98374910398012

43
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin atau keduanya (Waspadji, 2006). DM akan menyebabkan perubahan patofisiologi pada berbagai sistem organ seperti mata, ginjal, ekstremitas bawah (ADA, 1999). Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus adalah terjadinya ulkus diabetik atau kata lainnya adalah gangrene diabetik. Ulkus diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah (Muha, 1999). Komplikasi kronis neuropati perifer dan angiopati dapat terjadi karena hiperglikemia pada pasien DM yang tidak terkontrol. Angiopati perifer dan neuropati, trauma ringan dapat menimbulkan ulkus pada penderita DM. Ulkus DM mudah terinfeksi karena respons kekebalan tubuh pada penderita DM biasanya menurun. Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkus 1

Upload: iniciate07

Post on 11-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

139274083219048-2198

TRANSCRIPT

Page 1: 98374910398012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus (DM) adalah sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai

oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek

kerja insulin atau keduanya (Waspadji, 2006). DM akan menyebabkan perubahan

patofisiologi pada berbagai sistem organ seperti mata, ginjal, ekstremitas bawah

(ADA, 1999).

Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus

adalah terjadinya ulkus diabetik atau kata lainnya adalah gangrene diabetik. Ulkus

diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang

berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah

(Muha, 1999).

Komplikasi kronis neuropati perifer dan angiopati dapat terjadi karena

hiperglikemia pada pasien DM yang tidak terkontrol. Angiopati perifer dan

neuropati, trauma ringan dapat menimbulkan ulkus pada penderita DM. Ulkus

DM mudah terinfeksi karena respons kekebalan tubuh pada penderita DM

biasanya menurun. Ketidaktahuan pasien dan keluarga membuat ulkus bertambah

parah dan menjadi gangren yang terinfeksi. Komplikasi kaki diabetik merupakan

penyebab tersering dilakukannya amputasi yang didasari oleh kejadian non

traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada penderita DM

dibandingkan dengan non-DM. Komplikasi akibat kaki diabetik menyebabkan

lamanya perawatan penderita DM (ADA, 2003)

Gangren diabetik maupun masalah kaki merupakan sebab utama morbiditas,

mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Dengan adanya neuropati dan atau

iskemia maka trauma yang minimal saja dapat menyebabkan ulkus pada kulit dan

gangguan penyembuhan lukanya hingga dapat membawa kearah amputasi tungkai

bawah. Kebanyakan penderita datang ke rumah sakit sudah dalam kadaan. lanjut

1

Page 2: 98374910398012

sehingga amputasi tungkai yang berakibat cacatnya penderita seumur hidup

merupakan salah satu tindakan yang dapat diambil.pasien diabetes mellitus

dengan persoalan kaki sampai saat ini (Muha, 1999).

B. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Mengetahui definisi, patofisiologi, klasifikasi, dan

pembahasan mengenai diagnosis gangren diabetik

2. Mengetahui penatalaksanaan gangren diabetik secara

umum

2

Page 3: 98374910398012

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gangren diabetik adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat

dalam yang berhubungan dengan neuropati dan penyakit vaskuler perifer (Suharjo

dan Cahyono, 2007).

B. Patofisiologi Gangren Diabetik

1. Neuropati

Susunan saraf sangat rentan terhadap komplikasi diabetes mellitus. Secara

patogenetik, ada 3 faktor utama (metabolik, autonom, vaskuler) yang dapat

dianggap sebagai sebab terjadinya neuropati pada diabetes mellitus. Diabetes

mellitus bersama faktor genetik, dan lingkungan (misalnya alkohol) akan

lewat ke-3 faktor tersebut memberi neuropati klinis. Faktor metabolik:

kenaikan poliol, sorbitol/osmotik poliol (hasil reduksi glukosa oleh enzim

yang banyak tertimbun pada sel tubuh penderita DM). Fruktosa, kurangnya

kontrol gula darah, dan penurunan mioinositol dan Na+/K+ATP meyebabkan

demielinasi artrofi akson; otoimum lewat anti gangliosid dan anti GAD

menyebabkan neuropati, gangguan vaskular karena menutupnya vasa

vasorum, trauma memberi hipoksia endoneurial yang selanjutnya

menyebabkan demielinisasi segmental. Adapun faktor lain seperti kelainan

agregasi trombosit, kelainan etologi sel darah merah dan hematologik, proses

AGEs serta adanya kompleks imum disirkulasi berpengaruh terhadap

neuropati ini (Suharjo dan Cahyono, 2007).

Neuropati, kelainan vaskuler (aliran darah yang mengurangi karena

terjadinya proses arteriosklerosis tungkai bawah khususnya betis). Dan

kemudian infeksi berperan dalam patogenesis terjadinya tukak diabetik.

Walaupun demikian, yang peranannya paling mencolok pada banyak studi

cross sectional adalah polineuropati sensorik perifer (pasien kaki diabetik).

3

Page 4: 98374910398012

Pasien disini tak dapat merasakan rangsangan nyeri dan dengan demikian

kehilangan daya kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar.

Berbagai hal yang sederhana yang pada orang normal tak menyebabkan, luka

akibat adanya daya proteksi nyeri, pada pasien DM dapat berlanjut menjadi

luka yang tidak disadari adanya, dan kemudian menjadi tukak diabetik.

Tusukan jarum atau paku tak disadari. sehingga pasien baru menyadarinya

setelah terjadi luka yang membusuk dan membahayakan keselamatan kaki

secara keseluruhan. Neuropati motorik berperan melalui terjadinya deformitas

pada kaki yang menyebabkan daerah tersebut lebih mudah dikenali dan lebih

banyak mendapat tekanan dari luar. Neuropati autonomik berperan melalui

perubahan pola keringat - kering dan mudahnya timbul pecah-pecah pada

kulit kaki, dan juga melalui adanya perubahan daya vasodilatasi dan

vasokonstriksi pads tungkai bawah. Terjadi pintas A - V seperti misalnya

pada patogenesis terjadinya kaki Charcot (Caputo et al., 1994).

