c10rru
TRANSCRIPT
-
8/18/2019 c10rru
1/111
ANALISIS MIKROSKOPIS DAN KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN GENJER (L imnocharis flava ) DARI KELURAHAN
SITU GEDE BOGOR
Oleh:
RACHMAWATI RUSYDI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
-
8/18/2019 c10rru
2/111
RINGKASAN
RACHMAWATI RUSYDI. C34060003. Analisis Mikroskopis dan Komponen
Bioaktif Tanaman Genjer (Limnocharis flava ) dari Kelurahan Situ Gede
Bogor. Dibimbing oleh AGOES M. JACOEB dan ASADATUN ABDULLAH.
Tanaman genjer ( Limnocharis flava) merupakan tanaman air yang
termasuk famili Limnocharitaceae. Tanaman genjer menghasilkan beberapa
komponen bioaktif, diantaranya flavonoid, total fenolik, β-karoten. Analisis
jaringan dari organ tanaman genjer adalah salah satu analisis yang tepat dalam
karakterisasi tanaman dan metabolit yang dihasilkan. Proses pengolahan tanaman
genjer diantaranya pengukusan yang dapat mengakibatkan perubahan zat gizi
tertentu dalam tanaman tersebut.
Penelitian ini bertujuan mengetahui sifat mikroskopis jaringan tanaman
genjer, kandungan gizi tanaman genjer sebelum dan setelah proses pengukusan
serta komponen bioaktif tanaman genjer secara kualitatif. Metode penelitian initerdiri atas tahap pengukuran dimensi tanaman genjer, pembuatan preparat dan
pengamatan jaringan dengan metode parafin seri Johansen-TBA, analisis
fitokimia dan analisis proksimat serta total karoten dari tanaman segar dan setelah
pengukusan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan daun terdiri atas selapis
epidermis dan derivatnya berupa stomata bertipe parasitik, selapis parenkim
palisade, lapisan parenkima spons dengan sejumlah lakuna, dan stele beserta
seludang pembuluhnya. Daun bertipe amphistomatous. Jaringan batang memiliki
selapis epidermis dengan kutikula yang tipis, korteks mengandung kloroplas, pati
dan memiliki sistem lakuna, stele bertipe konsentris amfikribral. Jaringan akar
terdiri atas rhizodermis, korteks dengan sistem lakuna, endodermis berlapis
banyak, stele dengan susunan xilem tipe eksark dan kelompok protoxilem tipe
poliarch.
Sejumlah lakuna menyebabkan kadar air sangat tinggi dan menurunkan
persentase zat gizi lainnya. Komposisi gizi tanaman genjer segar bagian daun,
yaitu kadar air 91,76%, kadar abu 12,40%, kadar lemak 7,95%, kadar protein
22,96%, kadar serat kasar 11,93% dan kadar total karoten 219,01 μg/g. Bagian
batang genjer memiliki kadar air sebesar 95,33%, kadar abu 16,38%, kadar lemak
5,62%, kadar protein 13,23%, kadar serat kasar 16,12%, kadar total karoten 92,99
μg/g. Persentase kadar air, abu, dan serat kasar paling tinggi di bagian batang,
sedangkan persentase kadar lemak dan protein paling tinggi di bagian daun.Proses pengukusan mengakibatkan persentase serat kasar tanaman menurun, tetapi
meningkatkan persentase mineral, lemak, dan protein. Penurunan kadar air genjer
kukus tidak signifikan dibandingkan genjer segar. Kadar total karoten daun
meningkat setelah pengukusan, namun total karoten menurun pada batang genjer.
Komponen bioaktif pada daun tanaman genjer adalah flavonoid, fenol
hidrokuinon, gula pereduksi, dan asam amino. Komponen bioaktif pada batang
tanaman genjer berupa flavonoid, gula pereduksi, dan asam amino. Flavonoid dan
gula pereduksi merupakan metabolit sekunder utama pada daun dan batang genjer.
-
8/18/2019 c10rru
3/111
ANALISIS MIKROSKOPIS DAN KOMPONEN BIOAKTIF
TANAMAN GENJER (L imnocharis fl ava ) DARI KELURAHAN
SITU GEDE BOGOR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu KelautanInstitut Pertanian Bogor
Oleh:
RACHMAWATI RUSYDI
C34060003
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
-
8/18/2019 c10rru
4/111
Judul : Analisis Mikroskopis dan Komponen Bioaktif Tanaman
Genjer (Limnochari s fl ava ) dari Kelurahan Situ Gede Bogor
Nama : Rachmawati Rusydi
NRP : C34060003
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M
NIP. 195911271986011005 NIP. 198304052005012001
Mengetahui,
Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil
NIP. 195805111985031002
Tanggal Pengesahan: ……………………………….
-
8/18/2019 c10rru
5/111
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Analisis
Mikroskopis dan Komponen Bioaktif Tanaman Genjer (L imnocharis fl ava )
dari Kelurahan Situ Gede Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Bogor, November 2010
Rachmawati Rusydi
C34060003
-
8/18/2019 c10rru
6/111
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya sekalian.
Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Mikroskopis dan
Komponen Bioaktif Tanaman Genjer (Limnocharis flava ) dari Kelurahan
Situ Gede Bogor. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini, terutama kepada:
1)
Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol. dan Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si,
M.S.M selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, arahan, nasihat,
dan semangat yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
2) Dr. Ir. Nurjanah, M.S selaku dosen penguji, atas segala saran dan arahan
yang telah diberikan kepada penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.
3)
Dra. Ella Salamah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, atas segala
perhatian dan bimbingannya yang diberikan kepada penulis selama penulis
menempuh pendidikan.
4) Dr. Ir. Dorly, MS selaku dosen yang membimbing penulis dalam
penelitian mengenai analisis jaringan tanaman genjer.
5)
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi
Hasil Perairan.
6)
Seluruh dosen dan staf administrasi THP yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7) Ayah dan mama yang selalu memberikan motivasi, doa, nasihat, dukungan
moril maupun materil, serta kasih sayang yang tidak pernah putus kepada
penulis. Semoga harapan ayah dan mama dapat penulis wujudkan dengan
baik.
8) Bu Ema, Mba Lastri, dan Mba Silvi yang telah membantu penulis selama
melakukan penelitian.
-
8/18/2019 c10rru
7/111
9) Teman-teman yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan
kepada penulis (Ratih, Yesti, Ayes, Kak Desi, Kamel, Nico, Nanda, Tyas
Bio 43, Kak Goto Bio 42, Kak Ira S2 Bio, Deksu, UU).
10)
Teman-teman THP 43 dan kakak THP 42 yang telah banyak memberikan
masukan dan informasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
11)
Adik-adikku Ayu dan Razi, terima kasih atas semangat dan doanya kepada
penulis. Semoga kita menjadi anak yang dapat membahagiakan kedua
orang tua kita kelak.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi tentang Analisis Mikroskopis
dan Komponen Bioaktif Tanaman Genjer ( Limnocharis flava) dari Kelurahan Situ
Gede Bogor.
Bogor, November 2010
Penulis
v
-
8/18/2019 c10rru
8/111
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Langsa, Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, pada tanggal 24 April 1988 dari pasangan
Bapak Rusydi M. Daud dan Ibu Warsiti Asma sebagai anak
pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan formal dimulai di
TK 5 Tamansiswa, Lhokseumawe dan lulus pada tahun
1994. Pada tahun 2000, penulis lulus dari sekolah dasar di
SD 3 Tamansiswa, Lhokseumawe. Pada tahun 2003, penulis
menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Yapena, Lhokseumawe.
Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMAN 2
Modal Bangsa, Aceh Besar. Di tahun yang sama, penulis diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di
Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam
beberapa organisasi kemahasiswaan, antara lain organisasi Ikatan Keluarga
Muslim TPB (IKMT) sebagai anggota pada tahun 2006-2007. Selama periode
2007-2008, penulis menjadi anggota UKM FORCES. Penulis juga aktif dalam
kepengurusan Himpunan Profesi HIMASILKAN pada periode 2007-2008 dan
2008-2009. Penulis juga memiliki pengalaman mengajar menjadi asisten mata
kuliah Metode Statistika periode 2008-2009 dan 2009-2010, asisten mata kuliah
Biokimia Hasil Perairan pada tahun 2009, asisten Fisiologi Degradasi Metabolit
Hasil Perairan pada tahun 2009, dan asisten Biotoksikologi pada tahun
2009-2010.
Penulis melakukan penelitian ini sebagai syarat untuk memperoleh gelarSarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan judul
“Analisis Mikroskopis dan Komponen Bioaktif Tanaman Genjer ( Limnocharis
flava) dari Kelurahan Situ Gede Bogor”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Agoes M.
Jacoeb, Dipl.-Biol dan Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M.
