kajian ekonomi dan keuangan regional ... kajian ekonomi dan keuangan regional prov. aceh agustus...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI ACEH
AGUSTUS 2016
VISI
Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas BI dan kontributif bagi pembangunan
ekonomi daerah maupun nasional.
MISI
Menjalankan kebijakan BI dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas
pengelolaan uang dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah
maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
FUNGSI
1. Fungsi Statistik dan surveillance
2. Fungsi Kajian
3. Fungsi Komunikasi dan Pelaksanaan Program
4. Fungsi Sistem Pembayaran
5. Fungsi Manajemen Intern dan koordinasi Wilayah
TUGAS POKOK
1. Memberikan masukan kepada Dewan Gubernur kondisi ekonomi dan keuangan daerah di wilayah kerjanya;
2. Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan ekonomi dan keuangan daerah, yang
didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian/riset serta memfasilitasi pengendalian
inflasi, pemberdayaan sektor riil dan UMKM.
3. Melaksanakan kegiatan perizinan dan pengawasan serta operasionalisasi sistem pembayaran tunai dan non
tunai sesuai dengan kebutuhan ekonomi daerah di wilayah kerjanya
4. Melaksanakan kebijakan stabilitas keuangan , program perluasan dan pemerataan akses dan
keterjangkauan keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif
5. Mengelola sumber daya internal yang dibutuhkan sebagai faktor pendukung fungsi-fungsi utama.
Kalender Publikasi KEKR
Triwulan I
Mei
Triwulan II
Agustus
Triwulan III
November
Triwulan IV
Februari
Penerbit :
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan - Tim Ekonomi Moneter
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Jl. Cut Meutia No.15, Banda Aceh - Indonesia
Telp : 0651-33200 / Fax : 0651-34116
Publikasi KER secara online dapat diperoleh di:http://www.bi.go.id/web/id/DIBI1/Regional/Publikasi/
2 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat dan
karuniaNya sehingga buku “Kajian Ekonomi Dan Keuangan Regional Provinsi Aceh Periode Agustus 2016” ini
akhirnya dapat dipublikasikan. Buku ini memaparkan informasi mengenai perkembangan beberapa indikator
perekonomian daerah, diantaranya pertumbuhan ekonomi, perbankan, sistem pembayaran dan keuangan
daerah yang dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan informasi internal maupun eksternal Bank Indonesia.
Secara umum, hasil kajian atas perkembangan ekonomi regional Provinsi Aceh periode triwulan laporan
mendeskripsikan bahwa perekonomian Aceh menunjukkan kecenderungan yang lebih baik dibandingkan triwulan
sebelumnya.
Dalam kesempatan ini, kami menghaturkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penyusunan buku ini. Harapan kami, kerja sama yang telah tercipta dapat terus berlanjut dan
ditingkatkan pada masa yang akan datang.
Kami menyadari bahwa kualitas dan informasi yang disajikan masih perlu terus disempurnakan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari seluruh pihak yang berkepentingan
dengan buku ini.
Kami berharap, semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.
Banda Aceh, Agustus 2016
Kepala Perwakilan,
Ahmad Farid
Deputi Direktur
8 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH
A. PDRB
Sektoral (Rp Triliun) 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
7,17 7,51 7,68 7,30 7,58 7,66 8,02 7,87 7,90 7,84
Pertambangan & Penggalian
3,43 3,36 3,20 2,95 2,49 2,39 2,33 2,08 2,27 1,89
Industri Pengolahan 2,18 2,21 2,07 1,77 1,58 1,64 1,70 1,51 1,54 1,51
Pengadaan Listrik, Gas 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04
Pengadaan Air 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
Konstruksi 2,54 2,56 2,62 2,68 2,43 2,49 2,61 3,15 2,81 2,92
Perdagangan Besar & Eceran, & Reparasi Mobil & Sepeda Motor
4,10 4,24 4,40 4,29 4,27 4,43 4,58 4,45 4,44 4,61
Transportasi & Pergudangan
2,11 2,13 2,19 2,33 2,21 2,24 2,31 2,33 2,25 2,34
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum
0,29 0,30 0,30 0,31 0,31 0,31 0,32 0,33 0,33 0,34
Informasi & Komunikasi 1,00 1,02 1,04 1,05 1,03 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09
Jasa Keuangan 0,43 0,44 0,44 0,45 0,45 0,41 0,46 0,48 0,48 0,48
Real Estate 0,95 0,97 0,99 1,00 1,02 1,03 1,05 1,06 1,08 1,09
Jasa Perusahaan 0,16 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,17 0,18
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib
2,07 2,02 2,14 2,25 2,16 2,21 2,34 2,35 2,22 2,60
Jasa Pendidikan 0,55 0,55 0,57 0,64 0,58 0,60 0,63 0,65 0,63 0,65
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial
0,69 0,71 0,70 0,73 0,73 0,75 0,77 0,79 0,80 0,81
Jasa lainnya 0,34 0,34 0,35 0,35 0,36 0,37 0,36 0,37 0,38 0,39
PDRB 28,05 28,57 28,90 28,32 27,42 27,80 28,75 28,71 28,42 28,78
PDRB Non Migas 24,83 25,45 26,13 26,11 25,76 26,29 27,18 27,35 26,78 27,54
Sumber: BPS Provinsi Aceh, Diolah
Komponen (Rp
Triliun)
2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II
Pengeluaran
Konsumsi Rumah
Tangga
15,34 15,45 15,73 15,83 15,78 15,89 16,27 16,34 16,38 16,70
Pengeluaran
Konsumsi LNPRT 0,53 0,54 0,49 0,50 0,49 0,49 0,49 0,50 0,51 0,54
Pengeluaran
Konsumsi
Pemerintah
4,53 5,08 5,73 7,82 4,30 5,20 5,94 9,06 4,00 5,69
Pembentukan Modal Tetap
Bruto
9,23 9,07 9,27 9,36 9,18 9,12 9,59 10,72 9,91 10,22
Perubahan Inventori
-0,09 0,12 -0,04 0,05 -0,05 0,02 -0,05 0,00 0,01 -0,01
Ekspor Luar Negeri
0,81 1,53 1,11 1,26 0,44 0,29 0,60 0,34 0,36 0,17
Impor Luar Negeri
0,28 0,33 0,26 0,37 0,87 0,66 0,48 0,44 0,35 0,41
Net Ekspor Antar
Daerah -1,99 -2,98 -3,07 -6,15 -1,85 -2,54 -3,61 -7,80 -2,41 -4,11
P D R B 27,96 28,39 28,84 28,30 27,42 27,80 28,75 28,71 28,42 28,78
PDRB Non Migas
24,83 25,45 26,13 26,11 25,76 26,29 27,18 27,35 26,78 27,54
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 9
B. INFLASI
Kota yoy,%
I-15 II-15 III-15 IV-15 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 II-16
Banda Aceh 5,40 6,12 4,30 1,27 5,40 6,12 4,30 1,27 3,10 2,01
Lhokseumawe 5,44 6,36 4,55 2,44 5,44 6,36 4,55 2,44 4,63 3,03
Meulaboh 5,67 6,47 2,86 0,58 5,67 6,47 2,86 0,58 3,12 2,19
Aceh 5,45 6,24 4,19 1,53 5,45 6,24 4,19 1,53 4,45 2,34
No Kelompok Kota
Aceh Banda Aceh Lhokseumawe Meulaboh
1 Bahan Makanan 5,69 6,18 4,17 5,66
2 Makanan jadi, minuman, rokok, tembakau
5,02 5,24 4,69 5,04
3 Perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar 0,03 0,33 0,09 0,13
4 Sandang 6,30 3,65 2,48 4,99
5 Kesehatan 2,14 3,56 1,25 2,45
6 Pendidikan, rekreasi, olahraga 4,51 3,65 1,19 3,82
7 Transpor, komunikasi, jasa keuangan -4,10 -3,08 -4,49 -3,89
Inflasi Keseluruhan 2,01 3,03 2,19 2,34
Sumber: BPS Provinsi Aceh, Diolah
C. PERBANKAN (BERDASARKAN LOKASI BANK)
Indikator (Rp Miliar)
2014 2015 2016
I II
Total Aset
