fkp_transportasi

14
TRANSPORTASI EMERGENCY Latar Belakang Sejak penemuan kendaraan bermotor lebih seabad lalu, diperkirakan sekitar 30 juta orang telah terbunuh akibat kecelakaan jalan (road crashes). Kajian terbaru menunjukkan sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan jalan di seluruh dunia. Angka tersebut merupakan peningkatan dari 880.000 korban kecelakaan tahun 1999, dan pada 2010 diperkirakan meningkat antara 1,1-1,2 juta, kemudian menjadi 1,3-1,4 juta per tahun pada tahun 2020. Pada periode yang sama mobil telah membunuh lebih banyak orang daripada keseluruhan korban perang termasuk dalam dua perang dunia. Korban kecelakaan jalan juga lebih banyak dibandingkan korban kecelakaan angkutan udara, laut, danau, maupun kereta api. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan jalan merupakan penyebab terbesar ketiga kematian di seluruh dunia, setelah penyakit jantung dan depresi. Di Amerika, sejak mobil ditemukan sebanyak 3 juta orang meninggal akibat kecelakaan jalan, jauh lebih banyak dibandingkan kematian 650.000 orang Amerika akibat perang sejak perang revolusi sampai perang Iraq. Di Afrika, lebih banyak anak-anak yang mati akibat kecelakaan jalan daripada akibat virus HIV/AIDS. Kecelakaan jalan juga membunuh banyak orang muda (usia 15-44 tahun) di Afrika daripada akibat penyakit malaria. Di Indonesia angka kejadian kecelakaan lalu lintas masih sangat tinggi. Pada tahun 2008 jumlah insiden kecelakaan lalu lintas berjumlah 30.000 angka kejadian kecelakaan. Hal ini tentu tidak hanya membawa korban materi saja, namun juga hilangnya jumlah usia produktif sebagai korban kecelakaan tersebut. Sehingga ketika usia produktif berkurang,maka ketergantungan usia belum dan tidak produktif semakin tinggi sehingga akan terpelihara kondisi kemiskinan di Negara kita. Sebenarnya angka kesakitan dan kematian bisa ditekan jika sistem penanggulangan gawat darurat terpadu berjalan dengan baik. Salah satu komponen sistem tersebut yaitu pelayanan 1

Upload: hericahyo

Post on 02-Jul-2015

251 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: fkp_transportasi

TRANSPORTASI EMERGENCY

Latar BelakangSejak penemuan kendaraan bermotor lebih seabad lalu, diperkirakan sekitar 30 juta

orang telah terbunuh akibat kecelakaan jalan (road crashes). Kajian terbaru menunjukkan sekitar 1 juta orang meninggal setiap tahun akibat kecelakaan jalan di seluruh dunia. Angka tersebut merupakan peningkatan dari 880.000 korban kecelakaan tahun 1999, dan pada 2010 diperkirakan meningkat antara 1,1-1,2 juta, kemudian menjadi 1,3-1,4 juta per tahun pada tahun 2020. Pada periode yang sama mobil telah membunuh lebih banyak orang daripada keseluruhan korban perang termasuk dalam dua perang dunia. Korban kecelakaan jalan juga lebih banyak dibandingkan korban kecelakaan angkutan udara, laut, danau, maupun kereta api.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan pada tahun 2020 kecelakaan jalan merupakan penyebab terbesar ketiga kematian di seluruh dunia, setelah penyakit jantung dan depresi. Di Amerika, sejak mobil ditemukan sebanyak 3 juta orang meninggal akibat kecelakaan jalan, jauh lebih banyak dibandingkan kematian 650.000 orang Amerika akibat perang sejak perang revolusi sampai perang Iraq. Di Afrika, lebih banyak anak-anak yang mati akibat kecelakaan jalan daripada akibat virus HIV/AIDS. Kecelakaan jalan juga membunuh banyak orang muda (usia 15-44 tahun) di Afrika daripada akibat penyakit malaria.

