antiepileptikum
DESCRIPTION
antiepileptikumTRANSCRIPT
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini, mahasiswa diharapkan :
1. Mengerti dan memahami manifestasi stimulasi sistem saraf pusat secara berlebihan pada
makhluk hidup.
2. Memperoleh gambaran bagaimana manifestasi stimulasi berlebihan itu dapat diatasi.
3. Sanggup mendiagnosa sebab kematian hewan coba.
II. DASAR TEORI
Obat yang bekerja pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek obat yang sangat
luas.Obat tersebut mungkin merangsang atau menghambat aktifitas susunan saraf pusat
secara spesifik atau secara umum. Alcohol adalah penghambat susunan saraf pusat tetapi
dapat memperlihatkan efek perangsangan, sebaliknya perangsangan susunan saraf pusat dosis
besar selalu disertai depresi pasca perangsangan.
Obat yang efek utamanya terhadap susunan saraf pusat yaitu stimulant susunan saraf pusat
dan antiepileptikum.
1. Stimulant Susunan Saraf Pusat
Beberapa obat memperlihatkan efek perangsangan susunan saraf pusat yang nyata dalam
dosis toksik, sedangkan obat lain memperlihatkan efek perangsangan SSP sebagai efek
samping. Dalam hal ini adalah obat Aminophylline yang digunakan. Aminophylline adalah
garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini bersifat basa dan sangat
merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering mengakibatkan gangguan lambung
(mual, muntah), juga pada penggunaan dalam suppositoria dan injeksi intra-muskular (nyeri).
Pada serangan asma sendiri digunakan dengan injeksi intra-vena. Namun pada dosis yang
terlalu tinggi obat aminophylline ini dapat mengakibatkan konvulsi (kejang).
2. Antiepileptikum
Epilepsy atau sawan/penyakit ayan adalah suatu gangguan saraf yang timbul secara tiba-
tiba dan berkala, biasanya dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak
dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak.
Kejang telah diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar yaitu :
a) Parsial (atau fokal)
Gejala tiap jenis kejang tergantung pada tempat terjadinya lapisan saraf dan luasnya
penyebaran aktifitas listrik kesaraf-saraf lainnya dalam otak. Kejang parsial bisa berkembang
menjadi kejang tonik-klonikumum.
Parsial sederhana: Kejang-kejang ini disebabkan oleh suatu kelompok saraf hiperaktif
yang menunjukkan aktifitas listrik yang abnormal dan terbatas pada suatu lokus tunggal
di otak. Kelainan listrik tersebut tidak menyebar. Penderita tidak kehilangan
kesadarannya dan sering menunjukkan aktifitas abnormal dari sebuah anggota badan saja
atau kelompok otot tertentu saja yang dikontrol bagian oleh bagian otak yang mengalami
gangguan tersebut. Pernderita tersebut bisa juga menunjukkan kelainan sensoris.
Serangan-serangan parsial sederhana ini bisa terjadi pada semua usia.
Parsial yang kompleks: Kejang ini menunjukkan halusinasi yang kompleks, gangguan
mental dan kehilangan kesadaran. Gangguan fungsi motoris bisa melibatkan gerakan-
gerakan menguyah, diare, urinasi. Kebanyakan (80%) dari penderita dengan epilepsy
parsial kompleks mengalami permulaan serangan sebelum usia 20 tahun.
b) Umum (generalisata)
Kejang ini mulai local, tetapi menyebar dengan cepat, menghasilkan lepasan listrik abnormal
di seluruh kedua hemisferotak. Serangan umum bisa berupa kejang atau non kejang.
Penderita tersebut biasanya kehilangan kesadaran dengan segera.
Tonik-klonik (grand mal): ini adalah bentuk epilepsy yang paling sering ditemukan dan
paling dramatis. Serangan menyebabkan hilangnya kesadaran. Diikuti oleh kejang tonik
kemudian oleh fase kejang klonik. Serangan tersebut diikuti oleh suatu periode
kebingungan dan kelelahan.
Absence (petit mal): serangan-serangan ini berupa kehilangan kesadaran yang pendek
tiba-tiba dan sembuh sendiri. Awitan ini terjadi pada penderita-penderita berusia 3-5
tahun dan bertahan sampai pubertas. Penderita tersebut memandang dan menunjukkan
mata berkedip-kedip cepat yang bertahan selama 3-5 detik.