-
8/18/2019 c10rru
9/111
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL…………………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………... x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………... xii
1 PENDAHULUAN……………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………....... 1
1.2 Tujuan Penelitian………………………………………………….…... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….. 4
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Genjer ( Limnocharis flava)……... 4
2.2 Komposisi Gizi Tanaman Genjer……………………………………... 52.2.1 Protein………………………………………………………….. 6
2.2.2 Lemak………………………………………………………….. 7
2.2.3 Karbohidrat…………………………………………………….. 8
2.2.4 Mineral……………………………………………………….… 9
2.2.5 Air…………………………………………………………….... 10
2.2.6 Vitamin A…………………………………………………….… 11
2.3 Anatomi dan Jaringan Tumbuhan…………………………………….. 12
2.3.1 Akar…………………………………………………………….. 13
2.3.2 Batang……………………………………………………….…. 15
2.3.3 Daun………………………………………………………….… 182.3.3.1 Stomata………………………………………………... 20
2.4 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan………………………………….… 21
2.5 Persiapan Preparat dengan Metode Parafin…..…………………….…. 22
2.5.1 Fiksasi……………………………………………………….…. 22
2.5.2 Dehidrasi…………………………………………………….…. 23
2.5.3 Penjernihan, infiltrasi dan penanaman dengan metode parafin... 24
2.5.4 Penyayatan dan penempelan sayatan………………………....... 25
2.5.5 Pewarnaan…………………………………………………........ 26
2.6 Komponen Bioaktif...…………………………..................................... 272.6.1 Terpenoid/steroid…………………………………………….… 27
2.6.2 Alkaloid dan metabolit nitrogen lainnya…………………….…. 28
2.6.3 Metabolit fenol……………………………………………….… 30
2.7 Proses Pengukusan………………………………………………….… 32
3 METODE PENELITIAN………………………………………………... 33
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………….... 33
3.2 Bahan dan Alat……………………………………………………....... 33
3.3 Prosedur Penelitian………………………………………………….… 34
3.3.1 Pengukuran dimensi tanaman genjer…………………………... 35
-
8/18/2019 c10rru
10/111
3.3.2 Pembuatan preparat dengan metode parafin dan
pengamatan jaringan…………………….................................... 36
3.3.3 Analisis fitokimia tanaman genjer (Harborne 1987)………....... 37
3.3.4 Analisis proksimat dan total karoten……………………............ 41
1) Kadar air (AOAC 2007)……………………………………. 412) Kadar abu (AOAC 2007)…………………………………... 42
3) Kadar protein kasar (AOAC 2007)………………………… 42
4) Kadar lemak kasar (AOAC 2007)………………………...... 43
5) Kadar serat kasar (AOAC 2007)…………………………… 44
6) Analisis total karoten (Parker 1996)…………...…………... 44
3.3.5 Pengolahan data dan pengujian hipotesis…………………….... 45
4 HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………... 47
4.1 Anatomi dan Morfologi Tanaman Genjer ( Limnocharis flava)…….… 47
4.1.1 Deskripsi histologi daun……………………………………….. 47
4.1.2 Deskripsi histologi batang…………………………………….... 524.1.3 Deskripsi histologi akar………………………………………... 55
4.2 Dimensi Tanaman Genjer ( Limnocharis flava)…………………….…. 57
4.3 Komposisi Kimia Tanaman Genjer Segar dan Kukus……………….... 60
4.3.1 Kadar air……………………………………………………....... 62
4.3.2 Kadar abu…………………………………………………….… 64
4.3.3 Kadar lemak………………………………………………….… 67
4.3.4 Kadar protein………………………………………………....... 69
4.3.5 Kadar serat kasar…………………………………………….…. 71
4.4 Kadar Total Karoten……………………………………………….….. 73
4.5 Komponen Bioaktif Tanaman Genjer ( Limnocharis flava)...……….... 75
5 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………... 81
5.1 Kesimpulan………………………………………………………….… 81
5.2 Saran…………………………………………………………………... 81
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 83
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 89
viii
-
8/18/2019 c10rru
11/111
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1 Komposisi gizi tanaman genjer ( Limnocharis flava)………………. 6
2 Sistem jaringan, jaringan, dan jenis sel penyusun jaringan
tanaman…………………………………………………………….. 13
3 Komposisi rangkaian larutan dehidran TBA………………………. 24
4 Subklasifikasi terpenoid…................................................................. 28
5 Klasifikasi alkaloid dan metabolit-nitrogen lainnya pada tanaman... 29
6 Klasifikasi bagian- bagian fenolik………………………………….. 31
7 Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian……………. 338 Pengamatan stomata daun genjer…………………………………... 49
9 Hasil pengukuran tanaman genjer ( Limnocharis flava)……………. 57
10 Komposisi kimia daun dan batang tanaman genjer segar………….. 61
11 K omposisi kimia daun dan batang tanaman genjer kukus…………. 61
12 Hasil pengujian hipotesis t-student dua populasi………………...… 62
13 Kadar total karoten tanaman genjer segar dan kukus……………… 73
14 Rendemen ekstrak kasar daun dan batang tanaman genjer
( Limnocharis flava) pada pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda 76
15 Kandungan fitokimia daun dan batang genjer ( Limnocharis flava).. 77
-
8/18/2019 c10rru
12/111
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1 Tanaman genjer ( Limnocharis flava)……………………………….. 4
2 Struktur molekul vitamin A………………………………………… 12
3 Struktur anatomi akar pada tumbuhan Monocotyledoneae dan
Dicotyledoneae................................................................................... 15
4 Penampang batang monokotil………………………………………. 17
5 Penampang jaringan daun…………………………………………... 20
6 Jenis- jenis stomata daun……………………………………………. 21
7 Beberapa terpenoid dan alkaloid steroid…...……………………….. 288 Beberapa penggolongan alkaloid………………………………….... 30
9 Beberapa senyawa aromatik fenol sederhana……….……………… 31
10 Dandang pengukusan dan bagian dalamnya……………………...... 32
11 Diagram alir prosedur penelitian…………………………………… 35
12 Diagram alir pembuatan preparat dengan metode parafin.………… 38
13 Diagram alir pembuatan ekstrak daun dan batang genjer………….. 39
14 Morfologi tanaman genjer ( Limnocharis flava)……………………. 47
15 Penampang melintang daun genjer ( Limnocharis flava)………….... 48
16 Stomata daun epidermis atas……………………………………..… 50
17 Stomata daun epidermis bawah…………………………………….. 50
18 Irisan melintang batang genjer segar……………………………….. 52
19 Berkas pembuluh pada batang genjer beserta epidermis dan
korteks batang……………………………………………………… 54
20 Morfologi akar tanaman genjer ( Limnocharis flava)…………….… 55
21 Penampang melintang akar tanaman genjer beserta berkas pembuluhnya……………………………………………………….. 56
22 Sebaran luas dan keliling daun tanaman genjer……………………. 58
23 Sebaran panjang dan tebal batang tanaman genjer…………………. 59
24 Sebaran pan jang akar tanaman genjer……………………………… 60
25 Perbandingan kadar air tanaman genjer……………………………. 63
26 Perbandingan kadar abu tanaman genjer…………………………… 65
27 Perbandingan kadar lemak tanaman genjer………………………… 67
-
8/18/2019 c10rru
13/111
28 Perbandingan kadar protein tanaman genjer……………………….. 70
29 Perbandingan kandungan serat kasar tanaman genjer……………… 71
30 Perbandingan kadar total karoten tanaman genjer…………………. 74
xi
-
8/18/2019 c10rru
14/111
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Data hasil pengukuran tanaman genjer………………………….. 88
2 Komposisi larutan seri Johansen, larutan FAA, dan tahapan
pewarnaan jaringan…………………………………………….… 89
3 Hasil analisis proksimat tanaman genjer segar dan kukus…….. 90
4 Data hasil analisis total karoten tanaman genjer dan stomata daun 91
5 Data rendemen ekstrak kasar daun dan batang genjer………...… 92
6 Gambar proses pembuatan preparat jaringan dengan metode
parafin............................................................................................. 93
7 Gambar proses pengukuran tanaman beserta alat ukurnya……… 94
8 Gambar bahan dan alat analisis proksimat…………………..… 95
9 Gambar hasil pengujian fitokimia daun dan batang genjer…….... 96
10 Lokasi pengambilan sampel dan pemeliharaan sampel…………. 97
-
8/18/2019 c10rru
15/111
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu
sistem bisnis. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari
siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan (Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Tanaman air tawar
merupakan salah satu biota yang hidup di lingkungan perairan tawar, baik yang
hidup liar maupun yang ditujukan untuk pengolahan.
Tanaman air memiliki karakteristik dengan vegetasi yang seluruhnya
tenggelam dan bunga yang mengapung, atau dengan daunnya yang mengapung
dan bunga yang mengapung, atau vegetasi yang muncul ke permukaan dan bunga
yang mengapung di air. Tanaman air memiliki banyak spesies. Salah satu keluarga
tanaman air yang termasuk dalam tanaman Angiospermae adalah Alismatales.
Beberapa jenis yang termasuk dalam ordo Alimatales adalah Alismataceae,
Butomaceae, Hydrocharitaceae, Limnocharitaceae, dan Najadaceae. Tanaman
genjer ( Limnocharis flava) merupakan tanaman air yang termasuk spesies dari
famili Limnocharitaceae (Haynes dan Les 2004).
Pemanfaatan tanaman ini diantaranya sebagai sayuran, pakan ternak,
tanaman fitofiltrasi terhadap polusi air, tanaman penghias kolam, dan pupuk
(Abilash et al . 2009; Bergh 1994). Tanaman genjer diolah menjadi makanan oleh
masyarakat India dan sebagian besar Asia Tenggara dimana daunnya mengandung
protein 1-1,6%, sebagai alternatif dari tanaman bayam (Haynes dan Les 2004).Selain itu, tanaman genjer termasuk tanaman liar yang menghasilkan beberapa zat
metabolit sekunder yang dikenal sebagai zat bioaktif. Salah satu zat bioaktif yang
terkandung di dalam tanaman ini adalah flavonoid. Penelitian Maisuthisakul et al.
(2008) menunjukkan bahwa Limnocharis flava di wilayah Thailand mengandung
total fenolik sebesar 5,4 mg GAE/g db dan total flavonoid sebesar 3,7 mg RE/ g
db. Penelitian Ogle et al. (2001), diacu dalam Flyman dan Afolayan (2006)
menunjukkan bahwa Limnocharis flava mengandung β-karoten 50 μg/g .
-
8/18/2019 c10rru
16/111
Tanaman genjer sebagai organisme tingkat tinggi memiliki penyebaran
fungsi vital untuk organ-organ dan jaringan yang terpisah. Fungsi-fungsi dari
jaringan dan organ tersebut merupakan hasil dari aktivitas sel-sel yang
terintegrasi. Keragaman jenis sel yang berbeda dapat menggambarkan keadaan
fisiologis tanaman termasuk karakteristik gen dan ekspresi protein. Selain itu,
komponen berberat molekul rendah, yakni lemak, karbohidrat, vitamin, maupun
hormon yang menjadi penyusun bagian-bagian sel juga memberikan informasi
tentang karakteristik tanaman tersebut. Oleh karena itu, analisis jaringan dari
bagian-bagian tanaman merupakan salah satu analisis yang tepat dalam
karakterisasi tanaman dan metabolit yang dihasilkan.
Analisis jaringan dapat dilakukan dengan analisis mikroskopis melalui
beberapa metode diantaranya metode beku, metode seloidin, metode parafin ,
metode penanaman rangkap (Suntoro 1983). Metode parafin merupakan metode
yang sesuai bagi pemula dalam mempelajari jaringan dan memiliki prinsip-prinsip
pokok metode histologis. Menurut Suntoro (1983), kelebihan metode parafin
diantaranya irisan dapat jauh lebih tipis daripada menggunakan metode beku atau
metode seloidin. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah
bila menggunakan metode ini dan prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan
dengan metode seloidin.
Pengolahan tanaman genjer di Indonesia dilakukan dengan cara
pengukusan, perebusan, maupun penumisan yang menghasilkan makanan berupa
tumisan, lalapan, pecel, campuran gado-gado, dan sayur bubur. Pengukusan
adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim yang akan
mengubah warna, cita rasa, maupun nilai gizi yang dilakukan pada suhu air lebih
dari 66 ºC, tetapi kurang dari 82 ºC (Romdhijati 2010). Pengaruh proses pengukusan tanaman genjer dapat mengakibatkan penurunan atau peningkatan zat
gizi tertentu dalam tanaman tersebut. Oleh karena itu, kajian secara kuantitatif
kandungan gizi tanaman genjer setelah pengukusan perlu dilakukan dalam
meninjau pengaruhnya terhadap gizi, disamping menganalisa potensi komponen
bioaktif tanaman genjer.
2
-
8/18/2019 c10rru
17/111
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian tentang Analisis Mikroskopis dan Komponen
Bioaktif Tanaman Genjer ( Limnocharis flava) dari Kelurahan Situ Gede adalah:
1) Menentukan sifat mikroskopis jaringan tanaman genjer meliputi jaringan daun,
batang, dan akar .
