a12kta
DESCRIPTION
Artificial NetworkTRANSCRIPT
-
i
PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN
PENDEKATAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK
(Studi Kasus: Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau)
KRISWINDYA TASHA
A14070030
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
-
ii
RINGKASAN
KRISWINDYA TASHA. Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan
Pendekatan Artificial Neural Network (Studi Kasus: Kabupaten Bengkalis,
Provinsi Riau). Dibimbing oleh MUHAMMAD ARDIANSYAH dan
KOMARSA GANDASASMITA
Perubahan penggunaan lahan merupakan semua bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik
materiil maupun spiritual. Perubahan tersebut akan terus berlangsung sejalan
dengan meningkatnya jumlah dan aktifitas penduduk dalam menjalankan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Sebagian besar penelitian untuk
menganalisis perubahan penggunaan lahan ke depan didasarkan pada penggunaan
suatu model. Pemodelan perubahan penggunaan lahan merupakan suatu metode
atau pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami penyebab dan dampak
yang ditimbulkan dari perubahan yang bersifat dinamis tersebut. Metode Artificial
Neural Network (ANN) digunakan dalam penelitian ini untuk menentukan lokasi
atau daerah mana saja dari penggunaan lahan hutan dan semak belukar yang
berpotensi berubah menjadi perkebunan serta menguji kemampuan prediksi yang
akan dihasilkan model. Penelitian ini bertujuan (1) memprediksi penggunaan
lahan dan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2000,
2003, 2006 dan 2009, (2) membangun model perubahan penggunaan lahan
dengan metode ANN dan (3) proyeksi penggunaan lahan Kabupaten Bengkalis
tahun 2018.
Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Bengkalis adalah perkebunan dan
hutan sekunder. Luas perkebunan mencapai 403.770 ha (48%) pada tahun 2009,
sedangkan hutan sekunder memiliki luas 152.700 ha (18%). Pada periode 2000-
2003 hutan primer mengalami penurunan luas cukup besar yaitu 210.480 ha.
Hutan tanaman dan perkebunan meningkat sebesar 70.040 ha dan 16.100 ha pada
periode 2003-2006. Pada periode 2006-2009 hutan sekunder mengalami
penurunan luas sangat drastis (167.470 ha) sementara perkebunan dan pertanian
luasnya bertambah cukup signifikan berturut-turut 161.650 ha dan 48.190 ha.
Hasil pemodelan dengan ANN menunjukkan hasil akurasi yang cukup baik
dengan rata-rata 85%. Terlihat bahwa peluang hutan dan semak belukar untuk
berubah menjadi perkebunan cukup tinggi, bahkan mencapai nilai 0,99. Proyeksi
penggunaan lahan dengan Markov Chain menunjukkan bahwa pada tahun 2018
perkebunan mendominasi hampir 58% dari total luas wilayah di Kabupaten
Bengkalis.
Kata kunci: Penggunaan Lahan, Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan,
Artificial Neural Network
-
iii
SUMMARY
KRISWINDYA TASHA. Land Use Change Modelling using Artificial Neural
Network (A Case Study of Bengkalis District, Riau Province). Supervised by
MUHAMMAD ARDIANSYAH and KOMARSA GANDASASMITA
Land use change is the result of policy intervention or as by products of
other human actions or natural developments. Predicting land use and land use
change in the future basically based on the use of model. Land use change models
are important method for understanding the causes and consequences of land use
dynamics. The objectives of this research are (1) to detect land use and land use
change during 2000, 2003, 2006 and 2009, (2) to develop a land use change
model using Artificial Neural Network and (3) to predict the land use in Bengkalis
District in the year of 2018. Bengkalis district was dominated by plantation and
secondary forest. In 2009 plantation occupied up to 403.770 ha (48%) whereas
secondary forest occupied 152.700 ha (18%). During 2000-2003 primary forest
decreased dramatically for about 210.480 ha. Forest of crop and plantation are
increased for about 70.040 ha and 16.100 ha respectively. In the period 2006-2009
secondary forest decreased (up to 167.470 ha) whereas at the same time plantation
and agriculture increase significantly for about 161.650 ha and 48.190 ha. The
result of using Artificial Neural Network produced a fairly good accuracy by an
average of 85%. It shows that the opportunities for the forest and shrub to
transformed into plantation are quite high, up to 0,99. Prediction of land use using
Markov Chain in 2018 showed that plantation will dominate almost 58% of the
total area of Bengkalis District.
Keywords : Land Use, Land Use Change Modelling, Artificial Neural Network
-
iv
PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DENGAN
PENDEKATAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK
(Studi Kasus: Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau)
Oleh:
KRISWINDYA TASHA
A14070030
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
-
v
Judul Skripsi : Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan
Pendekatan Artificial Neural Network
(Studi Kasus: Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau)
Nama Mahasiswa : Kriswindya Tasha
Nomor Pokok : A14070030
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah
NIP . 19630604 198811 1 001
Dr.Ir. Komarsa Gandasasmita, M. Sc
NIP. 19550111 197603 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc
NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal Lulus:
-
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1989 sebagai anak kedua
dari tiga bersaudara pasangan Kristianto dan Anie Kristiani. Penulis memulai
pendidikan formal pertama di Taman Kanak-kanak (TK) Khodijah Tomang,
Jakarta yang diselesaikan pada tahun 1995. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke SD Sumbangsih 2 Grogol dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun
yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SMP Sumbangsih 2 Grogol dan
menyelesaikan pendidikan pada tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikan dari tahun 2004-2007 di SMUN 8 Jakarta. Pada tahun 2007 penulis
diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI).
Selama masa perkuliahan, penulis terlibat aktif dalam kepengurusan Unit
Kegiatan Mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara periode 2008-
2009 dan 2009-2010 sebagai kepala divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia.
Penulis juga aktif mengikuti berbagai perlombaan bersama PSM IPB Agria Swara
di Bandung, Jakarta dan Rimini, Italia. Penulis juga berkesempatan menjadi
asisten praktikum mata kuliah Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
-
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini. Penelitian ini berjudul Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan
dengan Pendekatan Artificial Neural Network (Studi Kasus: Kabupaten Bengkalis,
Provinsi Riau). Skripsi ini merupakan hasil penelitian sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah selaku pembimbing I yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi.
2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M. Sc selaku pembimbing II yang telah
memberikan motivasi dan masukan bagi penulis selama kegiatan
penelitian dan penulisan skripsi.
3. Dr. Khursatul Munibah, M. Sc selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan bagi penulis dalam penulisan skripsi.
4. Papa dan Mama tersayang, Kakak dan Adik tercinta atas doa, perhatian,
motivasi serta dukungan moral dan spiritual yang tak kunjung berhenti
kepada penulis.
5. Teman-teman seperjuangan (Ardita Oktaviana, Fitria Nisaul Hakim, Heny
Emilia, Ria Larastiti, Frizka Amalia, Aminia Novriani, Winda dan Milki)
atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan.
6. Teman-teman PSM IPB Agria Swara (Novia, Nase, Fajri, Pipit, Fata, Vino,
Fikri, Yuli, Merry) atas dukungan yang telah diberikan serta Fariz AM
Kurniawan atas waktu, perhatian dan semangat selama ini kepada penulis.
7. Saudara-saudara SOIL 44 terutama teman seperjuangan di lab PPJ (Farid,
Ika, Hana, Tia, Adi, Herdianto, Herdian, Melin, Ranti, Aul, Roma) atas
saran dan motivasi kepada penulis.
-
viii
8. Kakak-kakak di CCROM (Kak Sisi, Kak Gito, Kak Ihsan) atas bantuan
dan saran kepada penulis.
9. Semua pihak yang turut membantu kegiatan penelitian dan penyusunan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Bogor, Maret 2012
Kriswindya Tasha
-
ix
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN... ii
SUMMARY... iii
RIWAYAT HIDUP...... vi
KATA PENGANTAR.......... vii
DAFTAR ISI.... ix
DAFTAR TABEL.... xi
DAFTAR GAMBAR.... xii
BAB I PENDAHULUAN. 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Tujuan Penelitian.......... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 4
2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan....... 4
2.2 Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan.. 5
2.2.1 Pengertian Model.. 5
2.2.2 Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan metode
ANN 6
2.3 Proyeksi menggunakan Markov Chain............................................ 7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.. 9
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian...... 9
3.2 Bahan dan Alat. 9
3.3 Metode Penelitian. 9
3.3.1 Tahap Persiapan.. 10
3.3.2 Tahap Pengolahan Data... 10
3.3.3 Tahap Pembuatan Model dan Peta Proyeksi Penggunaan
Lahan...... 11
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN... 17
4.1 Letak Geografis 17
4.2 Topografi...... 18
4.3 Iklim. 18
4.4 Kependudukan. 19
4.5 Mata Pencaharian..... 20
-
x
4.6 Pendidikan.................... 20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... 22
5.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten Bengkalis ... 22
5.2 Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis. 23
5.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2003... 23
5.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2006... 24
5.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2006-2009 25
5.3 Model Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode Artificial
Neural Network.... 26
5.4 Proyeksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018. 35
5.5 Validasi Model 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. 42
6.1 Kesimpulan...... 42
6.2 Saran.... 42
DAFTAR PUSTAKA... 43
LAMPIRAN.. 46
-
xi
DAFTAR TABEL
No Halaman
Teks
1. Bahan yang digunakan dalam penelitian... 9
2. Software yang digunakan dalam penelitian... 9
3. Kepadatan Penduduk Bengkalis Menurut Kecamatan Tahun 2009.. 19
4. Sektor Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bengkalis.. 20
5. Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2000, 2003,
2006 dan 2009................................................................................... 22
6. Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018 39
Lampiran
1. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2000-2003 (Ha); 2003-2006 (Ha); 2006-2009 (Ha).. 47
2. Nilai Cramers V masing-masing variabel............... 49
3. Bobot antara input layer dan hidden layer (Wij) masing-masing kelas perubahan penggunaan lahan.. 51
4. Bobot antara hidden layer dan output layer (Wjk) masing-masing kelas perubahan penggunaan lahan.. 52
5. Klasifikasi Penggunaan Lahan Versi Badan Planologi Kementrian Kehutanan. 53
6. Kelas Training Sites, Hasil Pemodelan dan Peta Peluang Perubahan. 54
-
xii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Ilustrasi Multi-layer Perceptron 7
2. Tampilan Aplikasi Land Change Modeler................. 11
3. Tampilan Kelas Perubahan yang akan Dimodelkan 12
4. Tampilan Tahap Pengujian Nilai Cramers V.... 13
5. Tampilan Tahap Pemodelan dengan ANN... 13
6. Topologi Jaringan. 14
7. Tampilan Tahap Proyeksi Penggunaan Lahan. 14
8. Matriks Transisi....... 15
9. Diagram Alir Penelitian............................................................... 16
10. Peta Administrasi Kabupaten Bengkalis.. 18
11. Presentase Penyebaran Jumlah Penduduk Kabupaten Bengkalis Menurut Kecamatan Tahun 2009. 19
12. Banyaknya Sarana Pendidikan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2009.. 21
13. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2003 24
14. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2006 25
15. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2006-2009 26
16. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2000-2009... 27
17. Kelas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2009.. 28
18. Jarak ke Jalan... 29
19. Jarak ke Sungai.... 29
20. Jarak ke Pemukiman 29
21. Kepadatan Penduduk.... 29
22. Pengujian Nilai Cramers V Jarak ke Pemukiman... 30
23. Kelas Training Sites Hutan Primer Menjadi Hutan Tanaman. 30
24. Grafik Perbandingan RMS dengan Iterasi dan Akurasi Model... 30
25. Peta Peluang Perubahan Hutan Sekunder Menjadi Perkebunan.. 31
26. Hasil Pemodelan dan Peta Peluang Perubahan Hutan Primer Menjadi Lahan Terbuka (a) dan Perkebunan (b). 32
-
xiii
27. Peta Peluang Perubahan Hutan Sekunder Menjadi Hutan Tanaman (a) dan Perkebunan (b). 33
28. Peta Peluang Perubahan Lahan Terbuka (a), Pertanian (b) dan Semak Belukar (c) Menjadi Perkebunan.. 34
29. Matriks Peluang Perubahan Penggunaan Lahan (Skenario BAU) 35
30. Peta Proyeksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018 (Skenario BAU).. 37
31. Matriks Peluang Perubahan Penggunaan Lahan (Tidak ada konversi hutan primer dan sekunder)... 38
32. Peta proyeksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018 (Tidak ada konversi hutan primer dan sekunder) 38
33. Peta Hasil Reklasifikasi Hutan Sekunder (a), Lahan Terbuka (b), Pertanian (c) dan Semak Belukar (d) menjadi Perkebunan... 40
34. Peta Peluang Perkebunan Hasil Pemodelan ANN... 40
35. Peta Perkebunan Tahun 2009... 40
36. Peta Hasil Overlay antara Peluang Perkebunan Hasil Pemodelan ANN dengan Peta Perkebunan Tahun 2018.. 40
37. Peta Hasil Overlay antara Peta Peluang Perkebunan Hasil Pemodelan ANN dan Peta Perkebunan Tahun 2010 41
Lampiran
7. Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009 62
-
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan penggunaan lahan merupakan semua bentuk intervensi (campur
tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup baik
materiil maupun spiritual (Arsyad, 1989). Perubahan tersebut akan terus
berlangsung sejalan dengan meningkatnya jumlah dan aktifitas penduduk dalam
menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang pada akhirnya
berdampak positif maupun negatif akibat perubahan penggunaan lahan tersebut.