Di Indonesia angka kejadian kecelakaan lalu lintas masih sangat tinggi. Pada tahun 2008 jumlah insiden kecelakaan lalu lintas berjumlah 30.000 angka kejadian kecelakaan. Hal ini tentu tidak hanya membawa korban materi saja, namun juga hilangnya jumlah usia produktif sebagai korban kecelakaan tersebut. Sehingga ketika usia produktif berkurang,maka ketergantungan usia belum dan tidak produktif semakin tinggi sehingga akan terpelihara kondisi kemiskinan di Negara kita. Sebenarnya angka kesakitan dan kematian bisa ditekan jika sistem penanggulangan gawat darurat terpadu berjalan dengan baik. Salah satu komponen sistem tersebut yaitu pelayanan transportasi Ambulans Gawat Darurat 118 (AGD 118) dan tentu saja harus bersinergi dengan fase Unit Gawat Darurat RS (UGD RS). Selama ini penanganan gawat darurat di Indonesia masih belum memadai. Tidak sebandingnya rasio antara AGD dibanding jumlah penduduk menyebabkan waktu tanggap yang seharusnya di bawah 10 menit jadi lebih lama. Misalnya di Jakarta, tiap tahun terdapat 751-1069 orang muda korban kecelakaan lalu lintas yang masih hidup pada saat polisi datang, tapi meninggal dalam perjalanan menuju RS (Aryono, 2008).

Masalah pada sistem airway, breathing, circulation, disability terkadang tidak pernah memberi toleransi kepada korban. Hal ini karena tidak ada pertolongan tanggap darurat ke lokasi kejadian kecelakaan dengan cepat, tepat, dan cermat.

1

Page 2: fkp_transportasi

UpayaSistem penanggulangan gawat darurat sehari-hari dapat menekan korban meninggal

hingga 50 persen bila ditangani dengan baik. Sayangnya, masing-masing rumah sakit masih memiliki cara penanganan korban yang beragam sehingga belum memiliki keseragaman dalam penanganan maupun kesiapannya. Keberhasilan penanggulangan gawat darurat sehari-hari akan memberikan dampak yang sangat bermanfaat bagi eskalai gawat darurat missal atau bencana. Upaya menanggulangi kegawatan di luar rumah sakit yaitu berupa pembentukan Ambulans Gawat Darurat (AGD) yang merupakan komponen dari Emergency Medical Service (EMS). Namun jika di rumah sakit (hospital-based), layanan ambulans akan dinaungi oleh unit pra rumah sakit.

Pelayanan Transportasi/Ambulasi Medik Pra Rumah Sakit di Negara MajuPelayanan pra rumah sakit terutama untuk kasus trauma sudah dibangun di seluruh

dunia sesuai dengan model yang bervariasi yang terintegrasi dengan sistem tanggap darurat dan rescue lokal serta lembaga kesehatan lainnya. Di Amerika dan Kanada, pelayanan ambulans terintegrasi dengan dinas pemadam kebakaran dan team first responder. Di Eropa pelayanan ambulans berpisah dengan pemadam kebakaran dan tim rescue. Di Amerika dan Kanada sistem pelayanan pra rumah sakit bersandar pada system tanggap darurat setenpat. Ketika ada panggilan darurat maka sumber daya tanggap darurat akan diluncurkan untuk merespons. Pelatihan dan pengalaman masing-masing tim tanggap darurat bervariasi tergantung pada staffing daerah tertentu. Tim petugas pemadam kebakaran biasanya disebut sebagai first responder. Mereka dibekali dengan peralatan ekstrikasi dengan tambahan peralatan untuk bantuan hidup dasar (basic life support).

