evapro tb paru prima
DESCRIPTION
34tTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis dimana sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga
kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang
paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien
TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal
tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar
20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya
sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat
(Depkes RI, 2006).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara
negara yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya).
1
Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang
tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami
krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan.
4. Dampak pandemi infeksi HIV (Depkes, 2006).
Ada sekitar delapan juta penderita baru tuberkulosis di seluruh dunia
dalam setahunnya, dan hampir tiga juta orang yang meninggal setiap
tahunnya akibat penyakit ini. Paling sedikit satu orang akan terinfeksi
Tuberkulosis setiap detik, dan setiap sepuluh detik ada satu orang yang mati
akibat Tuberkulosis. Banyak orang mempertanyakan gambaran tuberkulosis di
masa mendatang. Dye menyatakan bahwa bila situasi penanggulangan
tuberkulosis tetap bertahan seperti sekarang, maka jumlah kasus tuberkulosis
pada 2020 akan meningkat menjadi 11 juta orang. Peneliti lain, Pil Heu (1998)
menyatakan bahwa insidens tuberkulosis akan terus meningkat dari 8,8 juta
kasus pada 1995 menjadi 10,2 juta kasus pada tahun 2000 dan 11,9 juta kasus
tuberkulosis baru pada tahun 2005 (Eddy W, 2004).
Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat
dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden
countries). Menyikapi hal tersebut pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB
sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
2
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari jumlah total pasien TB
di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru
dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per
100.000 penduduk (Depkes, 2006).
Di Jawa Tengah penemuan tersangka TB (klinis) dari tahun 2003 ke
2004 terjadi kenaikan yang cukup tinggi (57%) berarti jangkauan pelayanan
TB di UPK (Puskesmas, BP4 dan Rumah Sakit) sudah ada peningkatan,
begitu juga pada penemuan penderita BTA positif. Angka penemuan penderita
di Jawa Tengah tahun 2003 dan tahun 2004 terjadi peningkatan penemuan
penderita BTA positif walaupun angka tersebut masih jauh dibawah target
<70%, namun ada beberapa Kabupaten/Kota yang pencapaian penemuan
penderita diatas 60% karena target tahun 2004 adalah 60% yaitu Kota
Pekalongan 94,44 %, Kabupaten Pekalongan 77,18 %, Kabupaten Tegal 66,52
%, Kota Tegal 63,87 % dan Kota Surakarta 60,07 %. Hal tersebut dikarenakan
belum semua UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) khususnya di Rumah Sakit
belum semua mengikuti program TBC dengan strategi DOTS sehingga belum
teregistrasi.
Dalam usaha pemberantasan penyakit TB pasru, pencarian kasus
merupakan unsur yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan program
pengobatan. Hal ini ditunjang oleh sarana diagnostik yang tepat. Diagnosis
terhadap TB paru umumnya dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan
klinis (dari anamnesis terhadap keluhan penderita dan hasil pemeriksaan fisik
3
penderita), hasil pemeriksaan foto toraks, hasil pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang lainnya (Mual B, 2009).
Pelayanan kesehatan saat ini lebih diarahkan secara terpadu pada proses
promotif dan preventif, tanpa melupakan kuratif dan rehabilitatif. Salah satu
langkah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan dikembangkannya
sarana dan prasarana kesehatan oleh pemerintah, diantaranya adalah Poliklinik
Desa (Polindes), Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Rumah Sakit
(Notoatmodjo, 2003).
Selama menjalankan fungsinya, khususnya Puskesmas yang
berhubungan langsung dengan masyarakat, sangat diperlukan koordinasi
terhadap semua upaya dan sarana pelayanan kesehatan yang ada di wilayah
kerjanya sesuai dengan kewenangannya serta melaksanakan pembinaan
terhadap peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan.