2) Menentukan kandungan gizi tanaman genjer sebelum dan setelah proses
pengukusan.
3) Menentukan komponen bioakif yang terkandung di dalam tanaman genjer
secara kualitatif dan menghubungkannya dengan manfaat zat bioaktif
berdasarkan teori.
3
-
8/18/2019 c10rru
18/111
-
8/18/2019 c10rru
19/111
hingga 100 cm. Batang tanaman memiliki panjang 5-75 cm, tebal, berbentuk
segitiga dengan banyak ruang udara, terdapat pelapis pada bagian dasar. Helaian
daun bulat, luasan berbentuk bulat panjang atau bulat telur berukuran 5-30 cm x
4-25 cm, berwarna kuning-hijau, bergurat, 9-13 gurat utama dengan sejumlah
gurat paralel melintang yang bertindak sebagai gurat sekunder (Bergh 1994).
Bunga berjumlah 3 hingga 15, panjang ibu tangkai bunga mencapai 90 cm,
tegak ketika berbunga, melengkung bawah ketika berbuah, bunga di dalam axil
dari tanaman berselaput. Tangkai bunga memiliki panjang 2-7 cm, kelopak
berjumlah 3 dengan panjang 2 cm, mahkota berjumlah 3 dengan bentuk bulat telur
hingga bulat dan panjang 1,5-3 cm, berwarna kuning. Benang sari berjumlah lebih
dari 15 dan dikelilingi oleh lingkaran staminodia, indung telur berjumlah 10-20.
Komponen buah tersusun dari daun buah matang bersama globose atau benda
berbentuk elips yang lebar dan diameter 1,5-2 cm , tertutup oleh kelopak . Biji
berbentuk seperti sepatu kuda dengan panjang 1-1,5 mm , dilengkapi dengan
mahkota yang melintang , berwarna coklat gelap. Kotiledon memiliki panjang
8-11,5 mm (Bergh 1994).
Tanaman genjer dapat mereproduksi secara vegetatif dan dengan biji. Biji
yang terkandung dalam kapsul matang atau folikel merupakan biji yang ringan
dan dapat disebarkan oleh aliran air. Reproduksi secara vegetatif, yakni kapsul
yang menekuk ke arah air, menyediakan biji-biji untuk dilepas. Kapsul yang
kosong dapat berkembang menjadi tanaman vegetatif yang membentuk tanaman
inang atau mengapung untuk menetap di tempat lain. Tanaman ini selalu berbunga
sepanjang tahun di wilayah dengan kelembaban yang cukup. Namun, tanaman ini
dapat menjadi tanaman tahunan dimana kelembaban bersifat musiman
(Department of Primary Industries and Fisheries 2007).
2.2 Komposisi Gizi Tanaman Genjer
Pemanfaatan tanaman genjer ( Limnocharis flava) dilakukan terhadap daun
muda dengan petiole dan buah yang belum terbuka yang dimakan sebagai
sayuran, di Indonesia terutama di Jawa Barat, di Malaysia, dan di Thailand.
Tanaman ini biasanya tidak dimakan mentah tetapi dipanaskan di atas api atau
dimasak untuk waktu yang singkat. Daun tua memiliki rasa yang pahit. Tanaman
ini dapat diberikan sebagai makanan hewan untuk babi atau ikan. Tanaman ini
5
-
8/18/2019 c10rru
20/111
juga dapat dijadikan tanaman penghias di kolam. Tanaman genjer juga sering
dijadikan pupuk hijau dalam pembajakan di sawah (Bergh 1994).
Daun dan bunga dari tanaman genjer ( Limnocharis flava) berkhasiat
sebagai penambah nafsu makan. Kandungan kimia dari daun dan bunga tanaman
genjer diantaranya kardenolin, flavonoida dan polifenol. Pengolahan genjer
sebagai penambah nafsu makan adalah dengan pengukusan genjer segar hingga
setengah matang dan dikonsumsi sebagai lalapan (Anonim 2009). Komposisi gizi
tanaman genjer ( Limnocharis flava) adalah:
Tabel 1 Komposisi gizi tanaman genjer ( Limnocharis flava)
Komposisi gizi Jumlah/100 g bahan
a
JumlahEnergi 33 kkal 343,26±9,75 kJ/100 g
Protein kasar 1,7 g 0,28±0,01%
Lemak kasar 0,2 g 1,22±0,01%
Karbohidrat 7,7 g 14,56±0,14%
Abu - 0,79±0,03%
Kalsium 62 mg 770,87±105,26 mg/100 g
Fosfor 33 mg -
Besi 2,1 mg -
Potasium - 4202,5±292,37 mg/100g
Tembaga - 8,31±1,83 mg/100 g
Magnesium - 228,1±15,26 mg/100 gZinc - 0,66±0,05 mg/100 g
Natrium - 107,72±17,15 mg/100 g
Vitamin A 3.800 mg -
Vitamin B1 0,07 mg -
Vitamin C 54 mg -
Air 90 g 79,34±0,15%
Serat kasar - 3,81±0,04%
B.D.D 70% -Sumber:
(a) Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1992), diacu dalam Astawan dan Kasih (2008)
(b) Saupi et al . (2009), jumlah dalam berat kering
2.2.1 Protein
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur
C, H, O, dan N serta mengandung fosfor dan belerang. Sebuah asam amino terdiri
dari sebuah gugus amino (-NH2), sebuah karboksil (-COOH), sebuah atom
hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai
karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang. Protein berfungsi sebagai
enzim, alat pengangkut dan penyimpan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis,
6
-
8/18/2019 c10rru
21/111
pertahanan tubuh, media perambatan impuls syaraf, dan pengendalian
pertumbuhan (Winarno 2008).
Protein tersusun atas 20 asam amino utama yang berbeda dan terhubung
dengan ikatan amida, tetapi beberapa protein tidak mengandung satu atau
beberapa dari 20 asam amino. Jenis-jenis asam amino penyusun molekul protein
tumbuhan terdiri atas kelompok alifatik, basik, asidik, mengandung belerang,
terhidroksil, heterosiklik, dan kelompok aromatik. Kelompok alifatik terdiri atas
glisin, alanin, valin, leusin, dan isoleusin. Kelompok basik adalah arginin dan
lisin. Kelompok asidik adalah asam aspartat, asam glutamat, asparagin, glutamin.
Kelompok yang mengandung belerang adalah sistein dan metionin. Kelompok
terhidroksil terdiri dari serin dan threonin. Kelompok heterosiklik terdiri dari
prolin, triptofan, histidin, sedangkan kelompok aromatik terdiri atas tirosin dan
fenilalanin. Asam amino yang tergolong alifatik dan aromatik lebih sukar larut
dalam air dibanding asam amino basik, asidik, dan terhidroksil (Lakitan 2007).
Tanaman dapat mensintesis asam amino protein dari komponen nitrogen
sederhana, misalnya nitrat dan amoniak. Asimilasi nitrat terjadi dalam dua tahap
proses yaitu perubahan nitrat (NO3-) menjadi nitrit (NO2
-) yang dikatalisis oleh
enzim nitrat reduktase dan perubahan nitrit menjadi amoniak (NH4+
) yang
dikatalisis oleh enzim nitrit reduktase. NO2- yang terbentuk akan berpindah ke
bagian kloroplas pada daun atau proplastida di akar (Chesworth et al . 1998).
Organel di dalam sel yang berfungsi mensintesis protein adalah ribosom. Ribosom
terdapat di dalam mitokondria dan kloroplas. Ribosom juga terdapat pada
sitoplasma. Protein yang disintesis oleh ribosom pada sitoplasma kemudian akan
diangkut ke mitokondria maupun kloroplas (Lakitan 2007).
2.2.2 LemakLemak merupakan zat yang dibentuk dari unit-unit terstruktur dengan
suatu hidrofobisitas yang tegas, larut dalam pelarut organik tetapi tidak dalam air.
Komponen utama dari lemak adalah turunan asam lemak. Asam lemak dapat
digolongkan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak
jenuh dicirikan dengan tidak bercabang, rantai molekul lurus dengan jumlah atom
karbon genap yang dominan pada asam lemak ini. Asam lemak tak jenuh
7
-
8/18/2019 c10rru
22/111
memiliki ikatan ganda yang biasanya ditunjukkan sebagai jenis isolene atau asam
lemak non-konjugasi (Belitz et al. 2009).
Dalam tanaman, lemak disintesis dari satu molekul gliserol dengan tiga
molekul asam lemak yang terbentuk dari kelanjutan oksidasi karbohidrat dalam
proses respirasi. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi
tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan asam lemak, kemudian
kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak. Lemak nabati
mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno 2008).
Fraksi lipida terdiri atas minyak/lemak, malam (wax), fosfolipida, sterol,
hidrokarbon, dan pigmen. Pigmen yang termasuk dalam fraksi lipid diantaranya
klorofil, karotenoid, xantofil yang merupakan komponen penting dalam
penangkapan cahaya dan proses pengangkutan elektron dari fotosintesis (Winarno
2008; Murphy 1999). Lemak jarang terkandung dalam jaringan daun, batang, dan
akar, tetapi sering dijumpai pada biji dan kadang pada daging buah. Di dalam sel
tumbuhan, lemak disimpan dalam oleosom pada sitoplasma (Lakitan 2007).
Jenis asam lemak yang umum terkandung pada jaringan tumbuhan adalah
laurat, miristat, palmitat, stearat, oleat, linoleat, linolenat Pembentukan asam
lemak diawali oleh karboksilasi asetil Ko-A yang memiliki prekursor berupa
karbon dioksida. Dalam jaringan yang mendukung fotosintesis (berwarna hijau),
yaitu daun, karbon dioksida ditempatkan dalam stroma dari kloroplas untuk
membentuk triosa fosfat. Triosa fosfat kemudian diubah menjadi pirufat dan
membentuk asetil Ko-A oleh enzim glikolitik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa
sintesis asetil Ko-A untuk pembentukan asam lemak terjadi di dalam kloroplas
(Murphy 1999).2.2.3 Karbohidrat
Karbohidrat memiliki bentuk molekul yang dikesankan sebagai komposisi
unsur yang dinamakan Cx(H2O)y), yang mengandung atom karbon bersama
dengan hidrogen dan oksigen dalam rasio yang sama. Komponen karbohidrat
alami yang dihasilkan oleh organisme tidak dalam bentuk formula empiris yang
sederhana, melainkan dalam bentuk oligomer (oligosakarida) atau polimer
(polisakarida) dari gula sederhana (BeMiller dan Whistler 1996).
8
-
8/18/2019 c10rru
23/111
Polisakarida merupakan polimer molekul-molekul monosakarida yang
dapat berantai lurus atau bercabang dan dapat dihidrolisis dengan enzim-enzim
yang spesifik kerjanya. Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi sebagai
penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin) dan sebagai sumber energi
(pati, dekstrin, glikogen, fruktan). Pati merupakan homopolimer glukosa dengan
ikatan α-glikosidik dan terdiri atas dua fraksi yakni amilosa dan amilopektin.
Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan
amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Pati di dalam
jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butir) yang berbeda-beda sesuai
dengan bentuk, ukuran, letak hilum, dan sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi
(Winarno 2008).
Serat-serat banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah-
buahan. Secara kimia, dinding sel tersebut terdiri dari beberapa jenis karbohidrat
yaitu selulosa, hemiselulosa, pektin, dan nonkarbohidrat, misalnya polimer lignin,
beberapa gumi, dan mucilage. Pada proses pematangan, penyimpanan, atau
pengolahan, komponen selulosa dan hemiselulosa mengalami perubahan sehingga
terjadi perubahan tekstur (Winarno 2008).
Komponen gula utama di dalam sayuran adalah glukosa dan fruktosa (0,3-
4%), seperti halnya sukrosa (0,1-12%). Pati banyak tersimpan pada sayuran akar
dan batang. Polisakarida berupa pektin memiliki peranan dalam kekokohan
tanaman (Belitz et al . 2009). Pektin terdapat di dalam dinding sel primer tanaman,
khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin
diklasifikasikan menjadi asam pektat, asam pektinat (pektin), dan protopektin.
Asam pektat dapat membentuk garam dalam jaringan tanaman diantaranya
kalsium dan magnesium. Asam pektinat juga dapat membentuk garam yangdisebut garam pektinat (Winarno 2008).
2.2.4 Mineral
Mineral merupakan unsur pokok yang bersisa sebagai abu setelah
pembakaran dari jaringan tanaman maupun hewan. Mineral dibagi menjadi
elemen utama, trace element , dan ultra-trace element . Elemen utama terdiri atas
Na, K, Ca, Mg, Cl, P, merupakan elemen esensial bagi kehidupan manusia dalam
jumlah >50 mg/hari. Trace elements terdiri atas Fe, I, F, Zn, Se, Cu, Mn, Cr, Mo,
9
-
8/18/2019 c10rru
24/111
Co, Ni, esensial dalam konsentrasi < 50 mg/hari. Ultra-trace elements terdiri atas
Al, As, Ba, Bi, B, Br, Cd, Cs, Ge, Hg, Li, Pb, Rb, Sb, Si, Sm, Sn, Sr, Ti, W, Tl,
merupakan elemen yang pada dasarnya telah diuji dalam percobaan hewan lebih
dari beberapa generasi dan gejala kekurangannya telah ditemukan di bawah
kondisi ekstrim (Belitz et al . 2009).
Komposisi akhir dari bagian-bagian tanaman yang dapat dimakan
dipengaruhi dan dikontrol oleh kesuburan tanah, genetik tanaman, dan lingkungan
pertumbuhan tanaman. Mineral dalam abu merupakan bentuk metal oksida,
sulfida, fosfat, nitrat, klorida, dan halida lainnya. Mineral tidak dapat dirusak
dengan pemaparan panas, cahaya, zat pengoksidasi, pH ekstrim. Sejumlah mineral
memiliki kelarutan di dalam air. Secara umum, perebusan dalam air menyebabkan
hilangnya mineral lebih banyak pada sayuran daripada pengukusan (Miller 1996).
Sebagian besar unsur yang dibutuhkan tanaman diserap dari larutan tanah
melalui akar, kecuali karbon dan oksigen yang diserap dari udara oleh daun.
Penyerapan unsur hara secara umum lebih lambat dibandingkan dengan
penyerapan air oleh akar tanaman (Lakitan 2007). Unsur mineral terbanyak dalam
sayuran adalah potasium, selanjutnya kalsium, sodium, dan magnesium. Anion
mayor yang terkandung dalam sayuran adalah fosfat, klorida, dan karbonat (Belitz
et al . 2009).
2.2.5 Air
Air terikat merupakan istilah yang umum dipakai untuk air yang terdapat
dalam bahan makanan. Air terikat dianggap sebagai suatu sistem yang mencakup
air yang mempunyai derajat keterikatan berbeda-beda dalam bahan. Menurut
derajat „keterikatan air, air terikat di dalam bahan dibagi atas empat tipe, yaitu
(Winarno 2008):a) Tipe 1 adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu
ikatan hidrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N. Air ini tidak
membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air dapat dihilangkan
dengan pengeringan biasa.
b) Tipe 2 adalah molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler. Air jenis ini lebih sukar
10
-
8/18/2019 c10rru
25/111
-
8/18/2019 c10rru
26/111
Provitamin A sangat sensitif terhadap oksidasi, ontooksidasi, dan cahaya,
tetapi stabil terhadap panas dalam atmosfer inert (bebas O2). Apabila terdapat
oksigen, kerusakan karotenoid terjadi lebih banyak dan dipacu oleh cahaya,
enzim, ko-oksidasi dengan hidroperoksida lemak. Pengukusan menghasilkan
kerusakan β-karoten lebih sedikit dibandingkan perebusan. Hasil penelitian pada
pembuatan 20 jenis makanan menunjukkan bahwa karoten sangat stabil selama
pengolahan (Andarwulan dan Koswara 1992). β-karoten dapat bertindak sebagai
antioksidan dengan cara menangkap radikal oksigen tunggal, hidroksil, dan
superoksida serta bereaksi dengan radikal peroksil ROO (Gregory 1996). Struktur
molekul dari vitamin A dapat dilihat pada Gambar 2.
2.3 Anatomi dan Jaringan Tumbuhan
Jaringan merupakan sekelompok sel yang mempunyai asal, struktur, dan
fungsi yang sama. Jaringan dewasa penyusun organ tumbuhan tingkat tinggi
antara lain jaringan pelindung (epidermis), jaringan dasar (parenkim), jaringan
penguat (penyokong), jaringan pengangkut (vaskuler), jaringan sekretoris. Organ
pada tumbuhan dibedakan menjadi organ vegetatif dan organ reproduksi. Organ
vegetatif meliputi batang, akar, dan daun, sementara organ reproduksi terdiri dari
bunga, buah, dan biji (Nugroho et al . 2006). Sistem jaringan, jaringan, dan jenis
sel penyusun jaringan dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 2 Struktur molekul vitamin ASumber: Winarno 2008
12
-
8/18/2019 c10rru
27/111
Tabel 2 Sistem jaringan, jaringan, dan jenis sel penyusun jaringan tanaman
Sistem jaringan Jaringan Jenis sel
Sistem jaringan
dasar
Jaringan parenkima
Jaringan kolenkima
Jaringan sklerenkima
Sel-sel parenkima
Sel-sel kolenkima
Sel-sel sklerenkima (sklereid,
serat)
Sistem jaringan
pengangkut
Xilem
Floem
Trakeid, elemen pembuluh, sel
parenkima, serat
Elemen pembuluh saringan,
companion cells, sel-sel
parenkima, serat
Sistem jaringan
pelindung
Epidermis
Peridermal
Sel-sel parenkima, sel-sel penjaga,
trikoma
Sel-sel gabus, sel-sel kambium
gabus, parenkima gabus.Sumber: Berg (2008)
2.3.1 Akar
Akar merupakan organ tanaman yang berfungsi untuk memperkuat
berdirinya tubuh tumbuhan, menyerap air dan unsur hara tumbuhan dari dalam
tanah, mengangkut air dan unsur hara ke bagian tumbuhan yang memerlukan, dan
tempat penimbunan zat makanan cadangan. Anatomi akar primer yang dipotong
membujur adalah tudung akar, epidermis akar, korteks, endodermis, dan stele(Nugroho et al . 2006).
Akar tanaman Monocotyledoneae dewasa biasanya berupa akar serabut
dan berkembang dari batang. Umumnya, akar ini tidak mengalami penebalan
sekunder. Tipe paling umum akar pada Monocotyledoneae adalah sistem akar
serabut (Mulyani 2006). Gambaran anatomi akar primer adalah sebagai berikut.
a) Tudung akar, merupakan penutup ujung akar yang tersusun dari sel-sel
parenkima. Selain melindungi meristem, sel-sel tudung akar berfungsi dalam
pengaturan pertumbuhan (misalnya tanggapan gravitasi) dan dalam produksi
serta sekresi sejumlah getah. Tudung akar berasal dari aktivitas meristem
apikal akar dan terdiri atas sejumlah akar yang terletak di tengah, sel-sel
kolumela yang lurus longitudinal, dan sel-sel peripheral terluar. Kolumela
mengandung sekumpulan pati amiloplas, sedangkan sel peripheral
mengeluarkan getah yang disebut mucigel (Dickison 2000).
13
-
8/18/2019 c10rru
28/111
b) Epidermis (epiblem/lapisan piliferous). Sel-sel epidermis akar berdinding tipis
dan biasanya tidak mengandung kutikula. Rambut-rambut akar berkembang
dari sel-sel epidermis di daerah dekat ujung akar. Epidermis akar biasanya
dijumpai saat akar masih muda. Apabila akar sudah dewasa, epidermisnya
telah mengalami kerusakan dan fungsinya digantikan oleh lapisan terluar dari
korteks yang disebut eksodermis (Nugroho et al . 2006).
c) Korteks, umumnya tersusun atas sel-sel parenkim yang kadang-kadang
mengandung karbohidrat dan kadang mengandung kristal. Lapisan sklerenkim
umum dijumpai pada akar tumbuhan Monocotyledoneae. Lapisan terluar dari
korteks kadang berdiferensiasi menjadi lapisan eksodermis yang dinding sel-
selnya mengalami penebalan dengan zat suberin, lapisan terdalam dari korteks
biasanya berdiferensiasi menjadi endodermis (Nugroho et al . 2006). Sel
parenkim korteks tidak mempunyai klorofil, tetapi pada tumbuhan air, akar
udara, dan epifit terdapat klorofil (Fahn 1991; Mulyani 2006).
d) Endodermis, tersusun oleh satu lapis sel yang berbeda secara fisiologi, struktur,
dan fungsi dengan lapisan sel di sekitarnya. Endodermis primer mengalami
penebalan berupa titik-titik Caspary dari suberin dan kutin. Endodermis
sekunder mengalami penebalan berupa pita Caspary dari zat lignin.
Endodermis tersier mengalami penebalan membentuk huruf U yang
mengandung lapisan suberin dan selulose pada dinding radial dan tangensial
bagian dalam (Nugroho et al . 2006).
e) Stele. Lapisan terluar dari stele adalah perisikel/perikambium sehingga letaknya
di sebelah dalam dari endodermis dan di sebelah luar dari berkas pengangkut.
Sistem berkas pengangkut pada akar biasanya tersusun oleh jari-jari xilem
(trakea) yang jumlahnya bervariasi berselang-seling dengan floem. Pada akar,xilem dan floem tidak terletak dalam radius yang sama. Xilem mungkin
membentuk sumbu sentral ataupun bagian tengah terisi oleh sel-sel parenkim
ataupun sklerenkim. Akar dapat terdiri dari 1, 2, 3, 4, 5 atau banyak jari-jari
xilem yang secara berurutan disebut monarch, diarch, triarch, tetrarch,
pentarch ataupun poliarch. Protoxilem akar berada di sebelah luar dari
metaxilem (Nugroho et al . 2006).