Tingkatan tertinggi petugas sistem tanggap darurat (Emergency Medical System, EMS) juga disebut kru ambulans di Amerika disebut PARAMEDIK yang telah mendapat 1000-3000 jam ketrampilan di unit EMS. Pelatihan minimal saat mereka berada pada posisi petugas first responder yang melalui 16-40 jam ketrampilam, sementara Emergency Medical Technicians (EMT) untuk penguasaan BLS mendapatkan 100-140 jam pendidikan dan pelatihan gawat darurat. Di beberapa Negara Eropa pelayanan ambulans terpisah dengan tim rescue. Tim ambulans dikendalikan oleh rumah sakit atau dinas kesehatan setempat. Jika ada panggilan gawat darurat, ambulans akan diberangkatkan oleh rumah sakit yang diawaki oleh seorang dokter. Pada model ini, dokter dan teknologi didekatkan langsung menuju lapangan, memberikan pertolongan medis tingkat lanjut sebelum dirujuk. Dengan begitu maka pasien saat itu pula langsung bisa masuk rumah sakit yang sesuai kondisi dan spesialisasi penyakitnya.

Di Negara Jerman pelayanan pra rumah sakitnya merupakan yang terbaik karena dokter menjadi kru ambulans. Negara ini mengintegrasikan rescue team, pelayanan ambulans, dan pelayanan rumah sakit. Sistem pra rumah sakit di Jerman berbasis pada gabungan antara basic ambulance transport, ambulans dengan kru dokter, ambulans dengan kru dokter emergensi, dan ambulans helicopter dengan kru seorang dokter.

2

Page 3: fkp_transportasi

Simbol Pelayanan Ambulans Gawat Darurat – AGD 118

Lambang Star of LifeLambang Star of Life berwarna biru, menyerupai bintang berlengan enam, dengan lambing Asclepius di tengah. Pertamakali dibuat oleh Dinas Jalan Bebas Hambatan Amerika, U.S. National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) di bawah departemen Transportasi. Di Amerika biasanya digunakan logo atau tanda sertifikasi untuk ambulans, paramedik, atau personel layanan gawat darurat. Keenam lengan di atas mencerminkan tugas dari operasional ambulans yaitu:

1. Early Detection – Anggota masyarakat menemukan kejadian kegawatdaruratan dan mengetahui permasalahannya.

2. Early Reporting – Saksi mata di lokasi kejadian menghubungi layanan gawat darurat dan memberikan keterangan yang jelas agar bisa direspon.

3. Early Response – Petugas ambulans datang ke lokasi kejadian secepatnya, pemberian pertolongan bisa dimulai.

4. Good On Scene Care – Tim ambulans memberikan pertolongan yang memadai dengan waktu yang tepat di lokasi kejadian.

5. Care in Transit – Tim ambulans menaikkan ke dalam ambulans untuk transport yang sudah disesuaikan dengan kondisinya. Kemudian melanjutkan tindkan di atas ambulans sembari menuju ke rumah sakit rujukan. Rumah sakit yang terdekat dan memadai.

6. Transfer to Definitive Care – Pasien setelah sampai di tujuan segera dilakukan timbang terima, baik di unit gawat darurat maupun di ruang praktek dokter.

Kualifikasi Kru Kru ambulans dapat berasal dari beberapa profesi, antara lain:

1. First Responder – Seseorang yang datang pertama kali di lokasi kejadian, tugas utamnya yaitu memberikan tindakan penyelamatan nyawa seperti CPR (Cardio-Pulmonary Resuscitation) dan AED (Automated External Defibrillator). Mereka bisa diberangkatkan oeh pelayanan ambulans, atau kepolisian dan dinas pemadam kebakaran.

2. Ambulance Driver – Beberapa pusat layanan ambulans mempekerjakan petugas yang tidak mempunyai kualifikasi medis sama sekali. (atau hanya sertifikat pertolongan pertama) yang tentu saja hanya mempunyai job mengemudi secara sederhana untuk mengantar pasien.

3. Ambulance Care Assistant – Mempunyai tingkat pelatihan yang bervariasi, tetapi petugas ini khusus untuk transport pasien yang menggunakan kursi roda maupun stretcher ambulans, namun bukan untuk transport pasien kritis. Tergantung pada penyedia layanan, mereka juga dilatih first aid dan penggunaan AED, terapi oksigen, atau teknik

3

Page 4: fkp_transportasi

paliatif. Mereka bisa memberikan tindakan jika unit lain belum datang, atau jika ada pendampingan dari teknisi yang berkualifikasi atau seorang paramedik.