Dengan demikian, Puskesmas dapat menjadi pusat pengembangan, pembinaan
dan pelayanan kesehatan masyarakat yang sekaligus sebagai pos terdepan
dalam pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010.
Sebagai Primary Health Care (PHC), Puskesmas I Wangon saat ini harus
lebih mengoptimalkan fungsinya sebagai lini terdepan dalam bidang kesehatan
masyarakat. Dalam hal ini, Puskesmas I Wangon sebagai salah satu PHC
harus dapat mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat serta
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan
masyarakat Wangon dan sekitarnya dalam bentuk kegiatan pokok yang
menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya. Salah satu program pokok
puskesmas ialah Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
4
(P2M). P2M ialah upaya untuk menurunkan dan mengurangi angka kesakitan dan
angka kematian akibat penyakit menular.
Permasalahan yang saat ini dihadapi Puskesmas I Wangon dalam
pemberantasan TB adalah penemuan deteksi kasus masih bersifat pasif.
Artinya penemuan kasus hanya mengandalkan pasien yang berkunjung ke BP
saja dan memiliki tanda dan gejala TB. Sementara deteksi secara aktif dengan
melibatkan masyarakat, terutama kader kesehatan belum berjalan dengan baik.
Kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Komunitas/Ilmu Kesehatan
Masyarakat dilaksanakan selama empat minggu di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon. Selama pelaksanaan kegiatan kepaniteraan di bagian IKK/IKM ini
telah dilakukan pengamatan secara langsung maupun pengumpulan data
sekunder dari dokumen-dokumen kesehatan yang terdapat di Puskesmas I
Wangon untuk menilai pelaksanaan dan efektivitas program-program yang
ada di Puskesmas I Wangon. Pengamatan yang dilakukan meliputi program-
program kegiatan yang sudah diagendakan, pelaksanaan program kegiatan,
evaluasi program kegiatan, hingga target-target yang ditetapkan masing-
masing program beserta angka pencapaiannya. Terdapat beberapa
permasalahan pada masing-masing program Puskesmas I Wangon, sehingga
perlu dilakukannya evaluasi program agar program-program puskesmas
tersebut dapat menghasilkan output yang memuaskan.
5
B. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi di Puskesmas I
Wangon terkait pelaksanaan 6 Program Pokok Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan Puskesmas I Wangon
dalam melaksanakan pemberantasan penyakit TB Paru
2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan tidak maksimalnya
pemberantasan TB Paru.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi Puskesmas
a. Sebagai bahan wacana bagi Puskesmas untuk meningkatkan upaya
kinerja dalam peningkatan 6 program pokok Puskesmas I Wangon
khusunya pada bagian P2M.
b. Sebagai bahan pertimbangan bagi Puskesmas, dalam melakukan
evaluasi dalam kinerja program pengendalian TB oleh bidang P2M
Puskesmas I Wangon.
c. Sebagai bahan untuk perbaikan program kerja P2M kearah yang lebih
baik guna mengoptimalkan mutu pelayanan kepada masyarakat pada
umumnya dan individu pada khususnya di wilayah kerja Puskesmas I
Wangon.
6
2. Manfaat bagi Mahasiswa
a. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menganalisa suatu
permasalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.
b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menentukan pemecahan
permalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.
7
BAB II
ANALISIS SITUASI
A. Gambaran Umum Puskesmas
1. Gambaran Umum
Puskesmas I Wangon merupakan salah satu bagian dari wilayah
kabupaten Banyumas, dengan luas wilayah kerja kurang lebih 40 km2.
Wilayah kerja Puskesmas I Wangon terdiri atas 7 desa, dengan desa yang
memliki wilayah paling luas adalah Randegan dengan luas 10,4 km2, dan
yang tersempit adalah Banteran dengan luas 2,5 km2.