14
-
8/18/2019 c10rru
29/111
Pada Monocotyledoneae, biasanya tidak terjadi penebalan sekunder, tetapi
terjadi sklerifikasi pada sebagian atau seluruh perisiklus. Biasanya perisiklus
Angiospermae hanya selapis, tetapi pada kebanyakan Monocotyledoneae,
perisiklus terdiri atas beberapa lapisan sel. Akar tumbuhan air dan parasit tidak
terdapat perisiklus (Fahn 1991; Mulyani 2006). Struktur anatomi akar tumbuhan
Monocotyledoneae dan Dicotyledoneae dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur anatomi akar pada tumbuhan Monocotyledoneae dan
Dicotyledoneae(Sumber: Arnett dan Braungart (1970), diacu dalam Nugroho et al. (2006))
2.3.2 Batang
Batang tanaman memiliki tiga fungsi utama, yaitu mendukung daun dan
struktur reproduksi, menyediakan pengangkut bagian dalam, dan menghasilkan
jaringan baru (Berg 2008). Perbedaan nyata antara penampang melintang batang
dan penampang melintang akar hanyalah ukuran unsur-unsur pengangkutan dalam
batang yang lebih besar dan lokasinya yang jauh dari pusat batang (Fisher dan
Dunham 1992). Pada organ batang terdapat tiga bagian pokok yang berkembang
dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar, yaitu epidermis dan
derivatnya, korteks, dan stele (Nugroho et al . 2006).
a) Epidermis tersusun oleh satu lapis sel dan biasanya berbentuk rektanguler
tersusun rapat tanpa adanya ruang antar sel, dinding luar mengalami penebalan
dari zat kutin. Susunan ini menyebabkan terjadinya pengurangan transpirasi
dan melindungi jaringan di sebelah dalamnya dari kerusakan mekanik dan
15
-
8/18/2019 c10rru
30/111
-
8/18/2019 c10rru
31/111
batang berasal dari pembelahan dan pembesaran sel parenkim dasar
(Mulyani 2006).
Batang tumbuhan air berisi suatu sistem ruang antar sel yang meluas
sehingga melalui ruang tersebut terjadi difusi gas secara bebas. Absorpsi gas juga
dipermudah karena dinding tipis epidermis dan jaringan di sebelah dalamnya.
Pada daun dan batang yang tenggelam dari tumbuhan air, kloroplas ada pada sel
epidermis. Kebanyakan hidrofit yang tenggelam, epidermis tidak berstomata
(Fahn 1991).
Pada korteks batang tumbuhan air dan jaringan dasar petiol dan mesofil,
terdapat ruang skizogen antar sel tempat berlangsungnya pertukaran udara lakuna.
Lakuna terjadi di tengah-tengah korteks batang. Korteks bagian luar terdiri atas
parenkima dan kolenkima yang padat. Bagian dalam korteks yang mengelilingi
silinder pembuluh juga terdiri atas kolenkima yang rapat. Lakuna dapat tersusun
dalam satu lingkaran atau beberapa lingkaran maupun dalam suatu pola retikulasi.
Lakuna dipisahkan sewaktu-waktu oleh lempengan atau diafragma, yang
memperkuat organ-organ dan dapat juga meniadakan bahaya penyumbatan air
melalui luka. Pada tumbuhan akuatik yang tidak tenggelam, ruang antar diafragma
dipenuhi parenkima berbentuk bintang (Fahn 1991). Penampang jaringan batang
monokotil dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Penampang batang monokotil(Sumber: Berg 2008)
17
-
8/18/2019 c10rru
32/111
2.3.3 Daun
Daun biasanya tersusun oleh berbagai macam jaringan, tetapi secara garis
besar tersusun atas jaringan pelindung (epidermis dan derivatnya), jaringan dasar
(mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat, jaringan sekretori. Sebagian
besar tumbuhan Monocotyledoneae dan beberapa jenis Dicotyledoneae memiliki
tipe daun isobilateral, yakni struktur daun dengan jaringan tiang yang seragam
antara permukaan atas dan bawah (Nugroho et al . 2006).
a) Epidermis daun beragam dalam jumlah lapisan, bentuk, struktur, susunan
stomata, munculnya trikoma dan susunannya, serta adanya sel khusus. Jaringan
epidermis permukaan daun dibedakan menjadi permukaan adaksial dan
permukaan abaksial. Permukaan adaksial adalah permukaan daun yang lebih
dekat dengan ruas di atasnya dan biasanya menghadap ke atas, sedangkan
permukaan bawah merupakan permukaan abaksial (Fahn 1991).
b) Mesofil daun terdiri atas jaringan parenkim yang terdapat di sebelah dalam
epidermis. Mesofil mengalami diferensiasi membentuk jaringan fotosintetik
yang berisi kloroplas. Kebanyakan tumbuhan terdapat dua tipe parenkim dalam
mesofil, yaitu parenkim palisade (jaringan tiang) dan parenkim spons (jaringan
bunga karang). Sel parenkim palisade memanjang dan pada penampang
melintangnya tampak berbentuk batang yang tersusun dalam deretan. Sel
palisade terdapat di bawah epidermis unilateral (selapis) atau multilateral
(berlapis banyak) (Mulyani 2006). Sel palisade tegak pada permukaan daun,
rapat satu sama lain, dan banyak mengandung kloroplas, berfungsi untuk
menangkap cahaya. Jaringan bunga karang tersusun oleh sel-sel yang tak
teratur, berdinding tipis, lepas, dan mengandung kloroplas dalam jumlah sedikit
(Nugroho et al. 2006).c) Jaringan pengangkut pada daun sebagian besar tanaman adalah secara kolateral,
dengan susunan xilem pada posisi secara adaksial dan floem secara abaksial.
Xilem terdiri atas sejumlah sel-sel protoxilem dan metaxilem sedangkan floem
mengandung protofloem dan metafloem. Pembuluh daun monokotil biasanya
dicirikan oleh serangkaian pembuluh longitudinal yang memanjang sejajar
sejauh helaian daun. Pembuluh utama pada daun monokotil terhubungkan
dengan pembuluh yang melintang secara transversal (Dickison 2000).
18
-
8/18/2019 c10rru
33/111
d) Jaringan penguat daun berupa kolenkim dan sklerenkim. Kolenkim biasanya
terdapat dekat tulang daun yang besar tepat di bawah epidermis. Tumbuhan
Monocotyledoneae banyak dijumpai serat pada berkas pengangkut. Epidermis
dengan susunan sel yang kompak tanpa adanya ruang antar sel dan terdapat
kutikula pada permukaan luarnya akan berfungsi sebagai jaringan penguat daun
(Nugroho et al . 2006).
e) Jaringan sekretori berupa kelenjar dengan struktur berupa masa sel-sel
parenkim padat dan terdapat di ujung berkas-berkas pembuluh. Substansi
sekretori dapat pula dijumpai dalam idioblas. Sel resin dijumpai pada
tumbuhan suku Rubiceae dan Euphorbiaceae, sel tanin pada Anacardiaceae
(Nugroho et al. 2006).
Struktur tanaman hidrofit kurang beragam karena suhu, udara, konsentrasi
dan komposisi garam dalam air mempengaruhi struktur tumbuhan air. Tumbuhan
air memiliki sedikit jaringan penyokong dan pelindung, jumlah jaringan pembuluh
sedikit, xilem mengecil, dan mempunyai ruang udara (Mulyani 2006).
Epidermis tumbuhan air tidak berfungsi untuk perlindungan, tetapi untuk
pengeluaran zat makanan, senyawa air, dan pertukaran gas. Kutikula dan dinding
selnya sangat tipis. Sel epidermis berisi kloroplas. Daun yang mengapung
mempunyai stomata hanya pada permukaan atas daun. Daun yang tenggelam
biasanya tidak mempunyai stomata. Beberapa tumbuhan air yang tenggelam
mempunyai sekelompok sel yang disebut hydropotes, yang berfungsi untuk
memudahkan pengangkutan air dan garam ke luar dan ke dalam tumbuhan.
Hidrofit yang tenggelam mempunyai sangat sedikit sklerenkim atau bahkan tidak
mempunyai (Mulyani 2006).
Pada daun hidrofit terdapat ruangan udara yang berisi gas, bentuknya beraturan, terdapat di seluruh daun. Ruangan udara ini adalah lakuna yang
biasanya dipisahkan oleh partisi tipis satu atau dua lapisan sel yang mengandung
kloroplas. Lakuna berisi diafragma yang merupakan lapisan tunggal sel-sel
dengan interselular yang kecil dan tampak sebagai pori, berfungsi membiarkan
laluan gas dan bukannya air (Fahn 1991). Penampang jaringan daun dapat dilihat
pada Gambar 5.
19
-
8/18/2019 c10rru
34/111
Gambar 5 Penampang jaringan daun(Sumber: Davidson 2005)
2.3.3.1 Stomata
Stoma (jamak: stomata) adalah lubang atau celah yang terdapat pada
epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau, dibatasi oleh sel khusus yang
disebut sel penutup. Sel penutup dikelilingi oleh sel-sel yang bentuknya sama atau
berbeda dengan sel-sel epidermis lainnya dan disebut sel tetangga. Sel tetangga
berperan dalam perubahan osmotik yang menyebabkan gerakan sel penutup yang
mengatur lebar celah (Nugroho et al . 2006).
Sel penjaga atau sel penutup berperan mengatur pertukaran gas dari daun.Pada malam hari pertukaran gas sedikit dibutuhkan sehingga celah stomata
hampir tertutup. Selain itu, suhu malam hari lebih rendah dibandingkan siang hari
sehingga kehilangan air dari daun dalam jumlah minimal (Scott 2008).
Keseluruhan bagian stomata umumnya dibatasi terhadap permukaan
bagian bawah dari lamina (lapisan terluar epidermis) disebut hypostomatous.
Stomata ada kalanya terletak di kedua lapisan bagian atas dan bawah epidermis
disebut amphistomatous atau stomata terbatas hanya pada lapisan atas yang
disebut epistomatous. Jenis-jenis stomata dari angiospermae berdasarkan
penampakan stomata dewasa adalah (Dickison 2000):
a) Anomositik, yaitu stoma dikelilingi oleh sejumlah sel yang ukuran, bentuknya
tidak terbedakan dari sel epidermis lainnya.
b) Anisositik, yaitu stoma yang dikelilingi oleh tiga tetangga yang salah satunya
lebih kecil dibandingkan dua sel lainnya.