4. Emergency Medical Technician – Dikenal juga sebagai Teknisi ambulans. Mereka mampu memberikan layanan gawat adrurat yang lebih luas seperti defibrilasi, penanganan trauma spinal, dan terapi oksigen. Beberapa Negara memilahnya kedalam beberapa tingkat (Amerika menganut EMT-Basic dan EMT-Intermediate)

5. Paramedic – Ini merupakan level atas dari pelatihan medis dan biasanya mencakup ketrampilan utama yang tidak diperuntukkan bagi teknisi seperti pemasangan infuse (dengan kemampuan untuk memberikan obat seperti morfin), intubasi, dan skill lain seperti krikotirotomi. Tergantung pada hokum yang ada, paramedik merupakan jabatan yang dilindungi, penyalahgunaan profesi paramedik dapat diancam hukuman.

6. Emergency Care Practitioner – Jabatan ini terkadang disebut Super Paramedik, didesain utnuk menjembatani antara pelayanan ambulans dan pelayanan dokter praktek umum. ECPsudah berkualifikasi sama dengan paramedik yang sudah menjalani pelatihan lanjut. Ia juga meresepkan obat-obat yang sudah ditentukan.

7. Registered nurse (RN) – Para perawat bisa dilibatkan dalam pelayanan ambulans, dengan seorang dokter, biasanya mereka ditugaskan pada ambulans udara dan transport pasien kritis. Sering bekerja juga dengan EMT dan paramedik.

8. Doctor – Para dokter juga ikut dalam pelayanan ambulans, biasanya ambulans udara. Mereka mempunyai skill yang lebih dan tentu saja bisa menuliskan resep.

Kita harus mengingat bahwa semua kasus yang diderita pasien akan potensial menimbulkan kegawatdaruratan, pasien bayi baru lahir, anak, dewasa, dan orang tua, semuanya jika mengalami kegawatdaruratan pasti akan mengerucut pada masalah kegawatdaruratan Airway, Breathing, Circulation, Disability, dan Exposure.

Pelayanan Pra Rumah Sakit di IndonesiaDi Indonesia pelayanan pra rumah sakit (baca : ambulans) dilakukan oleh perawat.

Pelayanan ambulans di Indonesia merupakan hospital-based ambulance dimana operasional palayanan ambulans ini sepenuhnya tergantung pada pendanaan dan sumber daya yang dimiliki oleh sebuah rumah sakit yang bersangkutan. Sedangkan kru yang paling umum adalah para perawat, pengemudi, serta operator radio komunikasi. Melibatkan seorang dokter jika hanya memang diperlukan untuk memenuhi tindakan sesuai kompetensi dasarnya.

Awal tahun 2010 lalu, ada kegiatan berskala nasional yakni penyamaan persepsi tentang arti Paramedik, tugas pokok, dan kompetensinya di dalam pelayanan ambulans gawat darurat AGD 118. Dengan hal tersebut maka akan dimengerti tentang apa itu Paramedik yang sesungguhnya. Sementara masih banyak fihak yang menyebut perawat juga paramedik, terutama oleh khalayak awam.

Menurut sejarahnya sekitar 1950 – 1960 merupakan Penemuan CPR. Tahun 1966: EMS modern lahir dengan adanya Undang-undang Keselamatan Jalan Tol, kemudian 1973 EMS berjalan meliputi 15 komponen dilanjutkan pada 1968-1970 Program Pendidikan Paramedik pertama kalinya terbentuk. Hingga akhirnya pada tahun 1977, 1985 & 1998 Pembentukan dan pengembangan kurikulum Paramedik dimulai. 1. Sejarah Ambulans Gawat Darurat 118

Di daerah-daerah, unit ambulans ditempatkan di bagian kendaraan atau di bagian ‘belakang’ yang dicampuradukkan antara ambulans gawat darurat untuk si sakit dan yang

4

Page 5: fkp_transportasi

sudah meninggal. Namun dekade terakhir ini, rumah sakit sudah mulai menyadari akan pentingnya ambulans gawat darurat seiring dengan peradaban manusia terutama mode transportasi yang kerap menyebabkan cidera. Sehingga memerlukan pertolongan yang harus cepat dan tepat di lokasi kejadian hingga menuju ke lokasi rujukan.