Batas Wilayah Puskesmas I Wangon :
Utara : Wilayah Puskesmas II Wangon
Selatan : Wilayah Kabupaten Cilacap
Timur : Wilayah Puskesmas Jatilawang
Barat : Wilayah Puskesmas Lumbir
Luas lapangan lahan di wilayah Puskesmas I Wangon dirinci sebagai
berikut :
Tanah Sawah : 8.625,00 Ha
Tanah Pekarangan : 57,16 Ha
Tanah Tegalan : 1.889,79 Ha
Tanah Hutan Negara : 209,00 Ha
Tanah Perkebunan Rakyat: 85,00 Ha
Lain-lain : 241,00 Ha
8
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data dari kecamatan dan desa, untuk wilayah
Puskesmas I Wangon jumlah penduduk sampai dengan akhir tahun
2011 adalah 55.232 jiwa yang terdiri dari 26.769 jiwa laki-laki dan
28.463 jiwa perempuan dan 16.508 KK. Jumlah penduduk terbanyak
adalah Desa Klapagading Kulon sebanyak 11.153 jiwa, sedangkan
yang terendah adalah Desa Banteran dengan 4.275 jiwa.
b. Kepadatan Penduduk
Penduduk di wilayah puskesmas I Wangon penyebarannya tidak
merata terbukti dengan adanya Jumlah Penduduk yang tinggi dan
rendah. Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
adalah 1.398 jiwa/km2, dengan desa terpadat adalah Klapagading
Kulon dengan kepadatan 3.014 jiwa/km2 sedangkan desa dengan
kepadatan penduduk terendah adalah Randegan dengan 682 jiwa/km2.
3. Situasi Derajat Kesehatan
a. Mortalitas
Gambaran perkembangan derajat kesehatan masyarakat dapat
dilihat dari kejadian kematian di masyarakat. Disamping itu kejadian
kematian juga dapat digunakan sebagai indikator dalam penilaian
keberhasilan pelayanan kesehatan dan program pembangunan
kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat dihitung
dengan melakukan berbagai survey dan penelitian. Perkembangan
9
tingkat kematian dan penyakit-penyakit yang terjadi pada periode
tahun 2011 akan diuraikan di bawah ini.
1) Angka Kematian Bayi
Tahun 2011 terdapat 5 kasus kematian bayi dari 955 kelahiran
hidup. Jika dikonversi maka AKB di Puskesmas I Wangon adalah
5,2 per 1000 kelahiran hidup. Dibanding tahun sebelumnya jumlah
kematian bayi tahun ini menurun., dimana tahun 2010 terdapat 15
kasus kematian bayi dari 980 kelahiran hidup (AKB 15,3 per 1000
kelahiran hidup). Jika dibandingkan dengan indikator Indonesia
Sehat 2010, AKB di puskesmas I Wangon masih lebih rendah,
begitu juga dibandingkan cakupan MDG’s ke-4 tahun 2015 (IIS =
40 per 1000 kelahiran hidup, MDG’s 2015 = 17 per 1000 kelahiran
hidup).
2) Angka Kematian Ibu
Puskesmas I Wangon berusaha menekan angka kematian ibu
serendah mungkin. Tahun 2011 terdapat 1 kasus kematian ibu dari
955 kelahiran hidup, yang terjadi pada masa nifas. Terjadi
kenaikan kejadian dibandingkan tahun 2010, dimana tidak ada
kasus kematian ibu.
3) Angka Kematian Balita
Jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas I Wangon sebanyak
4303 balita, dimana terdapat 4 kasus kematian balita.
Dibandingkan tahun sebelumnya terdapat kenaikan kejadian
kematian balita.
10
4) Angka Kecelakaan
Selama tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas I Wangon terjadi
sebanyak 599 kejadian kecelakaan. Dari peristiwa itu korban yang
meninggal dunia sebanyak 15 orang, sementara korban luka berat
sebanyak 181 orang dan lika ringan sebanyak 613 orang.
b. Morbiditas
1) Penyakit Malaria
Selama tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon tidak dijumpai kasus
malaria, hal ini sama dengan tahun lalu juga tidak terdapat kasus
malaria.
2) TB Paru
Jumlah kasus TB paru klinis tahun 2011 di Puskesmas 1 Wangon
sebanyak 296 kasus, sebanyak 21 kasus baru BTA (+), sementara
pada tahun sebelumnya didapatkan 11 kasus TB paru positif atau
ditemukan peningkatan sebanyak 6 kasus TB paru (+). Jumlah ini
tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya, karena masih ada
penderita TB yang berobat ke Praktek pribadi dokter dan tidak
terpantau oleh puskesmas.
3) HIV
Selama tahun 2011 didapatkan 1 kasus HIV/AIDS di wilayah
Puskesmas 1 Wangon.
4) AFP/ Acute Flaccid Paralysis
Selama tahun 2011 tidak didapatkan kasus AFP di wilayah
Puskesmas 1 Wangon.
11
5) Demam Berdarah Dengue
Selama tahun 2011 didapatkan 10 kasus DBD di wilayah
Puskesmas 1 Wangon. Dari jumlah kasus itu tidak ada penderita
yang meninggal, semua dapat ditangani dengan baik di Puskesmas
maupun dirujuk ke Rumah Sakit terdekat. Masyarakat kecamatan
Wangon turut berperan aktif dalam program kegiatan PSN untuk
mncegah terjadinya DBD.
6) Diare
Selama tahun 2011 terdapat 552 kasus Diare, dengan angka
kejadian tertinggi pada warga Wangon sebanyak 231 kasus. Tidak
dijumpai penderita yang meninggal akibat diare.
7) Pneumonia Balita
Selama tahun 2011 di Puskesmas I Wangon ditemukan sebanyak
241 kasus pneumonia dari perkiraan sebanyak 430 kasus (56%).
c. Status Gizi
Total jumlah balita sebanyak 4.303 anak, dirinci sebagai berikut :
Balita yang ditimbang : 3.197 anak
Berat Badan Naik : 2.294 anak
Bawah Garis Merah : 42 anak
Gizi Buruk : 1 anak, yaitu di Randegan
Seluruh daerah bebas rawan gizi di kecamatan Wangon.
1. ASI ekslusif
Dari total jumlah bayi 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas I Wangon
sebanyak 950 anak, yang mendapat ASI eksklusif 6 bulan sebanyak
12
170 anak atau sekitar 17,9%. Hal ini mengindikasikan pentingnya
edukasi kepada warga masyarakat tentang ASI eksklusif agar
digalakkan.
d. Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang
sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat. Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara tepat
dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesatan masyarakat sudah
dapat teratasi.
1. Saranan Kesehatan Dasar
Jumlah sarana kesehatan dasar diwilayah Puskesmas 1 Wnagon
pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :
Puskesmas : 1
Puskesmas Pembantu : 1
Puskesmas keliling : 1
PKD : 7
Posyandu : 78
Rumah bersalin : 3
Balai Pengobatan : 2
Apotek : 4
2. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Seorang ibu memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembang
bayi. Adanya gangguan kesehatan yang dialami seorang ibu khususnya
13
ibu hamil akan mempengaruhi kesehatan janin dalam kandungan
hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi dan anaknya.
Pelayanan K-4
Jumlah ibu hamil pada tahun 2011 di wilayah Puskesmas 1
Wangon sebanyak 1.045 ibu hamil, adapun ibu hamil yang
mendapat pelayanan K-4 sebanyak 1.086 (103,9 %). Standar
pelayanan minimal untuk cakupan ibu hamil K-4 adalah sebesar
95%, dengan ademikian Puskesmas 1 Wangon mampu memnuhi
targer SPM yang diharapkan.
Pertolongan oleh Tenaga Kesehatan
Jumlah ibu bersalin tahun 2011 sebanyak 998 orang. Jumlah yang
ditolong nakes sebanyak 959 orang (96,1). Target Standar Minimal
utnutk pertolongan persalinan oleh nakes untuk kabupaten
Banyumas adalah sebesar 81%. Dengan demikian cakupan
persalinan nakes di Puskesmas I Wangon telah memenuhi target
SPM yang diharapkan.
Bumil Risti Rujuk
Puskesmas I Wangon memiliki 209 dari total 1.045 ibu hamil yang
mempunyai resiko tinggi. Sedangkan data jumlah ibu hamil risiko
tinggi yang ditangani dan dirujuk sebanyak 266 ibu, termasuk
dengan luar wilayah.
14
Bayi dan Bayi BBLR
Bayi hidup sebanyak 955 dengan bayi BBLR sebanyak 65 anak
atau 6.8% dari bayi yang lahir hidup. Dari sejumlah bayi BBLR
tersebut sudah tertangani 100% dengan rujuk perawatan RS.
Pelayanan Keluarga Berencana
Jumlah pasangan usia subur (PUS) sebanyak 12.531 pasangan. Dari
jumlah tersebut peserta KB aktif sebanyak 10.327 (82.4%),
sedangkan jumlah peserta KB baru sebanyak 2.336 (18.6%).
Pelayanan Imunisasi
Kegiatan imunisasi rutin meliputi pemebrian imunisasi untuk bayi
berumur 0-1 tahun (BCG, DPT, Polio, Campak, HB) imunisasi
untuk wanita usia subur/ ibu hamil (TT) dan imunisasi anak
sekolah SD. Imunisasi sudha mencakup 100% di 7 desa.
B. Analisis Sistem Pada Program Kesehatan
Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan sistem
sehingga dilihat apakah output (skor pencapaian suatu indikator kinerja)
mengalami masalah atau tidak. Apabila ternyata bermasalah, penyebab
masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan tersebut.
Input mencakup indikator yaitu man (sumber daya manusia), money
(sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material
(perlengkapan), minute (waktu) dan market (sasaran). Proses menjelaskan
fungsi manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2
(penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian).
15
Lingkungan adalah segala sesuatu ataupun kondisi disekitar ruang lingkup
kehidupan manusia atau individu atau organisme yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan organisme tersebut, diantaranya adalah:
Lingkungan fisik: Lingkungan alamiah disekitar manusia (fisik, kimiawi,
biologik)
Lingkungan non fisik: Lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi
antar manusia (lingkungan sosial budaya).
A. Analisis input
Analisis input meliputi man (sumber daya manusia), money (sumber
dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material (perlengkapan),
minute (waktu) dan market (sasaran).
o Man
Kecamatan Kebasen mempunyai 1 dokter umum, 1 dokter gigi, 14
bidan desa, perawat, 1 perawat gigi, 481 kader, dan tokoh masyarakat
yang terdiri dari bu lurah, bu carik, tokoh agama.
Berikut ini data jumlah tenaga medis, paramedis dan non-medis
yang bekerja di Puskesmas 1 Wangon 2013.
No Jenis Tenaga PNS PTT Honor Daerah
Honor Puskesmas
Jml Keterangan
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.
Dokter UmumDokter GigiPerawat UmumPerawat GigiBidanAnalis FarmasiPelaksana GiziPelaksana keslingAnalis
118141111-
----
14-----
----------
--31------
1-
112181111-
S1S1
2 SPK, 1 S1, 8 D3
1 D1, 1 D34 D1, 14 D3
D3D3D3D3
16
11.12.13.14.15.16.