Mioklonik: serangan ini terdiri atas episode-episode kontraksi otot yang singkat yang
bisa berulang-ulang untuk beberapa menit. Serangan mioklonik jarang, terjadi pada
semua usia dan sering merupakan suatu hasil kerusakan saraf permanen yang didapatkan
skibathipoksia, uremia, ensefalitis atau keracunan obat.
Kejang demam: anak-anak muda (umur 3 bulan sampai 5 tahun) sering mendapatkan
serangan kejang yang disertai demam tinggi. Kejang demam tersebut terdiri atas kejang
umum tonik-klonik yang berlangsung singkat. Walaupun kejang demam bisa menakutkan
bagi yang melihatnya, penyakit ini ringan dan tidak menyebabkan kematian, kerusakan
neurologic, atau gangguan belajar, dan jarang sekali memerlukan obat-obatan.
Status Epilapticus: serangan-serangan yang berulang secara cepat.
Anti epileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan epilepsy berkat khasiat
antikonvulsinya, yakni meredakan konvulsi (kejang klonus hebat). Semua obat antikonvuls
imemiliki masa paruh panjang, dieliminasi dengan lambat dan berakumulasi dalam tubuh
pada penggunaan kronis.
Mekanisme kerjanya
GABA (gamma-aminobutiric acid). Di otak terdapat dua kelompok neurotransmitter,
yakni zat-zat seperti noradrenalin dan serotonin yang memperlancar transmisi rangsangan
listrik di sinaps sel-sel saraf. Selain itu juga terdapat zat-zat yang menghambat
neurotransmisi, antara lain GABA danglisin. GABA memiliki efek dopamine (= PIF,
prolactin inhibiting factor) lemah, yang berdaya menghambat produksi prolactin oleh
hipofisis. GABA terdapat praktis di seluruh otak dalam dua bentuk, GABA-A dan GABA-B
yang daya kerjanya berhubungan erat dengan reseptor benzodiazepine. Ternyata pula bahwa
terdapat hubungan langsung antara serangan kejang dan GABA. Zat-zat yang memicu
timbulnya konvulsi diketahui bersifat mengurangi aktivitas GABA. Di lain pihak zat-zat
yang memperkuat system penghambatan yang diatur oleh GABA berdaya antikonvulsi,
antara lain benzodiazepine (diazepam, klonazepam). Ini merupakan salah satu mekanisme
kerja dari obat-obat epilepsy.
Diazepam merupakan obat pilihan golongan pertama untuk obat antikonvulsi. Di
samping khasiat ansiolitik, relaksasi otot dan hipnotiknya, senyawa benzodiazepine ini
berdaya antikonvulsi. Berdasarkan khasiat ini diazepam digunakan pada epilepsy dan dalam
bentuk injeksi i.v. terhadap status epilepticus. Pada penggunaan oral dan dalam klisma,
resorpsinya baik dan cepat tetapi dalam bentuk suppositoria lambat dan tidak sempurna. K.I.
97-99%, diikat pada protein plasma.
Di dalam hati diazepam dibiotransformasi menjadi antara lain N-desmetilidiazepam yang
juga aktif dengan plasma t1/2 panjang, antara 42-120 jam. Plasma t1/2 diazepam sendiri
berkisar antara 20-54 jam. Toleransi dapat terjadi terhadap efek antikonvulsinya, sama
seperti terhadap efek hipnotiknya.
Efeksampingnya: Lazim bagi kelompok benzodiazepine, yakni mengantuk, termenung-menung,
pusing dan kelemahan otot.
Dosis: 2-4 dd 2-10 mg dan i.v. 5-10 mg dengan perlahan-lahan (1-2 menit), bila perlu diulang
setelah 30 menit. Pada anak-anak 2-5 mg.
