dengan
tekanan darah sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index),
normalnya > 1,1.
2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik
Pengelolaan neuropati diabetik (ND) sampai saat ini masih sering
menimbulkan frustasi, baik bagi para klinisi maupun penderita. Kegagalan
pengobatan ini oleh karena patogenesis ND masih belum jelas dan tampaknya
multi faktorial. Pada dasarnya pengelolaan ND dilakukan dengan mengontrol
gula darah dan pemberian obat - obatan kausal dan simptomatik.
3. Terapi kausatif dan simptomatik
a.Kausatif
1) Aldose reduktase inhibitor (ARI)
Pemberian ARI bertujuan untuk mengurangi penumpukkan
sorbitol di saraf perifer dan dengan demikian memperbaiki fungsi
saraf perifer.
2) Sorbinil
Akan tetapi pemberian sorbinil telah dihentikan karena adanya
laporan bahwa pemberian sorbinil dapat menimbulkan sindrom Steven
Johnson.
3) Tolsetrat
Suatu penelitian “double blind randomized controlled” pada 57
penderita selama 12 bulan memperlihatkan bahwa pemberian tolsetrat
200 mg / hari bermanfaat untuk mencegah ND.
4) Aminoguanidin
Aminoguanidin adalah suatu senyawa yang dapat menghambat
pembentukan AGEs.
5) Gangliosid
15
Gangliosid adalah suatu kompleks glikolipid yang merupakan
komponen intrinsik dari membran sel saraf. Dosis yang dianjurkan
adalah 40 mg/hari intra muskuler selama 8 minggu.
6) Neurotropik
Pemberian neurotropik (vitamin B1. B6 dan B12) untuk
mengobati atau mengurangi gejala ND memberikan hasil yang
berbeda-beda. Hal ini mungkin oleh karena tidak ada bukti yang nyata
bahwa defisiensi vitamin B1, B6, B12 merupakan faktor penyebab
terjadinya ND. Pemberian Vitamin B6 dosis tinggi dapat
menyebabkan neuropati.
b. Simptomatik
Prinsip pengobatan ND adalah mengurangi keluhan terutama rasa
nyeri atau rasa sakit yang sangat menganggu penderita. Belum ada terapi
yang spesifik untuk mengatasi masalah ini. Penggunaan obat amitriptilin
dan flupenasin baik tunggal maupun kombinasi sudah lama dicoba untuk
mengurangi rasa nyeri pada ND. Pemberian obat ini akan lebih baik
hasilnya apabila nyeri disertai gejala depresi. Amitriptilin dapat diberikan
dengan dosis 75 mg / hari dan flupenasin 1 - 3 mg / hari.
Mexiletin merupakan derivat lianokain yang dapat diberikan secara
peroral. mexiletin mempunyai sifat penghambatan saluran natrium
sehingga terjadi hambatan aktivasi saraf. Dosis yang dianjurkan adalah 10
mg/kgBB/hari, sebaiknya dimulai dengan dosis kecil kemudian dinaikkan
pelan - pelan untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul.
Untuk rasa nyeri yang membandel dapat dicoba pemberian karbamazepin
atau fenitoin. Obat ini diduga dapat menghambat aktivitas saraf tepi yang
kuat dan iritatif.
4. Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya
Pengobatan ND yang paling memberikan harapan adalah kontrol gula
darah secara terus menerus.
5. Debridement luka yang adekuat dan radikal
16
Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka
lain, yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya
jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita
mengenalnya dengan istilah preparasi bed luka. Debridement merupakan
tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati,
jaringan hiperkeratosis dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan
dilakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini, luka
menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui bahwa tidak ada obat-
obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik dengan
teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan
yang bersih.
Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti
pada gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus
pada tungkai dengan sirkulasi yang buruk. Proses debridement adalah proses
usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan
yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara
maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo
dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi
pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi.
Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik
adalah dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara
direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly
absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian
dan irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini
ditujukan untuk mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang
ekstrim.
Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan
adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin
>3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan
terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.
17
Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat.
dengan cara membuang semua jaringan nekrotik. Debridement yang tidak
optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.
Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang
sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan
mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu
dilakukan debridement.
Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam
asetat, kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu
dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat
membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga
bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga menghambat
penyembuhan luka.
Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan antibiotik topikal, dan
biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan waktu
penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.
6. Pembalutan dan perawatan luka
a. Pembalutan
Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini,
tapi yang terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
- Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan.
- Merangsang penyembuhan luka.
- Melindungi dari suhu luar.
- Melindungi dari trauma mekanis.
- Tidak memerlukan penggantian sering.
- Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.
- Bebas dari zat yang mengotori.
- Tidak melekat diluka.
- Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.
18
- Mempunyai daya serap terhadap eksudat.
- Mudah untuk melakukan monitor luka.
- Memudahkan pertukaran udara.
- Tidak tembus mikroorganisme.
- Nyaman untuk pasien.
- Mudah penggunaannya.
- Biaya terjangkau.
b. Perawatan luka
Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu
penyembuhan luka dengan memberikan suasana yang dibutuhkan untuk
pertahanan lokal oleh makrofag, akselerasi angiogenesis, dan
mempercepat proses penyembuhan luka. Suasana lembab membuat
suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu pertumbuhan
jaringan.
7. Biakan kuman (aerobik dan anaerobik) (Lipsky, 1999)
Dalam menghadapi kasus ulkus diabetik kita haruslah berpegang bahwa
tidak semua ulkus diabetik mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-
tanda infeksi tidaklah perlu dilakukan kultur. Kuman penyebab infeksi pada
ulkus diabetik umumnya adalah :
a. Infeksi yang ringan : aerobic gram positif (Staphylococcus aureus.
Streptococcus)
b. Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya
polimikrobial, terdiri dari Aerobik gram positif. Basil gram positif (E coli,
Klebsiella sp, Proteus sp), anaerob (Bacteriodes sp, Streptcoccus sp).
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi ulkus diabetik diperlukan
kultur.Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil
kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara
“curettage” dari hasil ulkus setelah debridement.
8. Antibiotik oral-parental
19
Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :
a. Pilih antibiotik yang paling potent terhadap bakteri-bakteri ditempat yang
dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).
b. Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-bakteri
tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi baik, memungkinkan
pemberian dosis yang kecil khususnya pada infeksi yang ringan sedang.
c. Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa
biasanya penyebabnya polimikrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang
melawan aerob gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob.
Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan
difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb
or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup
bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif berbentuk batang, dan
bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan
secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection
dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,
ticarcillin/clavulanate, piperacillin/ tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime
+ clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat
yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif
antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam,
piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole +
ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +
metronidazole.
Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau
lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama
dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian
antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara
empiris, melalui parenteral selama beberapa minggu dan kemudain dievaluasi
kembali melalui foto polos radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah
20
direseksi sampai bersih, pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya
memerlukan waktu 2 minggu.
9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki
khusus, total kontak casting)
Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita ulkus diabetik
karena umunnya kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,
sehingga apabila dipakai berjalan maka akan menyebabkan luka bertambah
besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang ada akan mengadakan
penetrasi lebih dalam sehingga menghambat penyembuhan. Penggunaan
tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai non
weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya adalah
mempergunakan gips (“contact cast”).
10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vaskuler
Sirkulasi pada ulkus diabetik merupakan salah satu faktor yang penting
untuk penyembuhan maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan
kemungkinan gangguan rheologi pada penderita tersebut. Penderita DM
mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi
dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada
plasma, deformabilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan
trogen dan faktor von Willbrand’s.
Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin
dapat memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada
trombosit. Perubahan–perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan
tentunya menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang
mendapat oksigen. Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki
oksigenasi jaringan dapat kemungkinan juga mempertinggi efektivitas obat
antibiotik, dengan demikian dapat mempercepat penyembuhan (Tan, 1999).
Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit
sehingga obat–obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin,
dypirodamol, nisergolin, indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk
21
Indonesia adalah cilotazol sering dipakai untuk mengurangi insiden terjadinya
PVD pada penderita DM.
11. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminenia akan sangat
berpengaruh dalam proses penyembuhan . Perlu untuk monitor kadar Hb dan
albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di atas 12 gr/dl dan
albumin darah > 3,5 gr/dl. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel darah
merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatu kofaktor
dakam sintesis kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk
perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam respon imun.
