beka abortus insipien tugas
Post on 12-Dec-2015
10 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas Tutorial Skenario B tahun 2014 ini
tepat waktu.
Penyusun mengharapkan, semoga laporan tutorial tentang Syndrome Down ini
bermanfaat sehingga membantu menambah pengetahuan, pengalaman, dan inspirasi bagi
para pembaca.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
penyusun lakukan.
Palembang, 10 April 2014
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................2
A. PENDAHULUAN..............................................................................................................................3
B. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................5
1. Definisi............................................................................................................................................5
2. Etiologi............................................................................................................................................5
3. Patogenesis...................................................................................................................................10
4. Gambaran Klinis............................................................................................................................11
5. Diagnosis.......................................................................................................................................12
6. Penatalaksanaan..........................................................................................................................14
7. Prognosis......................................................................................................................................14
C. KESIMPULAN................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16
2
A. PENDAHULUAN
Menurut penelitian, insidens abortus di Indonesia masih cukup tinggi dibanding dengan
negara-negara maju di dunia, yakni mencapai 2,3 juta abortus per tahun dengan 1 juta
diantaranya adalah abortus spontan, 0,6 juta disebabkan oleh kegagalan program KB, dan 0,7
juta karena tidak pakai alat kontrasepsi KB.
Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi 2 juta kasus abortus di Indonesia yang
artinya terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup perempuan usia 15 - 49 tahun dan
sebuah penelitian yang dilakukan di 10 kota besar dan 6 kabupaten di Indonesia menemukan
bahwa insiden abortus lebih tinggi diperkotaan dibandingkan dipedesaan atas pelbagai faktor.
Memandangkan insidennya yang banyak dan tingkat morbiditas dan mortilitas maternal yang
tinggi disebabkannya, maka aborsi menjadi satu isu yang sangat perlu diperhatikan dalam
mencari keberjayaan Program Making pregnancy safer seperti yang dicanangkan oleh
pemerintah Republik Indonesia.
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya dan dapat
hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan menurut
gambaran klinis. Menurut terjadinya dibedakan atas abortus spontan yaitu abortus yang
terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja dan tanpa menggunakan apa-apa tindakan
sedangkan abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-
obatan maupun dengan alat-alat.
Abortus provokatus dibagikan lagi menjadi abortus medisinalis atau abortus therapeutica dan
abortus kriminalis. Pada abortus medisinalis, abortus yang terjadi adalah karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis). Abortus kriminalis adalah abortus yang terjadi oleh karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis dan biasanya
dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional.
3
Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada:
a. Abortus imminens yaitu abortus tingkat permulaan (threatened abortion) dimana terjadi
perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik dalam
kandungan.
b. Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam dimana
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri.
c. Abortus inkomplit (incomplete abortion) yaitu jika hanya sebagian hasil konsepsi yang
dikeluarkan, yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
d. Abortus komplit (complete abortion) artinya seluruh hasil konsepsi telah keluar (desidua
atau fetus), sehingga rongga rahim kosong.
e. Missed abortion adalah abortus dimana fetus atau embrio telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau lebih.
f. Abortus habitualis (recurrent abortion) adalah keadaan terjadinya abortus tiga kali
berturut-turut atau lebih.
g. Abortus infeksius (infectious abortion) adalah abortus yang disertai infeksi genital.
h. Abortus septik (septic abortion) adalah abortus yang disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritonium.
4
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam dimana
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri.
2. Etiologi
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya abortus yaitu :
a. Faktor genetik
Ada banyak sebab genetik yang berhubungan dengan abortus. Sebagian besar abortus
spontan disebabkan oleh kelainan kariotip dari embrio.Data ini berdasarkan pada 50%
kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik yang berupa
aneuploidi yang bisa disebabkan oleh kejadian nondisjuction meiosis atau poliploidi
dari fertilas abnormal dan separuh dari abortus kerana kelainan sitogenetik pada
trimester pertama berupa trisomi autosom.