Pembentukan ambulans gawat darurat sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1969. Saat kongres Ikatan Ahli Bedah Indonesia (IKABI) di kota Bandung mencanangkan pelayanan AGD pra rumah sakit. Lalu tahun 1971, Gubernur DKI Jaya Ali Sadikin, Prof.Jamaludin, Kapolri dan direktur Jasa Raharja Membentuk pilot project AGD yang didukung dengan 1 AGD Depkes-RSCM, 1 AGD Polri, 1 AGD DKK DKI Jaya, 1 AGD IKABI. Tahun 1975 Kongres IKABI di Yogyakarta untuk pengembangan Ambulans Gawat Darurat Pra Rumah Sakit di Indonesia. Saat itu juga dilakukan pengembangan pendidikan dan latihan untuk orang awam, perawat, dokter dalam format Pelatihan Penaggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD).

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta memberi identifikasi nomor telpon 118 kepada ambulans gawat darurat IKABI. Kemudian pada tahun 1995 akses 118 ditetapkan sebagai nomor telpon akses gawat darurat AGD taraf Nasional oleh Menparpostel. Pada 10 Sep 1992 AGD Pra RS IKABI ditetapkan sebagai Yayasan AGD 118 dengan akta Notaris H.Azhar Alia,SH No.62 yg bertugas melaksanakan kegiatan pelayanan gawat darurat sehari-hari, bencana, dan musibah masal. Bertugas sebagai pendidik bagi pelatihan kegawatdaruratan. Tanggal 1 maret 2004 Undang-undang No.16 Tahun 2001 disahkan, akta Yayasan AGD 118 direvisi di hadapan notaris Ratih Gondokusumo Siswono, SH.

2. Ambulans Gawat Darurat 118 di Rumah SakitDi beberapa daerah atau kota sudah mengembangkan pelayanan AGD 118 yang merupakan komponen Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu-SPGDT. Namun karena sumber dana dan sumber daya masing-masing rumah sakit berlainan, maka perkembangan pelayanan ambulans ini kurang memadai. Jarang sekali suatu kecelakaan lalu lintas bisa ditangani oleh tim ambulans ini. Hal ini karena masyarakat kita yang mempunyai sifat ‘suka menolong’, mereka cepat-cepat membawa korban ke RS terdekat dengan kendaraan umum. Hal ini sangat menimbulkan resiko sekali bagi pasien terutama pada pasien dengan curiga cidera spinal. Dua kali, penulis pernah merespon berita dari siaran radio bahwa ada kecelakaan di jalan raya, ketika merespon dengan mengirimkan unit ambulans, ternyata pasien sudah diantar memakai mobil pribadi di RS. Jadi memang banyak hal yang harus mendukung pelayanan ambulans gawat darurat ini. Peralatan yang ada di AGD 118 juga bervariasi, tergantung kondisi pasien. Kebanyakan RS menyimpan peralatan di UGD ketika ambulans tidak terpakai. Peralatan dimasukkan ambulans jika ada panggilan. Tentu saja hal ini banyak faktor kenapa harus terjadi.

Peralatan AGDAlat-alat yang digunakan untuk pertolongan di lokasi kejadian meliputi antara lain tas

tangan yang berisi suction portable, airway dan intubasi, cairan infus, obat resusitasi, portabel defib, backboards. 1. Secara praktis alat-alat tersebut meliputi:

a. Perlindungan diriSurgical face mask: masker pelindung, Goggle: kaca mata pelindung mukosa mata dari cairan tubuh pasien, Disposable gown: gaun pelindung sekali pakai, Disposable

5

Page 6: fkp_transportasi

gloves: sarung tangan sekali pakai, High visibility waistcoat: rompi pengaman di lalu lintas pada malam hari,

b. Alat Jalan Nafas (airway)Suction machine: untuk suction ledir/darah, Head Immobiliser: penyangga kepala dan leher, Neck Collar: penyangga leher, Guedel airway (OPA): untuk membuka jalan nafas, Suction tube: selang suction besar/yankeur, Suction catheter: selang suction kecil.

