bimgi

Upload: edwin-hartono

Post on 04-Jun-2018

260 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/13/2019 bimgi

    1/53

  • 8/13/2019 bimgi

    2/53

  • 8/13/2019 bimgi

    3/53

    SUSUNANKEPENGURUSAN

    Pelindung:

    Prof. Dr. dr Kusharisupeni Djokosujono, M.Sc

    Pimpinan redaksi

    Aidah Auliyah, S.Gz

    Sekretaris Umum

    Friska Arthalina T

    Dewan redaksi

    Tony Arjuna, S.Gz

    Adila Prabasiwi, SKM

    Saskia Piscesa, S.Gz

    Mutia Imro A ,S.Gz

    Mutia Anggun Sayekti

    Rujito

    Lini Anisfatus Sholihah

    Fadilla Ajani

    Tata letak dan ilustrasi jurnal

    Fitya Shafira Apriyan Pratama

    Keuangan

    Mega Dwi Kartika

    Promosi

    Ratu Tatya Rachman

    Adila Fahmida Saptari

    Novia Akmaliyah

    Rudianto

    Desy Prima Lestari

    Mief Qurani

    Baiq Fitria

    Rio Aditya

    BIMGI | Volume 1 Nomor 2| Juni 2013 [i]

  • 8/13/2019 bimgi

    4/53

    SALAMREDAKSI

    Salam hangat untuk mahasiswa gizi seluruh Indonesia!

    Perkenalkan, saat ini telah hadir jurnal elektronik yang merupakan kumpulan

    artikel ilmiah dari mahasiswa gizi di seluruh Indonesia. Jurnal elektronik yang bernama

    Berkala Ilmiah Mahasiswa Gizi (BIMGI) ini juga merupakan bagian dari Berkala Ilmiah

    Mahasiswa Kesehatan (BIMKES) yang merupakan pusat pangkalan jurnal elektronik

    dari tujuh organisasi mahasiswa (ormawa) kesehatan di Indonesia. Berdasarkan surat

    edaran Dikti No. 152/E/T/2012 yang menyatakan bahwa jumlah publikasi karya ilmiah

    dari Perguruan Tinggi di Indonesia masih terhitung sedikit maka Dikti berharap bahwa

    setiap mahasiswa harus mempublikasikan artikel ilmiahnya sebagai syarat kelulusan.

    Menindaklanjuti surat edaran Dikti dan dengan maksud turut mensukseskan programtersebut, maka kami tim penyusun BIMGI menyediakan wadah untuk membangun

    budaya mempublikasikan tulisan ilmiah para mahasiswa gizi Indonesia.

    Menulis dan menyajikan jurnal ilmiah yang baik dan mampu dipahami oleh

    pembaca memang bukanlah hal yang mudah. Diperlukan serangkaian proses yang

    membutuhkan kerja sama yang solid antara penulis, tim redaksi dan mitra bestari.

    Oleh karena itu, selaku penyusun , kami mengucapkan terima kasih kepada para

    penulis yang telah mengirimkan jurnalnya serta kepada mitra bestari yang dengan

    senang hati memberikan saran perbaikan bagi penulisan jurnal ilmiah yang baik.

    Semoga dengan adanya BIMGI dapat memicu lahirnya budaya baru dalammempublikasikan setiap artikel ilmiah agar lebih memberi manfaat bagi dunia ilmu

    pengetahuan gizi. Kami berharap BIMGI dapat menjadi salah satu referensi dan

    pemicu munculnya ide-ide kreatif nan cemerlang untuk penelitian-penelitian

    selanjutnya.

    Salam Semangat, Salam Intelektualitas Muda

    Pimpinan Redaksi,

    Aidah Auliyah, S.Gz

    [ii] BIMGI | Volume 1 Nomor 2| Juni 2013

  • 8/13/2019 bimgi

    5/53

    DAFTAR ISI

    1. Pengaruh Suplementasi Micronutrient Sprinkle terhadap Nilai Z score BB/U, TB/U, dan

    BB/TB pada Anak Stunting usia 12-36 Bulan

    Nadia Hapsari Oktarina, Martha Irene Kartasur....1

    2. Gambaran Kejadian Kegemukan dan Obesitas serta Perbedaan Pola Konsumsi Sumber

    Karbohidrat pada Usia Dewasa (>18 Tahun) di Desa Tepus, Yogyakarta dan Kelurahan

    Cinangka, Jawa Barat Tahun 2012

    Rifqah Indri Amalia..... 12

    3. Gambaran Asupan Zat Gizi, Status Gizi, dan Tingkat Kebugaran Atlet Olahraga Bermain

    di Pusat Pendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar (PPLP) Dinas Pemuda dan Olahraga

    Provinsi Sulawesi Selatan

    Mustamir Kamaruddin ....... 20

    4. Fortifikasi Zat Besi pada Permen Belimbing Wuluh dengan Metode Mikroenkapsul asi

    sebagai Salah Satu Upaya Mengurangi Prevalensi Anemia Gizi Besi pada Anak-Anak

    Sakinah Ulfiyanti... 29

    5. Manfaat Isoflavon dalam Produk Kedelai : Menanggulangi Diabetes serta MencegahObesitas dan Osteoporos is

    Andi Imam Arundhana... . 36

    6. Suplementasi Vitamin A Dosis Tinggi di Indonesia

    Anindhita Syahbi Syagata, Silvi Lailatul Mahfida.41

    7. Model Posyandu Swasembada sebagai Upaya Menyelamatkan Anak-Anak Korban

    Bencana Gunung Merapi Dari Loss Generation

    Sandy Ardiansyah, Waryana.................................................................. 48

    BIMGI | Volume 1 Nomor 2| Juni 2013 [iii]

  • 8/13/2019 bimgi

    6/53

    PENGARUH SUPLEMENTASI MICRONUTRIENT SPRINKLE

    TERHADAP NILAI Z SCORE TB/U, BB/U, DAN BB/TB PADA

    ANAK STUNTING USIA 12-36 BULAN

    Nadia Hapsari Oktarina1, Martha Irene Kartasurya2

    1Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro

    2 Departemen Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro

    ABSTRAK

    Asupan mikronutrien yang kurang merupakan salah satu penyebabmasalah gizi di Indonesia, sehingga suplementasi mikronutrien dapat digunakanuntuk meningkatkan status gizi balita.Di negara berkembang,suplementasi

    micronutrientsprinkle telah dilakukan untuk program suplementasi. Penelitian inibertujuan untuk menganalisis pengaruh pemberian micronutrient sprinkle terhadapstatus antropometri indeks BB/U, TB/U dan BB/TB pada anak stunting usia 12-36bulan. Desain penelitian adalah eksperimental denganpre dan post test dengancontrol group. Populasi penelitian adalah anak usia 12-36 bulan di KelurahanRowosari, Tembalang, Semarang. Lima puluh subjek dari posyandu dibagi menjadikelompok perlakuan dan kontrol secara acak.Kelompok perlakuan berupapemberian 30 bungkusmicronutrient sprinkleselama 60 hari. Kedua kelompokdiberi penyuluhan gizi, 2 minggu sekali. Asupan zat gizi diperoleh melalui 3x24 jamrecall. Pengukuran BB dan TB dilakukan pada sebelum, 1 bulan dan 2 bulansetelah perlakuan. Analisis data menggunakanAnova dan independent t-test.

    Rerata BB kelompok perlakuan meningkat dari 9,3 1,3 kg menjadi 9,8 1,2 kg setelah 2 bulan sementara di kelompok kontrol berubah dari 9,3 1,5 kgmenjadi 9,4 1,4 kg. Rerata TB kelompok perlakuan dari 76,2 6,2 cm menjadi

    79,3 5,5 cm, sedangkan kelompok kontrol dari 76,5 5,9 cm menjadi 78,4 5,8cm. Rerata peningkatan TB kelompok perlakuan lebih tinggi dari kelompokkontrol.Skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan meningkat dari -3,1 0,7menjadi -2,5 0,6 dan dari -3,0 0,8 menjadi -2,9 0,9 untuk kelompok kontrol.Rerata peningkatan skor z indeks TB/U pada kelompok perlakuan lebih tinggidaripada kelompok kontrol.

    Kata kunci : micronutrient sprinkle, anak stunting usia 12-36 bulan

    ABSTRACT

    Micronutrient inadequacy is one of child nutritional problems in Indonesia,thereforemicronutrient supplementation can be used to improve child nutritionalstatus. In developing countries, micronutrient sprinkle has been used forsupplementation program. This study aimed to analyze the effect of micronutrientsprinkle supplementation on WAZ, HAZ and WHZ scores of stunting children aged12-36 months. Experimental design with pre post test andcontrol group was usedin this study. Thestudy population was children aged 12-36 months in Rowosarivillage, Tembalang, Semarang. Fifty subjects from posyandu were dividedrandomly into treatment and control groups. The treatment group received 30sachets of micronutrient sprinkle for 60 days. Both groups received nutritioneducation every 2 weeks. Nutrient intake was measured by 3x24 hour recall.Weight and height were measured at baseline, one and two months afterintervention started. Data were analyzed by Anova andindependent t-tests.

  • 8/13/2019 bimgi

    7/53

    The mean body weight of the treatment group increased from 9.3 1.3 kg to9.8 1.2 kg after 2 months, while in the control group change from 9.3 1.5 kg to9.4 1.4 kg. The mean height ofthe treatment group increased from 76.2 6.2 cmto 79.3 5.5 cm, while in the control group increased from 76.5 5.9 cm to 78.4 5.8 cm. The mean increase in height in treatment group were higher than thecontrol group. HAZ scoresin the treatment group increased from -3.1 0.7 to -2.5 0.6, while in the control group increased from -3.0 0.8 to -2.9 0.9. The mean

    HAZ score increase in the treatment group were higher than the control group.

    Keywords : micronutrient sp rinkle, stunting children aged 12-36 months

    PENDAHULUAN

    Stunting merupakan kondisi kronisyang menggambarkan grafik pertumbuhanyang terhambat terjadi selama periodesebelum dan sesudah kehamilan karenakekurangan zat gizi dalam jangkapanjang.

    1Sekitar 43% anak-anak di seluruh

    dunia menderita stunting. Prevalensi stuntingdi Indonesia berdasarkan Nutrition and HeathSurveillance Survey (NSS) tahun 2001 yaitu46,6%.

    2Jawa Tengah (2010) memiliki

    prevalensi balita pendek 17% dan prevalensiuntuk balita sangat pendek 16,9%.

    3Kota

    Semarang (2011) memiliki prevalensi anakpendek 13,57% dan anak sangat pendek7,09% sedangkan prevalensi anak stunting dikecamatan Tembalang untuk anak pendek20,08% dan sangat pendek 20,08%.

    Faktor penyebab stunting terdiri darifaktor langsung dan tidak langsung. Faktorlangsung disebabkan karena defisiensimakronutrien serta mikronutrien dan penyakit

    infeksi yang sering terjadi pada balita, sepertiISPA dan diare. Faktor tidak langsung sepertipendidikan, demografis, ketersediaan pangandan pelayanan kesehatan.

    4Kekurangan

    asupan zat gizi individu merupakan salah satupenyebab masalah zat gizi dan menyebabkanterjadinya gangguan pertumbuhan pada anak.Defisiensi zat gizi makro memberi dampakterhadap penurunan status gizi dalam kurunwaktu yang singkat tetapi defisiensi zat gizimikro (vitamin dan mineral) memberi dampakterhadap penurunan status gizi dalam kurunwaktu yang lebih lama.

    5,6

    Studi efikasi menunjukkan bahwa

    micronutrient sprinkle mampu menurunkananemia secara bermakna.

    7,8Penelitian di

    Skotlandia menunjukkan bahwasuplementasi micronutrient sprinkle selama 3minggu meningkatkan indeks skor zindeksTB/U sebesar 1 SD pada anak usia 6-59bulan dan mencapai tumbuh kejarsepenuhnya sekitar 2 bulan.

    9Penelitian di

    Pangkep menunjukkan bahwa pemberianmicronutrient sprinkle dengan dosis satu kali

    sehari selama 4 bulan meningkatkan statusgizi 6 balita (20,7%) dari 29 balita gizikurang.

    10

    Kecamatan Tembalang merupakandaerah terpilih untuk penelitian micronutrientsprinklekarena tingginya prevalensi anakstunting di wilayah tersebut. Subjek penelitianadalah balita berusia 12-36 bulan karenaprevalensi stunting paling banyak pada usiabalita dan pada usia 12 bulan sudah bisadiberi makanan pendamping ASI (MP ASI).

    METODE

    Desain penelitian yang digunakanadalah true experimentdengan rancangan predan post test with control group. Penelitiandilakukan pada bulan Juli-Agustus 2012 diKelurahan Rowosari, Kecamatan TembalangSemarang.

    Anak usia 12-36 bulan yangmenderita stunting di posyandu KelurahanRowosari diikutsertakan dalam penelitian ini.

    Selanjutnya, 50 subjek dibagi menjadikelompok perlakuan dan kontrol secara acak,di akhir penelitian hanya terdapat 20 subjekkelompok perlakuan dan 21 subjek kelompokkontrol, tetapi jumlah tersebut telah memenuhisampel minimal penelitian. Terdapat 8 subjekdrop out dalam penelitian dikarenakan tidakmengikuti prosedur penelitian dan 1 subjekdrop out karena subjek pindah tempat tinggal.