Triplodi ditemukan pada 16% kejadian abortus di mana terjadi fertilisasi ovum
normal oleh 2 sperma (dispermi).3 Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya
usia. Trisomi (30% dari seluruh trisomi) adalah penyebab terbanyak abortus spontan
diikuti dengan sindroma Turner (20-25%) dan Sindroma Down atau trisomi 21 yang
sepertiganya bisa bertahan sehingga lahir. Selain kelainan sitogenetik, kelainan lain
seperti fertilisasi abnormal iaitu dalam bentuk tetraploidi dan triploid dapat
dihubungkan dengan abortus absolut.
Kelainan dari struktur kromosom juga adalah salah satu penyebab kelainan
sitogenetik yang berakibat aborsi dan kelainan ini sering diturunkan oleh ibu
memandangkan kelainan struktur kromoson pada pria berdampak pada rendahnya
konsentrasi sperma, infertelitas dan faktor lainnya yang bisa mengurangi peluang
kehamilan.
Selain itu, gen yang abnormal akibat mutasi gen bisa mengganggu proses impantasi
dan mengakibatkan abortus seperti mytotic dystrophy yg berakibat pada kombinasi
5
gen yang abnormal dan gangguan fungsi uterus. Gangguan genetik seperti Sindroma
Marfan, Sindroma Ehlers-Danlos, hemosistenuri dan pseusoxantoma elasticum
merupakan gangguan jaringan ikat yang bisa berakibat abortus. Kelainan hematologik
seperti pada penderita sickle cell anemia, disfibronogemi, defisiensi faktor XIII
mengakibatkan abortus dengan mengakibatkan mikroinfak pada plasenta.
b. Faktor anatomi
Defek anatomi deketahui dapat menjadi penyebab komplikasi obstetrik terutamanya
abortus. Pada perempuan dengan riwayat abortus, ditemukan anomali uterus pada
27% pasien. Penyebab terbanyak abortus kerana kelainan anatomik uterus adalah
septum uterus akibat daripada kelainan duktus Mulleri (40-80%), dan uterus bicornis
atau uterus unicornis (10-30%).3 Mioma uteri juga bisa mengakibatkan abortus
berulang dan infertilitas akibat dari gangguan passage dan kontraktilitas uterus.
Sindroma Asherman bisa mengakibatkan abortus dengan mengganggu tempat
impalntasi serta pasokan darah pada permukaan endometrium. Kelainan kogenital
arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium dapat juga berpengaruh.
Selain itu, kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterun (synechia), leimioma,
dan endometriosis mengakibatkan komplikasi anomali pada uterus dan dapat
mengakibatkan abortus.
Selain kelainan yang disebut di atas, serviks inkompeten juga telah terbukti dapat
meyebabkan abotus terutama pada kasus abortus spontan.1 Pada kelainan ini, dilatasi
serviks yang “silent” dapat terjadi antara minggu gestasi 16-28 minggu.1 Wanita
dengan serviks inkompeten selalu memiliki dilatasi serviks yang signifikan yaitu 2cm
atau lebih dengan memperlihatkan gejala yang minimal.1 Apabila dilatasi mencapai 4
cm atau lebih, maka kontraksi uterus yang aktif dan pecahnya membran amnion akan
terjadi dan mengakibatkan ekspulsi konsepsi dalam rahim.1 faktor-faktor yang
mengakibatkan serviks inkompeten adalah kehamilan berulang, operasi serviks
sebelumnya, riwayat cedera serviks, pajanan pada dietilstilbestrol, dan abnormalitas
anatomi pada serviks.
Sebelum kehamilan atau pada kehamilan trimester pertama, tidak ada metoda yang
bisa digunakan untuk mengetahui bila serviks akan inkompeten namun, setelah 14-16
6
minggu, USG baru dapat digunakan untuk menilai anatomi segmen uterus bahagian
bawah dan serviks untuk melihat pendataran dan pemendekan abnormal serviks yang
sesuai dengan inkompeten serviks.
c. Faktor endokrin
Ovulasi, impantasi dan kehamilan dini sangat bergantung pada koordinasi sistem
pengaturan hormonal martenal yang baik. Perhatian langsung pada sistem humoral
secara keseluruhan, fase luteal, dan gambaran hormon setelah konsepsi terutamanya
kadar progesteron sangat penting dalam mengantisipasi abortus.
Pada diabetes mellitus, perempuan dengan kadar HbA1c yang tinggi pada trimester
yang pertama akan berisiko untuk mengalami abortus dan malformasi janin. IDDM
dengan kontrol yang tidak adekuat berisiko 2-3 kali lipat untuk abortus.