Perubahan penggunaan lahan dari hutan ke non-hutan misalnya, dapat
mengakibatkan menurunnya daya kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi
ekologisnya sehingga dapat menimbulkan dampak pada lingkungan yang serius
seperti perubahan iklim, berkurangnya keanekaragaman hayati dan ketersediaan
sumber daya air serta terjadinya erosi tanah (Basyar, 1999).
Sebagian besar penelitian untuk menganalisis perubahan penggunaan
lahan didasarkan pada penggunaan suatu model (Lambin et al., 2000). Pemodelan
perubahan penggunaan lahan merupakan suatu teknik yang dapat digunakan untuk
memahami penyebab dan dampak yang ditimbulkan dari perubahan yang bersifat
dinamis tersebut (Veldkamp dan Lambin, 2001). Wijaya (2011) melakukan
pemodelan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Siak untuk memahami
proses dan pola perubahan yang terjadi serta faktor-faktor yang mendorong
perubahan tersebut. Veldkamp dan Fresco (1995) melakukan pemodelan dengan
tujuan untuk mengetahui dampak dari perubahan faktor demografi dan biofisik
pada penggunaan atau penutupan lahan di Costa Rica, termasuk timbal balik dari
penggunaan atau penutupan lahan itu sendiri terhadap faktor di atas. Selain itu,
model perubahan penggunaan lahan sering digunakan sebagai input atau masukan
dalam penelitian dampak lingkungan, misalnya digunakan sebagai input untuk
menghitung polusi udara, emisi, erosi, dan lain-lain (King et al., 1989). Hasil
analisis akhir dari pemodelan perubahan penggunaan lahan dapat digunakan untuk
mendukung perencanaan dan kebijakan penggunaan lahan di masa yang akan
datang.
-
2
Berbagai metode untuk melakukan pemodelan perubahan penggunaan
lahan telah diterapkan oleh beberapa peneliti. Wijaya (2011) melakukan
pemodelan dengan metode Multinomial Logistic Regression (MLR). Model yang
telah berhasil dibangun mampu menjelaskan sebagian besar variasi dari perubahan
penggunaan lahan di lokasi penelitian. Wu et al. (2006) menggunakan analisis
regresi untuk memodelkan perubahan penggunaan lahan di kota Beijing, Cina dan
melakukan prediksi 20 tahun ke depan dengan model Markov Chain. Model
CLUE (Conversion of Land Use and its Effects) digunakan oleh Veldkamp dan
Fresco (1995) untuk menganalisis perubahan penggunaan lahan di Costa Rica
pada skala lokal, regional dan nasional. Dengan menggunakan ukuran skala yang
berbeda, model ini menunjukkan bahwa pada skala lokal, regional dan nasional
dapat terjadi suatu pengaruh yang saling berlawanan.
Metode pemodelan lainnya yang dapat digunakan untuk memodelkan
suatu perubahan penggunaan lahan adalah metode Artificial Neural Network
(ANN). ANN atau dalam bahasa Indonesia mengandung arti jaringan syaraf
tiruan, merupakan suatu struktur komputasi yang dikembangkan berdasarkan
proses sistem jaringan syaraf biologi dalam otak. Penggunaan ANN telah
mengalami peningkatan yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir seiring
meningkatnya kinerja komputasi (Skapura, 1996). Tayyebi (2008)
mensimulasikan perubahan pemukiman di kawasan metropolitan Teheran, Iran
dengan Backpropagation Neural Network dan melihat bagaimana faktor jalan,
lereng, daerah administrasi, pusat pelayanan dan kawasan pemukiman
mempengaruhi perubahan yang terjadi. Sementara Pijanowski et al. (2002)
menggunakan ANN untuk memodelkan perubahan pemukiman di Michigan, baik
pada skala lokal maupun regional. Nilai akurasi model yang dihasilkan cukup baik
pada kedua skala tersebut.
ANN dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan lokasi atau daerah
mana saja dari penggunaan lahan hutan dan semak belukar yang berpotensi untuk
berubah menjadi perkebunan. Sementara SIG digunakan untuk membangun suatu
aspek keruangan (spasial) dan membangun variabel-variabel pendorong yang
mempengaruhi perubahan. Beberapa variabel yang mendorong terjadinya suatu
perubahan penggunaan lahan adalah jarak ke jalan, jarak ke sungai, jarak ke
-
3
pemukiman, lereng, iklim, kepadatan penduduk dan pendapatan asli daerah.
Dalam penelitian ini hanya empat yang digunakan, yaitu jarak ke jalan, jarak ke
sungai, jarak ke pemukiman dan kepadatan penduduk. Oleh karena itu, dengan
memadukan metode ANN dengan SIG diharapkan mampu memberikan jawaban
yang lebih baik dalam memodelkan suatu perubahan penggunaan lahan.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memprediksi penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan di
Kabupaten Bengkalis pada tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009
2. Membangun model perubahan penggunaan lahan dengan metode Artificial
Neural Network
3. Proyeksi penggunaan lahan Kabupaten Bengkalis tahun 2018
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan
Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang
alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim,
topografi atau relief, hidrologi termasuk keadaan vegetasi alami yang semuanya
secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan. Menurut
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) lahan sebagai suatu wilayah di permukaan
bumi, mencakup semua komponen biosfer, termasuk atmosfer serta segala akibat
yang ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan sekarang.
Lillesand dan Kiefer (1997) mendefinisikan penggunaan lahan
berhubungan dengan kegiatan manusia pada suatu bidang lahan. Penggunaan
lahan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan
pertanian dan penggunaan lahan non-pertanian. Menurut Arsyad (1989)
penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun, padang rumput,
hutan produksi, hutan lindung dan sebagainya, sedangkan penggunaan lahan non-
pertanian dibedakan dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri,
rekreasi, pertambangan dan sebagainya.
Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan
pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk
pertanian maupun non-pertanian (Junaedi, 2008). Menurut Kazaz dan Charles
(2001) dalam Munibah (2008) perubahan penggunaan lahan adalah perubahan
penggunaan atau aktivitas terhadap suatu lahan yang berbeda dari aktivitas
sebelumnya, baik untuk tujuan komersial maupun industri. Sementara menurut
Winoto et al. (1996), perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai perubahan
dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat
permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya
pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat
yang sedang berkembang. Apabila penggunaan lahan untuk sawah berubah
menjadi pemukiman atau industri maka perubahan penggunaan lahan ini bersifat
permanen dan tidak dapat kembali (irreversible), tetapi jika beralih guna menjadi
perkebunan biasanya bersifat sementara. Perubahan penggunaan lahan pertanian
-
5
berkaitan erat dengan perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya dan politik
masyarakat. Perubahan penggunaan lahan pada umumnya dapat diamati dengan
menggunakan data spasial dari peta penggunaan lahan dari beberapa titik tahun
yang berbeda. Data penginderaan jauh seperti citra satelit, radar, dan foto udara
sangat berguna dalam pengamatan perubahan penggunaan lahan.
Faktor utama penyebab terjadinya perubahan penggunaan lahan adalah
peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan ini memiliki konsekuensi terhadap
perkembangan ekonomi yang menuntut kebutuhan lahan untuk pemukiman,
industri, infrastruktur dan jasa. Beberapa kajian dan penelitian telah dilakukan
untuk menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan penggunaan
lahan. Mansur (2001) menyebutkan tiga faktor yang berpengaruh yaitu
peningkatan jumlah penduduk, urbanisasi dan peningkatan jumlah anggota
kelompok pendapatan menengah ke atas di daerah perkotaan. Sementara Rustiadi
et al. (2007) menyatakan beberapa hal yang diduga sebagai penyebab proses
perubahan penggunaan lahan, antara lain:
1. Tingginya permintaan atas lahan sebagai akibat dari peningkatan jumlah
penduduk
2. Market failure: alih profesi bagi petani yang kemudian petani tersebut
menjual sawahnya, sebagai akibat dari pergeseran struktur dalam
perekonomian dan dinamika pembangunan
3. Government failure: kebijakan pemerintah, misalnya memberikan peluang
investasi di sektor industri namun tidak diikuti dengan kebijakan konversi
lahan
2.2 Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan
2.2.1 Pengertian Model
Model adalah penyederhanaan suatu sistem di dunia nyata (real world),
sementara sistem adalah mekanisme dimana berbagai macam komponen saling
berinteraksi dengan suatu cara tertentu untuk menunjukkan fungsinya di dunia
nyata (Handoko, 2005). Definisi lain yang berbasis spasial dikemukakan oleh
Berger et al. (2001), dimana model adalah abstraksi dari sistem dunia nyata yang
memiliki kedetilan masalah yang signifikan dengan masalah yang dipelajari, dan
-
6
juga memiliki tranparansi, sehingga mekanisme dan faktor kunci yang
mempengaruhi perubahan dapat diidentifikasi. Tujuan dari penggunaan model
adalah untuk memahami dengan mudah cara kerja sistem dengan
menyederhanakan prosesnya.