20
-
8/18/2019 c10rru
35/111
c) Parasitik, yaitu stoma didampingi oleh satu atau lebih sel tetangga yang sejajar
terhadap sumbu panjang dari celah dan sel penjaga.
d) Diasitik, yaitu stoma yang ditutupi oleh sepasang sel tetangga, yang dinding
kedua sel tetangga tegak lurus terhadap sumbu panjang sel penjaga.
e) Tetrasitik, yaitu stoma dikelilingi oleh empat sel tetangga; dua lateral dan dua
terminal.
f) Aktinositik, yaitu stoma dikelilingi oleh sel tetangga yang melingkar atau
memanjang secara radial, membentuk suatu cincin pada setiap stoma.
g) Siklositik, yaitu stoma yang dikelilingi oleh empat atau lebih sel tetangga yang
membentuk cincin pada setiap stoma.
h) Heksasitik, stoma didampingi oleh enam sel tetangga yang terdiri dari dua
lateral berpasangan paralel terhadap sumbu panjang celah, dan dua terminal.
Gambar dari jenis-jenis stoma dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Jenis-jenis stomata daun(Sumber: Dickison 2000)
2.4 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan
Jaringan (merupakan kesatuan sejumlah sel, serupa dalam asal-usul dan
fungsi utama, bersifat terus-menerus. Ilmu yang mempelajari struktur internal
tanaman disebut histologi tanaman. Histologi tumbuhan umumnya dikaji melalui
teknik mikroskopis. Kajian objektif untuk mengidentifikasi histologi pada
tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan
ukuran sel dan bentuk dan dengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004).
21
-
8/18/2019 c10rru
36/111
-
8/18/2019 c10rru
37/111
-
8/18/2019 c10rru
38/111
harus dapat menghilangkan air dengan sempurna (Humason 1967). Sampel yang
difiksasi dengan FAA, mulai didehidrasi dalam alkohol 50% (Sass 1951).
Dehidrasi dengan Tertiary Butyl Alcohol (TBA) merupakan metode yang
lebih memuaskan. Rangkaian larutan dari air, etil, dan tertiary butyl alcohol dapat
dilihat pada Tabel 3 (Johansen 1940).
Tabel 3 Komposisi rangkaian larutan dehidran TBA
Tingkatan 1 2 3 4 5
Jumlah persentase alkohol 50 70 85 95 100
Air 50 30 15 - -
Etanol 95% 40 50 50 45 -
Tertiary butyl alcohol 10 20 35 55 75
Etanol 100% - - - - 25Sumber: Johansen (1940)
Setiap tingkatan dari dehidran TBA membutuhkan waktu minimal selama
1 jam. Rangkaian tersebut kemudian diikuti dengan 100% TBA murni yang
dilakukan sebanyak 3 kali (Johansen 1940).
2.5.3 Penjernihan, infiltrasi, dan penanaman dengan metode parafin
Hidrokarbon benzena, toluena, dan xylene merupakan reagen yang
umumnya digunakan untuk tujuan penjernihan. Jika selama penjernihan, zat
penjernih ( xylene, toluena, atau benzena) menjadi keruh, menunjukkan bahwa air
masih ada pada jaringan dan jaringan tidak terdehidrasi dengan sempurna dan
dapat dilakukan pengulangan ke dalam alkohol absolut. Penjernihan
menghilangkan atau menjernihkan jaringan yang tidak tembus cahaya menjadi
transparan (Humason 1967).
Infiltrasi merupakan tahapan dimana medium untuk menanam dimasukkan
ke dalam jaringan secara bertahap. Medium yang umum digunakan untuk
menanam adalah parafin. Parafin terdiri atas parafin lunak dan parafin keras. Titik
leleh parafin lunak berada pada kisaran 50-52 ºC atau 53-55 ºC, titik leleh parafin
keras berkisar 56-58 ºC atau 60-68 ºC. Pemilihan titik leleh bergantung pada
ketebalan jaringan yang akan disayat, parafin keras untuk jaringan keras dan
parafin lunak untuk jaringan lunak. Jika sayatan yang diinginkan mencapai
ketebalan 5-7 mikro maka menggunakan parafin dengan kisaran 56-58 ºC
24
-
8/18/2019 c10rru
39/111
(Humason 1967). Tujuan infiltrasi adalah membantu memudahkan pemotongan
dalam potongan-potongan jaringan yang sangat tipis (Maidie et al . 1974).
Material yang telah didehidrasi dengan serangkaian larutan TBA siap
untuk infiltrasi. Pemindahan material dari butyl alcohol ke parafin harus dilakukan
secara berangsur-angsur. Pemindahan dapat dilakukan ke dalam campuran minyak
parafin dan tertiary butyl alcohol dengan jumlah yang sama. Material diletakkan
di atas parafin beku yang ada di dalam wadah kemudian ditutupi dengan
campuran minyak parafin dan butyl alcohol . Kemudian wadah ditempatkan di
dalam oven parafin selama 1 jam. Kemudian, campuran tersebut diganti dengan
parafin murni dan dilakukan di dalam oven. Pengulangan dari pergantian parafin
dilakukan dua kali setiap 6 jam (Johansen 1940).
Jaringan, yang telah diinfiltrasi, ditempatkan dalam sebuah kotak kertas
yang telah diisi dengan lelehan parafin dan segera didinginkan dalam air. Saat
sejumlah kecil parafin siap memadat, parafin tersebut dapat didinginkan di dalam
air, lebih baik pada suhu 10-15 ºC. Blok parafin yang terbaik adalah parafin
dengan kristal yang berdekatan satu sama lain, tampak jernih dan homogen
(Humason 1967).
2.5.4 Penyayatan dan penempelan sayatan
Material siap disayat bila parafin telah membeku. Blok jaringan dipotong
dengan pisau tajam. Panjang blok kurang dari 2 cm dan dimensi blok dibedakan
dengan bentuk seperti empat persegi panjang. Blok parafin ditanamkan di atas
blok kayu (holder ) (Johansen 1940). Faktor yang mempengaruhi penyayatan
adalah kualitas parafin, infiltrasi yang tepat, orientasi penempelan material,
kekakuan penempelan, suhu, kekerasan atau kerapuhan material. Pemotongan
menggunakan mikrotom (Sass 1951).Sejumlah pita parafin ditempelkan pada setiap slide. Seluruh permukaan
slide diolesi dengan bahan perekat dan dialiri dengan air. Selanjutnya, pita parafin
yang panjang diletakkan di atas kaca tersebut menggunakan pisau bedah. Air yang
berlebihan pada slide dikeringkan, lalu preparat diamati dengan mikroskop.
Sayatan pada slide ditutup dengan kaca penutup dan ditempatkan di atas penangas
dengan suhu tidak lebih dari 43 ºC (Johansen 1940). Bahan perekat dalam
25
-
8/18/2019 c10rru
40/111
sebagian besar formula adalah gum arab, albumin, atau gelatin (Sass 1951). Bahan
perekat albumin dapat dibuat dengan campuran (Maidie et al . 1974):
1) Putih telur 50 cc
2) Gliserin 50 cc
3) Thymol atau Na-salicylat 1 gram
2.5.5 Pewarnaan
Sebelum sayatan dapat diwarnai, parafin harus dihilangkan dengan
menggunakan xilol. Slide ditempatkan pada rak dan dimasukkan dalam wadah
xilol selama 5 menit, xilol hendaknya dapat menutupi slide. Slide kemudian
dipindahkan ke dalam campuran etanol absolut dan xilol dengan jumlah yang
sama. Pemindahan selanjutnya dilakukan ke dalam campuran alkohol absolut dan
eter selama 5-10 menit. Slide lalu diangin-anginkan hingga sayatan menunjukkan
tanda keputih-putihan. Kemudian slide dicelupkan dalam serangkaian alkohol,
dimulai dengan 95%, 70%, 35% masing-masing 5 menit (Johansen 1940).
Safranin merupakan salah satu zat warna yang termasuk dalam golongan
azine. Golongan azine adalah golongan zat warna yang mengandung cincin
orthoquinonoid yang dihubungkan dengan bentuk cincin lainnya melalui 2 atom
N. Safranin adalah suatu chloride dan zat warna basa yang kuat, sangat cocok
untuk mewarnai kromatin dan terutama kromosom (Suntoro 1983). Kelarutannya
dalam air adalah 5,45% dan 3,41% dalam alkohol. Safranin digunakan untuk
morfologi dan sitologi. Setelah jaringan diwarnai dengan safranin, pewarna yang
berlebihan harus dicuci dengan air sehingga tidak meninggalkan sisa pada
jaringan (Johansen 1940).
Larutan baku safranin berkonsentrasi 3% di dalam alkohol 50%. Bila akan
digunakan, larutan baku diencerkan 1-4 kali dengan alkohol 50%. Pewarnaanyang sangat insentif akan dapat diperoleh dengan mengencerkan satu volume
anilin aquosa (1 cc anilin dengan 20 cc akuades). Setelah menggunakan fiksatif
Flemming, zat warnanya dihilangkan dengan akuades dan selanjutnya
dideferensiasi dengan alkohol 70% hingga hanya ada warna merah yang tertinggal
di dalam sitoplasma selama 0,5-10 menit. Kemudian preparat didehidrasi dengan
cepat (Suntoro 1983).
26
-
8/18/2019 c10rru
41/111
Aniline blue bersifat sangat asam dan merupakan kelompok triamino-
trifenil metana. Anilin blue dapat mewarnai selulosa dinding sel dan gambar
achromatic, serta zat warna terbaik untuk filamentous dan chlorophyta. Selain itu,
zat warna ini dapat mewarnai sitoplasma. Aniline blue 1% harus disediakan dalam
alkohol 95% dan pengasaman sedikit dengan asam hidroklorida. Kombinasi
safranin dan aniline blue memberikan diferensiasi yang lebih akurat dibandingkan
dengan fast green (Johansen 1940).
2.6 Komponen Bioaktif
Tanaman menghasilkan tiga kelompok utama dari komponen yang
bertindak sebagai zat pertahanan, yaitu terpenoid, fenol, dan nitrogen yangmengandung komponen organik (Scott 2008). Bentuk metabolit sekunder
menunjukkan sejumlah molekul yang sedikit penting terhadap tanaman dan
memiliki peranan utama dalam perlindungan tanaman dari tekanan lingkungan
atau dalam pengontrollan pertumbuhan tanaman (Harborne 1999). Tanaman
genjer ( Limnocharis flava) yang berasal dari Thailand mengandung total fenolik
5,4 mgGAE/ g BDD, total flavonoid 3,7 mg RE/ g BDD, dan aktivitas antiradical
0,1/ EC50 (Maisuthisakul et al . 2008).
2.6.1 Terpenoid/steroid
Terpenoid atau isoprenoid dicirikan dengan biosintesis dari isopentenil dan
dimetilalil pirofosfat dan sifatnya yang secara umum lipofilik. Terpenoid adanya
di kelenjar trikoma daun, di pucuk exudates dan kayu damar. Secara kimia,
terpenoid pada dasarnya hidrokarbon tidak jenuh siklik, dengan derajat keragaman
oksigenasi dalam kelompok pengganti yang dilekatkan terhadap kerangka karbon
utama. Terpenoid dikelompokkan berdasarkan jumlah 5-atom karbon (C5)
(Harborne 1999). Monomer aktif dari isoprenoid adalah isopentenilpirofosfat
(IPP) yang digunakan untuk membangun monoterpen (C10), sesquiterpen (C15),
dan diterpen (C20) (Edwards dan Gatehouse 1999).