    Variabel bebas dalam penelitian iniyaitu pemberian taburia. Taburiamengandung 16 vitamin dan mineral (vit A417 mcg, vit B1 0,5 mg, vit B2 0,5 mg, vit B30,5 mg, vit B6 5 mg, vit B12 1 mcg, vit D3 5

    mcg, vit E 6 mg, vit K 20 mcg, vit C 30 mg,asam folat 150 mcg, asam pantotenat 3 mg,yodium 50 mcg, zat besi 10 mg, seng 6 mgdan selenium 20 mcg). Dosis pemberiannyayaitu 2 hari sekali selama 2 bulan (dihitungmanggunakan form daya terima). Variabelterikat adalah status antropometri berupa skorz indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. TB subjekdiukur menggunakan microtoisedenganketelitian 0,1 cm sedangkan BB diukurmenggunakan tumbangan digital dengan

  • 8/13/2019 bimgi

    8/53

    ketelitian 0,1 kg. Variabel perancu adalahasupan makan balita(dihitung menggunakanform food recall). Food recall 3x24 jamdilakukan sebelum, pada saat dan setelahperlakuan. Data penyakit diare dan ISPAdiperoleh melalui wawancaramenggunakanformulir morbiditas, dihitung

    berdasarkan persentase jumlah hari sakitdibandingkan jumlah hari selama pengamatan(60hari). Kelompok perlakuan dan kontroldiberikan edukasi gizi setiap dua minggusekali selama penelitan.

    Normalitas diuji menggunakanSaphiro-Wilk. Perbedaan skor z indekssebelum, 1 bulan dan 2 bulan setelahintervensi pada masing-masing kelompok diujidengan Anova. Perbedaan skor z indeksantara kedua kelompok diuji denganindependent t-test. Pengujian dilakukandengan tingkat kepercayaan 95% dandikatakan signifikan p0,05). Pada kelompok perlakuan, ada

    perbedaan skor z indeks TB/U antarasebelum satu bulan dan dua bulan setelahperlakuan (p=0,03) dari -3,1 0,7 menjadi -2,5 0,6. Selanjutnya uji Post Hoc denganLSD menunjukkan bahwa antara sebelum dan2 bulan ada perbedaan signifikan dengan skorz indeks TB/U(p=0,010), sedangkan pada

    kelompok kontrol tidak ada perbedaan yangsignifikan. Tidak ada perbedaan skor z indeksBB/U dan BB/TB kelompok perlakuanmaupun kelompok kontrol.Uji perbedaan BB,TB, skor z indeks BB/U, TB/U dan BB/TBsebelum dan setelah intervensi pada keduakelompok dilakukan untuk mengetahui adatidaknya pengaruh intervensi dapat dilihatpada Tabel 2.

    Perubahan Status Antropometri AntaraKelompok Perlakuan dan Kontrol

    Adanya peningkatan TB dan skor zindeks TB/U yang bermakna antara kelompokperlakuan dan kontrol setelah satu bulan dandua bulan intervensi. Tidak ada perbedaanpeningkatan skor z indeks BB/U dan BB/TByang bermakna (p>0,05). Perbedaanperubahan BB, TB, skor z indeks BB/U, TB/Udan BB/TB antara kelompok perlakuan dankontrol dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tingkat Kecukupan Energi dan ProteinSebelum dan Setelah Intervensi

    Pada kelompok perlakuan, adaperbedaan tingkat kecukupan energi antarasebelum, satu bulan dan dua bulan (p=0,024)selanjutnya uji Post Hoc dengan LSDmenunjukkan bahwa ada perbedaan

    signifikan antara sebelum dan satu bulan(p=0,036) serta sebelum dan dua bulanintervensi (p=0,010), sedangkan padakelompok kontrol tidak ada perbedaan. Tidakada perbedaan tingkat kecukupan proteinpada kelompok perlakuan maupun kontrol.Perbedaan tingkat kecukupan energi danprotein dapat dilihat pada Tabel 4.

  • 8/13/2019 bimgi

    9/53

    Tabel 2. StatusAntropometriSebelum dan Setelah Intervensi

    Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)

    Mean SD p Mean SD P

    BB (kg)Sebelum1 bulan2 bulan

    9,3 1,19,6 1,29,8 1,2

    0,352A

    9,3 1,59,4 1,39,4 1,4

    0,901A

    TB (cm)Sebelum1 bulan2 bulan

    76,2 6,278,6 5,779,3 5,5

    0,259A

    76,5 5,977,9 5,878,4 5,8

    0,554A

    Skor z BB/USebelum1 bulan2 bulan

    -1,9 0,9-1,8 0,5-1,8 0,8

    0,806K

    -2,1 1,3-2,0 1,2-2,2 1,1

    0,899A

    Skor z TB/USebelum1 bulan2 bulan

    -3,1 0,7-2,7 0,7-2,5 0,6

    0,030A

    -3,0 0,8-2,8 0,9-2,9 0,9

    0,693A

    Skor z BB/TBSebelum

    1 bulan2 bulan

    -0,1 1,3

    -0,6 0,9-0,7 1,0

    0,565K

    -0,7 1,7

    -0,8 1,7-0,9 1,5

    0,903A

    Keterangan: A= ANOVA, K= Kruskal-Wallis

    Tabel 3. Perbedaan Skor Z Sebelum dan Setelah Intervensi Antara Kelompok Perlakuan danKontrol

    Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)PMean/Median SD Mean/Median

    SD

    BB(kg)sebelum - 1 bulan

    1 - 2 bulansebelum - 2 bulan

    0,5 0,50,2 0,20,5 0,7

    0,1 0,9-0,1 0,80,2 0,6

    0,290w

    0,061w

    0,76i

    TB (cm)Sebelum - 1 bulan

    1 - 2 bulansebelum - 2 bulan

    1,8 1,11,3 0,73,0 1,2

    1,4 1,10,3 0,51,9 1,2

    0,297i

    0,000w

    0,004i

    Skor z indeks BB/USebelum - 1 bulan

    1 - 2 bulansebelum - 2 bulan

    0,3 0,5-0,1 0,30,1 0.5

    0,0 0,8-0,2 0,7-0,1 0,6

    0,246w

    0,175w

    0,171i

    Skor z indeks TB/USebelum - 1 bulan

    1 - 2 bulanSebelum - 2 bulan

    0,4 0,40,2 0,20,5 0,4

    0,2 0,4-0,1 0,20,2 0,4

    0,190i

    0,000w

    0,003i

    Skor z indeks BB/TBSebelum - 1 bulan

    1 - 2 bulansebelum - 2 bulan

    0,0 0,8

    -0,1 0,6-0,3 0,9

    -0,1 1,2

    -0,2 1,0-0,3 0,8

    0,836i

    0,557w

    0.548w

    Keterangan: i= independent t-test, w= Mann-Whitney

    Tabel 4.Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Sebelum dan Setelah Intervensi

    Variabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)

    Mean SD p Mean SD P

  • 8/13/2019 bimgi

    10/53

    Tingkat KecukupanEnergi

    Sebelum1 bulan2 bulan

    96,1 21,9110,9 22,1114,5 21,2

    0,024A

    98,6 32,7103,8 43,1105,9 37,8

    0,815A

    Tingkat KecukupanProtein

    Sebelum1 bulan2 bulan

    111,8 37,8

    132,6 22.34133,4 34,8 0,129

    A110,6 46,6

    118,4 59,2119,9 58,2 0,841

    A

    Keterangan: A= ANOVA

    Perubahan Tingkat Kecukupan Energi danProtein Sebelum dan Setelah IntervensiAntara Kelompok Perlakuan dan Kont ro l

    Tabel 5 menunjukkan tidak adaperbedaan peningkatan tingkat kecukupan

    energi dan protein sesudah intervensi padakelompok perlakuan dan kontrol (p>0,05).Perbedaan peningkatan tingkat kecukupanenergi dan protein sebelum dan setelahintervensi pada kedua kelompok dapat dilihatpada Tabel 5.

    Tabel 5. Perbedaan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Setelah Intervensi Antara Kelompok

    Perlakuan dan KontrolVariabel Perlakuan (n=20) Kontrol (n=21)p

    Mean SD Mean SD

    Peningkatan TKESebelum - 1 bulan

    1 - 2 bulansebelum -2 bulan

    9,5 1,93,5 7,812,8 1,9

    -0,6 3,32,2 2,76,5 2,7

    0,090w

    0,825i

    0,144w

    Peningkatan TKPSebelum - 1 bulan

    1 - 2 bulansebelum -2 bulan

    20,8 2,70,9 2,221,6 2,6

    7,8 5,51,5 1,49,3 4,4

    0,345i

    0,946i

    0,287i

    Keterangan: pi= independent t-test,

    w= Mann-Whitney

    Tidak ada korelasi antara tingkatkecukupan energi dan protein dengan skor zindeks BB/U (p=0,565;0,236) , TB/U(p=0,835;0,397) dan BB/TB (p=0,416;0,138)dalam dua bulan intervensi. Dapat dinyatakantingkat kecukupan energi dan protein bukanmerupakan variabel pengganggu dalampenelitian ini.

    Kejadian Diare dan ISPA pada KelompokPerlakuan dan Kontro l

    Data morbiditas pada penelitian iniadalah ISPA (infeksi saluran pernafasan atas)sertadiare. Kejadian diare hanya dialami olehdua orang anak pada kelompok perlakuandan kontrol selama satu hari, sehingga data

    diare tidak dianalisis.

    Tabel 6. Kejadian ISPA

    Variabel

    Perlakuan(n=20)

    Kontrol(n=21)

    pMean

    SDMean

    SD

    Persentasehari sakit

    10,0 6,810,4

    6,40,837

    i

    ISPAKeterangan: i = independent t-test

    Tabel 6 menunjukkan bahwa tidakada perbedaan kejadian ISPA antara keduakelompok sehingga variabel ISPA bukanmerupakan variabel pengganggu dalampenelitian ini.

    PEMBAHASAN

    Rerata TB kelompok perlakuanmengalami peningkatan lebih besardibandingkan kelompok kontrol dari 76,2 cmmenjadi 78,6 dalam satu bulan dan 79,3dalam dua bulan perlakuan, sedangkankelompok kontrol mengalami peningkatan dari

    76,5 cm menjadi 77,9 cm dalam satu bulandan 78,4 dalam dua bulan. Hal ini sejalandengan peningkatan rerata skor z indeksTB/U pada kelompok perlakuan dibandingkankelompok kontrol. Rerata skor z indeks TB/Umeningkatdari -3,1 0,7 menjadi-2,5 0,6(p=0,03) untuk kelompok perlakuansedangkan -3,0 0,8 menjadi -2,9 0,9untuk kelompok kontrol selama dua bulanperlakuan. Skor z indeks BB/U meningkat dari-1,9 0,9 menjadi -1,8 0,8 pada kelompok

  • 8/13/2019 bimgi

    11/53

    perlakuan namun skor z indeks BB/U danBB/TB tidak mengalami peningkatan yangsignifikan. Perubahan skor z indeks BB/TByang tidak signifikan dapat disebabkan karenapeningkatan BB dan TB namun tidak sesuaidengan umur. Berdasarkan WHO Anthro(2005) anak usia 12-36 bulan memiliki berat

    badan rata-rata 12 kg dan tinggi rata-rata 85-90 cm. Rerata berat badan dan tinggi badansubjek dalam penelitian ini masih dibawahstandar WHO.

    Suplementasi micronutrient sprinklemempunyai efek langsung terhadappeningkatan skor z indeks TB/U padakelompok perlakuan. Hal ini dibuktikandengan data skor z indeks TB/U selama duabulan intervensi dengan tingkat kecukupanenergi dan protein tidak ada korelasi yangsignifikan (p>0,05). Hal ini juga sesuai denganpenelitian Chhagan et all (2010) yang menelitibahwa suplementasi dengan berbagaimikronutrien pada anak usia 6-24 bulanselama 6 bulan dengan kategori stuntingmengalami peningkatan skor z indeks TB/Usebanyak 0,7 pada anak yang berusia lebihdari 18 bulan namun untuk perubahan skor zindeks BB/U tidak mengalami perubahanyang signifikan.

    14

    Hasil penelitian ini menunjukkanpeningkatan rerata berat badan walaupuntidak terdapat perbedaan yang signifikan dari9,3 kg menjadi 9,8 kg dengan dosis dua harisekali selama 2 bulan (60 hari) intervensipada kelompok perlakuan, lebih tinggidaripada kelompok kontrol dari 9,3 kg menjadi9,4 kg. Peningkatan berat badan ini dapat

    disebabkan karena terjadinya peningkatannafsu makan sebagai efek dari pemberianmicronutrient sprinkle. Salah satu zat gizimikro yang terkandung dalam micronutrientsprinkle yaitu seng. Asupan seng yangdiberikan melalui taburia pada kelompokperlakuan meningkat sehingga terjadipenurunan absorbsi dan peningkatan ekskresimelalui usus, membuat anak menjadi lebihcepat lapar sehingga asupan makan anakjuga dapat meningkat.