2. Angiopati

Penderita dengan kencing manis akan mengalami perubahan vaskuler

berupa arteriosklerosis. Patologi tersebut disebabkan oleh karena gangguan

metabolisme karbohidrat dalam pembuluh darah, peningkatan kadar

trigliserida dan kolesterol. Hal tersebut akan diperberat dengan kadar gula

darah yang tidak terkontrol (Caputo et al., 1994).

Lesi vaskuler berupa penebalan pada membran basal pembuluh darah

kapiler yang diakibatkan karena disposisi yang berlebihan mukoprotein dan

kolagen. Pembuluh darah arteri yang paling sering terkena adalah arteri

tibialis dan poplitea. Adanya trombus, emboli maupun tromboemboli

menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Selanjutnya oklusi dapat

menjadi total dan jika perfusi darah dari aliran kolateral tidak mencukupi

kebutuhan maka terjadi iskemia. Iskemia yang ringan menimbulkan gejala

claudicatio intermitten dan yang paling berat dapat mengakibatkan gangren

(Suharjo dan Cahyono, 2007).

4

Page 5: 98374910398012

Kelainan vaskuler yang berukuran kecil seperti arteriol dan kapiler,

menyebabkan ketidak cukupan oksigen dan nutrisi yang terbatas pada jari atau

sebagian kecil kulit. Kemudian, bagian yang iskemi tersebut mengalami

ulserasi, infeksi ataupun gangren. Sebaliknya, jika pembuluh nadi atau arteri

yang mengalami gangguan berukuran lebih besar maka gangguan oksigenasi

jaringan akan lebih luas. (Suharjo dan Cahyono, 2007).

3. Infeksi

Pada prinsipnya penderita diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi

daripada orang sehat. Keadaan infeksi sering ditemukan sudah dalam kondisi

serius karena gejala klinis yang tidak begitu dirasakan dan diperhatikan

penderita. Faktor-faktor yang merupakan risiko timbulnya infeksi yaitu (Asep,

2009) :

a. Faktor imunologi

- Produksi antibodi menurun

- Peningkatan produksi steroid dari kelenjar adrenal

- Daya fagositosis granulosit menurun

b. Faktor metabolik

- Hiperglikemia

- Benda keton mengakibatkan asam laktat menurun daya bakterisidnya

- Glikogen hepar dan kulit menurun

c. Faktor angiopati diabetika

d. Faktor neuropati

Beberapa bentuk infeksi kaki diabetik antara lain: infeksi pada ulkus

telapak kaki, selulitis atau flegmon non supuratif dorsum pedis dan abses

dalam rongga telapak kaki. Pada ulkus yang mengalami gangren atau ulkus

gangrenosa ditemukan infeksi kuman Gram positif, negatif dan anaerob.

Pada kaki diabetik yang disertai infeksi, berdasarkan letak serta

penyebabnya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (Goldberg dan Neu, 1987)

1. Abses pada deep plantar space

5

Page 6: 98374910398012

2. Selulitis non supuratif dorsum pedis

3. Ulkus perforasi pada telapak kaki

C. Diagnosis dan Klasifikasi Gangren Diabetik

Penegakan diagnosis gangren diabetikum ditegakkan berdasarkan :

a. Anamnesa

Penderita diabetes melitus mempunyai keluhan klasik yaitu poliuri,

polidipsi dan polifagi. Riwayat pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya

ke dokter dan laboratorium menunjang penegakkaan diagnosis. Adanya

riwayat keluarga yang sakit seperti ini dapat ditemukan, dan memang

penyakit ini cenderung herediter (Suharjo dan Cahyono, 2003).

Anamnesis juga harus dilakukan meliputi aktivitas harian, sepatu yang

digunakan, pembentukan kalus, deformitas kaki, keluhan neuropati, nyeri

tungkai saat beraktivitas atau istirahat, durasi menderita DM, kebiasaan

(merokok, alkohol), obat-obat yang sedang dikonsumsi, riwayat menderita

ulkus/amputasi sebelumnya (Waspadji, 2003).

Banyak dari seluruh penderita diabetes melitus dengan komplikasi ulkus

atau bentuk infeksi lainnya, memeriksakan diri sudah dalam keadaan lanjut,

sehingga penatalaksanaannya lebih rumit dan prognosisnya lebih buruk

(contohnya amputasi atau sepsis) (ADA, 2003).

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, seorang dokter akan menemukan ulkus ialah

defek pada kulit sebagian atau seluruh lapisannya ( superfisial atau profunda )

yang bersifat kronik, terinfeksi dan dapat ditemukan nanah, jaringan nekrotik

atau benda asing. Ulkus yang dangkal mempunyai dasar luka dermis atau

lemak/jaringan subkutis saja. Ulkus yang profunda kedalamannya sampai otot

bahkan tulang.Ulkus sering disertai hiperemi di sekitarnya yang menunjukkan

proses radang (Waspadji, 1997).

Abses adalah kumpulan pus atau nanah dalam rongga yang sebelumnya

tidak ada. Pada pemeriksaan fisik tampak kulit bengkak, teraba kistik dan

6

Page 7: 98374910398012

fluktuatif. Abses yang letaknya sangat dalam secara fisik sulit untuk

didiagnosis, kecuali nanah telah mencari jalan keluar dari sumbernya

(Waspadji, 1997).