Pertumbuhan (yoy)%
Pertumbuhan (mtm)%
DPK
Pertumbuhan (yoy)%
Pertumbuhan (mtm)%
Pembiayaan
Pertumbuhan (yoy)%
Pertumbuhan (mtm)%
FDR %
NPL-gross %
NPL-Nominal
10 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (Simpanan)
SIMPANAN (Rp Miliar) 2014 2015 2016
I
Total 23.234,40 26.235,80 28.123,81 26.693,51 27.846,44 31.426,00 34.621,03 31.054,35 31.650,77 33.271,07
Pertumbuhan (yoy) 6,64 10,53 7,59 10,02 19,85 19,78 23,10 16,34 13,66 5,87
Giro 6.681,74 8.081,16 9.475,71 5.547,40 7.006,52 9.076,40 11.124,43 6.106,05 7.300,48 7.276,35
Pertumbuhan (yoy)% (29,97) (26,39) (24,91) (19,22) 4,86 12,32 17,40 10,07 4,20 -19,83
Tabungan 11.212,11 11.259,91 11.740,15 14.687,07 12.569,63 12.647,87 13.654,61 17.023,94 14.560,97 15.652,03
Pertumbuhan (yoy)% 53,51 56,69 47,49 13,14 12,11 12,33 16,31 15,91 15,84 23,75
Deposito 5.340,55 6.894,73 6.907,95 6.459,04 8.270,29 9.701,73 9.841,99 7.924,36 9.789,32 10.342,69
Pertumbuhan (yoy)% 8,04 23,77 24,22 46,32 54,86 40,71 42,47 22,69 18,37 6,61
Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan
PINJAMAN (Rp Miliar) 2014 2015 2016
Total Pembiayaan 23.826 24.709 24.635 25.229 25.379 26.359 26.375 27.227 27.544 33.271
Pertumbuhan (yoy) % 10,72 8,72 4,48 7,14 6,52 6,68 7,06 7,92 8,53 5,87
Modal Kerja 7.872 8.084 7.806 7.884 7.418 7.803 7.646 8.048 7.970 7.276
Pertumbuhan (yoy)% 0,20 0,00 -6,95 -1,97 -5,77 -3,48 -2,04 2,08 7,44 -19,83
Investasi 2.271 2.359 2.337 2.494 2.676 2.907 2.907 3.102 3.241 15.652
Pertumbuhan (yoy)% 74,27 20,43 13,14 17,52 17,86 23,22 24,41 24,39 21,12 23,75
Konsumsi 13.683 14.265 14.493 14.851 15.284 15.649 15.822 16.077 16.333 10.343
Pertumbuhan (yoy)% 10,71 12,48 10,43 10,97 11,70 9,70 9,17 8,26 6,86 6,61
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (diolah)
Indikator (Rp Miliar)
Pembiayaan Per Sektor 23.825,98 24.708,03 24.634,90 25.229,24 25.378,31 26.359,59 26.374,82 27.227,38 27.544,49 28.626
Pertanian 1.058,12 1.184,44 1.298,96 1.479,93 1.648,14 1.910,65 1.899,18 2.051,52 2.127,03 2.216
Pertambangan 34,53 32,73 34,41 30,91 29,09 38,62 34,14 36,70 35,53 34
Industri Pengolahan 1.801,84 1.824,55 1.278,70 1.292,32 1.277,15 1.278,97 1.268,19 1.384,07 1.473,46 1.483
Listrik Gas dan Air 100,00 104,19 100,33 118,74 109,25 102,00 96,24 192,78 185,46 194
Konstruksi 446,12 515,43 615,91 744,15 645,93 822,97 861,76 905,02 742,15 788
Perdagangan 4.916,08 5.171,99 5.440,57 5.694,21 5.489,93 5.658,83 5.551,05 5.744,78 5.791,34 6.113
Pengangkutan 65,41 84,32 91,51 97,72 94,10 95,43 97,30 104,07 120,57 128
Jasa Dunia Usaha 658,79 371,56 238,94 239,57 228,28 214,91 196,20 200,99 216,83 256
Jasa Sosial Masy. 859,45 769,45 856,19 508,93 527,86 536,04 504,84 492,08 485,81 648
Lainnya 13.885,63 14.649,37 14.679,37 15.022,76 15.328,58 15.701,16 15.865,91 16.115,36 16.366,30 16.767
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 11
C. SISTEM PEMBAYARAN
D. EKSPOR IMPOR
Indikator (Rp Miliar)
Transaksi Kliring
Nominal Transaksi 19.395,00 19.395,00 19.395,00 19.395,00 19.395,00 19.395,00 19.395,00 19.395,00 19.395,00 19.395,00
Volume Transaksi 660,56 660,56 660,56 660,56 660,56 660,56 660,56 660,56 660,56 660,56
Transaksi Kas
Inflow 1.335,17 1.335,17 1.335,17 1.335,17 1.335,17 1.335,17 1.335,17 1.335,17 1.335,17 1.335,17
Outflow 1.258,10 1.258,10 1.258,10 1.258,10 1.258,10 1.258,10 1.258,10 1.258,10 1.258,10 1.258,10
Indikator (Rp Miliar)
2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II
Ekspor Luar Negeri
Volume (kg) 190.745.443 190.745.443 190.745.443 190.745.443 190.745.443 190.745.443 190.745.443 190.745.443 190.745.443 190.745.443
Nilai FOB (USD) 100.984.712 100.984.712 100.984.712 100.984.712 100.984.712 100.984.712 100.984.712 100.984.712 100.984.712 100.984.712
Impor Luar Negeri
Volume (kg) 34.414.818 34.414.818 34.414.818 34.414.818 34.414.818 34.414.818 34.414.818 34.414.818 34.414.818 34.414.818
Nilai CIF (USD) 13.577.945 13.577.945 13.577.945 13.577.945 13.577.945 13.577.945 13.577.945 13.577.945 13.577.945 13.577.945
Neraca (USD) 87.406.767 87.406.767 87.406.767 87.406.767 87.406.767 87.406.767 87.406.767 87.406.767 87.406.767 87.406.767
12 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
0
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 13
RINGKASAN EKSEKUTIF
GAMBARAN UMUM
Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2016 tumbuh
sebesar 3,54% (yoy), sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 3,64% (angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang
sebelumnya tumbuh secara tahunan sebesar 3,66%). Namun demikian, angka
tersebut juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada
triwulan II-2015 yang terkontraksi sebesar 2,09%(yoy). Sementara itu,
pertumbuhan ekonomi tanpa migas Aceh tercatat sebesar 4,75% (yoy), naik
dibandingkan dengan posisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,96% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi tanpa migas pada tahun ini juga tercatat mengalami
peningkatan dibandingkan dengan posisi pada triwulan yang sama di tahun 2014
yang tumbuh sebesar 3,32%.
Adanya penurunan kinerja ekonomi pada triwulan laporan didorong oleh adanya
penurunan pertumbuhan di dua sektor utama di Aceh, yakni sektor pertanian dan
perdagangan. Di samping itu, kontraksi yang semakin membesar kembali terjadi di
sektor pertambangan dan industri pengolahan. Dari sisi permintaan, komponen yang
mengalami penurunan adalah komponen ekspor yang kembali mengalami kontraksi
cukup signifikan dari dari 116,05%(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
145,33%(yoy) pada triwulan laporan. Namun demikian, dari sisi penawaran adanya
peningkatan kinerja pada sektor konstruksi mampu menahan laju penurunan
pertumbuhan ekonomi Aceh. Peningkatan pada beberapa komponen dari sisi
permintaan seperti investasi (PMTB), konsumsi rumah tangga, serta konsumsi
pemerintah juga menjadi salah satu faktor yang dapat menahan penurunan kinerja
ekonomi pada triwulan laporan.
Tekanan inflasi Aceh pada triwulan-II 2015 mengalami penurunan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan pada triwulan laporan tercatat menurun
dari 3,55% (yoy) pada triwulan-I 2016 menjadi 2,34% (yoy). Inflasi Aceh triwulan-
II tercatat lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi yoy pada triwulan II dalam tiga
tahun terakhir yaitu sebesar 5,05%. Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa
keuangan merupakan kelompok yang paling dominan dalam mempengaruhi
rendahnya angka inflasi Aceh pada triwulan-II 2016. Hal ini terjadi terutama
disebabkan adanya penyesuaian atau penurunan tarif angkutan dan pengiriman
barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bahan bakar
bensin dan solar di awal bulan April 2016.