III. BAHAN DAN ALAT
1. Mencit 2 ekor
2. Obat Aminofilin dan Diazepam
3. Timbangan hewan
4. Alat suntik
5. Stopwatch
IV. PROSEDUR KERJA
1. Timbang masing-masing mencit, beri nomor, dan catat.
2. Mencit I disuntikkan diazepam
3. Catat tingkah laku mencit
4. Tepat pada 45 menit kemudian mencit I dan II disuntikkan Aminofilin
5. Cata tingkah laku, dan perhatikan kejang yang ditimbulkan oleh Aminofilin dan yang
ditahan oleh diazepam
V. DATA PENGAMATAN
Berat mencit 1 : 26.5 gr = 0,0265 kgBerat mencit 2 : 26.3 gr = 0,0263 kgDosis diazepam : 20 mgDosis aminophylin : 250 mg, 300 mg, dan 350 mgKonsentrasi diazepam : 5 mg/mLKonsentrasi aminophylin : 24 mg/mL
Menghitung nilai VAO
VAO=BB (kg ) x Dosis Obat
KonsentrasiDiazepam
Mencit 1 VAO=0,0265 x 205
=0.106 mL
Aminophylin
Mencit 1 VAO=0,0265 x 35024
=0.331 mL
Mencit 2 VAO=0,0263 x 35024
=0,0.32 mL
Tabel Hasil Pengamatan
Kel.ke-
Mencit Ke-
BB (kg)
Dosis Diazepam (VAO) mL
Dosis Aminophylin (VAO) mL
Waktu Respon
(menit ke-)Keterangan
1
1 0.0265 0.106 0.33118
Hari ke-3TremorMati
2 0.0263 - 0.32
1,473,4122
TremorPernafasan cepatPunuk berdiri, Pernafasan semakin meningkat, detak jantung meningkat
21 0.0245 0.098 0.306
24Hari ke-2
TremorMati
2 0.023 - 0.2875 3578
9,1621
Tremor tangan, pernapasan cepatTremor tangan, kaki, dan ekorDiare, parsial complexTremor seluruh tubuhKejangKejang
2232
KedipMeninggal
3
1 0,0335 0,134 0,488151617
Tidak ada tanda-tanda apa punNafas cepatTubuh tremor
2 0,0297 - 0,433
0,562
4,25
68
9,4811,4011,5912,3014,2014,4014,4515,1115,33
TremorFrekuensi nafas cepatTremor kaki depan dan belakang, jalan lambat tertatih-tatihDiamOtot kaku, jalan pincangMata sipitKaki sudah benar-benar kakuDua kaki belakang kejangMata melebarFrekuensi nafas meningkatKejang klonikDiamKejang tonik, mulut berbusaMati
4
1 0,0319 0,127 0,465 Hari ke-2 Mati
2 0,0303 - 0,441
8,582545
48,45
Nafas cepatJalan tertatih-tatihKejangMati
5
1 0,0335 0,134 0,349
6,4116,19
4552556585
>24 jam
Mulai tenangKeadaan sedativeDisuntikan aminophyllinMasih tenangMasih tenangMasih tenangMulai berjalan (belum kejang)Mencit Mati
2 0,0245 - 0,3573
1348
101719202346
Tremor ringan pada kakiPernafasan cepatLemas, tremor sedangKaki belakang kejang, kaki depan tremorSemua kaki kejangTubuh mulai kejangTubuh mulai kejangMata menyipitEkor berdiri menegangMati
6
1 0,0291 0.12 0.301525
Memberikan respon gerakLemas
2 0.0313 - 0.33
2,25
4.3610,1522,37
30,09
Kejang klonik (kejang pada kaki belakang)Keempat kakinya kejangDiareLemas dan nafas mulai tidak teraturLemas, Nafas tidak teratur, pupil mengecil.
Keterangan :Mencit yang telah diberi diazepam, pengamatan dilakukan setelah 45menit diberi diazepam.
VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum stimulasi system saraf pusat dan antiepileptika, kami melakukan
percobaan menggunakan obat diazepam dan aminophylin. Dimana obat diazepam termasuk
golongan obat-bat yang mempengaruhi sistem saraf pusat yang merupakan turunan
benzodiazepine. Diazepam ini juga bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi
hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat
dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus
dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat
korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin dengana afinitasnya pada
tempat ikatan. Dengan adanya interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya
akan meningkat, dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA,
saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke
dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan
sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang akan berkurang. Pemberian diazepam
merupakan relaksan otot yang bekerja sentral khususnya refleks polisinaptik disumsum tulang
belakang dan mengurangi aktivitas neuron sistem retikular dimesenfalon, dan juga dapat
digunakan untuk mengatasi kejang yang diakibatkan oleh obat aminophylin yang digunakan
pada praktikum ini.