Flegmon atau selulitis mempunyai ciri klinis berupa udem kemerahan,

non pitting edema, teraba lebih hangat dari kulit sekitar, tak ada fluktuasi dan

nyeri tekan. Hal ini menandakan proses infeksi/radang telah mencapai

jaringan lunak atau soft tissue. Gangren merupakan jaringan yang mati karena

tidak adanya perfusi darah. Klinis tampak warna hitam, bisa disertai cairan

kecoklatan, bau busuk dan teraba dingin. Jika terdapat krepitasi di bawah kulit

maka disebut dengan gas gangren (ADA, 2003).

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting

karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Pemeriksaan fisik diarahkan

untuk mendapatkan deskripsi karakter ulkus, menentukan ada tidaknya

infeksi, menentukan hal yang melatarbelakangi terjadinya ulkus (neuropati,

obstruksi vaskuler perifer, trauma atau deformitas), klasifikasi ulkus dan

melakukan pemeriksaan neuromuskular untuk menentukan ada/tidaknya

deformitas, adanya pulsasi arteri tungkai dan pedis (ADA, 2003).

Deskripsi ulkus DM paling tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman,

bau, bentuk dan lokasi. Penilaian ini digunakan untuk menilai kemajuan

terapi. Lokasi ulkus tersering adalah di permukaan jari dorsal dan plantar

(52%), daerah plantar (metatarsal dan tumit: 37%) dan daerah dorsum pedis

(11%) (ADA, 2003).

Gangguan saraf otonom menimbulkan tanda klinis keringnya kulit

pada sela-sela jari dan cruris. Selain itu terdapat fisura dan kulit pecah-pecah,

sehingga mudah terluka dan kemudian mengalami infeksi. Pemeriksaan

pulsasi merupakan hal terpenting dalam pemeriksaan vaskuler pada penderita

penyakit oklusi arteri pada ekstremitas bagian bawah. Pada umumnya jika

pulsasi arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis teraba normal, perfusi pada

level ini menggambarkan patensi aksial normal (Suharjo dan Cahyono, 2007).

7

Page 8: 98374910398012

Ankle brachial index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk

mengetahui adanya obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI

sangat murah, mudah dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik

sebagai marker adanya insufisiensi arterial. Pemeriksaan ABI dilakukan

seperti kita mengukur tekanan darah menggunakan manset tekanan darah,

kemudian adanya tekanan yang berasal dari arteri akan dideteksi oleh probe

Doppler (pengganti stetoskop). ABI dihitung berdasarkan rasio tekanan

sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachial. Dalam kondisi normal, harga

normal dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan, ABI

0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah terjadi

obstruksi vaskuler berat (Asep, 2009).

Pasien dengan ABI kurang dari 0,5 dianjurkan operasi (misalnya

amputasi) karena prognosis buruk. Jika ABI >0,6 dapat diharapkan adanya

manfaat dari terapi obat dan latihan (Suharjo dan Cahyono, 2003).

Pengkajian ”PEDIS” pada gangren diabetik meliputi: (Suharjo dan

Cahyono, 2007).

1) P=Perfusi

• Perabaan kaki dingin

• Sianosiss

• Kebiruan/iskemik

• Nyeri saat istirahat

• Klaudikasio

• Pemeriksaan Doppler Sonografi

– Palpasi (Kuat/lemah/hilang) dan TD Sistolik Arteri Dorsalis Pedis

(ka/ki)

– Palpasi (Kuat/lemah/hilang) dan TD sistolik Arteri Tibialis

Posterior (ka/ki)

– TD sistolik Arteri Brakhialis

• ABI (Ankle Brachial Index)

8

Page 9: 98374910398012

Dalam keadaan normal tekanan sistolik di tungkai bawah (ankle)

sama atau sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan darah sistolik

lengan tas (brachial). Pada keadaan di mana terjadi stenosis arteri di

tungkai bawah maka akan terjadi penurunan tekanan. ABI dihitung

berdasarkan rasio tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik

brachial.

- Grade 1 : Arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior masih

teraba kuat; ABI > 0,9. Tidak ada keluhan atau gejala periferal

arterial disease (PAD)

- Grade 2 : ABI = 0,9 dengan tekanan darah sistolik pada arteri

dorsalis pedis >50 mmHg

- Grase 3; ABI 0,00–0,40 telah terjadi obstruksi vaskuler berat.

Tekanan sistolik arteri dorsalis pedis <50 mmHg

2) E = Extent/Ukuran Luka

• Luas Luka ……………….cm2

• Gunakan pengukur luas luka/plastik dengan skala

3) D= Depth/Kedalaman Luka

• Grade 1: Luka hanya sampai lapisan dermis

• Grade 2: Luka sudah menembus lapisan subkutis yang meliputi fasia,

otot atau tendon

• Grade 3 : luka sudah sampai sendi dan tulang

4) I = Infeksi

• Bengkak

• Eritema

• Nyeri

• Hipertermi Lokal

• Sekret (warna, konsistensi, jumlah, bau)

• Krepitasi

• Osteomilitis

• Abses

9

Page 10: 98374910398012

• Sepsis sendi

• TD, N, HR, S, lekosit

• Pemeriksaan kultur

Jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotik

5) S = Sensasi

- Rasa baal/tebal/pegal

- Rasa terbakar/tertusuk/teriris

- Pemeriksaan dengan monnofilamen Semmen Weinstein 10 gr

- Grade I : sensori masih baik

- Grade II : telah terjadi gangguan sensorik, pada pemeriksaan

monofilamen Semmen weistein 10 gr pada satu titik pemeriksaan

sudah tidak dapat dirasakan.