Kadar progesteron yang rendah juga mempengaruhi resptivitas endometrium terhadap
impantasi embrio. Kadar progenteron yang rendah diketahui dapat mengakibatkan
abortus terutamanya pada kehamilan 7 minggu di mana trofoblast harus menghasilkan
cukup steroid untuk menunjang kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7
minggu akan berakibat abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini,
maka kehamilan dapat diselamatkan.
Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus berulang, didapatkan 17%
kejadian defek luteal iaitu kurangnya progesteron pada fase luteal. Namum pada saat
ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya untuk mendiagnosa kelainan ini.
Faktor humoral terhadap imunitas desidua juga berperan pada kelangsungan
kehamilan. Perubahan endometrium menjadi desidua mengubah semua sel pada
mukosa uterus.3 Perubahan morfologi dan fungsional ini mendukung proses
implantasi, proses migrasi trofoblas, dan mencegah invasi yang berlebihan pada
jaringan ibu.3 Di sini interaksi antara trofoblas ekstravillus dan infiltrasi leukosit pada
mukosa uterus berperan penting di mana sebahagian besar leukosit adalah large
granular cell, dan makrofag dengan sedikit sel T dan sel B. Sel NK dijumpai dalam
jumlah yang banyak terutama pada endometrium yang terpapar progesteron. Perannya
adalah pada trimester 1 adalah akan terjadi peningkatan sel NK untuk membunuh sel
target dengan sedikit atau tiada ekspresi HLA. Trofoblast ekstravillous tidak bisa
7
dihancurkan oleh sel NK kerana sifatnya yang cepat menghasilkan HLA1 sehingga
terjadinya invasi optimal untuk plasentasi yang optimal oleh trofoblas extravillous.
Maka, gangguan pada sistem ini akan berpengaruh pada kelangsungan kehamilan.
Selain itu, hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, dan sindrom polikistik ovarium dapat
merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral
yang penting pada kelangsungan kehamilan.
d. Faktor infeksi
Ada pelbagai teori untuk menjelaskan keterkaitan infeksi dengan kejadian abortus.
Antaranya adalah adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang
berdampak langsung pada janin dan unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa
berakibat kematian janin dan cacat berat sehingga janin sulit untuk bertahan hidup.
Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian
janin. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah yang bisa
mengganggu proses impantasi. Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif
juga bisa mengakibatkan abortus. Infeki virus pada kehamilan awal dapat
mengakibatkan perubahan genetik dan anatonik embrio misalnya pada infeksi rubela,
parvovirus, CMV, HSV, koksakie virus, dan varisella zoster.
Di sini adalah beberapa jenis organisme yang bisa berdampak pada kejadian abortus
- Bakteria: listeria monositogenes, klamidia trakomatis, ureaplasma urealitikum,
mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.
- Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.
- Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.
- Spirokaeta: treponema pallidum.
e. Faktor imunologi
Beberapa penyakit berhubungan erat dengan kejadian abortus. Antaranya adalah SLE
dan Antiphospholipid Antibodies (aPA). ApA adalah antibodi spesifik yang
ditemukan pada ibu yang menderita SLE.3 Peluang terjadinya pengakhiran kehamilan
pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah 75%. Menurut penelitian, sebahagian besar
8
abortus berhubungan dengan adanya aPA yang merupakan antibodi yang akan
berikatan dengan sisi negatif dari phosfolipid.3 Selain SLE, antiphosfolipid syndrome
(APS) dapat ditemukan pada preemklamsia, IUGR, dan prematuritas. Dari
international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi APS adalah:
- Trombosis vaskular (satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler
yang dibuktikan dengan gambaran Doppler, dan histopatologi).
- Komplikasi kehamilan (3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tnpa
kelainan anatomik, genetik atau hurmonal/ satu atau lebih kematian janin di mana
gambaran sonografi normal/ satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran
janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta
yang berat).
- Kriteria laboratorium (IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi
pada 2 kali atau lebih dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6
minggu).