    25Berat badan

    merupakan indikator energi yangadekuat/inadekuat. Hal ini sesuai denganhasil penelitian bahwa terdapat peningkatan

    yang signifikan terhadap tingkat kecukupanenergi pada kelompok perlakuan dari 96,1%menjadi 114,5% dalam dua bulan perlakuan.

    Komposisi taburia sudah disesuaikandengan rekomendasi perhari dari WHO.Micronutrient sprinkle mengandungmikronutrien yang terdiri dari 16 vitamin danmineral yang mendukung prosespertumbuhan balita. Dalam berbagaipenelitian, kejadian defisiensi zat gizi yang

    terjadi pada balita di negara berkembangdengan satu jenis suplementasi mikronutrienmempunyai efek terbatas terhadappertumbuhan. Padahal di berbagai penelitiandefisiensi zinc, vitamin A, besi danmikronutrien lain sering ditemukanbersamaan. Penelitian terbaru menemukan

    bahwa mineral berperan terhadap hampirsemua enzim dan sisi aktif enzim sebagaikofaktor sedangkan vitamin sebagai koenzim.Micronutrient sprinkle mengandung berbagaimacam vitamin dan mineral yangmempengaruhi metabolisme antara lainvitamin A yang berpengaruh terhadap sintesisprotein dan pertumbuhan sel sedangkanvitamin B1, B2, B3, B6, B12 dimanfaatkandalam metabolisme lemak, protein dankarbohidrat.

    10,16

    Seng mempunyai pengaruh yangsignifikan terhadap pertumbuhan anak apabilaindikator status antropometrinya di bawahrata-rata.

    11Seng mempengaruhi hormon

    pertumbuhan dan sistem insulin-like growthfactor yang berpengaruh terhadapmetabolisme tulang.

    17Besi sangat esensial

    untuk mengikat dan transpor oksigen, sangatbaik untuk regulasi dan diferensiasi selpertumbuhan. Intake yodium yang adekuatmempengaruhi perkembangan intelektualserta pertumbuhan fisik.

    20Vitamin D berperan

    dalam tumbuh kembang tulang. Statusvitamin D yang adekuat diperlukan untukabsorbsi kalsium dan mengatur kadar kalsiumdan fosfat yang dibutuhkan dalam darahuntuk mineralisasi tulang.

    23Vitamin K

    meningkatkan fungsi dari vitamin D yang

    penting untuk kesehatan tulang.24

    Berdasarkan observasi, sebelumintervensi terdapat subjek yang semula hanyamau mengonsumsi ASI, namun setelah duabulan perlakuan subjek mulai mengonsumsinasi. Berdasarkan wawancara dengan orangtua subjek pada kelompok perlakuan, sejakmengikuti intervensi micronutrient sprinkle,subjek menjadi lebih cepat lapar sehinggamempengaruhi nafsu makan yang semakinmeningkat pula serta subjek menjadi anakyang lebih aktif. Berdasarkan hasil recall,asupan energi dan protein pada kelompokperlakuan dan kontrol sebagian besar berasal

    dari jajanan sehingga sumber makanan yangmengandung mikronutrien sangat kurang. Halini dibuktikan dengan rerata asupan besi padakelompok perlakuan 3,6 mg dan kelompokkontrol 3,1 mg serta asupan seng kelompokperlakuan 2,5 mg dan kelompok kontrol 2,4mg. Rerata asupan besi dan seng pada keduakelompok masih dibawah standar AKG yaitu 8mg besi dan 8,2 mg seng. Meskipun asupanmakanannya adekuat namun bioavailabilitas

  • 8/13/2019 bimgi

    12/53

    zat gizi seperti besi, kalsium, seng, vitamin A,dan lain-lain kurang. Suplementasi denganmicronutrient sprinkle sangat tepat karenadapat memberikan dampak terhadap statusantropometri terutama skor z indeks TB/U danpeningkatan nafsu makan.

    Hal ini sesuai dengan penelitian

    Kounnavong S, et al

    22

    yang meneliti bahwasuplementasi mikronutrien pada anak usia 6-53 bulan selama 24 minggu dengan dosis 2kali seminggu atau 1 kali perhari mempunyaiefek yang positif terhadap pertambahan tinggibadan. Tidak maksimalnya efek suplementasidikarenakan kualitas asupan makanannyakurang dibanding dengan kuantitasnya.

    22

    Faktor makanan yang kurang memenuhikebutuhan zat gizi, mungkin anak cukupkenyang, tetapi makanannya tidak cukupkandungan gizinya sehingga anak tersebutmengalami gangguan pertumbuhan dankekurangan zat gizi tertentu.Edukasi gizi selama 2 bulan yang diadakandalam penelitian ini bertujuan untukmenyamakan persepsi orang tua subjekterhadap gizi seimbang. Hal ini memberikandampak, dibuktikan dengan meningkatnyatingkat kecukupan energi dan protein selama2 bulan penelitian pada kelompok perlakuandan kontrol, walaupun pada kelompok kontroltidak terjadi peningkatan yang signifikan.Efektivitas intervensi micronutrient sprinkledalam memperbaiki status gizi dapatdirasakan setelah satu bulan intervensi. Halini dapat ditunjukkan dengan adanyaperubahan rerata BB, TB dan skor z indeksTB/U mengalami perubahan yang signifikan

    setelah 1 bulan intervensi (Tabel 3).

    KESIMPULAN

    Suplementasi micronutrient sprinkleselama 2 bulan meningkatkan skor z indeksTB/U pada anak stunting usia 12-36 bulantetapi tidak meningkatkan skor z indeks BB/Udan BB/TB pada anak stunting usia 12-36bulan.

    SARAN

    Anjuran pemberian makanan dengangizi seimbang disertai dengan pemberianmicronutrient sprinkle dapat dilakukan padaanak stunting untuk membantu peningkatanpertumbuhan.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Sedgh G, M. Guillermo H, Penelope N,Alawia el A, Wafaie WF. Dietary VitaminA Intake and Nondietary Factors AreAssociated with Reversal of Stunting inChildren. American Society for NutritionalScience . 2000 Jun 14.

    2. Lapriore C, Tamina G, Andre B,Fransesco B. Spread Fortified withVitamins and Minerals Induces Catch-UpGrowth and Eradicates Severe Anemia inStunted Refugee Children Aged 3-6 y.Am J Clin Nutr. 2004;80:973-81.

    3. RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar)2010. Badan Penelitian danPengembangan Kesehatan. RepublikIndonesia; 2010.

    4. Taguri AE, Ibrahim B, Salah MM, AbdelMA, Oliver G, Pilar G, Serge H. RiskFactors for Stunting among Under-fivesin Libya. Public Healtth Nutrition. 2008

    Sept 15: 12(8). 1411-1149.5. Mandal G C, Kaushik B, Samiran B,

    Sanjib G. Undernutrition amongIntegrated Child Development Services(ICDS) Scheme Children Aged 2-6 Yearsof Arambag, Hooghly District,WestBengal, India: A serious publichealth problem. IJPH. 2008.

    6. Astari LD, Amini N, Cesilia MD.Hubungan Konsumsi ASI dan MP-ASISerta Kejadian Stunting Anak Usia 6-12Bulan di Kabupaten Bogor. Media Gizidan Keluarga. 2006 Jul.

    7. Helmi AF, A. Razak T, Ridwan M.

    Thaha. Kepatuhan Ibu dalam PemberianTABURIA pada Anak Umur 6-24 Bulan diKabupaten Pangkep Tahun 2011.

    8. Zlotkin SH, Claudia S, Anna C, et al.Micronutrient Sprinkles to ControlChildhood Anemia. PloS Medicine. 2005Jan. Available from http://www.plosmedicine.org

    9. Golden M H. Proposed RecommendedNutrient Densities for ModeratelyMalnourished Children. Food andNutrition Bulletin, vol 30, no 3. 2009.

    10. Rauf S, Faramitha. Pengaruh PemberianTaburia terhadap Perubahan Status Gizi

    Anak Gizi Kurang Umur 12-24 Bulan diKecamatan Pangkep Tahun 2010.Makassar: Gizi Poltekkes Kemenkes. VolXIII, Edisi 1, 2012.

    11. Bui DT, Werner S, Drupadi D, Rainer G,Nelly DL, Ha HK. Effect of Daily andWeekly Micronutrient Supplementationon Micronutrient Deficiencies and Growthin Young Vietnamese Children.Am J ClinNutr. 1999; 69:80-6

  • 8/13/2019 bimgi

    13/53

  • 8/13/2019 bimgi

    14/53

    GAMBARAN KEJADIAN KEGEMUKAN DAN OBESITAS DANPERBEDAAN POLA KONSUMSI SUMBER KARBOHIDRAT

    PADA USIA DEWASA (>18 TAHUN) DI DESA TEPUS,YOGYAKARTA DAN KELURAHAN CINANGKA, JAWA BARAT

    TAHUN 2012

    Rifqah Indri Amalia*

    1Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Kejadian kegemukan dan obesitas di seluruh dunia termasuk Indonesiasemakin meningkat. Kegemukan dan obesitas memiliki kaitan yang sangat eratdengan perilaku mengonsumsi makanan. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui banyaknya kejadian kegemukan dan obesitas serta melihat adanyaperbedaan indeks massa tubuh dan perbedaan jumlah, jenis, dan frekuensikonsumsi sumber karbohidrat di pedesaan (Desa Tepus, Wonosari, Yogyakarta)

    dan di perkotaan (Kelurahan Cinangka, Kota Depok, Jawa Barat). Data penelitianterdiri dari pola konsumsi sumber karbohidrat (jenis, jumlah dan frekuensi) diambilmenggunakan metode recall 24-hour dan food frequency questionnaire. Statuskegemukan dan obesitas diketahui dengan mengukur indeks massa tubuh (kg/m

    2).

    Analisis bivariat menggunakan uji t independen untuk melihat perbedaan dipedesaan dan perkotaan. Jumlah sampel penelitian ada sebanyak 58 orang yangtersebar merata sebanyak 29 orang baik di pedesaan maupun perkotaan. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa kejadian kegemukan dan obesitas lebih banyakterjadi di perkotaan (27.6%) di bandingkan di wilayah pedesaan (17.2%). Terdapatperbedaan yang signifikan (p=0.006) pada indeks massa tubuh subjek penelitian dipedesaan dan perkotaan dimana rata-rata indeks masa tubuh di perkotaan sudahmemasuki kategori kegemukan. Perbedaan yang signifikan (p=0.007) antara dipedesaan dan perkotaan juga terjadi pada frekuensi sumber karbohidrat berupaumbi berpati dan hasil olahannya.

    Kata kunci: indeks massa tubuh , umbi berpati, gizi lebih, karboh idrat

    ABSTRACT

    Worlds occurence of overweight and obesity is increasing, included Indonesia.Overweight and obesity have strong relations with food consumption behaviour.The aim of this study is to observe the prevalence of overweight and obesity andalso to see the differences of body mass index, variations and frequency ofcarbohydrate sources consumption between people in rural (Tepus, Wonosari,Yogyakarta) and urban (Cinangka, Depok, West Java). Variable of this studyconsists of carbohydrate source consumption patterns (variation, amount andfrequency) which gathered by 24-hour recall also food frequency questionnaire and

    body mass index (kg/m2

    ) as an indicator to determine the status of overweight andobesity. Bivariate data analysis using t-test for two independent samples, in orderto know the differences between the prevalence in rural dan urban. Total samplesare 58 people, each population represent by 29 respondents. Study result showsthat the percentage of overweight and obesity in urban population (27.6%) greaterthan rural (17. 2%). As the result, body mass index average (p=0.006) andfrequency of starchy tubers and its derivative products consumption (p=0.007)show significant differences between people in urban and rural.

    Keywords: body mass index, starchy tubers, over-nutrition, carbohydrate

  • 8/13/2019 bimgi

    15/53

    PENDAHULUAN

    Kelebihan berat badan atau overweight yangjuga umum dinyatakan dengan istilahkegemukan merupakan suatu fenomena yangterjadi akibat ketidakseimbangan antara energiyang masuk ke dalam tubuh melalui makanandengan energi yang digunakan untuk melakukan

    kegiatan dan aktifitas fisik. Kegemukan yangtidak segera diatasi dapat berkembang menjadiobesitas. Kedua bentuk dari kondisi gizi lebihtersebut merupakan pintu dari kemunculan danperkembangan penyakit degeneratif yangberkaitan dengan kelainan metabolisme sepertidiabetes melitus dan dislipidemia.

    Dunia mengalami beban gizi ganda saatini karena ketika masalah gizi kurang belumtuntas teratasi, di sisi lain sedang terjadiperkembangan dari gizi lebih. Pada tahun 2008,ada lebih dari 1.4 milyar orang dewasa di duniayang memiliki status gizi lebih dimana 200 jutalaki-laki dan 300 juta perempuan mengalami

    obesitas1

    . Pada tahun 2008 sebanyak 20,7%orang dewasa berusia di atas 20 tahun diIndonesia mengalami obesitas

    2. Berdasarkan

    data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun2010, terdapat 10% penduduk dewasa (>18tahun) yang mengalami kegemukan dan 11.7%mengalami obesitas

    3.