Gambaran klinis ulkus diabetik secara umum diklasifikasikan menjadi

ulkus neuropatik dan ulkus neuro iskemik (Sutjahjo, 1997).

1. Neuropathic Foot yang terdiri dari: Ulkus neuropatik, Artropati neuropatik

(Artropati Charcot ), Edema neuropatik.

Ulkus Neuropatik

Neuropati perifer diabetik dapat memberikan small fibre neuropathy

yang berakibat gangguan somatik dan otonom. Manifestasinya berupa

hilangnya sensasi panas dan nyeri sebelum rabaan dan fibrasi terganggu.

Juga saraf simpatik mengalami denervasi yang mengganggu aliran darah

disebabkan karena terjadi aliran yang berlebih dengan arteriovenous

shunting disekitar kapiler serta dilatasi arteri perifer. Aliran darah yang

miskin makanan ini mengurangi efektivitas dari perfusi jaringan yang

memang sudah berkurang. Disamping ini neuropati merusak serabut C

saraf sensorik sehingga terjadi gangguan nosiseptor. Jadi ulkus pada kaki

diabetik ini akibat iskemia, sering terlihat adanya gambaran gas.

Penyebabnya dapat karena Clostridium , E coli, Streptococus anaerob, dan

Bacteroides sp.(Riyanto, 1997).

10

Page 11: 98374910398012

Apabila ada ulkus maka perlu diperhatikan kuman penyebab

infeksinya. Kirim sampel untuk biakan bakteri. Streptococcus

enterococcus, Enterobactericcae, dan kuman anaerob terlihat pada 40%

luka. Lebih dari 80% peka terhadap Ciprofloxasin dan Levofloxasin

(Riyanto, 1997).

Arthropati Neuropati

Deformitas kaki sering berakibat pada ulserasi. Penderita diabetes

cenderung mempunyai jari bengkok yang menekan jari tersebut, yang

berhubungan dengan menipis dan menggesernya timbunan lemak bawah

caput metatarsal pertama. Akibatnya daerah ini rawan ulserasi dan infeksi.

Bentuk yang ekstrim dari deformitas kaki ini, yaitu kaki Charcot.

Sebab terjadinya fraktur dan reabsorbsi tulang pada kaki Charcot ini

belum jelas, tetapi diduga akibat neuropati otonom (akibat gagalnya tonus

vaskular akan meningkatkan aliran darah, pembentukan shunt

arteriovenosa dan resorbsi tulang padahal penderita diabetes densitas

tulang rendah) dan neuropati perifer (hilang rasa, sehingga pasien masih

aktif berjalan dan sebagainya meskipun tulang fraktur). Akibatnya ada

fraktur, kolaps sendi, dan deformitas kaki. Awalnya kaki Charcot ini akut:

panas, merah, dengan nadi yang keras, dengan atau tanpa trauma (perlu di

DD dengan selulitis). Pada stadium 4 mudah sekali terjadi ulkus dan

infeksi dan gangren yang dapat berakibat amputasi (Sutjahjo, 1997).

Edema Neuropatik

Merupakan komplikasi terjarang dari kaki diabetik, dimana terdapat

edema (pitting) kaki dan tungkai bawah yang berhubungan dengan

kerusakan saraf tepi (kesampingkan dulu sebab kardial dan renal).

Gangguan saraf simpatis berakibat edema dan venous pooling yang

abnormal, juga vasomotor refleks hilang pada sikap berdiri.

2. Neuro-ischemic-foot

11

Page 12: 98374910398012

Gambaran tungkai ini gabungan antara kelainan arterosklerosis yang

dipercepat pada diabetes dan neuropathic foot. Keluhan klaudikasio

intermitten, nyeri tungkai waktu istirahat, dengan ulserasi dan gangren.

Umumnya rest pain diwaktu malam, dan berkurang pada sikap kaki yang

tergantung. Untuk membedakan dengan ulkus neuropatik, disini ulkusnya

nyeri, satu nekrosis, dilingkari pinggiran eritemateus dan tidak disertai

callus. Predileksi di ibu jari, tepi medial metatarsal I, atau tepi lateral

metatarsal V, serta tumit. Perlu diperiksa pembuluh darah arteri, kalau

perlu dengan arteriografi (Eneroth et al., 1999).

Berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi dan derajat gangren,

terdapat klasifikasi derajat lesi pada kaki diabetik menurut Wagner :

Tabel 2.1. Klasifikasi Wagner untuk kaki diabetik (Dikutip dari :

Asep, 2009)

Derajat Gambaran klinis

Derajat 0

Derajat I

Derajat II

Derajat III

Derajat IV

Derajat V

Tidak ada lesi terbuka, kulit utuh dan mungkin

disertai kelainan bentuk kaki

Ulkus superficial dan terbatas di kulit

Ulkus dalam mengenai tendo sampai kulit dan

tulang

Abses yang dalam dengan atau tanpa osteomielitis

Gangren jari kaki atau kaki bagian distal dengan

atau tanpa selulitis

Gangren seluruh kaki dan sebagian tungkai bawah

Tabel 2.2. Perbedaan gambaran klinis antara iskemia dan neuropati

pada kaki diabetes

12

Page 13: 98374910398012

Pemeriksaan Neuropati Vaskular

Kulit Kulit hangat, kering, warna

kulit normal

Kulit dingin, sianotik,

hitam, gangren

Pulsus di tungkai

(arteri dorsalis pedis,

tibialis posterior)

Teraba normal Tidak teraba atau teraba

lemah

Refleks ankle Refleks menurun/tak ada Normal

Sensitivitas lokal Menurun Normal

Deformitas kaki Clawed toe

Otot kaki atrofi

Kalus

Biasanya tidak ada

Lokalisasi ulkus Sisi plantar kaki Jari kaki

Karakter ulkus Luka punch out di area

yang mengalami

hiperkeratotik

Nyeri dengan area

nekrotik

Ankle Brachial Index

(ABI)

Normal (>1) <0,7-0,9 (iskemia

ringan)

<0,4 (iskemia berat)

Transcutaneous

oxygen tension

(TcPO2)

Normal (>40 mmHg) <40 mmHg

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis adalah :

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan gula darah, fungsi

ginjal, fungsi hepar, elektrolit.