- Antobodi fosfolipid (pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT,
kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet
normal dan adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid).
aPA ditemukan 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih dari
33% pada perempuan yang mengalami SLE. Pada kejadian abotus berulang,
ditemukan infark plasenta yang luas akibat adanya atherosis dan oklusi vaskular.
f. Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang yang
diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental, dan
infeksi. Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang disebabkan
karena trauma.
9
g. Faktor nutrisi dan lingkungan
Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah akibat dari paparan obat, bahan kimia
atau radiasi yang umumnya akan berakhir dengan abortus. faktor-faktor yang terbukti
berhubungan dengan peningkatan insiden abortus adalah merokok, alkohol dan
kafein.
Merokok telah dipastikn dapat meningkatkan risiko abortus euploid. Pada wanita
yang merokok lebih dari 14 batang ber hari, risiko abortus adalah 2 kali lipat dari
risiko pada wanita yang tidak merokok. Rokok mengandung ratusan unsur toksik
antara lain nikotin yang mempunyai sifat vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi
uteroplasenta. Karbon monoksida juga menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan
dapat mamacu neurotoksin. Meminum alkohol pada 8 minggu pertama kehamilan
dapat meningkatkan risiko abortus spontan dan anomali fetus. Kadar abortus
meningkat 2 kali lipat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol 2 kali seminggu dan
3 kali lipat pada konsumsi tiap-tiap hari dibandingkan dengan wanita yang tidak
minum.
Pengambilan kafine sekurangnya 5 gelas kopi perhari atau 500mg caffiene satu hari
dapat sedikit menambah risiko abortus dan pada mereka yang meminum lebih dari
ini, risikonya meningkat secara linier dengan tiap jumlah tambahan gelas kopi. Pada
penelitian lain, wanita hamil yang mempunyai level paraxantine (metabolit kafine),
risiko abortus spontan adalah 2 kali lipat daripada kontrol.
h. Faktor kontrasepsi berencana
Kontrasepsi oral atau agen spermicidal yang digunakan pada salep dan jeli
kontrasepsi tidak berhubungan dengan risiko abortus. Namun, jika pada kontrasepsi
yang menggunakan IUD, intrauterine device gagal untuk mencegah kehamilan, risiko
aborsi khususnya aborsi septik akan meningkat dengan signifikan.
10
3. Patogenesis
Abortus dimulai dari perdarahan ke dalam decidua basalis yang diikuti dengan nekrosis
jaringan disekitar perdarahan. Jika terjadi lebih awal, maka ovum akan tertinggal dan
mengakibatkan kontraksi uterin yang akan berakir dengan ekpulsi karena dianggap
sebagai benda asing oleh tubuh. Apabila kandung gestasi dibuka, biasanya ditemukan
fetus maserasi yang kecil atau tidak adanya fetus sama sekali dan hal ini disebut blighted
ovum.
Pada abortus yang terjadi lama, beberapa kemungkinan boleh terjadi. Jika fetus yang
tertinggal mengalami maserasi, yang mana tulang kranial kolaps, abdomen dipenuhi
dengan cairan yang mengandung darah, dan degenarasi organ internal. Kulit akan
tertanggal di dalam uterus atau dengan sentuhan yang sangat minimal. Bisa juga apabila
cairan amniotik diserap, fetus akan dikompress dan mengalami desikasi, yang akan
membentuk fetus compressus. Kadang-kadang, fetus boleh juga menjadi sangat kering
dan dikompres sehingga menyerupai kertas yang disebut fetus papyraceous.
Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili
korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14
minggu, vili korialis telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi
akan tertinggal. Perdarahan yang banyak terjadi kerana hilangnya kontraksi yang
dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium.
4. Gambaran Klinis
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak namun
bahaya perforasi lebih besar pada kerokan sehingga proses abortus harus dipercepat.
Perdarahan kurang dari 20 minggu karena dilatasi serviks uteri meningkat dan hasil
konsepsi masih dalam uterus.
Perdarahan dari jalan lahir sedang-banyak
Konsepsi dalam uterus
11
Perdarahan berat hanya butuh waktu kurang dari 5 menit untuk basahi pembalut.
Serviks terbuka
Ukuran uterus sesuai usia kehamilan
Gejala dan tanda : kram atau nyeri pada perut bagian bawah.