    Hasil penelitian di Kota Depok, JawaBarat menunjukkan bahwa faktor risiko yangpaling dominan berhubungan dengan obesitasberdasarkan kategori IMT Depkes adalah tempattinggal (desa dan kota). Obesitas berdasarkankategori IMT sampel paling berhubungan denganasupan karbohidrat. Risiko terjadinya obesitas di

    daerah perkotaan 2,11 kali dibandingkan dengandaerah pedesaan

    4.

    Faktor diet merupakan peran yangdominan dalam menyebabkan kejadiankegemukan dan obesitas

    5. Konsumsi

    karbohidrat memiliki hubungan dengan besarnyakemungkinan menjadi gemuk atau obesitas padaorang dewasa sehat. Risiko terendah mengalamikegemukan atau obesitas dapat diraih denganmengonsumsi 47%-64% energi yang berasal darikarbohidrat

    6.

    Kandungan karbohidrat pada makanancenderung berbanding terbalik terhadapkepadatan energi di dalam makanan. Makanan

    yang kepadatan energinya tinggi memilikihubungan dengan kandungan lemak yang tinggisedangkan kandungan karbohidratnya tidaktinggi

    5. Setiap jenis sumber karbohidrat memliki

    kepadatan energi yang berbeda-beda. Perludiketahui bahwa pola konsumsi pangan dipedesaan lebih banyak mengonsumsikarbohidrat disertai dengan hasil pertanian yangbelum diolah dan kesejahteraan masyarakatmasih rendah. Perkotaan dengan kesejahteraanmasyarakat yang lebih baik pola konsumsinya

    didominasi oleh protein dengan gaya hidup dankeamaan pangan yang relatif rendah

    7. Tujuan

    dari penelitian ini adalah untuk mengetahuibanyaknya kejadian kegemukan dan obesitas dipedesaan dan perkotaan serta melihat adanyaperbedaan indeks massa tubuh dan perbedaanjumlah, jenis dan frekuensi konsumsi sumber

    karbohidrat di dua daerah penelitian.

    METODE

    Desain penelitian ini menggunakanpendekatan cross-sectional yang dilakukan didua lokasi yaitu desa tepus, wonosari,yogyakarta (mewakili pedesaan) dan kelurahancinangka, depok, jawa barat (mewakiliperkotaan). Populasi adalah seluruh orangdewasa laki-laki maupun perempuan berusialebih dari 18 tahun yang bermukim di wilayahpenelitian. Sampel adalah orang yang terpilihdewasa laki-laki maupun perempuan berusia

    lebih dari 18 tahun bermukim di wilayahpenelitian. Total sampel yang di perolehsebanyak 58 orang.

    Data primer yang dikumpulkan padapenelitian adalah karakteristik individu yangterdiri dari umur, jenis kelamin, tingkatpendidikan, indeks massa tubuh, dan polakonsumsi sumber karbohidrat (jumlah, jenis danfrekuensi konsumsi sumber karbohidrat).Pengukuran indeks massa tubuh dilakukandengan membagi antara berat badan dalamsatuan kilogram (kg) dengan tinggi badan dalamsatuan meter persegi (m

    2). Pengumpulan data

    dilakukan pada bulan Desember di tahun 2012.

    Jumlah konsumsi sumber karbohidratmerupakan asupan sumber karbohidrat makananyang dikonsumsi selama penelitian yangdiperoleh dari hasil recall 24-hour. Jenis danfrekuensi sumber karbohidrat merupakan variasiasupan berbagai jenis sumber karbohidatmakanan yang dikonsumsi selama sebulanterakhir yang diperoleh dengan food frequencequestionnaire. Pada lembar food frequencequestionnaire dicantumkan 14 sumberkarbohidrat makanan yang paling sering dikonsumsi di kedua daerah. Klasifikasi sumberkarbohidrat makanan dibagi menjadi dua yaitukelompok serealia dan hasil olahannya (nasi,

    jagung, roti, mie basah, mi kering, bihun, tepungterigu, tepung beras, biskuit, ketan hitam danketan putih) serta umbi berpati dan hasilolahannya (singkong, kentang dan ubi). Datayang dikumpulkan merupakan data primer.Pengumpulan data dilakukan oleh tiga orangasisten peneliti yang merupakan mahasiswaprogram studi gizi fakultas kesehatanmasyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).

    Alat dan bahan yang digunakan dalampenelitian adalah timbangan injak (CAMRY

  • 8/13/2019 bimgi

    16/53

    model BR9015B) untuk mengukur berat badan(ketelitian 0,5 kg) dan microtoise untuk mengukurtinggi badan (0,1 cm). Saat dilakukanpenimbangan berat badan (BB), subjek tidakdiperbolehkan menggunkan alas kaki,mengantongi barang bawaan, sertamenggunakan pakaian yang tebal. Tinggi badan

    (TB) diukur menggunakan microtoise yangdigantung di dinding setinggi dua meter darilantai dasar dengan permukaan yang rata.Subjek diukur dalam kondisi tegak, mukamenghadap lurus ke depan, tangan berada disamping badan dalam keadaan lepas, tanpa alaskaki dan bersandar pada dinding. Pitapengukuran tinggi badan ditarik ke bawahsampai menyentuh kepala bagian atas subjekkemudian skala pengukuran dibaca.

    Analisis data menggunakan perangkat lunakkhusus untuk pengolahan data. Analisisdeskriptif yang ditampilkan merupakanperbandingan karakteristik dan status

    kegemukan subjek penelitian di pedesaan danperkotaan. Perbedaan antara subjek dipedesaan dan perkotaan akan di deskripsikanmelalui hasil analisis statistik uji T independen.

    HASIL

    Total subjek yang terlibat di dalampenelitian sebanyak 58 orang. Tabel 1menggambarkan karakteristik subjekberdasarkan usia, tingkat pendidikan serta statuskegemukan dan obesitas. Berdasarkan hasilanalisis di ketahui bahwa dari 29 subjekpenelitian di masing-masing wilayah kejadiankegemukan dan obesitas lebih banyak terjadi diwilayah perkotaan (27,6%) di bandingkan diwilayah pedesaan (17,2%). Seperti yangditunjukkan pada tabel 2 rata-rata indeks massatubuh di pedesaan diketahui lebih kecil (22.89kg/m

    2) dibandingkan dengan di perkotaan (25.90

    kg/m2) dan diketahui ada perbedaan yang

    signifikan (P= 0.006).

    Pola konsumsi karbohidrat di bagi lagimenjadi jumlah, frekuensi dan variasi konsumsijenis sumber karbohidrat. Jumlah konsumsisumber karbohidrat selama penelitian yangdihitung dalam persen asupan sehari. Rata-rata

    Jumlah konsumsi sumber karbohidrat dipedesaan (54.97%) lebih rendah dibandingkandengan di perkotaan (55.07%) namun tidakditemukan perbedaan yang signifikan (P= 0.976).

    Tabel 1. Karakteristik subjek berdasarkan usia, tingkatpendidikan serta status kegemukan dan obesitas

    aStatus kegemukan dan obesitas ditentukan

    dengan kategori indeks massa tubuh menurut Depkes RI.Subjek yang memiliki IMT > 25.00 dikategorikan ke dalam

    kegemukan dan obesitas.

    Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat dibagiberdasarkan rata-rata frekuensi konsumsisumber serealia dan olahannya serta umbiberpati dan olahannya. Rata-rata frekuensikonsumsi sumber serealia dan olahannya tidakmemiliki perbedaan signifikan (P= 0.726) antaradi pedesaan dan perkotaan (173.34 dan 166.79kali) dalam satu bulan.

    Variabel

    Pedesaan (n=

    29)

    Perkotaan (n=

    29)

    n % n %

    Usia

    20-30 tahun 7 12.1 8 13.831-40 tahun 9 15.5 8 13.8

    41-50 tahun 11 19 8 13.8

    51-60 tahun 1 1.7 4 6.9

    >60 tahun 1 1.7 1 1.7

    Tingkat Pendidikan

    Tamat SD 4 6.9 6 10.3

    Tidak Tamat

    SMP

    1 1.7 0 0

    Tamat SMP 12 20.7 7 12.1

    Tidak Tamat

    SMA

    1 1.7 0 0

    Tamat SMA 9 15.5 13 22.4

    D3 0 0 2 3.4

    S1 2 3.4 1 1.7

    Status Kegemukan dan Obesitas

    Tidak 19 32.8 13 22.4

    Ya 10 17.2 16 27.6

  • 8/13/2019 bimgi

    17/53

    Tabel 2. Nilai rata-rata dan perbedaan pada indeks massa tubuh serta pola konsumsi sumber karbohidrat pada subjek.

    Nilai Rata-Rata P Value

    Pedesaan

    n= 29

    Perkotaan

    n= 29

    Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 22.89 25.90 0.006

    Pola Konsumsi Sumber KarbohidratAsupan karbohidrat (%) 54.97 55.07 0.976

    Frekuensi Konsumsi

    Serealia Dan Hasil Olahan* 173.34 166.79 0.726

    Umbi Berpati Dan Hasil Olahan* 35.43 23.57 0.007

    Variasi Jenis** 9 9 0.518

    *) Frekuensi konsumsi sumber karbohidrat dalam satu bulan

    **) Total jenis sumber karbohidrat yang dimakan dalam satu bulan dari total 14 jenis sumber karbohidrat yang dicantumkan didalam kuesioner

    Di samping itu terdapat perbedaan yangsignifikan (P= 0.007) pada rata-rata frekuensikonsumsi sumber umbi berpati dan olahannya

    di pedesaan (35.43 kali) dan di perkotaan(23.57 kali) dalam satu bulan. Perlu diketahuijuga bahwa rata-rata variasi jenis sumberkarbohidrat yang dikonsumsi di pedesaan dandi perkotaan sama yaitu sebanyak 9 jenis,tidak ada perbedaan yang signifikan (P=0.518).

    PEMBAHASAN

    Hasil penelitian menunjukkan bahwakejadian kegemukan dan obesitas lebihbanyak terjadi di perkotaan di bandingkan dipedesaan. Di samping itu terdapat perbedaanyang signifikan pada indeks massa tubuh danrata-rata frekuensi konsumsi umbi berpati danhasil olahannya antara responden dipedesaan dan di perkotaan.

    Perbedaan yang signifikan antaraindeks massa tubuh orang perkotaan danpedesaan sangat jelas digambarkan dariperbedaan rata-rata indeks massa tubuhdiantara keduanya. Sudah jelas bahwa rata-rata indeks massa tubuh penduduk perkotaansudah lebih dari batas indeks massa tubuhnormal. Selain itu persentase kegemukan danobesitas pada penduduk di perkotaan lebihtinggi dibandingkan dengan di pedesaan.

    Hasil tersebut menunjukkan hasil yangsejalan dengan penelitian sebelumnya yangdilakukan pada populasi dewasa di SaudiArabia. Diketahui bahwa terdapat perbedaansignifikan pada kegemukan dan obesitas diperkotaan maupun pedesaan pada hasilpenelitian tersebut

    8. Penelitian yang dilakukan

    pada orang dewasa di tahun 2010 yangberlokasi di Kota Depok, Jawa Barat jugamenunjukkan bahwa berdasarkan kategori

    IMT pada standar KementerianKesehatan RI, risiko obesitas lebih tinggiterjadi di daerah urban (kota) dibandingkandaerah rural (desa)

    4.

    Meskipun tidak terdapat perbedaanyang signifikan antara jumlah konsumsisumber karbohidrat di pedesaan danperkotaan namun diketahui bahwa rata-ratakonsumsi karbohidrat di pedesaan lebihrendah dibandingkan dengan di perkotaan.Tentunya perbedaan gaya hidup di pedesaandan perkotaan menjadi pengaruh bagi polakonsumsi pangan dan pemilihan makananmasyarakat di dalamnya

    7. Penelitian lainnya

    juga menemukan bahwa 20% jumlah asupansumber karbohidrat lebih tinggi pada wanitayang mengalami kegemukan dan obesitas

    9.

    Sebagaimana diketahui bahwa karbohidratjuga menghasilkan energi dan memilikikontribusi dalam total asupan energi per hariyang memungkinan untuk menimbulkankeseimbangan energi positif sehinggaterjadilah kegemukan dan obesitas

    5.

    Pada penelitian ini rata-rata frekuensikonsumsi serealia dan hasil olahannya padasubjek penelitian di pedesaan maupunperkotaan lebih tinggi dibandingkan frekuensikonsumsi umbi berpati dan hasil olahannya.Hal yang sama juga dikemukakan dalamanalisis data Susenas 1999-2005 mengenaikonsumsi pangan masyarakat Indonesia.

    Meskipun laju konsumsi beras pada tahun2002-2005 mengalami penurunan baik di kotamaupun di desa namun tetap lebih tinggikonsumsi per kilogram pada tiap kapita pertahun dibandingkan konsumsi jagung, ubikayu dan ubi jalar

    10. Terdapat perbedaan

    yang signifikan pada frekuensi konsumsisumber karbohidrat berupa umbi berpati danhasil olahaannya di pedesaan dan perkotaan.Pada tahun 2005 konsumsi ubi kayu dan ubi

  • 8/13/2019 bimgi

    18/53

    jalar mencapai 19,8 dan 5,8 kg (kapita/tahun)di pedesaan sedangkan di perkotaan hanya9.6 dan 5.98 kg (kapita/tahun)

    10.