c. Alat pernafasan (breathing) Stethoscope: untuk auskultasi, Nebuliser masks: masker yang ada tempat menaruh obat nebuliser salbutamol, Nasal canula: selang O2 ke hidung, O2 masks: masker O2 untuk pasien, Life Support Product (LSP): O2 tabung kecil untuk pasien sesak nafas, Entonox: berisi O2&Nitrous oksida untuk menghilangkan nyeri pasien sementara, O2 cylinder, regulator: suplai oksigen utama dalam ambulance dilengkapi kunci, humidant+flowmeter: untuk melembabkan udara dan mengatur jumlah O2 yang diberikan, Ventilator / Dragger: alat bantu pernafasan,Ambubag (BVM): untuk memberikan bantuan pernafasan,

d. Alat untuk sirkulasi (circulation)Sphygmomanometer: untuk memeriksa tekanan darah, Defibrillator: DC Shock untuk Ventrikel Takikardi & Ventrikel Vibrilasi yang dilengkapi monitor EKG & pulse oksimeter, Pulse oxymeter: untuk memeriksa saturasi oksigen & nadi, Defibrilator pads: elektrode besar untuk EKG & memberikan DC Shock, IV catheter : jarum infuse untuk akses vena perifer.

e. Kesadaran (disability )Torch/penlight: senter untuk memeriksa pupils, GCS-sheet : lembar untuk evaluasi Glasgow’s Coma Scale

f. Alat untuk immobilisasi dan fiksasiImmobiliser Kits: bidai untuk fiksasi fraktur, Fracture Immobiliser: bidai untuk fraktur, Adhesive tape: plester pelekat, Ambulance dressing: untuk membalut luka, Cotton wool: kapas gulung, Gauze: kasa pembalut, Crepe bandage: perban gulung, Body strap: tali berbentuk pita untuk fiksasi pasien, patient safety. Eye pad: perban mata, Scissors: gunting serbaguna, Triangular bandage: mitela/perban segitiga, Disposable razor: silet cukur,

g. Alat TransportTrolley / Stretcher / Cot + Straps: brankar untuk membawa pasien + tali pengaman, Carrying chair + straps: kursi lipat untuk membawa pasien naik/turun tangga+tali pengaman,Scoop stretcher (orthopedic stretcher): untuk memindah pasien dengan cidera spinal, Long spineboard: untuk membawa pasien dengan cidera spinal, Kendrick Extrication Devices (KED): Untuk memindahkan pasien dengan cidera spinal dari dalam mobil yang mengalami kecelakaan,

h. Alat-Alat PenunjangECG Electrodes: penghubung EKG dengan badan pasien, Lubrication jelly: jel pelicin untuk selang suction dan selang intubasi, Glucometer: untuk mengecek gula darah acak, Glucostrips: untuk menampung tetesan darah dalam pengecekan gula darah, Blood Lancet: jarum tusuk untuk mengeluarkan darah, Syringe: spuit, Ambulance

6

Page 7: fkp_transportasi

sheet: sprei untuk brankar, Disposable sheet: alas diatas sprei, Blankets: selimut, Pillow: bantal.

i. Peralatan tambahan :Vomiting bags: kantong penampung muntahan pasien, Sharp Disposable Container: tempat penampung jarum&benda tajam lainya bekas dipakai untuk pasien, Trash Bucket: tempat sampah. Untuk setting peralatan yang lainnya, harus disesuaikan dengan kebutuhan. Misalnya akan merujuk bayi baru lahir, maka peralatan-peralatan yang disediakan harus standard untuk bayi baru lahir.