Kesehatan Pekarya Kes.Juru ImunisasiTUJuru masak Cleaning serviceSopirPetugas Obat
23--11
------
------
--11--
-31111
-1 D1, 1 D3 1 SI, 1 D1
SDSD
SMAS1
Jumlah 26 14 - 6 46Sumber: Puskesmas I Wangon, 2012
Sumber daya manusia pelaksana program kerja P2M :
1 orang ahli madya kesehatan lingkungan dan kader posyandu. Sumber daya
manusia di Puskesmas 1 Wangon dirasa tidak mencukupi kebutuhan.
o Money
Tidak adanya dana khusus (reward) untuk petugas yang terlibat
langsung dengan program pemberantasan TB, misalnya dana untuk
petugas tiap kali melakuakn pemeriksaan dahak, dana bagi petugas yang
mengirim sampel dahak bila hasil pemeriksaan BTA (+) serta dana bagi
petugas jika seorang pasien TB sembuh.
o Material
a. Tempat kegiatan
- Terdapat Puskesmas, Pustu, Posyandu, Polindes, PKD.
- Puskesmas I Wangon memiliki ambulans dan kendaraan roda dua
sebagai alat transportasi ke masyarakat.
- Tersedianya Laboratorium sebagai sarana untuk pemeriksaan
dahak suspek TB.
- Tersedianya alat untuk pemeriksaan fisik suspek TB.
17
- Tersedianya peralatan untuk pembuatan preparat S-P-S (pot
sputum, obyek glass, lampu spritus, mikroskop, zat pewarna, dan
lain – lain).
b. Administrasi
Pendataan yang dilakukan fokus pada beberapa kategori yaitu
kelompok TB dengan kasus baru, kelompok TB dengan kasus kambuh
(relaps), kelompok TB dengan kasus gagal pengobatan, kelompok TB
dengan kasus DO (drop out) dan kelompok kasus TB dengan MDR
(multiple drug resistance).
c. Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan berupa survey door to door ke rumah warga
berdasarkan per kepala keluarga yang di konfirmasi menderita TB
paru dari petugas.
o Minute
Jangka waktu pelaksanaan kegiatan dilakukan dari awal tahun hingga
maksimal akhir tahun.
o Market
Sasaran pada kegiatan adalah seluruh penderita TB yang bertempat tinggal
di wilayah kerja puskesmas 1 wangon.
B. Analisis proses penyebab masalah
Berdasarkan pengamatan, analisis lingkungan yang bisa menjadi
penyebab cakupan suspek TB masih rendah adalah:
18
1. Masih rendahnya tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang TBC,
sehingga masyarakat kurang perduli.
2. Kebersihan diri atau kebiasaan perorangan yang kurang baik.
3. Pasien TB seringkali merasa malu atau minder apabila diketahui sebagai
penderita tuberkulosis, karena penyakit ini menular.
4. Kurangnya kesadaran pada tersangka penderita TB dan keluarga suspek
TB untuk memeriksakan dahaknya ke laboratorium.
5. Tersangka penderita TB tidak bisa mengeluarkan dahak, karena kurang
memahami cara pengambilan sputum atau dahak yang benar.
C. Analisis output
Data baku hasil survey door to door tentang TB wilayah kerja
Puskesmas I Wangon
D. Analisis Effect :
1. Perencanaan dan organisasi
Adanya perencanaan dan organisasi yang dilakukan terhadap jajaran kader
oleh bidang P2M membuat berjalannya proses pengumpulan data kasus
TB.
2. Pelaksanaan
Pelaksanan pendataan dilakukan oleh petugas P2M Puskesmas I Wangon.
Adanya tenaga yang kompeten dan semangata dari para kader posyandu
diharapkan program program P2M dapat berjalan dengan baik sehingga
dapat menjadi dasar yang kuat untuk melakukan suatu tindakan intervensi
dalam bidang promkes agar derajat kesehatan masyarakat naik.
19
3. Kontrol dan evaluasi
Kegiatan kontrol dilakukan oleh puskesmas yaitu bagian P2M serta kader
sebagai pelaksana, DKK dan Pemerintah Daerah Pusat sebagai supervisi.
E. Outcome (Impact)
1. Peneliti
Menambah pemahaman peneliti tentang hambatan dalam pelaksanaan
program pengendalian TB oleh bidang P2M cara mengatasi hambatan
tersebut.
2. Puskesmas
Dampak program yang diharapkan adalah tercapainya target 100% dalam
cakupan pengendalian TB.
20
BAB III
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Analisis SWOT
Berdasarkan data yang ada dapat diketaui bahwa hasil kegiatan
indikator kinerja cakupan TB Puskesmas I Wangon selama tahun 2011 belum
memenuhi target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas untuk tahun 2011.
Apabila kita menggunakan analisa SWOT mengenai maslah P2M
penyakit TB, maka didapat informasi sebagai berikut :
a. Strength
Puskesmas I Wangon memiliki letak yang strategis, yaitu berada di pusat
kecamatan sehingga memudahkan akses layanan kesehatan.
Tersedianya tenaga kesehatan dan koordinator program untuk
mendeteksi dan menangani penderita TB di puskesmas
Memiliki sarana non kesehatan yang cukup memadai yaitu satu sepeda
motor dan satu mobil Puskesmas.
b. Weakness
Terbatasnya tenaga kesehatan di bidang P2M khususnya yang
menangani masalah TB yaitu hanya satu orang sehingga kurang optimal
dalam penemuan penderita TB.
Belum semua petugas puskesmas terutama paramedis (perawat, bidan
desa) mengetahui secara tepat cara menjaring tersangka TB.
Sistem deteksi penyakit TB masih dilakukan secara pasif, yaitu hanya
mengandalkan pasien yang datang ke puskesmas dan memiliki tanda dan
21
gejala TB. Deteksi penderita secara aktif, penyuluhan kesehatan ke desa-
desa dan pembentukan kader kesehatan dalam penananganan TB belum
berjalan.
Penyediaan obat yang belum kontinyu.
Pengetahuan penderita yang kurang mengenai penyakit TB paru, cara
pengobatan dan bahaya akibat berobat tidak adekuat.
Tidak adanya kader TB di tiap desa.
c. Opportunity
Warga Kecamatan Wangon mudah diajak kerjasama dalam masalah
kesehatan, hal ini terlihat dari mereka sangat mudah dikumpulkan dalam
acara kesehatan, misalnya Posyandu maupun Posyandu Lansia.
d. Threat
Banyak warga Kecamatan Wangon yang sama sekali tidak mengetahui
tentang penyakit TB, baik faktor risiko, cara penularan, maupun tanda
dan gejala.
Sarana dan prasarana yang belum memadai.
Perlindungan diri terhadap analis laboratorium yang belum optimal.
Kurangnya motivasi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas P2M
TB.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Masalah
Berdasarkan analisis SWOT, permasalahan pengendalian TB paru
disebabkan oleh berbagai faktor, baik itu faktor internal maupun faktor
eksternal Puskesmas. Faktor internal Puskesmas meliputi kurangnya
tenaga kesehatan yang terjun langsung dalam melakukan pendataan.
Kader kesehatan yang bertugas juga sangat terbatas. Kader kesehatan
yang sama untuk Posyandu Balita, Posyandu Lansia, dan PSN
sehingga fokus pendataan terpecah karena banyak tugas lainnya yang
membebani kader, sehingga banyak para tersangka TB paru yang
belum dilakukan pendataan dan pengendalian karena terbatasnya SDM
(Sumber Daya Manusia). Data yang ada belum mewakili sepenuhnya
TB paru yang ada di Wangon.
Pemberian jasa untuk Kader kesehatan selama ini tidak ada,
sehingga mereka bekerja secara sukarela. Kebanyakan dari mereka
menuntut adanya pemberian jasa yang sesuai dengan kinerja mereka,
namun kenyataannya dari pihak Puskesmas tidak dapat memberikan
apapun karena tidak ada pendanaan untuk pengendalian TB paru.