Model dapat digunakan untuk merepresentasikan suatu isu yang spesifik
pada ilmu yang berkaitan dengan sumberdaya alam, dan berbagai disiplin ilmu
lainnya. Pemodelan perubahan penggunaan lahan merupakan salah satu bentuk
pemodelan yang telah menarik perhatian beberapa peneliti di dunia. Mereka
mempelajari adanya suatu hubungan sebab akibat antara pengelolaan suatu lahan
dengan perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Pemodelan perubahan
penggunaan lahan memiliki beberapa kegunaan, antara lain untuk mengeksplorasi
beragam aktifitas dimana terjadinya suatu perubahan penggunaan lahan yang
didorong oleh faktor sosial ekonomi (Batty dan Longley, 1994), memprediksi
dampak ekonomi dan lingkungan yang akan ditimbulkan dari perubahan tersebut
(Theobald dan Hobbs, 1998) serta mengevaluasi dampak dari kebijakan
pemerintah dalam menentukan suatu peruntukkan lahan dan pengelolaan lahan
(Bockstael et al., 1995). Diharapkan model perubahan penggunaan lahan yang
telah dikembangkan dapat memberikan pemahaman tentang proses perubahan
penggunaan lahan dan faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan.
2.2.2 Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan dengan metode Artificial
Neural Network
Artificial Neural Network (ANN) merupakan suatu metode, teknik atau
pendekatan yang memiliki kemampuan untuk mengukur dan memodelkan suatu
perilaku dan pola yang kompleks. ANN telah digunakan di berbagai disiplin ilmu
seperti ekonomi, kesehatan, klasifikasi bentang lahan, pengenalan pola, prediksi
kondisi iklim, dan penginderaan jauh (Atkinson dan Tatnall, 1997).
Multi-layer Perceptron (MLP) adalah salah satu bentuk arsitektur jaringan
ANN yang paling banyak digunakan. MLP umumnya terdiri dari tiga jenis layer
dengan topologi jaringan seperti pada Gambar 1, yaitu lapisan masukan (input
layer), lapisan tersembunyi (hidden layer) dan lapisan keluaran (output layer)
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu hubungan non-linier di
kehidupan nyata (Rumelhart, Hinton dan Williams, 1986).
-
7
Gambar 1. Ilustrasi Multi-layer Perceptron (Pijanowski et al., 2002)
Tahap pelatihan dan pengujian pada ANN harus dilakukan dengan hati-
hati. Pada tahap pelatihan, nilai input akan dikalikan dengan suatu bobot yang
nilainya ditentukan secara acak. Pada tahap pengujian, data yang terpisah akan
disajikan untuk melatih jaringan secara independen dalam mengukur tingkat
kesalahan. ANN dapat diaplikasikan untuk memodelkan suatu perubahan
penggunaan lahan dalam empat tahap, yaitu (1) menentukan input dan arsitektur
jaringan, (2) melatih jaringan menggunakan sebagian piksel dari input, (3)
menguji jaringan menggunakan semua piksel dari input dan (4) menggunakan
informasi yang telah dihasilkan oleh jaringan untuk memprediksi perubahan
pengunaan lahan.
2.3 Proyeksi menggunakan Markov Chain
Metode Markov Chain pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 1907 oleh
seorang ahli matematika bernama Andrei A. Markov yang berasal dari Rusia.
Metode Markov Chain akan berhubungan dengan suatu rangkaian proses dimana
kemungkinan terjadinya suatu kejadian, diasumsikan hanya tergantung pada
kondisi yang langsung mendahuluinya, dan tidak tergantung pada rangkaian
kejadian sebelumnya (non-aftereffect) (Veldkamp dan Lambin, 2001). Markov
Chain bisa diterapkan di berbagai bidang antara lain ekonomi, politik,
kependudukan, industri, pertanian dan lain-lain. Salah satu pemanfaatan dari
metode Markov Chain adalah untuk memproyeksi penggunaan lahan ke depan.
Peneliti Muller dan Middleton (1994) memanfaatkan metode ini dalam
mempelajari dinamika perubahan lahan di Ontario, Kanada. Peneliti lain yaitu
-
8
Vandeveer dan Drummond (1976) menggunakannya untuk mengkaji dampak
konstruksi sebuah reservoir. Markov Chain seringkali berperan menjadi konsep
dasar yang digunakan pada pengembangan lanjutan, seperti model CA-Markov.
Matriks peluang transisi akan dihasilkan dan dijadikan dasar untuk
melakukan proyeksi penggunaan lahan ke depan. Bentuk dari matriks transisi
tersebut adalah sebagai berikut.
P = (Pij) =
Pij merupakan nilai peluang perubahan penggunaan lahan i menjadi penggunaan
lahan j, dimana n menunjukkan jumlah kelas penggunaan lahan. Besarnya nilai Pij
harus memenuhi syarat yaitu
0 Pij 1 (i, j, = 1, 2, 3, ., n)
-
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012
dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus
penelitian. Analisis data dilakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan
Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Bahan yang digunakan dalam penelitian
No. Data Skala/
Resolusi
Sumber Keterangan
1. Citra Landsat TM 7
tahun 2000, 2003,
2006 dan 2009
30 x 30 m www.glovis.usgs
Interpretasi penggunaan
lahan
2. Peta Rupa Bumi
Indonesia (RBI)
1:50.000 Bakosurtanal Peta dasar, variabel atau
faktor pendorong
3.
Data kepadatan
penduduk Kabupaten
Bengkalis
-
Badan Pusat
Statistik
Kabupaten
Bengkalis
Variabel atau faktor
pendorong dalam
membangun model
Software yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Software yang digunakan dalam penelitian
No. Software Fungsi
1. Idrisi Andes 15 Pemodelan perubahan penggunaan lahan
2. ArcGis 9.3 Interpretasi citra
3. Microsoft Excel
Pengolahan data atribut dari peta penggunaan
lahan
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap
pengolahan data, tahap pembuatan model dan tahap pembuatan peta proyeksi
penggunaan lahan ke depan.
-
10
3.3.1 Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi penentuan metode, studi literatur, dan
pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian. Studi literatur dilakukan
untuk menambah informasi yang berkaitan dengan penelitian dan memperdalam
pemahaman tentang metode ANN. Data yang diperlukan dalam penelitian ini
antara lain citra Landsat, peta RBI, dan data kepadatan penduduk Kabupaten
Bengkalis. Selain itu, pembelajaran metode ANN dengan software Idrisi Andes 15
juga dilakukan untuk lebih memahami proses kerja metode tersebut.
3.3.2 Tahap Pengolahan Data
Pada tahap awal dilakukan interpretasi citra Landsat tahun 2000, 2003,
2006 dan 2009. Hasil interpretasi menghasilkan suatu peta penggunaan lahan
tahun 2000, 2003, 2006 dan 2009 dengan kelas penggunaan lahan sebanyak 10
kelas berdasarkan klasifikasi Badan Planologi Kementrian Kehutanan (Lampiran
5). Software Idrisi Andes 15 membutuhkan data dengan format raster. Oleh
karena itu, format peta perlu dikonversi terlebih dahulu menjadi raster dengan
memilih ukuran piksel 50 x 50 m. Ukuran ini dipilih atas dasar pertimbangan yang
paling mendekati ukuran resolusi spasial citra Landsat. Tipe data yang digunakan
adalah dalam bentuk byte, yang menyatakan bilangan dengan nilai range 8 bit
biner (0-255) dan hanya berisi bilangan non-negatif.
Peta jalan dan sungai diperoleh dari peta RBI skala 1:50.000. Peta jarak ke
jalan, sungai, dan pemukiman dibuat dengan cara menjalankan modul Distance
pada software Idrisi Andes 15. Jarak dihitung berdasarkan Euclidean, yaitu jarak
dari satu objek ke objek yang lainnya. Sementara itu, peta jumlah penduduk
dibuat dengan asumsi bahwa populasi penduduk menyebar secara sirkular dengan
jari-jari 2 km dan populasi akan bertambah besar ketika mendekati pusatnya
(Muin, 2009). Rumus proporsi populasi yaitu:
P = 0.2402 * e (-0.9464 * (peta jarak ke pemukiman)/1000)
dimana jarak ke pemukiman dalam satuan meter. Peta kepadatan penduduk per
piksel dibuat dengan rumus :
-
11
Pd = * A * P * C
dimana
Pd : peta kepadatan penduduk per piksel
: kepadatan penduduk non-spasial (penduduk/km2)
A : luas wilayah penyebaran populasi (km2) = 3,14 * (2 km)
2 =
12,5 km2
P : proporsi populasi
C : faktor konversi, dari 1 km2 ke 1 piksel
3.3.3 Tahap Pembuatan Model dan Peta Proyeksi Penggunaan Lahan
Model yang digunakan dalam penelitian adalah model ANN dengan
arsitektur jaringan Multi-layer Perceptron (MLP) dan algoritma Backpropagation.
Model ANN ini dijalankan dengan menggunakan aplikasi LCM (Land Change
Modeler) yang telah tersedia pada software Idrisi Andes 15 (Gambar 2). Peta
penggunaan lahan yang digunakan hanya dua titik tahun, yaitu peta penggunaan
lahan tahun 2000 dan 2009.
Gambar 2. Tampilan Aplikasi Land Change Modeler
Aplikasi ini memiliki lima tahapan yang dapat digunakan untuk
memodelkan perubahan penggunaan lahan, namun yang dipakai dalam penelitian
hanya tiga tahapan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu :
-
12
1. Tahap analisis perubahan (Change Analysis) untuk menganalisis
perubahan penggunaan lahan yang telah terjadi selama dua titik tahun.
Grafik perubahan luas tiap penggunaan lahan akan disajikan pada tahap ini.
2. Tahap pemodelan perubahan penggunaan lahan (Transition Potentials).
- Masing-masing kelas perubahan penggunaan lahan akan dimodelkan
dengan tujuan memprediksi lokasi yang berpotensi untuk berubah
menjadi penggunaan lahan yang lain. Apabila menggunakan ANN,
perubahan-perubahan tersebut dapat dikelompokkan dengan asumsi
faktor yang mempengaruhi adalah sama. Dalam penelitian ini,
diasumsikan bahwa faktor pendorong tiap perubahan tidak sama,
sehingga tidak dilakukan pengelompokkan. Berikut adalah gambar
yang menunjukkan tampilan kelas perubahan yang akan dimodelkan.