2. Obat-obatan meliputi:Obat-obat gawat darurat mutlak harus ada misalnya Ventolin: bronkodilator, Adrenalin: obat emergency dalam resusitasi jantung, Glucagon: untuk pasien hipoglikemia, Atropine Sulfate: obat emergency dalam resusitasi jantung, Lignocain: untuk aritmia jantung, Normal saline: untuk infus/membersihkan luka, Water gels: untuk luka bakar, Gliceryl Trynitrate (GTN) spray: untuk nyeri dada karena Infark jantung/Angina dengan efek lain menurunkan tekanan darah, Paramedic bags: tas paramedik berisi alat-alat untuk infus dan intubasi, First aid bags: berisi alat-alat untuk pertolongan pertama.

3. Alat-alat untuk mobil ambulansFire Extinguisher: alat pemadam api, ban cadangan, dongkrak, senter lampu besar,

air accu, balok kayu pengganjal, radiator coolant, car tool box, kunci pembuka roda, rescue tools untuk ambulans rescue, kabel ‘jumper’ untuk memancing dari accu mobil lain, tali derek, dll.

Pemberangkatan unit ambulansKomunikasi sangat penting untuk rantai kehidupan pasien. Pertama kali ketika seorang

paien atau orang di sekitarnya meminta bantuan dengan memanggil dua atau tiga digit panggilan gawat darurat. Tiap Negara mempunyai nomor aktifasi gawat darurat yang berbeda. Misalnya 911 untuk Amerika, 119 di Jepang, dan 112 di Eropa, di Inggris 999, dan 118 di Indonesia. Namun pada bencana seperti Badai Katrina 11 September 2001, system komunikasi telepon benar-benar terganggu sehingga sumber daya pertolongan terlambat. Saat petugas menuju lokasi kegawatan. Dengan kemajuan teknologi seluler dan telepon satelit, maka telpon yang masuk dapat teridientifikasi area melalui teknologi global positioning system (GPS). Sehingga panggilan akan direspon oleh tim ambulans yang berada di dekat korban.

Di lokasi kejadian Pelayanan pra rumah sakit untuk pasien trauma selalu diawali dengan memastikan

lingkungan aman untuk penolong. Mungkin ada beberapa material berbahaya yang dapat menyebabkan baik pasien maupun penolong mengalami cidera, seperti bahaya lalulintas, kabel listrik, kondisi setempat, atau lingkungan sekitar kejadian. Pada lingkungan yang tidak aman, penanganan awal pada pasien trauma mungkin ditunda menunggu lingkungan diamankan. Jika korban terjepit di antara mobil yang bertabrakan, maka tindakan ekstrikasi pasien harus dilakukan bersama-sama dengan tindakan resusitasi. Saat transport, gerakan ambulans dan pemakaian pengaman akan membatasi kemampuan dalam pengkajian dan penanganan pasien trauma.

7

Page 8: fkp_transportasi

Hal-hal yang perlu dilaporkan saat menemukan pasien yakni umur dan jenis kelamin, keluhan utama, respon, kondisi jalan nafas, kondisi pernafasan dan sirkulasi, pemeiksaan fisik, riwayat SAMPLE (Signs and symptoms, Alergies, Medication, Past illnesses, Last oral intake, dan Event preceding the injury: Mechanism of Injury – MOI merupakan informasi yang sangat berharga yang harus ditimbangterimakan saat di rumah sakit rujukan. Misalnya penggunaan seat-belt dan air-bag pada keecelakaan mobil merupakan hal yang sangat penting bagi rumah sakit rujukan sebagai bahan untuk pengkajian pasien), tindakan yang sudah diberikan, serta kondisi pasien saat ini setelah tindakan.

Memang ada perbedaan pandangan terhadap pelayanan yang optimal saat penanganan pasien di lapangan maupun selama transport menuju rumah sakit rujukan. Kedua pendapat tersebut yaitu field stabilization dan scoop and run. Pendapat pertama yakni stay and stabilize atau stay and play , hal ini mencakup tentang penerapan teknis medis kepada pasien dengan cara memberikan ALS di lapangan yang mencakup 1. Amankan jalan nafas dengan intubasi endotrakeal menggunakan rapid sequence induction (RSI) 2.Dekompresi dada 3.Memasang infuse 4.Resusitasi cairan pada pasien hipovolemik. Tujuan dari tindakan tersebut untuk stabilisasi pasien seperlu mungkin saat di lokasi kejadian. Pendapat sebaliknya diistilahkan dengan scoop and run untuk menggambarkan tindakan pada pasien yang seminimal mungkin saat di lapangan. Filosofi ini mencakup penatalaksanaan pasien dan kegawatdaruratan yang mengancam nyawa selama di dalam ambulans atau selama belum sampai ke rumah sakit rujukan. Secara garis besar, Eropa menganut field stabilization, sementara Negara-negara North America lebih cenderung menganut scoop and run.