2) ABI (ankle brachial index) : Untuk menentukan patensi vaskuler

3) Transcutaneous oxygen tension (TcP02)

4) USG color Doppler

5) Digital subtraction angiography (DSA)

13

Page 14: 98374910398012

6) Magnetic resonance angiography (MRA)

7) Computed tomography angoigraphy (CTA) (Eneroth, 1999).

Pemeriksaan foto polos radiologis pada pedis juga penting untuk

mengetahui ada tidaknya komplikasi osteomielitis. Pada foto tampak

gambaran destruksi tulang dan osteolitik (Riyanto, 1997).

D. Penatalaksanaan Gangren Diabetik (Suharjo dan Cahyono, 2007; Asep, 2009;

Riyanto, 1997; Eneroth et al., 1999; Lipsky, 1999).

Prinsip dasar yang baik pengelolaan terhadap ulkus diabetik adalah :

1. Evaluasi ulkus yang baik: keadaan klinis luka, dalamnya luka, gambaran

radiologi (benda asing, osteomielitis, adanya gas sub kutis), lokasi, biopsi

vaskularisasi (non invasif)

a. Kedalaman ulkus.

Pengobatan ulkus sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus.

Hati-hati bila menjumpai ulkus yang nampaknya kecil dan dangkal, karena

kadang - kadang hal tersebut hanya merupakan puncak dari gunung es, dan

pada pemeriksaan yang seksama penetrasi itu mungkin sudah mencapai

jaringan lebih dalam dan luas.

b Pemeriksaan X foto

Pemeriksaan X foto dimaksudkan untuk mengevaluasi apakah

didapatkan benda asing, osteomielitis, gas subkutan, dan fraktur

asimptomatik.

c Lokasi Ulkus

Apabila lokasi ulkus tidak umum untuk suatu ulkus diabtetik sukar

sembuh dengan pengelolaan yang adekuat dan pada anamnesis tidak

diakibatkan oleh suatu trauma perlu dipertimbangkan untuk melakukan

pemeriksaan. biopsi. Hal ini. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya

keganasan pada ulkus tersebut.

d. Evaluasi vaskuler

Untuk rencana pengelolaan lebih lanjut diperlukan evaluasi vaskuler

kaki penderita, diusahakan pemeriksaan yang tidak invasif, salah satunya

14

Page 15: 98374910398012

adalah membandingkan tekanan darah sistolik pergelangan kaki dengan

tekanan darah sistolik lengan atas (Ankle-Brachial pressure index),

normalnya > 1,1.

2. Pengelolaan terhadap neuropati diabetik

Pengelolaan neuropati diabetik (ND) sampai saat ini masih sering

menimbulkan frustasi, baik bagi para klinisi maupun penderita. Kegagalan

pengobatan ini oleh karena patogenesis ND masih belum jelas dan tampaknya

multi faktorial. Pada dasarnya pengelolaan ND dilakukan dengan mengontrol

gula darah dan pemberian obat - obatan kausal dan simptomatik.

3. Terapi kausatif dan simptomatik

a.Kausatif

1) Aldose reduktase inhibitor (ARI)

Pemberian ARI bertujuan untuk mengurangi penumpukkan

sorbitol di saraf perifer dan dengan demikian memperbaiki fungsi

saraf perifer.

2) Sorbinil

Akan tetapi pemberian sorbinil telah dihentikan karena adanya

laporan bahwa pemberian sorbinil dapat menimbulkan sindrom Steven

Johnson.

3) Tolsetrat

Suatu penelitian “double blind randomized controlled” pada 57

penderita selama 12 bulan memperlihatkan bahwa pemberian tolsetrat

200 mg / hari bermanfaat untuk mencegah ND.

4) Aminoguanidin

Aminoguanidin adalah suatu senyawa yang dapat menghambat

pembentukan AGEs.

5) Gangliosid

15

Page 16: 98374910398012

Gangliosid adalah suatu kompleks glikolipid yang merupakan

komponen intrinsik dari membran sel saraf. Dosis yang dianjurkan

adalah 40 mg/hari intra muskuler selama 8 minggu.

6) Neurotropik

Pemberian neurotropik (vitamin B1. B6 dan B12) untuk

mengobati atau mengurangi gejala ND memberikan hasil yang

berbeda-beda. Hal ini mungkin oleh karena tidak ada bukti yang nyata

bahwa defisiensi vitamin B1, B6, B12 merupakan faktor penyebab

terjadinya ND. Pemberian Vitamin B6 dosis tinggi dapat

menyebabkan neuropati.

b. Simptomatik

Prinsip pengobatan ND adalah mengurangi keluhan terutama rasa

nyeri atau rasa sakit yang sangat menganggu penderita. Belum ada terapi

yang spesifik untuk mengatasi masalah ini. Penggunaan obat amitriptilin

dan flupenasin baik tunggal maupun kombinasi sudah lama dicoba untuk

mengurangi rasa nyeri pada ND. Pemberian obat ini akan lebih baik

hasilnya apabila nyeri disertai gejala depresi. Amitriptilin dapat diberikan

dengan dosis 75 mg / hari dan flupenasin 1 - 3 mg / hari.