    Asupan energi merupakan hasil dariporsi makanan dikalikan dengan kepadatanenergi dikalikan dengan frekuensi konsumsimakanan

    5. Mengonsumsi beberapa sumber

    bahan makanan dalam jumlah porsi danfrekuensi yang sama namun dengankepadatan energi yang berbeda dapatmenyebabkan perbedaan asupan energi.Rata-rata kepadatan energi serealia dan umbiberpati yang merupakan sumber karbohidratkompleks tergolong tidak tinggi biladibandingkan dengan dengan sumberkarbohidrat sederhana seperti kue kering,gula, permen dan sirup. Berdasarkanperhitungan menggunakan sebuah softwaredidapati bahwa rata-rata kepadatan energisumber serealia dan hasil olahannya sebesar1,7 kkal/g dan umbi berpati sebesar 1 kkal/gsedangkan gula, permen dan sirup memilikirata-rata kepadatan energi sebesar 3,3 kkal/g.Sedangkan pada kue kering dan sejenisnyayang merupakan sumber karbohidratsederhana kepadatan energinya mendekati 4kkal/g

    5. Sehingga mengonsumsi karbohidrat

    sederhana dalam porsi dan frekeunsi yangsama dengan mengonsumsi karbohidratkompleks akan lebih tinggi asupan energiyang dihasilkan dari mengonsumsikarbohidrat sederhana.

    Maksud uraian pada paragrafsebelumnya adalah untuk menunjukkanadanya keterkaitan yang logis pada data-datahasil penelitian. Persentase kegemukan dan

    obesitas yang lebih rendah di pedesaandibandingkan dengan di perkotaandihubungkan dengan frekuensi konsumsisumber serealia, umbi berpati dan hasilolahan di daerah pedesaan yang memanglebih tinggi, namun jumlah asupannya lebihrendah dibandingkan dengan di daerahperkotaan. Terlebih lagi rata-rata kepadatanenergi sumber serealia, umbi berpati dan hasilolahannya sama saja.

    Pada akhirnya, tujuan riset untukmengetahui banyaknya kejadian kegemukandan obesitas di pedesaan dan perkotaantercapai. Hasil analisis perbedaan indeks

    massa tubuh pada kedua daerah jugamemberikan perbedaan yang signifikan danmampu dilihat kertekaitannya dengan polakonsumsi sumber karbohidrat. Untukpengembangan penelitian kedepan sebaiknyajenis sumber karbohidrat di buat lebih rinci persumber bahan makanan tidak lagiberdasarkan kelompok bahan makanan.

    KESIMPULAN

    Dari 58 sampel penelitian (29 orang dipedesaan dan 29 orang di perkotaan)menunjukkan bahwa kejadian kegemukandan obesitas lebih banyak terjadi di perkotaan(27,6%) dibandingkan di wilayah pedesaan(17,2%). Terdapat perbedaan yang signifikan

    (P= 0.006) pada indeks masa tubuh subjekpenelitian di pedesaan dan perkotaan dimanarata-rata indeks masa tubuh di perkotaan(25.90 kg/m

    2) sudah memasuki kategori

    kegemukan. Selain itu juga frekuensi sumberkarbohidrat berupa umbi berpati dan hasilolahannya memiliki perbedaan yang signifikan(P= 0.007) pada pola konsumsi sumberkarbohidrat di pedesaan dan perkotaan.

    SARAN

    Dalam rangka pengembangan

    penelitian dengan topik yang terkaitkedepannya jumlah sampel penelitian haruslebih banyak dan perlu diketahui hubunganpola konsumsi sumber karbohidrat dengankejadian kegemukan dan obesitas.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Obesity and Overweight. (2012, Mei).Available from:http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/index.html

    2. Global Health Observatory Data

    Repository. (n.d.). Avilable from:http://apps.who.int/gho/data/?vid=2469#

    3. Diterbitkan oleh unit pelaksanaBadan Penelitian dan PengembanganKesehatan Kementerian Kesehatan RI.(2010). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:Badan Penelitian dan PengembanganKesehatan Kementerian Kesehatan RI.

    4. Nurzakiah, Achadi, E., & Sartika, R. A.Faktor Risiko Obesitas pada OrangDewasa Urban dan Rural. JurnalKesehatan Masyarakat 2010Agustus;5(1): 29-34.

    5. Dam, R. V., & Seidell, J. CarbohydrateIntake and Obesity. European Journal ofClinical Nutrition 2007;61(1): 575-599.

    6. Merchant, A. T. et al. Carbohydrate Intakeand Overweights and Obesity amongHealthy Adults. J Am Diet Assoc2009;109: 1165-1172.

    7. Wora, V. M., Aspatria, U., & Seran, S.(s.f.). Studi Pola Konsumsi Pangan dan

  • 8/13/2019 bimgi

    19/53

    status Gizi Masyarakat Pedesaan danPerkotaan Kabubapten Itu (Timor TengahUtara). Jurnal Kesehatan Masyarakat;53-64.

    8. Alsaif, M. A., Hakim, I. A., Harris, R. B.,Alduwaihy, M., Al-Rubeaan, K., Al-Nuaim,A. R, et al. Prevalence and Risk Factor of

    Obesity and Overweight in Adult SaudiPopulation. Nutrition Research 2002 Jun8;22: 1243-1252.

    9. Saraswati, I., & Dieny, F. F. (2012).Perbedaan Karakteristik Usia, AsupanMakanan, Aktivitas Fisik, Tingkat SosialEkonomi dan Pengetahuan Gizi padaWanita Dewasa Dengan Kelebihan BeratBadan Antara di Desa dan Kota. Journalof Nutrition College 2012;1(1): 606-627.

    10. Ariani, M. (s.f.). Konsumsi PanganMasyarakat Indonesia Analisis DataSusenas 1999-2005. Available

    from:http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&ved=0CFQQFjAD&url=http%3A%2F%2Fpersagi.org%2Fdocument%2Fmakalah%2F114_makalah.doc&ei=gTHzUJCdFIL7kgWczICYDA&usg=AFQjCNHWB22VBCRyWg-jMPesn1D4J6Uw4w&sig2=HiDK43jPdmZx08LRu36cHw&bvm=bv.13

  • 8/13/2019 bimgi

    20/53

    GAMBARAN ASUPAN ZAT GIZI, STATUS GIZI, DAN TINGKATKEBUGARAN ATLET OLAHRAGA BERMAIN DI PUSAT PENDIDIKANDAN LATIHAN OLAHRAGA PELAJAR (PPLP) DINAS PEMUDA DAN

    OLAHRAGA PROVINSI SULAWESI SELATAN

    Mustamir Kamaruddin1

    1 Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin

    ABSTRAKAsupan zat gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan. Penelitian ini

    bertujuan untuk mengetahui gambaran asupan zat gizi, status gizi, dan tingkat kebugaran atlet olahragabermain di PPLP Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan

    metode observasional dengan pendekatan deskriptif. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara totalsampling. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkanasupan energi, karbohidrat, lemak, vitamin C, dan kalsium semua atlet (100%) berada pada kategorikurang. Asupan vitamin D semua atlet (100%) berada pada kategori cukup. Asupan protein sebagianbesar atlet yang berada pada kategori cukup yaitu 96,6% dan untuk asupan Fe dan Zn sebagian besaratlet berada pada kategori kurang yaitu 82,8% dan 96,6%. Status gizi dengan pengukuran antropometrisemuanya berada pada status gizi normal yaitu 100% sedangkan pengukuran biokimia (kadar Hb)sebagian besar dalam kategori normal yaitu 66,5%. Tingkat kebugaran sebagian besar dalam kategoribaik sekali yaitu 55,2% yang diukur dengan menggunakan lari multi tahap. Melalui penelitian inidisarankan para atlet untuk mengkonsumsi beraneka ragam makanan serta mengkonsumsinya sesuaidengan kebutuhan. Perlu adanya ahli gizi yang dapat memberikan pengetahuan tentang gizi secara rutin.

    Kata Kunci : Asupan Zat Gizi, Status Gizi, Tingkat Kebugaran, Atlet Olahraga Bermain

    ABSTRACTThe nutrient intake is the amount of nutrient consumed to fulfil their needs. This research is aimed

    to know about the description of nutrient intake, nutritional status, and the fitness level of sport athleteswho play in PPLP of Department of Youth and Sport in South Sulawesi. This research is usingobservational method with descriptive approach. Sample is taken using total sampling. The data usedincluding primary data and secondary data. The result shows that the intake of energy, carbohydrate, fat,vitamin C, and calcium of all athletes (100%) were in the category of less. Intake of vitamin D all athletes(100%) was in the category of enough. Intake of protein of most athletes is in the prologue and enoughnamely 96.6% and for intake of Fe and Zn most athletes are in the prologue and less namely 82.8% and96.6%. Nutritional status that measured by anthropometry is on the status of normal nutrition is 100%while the measurement of biochemistry (levels of Hb) mostly in the category of normal namely 66.5%.

    Level of fitness mostly in the category of good which is amount collected by 55.2% were measured usingmulti stage run. From this research, it is suggested to the athletes to consume variegated food and inaccordance with their needs. The nutritionist is also needed to give them nutritional education regularly.

    Keyword : Nutrient Intake, Nutritional Status, Level of Fitness, Playing Sports of Athletes

  • 8/13/2019 bimgi

    21/53

    PENDAHULUAN

    Olahraga merupakan aktivitas fisiksecara terencana untuk berbagai tujuan antaralain mendapatkan kesehatan, kebugaran,rekreasi, pendidikan, dan prestasi. Prestasiolahraga merupakan akumulasi kualitas fisik,teknik, taktik, dan kematangan psikis yangmampu ditampilkan olahragawan dalam suatupertandingan

    1.

    Menurut laporan WHO pada tahun 1999,kasus penyakit tidak menular seperti penyakitjantung, tekanan darah tinggi, kencing manis,kanker, serta berat badan berlebih hampir 60%menyebabkan kematian dan merupakan 43%dari seluruh beban penyakit penyakit di dunia(Global Burden Disease). Pada tahun 2020penyakit tidak menular diperkirakan akanmeningkat menjadi 73% sebagai penyebabkematian dan merupakan 60% dari seluruh

    beban penyakit. Penyakit tidak menular sangaterat kaitannya dengan gaya hidup seperti polamakan tidak seimbang, rendahnya aktivitas fisik,dan kebiasaan merokok

    2.

    Kebutuhan gizi atlet mempunyaikekhususan karena tergantung pada cabangolahraga. Untuk mendapatkan atlet yangberprestasi, faktor gizi sangat perlu diperhatikansejak saat pembinaan di tempat pelatihansampai pada saat pertandingan

    3.

    Venkarteswarlu (1982) menambahkan bahwaatlet yang mempunyai pengetahuan tentang gizicenderung jarang memilih makanan berdasarkan

    tradisi, adat, maupun iklan yang umumnyakurang mengandung zat gizi yang berimbaspada kemunduran prestasi olahraga

    4.

    Warren, Bonner, dan Stitt (1985)menyarankan bahwa pelatih perlu memberikaninformasi mengenai kebutuhan cairan, suplemenmakanan, dan metode untuk meningkatkan ataumenurunkan berat badan. Mereka menyatakanbahwa pengetahuan tentang gizi sebaiknyadikembangkan dan ditampilkan dalam formatilmiah oleh para pelatih

    5.

    Berdasarkan hasil observasi di PusatPendidikan dan Latihan Olahraga Pelajar(PPLP), kami memperoleh sejumlah datamengenai atlet, aktivitas, dan jenis olahraga.PPLP merupakan salah satu insititusi yangmemiliki atlet yang dipersiapkan untuk mengikutikejuaraan nasional, regional, maupuninternasional tanpa selalu menunggupelaksanaan pemusatan pelatihan yanginsidentil dan mendadak sehingga kamibermaksud mengadakan penelitian untukmemperoleh gambaran asupan zat gizi, status

    gizi, dan tingkat kebugaran atlet olahragabermain di tempat tersebut.

    BAHAN DAN METODE

    Lokasi PenelitianPenelitian dilakukan di PPLP yang

    terletak di Sudiang, Makassar. PPLP merupakansalah satu program pembinaan atlet usiasekolah yang telah lulus seleksi penerimaansekaligus diasramakan yang digagas oleh DinasPemuda dan Olahraga Provinsi SulawesiSelatan.

    Desain dan Variabel PenelitianDesain penelitian yang digunakan

    adalah metode observasional denganpendekatan deskriptif untuk mengetahuigambaran asupan zat gizi, status gizi, dantingkat kebugaran atlet olahraga bermain di

    PPLP. Adapun variabel pada penelitian inimeliputi asupan zat gizi, status gizi, dan tingkatkebugaran.

    Populasi dan SampelPopulasi dalam penelitian ini adalah

    semua atlet olahraga bermain yang berstatussebagai atlet aktif di PPLP dengan jumlah 29orang. Pengambilan sampel dilakukan secaratotal sampling, yaitu semua populasi tersebutdimasukkan sebagai sampel penelitian.