Terpenoid memiliki potensi anti-inflamasi tidak hanya in-vivo pada sel
hewan, tetapi juga ex-vivo. Beberapa terpenoid bertindak sebagai hormon tanaman
yang mengatur fungsi fisiologis yang berbeda dan metabolit sekunder lainnya
berperan dalam pertahanan dan perlindungan tumbuhan/hewan dari patogen
(Heras et al . 2003). Subklasifikasi terpenoid dapat dilihat pada Tabel 4.
27
-
8/18/2019 c10rru
42/111
Tabel 4 Subklasifikasi terpenoid
Kelas terpenoid Deskripsi
Monoterpenoid Volatil, unsur minyak esensial
IridoidLakton yang berasa pahit, biasanya dalam bentuk
glikosidik
Sesquiterpenoid Unsur minyak esensial yang tinggi titik didihnya
Sesquiterpen lakton Karakteristik dari famili Compositae
Diterpenoid Asam dammar dan giberelin
Triterpenoid saponin Glikosida hemolitik
Steroid saponin Glikosida hemolitik
Kardenolid dan bufadienolid Racun bagi jantung dan toxin
Fitosterol Unsur-unsur membrane
Cucurbitacin Pahit, terutama Cucurbitaceae
Nortriterpenoid Limonoid dan Quassinoid
Triterpenoid lainnya Lupanes, hapanes, ursanes, dsbKarotenoid Pigmen kuning hingga merahSumber: Harborne (1999)
Komponen terpenoid yang menunjukkan aktivitas insektisidal adalah
steroid. Bentuk steroid dapat berupa komponen kardenolid dan saponin yang
dapat melawan herbivora mamalia. Kardenolid berasa pahit dan sangat beracun
serta dapat menyebabkan penyakit jantung. Saponin merupakan komponen yang
dapat larut di dalam air dan lemak, serta memiliki sifat seperti sabun (Scott 2008).
Struktur beberapa terpenoida dapat dilihat pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7 Beberapa terpenoid dan alkaloid steroid(Sumber: Robinson 1995)
2.6.2 Alkaloid dan metabolit nitrogen lainnya
Alkaloid merupakan basa-basa organik yang memiliki sebuah atom
nitrogen sebagai bagian dari srukturnya, biasanya terkait ke dalam suatu sistem
28
-
8/18/2019 c10rru
43/111
siklik lima atau enam karbon. Distribusi alkaloid terbatas pada tumbuhan tingkat
tinggi, sekitar 20% dari spesies Angiospermae. Metabolit-nitrogen juga terbatas di
alam. Keterbatasan distribusi metabolit ini disebabkan oleh ketersediaan unsur
dari metabolit ini juga terbatas. Metabolit-nitrogen merupakan turunan dari satu
atau lebih asam amino protein (Harborne 1999).
Metabolit-nitrogen lainnya yang berperan penting adalah glukosinolat,
cianogenik glikosida, dan asam amino non-protein. Bentuk lebih lanjut dari
metabolit-nitrogen adalah betalain, pigmen tanaman. Asam amino lisin, ornitin,
fenilalanin, tirosin, triptofan, dan histidin merupakan sumber N dari mayoritas
alkaloid pada tanaman (Edwards dan Gatehouse 1999).
Alkaloid biasanya diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut alkohol yang
bersifat asam lemah (HCl 1M atau asam asetat 10%), kemudian diendapkan
dengan amoniak pekat. Pemurnian selanjutnya dilaksanakan dengan ekstraksi
pelarut (ekstraksi cair-cair). Adanya alkaloid pada ekstrak nisbi kasar dapat diuji
dengan menggunakan berbagai pereaksi alkaloid (Harborne 1987). Klasifikasi
alkaloid dan metabolit-nitrogen lainnya dapat dilihat Tabel 5. Struktur senyawa
alkaloid dapat dilihat pada Gambar 8 berikut.
Tabel 5 Klasifikasi alkaloid dan metabolit-nitrogen lainnya pada tanaman
Metabolit Metabolit
Alkaloid: 11) Pirolizidin
1) Amaryllidaceae 12) Quinolin
2) Betalain 13) Quinolizidin
3) Diterpenoid (kadang beracun) 14) Steroidal
4) Indol 15) Tropana
5) Isoquinolin (kelompok terbesar
alkaloid)Asam amino non-protein
6) Likopodium Amina7) Monoterpen Cianogenik glikosida
8) Sesquiterpen Glukosinolat
9) PeptidaPurin dan Pirimidin (termasuk kafein
pada kopi dan teh)
10) Pirolidin dan piperidinSumber: Harborne (1999)
29
-
8/18/2019 c10rru
44/111
Gambar 8 Beberapa penggolongan alkaloid(Sumber: Robinson 1995)
2.6.3 Metabolit fenol
Komponen fenol merupakan metabolit sekunder dengan molekul dasar
dari beragam jenis senyawa adalah struktur fenol yang merupakan kelompok
hidroksil pada sebuah cincin aromatik. Komponen fenol menunjukkan beragam
fungsi bagi tanaman termasuk pertahanan dari herbivor dan patogen, penyerapan
cahaya, penarik pollinator , penghambat pertumbuhan dari tanaman pesaing, dan
simbiosis dengan bakteri penyedia nitrogen (Wildman 2001).
Fenol turut andil dalam biosintetis dari fenilalanin, merupakan salah satu
dari tiga asam amino protein yang dibentuk dari sedoheptulosa melalui jalur
shikimate. Asam p-hidroksisinamik dibentuk dari fenilalanin melalui deaminasi
dan p-hidroksilasi, yang menempati peranan sentral dalam pembentukan beragam
kelas dari fenol tanaman (Harborne 1999).
Flavonoid merupakan kelompok polifenol yang paling dikenal, memiliki
rangka karbon yang sama dengan flavon atau 2-fenilbenzopiron dan terdiri dari
4000 struktur. Flavonoid dapat ditemukan di sebagian besar tanaman dan sama
dengan struktur fenilpropanoid dan asam hidroksibenzoat (Harborne 1999).
Flavonoid adalah turunan dari chalcones yang dibentuk dari shikimate dan
prekursor asetat (Edwards dan Gatehouse 1999).
Sebagian besar karakteristik dari fenolik adalah kemampuan untuk
mengionisasi. Beberapa polifenol memiliki kelompok catechol dan karena itu
memiliki kemampuan untuk mengkelat ion logam divalen atau trivalen. Beberapa
antosianin menjadi pengkelat terhadap magnesium atau besi. Fenol dengan
substitusi o- atau p-dihidroksi dapat teroksidasi sesuai dengan quinon dan
beberapa p-quinon (Harborne 1999). Klasifikasi bagian-bagian fenolik dapat
30
-
8/18/2019 c10rru
45/111
dilihat pada Tabel 6 dan struktur dari beberapa metabolit fenolik di tanaman dapat
dilihat pada Gambar 9.
Tabel 6 Klasifikasi bagian-bagian fenolik
Subkelas Deskripsi Subkelas Deskripsi
AntosianinPigmen merah hingga
biru pada bungaLignan
Umumnya ada
pada kayu dan
kulit kayu
Antoklors
Pigmen kuning pada
bunga: chalcones dan
aurones
Fenol dan asam
fenolik
Beberapa asam
yang umum pada
tanaman
Benzofuran
Ada pada tumbuhan
tingkat tinggi dan
lichen
Fenolik ketonAda pada buah
hop dan pakis
Chromones Kelompok kecil dari
zat pengobatanFenilpropanoid
Strukturnya
banyak, tersebar
luas
Kumarin
Lebih dari 700
struktur, tersebar luas
pada tanaman
Quinonoid
Benzoquinon,
naphthoquinon
dan anthraquinon
Minoritas
flavonoid
Flavanon dan
dihidroflavonolStilbenoid
Termasuk
dihidrofenantrin
Flavon dan
flavonol
Struktur banyak,
terutama dalam
kombinasi glikosidik
TaninKental dan dapat
dihidrolisis
Isoflavonoid
Karakteristik dari
Leguminosae, dalam
bentuk bebas
Xanton
Terutama pada
Gentianaceae
dan GuttiferaeSumber: Harborne (1999)
Gambar 9 Beberapa senyawa aromatik fenol sederhana(Sumber: Robinson 1995)
31
-
8/18/2019 c10rru
46/111
2.7 Proses Pengukusan
Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan
enzim yang akan mengubah warna, cita rasa, maupun nilai gizi. Pengukusan
dilakukan dengan suhu air lebih tinggi dari 66 ºC, tetapi kurang dari 82 ºC.
Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional yang telah lama dikenal
untuk memasak (Romdhijati 2010). Pengukusan merupakan pemasakan bahan
makanan dengan uap dari air yang mendidih. Alat yang digunakan berupa
dandang, yaitu wadah perebusan yang terdiri dari dua bagian. Bagian bawah
digunakan untuk air pengukus, sedangkan bagian atas yang dilengkapi dengan
alas berlubang-lubang digunakan untuk tempat sayuran (Novary 1999).
Pengukusan akan mengurangi zat gizi, namun tidak sebesar pada proses
perebusan. Pemanasan pada proses pengukusan kadang tidak merata karena bahan
makanan di bagian tepi tumpukan biasanya mengalami pengukusan berlebihan,
sementara di bagian tengah mengalami pengukusan lebih sedikit. Pengukusan
juga sering dilakukan industri sebelum proses pengalengan, bertujuan untuk
menonaktifkan enzim, bukan untuk membunuh mikroba. Dalam kondisi enzim
tidak aktif, perubahan warna, cita rasa, atau nilai gizi yang tidak dikehendaki
selama proses penimpanan dapat dicegah (Romdhijati 2010). Metode pengukusan
memberikan beberapa keuntungan, yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang;
rasa sayuran lebih enak, renyah, dan harum; serta kemungkinan sayuran hangus
hampir tidak ada (Novary 1999). Dandang pengukusan dapat dilihat pada Gambar
10 berikut.