Mexiletin merupakan derivat lianokain yang dapat diberikan secara

peroral. mexiletin mempunyai sifat penghambatan saluran natrium

sehingga terjadi hambatan aktivasi saraf. Dosis yang dianjurkan adalah 10

mg/kgBB/hari, sebaiknya dimulai dengan dosis kecil kemudian dinaikkan

pelan - pelan untuk mengurangi efek samping yang mungkin timbul.

Untuk rasa nyeri yang membandel dapat dicoba pemberian karbamazepin

atau fenitoin. Obat ini diduga dapat menghambat aktivitas saraf tepi yang

kuat dan iritatif.

4. Pengendalian keadaan metabolik sebaik-baiknya

Pengobatan ND yang paling memberikan harapan adalah kontrol gula

darah secara terus menerus.

5. Debridement luka yang adekuat dan radikal

16

Page 17: 98374910398012

Pada dasarnya, terapi ulkus diabetikum sama dengan terapi pada luka

lain, yaitu mempersiapkan bed luka yang baik untuk menunjang tumbuhnya

jaringan granulasi, sehingga proses penyembuhan luka dapat terjadi. Kita

mengenalnya dengan istilah preparasi bed luka. Debridement merupakan

tahapan yang penting dalam proses penyembuhan luka. Buang jaringan mati,

jaringan hiperkeratosis dan membuat drainase yang baik, dan jika diperlukan

dilakukan secara berulang. Perlu disadari bahwa setelah tindakan ini, luka

menjadi lebih besar dan berdarah. Harus diketahui bahwa tidak ada obat-

obatan topikal yang dapat menggantikan debridement yang baik dengan

teknik yang benar dan proses penyembuhan luka selalu dimulai dari jaringan

yang bersih.

Pada beberapa kondisi tidak memerlukan tindakan debridement seperti

pada gangren yang kering, ulkus yang menyembuh dengan scar dan ulkus

pada tungkai dengan sirkulasi yang buruk. Proses debridement adalah proses

usaha menghilangkan jaringan nekrotik atau jaringan nonvital dan jaringan

yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara

maksimal struktur anatomi yang penting seperti saraf, pembuluh darah, tendo

dan tulang. Tujuan dasar dari debridement adalah mengurangi kontaminasi

pada luka untuk mengontrol dan mencegah infeksi.

Cara terbaik untuk melihat bed luka yang tidak sembuh pada luka kronik

adalah dengan menilai eksudat. Pengelolaan eksudat dapat dilakukan secara

direct maupun indirect. Direct dilakukan dengan balut tekan disertai highly

absorbent dressing atau vacuum mechanical. Bisa juga dilakukan pencucian

dan irigasi menggunakan NaCl 0,9% atau air steril. Indirect, prosedur ini

ditujukan untuk mengurangi penyebab yang mendasari koloni bakteri yang

ekstrim.

Sebelum tindakan bedah (debridement), kondisi yang harus diperhatikan

adalah keadaan umum yang meliputi serum protein > 6,2 g/dl, serum albumin

>3,5 g/dl, total limfosit >1500 sel/mm3. Pemeriksaan kultur diperlukan

terutama pada ulkus yang dalam dan diambil dari jaringan yang dalam.

17

Page 18: 98374910398012

Diperlukan debridement yang optimal sampai nampak jaringan yang sehat.

dengan cara membuang semua jaringan nekrotik. Debridement yang tidak

optimal akan menghambat penyembuhan ulkus.

Pada penanganan infeksi, debridement merupakan langkah awal yang

sangat bermanfaat untuk mengurangi lama pemberian antibiotik dan

mengurangi angka amputasi. Kultur sebaiknya dilakukan setelah atau sewaktu

dilakukan debridement.

Penggunaan obat bakterisidal topikal seperti povidone iodine asam

asetat, kalium permanganas hidrogen peroksida dan natrium hipokhlorit perlu

dipertimbangkan keuntungannya. Walaupun bahan-bahan tersebut dapat

membunuh bakteri yang ada di permukaan kulit tetapi bahan tersebut juga

bersifat sitotoksik terhadap jaringan granulasi sehingga menghambat

penyembuhan luka.

Kita juga harus hati-hati dalam penggunaan antibiotik topikal, dan

biasanya hanya digunakan untuk ulkus yang dangkal dengan waktu

penggunaan tidak boleh lebih dari 2 minggu.

6. Pembalutan dan perawatan luka

a. Pembalutan

Banyak teknik dan macam jenis pembalutan yang digunakan saat ini,

tapi yang terpenting pembalutan ideal mempunyai karakteristik sebagai

berikut :

- Menjaga dan melindungi kelembaban jaringan.

- Merangsang penyembuhan luka.

- Melindungi dari suhu luar.

- Melindungi dari trauma mekanis.

- Tidak memerlukan penggantian sering.

- Aman digunakan, tidak toksik, tidak mensensitisasi dan hipoalergik.

- Bebas dari zat yang mengotori.

- Tidak melekat diluka.

- Mudah dibuka tanpa rasa nyeri dan merusak luka.

18

Page 19: 98374910398012

- Mempunyai daya serap terhadap eksudat.

- Mudah untuk melakukan monitor luka.

- Memudahkan pertukaran udara.

- Tidak tembus mikroorganisme.

- Nyaman untuk pasien.

- Mudah penggunaannya.

- Biaya terjangkau.

b. Perawatan luka

Perawatan luka dalam suasana lembab akan membantu

penyembuhan luka dengan memberikan suasana yang dibutuhkan untuk

pertahanan lokal oleh makrofag, akselerasi angiogenesis, dan

mempercepat proses penyembuhan luka. Suasana lembab membuat

suasana optimal untuk akselerasi penyembuhan dan memacu pertumbuhan

jaringan.