Kinerja pendapatan Aceh pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan
dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan
pemerintah Aceh pada triwulan II-2016 mencapai Rp 4,40 Triliun atau 35,07% dari
target tahunan, sementara pada periode yang sama tahun sebelumnya hanya
mencapai 34,78% dari target tahunannya. Di sisi lain, kinerja realisasi belanja
Provinsi Aceh pada triwulan laporan tercatat meningkat dibandingkan dengan
realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Realisasi belanja pemerintah Provinsi
Aceh pada triwulan II-2016 sebesar Rp 1,94 Triliun atau 15,08% dari target tahunan
sedangkan pada triwulan II-2015 hanya mencapai 12,48% dari target tahunan
14 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan II 2016,
sektor korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan
sektor pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Namun demikian
optimisme pelaku usaha terhadap perekonomian Aceh kedepan masih cukup tinggi
yang tercermin dari hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Kualitas kredit yang
disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi di Aceh berada di level yang perlu untuk
mendapat perhatian lebih khusus atau kurang baik. Hal ini tercermin dari indikator
Non Performing Loans (NPL) kredit pada sektor korporasi di Aceh yang berada di atas
level aman 5% serta tren peningkatan NPL di sektor tersebut yang meningkat sejak
awal tahun 2015. Seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi di triwulan II-2016,
kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh
masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk
kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada jauh dibawah critical
point 5%.
Seiring dengan momen menjelang perayaan hari raya Idul Fitri dan masuknya bulan
Ramadhan 1437H. Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan
Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau cenderung keluar atau
cenderung keluar dari Bank Indonesia menuju perbankan dan masyarakat. Aliran
uang kartal menunjukkan adanya peningkatan net outflow dibandingkan triwulan
sebelumnya. Kegiatan sistem pembayaran non tunai yang diselenggarakan Bank
Indonesia melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun
nominal. Peningkatan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta didorong dengan adanya transfer gaji
ke-14 bagi para pegawai negeri sipil.
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Aceh hingga bulan Februari 2016
mencapai 64,24%, atau menurun dibanding bulan Februari 2015 yang mencapai
66,37. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh berada pada
level 8,13%, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
7,73%. Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh berdasarkan data terakhir bulan Maret
2016 tercatat sebesar 16,73%. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan
kondisi kemiskinan pada bulan Maret 2015 yang mencapai 17,08%. menurunnya
tingkat kemiskinan di Aceh tersebut diakibatkan oleh adanya penurunan tingkat
kemiskinan di daerah pedesaan sebesar -0,73%.
Perekonomian Aceh pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran
3,13% - 4,13% (yoy). Sementara itu, perekonomian Aceh pada triwulan III-2016
diperkirakan akan tumbuh positif antara 3,2% dan 4,2%. Dari sisi penawaran, sektor
pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan sementara itu
sektor pertambangan dan industri pengolahan diperkirakan masih mengalami
kontraksi. Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi diperkirakan memberikan
andil utama dalam pertumbuhan namun defisit neraca perdagangan daerah Aceh
masih menjadi penghambat. Pada tahun 2016 inflasi Aceh diperkirakan masih berada
pada level antara 2,39% - 3,39% (yoy). Tekanan diperkirakan bersumber dari inflasi
kelompok volatile food.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 15
Pertumbuhan Ekonomi Aceh pada
triwulan II-2016 tercatat sebesar
3,54%(yoy) sedikit mengalami penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Namun demikian pencapaian
pada triwulan laporan tercatat lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan yang sama di
tahun sebelumnya.
ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas masih tumbuh dalam angka yang positif
pada triwulan II-2016 sebesar 3,54%(yoy) atau sedikit menurun jika dibandingkan
triwulan sebelumnya sebesar 3,64% (yoy) (Angka ini merupakan koreksi data dari
BPS yang sebelumnya terkontraksi sebesar 3,66%). Sementara itu, pertumbuhan
ekonomi tanpa migas Aceh Aceh tercatat sebesar 4,75% (yoy), naik dibandingkan
dengan posisi pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,96% (yoy).
Dari sisi penawaran, kontribusi pada pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan
laporan bersumber dari tiga sektor yaitu sektor konstruksi (1,53%), administrasi
pemerintahan (1,57%), pertanian (0,66%), dan sektor perdagangan (0,62%).
Sementara itu, dari sisi permintaan komponen pembentukan modal tetap bruto
(PMTB) memberikan kontribusi paling besar terhadap ekonomi Aceh dengan
kontribusi sebesar 3,95%. Kontribusi terbesar kedua berasal dari komponen
konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 2,90%. Sementara itu,
komponen konsumsi pemerintah dan LNRT menjadi kontributor terbesar ketiga dan
keempat dengan nilai kontribusi masing-masing sebesar 1,78% dan 0,16%. Namun
demikian, kinerja komponen ekspor luar negeri dan inventori masih memberikan
kontribusi pertumbuhan yang negatif bagi ekonomi Aceh.
Inflasi Aceh pada Triwulan II 2016 mengalami penurunan
sebagai imbas menurunnya tekanan
inflasi kelompok barang administered prices dan inflasi kelompok volatile
food yang terkendali.
ASESMEN INFLASI DAERAH
Pada triwulan II-2016, pergerakan laju inflasi Aceh baik secara tahunan yaitu 2,34%
(yoy) mengalami penurunan dibandingkan triwulan II tahun sebelumnya yang
sebesar 6,24%(yoy). Inflasi triwulan-II 2016 di ketiga kota pantauan tercatat Banda
Aceh 2,01% (yoy), Lhokseumawe 3,03% (yoy), dan Meulaboh 2,19% (yoy).
Tekanan inflasi pada periode ini tertahan oleh kelompok transportasi, komunikasi,
dan jasa keuangan yang mengalami deflasi sebesar 3,89% (yoy). Deflasi ini terjadi
terutama disebabkan adanya penyesuaian atau penurunan tarif angkutan dan
pengiriman barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bahan
bakar bensin dan solar di bulan April tahun 2016. Namun demikian, terdapat juga
tekanan inflasi yang didorong oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok, yang
meningkat dari 3,50% (yoy) menjadi 5,04% (yoy). Sementara itu, untuk kelompok
Bahan Makanan dan Sandang terjadi inflasi masing-masing sebesar 5,66% (yoy) dan
4,99% (yoy).
Komoditas administered price, volatile food, dan core mengalami deflasi dan inflasi
secara year on year masing-masing sebesar -1,70%, 6,20%, dan 2,12%. Komoditas
administered price dibandingkan dengan triwulan I-2016 tercatat mengalami
penurunan tingkat inflasi seiring dengan ditetapkannya penurunan harga BBM dan
tarif listrik yang efeknya terasa pada triwulan laporan. Kondisi yang sama juga terjadi
pada komoditas volatile food yang berada pada posisi yang menurun dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, kelompok inflasi inti masih berada pada
posisi yang stabil dibandingkan dengan triwulan I-2016. Menurut kontribusinya
tekanan inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok Volatile Food sebesar 1,29%.
Menurut komoditasnya, Komoditas pada kelompok ini yang memberikan andil inflasi
tinggi antara lain Beras, Cumi-cumi, Apel, dan Daging Ayam Ras. Selain itu inflasi
tahunan Aceh pada triwulan laporan juga disumbang beberapa komoditas dari
16 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
kelompok administered price yaitu rokok kretek dan rokok kretek filter dengan rata-
rata andil inflasi sebesar 0,30% (yoy).
Stabilitas Keuangan daerah di Aceh masih
menunjukan kerentanan sebagai imbas
perlambatan perekonomian. Namun
optimisme pelaku usaha dan rumah tangga
masih cukup tinggi.
ASESMEN PERBANKAN, STABILITAS SISTEM KEUANGAN, DAN SISTEM
PEMBAYARAN
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan II 2016,
sektor korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan
sektor pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Namun demikian
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan
optimisme bahwa kegiatan usaha di tahun 2016 meningkat dibandingkan kondisi
tahun sebelumnya. Perbaikan dari sisi pembiayaan juga terlihat dari perbaikan
pertumbuhan jumlah pembiayaan sektor korporasi oleh perbankan pada triwulan-II
2016. Walaupun mengalami perbaikan dari sisi pertumbuhan pembiayaan, kualitas
kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi di Aceh masih berada di level
yang perlu untuk mendapat perhatian lebih khusus atau kurang baik. Hal ini
tercermin dari indikator Non Performing Loans (NPL) kredit pada sektor Korporasi di
Aceh yang berada di atas level aman 5%.