Gambar 10 Dandang pengukusan dan bagian dalamnya
32
-
8/18/2019 c10rru
47/111
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian mengenai Analisis Mikroskopis dan Komponen Bioaktif
Tanaman Genjer ( Limnocharis flava) di Kelurahan Situ Gede, Bogor dilaksanakan
pada tanggal 17 April 2010 hingga 28 Agustus 2010. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Formulasi dan Diversifikasi Hasil Perairan; dan Laboratorium
Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan; Pusat Antar Universitas; Laboratorium Analisis dan
Keteknikan Pemanenan Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan; dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat
Tanaman genjer ( Limnocharis flava) diperoleh dari wilayah Desa
Cilubang-Nagrak, Kelurahan Situ Gede, Bogor. Tanaman diambil dari dua sawah
yang berbeda di wilayah tersebut. Alat-alat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian
NoTahap
penelitianBahan Alat
1) Tahap
pengukuran
Akar, batang, daun tanaman
genjer
Penggaris, jangka sorong,
planimeter, kurvimeter
2) Tahap
pembuatan
preparat dan
pengamatan jaringan
Akar, batang, daun tanaman
genjer larutan FAA, etanol
absolut, TBA, minyak
parafin, parafin, xilol, larutanGifford, etanol 95%; 70%;
50%; 30%, akuades, safranin
2%, dan fast green 0,5%,
aniline blue, entellan
Botol film dan botol kaca
kecil, holder , kotak blok,
pinset, kuas, oven,
mikrotom Yamato RV-240, hot plate, gelas
obyek, rak pewarna,
mikroskop cahaya
Olympus tipe CH20 dan
kamera mikroskop
Olympus DP12
-
8/18/2019 c10rru
48/111
Tabel 7 Lanjutan
3) Tahap analisis
fitokimia
Ekstrak daun dan batang
genjer, kloroform, amoniak,
asam sulfat 2N, anhidrida
asetat, HCl 2N, asam sulfat
pekat, serbuk magnesium,
amil alkohol, alkohol, etanol
70%, FeCl3 5%, air panas,
pereaksi molisch, pereaksi
Dragendorf, Wagner, dan
pereaksi Meyer, pereaksi
Liebermen Burchad, pereaksi
biuret, serta ninhidrin 0,1%
Tabung reaksi, beaker
glass, kompor listrik, pipet
tetes, pipet 1-10 ml, dan
mortar
4) Tahap analisis
proksimat dantotal karoten
Sampel, akuades, K 2SO4,
selenium, H2SO4 pekat dan1,25%, H2O2, asam borat 4%,
NaOH, Na2S2O3, HCl 0,2 M,
n-heksan, alkohol, KOH 5%
dalam metanol, aseton, gas
N2, Na2SO4
Dandang, oven, cawan
porselen, gegep, desikator,timbangan, tanur
pengabuan, kertas saring,
kapas, selongsong lemak,
labu lemak, soxhlet,
erlenmeyer, gelas piala,
labu kjeldahl, alat destilasi,
biuret, gelas ukur, pipet
volumetrik, corong
Buchner, spektrofotometer
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu tahap pengukuran
anatomi luar tanaman, tahap pembuatan preparat dan pengamatan jaringan,
analisis fitokimia, serta analisis proksimat dan total karoten dari tanaman segar
dan setelah proses pengukusan. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat
pada Gambar 11.
Proses pengukusan untuk analisis proksimat tanaman genjer kukus
dilakukan pada suhu yang berkisar 65-86 ºC selama 10 menit. Lama waktu
pengukusan ditetapkan berdasarkan parameter pemasakan sayuran segar dan
sayuran beku (Loh 2004, diacu dalam Bernhardt dan Schlich 2005). Batang dan
daun genjer segar terlebih dahulu dibersihkan, dicuci dan dipisahkan dari akarnya,
kemudian dipotong menjadi bagian daun dan batang. Pengukusan daun dan batang
dilakukan secara bersamaan dengan menggunakan dandang.
34
-
8/18/2019 c10rru
49/111
3.3.1 Pengukuran dimensi tanaman genjer
Proses pengukuran tanaman genjer dilakukan terhadap daun, batang, dan
akar tanaman. Tanaman genjer yang diukur berjumlah 32 sampel dan diambil dari
wilayah Cilubang Nagrak, Kelurahan Situ Gede, Bogor.Pengukuran daun meliputi luas permukaan dengan alat planimeter dan
keliling daun dengan alat kurvimeter. Daun terlebih dahulu digambar pada kertas
dengan perbandingan skala 1:1. Kemudian daun diukur luas dan kelilingnya
berdasarkan garis cetakan daun. Pengukuran batang tanaman dilakukan terhadap
panjang batang dan ketebalan batang. Panjang batang diukur dari ujung batang
dekat daun hingga pangkal batang dekat akar dengan menggunakan penggaris.
Pengukuran
anatomi luar
(32 sampel):
1) Luas dan
keliling
daun
2) Panjang dan
ketebalan
batang
3) Panjang akar
Analisis
fitokimia
(3 ulangan):
1) Daun
2) Batang
Analisis
proksimat
(4 ulangan) dan
total karoten
(2 ulangan)
Analisis
jaringan
(2 ulangan):
1) Penampang
daun
2) Penampang
batang (atas,
tengah,
bawah)
3) Penampangakar
Sampel segar:
1) Daun
2) Batang
Gambar 11 Diagram alir prosedur penelitian
Karakteristik tanaman genjer:
1) Ukuran batang, daun, dan akar
2) Jaringan batang, daun, dan akar
3) Komponen bioaktif dalam daun dan batang
4) Kandungan gizi tanaman segar dan setelah pengukusan
Tanaman
genjer
Sampel kukus:
1) Daun
2) Batang
35
-
8/18/2019 c10rru
50/111
Ketebalan batang diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran akar
tanaman dilakukan terhadap panjang akar menggunakan penggaris.
3.3.2 Pembuatan preparat dengan metode parafin dan pengamatan jaringan
Pengamatan jaringan tanaman diawali dengan pembuatan preparat
tanaman genjer ( Limnocharis flava) kemudian pengambilan gambar objek pada
mikroskop. Pembuatan preparat dilakukan dengan metode parafin. Tahapannya
terdiri atas fiksasi, pencucian, dehidrasi dan penjernihan, infiltrasi, penanaman
dalam blok, penyayatan, perekatan, dan pewarnaan. Bagian tanaman genjer yang
diambil adalah daun, batang atas, batang tengah, batang bawah, dan akar.
Fiksasi dilakukan selama > 24 jam (5 hari) dalam larutan FAA, setelah itu
larutan fiksasi dibuang dan sampel dicuci dengan etanol 50% sebanyak 4 kali
dengan waktu penggantian masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilakukan
dehidrasi dan penjernihan secara bertahap melalui perendaman dalam larutan seri
Johansen I-VII pada suhu ruang dengan perincian:
1) Johansen I selama 2 jam
2) Johansen II selama 24 jam
3) Johansen III selama 2 jam
4) Johansen IV selama 2 jam
5) Johansen V selama 2 jam
6) Johansen VI (TBA murni) selama 24 jam
7) Johansen VI (TBA murni) selama 2 jam
8) Johansen VI (TBA murni) selama 2 jam
9) Johansen VI (TBA murni) selama 2 jam
10) Johansen VII selama 4 jam
Proses infiltrasi dimulai dari perendaman sampel dalam Johansen VII(TBA : minyak parafin 1:1) dan 1/3 parafin beku dan disimpan pada suhu kamar
selama 4 jam yang dilanjutkan pengovenan pada suhu 58 ˚C selama 18 jam.
Kemudian pergantian parafin dilakukan setiap 5 jam sekali sebanyak 4 kali
pergantian. Proses penanaman dilakukan dengan cara sampel dari tahap infilrasi
dimasukkan ke dalam blok kotak yang berisi parafin cair dan disimpan pada suhu
ruang hingga benar-benar membeku. Proses penyayatan dilakukan dengan
menggunakan mikrotom putar setebal 10 μm. Blok parafin terlebih dahulu
36
-
8/18/2019 c10rru
51/111
dipotong dan dirapihkan kemudian ditempelkan pada holder lalu disayat. Hasil
sayatan direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin-gliserin dan
ditetesi air. Gelas berisi pita parafin kemudian dipanaskan pada hot plate dengan
suhu 45 ºC selama 3-5 jam.
Proses pewarnaan dilakukan dengan safranin 2% dalam air dan fast green
0,5% dalam etanol 95% serta safranin 2% dan aniline blue dalam alkohol 88%.
Pewarnaan diawali dengan perendaman gelas obyek ke dalam larutan xilol 1 dan 2
masing-masing selama 15 menit, dilanjutkan perendaman dalam etanol absolut
(100%), 95%, 70%, 50%, dan 30% masing-masing selama 3 menit. Setelah itu,
obyek dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam safranin 2% selama 2
hari. Selanjutnya, gelas obyek dibilas ke dalam akuades dan dimasukkan ke dalam
etanol 30%, 50%, 70%, 95%, dan absolut masing-masing selama 3 menit.
Kemudian obyek dimasukkan ke dalam pewarna fast green 0,5% selama 10 menit
lalu etanol absolut 1 dan 2 selama 3 menit. Gelas obyek kemudian direndam
dalam xilol 1 dan xilol 2 selama 10 menit. Pewarnaan dengan aniline blue
dilakukan sebagai pengganti fast green. Gelas obyek dimasukkan ke dalam aniline
blue + alkohol 88% selama 10 menit, setelah etanol 70%. Kemudian obyek
dimasukkan ke dalam etanol 95% + HCl 2 tetes selama beberapa detik dan
dilanjutkan ke dalam etanol 95% selama 3 menit, seterusnya.
Proses selanjutnya adalah penutupan dengan pemberian entellan atau
canada balsam pada gelas obyek dan ditutupi dengan gelas penutup. Proses
pengambilan gambar dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CH20 dan
kamera digital merek Olympus DP12. Diagram alir pembuatan preparat dapat
dilihat pada Gambar 12.
3.3.3 Analisis fitokimia tanaman genjer (Harbone 1987)Analisis fitokimia tanaman genjer diawali dengan pembuatan ekstrak
genjer meliputi ekstrak daun genjer dan ekstrak batang genjer dengan
menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol. Proses ekstraksi
meliputi penghancuran sampel, maserasi, penyaringan, dan evaporasi. Diagram
alir pembuatan ekstrak daun dan batang genjer dapat dilihat pada Gambar 13.
37
-
8/18/2019 c10rru
52/111
Fiksasi dengan FAA
Pencucian dengan etanol 50%
Dehidrasi dan penjernihan dengan larutan seri Johansen
Infiltrasi dengan parafin
Penanaman dalam parafin
Penyayatan blok parafin
Perekatan pada gelas objek
Pewarnaan dengan safranin 2% + fast green 0,5%
dan safranin 2% + aniline blue
Pengamatan dengan mikroskop
Gambar 12 Diagram alir pembuatan preparat dengan metode parafin
Tanaman genjer
Pemotongan bagian tanaman
38
-
8/18/2019 c10rru
53/111
-
8/18/2019 c10rru
54/111
1) Alkaloid
Pengukuran kandungan alkaloid dilakukan dengan melarutkan ekstrak
sampel dalam beberapa tetes asam sulfat 2N kemudian diuji dengan tiga pereaksi
alkaloid, yaitu Dragendorff, Meyer, dan Wagner. Sampel positif mengandung
alkaloid bila terbentuk endapan berwarna merah sampai jingga pada pereaksi
Dragendorff, endapan putih kekuningan pada pereaksi Meyer, dan endapan coklat
pada pereaksi Wagne