Gambar 3. Tampilan Kelas Perubahan yang akan Dimodelkan
- Variabel pendorong atau input yang digunakan untuk membangun
model ditentukan pada tahap ini. Jumlah variabel pendorong yang
digunakan ada 4, yaitu jarak ke jalan, sungai, pemukiman dan
kepadatan penduduk. Masing-masing variabel diuji nilai Cramers V
untuk melihat keterkaitan antara variabel tersebut dengan 10 kelas
penggunaan lahan (Gambar 4).
-
13
Gambar 4. Tampilan Tahap Pengujian Nilai Cramers V
Rentang nilai yang dihasilkan berkisar antara 0-1, dimana nilai 0
menunjukkan tidak ada keterkaitan, sedangkan nilai 1 menunjukkan
adanya keterkaitan yang sangat erat antara variabel tersebut dengan
kelas penggunaan lahan yang mendorong terjadinya perubahan.
- Setelah semua variabel diuji nilai Cramers V, model dijalankan.
Model akan berhenti apabila telah mencapai kondisi yang telah
ditentukan, yaitu iterasi 5000, RMS 0,0001 dan akurasi model 100%.
Tampilan tahap pemodelan dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 5. Tampilan Tahap Pemodelan dengan ANN
- Topologi jaringan yang dihasilkan adalah 4-3-2, yaitu 4 nodes pada
input layer, 3 nodes pada hidden layer dan 2 nodes pada output layer
yang menunjukkan 1 kelas yang berubah dan 1 kelas yang tidak
berubah (Gambar 6). Setiap nodes pada layer akan berhubungan
dengan nodes pada layer berikutnya. Hubungan atau jalur koneksi
-
14
Wij
tersebut mengandung bobot (W) berupa matriks yang ukurannya
tergantung dari jumlah input nodes, hidden nodes dan output nodes.
Jarak ke jalan
Jarak ke sungai
Jarak ke pemukiman
Kepadatan penduduk
Gambar 6. Topologi Jaringan
- Output yang dihasilkan dari model ini adalah peta peluang perubahan
(Potential Transition Map) yang memiliki nilai peluang antara 0-1,
dimana semakin mendekati 1 maka daerah tersebut memiliki peluang
yang tinggi untuk berubah menjadi penggunaan lahan lain. Masing-
masing peta potensi perubahan tersebut direklasifikasi dengan hanya
mengambil nilai peluang antara 0,5-1, dimana nilai < 0,5 dianggap
penggunaan lahan tersebut tidak berubah menjadi penggunaan lahan
yang lain.
- Uji validasi model dilakukan dengan cara menumpangtindihkan peta
peluang hasil pemodelan ANN dengan peta penggunaan lahan tahun
2009 hasil interpretasi.
3. Tahap proyeksi penggunaan lahan (Change Prediction).
Peta proyeksi penggunaan lahan dibuat dengan aplikasi yang sama, yaitu
Land Change Modeler. Metode yang digunakan adalah Markov Chain
dengan tahun proyeksi adalah 2018. Berikut adalah gambar dari tahap
proyeksi penggunaan lahan
Gambar 7. Tampilan Tahap Proyeksi Penggunaan Lahan
Wjk
-
15
Metode ini mengasumsikan bahwa perubahan yang terjadi di masa depan
memiliki pola dan peluang serupa dengan pola perubahan yang terjadi
selama periode waktu yang digunakan. Perlu diketahui bahwa dalam
menentukan tahun prediksi yang akan disimulasikan harus berada dalam
selisih rentang waktu dari tahun awal dan akhir yang digunakan. Oleh
karena itu, prediksi dilakukan untuk tahun 2018 yang berjarak 9 tahun dari
tahun 2009. Matriks transisi akan dihasilkan oleh Markov Chain sebagai
dasar untuk membuat peta proyeksi (Gambar 8).
Gambar 8. Matriks Transisi
Secara rinci, diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 9 berikut ini.
-
16
dimana:
LCM = Land Change Modeler
= data kepadatan penduduk non-spasial (penduduk/km2)
A = luas wilayah penyebaran populasi (km2)
P = peta proporsi
C = faktor konversi dari 1 km2 ke 1 piksel
Stopping criteria model =
Iterasi : 5000
RMS : 0,0001
Accuracy Rate : 100%
Gambar 9. Diagram Alir Penelitian
Peta Kepadatan
Penduduk
Proporsi=0.2402 * e (-0.9464 * (peta
jarak ke pemukiman)/1000)
Kepadatan penduduk
Pd = * A * P * C
Peta jarak ke
pemukiman tiap
kecamatan
Peta Proporsi
Image Calculator
Image Calculator
Peta Proyeksi
Tahun 2018
Reklasifikasi
Peta Peluang Perubahan
Validasi Model
Input model
LCM
Tentukan transisi Running Model
Interpretasi
Jarak ke Pemukiman Peta Penggunaan
Lahan 2009
Citra Landsat
Tahun 2009
Citra Landsat
Tahun 2006
Citra Landsat
Tahun 2003
Citra Landsat
Tahun 2000
Peta Penggunaan
Lahan 2006 Peta Penggunaan
Lahan 2003
Peta Penggunaan
Lahan 2000
Distance
Peta Jalan
Jarak ke Jalan
Peta Sungai
Jarak ke Sungai
Distance
-
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak Geografis
Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau.
Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah
kepulauan, dengan luas adalah 773.393 ha. Kabupaten Bengkalis secara geografis
terletak antara 230 Lintang Utara - 056 Lintang Utara dan 10052 Bujur
Timur - 10231 Bujur Timur. Kabupaten Bengkalis memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut :
- Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka
- Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten
Meranti
- Sebelah barat berbatasan dengan Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir dan
Kabupaten Rokan Hulu
- Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka
Wilayah Kabupaten Bengkalis dialiri oleh beberapa sungai. Diantara
sungai yang ada di daerah ini yang sangat penting sebagai sarana perhubungan
utama dalam perekonomian penduduk adalah Sungai Siak dengan panjang 300 km,
Sungai Siak Kecil 90 km dan Sungai Mandau 87 km.
Secara administrasi Kabupaten Bengkalis terdiri dari 8 (delapan) wilayah
kecamatan yaitu Kecamatan Bengkalis (51.400 ha), Kecamatan Mandau (93.747
ha), Kecamatan Pinggir (250.300 ha), Kecamatan Bukit Batu (112.800 ha),
Kecamatan Siak Kecil (74.221 ha), Kecamatan Rupat (89.635 ha), Kecamatan
Rupat Utara (62.850 ha) dan Kecamatan Bantan (42.440 ha). Letak Kabupaten
Bengkalis sangat strategis, karena disamping berada di tepi jalur pelayaran
internasional Selat Malaka, juga berada pada kawasan segitiga pertumbuhan
ekonomi Indonesia-Malaysia-Singapura (IMS-SG) dan kawasan segitiga
pertumbuhan ekonomi Indonesia-Malaysia-Thailand (IMT-GT). Peta administrasi
Kabupaten Bengkalis disajikan pada Gambar 10 berikut ini.
-
18
Gambar 10. Peta Administrasi Kabupaten Bengkalis
4.2 Topografi
Wilayah Kabupaten Bengkalis merupakan dataran rendah dengan rata-rata
ketinggian antara 2 6,1 m di atas permukaan laut yang ditumbuhi hutan tropis,
pantai yang landai dan merupakan endapan lumpur sebagai hasil erosi sungai
terutama di Pulau Babi, Kecamatan Rupat Utara. Daerah perbukitan yang
tingginya lebih dari 25 m di atas permukaan laut hanya terletak di wilayah
kecamatan Mandau. Akibat berada pada ketinggian yang relatif rendah dari
permukaan laut, maka kelerengan topografi Kabupaten Bengkalis relatif landai.
4.3 Iklim
Kabupaten Bengkalis beriklim tropis yang sangat dipengaruhi oleh sifat
iklim laut, dengan temperatur berkisar antara 26 32 C. Musim hujan biasa
terjadi antara bulan September hingga Januari dengan curah hujan rata-rata
berkisar antara 809 4.078 mm/tahun. Periode musim kering (musim kemarau)
biasanya terjadi antara bulan Februari sampai dengan Agustus. Volume curah
hujan di daerah ini rata-rata 174,24 mm dengan rata-rata banyaknya hari hujan
selama 6 hari sampai 14 hari. Volume curah hujan rata-rata 17.171.000 m3 per
tahun, dimana 61,2% dari seluruh volume curah ini dimanfaatkan untuk keperluan
rumah tangga.
-
19
4.4 Kependudukan
Penduduk Kabupaten Bengkalis pada tahun 2009 tercatat sebanyak
484.757 jiwa yang terdiri dari 250.265 jiwa laki-laki dan 234.492 jiwa perempuan,
dengan rasio jenis kelamin yaitu 107 (Tabel 3). Kecamatan yang paling banyak
penduduknya adalah Kecamatan Mandau dengan tingkat kepadatan mencapai 323
jiwa per km2
dan kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan
Rupat Utara dengan tingkat kepadatan 19 jiwa per km2. Sementara penyebaran
penduduk yang terbanyak adalah di Kecamatan Mandau yaitu 44,84% dan
penyebaran yang terendah di Kecamatan Rupat Utara yaitu 2,49% dari jumlah
penduduk di Kabupaten Bengkalis. Berikut adalah grafik yang menggambarkan
presentase penyebaran jumlah penduduk di Kabupaten Bengkalis.
Gambar 11. Presentase Penyebaran Jumlah Penduduk Kabupaten Bengkalis
Menurut Kecamatan Tahun 2009 (Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten
Bengkalis, 2009)
Tabel 3. Kepadatan Penduduk Bengkalis Menurut Kecamatan Tahun 2009
Kecamatan Luas (km2) Penduduk Kepadatan per km
2
Mandau 937,47 217.355 232
Pinggir 2.503,00 77.398 31
Bukit Batu 1.128,00 28.011 25
Siak Kecil 742,21 17.432 23
Pinggir
15,97%
Bukit Batu
5,78%Rupat Utara
2,49%
Bengkalis
13,78%
Bantan
7,41%
Mandau
44,84%
Siak Kecil
3,60%
Rupat
6,14%
-
20
Tabel 3. Lanjutan
Kecamatan Luas (km 2) Penduduk Kepadatan per km
2
Rupat 896,35 29.758 33
Rupat Utara 628,50 12.071 19
Bengkalis 514,00 66.822 130
Bantan 424,40 35.91 85
Total 7.773,93 484.757 62
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis (2009)
4.5 Mata Pencaharian
Penduduk Kabupaten Bengkalis bermata pencaharian di sektor-sektor
sebagai berikut.