Aminophylin bersifat menstimulasi sistem saraf pusat, sampai batas-batas tertentu sifat ini
dapat diterapakan untuk mengatasi depresi sisitem saraf pusat yang berlebihan pada penyakit
kardiovaskuler, asma, bronkopneumonia, bronkitis, udem, antianginapektoris. Injeksi
aminophylin meningkatkan kardiakoutput sekitar 35 % dalam waktu 15 menit dan peningkatan
filtrasi glomerolus. Pemberian aminophylin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kejang baik
kejang parsial maupun kejang tonik klonik yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Perlakuan pada mencit pertama untuk setiap kelompok, diberikan diazepan dengan dosis
20mg/kgbb. Setelah 45 menit di berikan aminophylin dengan berbagai dosis : kelompok 1 dan 2
300mg ; kelompok 3 dan 4 350mg ; kelompok 5 350; dan kelompok 6 250mg. Sedangkan utuk
mencit kedua langsung diberi aminophylin : kelompok 1 dan 2 300mg ; kelompok 3 dan 4
350mg ; kelompok 5 250mg; dan kelompok 6 250mg.
Berdasarkan hasil pengamatan mencit yang memberikan respon kematin lebih cepat
adalah mencit kelompok 3 yang diberikan dosis 350 mg/kgbb aminopilin tanpa diazepam. Secara
keseluruhan pada dosis 350 mg tanpa diberi diazepam menimbulkan kematian dalam range 15,33
menit - 48,45 menit. Jarak kejang tonik samapi klonik rata-rata sekitar 30 detik. Untuk kejang
klonik sampai kematian sekitar 20 detik Sedangkan yang diberi diazepam pada dosis ini adalah 1
hari. Kematian dapat terjadi karena diawali kejang parsial yang lama kelamaan terjadi kejang
tonik klonik (grand mal) yang meliputi keseluruhan otot rangka termasuk otot pernapasan yang
berlangsung lama sehingga kematian dapat terjadi akibat tidak bisa bernapas.
Untuk dosis aminophil 300mg/kgbb yang diberikan terhadap mencit kelompok 2
mengalami kejang pada menit ke 9 dan meninggal pada 32 menit. Sedangkan pada kelompok 2
pada menit ke 22 samapi selesai praktikum hanya memberikan efek meningkatnya pernafasan,
detak jantung, dan punuk mencit berdiri. Ini mungkin disebabkan karena obat yang masuk
melalui IP tidak seluruhnya masuk.
Pada mencit yang diberikan dosis 250mg/ kgbb dan diazepam, tidak memngalami kejang
namun yang tidak diberikan diazepam mengalami kejang pada menit ke 4 tanpa menimbulkan
kematian.
Dari sini kita dapat melihat bahwa dosis aminophilin dapat menimbulkan kejang hingga
kematian jika di beri dalam jumlah besar yaitu di atas 300mg/kg bb. Obat diazepam yang
diberikan mampu mengurangi efek kejang tersebut walaupun mencit tersebut mati namun dalam
waktu yang relatif lama di bandingkan yang tidak diberika diazepam terlebih dahulu.
VII. KESIMPULAN
1. Semua mencit yang diberikan dosis aminopilin 350 mg/kgbb tanpa diberi diazepam
terlebih dahulu mengalami kematian dalam kisaran 15,33 sampai 48,45 menit.
2. Pada mencit kelompok 3 yang diberikan dois aminopilin 350 mg/kgbb tanpa diberi
diazepam terlebih dahulu mangalami kematian yang paling cepat yaitu pada menit ke
15,33.
3. Untuk mencit yang diberikan dosis aminopilin 250 mg/kgbb dan diazepam tidak
mengalami kejang sama sekali, sedangkan untuk mencit yang diberikan dosis sama tanpa
diazepam hanya mengalami sedikit kejang dan tidak menimbulkan kematian.
4. Semakin besar jumlah dosis aminopilin yang diberikan maka semakin cepat juga mencit
tersebut mengalami kejang dan menimbulkan kematian.
5. Obat diazepam dipakai untuk mengurangi efek kejang pada mencit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. Farmakologi dan Terapi.
Jakarta: Gaya Baru.
2. Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo.