ewa98
DESCRIPTION
hkjvhTRANSCRIPT
1
PREPARASI MEMBRAN NATA DE COCO-ETILENDIAMIN DAN STUDI
KARAKTERISTIK PENGIKATANNYA TERHADAP ION Cu2+
E. Pisesidharta, Zulfikar, B. Kuswandi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember
ABSTRAK
Preparasi dilakukan melalui tiga tahap, meliputi: degradasi mekanik nata de coco, aktivasi menggunakan asam sulfat, dan modifikasi menggunakan etilendiamin. Membran nata-en menunjukkan perilaku yang berbeda dengan dua tipe membran dari tahap preparasi sebelumnya, dalam hal sifat mekanik dan strukturnya. Membran nata murni memiliki sifat mekanik kuat, nata teraktivasi cenderung rapuh, sedangkan nata-en bersifat sangat kuat. Spektra infra merah dari tipe tiga membran (nata murni, nata teraktivasi, dan nata-en) secara umum tidak mengalami perubahan yang signifikan, namun dalam spektra UV-VIS terjadi pergeseran panjang gelombang maksimum dari masing-masing membran. Membran nata murni memiliki panjang gelombang maksimum pada 265 nm, nata teraktivasi pada 280 nm, sedangkan membran nata-en pada 290 dan 295 nm, masing-masing untuk nata-en yang dipreparasi dengan lama aktivasi 10 menit dan 30 menit. Membran nata-en mengalami degradasi struktur, baik didalam air maupun dalam etanol dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk degradasi, masing-masing 2x15 menit dan 3x15 menit. Setiap parameter penelitian memiliki pengaruh pada kemampuan membran nata-en untuk mengikat ion Cu(II). Membran nata-en menunjukkan kemampuan pengikatan ion Cu(II) paling optimum pada saat di preparasi menggunakan 2 M asam sulfat selama 30 menit dan konsentrasi etilendiamin 1,6 M. Kata kunci: Nata de coco, etilendiamin, membran nata de coco-etilendiamin
(nata-en), ion Cu2+.
2
I. PENDAHULUAN
Nata de coco adalah produk komersial dalam industri makanan yang sangat
digemari karena bermanfaat untuk memperlancar pencernaan dan cocok untuk
menu diet. Hal ini disebabkan oleh kandungan seratnya yang tinggi. Secara
kimiawi, serat yang terkandung di dalam nata de coco adalah selulosa. Sementara
itu, studi mengenai selulosa sudah sangat meluas baik terhadap senyawaan
selulosa itu sendiri maupun terhadap senyawa-senyawa turunannya.
Sato, T., et al (1988) dari Universitas Tokyo telah mengembangkan
senyawaan selulosa yang dapat menghasilkan aktivitas redoks spesifik dengan
memodifikasi senyawaan tersebut sedemikian rupa sehingga memiliki gugus
bermuatan. Dalam perkembangan di bidang kimia analitik, utamanya dalam
bidang sensor, senyawaan selulosa dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai
bahan untuk pembuatan elektrode selektif ion atau ion selective electrode (ISE).
Tanabe, T., et al (2001) melaporkan bahwa membran selulosa sangat berguna
sebagai matriks (material pendukung) dalam fabrikasi sensor kimia untuk
mendeteksi suatu molekul.
Nata de coco atau bacterial cellulose merupakan salah satu sumber
alternatif bagi penyediaan selulosa dimana bahan ini lebih mudah dibuat, mudah
diolah, dan mudah diperoleh dengan biaya produksi yang lebih murah. Studi
mendalam terhadap nata de coco untuk berbagai bidang aplikasi sangat diperlukan
untuk meningkatkan nilai tambah bagi produk nata de coco dan tidak terbatas
pada pemanfaatannya sebagai produk makanan.
Iguchi et al (2001) menunjukkan bahwa nata de coco (bacterial cellulose)
memiliki struktur kristal yang idendik dengan struktur kristal selulosa tumbuhan.
Indrarti, L. dan Yudianti, R. (1995) telah mempelajari pengaruh alkali terhadap
sifat fisis dan mekanis dari nata de coco sedangkan Piluharto, B. (2001) telah
mempelajari kemungkinan penggunaan selulosa dari nata de coco sebagai
membran ultrafiltrasi.
Studi modifikasi struktur nata de coco melalui proses kopolimerisasi belum
banyak dilakukan. Pada tahun 1990, Lokhande dan Thakare telah melakukan
pembentukan kompleks selulosa-etilendiamin melalui sistem fasa cair maupun
3
fasa gas. Akan tetapi, kompleks yang terbentuk sangat mudah terdegradasi pada
berbagai sistem cairan. Dalam penelitian ini, dipelajari proses modifikasi nata de
coco menggunakan etilendiamin untuk menghasilkan membran selulosa dengan
sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan membran selulosa yang telah ada.
Dipelajari pula kemampuan membran nata de coco-etilendiamin (nata-en) dalam
mengikat ion Cu2+ serta karakteristiknya dalam larutan logam Cu2+.
II. METODE PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: blender,
nampan plastik, hot plate, mikrometer, neraca analitik, stirrer magnetik, stop
watch, pH meter, penyaring Whatmann, vacum water pipe, press kaca, spektronic
21D, spektrofotometer UV-VIS merk Shimadzu tipe UV-365, spektrofotometer
infra merah (FT/IR-5300 merk Jasco) serta beberapa peralatan gelas.
Bahan yang digunakaan meliputi: air kelapa, gula pasir, Acetobacter
xylinum, amonium sulfat, asam asetat glasial, natrium hidroksida, etilendiamin
monohidrat, etanol absolut, asam sulfat, aquades, dan CuSO4. 5H2O.
2.2 Pembuatan Nata De Coco
400 mL air kelapa dipanaskan sampai mendidih kemudian ditambahkan
10 % gula dan 2,5 % amonium sulfat dan diaduk hingga terlarut sempurna.
Larutan tersebut didinginkan, kemudian ditambahkan asam asetat glasial hingga
pH 4) lalu ditambahkan 10 % starter (Acetobacter xylinum). Berikutnya,
dilakukan fermentasi selama 7-10 hari. Nata de coco yang dihasilkan, dicuci
dengan air sampai pH netral. Selanjutnya dibersihkan berulang kali dengan
menggunakan larutan NaOH 2 % dan dibilas dengan aquades hingga pH netral.
Pada tahap akhir, nata de coco dicuci menggunakan etanol.
2.3 Preparasi Membran Nata-en
25 gram nata basah di degradasi secara mekanik menggunakan blender
kemudian diaktivasi menggunakan asam sulfat pada berbagai konsentrasi (1-4 M)
dan waktu (10, 30, 50, 70 menit).
4
Nata yang telah di aktivasi dengan asam sulfat, direaksikan dengan
etilendiamin, dalam kondisi sistem reaksi yang distirrer. Konsentrasi etilendiamin
di variasi (1.2, 1.6, 2, 2.4 M) dan waktu reaksi dijaga konstan (20 menit).
Selanjtnya, membran di cetak menggunakan sistem pencetakan membran
seperti skema berikut:
Gambar 1. Sistem pencetakan membran vakum cair
Bahan yang tertahan oleh kertas saring dicetak menggunakan plat kaca
yang diberi beban seberat 1 kg. Waktu pencetakan kurang lebih 24 jam dan
dikeringkan pada suhu 50-60 OC.
2.4 Karakterisasi Membran Secara Spektroskopi
Masing-masing jenis membran (nata murni, nata teraktivasi, dan nata-en)
dikarakterisasi menggunakan metode spektroskopi UV-VIS dan infra merah.
Karakterisasi infra merah dilakukan dengan spektrofotometer FT/IR-5300
Jasco. Membran dibuat pelet dengan KBr dan dibaca pada daerah bilangan
gelombang 400-4000 cm-1. Karakterisasi spektroskopi UV-VIS menggunakan
spektrofotometer UV-VIS Shimadzu tipe UV-365. Membran dengan ukuran yang
sesuai diletakkan ke dalam kuvet dan dibaca pada daerah panjang gelombang
antara 200-800 nm.
2.5 Stabilitas Membran Dalam Sistem Cairan
Membran berukuran 1x2 cm direndam dalam 150 mL cairan (air dan
etanol) selama 15 menit dan diulang hingga menunjukkan perubahan warna.
Perubahan diamati dengan menambahkan beberapa tetes larutan Cu2+ pada
membran.
air masuk
air keluar
kertas saring larutan bahan
kertas saring
5
2.6 Karakteristik Larutan Cu(II) Terhadap Membran Nata-en
Membran nata-en berukuran 1x2 cm direaksikan dengan larutan Cu(II) 0,1
M selama 30 menit, dengan variasi jumlah mol Cu(II). Setiap hasil reaksi
membran-larutan Cu(II) pada variasi jumlah mol yang berbeda, dilakukan
pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum Cu(II). Hubungan
antara absorbansi vs jumlah mol Cu(II) dalam grafik akan menunjukkan
karakteristik membran dalam larutan Cu(II).
2.7 Penentuan Kapasitas Pengikatan Membran Terhadap Ion Cu (II)
Mula-mula, dilakukan pengukuran absorbansi larutan Cu2+ pada daerah
panjang gelombang 400-840 nm. Selanjutnya, membran nata-en direaksikan
dengan Cu(II) selama 30 menit. Bila terjadi peningkatan absorbansi pada larutan
hasil reaksi dengan membran, dilakukan pengujian sifat aditif larutan standar
Cu2+, relatif terhadap absorbansi larutan standar kompleks Cu(en)2+. Sifat aditif
kedua larutan ditentukan dari spektra Cu2+ dan Cu(en)2+. Jika pada λmaks Cu(II)
mengandung serapan Cu(en) dan pada λmaks Cu(en) mengandung serapan Cu(II),
maka kedua larutan tersebut bersifat aditif satu sama lain.
Kemampuan membran dalam mengikat ion Cu(II) dideteksi melalui
pengukuran serapan larutan logam pada panjang gelombang maksimum dari
Cu(II) dan Cu(en). Besarnya logam yang terikat ke membran ditentukan melalui
persamaan sistem dua komponen.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Membran Nata De Coco-Etilendiamin
Pada tahap pertama, lembaran nata dihancurkan secara mekanik
menggunakan blender. Degradasi secara mekanik ini dimaksudkan untuk
memperluas permukaan nata dalam melangsungkan interaksi dengan reaktan-
reaktan. Selanjutnya, nata de coco dicuci dan direndam dalam etanol absolut
untuk menggantikan molekul air yang terjerap didalam pori-pori nata serta
mencegahnya agar tidak kembali. Tahap modifikasi berikutnya akan berlangsung
proses reaksi dimana nata de coco berada dalam kondisi yang bebas air.
Keberadaan etanol didalam jaringan polimer nata juga akan menghasilkan jarak
6
antar bidang rantai selulosa nata semakin renggang. Akibatnya, penetrasi reaktan
yang digunakan pada tahap berikutnya menjadi lebih mudah.
Pada tahap kedua, nata de coco diaktivasi menggunakan asam sulfat.
Selama proses aktivasi, terjadi reaksi hidrolisis selulosa nata menghasilkan rantai-
rantai selulosa nata yang lebih pendek. Reaksi ini juga menghasilkan gugus-gugus
hidroksil bebas akibat adanya proses pemecahan ikatan-ikatan hidrogen
intraseluler maupun ekstraseluler dari nata de coco. Secara kualitatif, hasil dari
tahap ini menunjukkan sifat mekanik yang rapuh. Selulosa nata teraktivasi bersifat
rapuh karena mengalami degradasi struktur pada saat berlangsungnya reaksi
hidrolisis. Data spektra (gambar 2-4) menunjukkan, tahap aktivasi ini pada
akhirnya menghasilkan struktur nata yang cenderung amorf.
Tahap akhir modifikasi adalah proses reaksi nata de coco dengan
etilendiamin. Hasi reaksi ini diprediksikan mampu menghasilkan kompleks nata-
etilendiamin (nata-en) yang bersifat aktif sebagai material pengikat ion logam.
Secara kualitatif, hasil dari tahap ini menunjukkan sifat mekanik membran yang
sangat kuat, lebih kuat dibandingkan membran nata murni maupun nata
teraktivasi. Hasil ini didukung oleh perubahan spektra IR dan spektra UV-VIS
dari masing-masing tahap preparasi. Hasil ini menyarankan, reaksi antara
etilendiamin dan nata de coco berlangsung melalui proses penutupan struktur nata
menjadi bagian yang lebih rapat. Penutupan struktur tersebut berlangsung melalui
penataan ulang rantai selulosa nata oleh etilendiamin dengan jalan pembentukan
ikatan hidrogen yang lebih intensif. Penataan ulang ini dikontribusi oleh gugus
hidroksil nata dan gugus amina dari etilendiamin.
Secara keseluruhan, setiap jenis membran yang di preparasi menggunakan
teknik vakum cair menghasilkan membran berbentuk bulat dengan diameter rata-
rata 3,6 cm dan ketebalan rata-rata 0,1 mm.
7
3.2 Karakterisasi Nata De Coco Secara Spektroskopi
Secara umum, tidak ada perubahan yang signifikan pada spektra IR dari
setiap tahap modifikasi. Hasil ini ditunjukkan dalam gambar 2-4
Gambar 2. Spektra IR nata de coco murni
8
9
Berdasarkan fakta tersebut, dapat dinyatakan bahwa perubahan struktur
selama proses modifikasi melibatkan perombakan dalam gugus hidroksil maupun
gugus alkil dari nata de coco. Munculnya puncak baru di daerah 2854 cm-1 pada
spektra nata-en diperkirakan berasal dari gugus alkil dari etilendiamin. Terdapat
pula beberapa puncak baru yang muncul pada spektra dari nata-en, diantaranya
adalah serapan pada daerah 1575 cm-1 dan 819 cm-1 (tanda dalam gambar 2-4).
Masing-masing serapan didaerah tersebut merupakan pendukung bagi adanya
gugus amina yang dimiliki oleh etilendiamin yang masuk ke dalam struktur
jaringan selulosa nata.
Perubahan struktural nata selama proses modifikasi dapat teramati lebih
jelas dari hasil perubahan spektra UV-VIS untuk setiap tahap modifikasi. Hasil ini
ditunjukkan dalam gambar 5-8.
Gambar 5. Spektra UV-VIS nata de coco murni
Gambar 6. Spektra UV-VIS nata teraktivasi oleh asam sulfat 2 M selama 30 menit
10
Gambar 7. Spektra UV-VIS nata-en, yang di preparasi dengan asam sulfat 2 M selama
10 menit
Gambar 8. Spektra UV-VIS nata-en, yang di preparasi dengan asam sulfat 2 M selama
30 menit
Nata murni memiliki λmaks pada 265 nm yang berhubungan dengan transisi
elektronik dari gugus-gugus hidroksil nata de coco. Transisi elektronik ini
membutuhkan energi yang tinggi karena keberadaan ikatan hidrogen antar gugus
hidroksil nata memperkuat lingkungan elektronik dari struktur keseluruhan.
Dalam kondisi tersebut, lingkungan elektronik yang menyusun jaringan selulosa
nata relatif sangat stabil. Eksitasi elektron yang menghasilkan puncak pada
11
spektra UV-VIS nata murni bersesuaian dengan transisi n σ* dari elektron-
elektron pada ikatan O-H gugus hidroksil nata.
Pada nata teraktivasi, serapan maksimum terjadi pada panjang gelombang
280 nm. Dibandingkan dengan spektra dari nata murni, spektra nata teraktivasi
mengalami pergeseran λmaks ke arah panjang gelombang yang lebih panjang.
Serapan ini masih berhubungan dengan transisi elektronik dari gugus hidroksil
nata. Absorbsi nata teraktivasi relatif berlangsung pada energi yang lebih rendah
karena absorbsi tersebut dihasilkan dari elektron-elektron gugus hidroksil bebas
dari nata teraktivasi. Hasil ini memperkuat adanya perubahan yang terjadi pada
spektra IR antara nata murni dan nata teraktivasi, utamanya dalam hal lebar pita
serapan di daerah gugus hidroksil. Pergeseran panjang gelombang maksimum dari
nata murni dengan nata teraktivasi terlihat sangat signifikan pada spektra UV-VIS
yang dihasilkan. Ini menunjukkan bahwa pada proses aktivasi, degradasi ikatan
hidrogen nata berlangsung lebih efektif.
Dalam nata-en, panjang gelombang maksimum muncul pada 290 nm
untuk nata-en yang dipreparasi dengan asam selama 10 menit dan 295 nm untuk
nata-en yang dipreparasi dengan asam selama 30 menit. Puncak absobsi ini
dihasilkan pada daerah berenergi yang lebih rendah daripada puncak absorbsi dari
tahap modifikasi sebelumnya. Dengan kata lain, terjadi pergeseran panjang
gelombang ke arah panjang gelombang yang lebih panjang. Berdasarkan hasil
spektra tersebut, energi transisi elektronik dari masing-masing tahap adalah:
7,496. 10-19 J (nata murni), 7,095. 10-19 J (nata teraktivasi), 6,85. 10-19 J (nata-
en;10 menit aktivasi), dan 6,734. 10-19 J (nata-en; 30 menit aktivasi).
Nata-en memiliki serapan di daerah panjang gelombang terpanjang oleh
karena keberadaan etilendiamin yang masuk ke dalam struktur nata. Etilendiamin
bertindak sebagai gugus penyerap warna (kromofor) yang diemban oleh gugus
amina dalam molekul etilendiamin sehingga menimbulkan pergeseran panjang
gelombang ke arah yang lebih panjang. Sedikit perbedaan puncak absorbsi yang
terjadi pada nata-en yang dipreparasi menggunakan asam selama 10 menit
(gambar 7) dengan nata-en yang dipreparasi menggunakan asam selama 30 menit
12
(gambar 8), terjadi akibat pengaruh perbedaan jumlah molekul etilendiamin yang
dapat diikat oleh nata.
3.3 Stabilitas Membran Nata De Coco Dalam Sistem Cairan
Dalam sistem air, membran nata-en mengalami pembengkakan (swelling)
dan secara perlahan-lahan etilendiamin yang terikat di dalam membran terlepas
menuju sistem cairan. Hasil tersebut juga berlaku untuk membran yang diuji
dengan sistem cairan etanol absolut. Akan tetapi, dalam sistem etanol, perubahan
warna pada membran hingga menghasilkan warna yang serupa dengan warna
Cu2+ membutuhkan waktu yang relatif lebih lama.
Pendesakan molekul etilendiamin dari dalam membran oleh air dan etanol
dimungkinkan juga berlangsung akibat sifat kelarutan etilendiamin dengan kedua
cairan tersebut. Diketahui bahwa etilendiamin mudah terlarut kedalam air maupun
etanol dengan tingkat kesempurnaan pelarutan yang berbeda (Merck Index, 1978).
3.4 Karakteristik Larutan Ion Cu2+ Terhadap Membran Nata De Coco-
Etilendiamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap spektra dari larutan Cu (II)
hasil reaksi dengan membran, mengalami pergeseran panjang gelombang
maksimum. Gambar 9-11 menunjukkan perubahan spektra panjang gelombang
dari masing-masing larutan uji dengan setiap membran.
Gambar 9. Perubahan spektra larutan Cu (II) setelah reaksi dengan membran nata-en variasi konsentrasi asam sulfat, relatif terhadap spektra Cu (II) standar dan Cu(en)
640
800
720
780
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
400 440 480 520 560 600 640 680 720 760 800 840
panjang gelombang
abso
rban
si
Cu(en)
Cu(II) standar
1 M
2 M
3 M
4 M
13
Gambar 10. Perubahan spektra larutan Cu (II) setelah reaksi dengan membran nata-en
variasi waktu reaksi asam sulfat, relatif terhadap spektra Cu (II) standar
dan Cu(en)
Gambar 11. Perubahan spektra larutan Cu (II) setelah reaksi dengan membran nata-en
variasi konsentrasi etilendiamin, relatif terhadap spektra Cu (II) standar
dan Cu(en)
800
640
780
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
400 440 480 520 560 600 640 680 720 760 800 840
panjang gelombang
abso
rban
siCu (II) standar 0,1 M
Cu(en)
10'
30'
50'
70'
90'
6 4 0
780
0
0 ,2
0 ,4
0 ,6
0 ,8
1
1 ,2
1 ,4
1 ,6
4 0 0 4 4 0 4 8 0 5 2 0 5 6 0 6 0 0 6 4 0 6 8 0 7 2 0 7 6 0 8 0 0 8 4 0
p a n ja n g g e lo m b a n g (n m )
abso
rban
si
C u ( II ) s ta n d a r, 0 .1 M
C u (e n )
1 ,2 M
1 ,6 M
2 M
2 ,4 M
14
Dalam proses reaksinya, terjadi perubahan warna pada larutan logam.
Perubahan warna tersebut dimungkinkan berasal dari proses kompleksasi Cu(II)
dari fasa cair dengan etilendiamin yang berada pada fasa padatan membran.
Warna yang dihasilkan mendekati warna kompleks Cu(II)-etilendiamin 1:1.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sistem larutan tersebut mengandung
campuran kompleks Cu(II)-etilendiamin 1:1 dengan ion Cu(II) bebas. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya pergeseran puncak absorbsi dari masing-masing larutan
tersebut (gambar 9-11). Berdasarkan hasil tersebut, selain pergeseran panjang
gelombang juga terjadi kenaikan intensitas absorbansi pada larutan hasil reaksi.
Kenaikan tersebut muncul akibat adanya spesies kompleks Cu(en)2+ didalam
larutan yang terbentuk pada saat proses reaksi antara Cu (II) dengan membran
nata-en. Adanya campuran ion Cu(II) bebas dan kompleks Cu(en)2+ dalam fasa
larutan berkaitan dengan proses pelepasan etilendiamin ke sistem larutan serta
berhubungan dengan proses kesempurnaan reaksi antara Cu(II) dengan
etilendiamin. Dalam hal ini, reaksi tersebut berlangsung pada kondisi dimana
jumlah molekul Cu(II) jauh lebih banyak dibandingkan jumlah molekul
etilendiamin. Dapat dinyatakan bahwa Cu(II) merupakan pereaksi pembatas
dalam proses reaksi tersebut.
Hasil ini menyarankan bahwa sistem larutan Cu (II) yang telah direaksikan
dengan setiap tipe membran nata-en bersifat aditif terhadap Cu (II) standar dan
kompleks Cu(en). Selanjutnya, penentuan kuantitas Cu (II) yang terikat pada
membran nata-en dalam percobaan berikutnya akan menggunakan metode
pengukuran spektrofotometri dua komponen, dimana pengukuran dilakukan pada
dua daerah panjang gelombang, masing-masing di daerah 640 nm dan 800 nm.
Penentuan kuantitas Cu(II) yang terikat pada membran dapat dilakukan
karena tidak semua etilendiamin terlepas ke larutan. Pelepasan etilendiamin dari
fasa membran ke fasa larutan merupakan fungsi waktu. Reaksi antara etilendiamin
dengan Cu(II) dan proses pelepasan etilendiamin berlangsung secara bertahap.
Dalam jangka waktu 30 menit reaksi membran-logam (Cu(II)), masih ada
etilendiamin yang berada dalam fasa membran. Indikasinya, warna membran
berubah seperti warna dari kompleks Cu(en)2+.
15
Terjadinya pelepasan etilendiamin dari fasa membran mudah diamati
dengan mempelajari perubahan signal absorbsi larutan Cu(II) yang telah
direaksikan dengan membran nata-en (1x2 cm), pada kondisi dimana jumlah mol
Cu(II) di variasi. Hasil ini ditunjukkan dalam gambar 12.
Gambar 12. Perubahan absorbansi larutan Cu(II) di daerah panjang gelombang
800 nm setelah reaksi dengan membran nata-en, pada variasi jumlah mol Cu(II).
3.4 Karakteristik Pengikatan Nata Termodifikasi (Nata-en) Terhadap Ion
Logam Cu(II)
3.4.1. Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat
Hasil percobaan menunjukkan bahwa nata de coco yang dimodifikasi
melalui proses hidrolisis dengan 2 M H2SO4 memberikan aktivitas pengikatan
logam yang paling efektif. Hasil ini ditunjukkan dalam gambar 13.