Tabel 4. Sektor Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bengkalis
Sektor Jumlah (%)
Pertanian 57,80%
Pertambangan 4,17%
Perdagangan 9,01%
Industri 7,55%
Bangunan 4,03%
Angkutan 4,56%
Jasa 10,30%
Listrik, Gas dan Air minum 0,16%
Keuangan dan Asuransi 0,59%
Lain-lain 1,53%
4.6 Pendidikan
Pada tahun 2009 di Kabupaten Bengkalis terdapat sebanyak 120 Taman
Kanak-kanak, 317 Sekolah Dasar, 18 Madrasah Ibtidaiyah, 85 Sekolah Menengah
Pertama, 50 Madrasah Tsanawiyah, 36 Sekolah Menengah Atas, 26 Madrasah
Aliyah, dan 12 Sekolah Menengah Kejuruan. Tenaga pengajar di Kabupaten
Bengkalis sebanyak 653 orang guru Taman Kanak-kanak, 4.302 orang guru
Sekolah Dasar, 215 orang guru Madrasah Ibtidaiyah, 2.539 orang guru Sekolah
Menengah Pertama, 891 orang guru Madrasah Tsanawiyah, 1.143 orang guru
Sekolah Menengah Atas, 505 orang guru Madrasah Aliyah, dan 348 orang guru
Sekolah Menengah Kejuruan. Grafik berikut ini menggambarkan banyaknya
sarana pendidikan di Kabupaten Bengkalis tahun 2009.
-
21
Gambar 12. Banyaknya Sarana Pendidikan di Kabupaten Bengkalis Tahun 2009
(Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis, 2009)
-
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penggunaan Lahan di Kabupaten Bengkalis
Berdasarkan hasil klasifikasi, Kabupaten Bengkalis memiliki 10 kelas
penggunaan lahan yaitu hutan primer, hutan sekunder, hutan tanaman, lahan
terbuka, pemukiman, perkebunan, pertambangan, pertanian, semak belukar dan
tubuh air. Peta penggunaan lahan hasil klasifikasi dapat dilihat pada Lampiran 7
sementara luas masing-masing penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 5
berikut ini.
Tabel 5. Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2000, 2003, 2006
dan 2009
Penggunaan Lahan 2000 2003 2006 2009
(Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%) (Ha) (%)
Hutan Primer 212.206 25,20 1.717 0.20 1.654 0.20 1.634 0.19
Hutan Sekunder 228.851 27,18 408.600 49.18 320.177 38.68 152.705 18.79
Hutan Tanaman 40 0,005 18.880 2.24 88.929 10.56 65.984 7.84
Lahan Terbuka 26.984 3,02 32.339 3.84 17.763 2.11 25.676 3.05
Pemukiman 6.530 0,78 6.530 0.78 6.605 0.78 7.121 0.85
Perkebunan 225.624 26,80 226.014 26.84 242.115 28.76 403.773 47.96
Pertambangan 25.790 3,06 25.842 3,07 25.842 3.07 6.510 0.77
Pertanian 43.101 5,12 43.745 5,20 48.071 5.71 96.266 11.43
Semak Belukar 70.058 8,32 75.517 8,32 88.028 9.80 79.515 8.79
Tubuh Air 2.750 0,33 2.750 0,33 2.750 0.33 2.750 0.33
Total 841.934 100,00 841.934 100,00 841.934 100.00 841.934 100.00
Penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Bengkalis pada tahun 2000, 2003,
2006 dan 2009 adalah perkebunan dan hutan sekunder. Perkebunan menempati
27% dari total luas wilayah pada tahun 2000 dan 2003. Peningkatan luas
perkebunan terus terjadi pada enam tahun berikutnya sehingga luasnya pada tahun
2009 adalah 403.770 ha atau menempati 48% dari total luas wilayah. Hutan
sekunder sebagai penggunaan lahan terbesar kedua mengalami peningkatan luas
pada tahun 2003, namun enam tahun berikutnya luasnya berkurang sampai
255.890 ha sehingga hanya menempati 19% dari total luas wilayah. Selain dua
penggunaan lahan tersebut, hutan primer juga memiliki luas yang cukup besar
pada tahun 2000 yaitu 212.200 ha (25%). Luasnya terus berkurang drastis, sampai
pada tahun 2009 hanya memiliki luas 1.630 ha (0,2%).
-
23
Pertanian, sebagai salah satu mata pencaharian utama penduduk
Kabupaten Bengkalis memiliki luas 43.100 ha pada tahun 2000 dan tahun 2009
luasnya mencapai 96.260 ha (11%). Pemukiman pada periode 2000-2003 tidak
mengalami perubahan luas, namun pada tahun 2006 luas pemukiman meningkat
sebesar 70 ha dan tahun 2009 meningkat sebesar 510 ha.
Hutan tanaman mengalami peningkatan luas yang signifikan pada periode
2000-2006. Luas hutan tanaman mengalami peningkatan sebesar 18.840 ha pada
tahun 2003 dan 70.040 ha pada tahun 2006, namun pada tahun 2009 luasnya
berkurang sebesar 22.940 ha, sehingga luas totalnya adalah 65.980 ha. Hal yang
sama terjadi pada penggunaan lahan semak belukar. Pada periode 2000-2006 luas
penggunaan lahan tersebut terus meningkat, namun mengalami penurunan pada
tahun 2009. Sementara itu, lahan terbuka mengalami perubahan cukup dinamis.
Pada tahun 2003 luasnya meningkat, namun menurun pada tahun 2006 dan
kembali meningkat pada tahun 2009.
5.2 Deteksi Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis
Deteksi perubahan penggunaan lahan dilakukan untuk mendapatkan
informasi mengenai transisi atau perubahan apa saja yang terjadi pada dua titik
tahun yang berbeda. Pada penelitian ini, deteksi perubahan dikelompokkan
menjadi tiga periode, yaitu 2000-2003, 2003-2006, dan 2006-2009. Tumpang
tindih dilakukan pada masing-masing peta, dan dilakukan tabulasi silang
(crosstab) untuk melihat pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi.
5.2.1 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2003
Berdasarkan hasil tabulasi silang terdapat 15 transisi atau perubahan
penggunaan lahan yang disajikan dalam bentuk matriks pada Lampiran 1. Hutan
primer dan hutan sekunder mendominasi perubahan menjadi penggunaan lahan
lain pada periode 2000-2003. Hutan primer mengalami perubahan yang cukup
besar menjadi hutan sekunder sebanyak 210.290 ha dan lahan terbuka 190 ha.
Hutan sekunder mengalami perubahan menjadi hutan tanaman (13.840 ha), lahan
terbuka (10.860 ha), perkebunan (210 ha), pertanian (130 ha) dan semak belukar
(5.480 ha), sehingga luas total perubahan hutan sekunder adalah 30.540 ha. Lahan
terbuka juga mengalami perubahan ke penggunaan lahan lain sebanyak 5.960 ha,
-
24
yaitu menjadi hutan tanaman sebanyak 4.730 ha, pertambangan 50 ha, pertanian
180 ha dan semak belukar sebanyak 990 ha.
Hutan tanaman dan pertambangan tidak mengalami perubahan menjadi
penggunaan lahan lain pada periode ini, namun keduanya mengalami peningkatan
luas hasil perubahan dari penggunaan lahan lainnya. Hutan tanaman mengalami
penambahan luas sebesar 18.840 ha dari hutan sekunder, lahan terbuka dan
pertanian. Lain halnya dengan pemukiman, perubahan menjadi penggunaan lahan
lain tidak terjadi, begitu juga sebaliknya. Secara ringkas, grafik perubahan luas
penggunaan lahan pada periode 2000-2003 dapat dilihat pada Gambar 13 berikut
ini.
Gambar 13. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2003
5.2.2 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2006
Pada periode 2003-2006 terdapat 13 transisi atau perubahan penggunaan
lahan, dimana hutan sekunder mendominasi perubahan menjadi penggunaan lahan
lain (Lampiran 1). Hutan sekunder mengalami pengurangan luas sebesar 88.580
ha, yaitu menjadi hutan tanaman 57.110 ha, lahan terbuka 5.160 ha, perkebunan
13.870 ha, pertanian 730 ha dan semak belukar 11.580 ha. Selain hutan sekunder,
lahan terbuka dan semak belukar juga banyak mengalami perubahan ke bentuk
penggunaan lahan lain.
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
Lu
as
(Ha
)
Penggunaan Lahan
Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2003
2000 (Ha)
2003 (Ha)
-
25
Lain halnya dengan hutan tanaman dan perkebunan. Kedua penggunaan
lahan tersebut tidak banyak mengalami perubahan menjadi penggunaan lahan lain,
namun banyak penggunaan lahan lain yang berubah menjadi hutan tanaman dan
perkebunan sehingga luasnya bertambah masing-masing 70.040 ha dan 16.100 ha.
Hal yang sama juga terjadi pada penggunaan lahan pertanian. Pemukiman pada
periode ini tidak banyak mengalami penambahan luas, hanya bertambah 70 ha
dari semak belukar. Perubahan luas masing-masing penggunaan lahan yang terjadi
digambarkan pada grafik berikut ini.
Gambar 14. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2006
5.2.3 Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2006-2009
Berdasarkan hasil tabulasi silang, transisi atau perubahan yang terjadi pada
periode ini sebanyak 23 transisi (Lampiran 1). Penggunaan lahan yang paling
banyak mengalami penurunan luas adalah hutan sekunder, hutan tanaman dan
semak belukar. Luasan hutan sekunder menurun karena berubah menjadi hutan
tanaman (63.770 ha), lahan terbuka (5.750 ha), pemukiman (20 ha), pertanian
(1.200 ha), semak belukar (13.910 ha) dan perubahan yang paling besar menjadi
perkebunan (82.800 ha). Hutan tanaman juga mengalami penurunan luas yang
cukup besar, yaitu menjadi perkebunan sebanyak 85.910 ha dan lahan terbuka
sebanyak 1.580 ha. Sementara semak belukar mengalami penurunan luas sebesar
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
Lu
as
(Ha
)
Penggunaan Lahan
Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2003-2006
2003 (Ha)
2006 (Ha)
-
26
22.510 ha, dimana perubahan terbesar adalah menjadi perkebunan sebanyak
10.680 ha.
Luasan perkebunan pada periode ini mengalami peningkatan sangat besar,
yaitu 161.650 ha. Hal yang sama terjadi pada pertanian. Penambahan luas
pertanian berasal dari hutan sekunder (1.200 ha), perkebunan (26.060 ha),
pertambangan (19.230 ha), dan semak belukar (4.880 ha) dengan total perubahan
51.380 ha. Pemukiman mengalami penambahan luas lebih besar dari dua periode
sebelumnya, yaitu 510 ha. Penambahan luas tersebut berasal dari hutan sekunder
(20 ha), perkebunan (100 ha), pertanian (80 ha) dan semak belukar (300 ha).
Grafik berikut ini menggambarkan masing-masing perubahan luas penggunaan
lahan yang terjadi pada periode 2006-2009.
Gambar 15. Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2006-2009
5.3 Model Perubahan Penggunaan Lahan dengan Metode Artificial
Neural Network
Pembuatan model perubahan penggunaan lahan pada penelitian ini
menggunakan aplikasi Land Change Modeler pada software Idrisi Andes 15. Peta
penggunaan lahan yang digunakan adalah peta penggunaan lahan tahun 2000 dan
2009. Berikut adalah hasil dari masing-masing tahap yang dilakukan:
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
450000
Lu
as
(Ha
)
Penggunaan Lahan
Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2006-2009
2006 (Ha)
2009 (Ha)
-
27
1. Tahap analisis perubahan (Change Analysis)
Pada tahap ini dihasilkan suatu grafik penambahan dan pengurangan luas
tiap penggunaan lahan (Gambar 16). Warna hijau menunjukkan penambahan dan
warna ungu menunjukkan pengurangan luas penggunaan lahan.
Gambar 16. Perubahan Luas Penggunaan Lahan Tahun 2000-2009
Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa perkebunan mengalami penambahan
luas yang sangat besar yaitu 214.896 ha dan mengalami penurunan sebesar 36.747
ha. Hutan primer dan hutan sekunder mengalami penurunan luas yang cukup
drastis masing-masing 210.605 ha dan 194.454 ha, namun penurunan luas hutan
sekunder tersebut tidak sebanding dengan penambahan luasnya yang hanya
sebesar 118.310 ha. Hutan tanaman mengalami penambahan luas sebesar 65.945
ha, sementara pemukiman luasnya hanya bertambah 591 ha. Pertambangan
mengalami pengurangan cukup besar yaitu 19.331 ha, sementara luasnya hanya
bertambah 52 ha.
2. Tahap penentuan kelas perubahan penggunaan lahan (Transition
Potentials)
Pada periode 2000 2009 terjadi 21 kelas perubahan yang disajikan pada
Gambar 17. Perubahan penggunaan lahan yang mendominasi pada periode 2000-
2009 adalah perubahan hutan sekunder menjadi perkebunan yang ditunjukkan
oleh poligon berwarna kuning. Perubahan tersebut sebagian besar terjadi di
Kecamatan Bukit Batu, Siak Kecil dan Mandau. Sementara itu, perubahan hutan
primer menjadi hutan sekunder juga mendominasi perubahan yang terjadi dan
-
28
ditunjukkan oleh poligon berwarna merah muda. Perubahan tersebut banyak
terjadi di Kecamatan Pinggir, Bukit Batu dan Siak Kecil. Hutan primer juga
mengalami perubahan yang cukup besar menjadi hutan tanaman, terutama terjadi
di Kecamatan Rupat.
Gambar 17. Kelas Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 2000-2009
3. Tahap penentuan input atau variabel pendorong dan pengujian nilai
Cramers V
Beberapa variabel pendorong perubahan suatu penggunaan lahan
diantaranya jarak ke jalan, jarak ke sungai, jarak ke pemukiman, kepadatan
penduduk, pendapatan penduduk, lereng, tanah dan iklim. Jarak ke jalan, sungai
dan pemukiman digunakan sebagai faktor perubahan dari segi budaya masyarakat,
artinya semakin dekat penggunaan lahan terhadap jalan, sungai dan pemukiman
maka semakin cepat perubahan penggunaan lahan yang terjadi. Kepadatan dan
pendapatan penduduk termasuk ke dalam faktor sosial ekonomi yang mendorong
perubahan, dimana faktor tersebut menggambarkan secara konkrit jumlah
permintaan lahan pemukiman. Lereng, tanah dan iklim juga mempengaruhi
berubahnya suatu penggunaan lahan. Dari beberapa variabel yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan, hanya 4 yang akan dimasukkan ke dalam model,
yaitu jarak ke jalan, jarak ke sungai, jarak ke pemukiman, dan kepadatan
penduduk (Gambar 18, 19, 20 dan 21). Lereng dan iklim tidak dimasukkan ke
dalam model karena kondisi lereng dan iklim di Kabupaten Bengkalis cenderung
-
29
seragam. Sementara itu, pendapatan asli daerah tidak digunakan dalam model
dikarenakan keterbatasan dalam memperoleh data.
Gambar 18. Jarak ke Jalan Gambar 19. Jarak ke Sungai
Gambar 20. Jarak ke Pemukiman Gambar 21. Kepadatan Penduduk
Keempat variabel diuji nilai Cramers V. Cramers V mengukur
keterkaitan antara satu variabel dengan masing-masing penggunaan lahan dengan
rentang nilai 0-1, dimana 0 menunjukkan tidak ada keterkaitan, sedangkan nilai 1
menunjukkan adanya keterkaitan erat antara variabel tersebut dengan penggunaan
lahan. Adanya keterkaitan tersebut menunjukkan pengaruh masing-masing
variabel untuk mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan. Nilai
Cramers V > 0,10 berarti variabel tersebut dapat digunakan dalam model. Nilai
Cramers V masing-masing variabel dapat dilihat pada Lampiran 2. Terlihat
bahwa keempat variabel tersebut memiliki nilai Cramers V lebih dari 0,1
sehingga variabel tersebut dapat dimasukkan ke dalam model.
-
30
Gambar 22. Pengujian Nilai Cramers V Variabel Jarak ke Pemukiman
4. Tahap menjalankan model
Sebelum menjalankan model, ANN akan menentukan dua kelas training
sites, yaitu kelas yang berubah secara aktual (kelas 1), dan kelas yang memiliki
syarat untuk berubah namun tidak pada kenyataannya (kelas 2). Masing-masing
piksel dari kedua kelas tersebut akan di-training dan testing dengan bobot yang
nilainya telah ditentukan secara acak (Lampiran 3 dan 4) dengan learning rate
dari 0,005 sampai 0,0001 (Gambar 23). Learning rate merupakan konstanta
positif yang menunjukkan tingkat dari pembelajaran jaringan yang mengontrol
seberapa besar perubahan bobot di setiap iterasi untuk mencapai nilai kesalahan
sekecil mungkin.
Gambar 23. Kelas Training Sites Hutan Primer Menjadi Hutan Tanaman
Ketika model dijalankan, piksel yang telah ditentukan secara acak tersebut
akan melalui tahap pembelajaran dan pengujian oleh jaringan sehingga model
dapat menentukan hasil keluaran berupa peluang perubahan pada lokasi mana saja
berdasarkan 4 variabel pendorong yang telah ditentukan. Grafik yang
menunjukkan perbandingan antara RMS dan iterasi akan muncul. Dapat dilihat
bahwa semakin meningkatnya iterasi atau ulangan, maka nilai kesalahan akan
semakin menurun. Model akan berhenti apabila telah mencapai kondisi yang telah
-
31
ditentukan, yaitu iterasi 5000, RMS 0,0001 dan accuracy rate 100% (Gambar 24).
Nilai iterasi 5000 merupakan nilai iterasi atau pengulangan terbaik yang
disarankan dari software untuk mendapatkan hasil pemodelan yang baik. Nilai
RMS (Root Mean Square) merupakan nilai error atau kesalahan yang diharapkan
sekecil mungkin yaitu mencapai 0,0001, sementara akurasi model sebesar 100%
menunjukkan ketepatan model tersebut dalam memprediksi peluang perubahan
penggunaan lahan yang terjadi. Walaupun keakuratan suatu model dengan kondisi
dunia nyata tidak ada yang tepat 100%, dalam penelitian ini nilai tersebut
diasumsikan sebagai nilai akurasi terbaik yang akan dihasilkan model.
Gambar 24. Grafik Perbandingan RMS dengan Iterasi dan Akurasi Model
Setelah kriteria model telah terpenuhi, maka tahap terakhir adalah
menampilkan peta peluang perubahan. Peta peluang tersebut memiliki rentang
nilai 0-1 dimana semakin mendekati 1 maka daerah tersebut berpeluang berubah
menjadi penggunaan lahan lain. Berikut ini disajikan peta peluang perubahan
hutan sekunder menjadi perkebunan, dimana daerah yang berwarna kuning
sampai kemerahan memiliki nilai peluang cukup besar untuk berubah menjadi
perkebunan.
-
32
Gambar 25. Peta Peluang Perubahan Hutan Sekunder Menjadi Perkebunan
Hasil pemodelan dari 21 kelas perubahan dapat dilihat secara rinci pada
Lampiran 6. Berdasarkan hasil pemodelan, peluang hutan primer untuk berubah
menjadi lahan terbuka dan perkebunan sangat kecil, yaitu kurang dari 0,11 untuk
berubah menjadi lahan terbuka dan kurang dari 0,20 untuk berubah menjadi
perkebunan. Hal ini disebabkan lokasi hutan primer tersebut sangat jauh dari
akses jalan sehingga kurang efisien bila dimanfaatkan untuk perkebunan. Selain
itu nilai Cramers V yang sangat rendah (bernilai = 0) pada variabel jarak ke jalan,
sungai, pemukiman dan kepadatan penduduk menunjukkan bahwa tidak ada
keterkaitan antara variabel tersebut dengan hutan primer untuk mendorong
terjadinya perubahan (Lampiran 2). Berikut adalah gambar dari hasil pemodelan
perubahan hutan primer dan lahan terbuka menjadi perkebunan.
(a)
-
33
(b)
Gambar 26. Hasil Pemodelan dan Peta Peluang Perubahan Hutan Primer Menjadi
Lahan Terbuka (a) dan Perkebunan (b)
Walaupun nilai akurasi model cukup besar (89,50% dan 88,50%), belum
tentu dapat menghasilkan nilai peluang perubahan yang cukup baik (antara 0,5
1). Fenomena ini kerap terjadi dalam pemodelan yang dinamakan over fitting.
Sementara itu, pemodelan menunjukkan hasil akurasi yang baik pada perubahan
hutan primer menjadi hutan sekunder, hutan tanaman dan semak belukar, yaitu
89,94%, 81,40% dan 95,29%.
Hasil pemodelan perubahan hutan sekunder menunjukkan akurasi model
yang cukup baik, terutama untuk perubahan menjadi hutan tanaman dan
perkebunan (97,62% dan 87,10%). Peluang perubahannya pun cukup besar, yaitu
di beberapa lokasi mencapai nilai 0,99 untuk hutan tanaman dan perkebunan.
Terlihat bahwa daerah yang berwara kuning sampai merah muda adalah daerah
yang memiliki peluang cukup besar untuk berubah. Perubahan tersebut sebagian
besar terjadi di kecamatan Pinggir, Siak Kecil dan Bukit Batu (Gambar 27).
(a) (b)
Gambar 27. Peta Peluang Perubahan Hutan Sekunder Menjadi Hutan Tanaman (a)
dan Perkebunan (b)
-
34
Hal ini berkesesuaian dengan kondisi aktual dimana perubahan terbesar
hutan sekunder adalah menjadi perkebunan dan hutan tanaman. Lokasinya yang
dekat dengan akses jalan dan sungai memungkinkan terjadinya perubahan menjadi
hutan tanaman dan perkebunan.
Sebagian besar arah atau pola perubahan di Kabupaten Bengkalis adalah
menjadi perkebunan. Hasil pemodelan untuk lahan terbuka, pertanian dan semak
belukar yang berubah menjadi perkebunan menunjukkan nilai akurasi dan nilai
peluang yang cukup baik. Akurasi untuk perubahan lahan terbuka menjadi
perkebunan adalah 80,60% dengan nilai peluang mencapai 0,99 pada lokasi
tertentu, sedangkan nilai akurasi untuk pertanian dan semak belukar menjadi
perkebunan berturut-turut 97,50% dan 87,00% dengan nilai peluang mencapai
0,98 dan 0,99 (Gambar 28). Hasil analisis keterkaitan menunjukkan bahwa
perkebunan memiliki keterkaitan yang erat dengan kepadatan penduduk dan jarak
ke pemukiman dengan nilai Cramers V 0,59 dan 0,28 (Lampiran 2). Terlihat
bahwa perkebunan sebagian besar berada di kecamatan Pinggir, Bukit Batu, Rupat
dan Siak Kecil dengan kepadatan penduduk kurang dari 40 jiwa per km2
dan
jaraknya yang tidak terlalu dekat dengan pemukiman penduduk.
(a) (b)
(c)
Gambar 28. Peta Peluang Perubahan Lahan Terbuka (a), Pertanian (b) dan Semak
Belukar (c) Menjadi Perkebunan
-
35
Peluang suatu penggunaan lahan untuk berubah menjadi penggunaan lahan
lain juga ditentukan oleh besarnya ketersediaan lahan. Dari kondisi aktual,
penggunaan lahan yang berubah menjadi perkebunan adalah hutan primer sebesar
25.007 ha, hutan sekunder 160.607 ha, lahan terbuka 16.438 ha, pertanian 8.451
ha dan semak belukar 4.392 ha. Apabila semua penggunaan lahan tersebut sudah
tidak tersedia lagi, maka luasan perkebunan tidak akan bertambah pada tahun-
tahun berikutnya akibat dari ketersediaan lahan yang dapat dikonversi telah habis.
Besarnya luasan ketersediaan suatu lahan akan meningkatkan peluang terjadinya
perubahan penggunaan lahan, begitu pula sebaliknya. Dalam penelitian ini,
variabel ketersediaan lahan tidak dimasukkan ke dalam model karena pada hasil
akhirnya tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda pada akurasi model dan nilai
peluang yang dihasilkan.
5.4 Proyeksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018
Metode yang digunakan untuk melakukan proyeksi adalah Markov Chain.
Pada penelitian ini dilakukan dua skenario, yaitu skenario Bisnis As Usual atau
perubahan mengikuti trend historis yang telah terjadi, dan skenario tidak ada
konversi hutan menjadi perkebunan. Matriks transisi untuk skenario BAU adalah
sebagai berikut.
Gambar 29. Matriks Peluang Perubahan Penggunaan Lahan
(Skenario BAU)
Nilai-nilai yang terdapat pada matriks tersebut adalah nilai peluang
perubahan yang memiliki rentang nilai 0-1. Pada komponen on-diagonal (kotak
merah) nilai yang mendekati 1 berarti penggunaan lahan tersebut memiliki
peluang yang besar untuk tidak berubah ke penggunaan lahan lainnya. Terlihat
-
36
bahwa peluang tubuh air pada komponen on-diagonal adalah 1 yang berarti tubuh
air cenderung tetap luasnya pada tahun 2018. Hutan tanaman dan pemukiman juga
memiliki nilai peluang yang cukup tinggi (0,92 dan 0,99), hal ini menunjukkan
peluang hutan tanaman dan pemukiman untuk berubah menjadi penggunaan lahan
cukup kecil. Sementara itu, nilai peluang hutan primer dan sekunder sangat kecil
dan mendekati 0. Dengan kata lain peluang hutan primer dan sekunder untuk
berubah menjadi penggunaan lahan lainnya cukup besar.
Nilai-nilai pada komponen off-diagonal (selain kotak merah) menunjukkan
peluang suatu penggunaan lahan untuk berubah menjadi penggunaan lahan lain.
Semakin mendekati 1, semakin besar peluangnya untuk berubah menjadi
penggunaan lahan lain. Hutan primer diprediksi akan mengalami perubahan
menjadi hutan sekunder, hutan tanaman, lahan terbuka, perkebunan, pertanian dan
semak belukar. Peluang perubahan hutan primer paling besar adalah menjadi
hutan sekunder, yaitu 0,55. Hutan sekunder juga akan mengalami perubahan
menjadi penggunaan lahan lain yaitu hutan tanaman, lahan terbuka, pemukiman,
perkebunan, pertanian dan semak belukar dimana peluang terbesar adalah menjadi
perkebunan (0,70). Lain halnya pada pemukiman, peluang pemukiman untuk
berubah menjadi penggunaan lahan lain sangat kecil bahkan mendekati 0,
misalnya pemukiman menjadi semak belukar adalah 0,0034.
Proyeksi penggunaan lahan kedepan menggunakan skenario BAU
memproyeksi bahwa pada tahun 2018 hampir 58% dari wilayah Kabupaten
Bengkalis adalah perkebunan (Gambar 30). Pertanian mengalami peningkatan
yang cukup merata di seluruh bagian kabupaten. Hutan tanaman cenderung tidak
berubah, hal ini disebabkan peluang hutan tanaman berubah menjadi penggunaan
lahan lainnya kecil seperti terlihat pada matriks transisi (Gambar 29). Sementara
itu, luas hutan primer dan sekunder semakin berkurang menjadi 29.998 ha atau
hanya menempati 3,60% dari total luas wilayah.
-
37
Gambar 30. Peta Proyeksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018
(Skenario BAU)
Menurut UU No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, luas kawasan hutan
yang harus dipertahankan minimal 30% dari luas daerah aliran sungai dan atau
pulau dengan sebaran yang proporsional. Berkurangnya luas hutan primer dan
sekunder dapat mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati, ekosistem
hutan dan plasma nutfah (Soerjani et al., 2007). Selain itu juga akan
mengakibatkan hilangnya sejumlah sumber air, sehingga memicu terjadinya
kekeringan. Untuk menghindari pengaruh negatif perubahan penggunaan lahan ke
depan perlu dilakukan intervensi kebijakan yang mempertahankan hutan dalam
RTRW Provinsi atau Kabupaten. UU No. 27 tahun 2006 tentang penataan ruang
menyebutkan pula bahwa kawasan hutan perlu dipertahankan paling sedikit 30%
dari luas daerah sungai, baik kawasan hutan yang diperuntukkan untuk kawasan
lindung maupun kawasan budidaya, dalam rangka mewujudkan pelestarian
lingkungan. Dalam UU tersebut juga dikatakan penetapan proporsi luas kawasan
hutan terhadap daerah aliran sungai dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan
tata air agar terhindar dari gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi,
sedimentasi dan kekurangan air. Selain itu, distribusi luas kawasan hutan pun
harus disesuaikan dengan kondisi morfologi jenis batuan serta bentuk pengairan
sungai dan anak sungai.
Dalam penelitian ini dilakukan skenario ke-2 dengan tetap
mempertahankan hutan primer dan sekunder. Berikut adalah matriks transisi dan
peta proyeksi dari skenario ke-2.
-
38
Gambar 31. Matriks Peluang Perubahan Penggunaan Lahan
(Tidak ada konversi hutan primer dan sekunder)
Gambar 32. Peta Proyeksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018
(Tidak ada konversi hutan primer dan sekunder)
Pada skenario ke-2 ini, perkebunan memiliki luas 378.467 ha atau
menempati 45% dari total luas wilayah dengan luas hutan primer dan sekunder
berturut-turut 205 ha (0,02%) dan 137.164 ha (16%). Kondisi ini diharapkan dapat
menjadi bahan pertimbangan bagi pihak pemerintah Kabupaten Bengkalis agar
arah pembangunan tidak hanya mengutamakan aspek ekonomi semata, namun
aspek lingkungan dan aspek berkelanjutan juga perlu dipertimbangkan. Dengan
mempertahankan hutan primer dan hutan sekunder 9 tahun yang akan datang,
maka ekosistem alami Kabupaten Bengkalis dapat terus terjaga kelestariannya dan
kemampuan hutan untuk menjalankan fungsi ekologisnya dapat terus
berkelanjutan. Secara rinci, luas masing-masing penggunaan lahan hasil proyeksi
skenario 1 dan 2 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
-
39
Tabel 6. Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2018
Penggunaan Lahan 2018 (Skenario BAU) 2018 (Skenario tidak ada konversi hutan primer dan sekunder)
(Ha) (%) (Ha) (%)
Hutan Primer 74 0,01 205 0,02
Hutan Sekunder 29.924 3,55 137.164 16,29
Hutan Tanaman 67.860 8,06 67.860 8,06
Lahan Terbuka 23.482 2,79 23.482 2,79
Pemukiman 7.121 0,85 7.121 0,85
Perkebunan 485.838 57,70 378.467 44,95
Pertambangan 1.653 0,20 1.653 0,20
Pertanian 151.910 18,04 151.910 18,04
Semak Belukar 71.322 8,47 71.322 8,47
Tubuh Air 2.750 0,33 2.750 0,33
Total 841.934 100 841.934 100
5.5 Validasi Model
Validasi model dilakukan untuk melihat seberapa besar daerah perkebunan
match atau saling tumpang tindih antara perkebunan hasil pemodelan ANN
dengan perkebunan kondisi aktual. Berdasarkan hasil pemodelan, terdapat 4 kelas
perubahan penggunaan lahan yang memiliki peluang cukup tinggi untuk berubah
menjadi perkebunan (antara 0,5 1), yaitu perubahan dari hutan sekunder, lahan
terbuka, pertanian dan semak belukar menjadi perkebunan. Masing-masing dari
kelas tersebut direklasifikasi agar nilai peluang yang muncul hanya antara 0,5 1
(Gambar 33).
(a) (b)
-
40
overlay
(c) (d)
Gambar 33. Peta Hasil Reklasifikasi Hutan Sekunder (a), Lahan Terbuka (b),
Pertanian (c) dan Semak Belukar (d) menjadi Perkebunan
Selanjutnya keempat kelas tersebut di-overlay sehingga menghasilkan suatu peta
peluang perubahan perkebunan hasil dari pemodelan ANN (Gambar 34). Peta
peluang tersebut di-overlay dengan peta perkebunan tahun 2009 hasil interpretasi
(Gambar 35) untuk melihat ada atau tidaknya daerah yang saling tumpang tindih.
Gambar 34. Peta Peluang Perkebunan Gambar 35. Peta Perkebunan
Hasil Pemodelan ANN Tahun 2009
Gambar 36. Peta Hasil Overlay Peluang Perkebunan Hasil Pemodelan ANN
dengan Peta Perkebunan Tahun 2009
Pada Gambar 36 terlihat bahwa tidak ada daerah yang match atau saling
tumpang tindih antara peta peluang perkebunan dengan peta perkebunan tahun
2009. Hal ini menunjukkan bahwa peta peluang yang dihasilkan oleh metode
ANN merupakan peta peluang perubahan ke depan, sesuai dengan piksel yang di-
training dan testing pada tahap awal. Sebagai contoh perubahan dari hutan
sekunder menjadi perkebunan, berarti piksel yang di-training dan testing adalah
-
41
piksel hutan sekunder yang berubah secara aktual menjadi perkebunan dan piksel
hutan sekunder pada tahun 2009. Hal yang sama juga berlaku pada kelas
perubahan penggunaan lahan lainnya. Oleh karena itu, dilakukan overlay antara
peta peluang perkebunan hasil pemodelan ANN dengan peta proyeksi tahun 2018
skenario BAU untuk melihat ada tidaknya daerah yang saling tumpang tindih.
Berikut adalah peta yang dihasilkan.
Gambar 37. Peta Hasil Overlay antara Peta Peluang Perkebunan Hasil Pemodelan
ANN dan Peta Perkebunan Tahun 2018
Poligon berwarna putih menunjukkan daerah yang match atau saling tumpang
tindih antara peta peluang perkebunan hasil pemodelan ANN dengan peta
proyeksi perkebunan tahun 2018 skenario BAU. Luasan daerah yang saling
tumpang tindih hanya sekitar 19%. Nilai tersebut cukup kecil walaupun peluang
hasil pemodelan ANN cukup tinggi (mencapai 0,99).
-
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada periode 2000-2003, 2003-
2006 dan 2006-2009 didominasi oleh berkurangnya luasan hutan primer
dan hutan sekunder, dan bertambahnya luasan perkebunan dan hutan
tanaman.
2. Pemodelan perubahan penggunaan lahan menggunakan metode ANN pada
dua titik tahun (2000 dan 2009) dengan variabel pendorong jarak ke jalan,
sungai, pemukiman dan kepadatan penduduk menunjukkan hasil akurasi
model yang cukup baik (85%). Peluang hutan primer, hutan sekunder dan
semak belukar untuk berubah menjadi perkebunan cukup tinggi (0,99).
3. Proyeksi penggunaan lahan dengan skenario BAU menunjukkan bahwa
perkebunan akan mendominasi hampir 58% penggunaan lahan di
Kabupaten Bengkalis pada tahun 2018, sedangkan pada skenario tidak ada
konversi hutan primer dan sekunder luas perkebunan pada tahun 2018
mencapai 45% dengan luas hutan masih 16%.
6.2 Saran
Pemodelan perubahan penggunaan lahan dengan metode ANN dapat
dilakukan pada dua titik tahun yang rentangnya lebih panjang. Penggunaan
variabel pendorong perubahan perlu ditambah, seperti pendapatan asli daerah,
jarak terhadap lahan pertanian, untuk melihat pengaruhnya terhadap akurasi
model dan nilai peluang yang dihasilkan.
-
VII. DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press
Ashish, D. 2002. Land-use Classification of Aerial Images Using Artificial Neural
Networks. USA: University of Georgia
Atkinson, P. and A. Tatnall. 1997. Neural Network in Remote Sensing.
International Journal of Remote Sensing. Vol. 18(4), p. 699-709
Basyar, A. H. 1999. Evaluasi Penerapan Kebijakan Konservasi Hutan untuk
Perkebunan Kelapa Sawit. http://www.bappenas.go.id/node/48/2333/eva
luasi-penerapan-kebijakan-konversi-hutan-untuk-perkebunan-besar-kelapa
-sawit-oleh-a-hakim-basyar-/ [diakses 15 September 2011]
Batty, M and P. A. Longley. 1994. Urban Modelling in Computer Graphic and
Geographic Information System Environments. Environment and
PlANNing. Vol. 19, p. 663-688
Berger, T., H. Coucleis, M. S. Manson and C. D. Parker. 2001. Introduction and
conceptual overview. Report and review of International Workshop.
October 4-7. California USA.
Bockstael, N. et al. 1995. Ecological Economic Modelling and Valuation of
Ecosystems. Ecological Economics. Vol. 14, p. 143-159
Handoko, I. 2005. Quantitative Modelling of Systems Dynamics for Natural
Resource Management. Bogor: SEAMEO BIOTROP
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Junaedi, A. 2008. Konsistensi dan Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang dan
Implikasinya Terhadap Pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Sumedang. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Kazaz and Charles. 2001. Contaminated Lands. Presentation of Bill 72
Establishing New Rules for the Protection and Rehabilitation of
Coantaminated Lands. http://www.fasken.com/WEB/FMDWEBSITE.NS
F/0/7A37D65E2B09BA185256B360077D436/$File/ENVIROBULLETIN
_FLASH_ANG.PDF?OpenElement [diakses 7 November 2011]
King, A. W., A. R. Johnson, R. V. ONeill and D. L. De Angelis. 1989. Using Ecosystem Models to Predict Regional CO2 Exchange Between The
Atmosphere and The Terrestrial Biosphere. Global Biogeochemical Cycles.
Vol. 3, p: 337-361
-
44
Lambin, E. F., M. Rounsevell and H. Geist. 2000. Are Current Agricultural Land
Use Models Able to Predict Changes in Land Use Intensity?. Agriculture,
Ecosystems and Environment. Vol. 1653, p: 1-11
Lillesand, T. M., dan R. W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra. Yogyakarta: Gajah Mada University
Mansur, E. 2001. Pengendalian Konversi Sawah Beririgasi. http://pu.go.id/Sekjen
/Puskabijak/warta/e\web_001/kajian_3_ed1.htm [diakses 21 September
2011]
Muin, S. F. 2009. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Limpasan
Permukaan (Surface Run Off) dan Kebutuhan Air DAS Cimanuk. Skripsi.
Departemen Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Pertanian dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Muiz, A. 2009. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Sukabumi.
Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Muller, M. R. and J. Middleton. 1994. A Markov Model of Land-use Change
Dynamics in the Niagara Region, Ontario, Canada. Landscape Ecology.
Vol. 9(2), p: 161-167
Munibah, K. 2008. Model Penggunaan Lahan Berkelanjutan di DAS Cidanau,
Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Disertasi. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pijanowski, B. C., D. G. Brown, B. A. Shellito and G. A. Manik. 2002. Using
Neural Network and GIS to Forecast Land Use Changes: A Land
Transformation Model. Computers, Environment and Urban Systems. Vol.
26, p: 553-575
Wu, Q. et al. 2006. Monitoring and Predicting Land Use Change in Beijing Using
Remote Sensing. Landscape and Urban PlANNing. Vol. 78, p: 322-333
Rumelhart, D., G. Hinton and R. Williams. 1986. Learning Internal
Representations by Error Propagation. Parallel Distributed Processing:
Explorations in the Microstructures of Cognition. Vol. 1, p: 318-362
Rustiadi, E., S. Saefulhakim, dan D. R. Panuju. 2007. Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Skapura, D. 1996. Building Neural Networks. New York: ACM Press
Sitorus, S. R. P. 2004. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan.
Laboratorium Pengembangan Wilayah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Bogor
-
45
Tayyebi, A., M. R. Delavar, S. Saeedi, J. Amini and H. Alinia.2008. Monitoring
Land Use Change by Multi-temporal Landsat Remote Sensing Imagery.
The International Archives of Photogrammetry, Remote Sensing and
Spatial Information Sciences. Vol. 37, p: 1037-1042
Theobald, D. M. and N.T. Hobbs. 1998. Forecasting Rural Land Use Change: A
Comparison of Regression and Spatial Transition-based Models.
Geographical and Environmental Modelling. Vol. 2(1), p: 65-82
Vandeveer, L. R. and H. E. Drummond. 1976. Differential Land Use Change as
The Result of The Construction of The Keystone Reservoir. Oklahoma
Agricultural Experiment Station. Vol. 56, p: 153-158
Veldkamp, A. and E. F. Lambin. 2001. Editorial: Predicting Land Use Change.
Agriculture, Ecosystems and Environment. Vol. 85, p: 1-6
Veldkamp, A. and L. O Fresco. 1995. CLUE-CR : An Integrated Multi-scale
Model to Simulate Land Use Change Scenarios in Costa Rica. Ecological
Modelling. Vol. 91, p: 231-248
Wijaya, C. I. 2011. Land Use Change Modelling In Siak District , Riau Province,
Indonesia Using Multinomial Logistic Regression. Tesis. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Winoto, J. et al. 1996. Laporan Akhir Penelitian Alih Guna Tanah Pertanian.
Bogor: Lembaga Penelitian IPB bekerjasama dengan Proyek
Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Pertanahan BPN
-
LAMPIRAN
-
47
Lampiran 1. Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2000-2003 (Ha)
Penggunaan Lahan 2003 Total 2000
2000 HP HS HT LT PM PK PT PTA SB TA
Hutan Primer (HP) 1.717 210.290 0 199 0 0 0 0 0 0 212.206
Hutan Sekunder (HS) 0 198.310 13.841 10.867 0 216 0 130 5.487 0 228.851
Hutan Tanaman (HT) 0 0 40 0 0 0 0 0 0 0 40
Lahan Terbuka (LT) 0 0 4.733 21.024 0 0 52 183 992 0 26.984
Pemukiman (PM) 0 0 0 0 6.530 0 0 0 0 0 6.530
Perkebunan (PK) 0 0 0 249 0 225.375 0 0 0 0 225.624
Pertambangan (PT) 0 0 0 0 0 0 25.790 0 0 0 25.790
Pertanian (PTA) 0 0 0 0 0 0 0 43.101 0 0 43.101
Semak Belukar (SB) 0 0 266 0 0 423 0 331 69.038 0 70.058
Tubuh Air (TA) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.750 2.750
Total 2003 1.717 408.600 18.880 32.339 6.530 226.014 25.842 43.745 75.517 2.750 841.934
Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2003-2006 (Ha)
Penggunaan Lahan 2006 Total 2003
2003 HP HS HT LT PM PK PT PTA SB TA
Hutan Primer (HP) 1.654 63 0 0 0 0 0 0 0 0 1.717
Hutan Sekunder (HS) 0 320.114 57.117 5.169 0 13.874 0 738 11.588 0 408.600
Hutan Tanaman (HT) 0 0 18.880 0 0 0 0 0 0 0 18.880
Lahan Terbuka (LT) 0 0 12.932 12.594 0 1.205 0 2.789 2.819 0 32.339
Pemukiman (PM) 0 0 0 0 6.530 0 0 0 0 0 6.530
Perkebunan (PK) 0 0 0 0 0 226.014 0 0 0 0 226.014
Pertambangan (PT) 0 0 0 0 0 0 25.842 0 0 0 25.842
Pertanian (PTA) 0 0 0 0 0 0 0 43.745 0 0 43.745
Semak Belukar (SB) 0 0 0 0 75 1.022 0 799 68.136 0 75.517
Tubuh Air (TA) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2.750 2.750
Total 2006 1.654 320.177 88.929 17.763 6.605 242.115 25.842 48.071 82.543 2.750 841.934
-
48
Matriks Transisi Penggunaan Lahan Kabupaten Bengkalis Tahun 2006-2009 (Ha)
Penggunaan Lahan 2009 Total 2006
2006 HP HS HT LT PM PK PT PTA S