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami peningkatan pada triwulan II-
2016Namun demikian peningkatan tingkat pengangguran di Aceh yang mencapai
level 8,13% pada bulan Februari 2016 dari 7,73% pada periode yang sama
sebelumnya dikhawatirkan dapat mendorong perlambatan konsumsi masyarakat
kedepan. Kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di
Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans
(NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada
jauh dibawah critical point 5%. Perbaikan tersebut juga terkonfirmasi dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) di triwulan II-2016
masing-masing sebesar 121,9 dan 115,2, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya
yaitu masing-masing sebesar 110,4 dan 101,1. Demikian pula Indeks Ekspektasi
Konsumen (IEK) yang tercatat sebesar 128,37, lebih tinggi dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 119,5.
Realisasi pendapatan dan
realisasi belanja Provinsi Aceh pada
triwulan II-2016 secara umum mengalami
peningkatan dibandingkan realisasi
pada periode yang sama tahun sebelumnya.
ASESMEN KEUANGAN DAERAH
Kinerja pendapatan Pemda Provinsi Aceh pada triwulan II 2016 laporan tercatat
sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan realisasi pada periode sama
tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan
II-2015 adalah sebesar Rp 4.177,61 Milyar atau 34,78% dari target pendapatan
tahunan, sementara pada triwulan II-2016 mencapai Rp 4.398,07 Milyar atau
sebesar 35,07% dari target pendapatan tahunannya
Kinerja realisasi belanja Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan-II 2016 tercatat
meningkat dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya.
Persentase realisasi belanja yang dikelola oleh pemerintah provinsi meningkat dari
sebesar 12,48% pada triwulan II tahun lalu menjadi 15,08% pada tahun 2016.
Realisasi belanja modal pada periode laporan telah mencapai Rp456,97 miliar,
meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang baru. Sementara
itu, realisasi belanja barang dan jasa meningkat dari Rp 766,86 miliar pada triwulan
II-2015 menjadi Rp 1.117,14 miliar pada triwulan II-2016.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 17
Aliran uang kartal menunjukkan adanya net outflow.
Aktivitas kliring menunjukan
peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari
sisi volume maupun nominal
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Seiring dengan momen menjelang perayaan hari raya Idul Fitri dan masuknya bulan
Ramadhan 1437H. Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan
Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau cenderung keluar dari Bank
Indonesia ke perbankan dan masyarakat. Posisi netflow mengalami pertumbuhan
negatif sebesar 927,8% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang mengalami inflow
sebesar Rp413,45 miliar menjadi outflow sebesar Rp3,42 triliun pada triwulan
laporan. Pertumbuhan tahunan netflow mencatat peningkatan outflow sebesar
191,9% (yoy), meningkat signifikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun
lalu yang terkontraksi sebesar 334,6%.
Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal.
Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya volume berbagai transaksi
masyarakat pada bulan Ramadhan serta transfer gaji ke-14 bagi para pegawai negeri
sipil di Aceh. Secara triwulanan, pada triwulan II-2016 penyelesaian transaksi ritel
melalui SKNBI tercatat sebesar 91.770 Data Keuangan Elektronik (DKE) atau
meningkat sebesar 25,34% dibandingkan dengan periode yang sama triwulan
sebelumnya sebesar 73.218 DKE. Nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI
sebesar Rp4,62 triliun atau meningkat 13,22% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar Rp4,08 triliun.
Tingkat pengangguran Aceh per
Februari 2016 meningkat namun
tingkat kemiskinan per Maret 2016 menurun.
ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Aceh per Februari menunjukkan jumlah
angkatan kerja di Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 2235 juta orang,
atau menurun sebanyak -26 ribu orang dari jumlah angkatan kerja di bulan
Februari 2015 sebanyak 2261 juta orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di
Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 8,13%, lebih tinggi dibandingkan TPT
bulan Februari 2015 sebesar 7,73%.
Sampai dengan periode bulan Maret 2016, tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh
mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Maret 2015. Jumlah penduduk
miskin di Aceh pada bulan Maret 2016 mencapai 848 ribu jiwa (16,73%) atau
menurun sebanyak 3 ribu orang jika dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang
mencapai 852 ribu orang (17,08%) (Grafik 4.4).
Perekonomian dan Inflasi Aceh tahun
2016 diperkirakan mengalami peningkatan.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Aceh pada triwulan III-2016 diperkirakan akan tumbuh antara 3,2%
dan 4,2% dan secara keseluruhan tahun 2016 diperkirakan mengalami pertumbuhan
antara 3,13% dan 4,13%. Rentang proyeksi pertumbuhan tersebut tercatat sedikit
mengalami penurunan dibandingkan dengan rentang angka proyeksi pada triwulan
II-2016. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan perekonomian Aceh
tahun 2015 yang mengalami kontraksi 0,72%.
Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan-III 2016 diperkirakan masih akan
berasal dari pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring
dengan peningkatan konsumsi menjelang persiapan pilkada serentak 2017 serta
peningkatan alokasi dana desa. Sementara itu, dari sisi penawaran sektor pertanian,
18 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
kehutanan dan perikanan diperkirakan masih menjadi sektor yang memacu
pertumbuhan ekonomi Aceh di tengah risiko penurunan harga komoditas dunia.
Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2016 diperkirakan akan berasal dari
pengeluaran konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring dengan
peningkatan konsumsi menjelang persiapan pilkada Aceh tahun 2017. Sementara itu,
dari sisi penawaran sektor pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan masih
menjadi sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi Aceh ditengah risiko penurunan
harga komoditas dunia.
pada triwulan III-2016, inflasi Aceh diperkirakan akan meningkat pada kisaran 1,74%
- 2,74% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi Aceh pada triwulan III-2015 sebesar
4,18%. Penyesuaian harga BBM pada bulan April 2016 terkait perkembangan harga
minyak dunia yang cenderung menurun telah mengurangi tekanan inflasi. Namun
demikian, faktor hari raya Idul Adha diperkirakan akan menjadi salah satu faktor
yang menjadi pendorong inflasi pada triwulan III-2016. Secara keseluruhan inflasi
Aceh pada tahun 2016 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun
2015 yang besarnya 1,53% (yoy). Diperkirakan inflasi di Aceh pada tahun 2016
berada pada kisaran 2,39% - 3,39% (yoy). Faktor utama penyebab penurunan inflasi
Aceh pada tahun 2016 adalah penyesuaian harga BBM pada bulan April 2016 terkait
perkembangan harga minyak dunia yang cenderung menurun telah mengurangi
tekanan inflasi di tahun 2016.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 19
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Perekonomian Aceh dengan migas pada triwulan II tahun 2016 tumbuh sebesar
3,54% (yoy) atau mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh secara tahunan sebesar 3,64% (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS
yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,66%). Namun demikian, pertumbuhan ekonomi
Aceh tanpa migas tercatat sebesar 4,75% (yoy), naik dibandingkan dengan posisi pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,96% (yoy).
Adanya penurunan kinerja ekonomi pada triwulan laporan didorong oleh adanya
penurunan pertumbuhan di dua sektor utama di Aceh, yakni sektor pertanian dan
perdagangan. Di samping itu, kontraksi yang kembali membesar kembali terjadi di
sektor pertambangan dan industri pengolahan. Di sisi lain, pada triwulan laporan ini,
sektor konstruksi kembali menjadi penyumbang pertumbuhan terbesar dengan
sumbangsih sebesar 1,73%, kemudian diikuti oleh sektor Administrasi Pemerintahan
kontribusi pertumbuhan sebesar 1,57%. Di sisi lain, dua sektor utama di Aceh yakni
sektor pertanian dan perdagangan memberikan sumbangsih pertumbuhan sebesar
0,66% dan 0,62%.
Sementara itu, dari sisi permintaan, sumber peningkatan ekonomi Aceh berasal dari
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan kontribusi sebesar 3,95%, Konsumsi
Rumah Tangga sebesar 2,90%, serta Konsumsi Pemerintah sebesar 1,78%.
Pertumbuhan terbesar berasal dari Komponen pada PMTB sebagai akibat dari naiknya
investasi bangunan maupun non-bangunan yang masing-masing tumbuh sebesar
11,39% persen dan 7,37%. Beberapa investasi utama di Aceh pada triwulan laporan
antara lain pembangunan jalan, jembatan, masjid, serta pasar.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DARI SISI PENAWARAN
Pada triwulan II-2016 struktur ekonomi
Aceh relatif tidak berubah dibandingkan
tahun struktur ekonomi tahun
sebelumnya. Struktur perekonomian Aceh
pada triwulan-II 2016 masih didominasi
oleh sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan dengan proporsi sebesar
28,62%. Kondisi yang sama juga masih
terjadi di sektor perdagangan besar-
eceran dan reparasi mobil sepeda motor
yang masih berada pada posisi kedua
dengan share terhadap ekonomi Aceh
sebesar 15,93%. Sementara itu, sektor
terbesar ketiga dalam struktur ekonomi
Aceh ditempati oleh sektor konstruksi
dengan proporsi sebesar 9,99% (Grafik
1.1).