12. Rehabilitasi
Pengelolaan ulkus diabetik berdasarkan kriteria Wagner dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 2.3. Penatalaksanaan ulkus DM berdasarkan kriteria Wagner (Dikutip dari : Eva, 2008)
Derajat Penatalaksanaan0 Sepatu yang layak
EdukasiPerawatan Podiatrik paliatifBedah profilaksisPrevensi
I Infeksi : kultur permukaan ulkus dan antibiotikPerawatan lukaEvaluasi RadiologiKoreksi StressPembedahan
II Terapi antibiotikEvaluasi dimensi lukaEvaluasi radiologiPembedahan
III Rawat RS untuk terapi antibiotik intravenaDebribement agresif yang dalam untuk diagnosis osteomielitisKontrol metabolikBedah plastik untuk menutup luka sebagaimana diperlukan
IV Amputasi lokal sesuai lokasi nekrosis dan vaskularitas
V Amputasi mayor dikehendaki
22
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Diabetes melitus (DM) adalah sindrom klinis kelainan metabolik,
ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin atau keduanya (Waspadji, 2006)
Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting
karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Deskripsi ulkus DM paling
tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Ankle brachial
index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui adanya
obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah
dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya
insufisiensi arterial. Pemeriksaan dan pengkajian dapat dilakukan dengan istilah
”PEDIS”.
Penatalaksanaan gangren diabetikum harus dengan penanganan segera
dan menentukan bakteri penyebab agar dalam penanganan dan pemberian
antibiotik pada gangren diabetikum sangat akurat serta menghindar dari
resistensi obat pada pasien.
Edukasi pencegahan wajib diberikan kepada pasien yang memiliki
riwayat diabetes melitus.
23
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 1999. Concencus development conference on
diabetic foot woud care 7-8 April 1999, Boston, Massachusetts. Diabetes Care;
22:1354-60
American Diabetes Association. 2003. Preventive care in people with diabetes.
Diabetes Care; 26:S78-S79
Asep. 2009. Kaki Diabetik. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Untar. 1-20
Caputo GM, Cavanagh PR, Ulbrecht JS, et al. 1994. Assessment and management of
foot disease in patients with diabetes. N Engl J Med; 331(13):854-60
Eneroth M, Larson J Apelqvist J, 1999. Deep Foot Infections in Patients with
Diabetes and Foot Ulcer An Entity with Different Characteristics, Treatments,
and Prognosis.Journal of Diabetes and Its Complications; 13; 254 – 263.
Eva Decroli. 2008. Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian
Penyakit Dalam RSUP Dr M. Djamil Padang. Maj Kedokt Indon, Volum: 58,
Nomor: 1,: 1-5
Lipsky B A. 1999. Evidence-Based Antibiotic Therapy of Diabetic Foot Infections.
Imunology and Medical Microbiology 26, 267 - 276.
Muha J. 1999. Local wound care in diabetic foot complications: aggressive risk
management and ulcer treatment to avoid amputation. Postgrad Med;
106(1):97-102
24
Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes Association.
Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25, Suplemen
1, January 2003; page 78 - 79.
Riyanto B, 1997. Antibiotik dan Profit Kuman Pada Pendenta Kaki Diabetik dalam
Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang,; C 1 -8
Suharjo dan Cahyono. 2003. Karakteristik klinis dan besarnya biaya perawatan
pasien ulkus kaki diabetik di RS RK Charitas. PIT IV Endokrin.
Suharjo dan Cahyono. 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dexa Media No 3 Vol
20, : 103-108
Sutjahjo A, 1997. Pengobatan Hiperbarik Pada Kaki Diabetik dalam Makalah Kaki
Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang,; Bl-1 1.
Tan J S, 1999. Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Bailliere
Clinical Rheumatology vol. 13, No I, 1999 ; 149-161. Complications 1999; 13;
254 – 263
Waspadji S , 1997. Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik dalam
1Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, ; E1-16.
Waspadji, S. 2006. Kaki Diabetes dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3
Edisi IV. FKUI, Jakarta 1911
25
REFERAT
GANGREN DIABETIK
Dosen Pembimbing:
dr. Bambang P, Sp.B
dr. A. Santosa, Sp.B
Disusun oleh:
Firman Fajar Andriansyah
111.0211.039
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
SMF ILMU BEDAH
RST WIJAYAKUSMA
PURWOKERTO
26
2012
27