Ketidaksamaan persepsi antar kader juga menjadi faktor adanya
perancu hasil data yang diperoleh. Walaupun sudah dilakukan
sosialisasi sebelumnya, namun masih saja ada perbedaan persepsi.
23
B. Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan berdasarkan
analisis SWOT yang telah dilakukan, antara lain:
1. Memberikan pembinaan kepada kader kesehatan di setiap desa
untuk masalah pengendalian TB paru dari Puskesmas.
2. Memberikan batas waktu tertentu dalam pendataan, sehingga hasil
pendataan dapat diperoleh tepat waktu.
3. Melakukan sosialisasi sesering mungkin agar tidak terjadi
perbedaan persepsi antar kader.
4. Melakukan permohonan kepada DKK kab Banyumas untuk
menambah sumber daya manusia dan materi untuk
penyelenggaraan program-program pengendalian TB paru.
5. Penggalangan masyarakat untuk dapat membantu pelaksanaan
program pendataan serta pengendalian TB paru.
6. Pembentukan Pengawas Minum Obat (PMO).
1. Tugas seorang PMO
a. Mengawasi pasien TB Paru agar menelan
obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
b. Memberi dorongan kepada pasien agar mau
berobat teratur.
c. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang
dahak pada waktu yang telah ditentukan.
d. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga
pasien TB Paru yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan
24
TB Paru untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan
Kesehatan (UPK).
e. Tugas seorang PMO bukanlah untuk
mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit
pelayanan kesehatan.
2. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan
kepada pasien dan keluarganya.
a. TB Paru disebabkan kuman, bukan penyakit
keturunan atau kutukan.
b. TB Paru dapat disembuhkan dengan berobat
teratur.
c. Cara penularan TB Paru, gejala-gejala yang
mencurigakan dan cara pencegahannya.
d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap
intensif dan lanjutan).
e. Pentingnya pengawasan supaya pasien
berobat secara teratur.
f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat
dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK.
25
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemilihan evaluasi promosi kesehatan khususnya ngendalian TB paru
karena Puskesmas sebagai layanan Primary Care dimana lebih
mengutamakan promosi kesehatan dibandingkan kuratif atau pengobatan.
Berdasarkan visi Indonesia Sehat 2010, ada tiga pilar utama yang
ditetapkan, antara lain lingkungan sehat, perilaku sehat, dan pelayanan
kesehatan bermutu adil dan merata. Untuk melihat keberhasilan dan
kekurangan promosi kesehatan yang telah dilakukan, maka diperlukan
pendataan.
2. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya pengendalian TB yang tidak
maksimal adalah:
a. Data yang ada belum mewakili secara keseluruhan karena banyak
kasus TB paru yang belum masuk dalam pendataan.
b. Terbatasnya tenaga kesehatan, sehingga tidak adanya intervensi dalam
hal penambahan Sumber Daya Manusia dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas dalam pengendalian TB paru.
c. Tidak ada dana operasional untuk tenaga kesehatan yang terjun
langsung dalam proses pengendalian TB paru dan untuk promosi
kesehatan
26
d. Ketidaksamaan persepsi antar petugas tenaga kesehatan tentang
promosi kesehatan.
B. Saran
1. Memberikan pembinaan kepada kader kesehatan di setiap desa untuk
masalah pengendalian TB paru dari Puskesmas.
2. Memberdayakan PMO.
3. Memberikan batas waktu tertentu dalam pendataan, sehingga hasil dapat
diperoleh tepat waktu.
4. Melakukan sosialisasi tentang TB sesering mungkin agar tidak terjadi
perbedaan persepsi.
5. Melaksanakan pemeriksaan dahak secara massal yang dijadwalkan di
setiap desa setiap bulannya dengan bekerja sama dengan berbagai pihak,
mulai dari kepala puskesmas, dokter puskesmas, petugas P2M, petugas
laboratorium, bidan, kader masyaraat di setiap desa, serta seluruh warga
masyarakat kecamatan Wangon.
27