Grafik 1. 1. Struktur Ekonomi Aceh Sisi Penawaran
29%
4%
5%0%0%
10%16%
8%
1%
3%
2%
4%1%
10%
2% 3%1%
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan
Pertambangan & Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Perdagangan Besar & Eceran, &Reparasi Mobil & Sepeda MotorTransportasi & Pergudangan
Penyediaan Akomodasi & MakanMinumInformasi & Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan,Pertahanan & Jaminan Sosial WajibJasa Pendidikan
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Sumber:BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 20
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Kondisi perekonomian Aceh pada triwulan II-2016 sedikit mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekonomi Aceh pada triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 3,54%
(yoy), lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 3,64% (Angka ini merupakan koreksi data dari BPS yang sebelumnya tumbuh sebesar 3,66%).
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Aceh tanpa migas tercatat mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Kinerja ekonomi tanpa Migas Aceh tumbuh sebesar 4,75%(yoy) atau naik
sebesar 0,80% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,96%(yoy). Pencapaian
pertumbuhan ekonomi tanpa migas tersebut juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama
di tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,32%(yoy) (Grafik 1.2).
Penurunan pertumbuhan ekonomi Aceh tersebut secara sektoral (Supply/Penawaran) bersumber
dari menurunnya kinerja di sektor pertanian serta semakin dalamnya kontraksi dari sektor
pertambangan dan sektor industri pengolahan. Sektor pertanian mengalami penurunan pertumbuhan
hampir 50% dibandingkan dengan sebelumnya. Pada triwulan II-2016, tercacat pertumbuhan sektor terbesar
di Aceh tersebut tumbuh sebesar 2,42%(yoy), turun dari periode triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
4,28%(yoy). Penurunan di sektor pertanian ini terjadi seiring dengan menurunnya penjualan komoditas
perkebunan (Kopi), gagal panen akibat banjir pada tanaman pangan, serta tingginya gelombang laut yang
terjadi di hampir seluruh perairan Aceh. Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan laporan juga
kembali mengalami pendalaman kontraksi dari 9,08(yoy) menjadi -20,83%(yoy) seiring dengan berhentinya
kegiatan ekspor komoditas pertambangan (Batu bara) dari Aceh ke India. Kondisi yang sama juga dialami
oleh sektor Industri pengolahan yang mengalami kontraksi lebih dalam dari triwulan sebelumnya. Penurunan
tersebut seiring dengan masih tingginya ketergantungan serta keterkaitan antara sektor ini dengan sektor
pertambangan yang mengalami penurunan. Keterkaitan tersebut seiring dengan banyaknya industri
pengolahan utama di Aceh yang produksinya berbasiskan atau bergantung komoditas hasil barang tambang.
Sektor tersebut tercatat terkontraksi sebesar 7,99%(yoy), turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang terkontraksi sebesar 2,67%(yoy).
Namun demikian, penurunan pada beberapa sektor tersebut tertahan oleh kenaikan laju pertumbuhan sektor
konstruksi yang tumbuh sebesar 17,04% (yoy), naik dibandingkan triwulan I-2016 yang sebesar 15,33%(yoy).
Sektor lain yang mengalami pertumbuhan positif adalah sektor administrasi pemerintahan yang mengalami
kenaikan pertumbuhan dari 3,96% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 17,38%(yoy) pada triwulan
laporan. Pertumbuhan sektor ini juga merupakan pertumbuhan tertinggi di antara sektor-sektor lainnya di
Aceh.
Growth yoy(%)
I II III IV I II III IV I II II-16 II-15 I-16 II-16 II-15 I-16
Pertanian, Kehutanan, &
Perikanan7,22 7,50 7,68 7,30 7,58 7,66 8,02 7,87 7,91 7,84 -0,82 0,97 0,44 2,42 2,13 4,28
Pertambangan & Penggalian 3,42 3,34 3,14 2,93 2,49 2,39 2,33 2,08 2,27 1,89 -16,52 -4,14 8,90 -20,83 -28,37 -9,08
Industri Pengolahan 2,18 2,18 2,03 1,77 1,58 1,64 1,70 1,51 1,53 1,51 -1,54 4,15 1,74 -7,99 -24,68 -2,67
Pengadaan Listrik, Gas 0,03 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 1,90 -4,50 2,29 16,27 -0,01 8,97
Pengadaan Air 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 5,60 6,34 -2,95 10,07 5,75 10,84
Konstruksi 2,44 2,49 2,61 2,68 2,43 2,49 2,61 3,15 2,81 2,92 3,84 2,32 -10,97 17,04 -0,10 15,33
Perdagangan Besar & Eceran, &
Reparasi Mobil & Sepeda Motor4,10 4,24 4,40 4,33 4,27 4,43 4,58 4,45 4,44 4,61 3,71 3,78 -0,14 3,88 4,65 3,96
Transportasi & Pergudangan 2,11 2,13 2,22 2,32 2,21 2,24 2,31 2,33 2,26 2,34 3,46 1,10 -3,03 4,40 5,08 2,01
Penyediaan Akomodasi & Makan
Minum0,29 0,30 0,30 0,31 0,31 0,31 0,32 0,33 0,33 0,34 1,75 2,30 1,19 7,15 5,95 7,72
Informasi & Komunikasi 0,98 0,98 1,03 1,06 1,03 1,05 1,06 1,07 1,08 1,09 1,46 1,56 0,21 3,98 6,82 4,08
Jasa Keuangan 0,42 0,44 0,44 0,44 0,45 0,41 0,46 0,48 0,48 0,48 1,49 -7,91 -1,25 17,19 -5,95 6,33
Real Estate 0,95 0,97 0,98 1,00 1,02 1,03 1,05 1,06 1,08 1,09 1,23 1,23 1,73 5,46 6,82 5,46
Jasa Perusahaan 0,16 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,17 0,18 0,17 0,18 1,88 1,88 -1,54 4,73 1,13 4,73
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan & Jaminan Sosial
Wajib
2,07 2,02 2,16 2,23 2,16 2,21 2,34 2,35 2,23 2,60 16,59 2,36 -5,20 17,38 9,35 3,06
Jasa Pendidikan 0,55 0,56 0,58 0,62 0,58 0,60 0,63 0,65 0,63 0,65 3,86 2,33 -3,16 9,60 6,93 7,98
Jasa Kesehatan & Kegiatan
Sosial0,68 0,70 0,70 0,75 0,73 0,75 0,77 0,79 0,79 0,81 3,66 3,41 0,03 8,50 7,07 8,23
Jasa lainnya 0,34 0,34 0,35 0,35 0,36 0,37 0,36 0,37 0,38 0,39 2,03 2,03 4,06 6,00 6,98 6,00
PDRB 27,96 28,39 28,84 28,30 27,42 27,80 28,75 28,71 28,42 28,78 1,28 1,38 -1,00 3,54 -2,09 3,64
PDRB Non Migas 24,83 25,45 26,13 26,11 25,76 26,29 27,18 27,35 26,78 27,54 2,84 2,06 -2,10 4,75 3,32 3,96
Sektoral (Rp Triliun)20152014 Growth qtq (%)2016
Tabel 1. 1. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran Provinsi Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 21
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
24,00%
25,00%
26,00%
27,00%
28,00%
29,00%
0
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
Selain tiga sektor tersebut, beberapa sektor lain juga mencatatkan peningkatan kinerja dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya antara lain sektor pengadaan listrik, air, dan gas, sektor transportasi dan pergudangan,
sektor jasa keuangan, dan sektor jasa pendidikan (Tabel 1.1).