    Pengumpu lan Data

    Data primer meliputi asupan makananyang diperoleh dengan wawancara sertamelakukan food recall 1x24 jam. Status gizidiperoleh dengan mengukur tinggi badan(menggunakan microtoise) dan berat badan(menggunakan timbangan) serta menanyakanumur sebagai acuan untuk menghitungkebutuhan zat gizi. Dilakukan pula pengecekankadar Hb dan tingkat kebugaran yang diukurdengan menggunakan lari multi tahap (BleepTest). Data sekunder didapatkan dari hasilwawancara dengan pembina atlet ataupunpengelola di PPLP.

    Analis is DataData yang telah dikumpulkan kemudian

    diolah dengan menggunakan program WHOAntro, NutriSurvey, dan SPSS 16.

    HASIL PENELITIANDeskripsi Karakteristik Umum

    Berdasarkan Tabel 1 respondenterbanyak adalah olahraga sepak takraw yaitu

  • 8/13/2019 bimgi

    22/53

    55,2%. Responden didominasi oleh jeniskelamin laki-laki, yaitu sebesar 82,8% karenajenis olahraga yang diteliti lebih diminati olehlaki-laki. Berdasarkan umur, jumlah responden

    berumur < 17 tahun sebanyak 58,6%.Responden sebanyak 93,1% yang sedangmengenyam pendidikan di tingkat SMA dan62,1% tidak mengkonsumsi suplemen.

    Tabel 1. Distribusi Responden menurut Karakterisik UmumAtlet Olahraga Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

    Karakteristik Umum n (29) %

    Jenis OlahragaSepak Bola

    Sepak Takraw1316

    44,855,2

    Jenis KelaminLaki-laki

    Perempuan245

    82,817,2

    Kategori Umur< 17 tahun 17 tahun

    1712

    58,641,4

    Tingkat PendidikanSMP

    SMA

    2

    27

    6,9

    93,1Konsumsi Suplemen

    YaTidak

    1118

    37,962,1

    Asupan Energ iBerdasarkan hasil penelitian ini

    didapatkan bahwa semua atlet (100%) masukdalam kategori asupan energi yang kurang yangditunjukkan pada Tabel 2.

    Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Status Gizi, Status Anemia, Tingkat Kebugaran, dan AsupanZat Gizi Atlet Olahraga Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

    Variabel Penelit ian n (29) %Status Gizi

    Normal 29 100,0Status Anemia

    NormalAnemia

    1910

    66,534,5

    Tingkat KebugaranBaik sekali

    Baik1613

    55,244,8

    Asupan Energ iKurang 29 100,0

    Asupan Karboh idratKurang 29 100,0

    Asupan ProteinKurangCukup

    128

    3,496,6

    Asupan LemakKurang 29 100,0

    Asupan Vi tamin CKurang 29 100,0

  • 8/13/2019 bimgi

    23/53

    Asupan Vi tamin DCukup 29 100,0

    Asupan Kals iumKurang 29 100,0

    Asupan FeKurangCukup

    245

    82,817,2

    Asupan ZnKurangCukup

    281

    96,63,4

    Asupan Zat GiziTabel 2 menunjukkan bahwa sebagian

    besar asupan protein berada pada kategoricukup yaitu 96,6%, sebagian besar asupan Fedan Zn berada pada kategori kurang berturut-turut yaitu 82,8% dan 96,6%. Didapatkan pulabahwa semua atlet (100%) masuk dalamkategori asupan vitamin D yang cukup.Sementara untuk asupan karbohidrat, lemak,

    vitamin C, dan kalsium didapatkan bahwa semuaatlet (100%) masuk dalam kategori yang kurang.

    Status GiziBerdasarkan penelitian didapatkan

    bahwa status gizi atlet berdasarkan pengukuranantropometri menunjukkan status gizi normal(100%) yang ditunjukkan pada Tabel 2 dimananilai Z-Score gizi normal yaitu antara -2 SDsampai +2 SD. Tabel 3 menunjukkan rata-rata(mean) nilai Z-Score IMT/U yaitu -0,54 (normal)

    dan Z-Score terendah adalah -1,99, nilai inimendekati status gizi kurang.

    Tabel 3. Nilai Mean dan Standar Deviasi Z-Score IMT/U Atlet OlahragaBermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

    Z-Score IMT/U Nilai

    Mean - 0,54SD 0,49

    Minimum - 1,99Maximum 0,33

    Status Anemia

    Tabel 2 menunjukkan terdapat 34,5%yang mengalami anemia. Tabel 4 menunjukkanbahwa nilai mean kadar Hb atlet laki-laki adalah13,43 (normal) dan nilai mean kadar Hb atletperempuan adalah 12,64 (normal). Kadar Hb

    dari atlet perempuan lebih kecil dibandingkandengan atlet laki-laki karena dipengaruhi faktormenstruasi yang dialami setiap perempuan usiaremaja setiap bulan.

    Tabel 4. Nilai Mean Kadar Hb Berdasarkan Jenis Kelamin AtletOlahraga Bermain di PPLP Dispora Sulawesi Selatan

    Kadar HbNilai

    Laki-laki Perempuan

    Mean 13,43 12,64Minimum 11 10,9

    Maksimum 16,6 14,6

    Tingkat Kebugaran

    Tabel 2 menunjukkan sebagian besaratlet memiliki tingkat kebugaran baik sekali yaitu55,2% dan 44,8% yang memiliki tingkatkebugaran baik. Peranan kebugaran sangat

    penting untuk usia remaja khususnya atlet yangmengalami pembinaan sejak usia dini.

    PEMBAHASANGambaran Asupan Energi

  • 8/13/2019 bimgi

    24/53

    Hasil penelitian menunjukkan bahwadari 29 responden yang berstatus gizi normal,semuanya termasuk dalam kategori asupanenergi kurang yaitu 100% yang artinya asupanenergi semua atlet kurang dari 75% totalkebutuhan energi. Dalam penelitian ini, asupanenergi atlet diperoleh melalui wawancara denganmetode food recall 1x24 jam denganmenanyakan makanan yang dikonsumsi dalamsehari dari bangun tidur hingga tidur kembali.

    Berdasarkan wawancara tentang asupanenergi yang dikonsumsi ternyata para atlet tidakmemperhitungkan kebutuhan energi sesuaidengan kebutuhan mereka dan tidak mempunyaipengetahuan tentang berapa besar asupanenergi yang harus dikonsumsi oleh seorang atletpada saat latihan sehingga energi yangdikonsumsi setiap harinya tidak tercukupi. Selainitu juga terdapa keterbatasan peneliti dalammenggali informasi lebih dalam mengenai

    asupan yang dikonsumsi atlet.

    Gambaran Asupan Zat GiziKarbohidratDari hasil penelitian didapatkan bahwa

    semua atlet masuk dalam kategori asupankurang yang berarti asupan atlet kurang dari60% total kebutuhan sehari. Frekuensi makanutama atlet hanya tiga kali dalam sehari danmakanan atlet tergantung pada menu apa yangdisajikan di asrama. Disamping itu atletmempunyai aktivitas harian selain olahragaseperti belajar dan mengikuti kegiatan

    ektrakurikuler di sekolah. Oleh karena itu,kebutuhan energi dan zat gizi atlet meningkatnamun atlet kurang memperhatikan asupan yangseharusnya dikonsumsi setiap hari yang sesuaidengan kebutuhan.

    Hasil konsensus dalam bidang nutrisiolahraga menyebutkan bahwa penting bagi atletuntuk memenuhi 60-70% dari total kebutuhanenergi melalui konsumsi karbohidrat. Kebutuhanini dapat dipenuhi melalui konsumsi makananyang kaya akan karbohidrat kompleks sepertiroti, gandum, sereal, pasta, nasi, jagung,kentang, dan kacang hijau, sedangkan untukmembantu dalam menyediakan energi secaracepat pada saat sebelum, saat sedang, dansetelah latihan/ pertandingan olahraga dapatmengkonsumsi karbohidrat sederhana sepertiglukosa, sukrosa, ataupun juga fruktosa

    6.

    ProteinDari hasil penelitian diketahui bahwa

    sebagian besar atlet masuk dalam kategori

    asupan cukup yaitu 96,6% yang berartiasupannya antara 10-15% dari total kebutuhanyang dianjurkan. Sebagian besar asupan cukupdikarenakan atlet sering mengkonsumsimakanan yang mengandung tinggi proteinseperti tempe, tahu, kacang-kacangan, dansumber protein lainnya. Namun ada pula yangasupannya kurang disebabkan karena konsumsisumber protein yang kurang, misalnya tidakmenyukai makanan terterntu seperti olahan tahu.Atlet mengkonsumsi makanan sesuai seleramasing-masing meskipun telah disediakan olehpihak asrama. Protein bagi atlet yang masihremaja sangat diperlukan untuk pertumbuhandan pembentuk tubuh guna mencapai tinggibadan yang optimal. Protein di dalam tubuhmempunyai fungsi utama yang khas dan tidakdapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu untukmembangun serta menjaga jaringan dan sel-seltubuh

    7.

    LemakDari hasil penelitian didapatkan bahwa

    semua atlet termasuk dalam asupan kategorikurang yang berarti asupannya kurang dari 20%dari yang dianjurkan. Sebagian besar asupanyang kurang disebabkan dengan kebiasaanmakan yang cenderung memilih makanan darisumber makanan laut (ikan segar) daripadamakanan daging dan olahannya.

    Total konsumsi lemak diharapkan tidakmelebihi 25% dari total kebutuhan energi tubuh.Kelebihan lemak bagi atlet sangat dihindari

    karena lemak yang berlebih akan menyebabkanpeningkatan berat tubuh dan juga akanmenurunkan kapasitas kecepatan, power, danenduran

    8.

    VitaminDari hasil penelitian didapatkan bahwa

    semua atlet masuk kategori asupan vitamin Ckurang yaitu 100% yang artinya asupan atletkurang dari 90% dari yang dianjurkan,sedangkan asupan vitamin D semua atlet masukkategori cukup yaitu 100% yang artinya asupanatlet 90% dari yang dianjurkan. Sebagianbesar asupan kurang disebabkan karena kurangmengkonsumsi buah-buahan, sayur-sayuran,dan sumber vitamin lainnya. Vitamin sangatpenting terutama untuk mengukur reaksi kimiazat gizi penghasil energi. Pada seorang atlet,kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larutdalam air, meningkat sesuai dengan kebutuhanenergi

    8.

  • 8/13/2019 bimgi

    25/53

    MineralDari hasil penelitian didapatkan bahwa

    sebagian besar asupan Fe dan Zn dalamkategori kurang yaitu 82,8% dan 96,6%.Sementara itu untuk asupan kalsium semua atletdalam kategori kurang (100%). Zat besi (Fe)merupakan mineral mikro yang paling banyakterdapat di dalam tubuh manusia dan hewanyaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuhmanusia dewasa. Zat besi mempunyai fungsiesensial di dalam tubuh sebagai alat angkutoksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh

    9. Zat

    besi banyak terdapat dalam bahan makananhewani, contohnya daging, ayam, ikan maupundalam bahan makanan nabati contohnyakangkung dan bayam

    8.

    Pengkategorian cukup atau tidaknyaasupan zat gizi berdasarkan AKG 2004 bagiorang Indonesia. Hampir semua asupan zat giziatlet termasuk dalam kategori kurang. Hal ini

    disebabkan asupan energi yang dikonsumsi atletternyata sebagian besar tidak memperhitungkankebutuhan energi yang sesuai dengankebutuhan yang mereka butuhkan dan tidakmempunyai cukup pengetahuan tentang berapabesar asupan energi yang dikonsumsi seorangatlet pada saat latihan sehingga asupan energiyang dikonsumsi tidak tercukupi. Selain itu hal inidisebabkan pula karena atlet inginmempertahankan berat badan namunpengaturan makanan atlet tidak sesuai denganaktivitas harian.

    Gambaran Status GiziAntropometr iHasil analisis status gizi berdasarkan

    asupan energi menunjukkan bahwa atlet yangberkategori asupan energi kurang yaitu 100%yang semuanya berstatus gizi normal.Berdasarkan penelitian tentang status gizi atlet,semuanya berstatus gizi normal sedangkanasupan energi yang dikonsumsi oleh atletberada pada kategori kurang. Hasil iniberbanding terbalik dengan teori yangdikemukakan oleh Hasan (2008) yangmenyatakan bahwa status gizi seseorangberkaitan erat dengan asupan gizi dari makananyang dikonsumsi baik kuantitas maupunkualitasnya

    10. Hal ini terjadi karena atlet ingin

    mempertahankan berat badan sehinggamembatasi asupan makanannya.

    Konsumsi makanan berpengaruhterhadap status gizi seseorang. Kondisi statusgizi baik dapat dicapai bila tubuh memperolehcukup zat-zat gizi yang akan digunakan secara

    efisien sehingga memungkinkan terjadinyapertumbuhan fisik, perkembangan otak, dankemampuan kerja untuk mencapai tingkatkesehatan yang optimal

    11.