7. Biakan kuman (aerobik dan anaerobik) (Lipsky, 1999)

Dalam menghadapi kasus ulkus diabetik kita haruslah berpegang bahwa

tidak semua ulkus diabetik mengalami infeksi. Ulkus yang tidak ada tanda-

tanda infeksi tidaklah perlu dilakukan kultur. Kuman penyebab infeksi pada

ulkus diabetik umumnya adalah :

a. Infeksi yang ringan : aerobic gram positif (Staphylococcus aureus.

Streptococcus)

b. Pada infeksi yang dalam dan mengancam penyebab biasanya

polimikrobial, terdiri dari Aerobik gram positif. Basil gram positif (E coli,

Klebsiella sp, Proteus sp), anaerob (Bacteriodes sp, Streptcoccus sp).

Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi ulkus diabetik diperlukan

kultur.Pengambilan bahan kultur dengan cara swab tidak dianjurkan. Hasil

kultur akan lebih dipercaya apabila pengambilan bahan dengan cara

“curettage” dari hasil ulkus setelah debridement.

8. Antibiotik oral-parental

19

Page 20: 98374910398012

Adapun prinsip-prinsip penggunaan antibiotik pada kaki diabetik :

a. Pilih antibiotik yang paling potent terhadap bakteri-bakteri ditempat yang

dicurigai sebagai lokasi (site infeksi).

b. Harus diketahui potensi antibiotik yang kita pilih terhadap bakteri-bakteri

tertentu. Antibiotik yang mempunyai potensi baik, memungkinkan

pemberian dosis yang kecil khususnya pada infeksi yang ringan sedang.

c. Spektrum antibiotik. Pada infeksi yang dalam dan mengancam jiwa

biasanya penyebabnya polimikrobial. Sehingga gunakan antibiotik yang

melawan aerob gram positif, aerob gram negatif, dan anaerob.

Pada ulkus diabetika ringan/sedang antibiotika yang diberikan

difokuskan pada patogen Gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat (limb

or life threatening infection) kuman lebih bersifat polimikrobial (mencakup

bakteri Gram positif berbentuk coccus, Gram negatif berbentuk batang, dan

bakteri anaerob). Antibiotika harus bersifat broadspectrum dan diberikan

secara injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection

dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti: ampicillin/sulbactam,

ticarcillin/clavulanate, piperacillin/ tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime

+ clindamycin, fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat

yang bersifat life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif

antibiotika seperti berikut: ampicillin/sulbactam + aztreonam,

piperacillin/tazobactam + vancomycin, vancomycin + metronbidazole +

ceftazidime, imipenem/cilastatin atau fluoroquinolone + vancomycin +

metronidazole.

Pada infeksi berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau

lebih. Bila ulkus disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama

dan sering kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian

antibiotika juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara

empiris, melalui parenteral selama beberapa minggu dan kemudain dievaluasi

kembali melalui foto polos radiologi. Apabila jaringan nekrotik tulang telah

20

Page 21: 98374910398012

direseksi sampai bersih, pemberian antibiotika dapat dipersingkat, biasanya

memerlukan waktu 2 minggu.

9. Non weight bearing (tirah baring, tongkat penyangga, kursi roda, alas kaki

khusus, total kontak casting)

Tindakan non wight bearing diperlukan pada penderita ulkus diabetik

karena umunnya kaki penderita sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri,

sehingga apabila dipakai berjalan maka akan menyebabkan luka bertambah

besar dan dalam, serta menyebabkan bakteri yang ada akan mengadakan

penetrasi lebih dalam sehingga menghambat penyembuhan. Penggunaan

tongkat penyangga ("crutches") dan atau kursi roda jarang mencapai non

weight bearing total dan konsisten. Cara terbaik untuk mencapainya adalah

mempergunakan gips (“contact cast”).

10. Perbaikan sirkulasi, atau bedah vaskuler

Sirkulasi pada ulkus diabetik merupakan salah satu faktor yang penting

untuk penyembuhan maka selain faktor vaskuler perlu dipertimbangkan

kemungkinan gangguan rheologi pada penderita tersebut. Penderita DM

mempunyai kecenderungan untuk lebih mudah mengalami koagulasi

dibandingkan yang bukan DM akibat adanya gangguan viskositas pada

plasma, deformabilitas eritrosit, agregasi trombosit serta adanya peningkatan

trogen dan faktor von Willbrand’s.

Obat-obat yang mempunyai efek reologik bencyclame, pentoxyfilin

dapat memperbaiki eritrosit disamping mengurangi agregasi eritrosit pada

trombosit. Perubahan–perubahan ini akan memperbaiki mikrosirkulasi dengan

tentunya menambah oksigenisasi pada piringan yang sebelumnya kurang

mendapat oksigen. Perbaikan mikrosirkulasi bukan hanya memperbaiki

oksigenasi jaringan dapat kemungkinan juga mempertinggi efektivitas obat

antibiotik, dengan demikian dapat mempercepat penyembuhan (Tan, 1999).

Pada penderita DM mudah mengalami gangguan agregasi trombosit

sehingga obat–obat antiagregasi trombosit yang lain seperti aspirin,

dypirodamol, nisergolin, indebuten, ticlopidin dan yang terbaru masuk

21

Page 22: 98374910398012

Indonesia adalah cilotazol sering dipakai untuk mengurangi insiden terjadinya

PVD pada penderita DM.

11. Nutrisi

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminenia akan sangat

berpengaruh dalam proses penyembuhan . Perlu untuk monitor kadar Hb dan

albumin darah minimal satu minggu sekali. Usahakan Hb di atas 12 gr/dl dan

albumin darah > 3,5 gr/dl. Besi, vitamin B12, asam folat membantu sel darah

merah membawa oksigen ke jaringan. Besi juga merupakan suatu kofaktor

dakam sintesis kolagen, sedangkan vitamin C dan Zinc penting untuk

perbaikan jaringan. Zinc juga berperan dalam respon imun.

12. Rehabilitasi

Pengelolaan ulkus diabetik berdasarkan kriteria Wagner dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 2.3. Penatalaksanaan ulkus DM berdasarkan kriteria Wagner (Dikutip dari : Eva, 2008)

Derajat Penatalaksanaan0 Sepatu yang layak

EdukasiPerawatan Podiatrik paliatifBedah profilaksisPrevensi

I Infeksi : kultur permukaan ulkus dan antibiotikPerawatan lukaEvaluasi RadiologiKoreksi StressPembedahan

II Terapi antibiotikEvaluasi dimensi lukaEvaluasi radiologiPembedahan

III Rawat RS untuk terapi antibiotik intravenaDebribement agresif yang dalam untuk diagnosis osteomielitisKontrol metabolikBedah plastik untuk menutup luka sebagaimana diperlukan

IV Amputasi lokal sesuai lokasi nekrosis dan vaskularitas

V Amputasi mayor dikehendaki

22

Page 23: 98374910398012

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Diabetes melitus (DM) adalah sindrom klinis kelainan metabolik,

ditandai oleh adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,

defek kerja insulin atau keduanya (Waspadji, 2006)

Melakukan penilaian ulkus kaki merupakan hal yang sangat penting

karena berkaitan dengan keputusan dalam terapi. Deskripsi ulkus DM paling

tidak harus meliputi; ukuran, kedalaman, bau, bentuk dan lokasi. Ankle brachial

index (ABI) merupakan pemeriksaan non-invasif untuk mengetahui adanya

obstruksi di vaskuler perifer bawah. Pemeriksaan ABI sangat murah, mudah

dilakukan dan mempunyai sensitivitas yang cukup baik sebagai marker adanya

insufisiensi arterial. Pemeriksaan dan pengkajian dapat dilakukan dengan istilah

”PEDIS”.

Penatalaksanaan gangren diabetikum harus dengan penanganan segera

dan menentukan bakteri penyebab agar dalam penanganan dan pemberian

antibiotik pada gangren diabetikum sangat akurat serta menghindar dari

resistensi obat pada pasien.

Edukasi pencegahan wajib diberikan kepada pasien yang memiliki

riwayat diabetes melitus.

23

Page 24: 98374910398012

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 1999. Concencus development conference on

diabetic foot woud care 7-8 April 1999, Boston, Massachusetts. Diabetes Care;

22:1354-60

American Diabetes Association. 2003. Preventive care in people with diabetes.

Diabetes Care; 26:S78-S79

Asep. 2009. Kaki Diabetik. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Untar. 1-20

Caputo GM, Cavanagh PR, Ulbrecht JS, et al. 1994. Assessment and management of

foot disease in patients with diabetes. N Engl J Med; 331(13):854-60

Eneroth M, Larson J Apelqvist J, 1999. Deep Foot Infections in Patients with

Diabetes and Foot Ulcer An Entity with Different Characteristics, Treatments,

and Prognosis.Journal of Diabetes and Its Complications; 13; 254 – 263.

Eva Decroli. 2008. Profil Ulkus Diabetik pada Penderita Rawat Inap di Bagian

Penyakit Dalam RSUP Dr M. Djamil Padang. Maj Kedokt Indon, Volum: 58,

Nomor: 1,: 1-5

Lipsky B A. 1999. Evidence-Based Antibiotic Therapy of Diabetic Foot Infections.

Imunology and Medical Microbiology 26, 267 - 276.

Muha J. 1999. Local wound care in diabetic foot complications: aggressive risk

management and ulcer treatment to avoid amputation. Postgrad Med;

106(1):97-102

24

Page 25: 98374910398012

Preventive Foot Care in People with Diabetes in American Diabetes Association.

Clinical Practice Recommendation 2002. Diabetes Care, Volume 25, Suplemen

1, January 2003; page 78 - 79.

Riyanto B, 1997. Antibiotik dan Profit Kuman Pada Pendenta Kaki Diabetik dalam

Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang,; C 1 -8

Suharjo dan Cahyono. 2003. Karakteristik klinis dan besarnya biaya perawatan

pasien ulkus kaki diabetik di RS RK Charitas. PIT IV Endokrin.

Suharjo dan Cahyono. 2007. Manajemen Ulkus Kaki Diabetik. Dexa Media No 3 Vol

20, : 103-108

Sutjahjo A, 1997. Pengobatan Hiperbarik Pada Kaki Diabetik dalam Makalah Kaki

Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit Universitas

Diponegoro, Semarang,; Bl-1 1.

Tan J S, 1999. Diagnosis and Treatment of Diabetic Foot Infections. Bailliere

Clinical Rheumatology vol. 13, No I, 1999 ; 149-161. Complications 1999; 13;

254 – 263

Waspadji S , 1997. Kaki Diabetik,Kaitannya Dengan Neuropati Diabetik dalam

1Makalah Kaki Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang, ; E1-16.

Waspadji, S. 2006. Kaki Diabetes dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3

Edisi IV. FKUI, Jakarta 1911

25

Page 26: 98374910398012

REFERAT

GANGREN DIABETIK

Dosen Pembimbing:

dr. Bambang P, Sp.B

dr. A. Santosa, Sp.B

Disusun oleh:

Firman Fajar Andriansyah

111.0211.039

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

SMF ILMU BEDAH

RST WIJAYAKUSMA

PURWOKERTO

26

Page 27: 98374910398012

2012

27