Di samping pertumbuhannya yang terus memperlihatkan kinerja yang positif, sektor konstruksi pada triwulan
laporan juga kembali menjadi sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi
Aceh. Kontribusi sektor ini tercatat sebesar 1,53%, lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi sektor paling
besar di Aceh, yakni sektor pertanian yang tercatat memberikan andil sebesar 0,67%. Peningkatan di sektor
konstruksi Aceh didorong oleh realisasi berbagai kegiatan pembangunan utama tahun ini, antara lain renovasi
Masjid Baiturrahman serta pembangunan fly over di Simpang Surabaya. Sementara itu, seiring dengan adanya
realisasi gaji ke-14 mendorong sektor administrasi pemerintahan memberikan kontribusi pertumbuhan
terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 1,38%. Sektor kedua terbesar di Aceh, yakni sektor perdagangan
memberikan kontribusi sebesar 0,62% pada triwulan laporan atau sama dengan kontribusi pada triwulan
sebelumnya. Pertumbuhan di sektor perdagangan kali ini lebih didorong oleh adanya event hari-hari besar
keagamaan seperti tradisi Meugang dan Bulan Ramadhan yang meningkatkan perdagangan pada berbagai
komoditas, termasuk sandang dan pangan. Sementara itu, sektor-sektor lain tercatat memberikan kontribusi
pada pertumbuhan ekonomi Aceh di bawah angka 0,40%. Adapun sektor pertambangan dan penggalian serta
sektor industri pengolahan pada triwulan laporan masih memberikan kontribusi negatif yang semakin besar
dikarenakan masih mengalami kontraksi yang lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.3).
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
SEKTOR PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 2. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi
Aceh
Grafik 1. 3. Kontribusi Pertumbuhan Sektor-Sektor
Ekonomi Aceh (yoy(%)
Grafik 1. 4. Pertumbuhan Sektor Pertanian Grafik 1. 5. Pangsa dan Kontribusi Sektor Pertanian
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
22,0
24,0
26,0
28,0
30,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp Triliun
PDRB PDRB Non Migas YoY YoY
Pe
rtanian
, Ke
hu
tanan
, & P
erikan
an
Pe
rtamb
angan
& P
en
ggalian
Ind
ustri P
en
golah
an
Pe
ngad
aan Listrik, G
as
Pe
ngad
aan A
ir
Ko
nstru
ksi
Pe
rdagan
gan B
esar & Ece
ran, &
Re
parasi
Mo
bil &
Sep
ed
a Mo
tor
Transp
ortasi &
Pe
rgud
angan
Pe
nye
diaan
Ako
mo
dasi &
Makan
Min
um
Info
rmasi &
Ko
mu
nikasi
Jasa Ke
uan
gan
Re
al Estate
Jasa Pe
rusah
aan
Ad
min
istrasi Pem
erintah
an, P
ertah
anan
& Jam
inan
Sosial W
ajib
Jasa Pe
nd
idikan
Jasa Ke
seh
atan &
Ke
giatan So
sial
Jasa lainn
ya
Persen
(%)
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
6,8
7,2
7,6
8,0
8,4
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp Triliun
Pertanian, Kehutanan, & Perikanan YoY
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 22
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Pada triwulan II-2016, sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan masih
menjadi sektor terbesar di dalam
struktur ekonomi Aceh. Namun
demikian, proporsi sektor tersebut
dalam struktur ekonomi Aceh mengalami
sedikit penurunan dari 29,59% pada
triwulan I-2016 menjadi 28,62% pada
triwulan laporan atau bernilai Rp7,84
Triliun. Meskipun tercatat mengalami
penurunan dibandingkan dengan posisi
triwulan sebelumnya, kinerja sektor pertanian
masih menunjukkan angka yang positif
dengan pertumbuhan sebesar 2,42% (yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh adanya penurunan di
komoditas perkebunan, khususnya komoditas kopi. Di samping itu, penurunan di sektor pertanian ini juga
disebabkan karena terjadinya puso di beberapa daerah yang menyebabkan turunnya produksi pertanian,
terutama tanaman pangan sejak awal tahun 2016. (Grafik 1.4).
Pada triwulan II-2016, kontribusi pertumbuhan sektor pertanian terhadap ekonomi Aceh tercatat sebesar
0,66%. Angka tersebut merupakan angka pertumbuhan kontribusi terbesar ketiga setelah sektor konstruksi
dan sektor administrasi pemerintahan yang memberikan kontribusi masing-masing sebesar 1,53% dan 1,38%
(Grafik 1.5).
Data pada tahun 2015 yang dirilis oleh BPS menunjukkan pangsa terbesar sektor pertanian Aceh pada triwulan
laporan masih berasal dari subsektor tanaman perkebunan (26%). Adapun subsektor tanaman pangan berada
pada urutan kedua dengan pangsa sebesar 19%. Sementara itu, subsektor perikanan berada pada posisi
ketiga dengan jumlah share sebesar 18%. Sejak tahun 2010, angka share ekonomi di sektor pertanian
tersebut terpantau tidak terlalu mengalami banyak perubahan dengan dominasi subsektor perkebunan (Grafik
1.6).
Penurunan di subsektor perkebunan khususnya dipengaruhi oleh kinerja komoditas kopi yang mengalami
penurunan ekspor pada triwulan laporan. Penurunan tersebut disebabkan oleh menurunnya jumlah permintaan
ekspor dari negara-negara tujuan utama, yakni Amerika Serikat serta negara-neagra di Benua Eropa. Namun
demikian, kondisi penurunan di subsektor perkebunan tersebut dapat tertahan oleh perbaikan kinerja CPO
sejalan dengan tren kenaikan harga CPO. Untuk subsektor perikanan, tinggi gelombang di Aceh yang masih
berada di atas batas ambang yang aman, yakni di level moderate dan high dengan ketinggian di perairan Aceh
telah mencapai 2-4 meter. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari menurunnya tangkapan ikan di PPS Lampulo
(Banda Aceh) dan TPI Kuta Bawah Timur (Sabang) sehingga menyebabkan terjadinya kenaikan harga ikan.
Harga ikan cakalang (tongkol) dari Rp20.000 naik menjadi Rp40.000/Kg, begitu juga dengan ikan pisang, dari
Rp25.000 menjadi Rp50.000/Kg. Sementara, harga ikan layang sebelumnya Rp20.000 meningkat menjadi
Rp45.000/Kg, ikan gembung dari Rp15.000 naik menjadi Rp30.000/Kg. Faktor lain yang menyebabkan
penurunan di sektor pertanian adalah terjadinya puso di beberapa kecamatan yang menjadi sentra komoditas
pangan, khususnya padi di Aceh. Tercatat sebanyak 667 hektar area persawahan mengalami puso akibat
dilanda banjir di Kabupaten Aceh Timur saja. Sementara itu, banjir pada triwulan laporan juga melanda
kabupaten Aceh Barat dan Aceh Selatan sebagai salah satu sentra hasil komoditas pangan di Aceh. Data dari
BMKG memperlihatkan bahwa curah hujan di Aceh meningkat dalam beberapa bulan ke depan dengan
probabilitas sebagian besar terjadi hujan ringan, khususnya di wilayah pesisir timur, utara, dan barat.
Grafik 1. 6. Pangsa Subsektor Pertanian
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
19% 19% 19% 20% 19% 19% 19%
27% 26% 26% 26% 27% 26% 26%
18% 18% 18% 17% 17% 18% 18%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Average
Pangan Hortikultura Perkebunan
Peternakan Jasa Pertanian Kehutanan
Perikanan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 23
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
3,5
4,0
4,5
5,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp TriliunPerdagangan Besar & Eceran, & Reparasi
Mobil & Sepeda Motor
YoY
0
75
150
225
300
0
750
1.500
2.250
3.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%Rp Miliyar
Kredit S_Pertanian Growth (yoy)
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Provinsi Aceh pada triwulan II-
2016 juga menunjukkan adanya tendensi penurunan kinerja sektor pertanian pada triwulan-I 2016 (Grafik
1.8). Dari sisi pembiayaan di sektor pertanian, pertumbuhan kredit yang disalurkan pada sektor pertanian
pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan. Tren penurunan ini sudah terjadi semenjak triwulan IV-
2013. Jumlah kredit ke sektor pertanian pada triwulan laporan tumbuh 15,98%(yoy), turun jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 29,06% (Grafik 1.7). Perlambatan pertumbuhan kredit ke sektor ini
diikuti oleh masih tingginya Non Performing Loan NPL) sektor pertanian yang pada triwulan laporan tercatat
sebesar 4,71%.
SEKTOR PERDAGANGAN BESAR, ECERAN, REPARASI MOBIL & SEPEDA MOTOR
Sektor perdagangan sebagai sektor kedua terbesar di Aceh pada triwulan laporan tercatat masih
berada dalam level pertumbuhan yang positif meskipun mengalami sedikit penurunan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2016 sektor perdagangan mengalami pertumbuhan sebesar
3,88%(yoy), sedikit menurun dibandingkan dengan kinerja pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,96%(yoy). Capaian pertumbuhan sektor ini pada triwulan laporan juga tercatat lebih rendah
dibandingkan dengan capaian pada triwulan yang sama di tahun sebelumnya (Grafik 1.9). Penurunan di sisi
perdagangan ini dipengaruhi oleh penurunan penjualan di sektor penjualan bahan makanan akibat adanya
puso yang disebabkan oleh banjir pada beberapa sentra bahan pangan di Aceh. Dari sisi kontribusi terhadap
perekonomian, sektor perdagangan memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 0,62% atau sama dengan
triwulan sebelumnya (Grafik 1.10).
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Meskipun sedikit mengalami penurunan sebesar 0,08%, sektor perdagangan pada triwulan laporan masih
menunjukkan kinerja pada level yang cukup baik. Kinerja tersebut perdagangan ini tersebut ditopang dengan
adanya kenaikan permintaan dari masyarakat, khususnya berbagai barang kebutuhan sehari-hari (Grosir
Grafik 1. 7. Perkembangan Kredit Sektor Pertanian
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum
Grafik 1. 8. Realisasi Ekonomi Sektor Pertanian
Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
Grafik 1. 9. Pertumbuhan Sektor Perdagangan Grafik 1. 10. Pangsa dan Kontribusi Sektor Perdagangan
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
-5,0
-2,5
0,0
2,5
5,0
7,5
III I III I III I III I III I III I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%%SKDU PDRB
14,00%
14,50%
15,00%
15,50%
16,00%
16,50%
0
0
0
1
1
I II III IV I II III IV II
2014 2015
%% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 24
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
0,00
3,00
6,00
9,00
12,00
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
I III I III I III I III I III I III I
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
%%
SKDU PDRB
maupun eceran) akibat adanya momen Bulan Ramadhan di Aceh. Di samping itu, adanya pengaruh pencairan
gaji ke-14 bagi para pegawai negeri sipil (PNS) meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat Aceh pada
triwulan laporan. Badan pusat mencatat bahwa bulan Ramadhan yang jatuh 11 hari lebih awal dari tahun
sebelumnya dan adanya gaji ke-14 mampu meningkatkan konsumsi rumah tangga sebesar 4,43 persen di
semester II-2016. Momen stabilnya sektor perdagangan tersebut juga dikonfirmasi oleh hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi Aceh yang menunjukkan terdapatnya pertumbuhan pada sektor
perdagangan masih berada pada level yang hampir serupa dengan triwulan sebelumnya dengan tendensi
mengalami peningkatan (Grafik 1.12). Berbeda dengan sektor pertanian, peningkatan pertumbuhan yang
terjadi pada sektor perdagangan telah didukung oleh kenaikan kredit yang disalurkan pada sektor ini. Tercatat
pertumbuhan kredit yang disalurkan hingga triwulan II-2016 pada sektor perdagangan sebesar 8,00%, naik
dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,55% (Grafik 1.11).
SEKTOR KONSTRUKSI
Sektor konstruksi menjadi salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan laporan.
Selain mencapai pertumbuhan paling tinggi, sektor konstruksi juga menjadi sektor dengan
kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh. Pada triwulan laporan, sektor ketiga terbesar
di Aceh tersebut mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,04%(yoy), naik dibandingkan dengan periode
triwulan sebelumnya yang pertumbuhannya sebesar 15,33%(yoy). Capaian pertumbuhan ini juga tercatat
lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi secara tahunan sebesar 0,10%
(Grafik 1.13).
Peningkatan pertumbuhan tersebut didukung oleh terealisasinya berbagai proyek multiyears, yaitu
pembangunan fly over Simpang Surabaya serta renovasi dan pengembangan Masjid Raya Baiturrahman.
Kedua sektor tersebut memberikan kontribusi cukup dominan terhadap pertumbuhan di sektor ini. Sementara
itu, pada triwulan laporan, sektor konstruksi menjadi sumber pertumbuhan utama pada ekonomi Aceh pada
triwulan laporan dengan kontribusi sebesar 1,53%, naik dibandingkan dengan kontribusi pada triwulan
sebelumnya yang sebesar 1,51% (Grafik 1.14).
Grafik 1. 11. Perkembangan Kredit PHR Grafik 1. 12. Realisasi Ekonomi Sektor PHR
0
10
20
30
40
0
2.000
4.000
6.000
8.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%Rp Miliyar
Kredit S_Perdagangan Growth (yoy)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 25
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
Tren kontraksi di sektor pertambangan dan penggalian masih berlanjut hingga triwulan laporan
dengan posisi lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kontraksi sektor pertambangan
yang terjadi pada triwulan laporan tercatat sebesar 20,83% (yoy), atau mengalami kontraksi jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi secara tahunan sebesar 9,08% (Grafik 1.16). Adapun andil dari
sektor ini terhadap ekonomi Aceh sebesar -1,79%, lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang
memberikan andil sebesar -0,72% (Grafik 1.17).
Berhentinya ekspor batubara dari salah satu tambang di Aceh Barat pada awal tahun 2016 akibat rendahnya
harga batubara dunia memukul sektor pertambangan yang sebelumnya sudah tidak lagi mengekspor
komoditas gas oleh PT. Arun. Larangan ekspor mineral mentah tanpa disertai dengan pembangunan smelter
mengakibatkan pengusaha tidak bisa mengekspor hasil produksinya. Di samping itu, adanya morotarium
tambang yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Aceh mengakibatkan banyak tambang yang tidak
diperpanjang ijin usahanya bahkan terpaksa ditutup.
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
0
250
500
750
1.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%Rp Miliyar
Kredit S_ Konstruksi Growth (yoy)
Grafik 1. 13. Pertumbuhan Sektor Konstruksi Grafik 1. 14. Pangsa dan Kontribusi Sektor Konstruksi
Grafik 1. 15. Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi
Meskipun pertumbuhan sektor konstruksi cukup
besar dan terus mengalami peningkatan, yakni
sebesar 17,04%, namun kondisi penyaluran
kredit perbankan kepada lapangan usaha ini
masih terus mengalami penurunan. Tren
penurunan tersebut mulai terjadi semenjak
triwulan II-2015. Adanya penurunan kredit ini
juga dapat mengindikasikan adanya fenomena
carryover di mana proyek konstruksi yang
terealisasi merupakan realisasi dari proyek-
proyek yang sudah dicanangkan pada triwulan-
triwulan sebelumnya. Pada triwulan II-2016,
jumlah kredit konstruksi mengalami penurunan
pertumbuhan dari 14,90% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi -4,31% (yoy) pada
triwulan laporan.
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp Triliun
Konstruksi YoY
14,00%
14,50%
15,00%
15,50%
16,00%
16,50%
-1
0
1
1
2
2
3
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 26
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
-0,50
-0,18
-0,47
-0,99
-1,59-1,46
-0,98-0,78
-0,14
-0,47
0,00%
2,50%
5,00%
7,50%
10,00%
-2
-2
-1
-1
0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%%Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
2,18 2,18
2,031,77 1,58 1,64 1,70
1,51 1,53 1,51-6,38
-2,32
-6,66
-15,84
-27,66
-24,68
-16,64-14,82
-2,67
-7,99
-30,0
-25,0
-20,0
-15,0
-10,0
-5,0
0,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp TriliunIndustri Pengolahan YoY
Sebanyak 68% share di sektor pertambangan bersumber dari subsektor pertambangan minyak dan gas
sehingga dengan berakhirnya produksi LNG Aceh sangat berdampak signifikan terhadap kontraksi di sektor
pertambangan dan penggalian. Kondisi tersebut diperkirakan masih akan menjadi salah satu tantangan bagi
pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh pada triwulan-triwulan selanjutnya. Di samping itu, pada tahun 2016 ini
terdapat penghentian ekspor batu bara dari Aceh. Penghentian kegiatan ekspor komoditas tersebut seiring
dengan jatuhnya harga komoditas batu bara di pasar internasional hingga mencapai 41,08 USD/metric ton. Di
samping itu, masih adanya efek penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
Batubara (Minerba) juga masih terasa pada kinerja sektor ini. Perusahaan tambang harus membangun industri
pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri dan melarang ekspor bahan baku mineral mentah.