    Hemoglobin (Hb)Hasil pengukuran berdasarkan kadar Hb

    didapatkan sebagian besar atlet berada padakategori normal yaitu 66,5% dan kategori anemiayaitu 34,5%. Pengambilan kadar Hbmenggunakan metode cyanmethemoglobinkarena lebih akurat dan praktis. Hb merupakansenyawa pembawa oksigen pada sel darahmerah. Kandungan Hb yang rendah dapatmengindikasikan anemia. Berdasarkan padametode yang digunakan, nilai hemoglobinmenjadi akurat sampai 2-3%. Metode yang lebihdulu dikenal adalah metode Sahli yangmenggunakan teknik kimia denganmembandingkan senyawa akhir secara visual

    terhadap standar gelas warna12.

    Gambaran Tingkat KebugaranHasil penelitian menunjukkan bahwa

    sebagian besar atlet dalam kategori baik sekaliyaitu 55,2% dan atlet dengan kategori baik yaitu44,8%. Secara fisiologis kesegaran jasmaniadalah kemampuan melakukan penyesuaianterhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpamenimbulkan kelelahan yang berlebihan. Hal inimengandung pengertian bahwa semua bentukkegiatan selalu memerlukan dukungan fisik,sehingga masalah kemampuan fisik merupakan

    faktor dasar bagi setiap aktivitas. Olahragawanyang memiliki kesegaran jasmani yang baik akanmempunyai kemampuan fisik seperti kekuatan,daya tahan, kecepatan, daya tahan jantung,daya tahan otot, dan daya tahan paru-paru

    13.

    KESIMPULAN DAN SARANAsupan energi, karbohidrat, lemak,

    vitamin C, dan kalsium semuanya berada padakategori kurang. Asupan protein sebagian besarpada kategori cukup yaitu 96,6%. Asupanvitamin D semuanya berada pada kategoricukup. Sebanyak masing-masing 82,8% dan96,6% atlet memiliki asupan Fe dan Zn padakategori kurang. Status gizi antropometrimemiliki status gizi normal yaitu 100%sedangkan pengukuran biokimia (kadar Hb)sebagian besar dalam kategori normal yaitu66,5%. Tingkat kebugaran sebagian besar padakategori baik sekali yaitu 55,2%.

    Perlu adanya ahli gizi yang dapatmemberikan pengetahuan tentang gizi secara

  • 8/13/2019 bimgi

    26/53

    rutin sehingga atlet dapat mengetahui jenis danjumlah makanan yang mereka butuhkan sertamereka dapat mengetahui besarnya pengaruhmakanan terhadap daya tahan dan penampilanmereka. Atlet disarankan untuk lebih banyakmengkonsumsi makanan beraneka ragam sertamengkonsumsi makanan sesuai dengankebutuhan.

    DAFTAR PUSTAKA1. Kusumawati. Hubungan antara pola

    komsumsi protein dan fe dengan dayatahan jantung paru atlet sepakbola PSSemen Padang tahun 2003. Jurnal GiziKlinik Indonesia 2005 : 2 (1) : 8-12.

    2. Departemen Kesehatan RI. Materi advokasikesehatan olahraga. Jakarta: DirektoratJenderal Bina Kesehatan Masyarakat ;2003.

    3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman

    pelatihan gizi olahraga untuk prestasi.Jakarta: Direktorat Jenderal BinaKesehatan Masyarakat ; 2000.

    4. Dominic OL, Onifade OA. Dietary attitude ofUniversity of Ilorin athletes. Departement OfPhysical Ang Health Education UniversityOf Ilorion ; 2004.

    5. Zawila LG, Steib CM, Hoogenboom B. Thefemale collagiate cross-country runner:nutrirional knowledge and attitudes. JournalOf Athlete Training 2003 : 38 (1) : 67-74.

    6. Napu, Arifasno. Pengaturan berat badandalam menunjang kemampuan fisik atlet.Terdapat pada : www.gizi.net. Diakses pada20 Oktober, 2011.

    7. Irawan, Djoko Pekik. Panduan gizi lengkapkeluarga dan olahragawan. Yogyakarta:Penerbit Andi ; 2008.

    8. Departemen Kesehatan RI. Gizi olahragauntuk prestasi. Jakarta: Direktorat JenderalBina Kesehatan Masyarakat ; 1997.

    9. Almatsier, Sunita. Prinsip dasar ilmu gizi.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama ;2005.

    10. Hasan, S. Kesegaran jasmani atlet sepakbola pra-pubertas. Jurnal Iptek Olahraga2008 : 10 (3) : 188-202.

    11. Departemen Kesehatan RI. Pedomanpraktis terapi gizi medis. Jakarta: DirektoratJenderal Bina Kesehatan Masyarakat ;2006.

    12. Supariasa, I Dewa Nyoman. Penilaianstatus gizi. Jakarta: EGC Penerbit BukuKedokteran ; 2002.

    13. Sharkey, B. Kebugaran dan kesehatandevisi buku sport. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada ; 2003.

  • 8/13/2019 bimgi

    27/53

    FORTIFIKASI ZAT BESI PADA PERMEN BELIMBING WULUHDENGAN METODE MIKROENKAPSULASI SEBAGAI SALAH SATU

    UPAYA MENGURANGI PREVALENSI ANEMIA GIZI BESI PADAANAK-ANAK

    Sakinah Ulfiyanti1

    1 Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor

    ABSTRAK

    Pemanfaatan belimbing wuluh sebagai bahan olahan permen dengan fortifikasi zat besi dapatmenambah nilai ekonomis dan daya guna dari belimbing wuluh yang selama ini tidak termanfaatkansecara maksimal. Permen merupakan salah satu pangan yang digemari oleh anak-anak. Oleh karenaitu, permen dianggap cocok menjadi salah satu produk yang difortifikasi dengan alasan fortifikasi padamakanan pokok sulit dikendalikan terkait asupan. Besi yang digunakan untuk fortifikasi adalah feroglukonat, karena penyerapannya (bioavailabilitas) lebih tinggi jika dibandingkan dengan besi jenis ferofumarat dan fero sulfat. Mikrokapsul yang terpilih untuk digunakan dalam pembuatan permen adalah7,5% fero glukonat dengan kandungan besi 6,6 mg/gram mikrokapsul. Proses fortifikasi zat besi padapermen belimbing wuluh adalah ditambahkan konsentrasi besi sebanyak 5%, 10%, dan 20% dari AKGbesi per hari pada anak-anak (10 mg) untuk setiap satu buah permen. Pemberian permen belimbingwuluh terfortifikasi pada anak-anak adalah permen dengan formula 3, yaitu adonan belimbing wuluh10 gram dengan mikrokapsul besi 2,25 gram dan mengandung konsentrasi besi 15 gram. Sehinggadapat memenuhi 15% berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau setara dengan 1,5 mg. AngkaKecukupan Gizi pada anak adalah 10 mg/hari. Jadi permen belimbing wuluh dapat diberikan 1-2 kalisehari.

    Kata Kunci: Fortifikasi, zat besi, permen, anemia, belimbing wuluh

    PENDAHULUAN

    Era globalisasi menuntut setiap negarauntuk melakukan peningkatan produktivitasdan kualitas sumber daya manusia. Salah satuindikator pengukur tinggi rendahnya kualitastersebut adalah Indeks Kualitas Hidup Manusia(HDI) (Azwar, 2000). Tahun 2004, HDIIndonesia menempati urutan ke 111 dari 177negara (Syamsi dan Sutaryo, 2005). Tigafaktor yang penentu HDI yang dikeluarkan olehUNDP (United National Development Program)adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi

    dimana ketiga faktor tersebut erat kaitannyadengan status gizi masyarakat (Azwar, 2000).Masalah gizi masyarakat yang utama diIndonesia masih didominasi oleh masalah gizikurang energi protein (KEP), GAKI (GangguanAkibat Kekurangan Iodium), kurang vitamin A(KVA), dan masalah anemia gizi. Untukmasalah Anemina gizi, diperkirakan 25% daripenduduk dunia menderita anemia (Urtula danTriasih, 2005). Zat gizi yang paling berperan

    dalam proses terjadinya anemia gizi adalah zatbesi (Supariasa dkk, 2000).

    Anemia gizi besi merupakan salahsatu masalah kekurangan zat gizi mikro yangmenimpa hampir separuh anak-anak di negaraberkembang, termasuk Indonesia. Prevalensianemia di Indonesia yang ditunjukkan olehlaporan Depkes (2005) yaitu pada remajawanita 26,50%, wanita usia subur (WUS)26,9%, ibu hamil 40,1% dan pada anak balita47,0%. Anemia gizi besi yang terjadi padamasa bayi dan anak-anak berdampak padaperkembangan mental dan motorik yang

    kemungkinan akan mempunyai dampak padamasa selanjutnya (Idjradinata & Pollit, 1993).Beberapa faktor yang menyebabkan anemiaantara lain asupan zat besi yang kurang,infeksi berbagai macam cacing, berkurangnyapersediaan zat besi di dalam tubuh,meningkatnya kebutuhan akan zat besi, sertakehilangan darah yang kronis (Almatsier,2004).

  • 8/13/2019 bimgi

    28/53

    Selama ini upaya penanggulangananemia gizi besi di Indonesia masih berkisarpada suplementasi, baik dalam bentuk cairansirup maupun kapsul. Strategi lain yangdianggap lebih efektif adalah fortifikasi pangansebagai suatu metode yang sukses untukmengurangi defisiensi gizi besi. Program

    fortifikasi diharapkan mampu menghasilkanproduk pangan dengan kandungan fortifikanyang dapat mencegah terjadinya defisiensi jikadikonsumsi pada jumlah normal serta memilikiharga yang lebih terjangkau. Salah satu bahanpangan yang masih belum banyakdimanfaatkan di masyrakat dan memilkibanyak khasiat serta dapat didapat denganharga terjangkau adalah belimbing wuluh.

    Belimbing wuluh merupakan buahyang kaya akan vitamin C. Tanaman initumbuh subur tanpa perawatan khusus,bahkan buah ini dapat tumbuh tanpamengenal musim (Lin, 1994). Menurut FAO(1972) buah belimbing wuluh memilikikandungan asam askorbat sebanyak35mg/100 gram buah. Rasanya yang sangatasam menjadikan buah ini jarang dikonsumsilangsung sebagai buah segar, melainkanhanya digunakan sebagai obat tradisionalseperti obat batuk, sariawan, sakit perut,gondongan, jerawat, tekanan darah tinggi,memperbaiki fungsi pencernaan, dan radangrektum.

    Pemanfaatan belimbing wuluh sebagaibahan olahan permen dengan fortifikasi zatbesi dapat menambah nilai ekonomis dan dayaguna dari belimbing wuluh yang selama initidak termanfaatkan secara maksimal. Permen

    merupakan salah satu pangan yang digemarioleh anak-anak. Oleh karena itu, permendianggap cocok menjadi salah satu produkyang difortifikasi dengan alasan fortifikasi padamakanan pokok sulit dikendalikan terkaitasupan pada masing-masing individu. Adanyavitamin C pada belimbing wuluh sangatmembantu penyerapan besi-nonhem denganmerubah bentuk feri menjadi fero sehinggabioavailabilitas zat besi pada tubuh meningkat(Almatsier, 2004). Maka berdasarkan latarbelakang di atas, tercetuslah sebuah ideFortifikasi Zat Besi pada Permen BelimbingWuluh dengan Metode Mikroenkapsulasi

    sebagai Salah Satu Upaya MengurangiPrevalensi Anemia Gizi Besi Pada Anak-Anak

    RUMUSAN MASALAHBerdasarkan latar belakang yang telah

    dijabarkan, dalam penyusunan karya ilmiah iniada beberapa rumusan masalah yang akandibahas, yaitu :

    1. Bagaiman cara pembuatan permenbelimbing wuluh?

    2. Berapa konsentrasi zat besi yangdibutuhkan untuk fortifikasi padapermen belimbing wuluh?

    3. Bagaimana proses fortifikasi zat besipada permen belimbing wuluh?

    PEMBAHASAN

    2.1 Cara Pembuatan Permen Belimb ingWuluh

    Peralatan dan bahan yang digunakandalam proses pembuatan permen belimbingwuluh antara lain timbangan, kompor gas,panci, pengaduk kayu, termometer, alatpencetak, gula pasir, sirup fruktosa, sorbitol,dan belimbing wuluh.

    Cara pembuatan permen belimbingwuluh adalah sebagai berikut:1. Belimbing wuluh dicuci bersih, dipotong-

    potong dan dihancurkan sampai halusdengan blender tanpa penambahan air

    2. Disiapkan bahan-bahan permen denganperbandingan tertentu gula: fruktosa:sorbitol = 60:50:10

    3. Belimbing wuluh yang sudah hancurdisaring untuk mendapatkan sarinya.

    4. Tambahkan 60 gram gula , 50 gramfruktosa, dan 10 gram sorbitol. Sorbitoldigunakan untuk membuat tekstur agakkeras sehingga adonan mudah dibentuksaat pembuatan permen.