Perjalanan menuju RS rujukan.Kita semua tahu bahwa tindakan transport dilakukan setelah pasien dilakukan

resusitasi dan stabilisasi. Setelah pasien relative stabil, keputusan transportasi rujukan harus dibuat. Pada pasien trauma lebih sering dilakukan metode load and go, daripada stay and play. Pemberian tindakan ALS akan memperpanjang waktu untuk melakukan rujukan pasien.

Penanganan pasien trauma terkini menganjurkan untuk mengedepankan transport dengan cepat dan aman dari lokasi kejadian menuju rumah sakit rujukan. Penyedia layanan ambulans gawat darurat menekankan kebutuhan untuk memperpendek waktu saat di lokasi kejadian sambil melakukan ABC. Segala tindakan yang berhubungan dengan kanulasi intra vena sebaiknya dilakukan selama perjalanan menuju rumah sakit.

Transport dengan lampu dan sirine yang meraung-raung terkadang diperlukan namun bisa berakibat fatal. Transport seperti ini menempatkan unit ambulans pada resiko kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan lain di depannya, bahkan bisa mengakibatkan kecelakaan beruntun.

Monitoring pasien selama transport di dalam ambulans memang sangat sulit karena adanya guncangan dan suara gaduh. Saat pemindahan dari trolley ambulans ke trolley rumah sakit bisa mengakibatkan tercabutnya pipa endotrakeal. Penggunaan evakuasi medic dnegan helicopter tidak menunjukkan manfaat pada transport di kawasan pemukiman. Helikopter akan sangat bermanfaat jika di area terpencil tidak tersedia ambulans atau jika menggunakan ambulans akan mengakibatkan transport yang berlapis. Observasi untuk pasien kritis tiap 5 menit sedangkan untuk pasien stabil setiap 15 menit.

8

Page 9: fkp_transportasi

Terminasi PanggilanSelesaikan tugas saat di rumah sakit rujukan, di perjalanan menuju markas, dan di

markas ambulans. Kegiatan ambulans belum selesai sampai ia sudah siap untuk merespon panggilan berikutnya. Bersihkan kompartemen pasien, siapkan oksigen kembali jika habis, dan gantilan alat dan bahan habis pakai dengan yang baru. 1. Saat di perjalanan menuju markas:

Komunikasikan bahwa ambulans siap untuk panggilan berikutnya. Bukalah ventilasi atau kaca samping pada kompartemen pasien agar udara bisa masuk dan keluar. Hal ini terutama setelah mengangkut pasien berpenyakit menular. Isi kembali bahan bakar ambulans, sehingga jika markas mmerintahkan ambulans untuk merespon panggilan, maka kru tidak ada rasa kekuatiran karena kehabisan bahan bakar.

2. Saat di markas:Pisahkan bahan/alat yang disposable untuk dibuang pada tempat pembuangan yang sesuai. Bersihkan kompartemen pasien. Gantilah bahan habis pakai. Periksalah mesin mobil ambulans. Bersihkan mobil ambulans. Pakailah semboyan ‘after=before’ artinya kondisi ambulans sebelum dengan kondisi setelah pelayanan panggilan harus sama bersihnya. Laporkan ke markas bahwa ambulans siap merespon panggilan lagi.Lengkapilah laporan observasi pasien yang belum lengkap.

Pelayanan transportasi / ambulasi adalah unik. Suatu pekerjaan menolong seseorang di lokasi kejadian, di dalam ambulans yang sedang berjalan, dan di RS rujukan. Patient and Crew Safety harus menjadi prioritas utama.

9