Gambar 13. Pengaruh konsentrasi asam sulfat pada aktifitas pengikatan nata termodifikasi terhadap ion logam Cu(II)
1,22
1,23
1,24
1,25
1,26
1,27
1,28
0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5mmol Cu(II)
abso
rban
si
0,008
0,012
0,016
0,02
0,024
0,028
0 1 2 3 4konsentrasi asam sulfat (M)
jum
lah
Cu
(II)
ter
ikat
(M
)
16
Aktivasi nata menggunakan asam sulfat dengan konsentrasi yang lebih
kecil dari 2 M cenderung lebih susah untuk membongkar selulosa nata sedangkan
pada konsentrasi asam yang lebih besar, struktur selulosa nata menjadi sangat
terbuka sehingga pada saat reaksi dengan etilendiamin, molekul en yang masuk
kedalam nata akan terlepas kembali karena ruang yang tersedia terlalu lebar dan
tidak mampu menjerap molekul etilendiamin.
3.4.2 Pengaruh Waktu Reaksi Asam Sulfat Pengikatan ion Cu2+ pada membran nata-en berlangsung optimal untuk
membran yang dipreparasi dengan asam sulfat 2 M selama 1800 detik (30 menit).
Hasil ini ditunjukkan pada gambar 14.
Gambar 4.14. Pengaruh konsentrasi asam sulfat pada aktifitas pengikatan nata
termodifikasi terhadap ion logam Cu(II)
3.4.3 Pengaruh Konsentrasi Etilendiamin
Pengikatan ion Cu2+ oleh membran nata-etilendiamin berlangsung secara
optimal pada saat membran tersebut dipreparasi menggunakan etilendiamin 1,6
M. Pada konsentrasi en yang lebih kecil, pengikatan en oleh selulosa nata relatif
sulit berlangsung karena jumlah molekul en terlampau sedikit. Pada konsentrasi
en yang lebih tinggi, jumlah en dalam sistem reaksi juga semakin tinggi. Akan
tetapi, dalam kondisi tersebut reaksi cenderung berlangsung pada proses
pembongkaran struktur nata daripada proses pengikatan etilendiamin oleh nata.
1800
0
0,002
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,014
500 1400 2300 3200 4100 5000
waktu (detik )
Cu(
II) te
rikat
(M
)
17
Dalam hal ini, etilendiamin bertindak sebagai basa divalen yang membongkar
struktur nata melalui proses hidrolisis.
Pengaruh konsentrasi etilendiamin pada proses preparasi membran
terhadap kuantitas pengikatan ion Cu (II) ditunjukkan dalam gambar 15.
Gambar 15. Pengaruh konsentrasi etilendiamin pada pengikatan ion Cu (II)
Dengan demikian, dari seluruh parameter yang diamati dalam penelitian
ini, hasil pengikatan ion logam Cu2+ berlangsung secara optimum pada membran
nata-en yang dipreparasi dengan asam sulfat 2 M selama 30 menit dan
dimodifikasi dengan etilendiamin 1,6 M selama 20 menit. Besarnya ion Cu(II)
yang dapat diikat oleh membran tersebut adalah 0,01127 M atau sebesar 11,27 %
dari larutan Cu(II) mula-mula (0,1 M).
3.5 KESIMPULAN
Membran nata-en yang dipreparasi menggunakan sistem vakum
menghasilkan ketebalan membran rata-rata 0,1 mm. Dalam spektra IR, perbedaan
yang nyata muncul pada daerah serapan gugus OH sedangkan pada spektra UV-
VIS, serapan masing-masing terjadi 265 nm (nata murni), 280 nm (nata
teraktivasi), 290 nm dan 295 nm (nata-en yang diaktivasi selama 10 dan 30
menit). Membran tersebut mampu mengikat ion Cu (II) secara optimal sebanyak
0,01127 M atau 11,27 % dari larutan Cu (II) mula-mula (0,1 M).
0,004
0,006
0,008
0,01
0,012
0,8 1,2 1,6 2 2,4
konsentrasi en (M)
kons
entr
asi C
u (I
I) te
rikat
(M
)
18