5. Diagnosis
Diagnosis abortus insipient ditegakkan berdasarkan :
a. Anamnesis
Gejala-gejala utama pada abortus insipien adalah nyeri/kram di perut bagian bawah
terutamanya di bagian suprapubik yang bisa menjalar ke punggung, bokong dan
perineum, perdarahan pervaginam sedang sampai banyak, dan demam yang tidak
tinggi. Selain itu, ditanyakan adanya amenore pada masa reproduksi kurang 20
minggu dari HPHT. Bentuk jaringan yang keluar juga ditanya apakah berupa
jaringan yang lengkap seperti janin atau tidak atau seperti anggur.
Riwayat penyakit sekarang seperti IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
yang tidak terkontrol, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, trauma, merokok,
mengambil alkohol dan riwayat infeksi traktus genitalis harus diperhatikan.
b. Pemeriksaan Fisis
Bercak darah diperhatikan banyak, sedang atau sedikit. Palpasi abdomen dapat
memberikan idea keberadaan hasil konsepsi dalam abdomen dengan pemeriksaan
bimanual. Yang dinilai adalah uterus membesar sesuai usia gestasi, dan
konsistensinya. Pada pemeriksaan pelvis, dengan menggunakan spekulum keadaan
serviks dapat dinilai terbuka atau tertutup, ditemukan atau tidak sisa hasil konsepsi
di dalam uterus yang dapat menonjol keluar, atau didapatkan di liang vagina.
12
Pemeriksaan fisik pada kehamilan muda dapat dilihat dari table di bawah ini:
Perdarahan Serviks Uterus Gejala dan tanda DiagnosisBercak sedikit hingga sedang
Tertutup Sesuai dengan usia gestasi
Kram perut bawah, uterus lunak
Abortus immines
Tertutup/terbuka Lebih kecil dari usia gestasi
Sedikit/tanpa nyeri perut bawah,riwayat ekspulsi hasil konsepsi
Abortus komplit
Sedang sehingga massif
Terbuka Sesuai dengan usia kehamilan
Kram atau nyeri perut bawah, belum terjadi ekspulsi hasil konsepsi
Abortus insipien
Kram atau nyeri perut bawah, ekspulsi sebahagian hasil konsepsi
Abortus incomplit
Terbuka Lunak dan lebih besar dari usia gestasi
Mual/muntah, kram perut bawah, sindroma mirip PEB, tidak ada janin, keluar jaringan seperti anggur
Abortus mola
c. Pemeriksaan Penunjang
13
Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu
bekuan, waktu perdarahan, trombosit, dan GDS. Pada pemeriksaan USG ditemukan
kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi dalam uterus.
6. Penatalaksanaan
Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan dengan aspirasi
vakum manual (AVM). Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka, segera lakukan:
Ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang setelah 15 menit jika perlu), atau Misopristol
400 mcg per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
Kemudian persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan
segera.
Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu:
Tunggu ekpulsi spontan hasil konsepsi, lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
Jika perlu, infus 20 UI oxytoxin dalam RL atau garam fisiologik 500 ml IV dengan
kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.
Padang infuse D5% = Oksitosis 10 IU
7. Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya.
Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang rekuren mempunyai
prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak
diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80%. Sekitar 77% angka
kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung janin pada kehamilan 5 sampai 6
minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi spontan yang tidak jelas.
14
C. KESIMPULAN
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin berkembang sepenuhnya dan
dapat hidup di luar kandungan dan sebagai ukuran digunakan kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Menurut gambaran klinis abortus dapat dibedakan kepada, abortus imminens, abortus
insipiens, abortus komplit, abortus inkomplit, missed abortion, abortus habitualis, abortus
infeksius, abortus septic.
Abortus insipiens (inevitable abortion) yaitu abortus yang sedang mengancam dimana
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri.
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan sebelumnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. F. G Cunningham, KJ. Leveno, SL. Bloom. Abortion in William Obstetrics, 22nd edition. Mc-Graw Hill, 2005
2. McPhee S, Obsterics and obstretrics disoders,Current medical diagnosis and treatment, 2009 edition, Mc Graw Hill, 2008
3. Sarwono prawiroharhdjo.Perdarahan pada kehamilan muda dalam Ilmu Kandungan, edisi 2008
4. Saifuddin A. Perdarahan pada kehamilan muda dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,2006 Hal M9-M17
16
top related