    5. Setelah semua bahan tercampur,pemanasan dilakukan sampai mendidihsambil terus diaduk.

    6. Dituang sedikit ke dalam cetakan7. Didinginkan untuk mengeraskan permen

    2.2 Konsentrasi Zat Besi yang Dibutuhkanuntuk Fortifikasi pada PermenBelimbing Wuluh

    Bahan-bahan yang digunakan untukfortifikasi besi pada permen belimbing wuluhadalah gum arab, maltodekstrin, dan akuades.Senyawa besi yang dipilih harus berupa jeniszat besi yang tingkat penyerapannya dalamusus cukup tinggi. Pada penelitian ini, penelitimenggunakan jenis besi fero glukonat. Hargabesi jenis ini memang cukup mahal, namunpenyerapannya (bioavailabilitas) lebih tinggi

    jika dibandingkan dengan besi jenis ferofumarat dan fero sulfat. Komposisi mikrokapsulbesi yang digunakan terdiri atas gum arab :maltodekstrin : serbuk besi = 70%:30%:7,5%atau 14 g gum arab, 6 g maltodekstrin, dan 15g serbuk besi dalam 200 ml air (pelarut).Komposisi ini diambil dari metode Purnamasari(2009) yang merupakan modifikasi dari metodeFitriani (2001). Mikrokapsul yang dihasilkankemudian dianalisis kimia kandungan besinya

  • 8/13/2019 bimgi

    29/53

    dengan metode AAS (Atomic AbsorptionSpectrophotometri). Berdasarkan hasil analisiskadar besi dengan menggunakan AAStersebut, mikrokapsul yang terpilih untukdigunakan dalam pembuatan permen adalah7,5% fero glukonat dengan kandungan besi6,6 mg/gram mikrokapsul. Formula ini dipilih

    karena mempunyai nilai kehilangan besi yanglebih rendah (efisiensi 47,3%) pada saatmikrokapsul dibuat.

    Pada umumnya beberapa faktor perludipertimbangkan dalam memilih bahanpembawa untuk fortifikasi (carrier) adalahbahan pembawa harus merupakan bahanyang dikonsumsi dalam jumlah yang cukupoleh kelompok target. Bahan pembawa yangideal adalah bahan yang dimakan setiap haridan dalam jumlah konstan oleh kelompoksasaran, dapat membawa zat gizi dalamjumlah yang ditetapkan serta tersedia dipasaran agar mudah diperoleh. Kedua, bahanpembawa yang telah difortifikasi seharusnyatetap stabil dan tidak banyak mengalamiperubahan dari aspek sensorinya (Dary danKim, 2002).

    Untuk meningkatkan penyerapan zatbesi, fortifikasi dapat dilakukan dengan metodepenambahan senyawa pendorong(enhancers), salah satunya adalah asamaskorbat. Vitamin C dapat meningkatkanpenyerapan zat besi sebesar dua atau tiga kalilipat. Belimbing wuluh merupakan salah satubuah tropis yang kaya akan vitamin C. VitaminC mampu merubah bentuk zat besi ferimenjadi fero yang relatif mudah diserap. Zatbesi dalam bentuk kelat terlindungi dari

    senyawa inhibitor di dalam usus dan zat besinon-hem dapat dipertahankan kelarutannyaketika masuk dalam lingkungan alkali usushalus sehingga dapat menetralkan efek darisenyawa inhibitor (Almatsier, 2004).

    Pemberian gum arab bertujuan untukuntuk memperbaiki viskositas, tekstur, danbentuk makanan (Wahyuni, 2005). Sedangkanmaltodekstrin dikenal memiliki banyak fungsidalam pengolahan pangan diantaranyasebagai emulsifier dan pengental (Luthana,2008). Keunggulan penggunaan maltodekstrinyaitu dapat larut dalam air dingin, memilikikemampuan mengikat air, sifat browning yang

    rendah, dan rendah kalori (Rini, 2011).

    2.3 Proses Fortifikasi Zat Besi padaPermen Belimbing Wuluh

    Pada umumnya fortifikasi zat besi kedalam bahan pangan dilakukan dengan cara

    membuat premix yaitu dengan terlebih dahulumencampurkan zat besi ke dalam sebagiankecil produk sebagai bahan pembawa,kemudian mencampurkannya ke dalamkeseluruhan produk hingga homogen. Padapenelitian ini mikroenkapsulasi besi dicampurdengan selai belimbing wuluh. Terdapat

    beberapa faktor yang perlu dipertimbangkandalam memilih senyawa untuk fortifikasi(fortifikan), antara lain: (1) bioavailabilitasrelatif fortifikan, (2) reaktivitas fortifikan yangmengakibatkan terjadinya diskolorisasi(perubahan warna) atau perubahan bau dancita rasa yang tidak diinginkan; (3) stabilitasfortifikan selama penyimpanan danpengolahan pangan; serta (4) kompatibitasatau kecocokannya dengan senyawa atau zatgizi lain. Dalam memilih zat besi sebagaifortifikan, di antara beberapa faktor tersebutyang paling utama harus mendapatkanperhatian adalah bioavalibilitas relatifnya. Jikadipilih fortifikan dengan bioavalabilitas relatifkecil, maka untuk mencapai target pemenuhankebutuhan zat gizi yang diinginkan diperlukanfortifikan dalam jumlah besar. Besarnya jumlahfortifikan akan berdampak pada tingginyaharga dan kemungkinan timbulnya efeksensori yang tidak diinginkan. Vitamin Cmerupakan jenis vitamin yang membantupenyerapan zat besi dalam tubuh (Dary danKim, 2002)

    Belimbing wuluh merupakan buahyang kaya akan vitamin C. Tanaman initumbuh subur tanpa perawatan khusus,bahkan buah ini dapat tumbuh tanpamengenal musim (Lin, 1994). Menurut FAO

    (1972) buah belimbing wuluh memilikikandungan asam askorbat sebanyak35mg/100 gram buah. Rasanya yang sangatasam menjadikan buah ini jarang dikonsumsilangsung sebagai buah segar, melainkanhanya digunakan sebagai obat tradisionalseperti obat batuk, sariawan, sakit perut,gondongan, jerawat, tekanan darah tinggi,memperbaiki fungsi pencernaan, dan radangrektum. Pemanfaatannya yang hanya sebataspada penggunaan obat tradisional, membuatkurangnya efisiensi dari buah ini. Oleh karenaitu untuk mengefisienkan buah belimbingwuluh dan menambah nilai guna dari buah ini,

    maka dibuatlah permen yang terfortifikasidengan besi jenis fero glukonat. Padapenelitian ini digunakan permen jenis permenkeras. Permen keras dipilih karena (hardcandy) memiliki tekstur yang keras,penampakan yang bening seperti kacasehingga dapat menarik anak-anak untukmengkonsumsinya.

    Proses fortifikasi zat besi pada permenbelimbing wuluh adalah ditambahkan

  • 8/13/2019 bimgi

    30/53

    konsentrasi besi sebanyak 5%, 10%, dan 20%dari AKG besi per hari pada anak-anak (10mg) untuk setiap satu buah permen. Produkpermen yang akan dihasilkan berupa permenkeras. Mikrokapsul besi ini akan ditambahkanke permen belimbing wuluh. Sehingga didalam permen belimbing wuluh berisi besi

    yang sudah terenkapsulasi.Formulasi untuk 10 permen kerasyang akan diisi dengan adonan permenbelimbing wuluhyang telah difortifikasidisajikan pada Tabel 5 berikut:

    Tabel 5 Komposisi permen belimbing wuluh(bagian luar permen)

    Formula Gula pasir(sukrosa) (g)

    Fruktosa(g)

    A1 60 50A2 60 50A3 60 50

    Pemberian permen belimbing wuluhterfortifikasi pada anak-anak adalah permendengan formula 3, yaitu adonan belimbingwuluh 10 gram dengan mikrokapsul besi 2,25gram dan mengandung konsentrasi besi 15gram. Sehingga dapat memenuhi 15%berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)atau setara dengan 1,5 mg. Angka KecukupanGizi pada anak adalah 10 mg/hari. Jadipermen belimbing wuluh dapat diberikan 1-2kali sehari. Selain kecukupan besi diperolehdari permen belimbing wuluh terfortifikasi,anak-anak juga dapat memenuhi kebutuhanakan zat besi dari pangan hewani maupunnabati yang dikonsumsinya.

    KESIMPULAN

    Proses fortifikasi zat besi pada permenbelimbing wuluh adalah ditambahkankonsentrasi besi sebanyak 5%, 10%, dan 20%dari AKG besi per hari pada anak-anak (10mg). Pada pemberian permen belimbing wuluhterfortifikasi pada anak-anak adalahmenggunakan permen dengan formula 3, yaituadonan belimbing wuluh 10 gram denganmikrokapsul besi 2,25 gram dan mengandung

    konsentrasi besi 15 gram. Sehingga dapatmemenuhi 15% berdasarkan AngkaKecukupan Gizi (AKG) atau setara dengan 1,5mg. Jadi permen belimbing wuluh dapatdiberikan 1-2 kali sehari untuk memenuhiAngka Kecukupan Gizi (AKG).

    SARAN

    Konsumsi permen berlebihan dapatmenyebabkan karies, sehingga disarankanjangan terlalu banyak mengkonsumsi permenini. Cukup 1-2 kali sehari dan asupan zat besidapat dari pangan hewani yang kaya akan Fe.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

    2. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2005.Gizi dalam Angka sampai dengan tahun2003. Jakarta: Direktorat JenderalPembinaan Kesehatan Masyarakat.

    3. Dary O, Freire W dan Kim S. 2002. Ironcompounds for fortifications: guidelines forLatin America and the Carribean. NutrRev. Vol 60 No 7

    4. Fitriani S. 2001. Mikroenkapsulasi mineralbesi untuk untuk fortifikasi mentega[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, InstitutPertanian Bogor.

    5. Hurrel R. 2010. Use of ferrous fumarate tofortify foods for infants and young children.Nutr Rev 68 (9): 522-530.

    6. Husaini MA, Husaini YK, Uhum LS, SusiloD. 1989. Anemia Gizi : Suatu StudiKompilasi Informasi dalam MenunjangKebijaksanaan Nasional danPengembangan Program. Jakarta :Departemen Kesehatan RepublikIndonesia.

    7. Jackson EB. 1999. Sugar Confectionery

    Manufacture. Cambridge: CambridgeUniversity Press.

    8. Purnamasari T. 2009.Fortifikasimikrokapsulbesipadapermencokelatuntukmengatasidefisiensibesipadaremajaputri [skripsi]. Bogor:FakultasEkologiManusia, InstitutPertanianBogor.

    9. Rahmalia R. 2008. Kajianmikroenkapsulasi ekstrak vanili dan retensivanili selama penyimpanan [tesis]. Bogor:Program Pascasarjana, Institut PertanianBogor.

    10. Rini. 2011. Pengaruh penambahan

    maltodekstrin.bbrp2b.kkp.go.id/journal/index.php/semnasbbrp2b/article/view/9 [ 03Maret 2013]

    11. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi danAplikasinya untuk Keluarga danMasyarakat. Jakarta: Direktorat JenderalPendidikan Tinggi, DepartemenPendidikan Nasional.

  • 8/13/2019 bimgi

    31/53

    12. Wahyuni. 2005. Karakteristik gum arab.repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/.../D05nwa.pdf?...2 [03 Maret 2013]

    13. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi.2004. Angka Kecukupan Gizi yangDianjurkan. Jakarta: LIPI.

  • 8/13/2019 bimgi

    32/53

    MANFAAT ISOFLAVON DALAM PRODUK KEDELAIMENANGGULANGI DIABETES SERTA MENCEGAH OBESITAS

    DAN OSTEOPOROSIS

    Andi Imam Arundhana1

    1Mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Gizi danKesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

    ABSTRAK

    Di Indonesia, produk olahan kedelai seperti tempe, tahu, susu kedelai danbeberapa jenis makanan lainnya dapat diperoleh dengan mudah. Kacang kedelaimengandung isoflavon, kaya serat protein, memiliki indeks glikemik rendah, dantergolong sebagai makanan fungsional. Hal ini yang mendasari pemanfaat kacangkedelai secara khusus dalam penatalaksanaan obesitas, diabetes dankomorbiditas lainnya. Beberapa penelitian RCTuntuk menguji efek isoflavon dari

    produk kedelai, menunjukkan bahwa isoflavon menurunkan risiko berbagaimasalah kesehatan seperti kanker payudara dan prostat, penyakit jantung koroner,mencegah hilangnya kepadatan tulang pada usia lanjut, dan memiliki potensi untukmencegah obesitas dan diabetes.

    Sumber isoflavon tidak hanya dari produk kedelai tetapi dapat juga diperolehdari kacang-kacangan, dan gandum meskipun jumlahnya lebih sedikitdibandingkan kacang kedelai. Adapun kebutuhan isoflavon harian individu, tidakada referensi yang menunjukkan rekomendasi batasan isoflavon. Namun semakinbanyak antioksidan dan anti-inflamasi dalam tubuh semakin baik. Meskipundemikian, asupan sumber isoflavon juga perlu diperhatikan, karena bahanmakanan sumber isoflavon mengandung tinggi protein dan jika asupan proteinyang berlebihan akan berdampak pada kesehatan ginjal serta kadar albumindalam serum meningkat. Sebaiknya tetap mengacu pada kebutuhan dasar individuakan protein, dan pemilihan bahan makanan sumber protein tersebut berasal dari

    produk kedelai dengan begitu kebutuh