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN
Pada triwulan laporan sektor industri pengolahan tercatat mengalami kontraksi yang lebih dalam
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor Industri pengolahan tercatat mengalami kontraksi
sebesar 7,99%(yoy) atau mengalami penurunan kinerja jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
terkontraksi secara tahunan sebesar 2,67% (Grafik 1.18). Terkontraksinya sektor ini berdampak langsung
terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh yang memberikan kontribusi negatif sebesar 0,14% (Grafik 1.19).
Proyek LNG Storage & Regasification Terminal yang dikelola salah satu perusahaan di subsektor pengilangan
migas masih memberikan perbaikan kinerja sektor Industri Pengolahan. Aktivitas pengolahan (Regasifikasi)
tersebut memberikan kontribusi terhadap perbaikan kontraksi di sektor ini.
Grafik 1. 18. Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Grafik 1. 19. Pangsa dan Kontribusi Sektor Industri
Pengolahan
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 16. Pertumbuhan Sekto Pertambangan-
Penggalian
Grafik 1. 17. Pangsa dan Kontribusi Sektor
Pertambangan–Penggalian
3,42 3,34
3,14 2,932,49 2,39 2,33
2,082,27
1,89
-5,92 -5,04
-11,23
-14,87
-27,10 -28,37-25,70
-28,85
-9,08
-20,83
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp Triliun Pertambangan & Penggalian YoY
-0,72 -0,59
-1,22-1,54
-2,46 -2,44-2,08 -2,09
-0,72
-1,79
0,00%
4,00%
8,00%
12,00%
16,00%
-3
-3
-2
-2
-1
-1
0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 27
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
-50
0
50
100
150
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%Rp MiliyarKredit S_Ind.Pengolahan
Growth (yoy)
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
III I III I III I III I III I III I
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%%
SKDU PDRB
Adanya kontraksi di sektor pertambangan dan sektor
industri pengolahan disebabkan karena adanya pola
keterkaitan yang erat di antara kedua sektor
tersebut. Beberapa subsektor industri pengolahan
yang terkait langsung dengan sektor pertambangan
adalah subsektor pengolahan batubara dan
pengilangan migas, galian logam, galian non logam,
dan logam dasar. Sebanyak 46% pangsa di sektor
Industri pengolahan berasal dari subsektor industri
batu bara dan pengilangan migas.
Sementara itu, industri kimia-farmasi dan industri makanan-minuman memiliki pangsa pasang masing-masing
sebesar 28% dan 18% (Grafik 1.20). Berakhirnya produksi gas di Aceh berdampak pada kinerja industri
pengolahan terutama subsektor pengilangan migas. Industri pengilangan migas membutuhkan pasokan gas
alam yang merupakan bahan baku untuk diolah. Ketiadaan bahan baku tersebut membuat industri pengilangan
migas mengalami penurunan yang signifikan. Namun demikian, meskipun terdapat penurunan kinerja pada
triwulan laporan, pertumbuhan kredit untuk sektor industri pengolahan tercatat mengalami peningkatan
pertumbuhan dari -29,90%(yoy) pada triwulan yang sama pada tahun sebelumnya menjadi 15,92%(yoy) pada
triwulan laporan. Angka tersebut juga tercatat sedikit lebih baik dibandingkan dengan periode pertumbuhan
kredit pada triwulan sebelumnya yang besarnya 15,37%(yoy).
Sejalan dengan kinerja sektor ekonomi yang mengalami perbaikan, penyaluran kredit pada sektor industri
pengolahan tercatat mengalami peningkatan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan ke sektor industri
pengolahan mengalami peningkatan dari 7,10%(yoy) pada triwulan lalu menjadi 15,37% (yoy) pada triwulan
laporan (Grafik 1.21). Adanya harapan di sektor industri pengolahan yang searah dengan kondisi kredit di
sektor ini juga ikut dikonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi Aceh
yang juga menunjukkan adanya peningkatan kegiatan usaha selama triwulan II-2016 meskipun dalam skala
yang terbatas (Grafik 1.22).
Grafik 1. 20. Pangsa Subsektor Industri Pengolahan
BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 21. Perkembangan Kredit Sektor industri
Pengolahan Grafik 1. 22. Realisasi Ekonomi Sektor Industri
Pengolahan
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Sumber : SKDU KPwBI Prov. Aceh
53% 48% 46% 45%38%
46% 46%
15%16% 17% 19%
21%18% 18%
25% 28% 29% 27% 31% 28% 28%
Industri Kimia, Farmasi danObat Tradisional/Mfg. ofChemicals & Pharmaceuticals& Botanical Products
Industri Makanan danMinuman/Mfg. of FoodProducts & Beverages
Industri Batubara danPengilangan Migas/Mfg. ofCoal & Refned PetroleumProducts
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 28
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
49,53%
1,59%
16,88%
30,31%
-0,02%
0,50%
1,21%
Pengeluaran KonsumsiRumah Tangga
Pengeluaran Konsumsi
LNPRT
Pengeluaran KonsumsiPemerintah
Pembentukan ModalTetap Bruto
Perubahan Inventori
Ekspor Luar Negeri
Impor Luar Negeri
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DARI SISI PERMINTAAN
Tabel 1. 2. Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan Provinsi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh
Dari sisi permintaan, masih positifnya angka pertumbuhan ekonomi di Aceh pada triwulan laporan
didorong oleh adanya pertumbuhan dan kontribusi positif dari komponen-komponen utama, yakni
pembentukan modal tetap bruto, konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi
lembaga nonprofit untuk rumah tangga (LNRT). Keempat komponen tersebut merupakan komponen-
komponen terbesar dalam perekonomian Aceh di sisi permintaan. Secara tahunan, komponen pembentukan
modal tetap bruto mengalami pertumbuhan sebesar 12,03%(yoy), konsumsi pemerintah tumbuh sebesar
9,53%(yoy), konsumsi LNRT mengalami pertumbuhan sebesar 9,32%, sedangkan komponen konsumsi rumah
tangga tumbuh sebesar 5,08%.
Dari sisi kontribusi terhadap perekonomian Aceh, komponen pembentukan modal tetap bruto memberikan
kontribusi paling besar terhadap ekonomi Aceh dengan kontribusi sebesar 3,95%. Kontribusi terbesar kedua
berasal dari komponen konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 2,90%. Sementara itu, komponen
konsumsi pemerintah dan LNRT menjadi kontributor terbesar ketiga dan keempat dengan nilai kontribusi
masing-masing sebesar 1,78% dan 0,16%. (Tabel 1.2 dan Grafik 1.23).
Kondisi struktur ekonomi Aceh dari sisi permintaan setelah adanya pergantian tahun dasar dari tahun 2000
menjadi tahun 2010 sedikit mengalami perubahan. Pada triwulan laporan, komponen konsumsi rumah tangga
masih memiliki share paling besar dengan proporsi sebesar 49,53%. Di sisi lain, posisi share ekonomi paling
besar kedua pada triwulan laporan diduduki oleh komponen pembentukan modal tetap bruto (30,31%), dan
pengeluaran konsumsi pemerintah berada pada posisi ketiga dengan jumlah share terhadap struktur ekonomi
sebesar 16,88% (Grafik 1.24).
Growth yoy(%)
I II III IV I II III IV I II II-16 II-15 I-16 II-16 II-15 I-16
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 3,32 3,48 3,25 2,85 2,93 2,82 3,47 3,20 3,78 5,08 1,92 0,66 0,28 5,08 2,82 3,78
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 28,31 29,23 9,73 2,55 -8,23 -10,01 1,20 0,54 4,97 9,32 4,83 0,66 2,42 9,32 -10,01 4,97
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 10,18 0,95 2,12 -1,36 -5,10 2,24 3,74 15,82 -6,99 9,53 42,29 20,83 -55,86 9,53 2,24 -6,99
Pembentukan Modal Tetap Bruto 12,29 7,74 5,08 0,91 -0,62 0,58 3,39 14,52 8,03 12,03 3,09 -0,59 -7,49 12,03 0,58 8,03
Perubahan Inventori -230,01 177,29 8,75 -149,23 -41,35 -86,72 16,52 -100,83 -116,05 -145,33 -179,93 -128,31 -2.092,64 -145,33 -86,72 -116,05
Ekspor Luar Negeri -56,32 -20,46 -26,35 0,18 -45,18 -81,37 -45,70 -73,12 -17,74 -41,47 -54,06 -35,43 7,25 -41,47 -81,37 -17,74
Impor Luar Negeri 0,00 0,00 0,00 0,00 213,97 99,83 82,72 19,61 -59,89 -37,96 17,46 -24,07 -21,21 -37,96 99,83 -59,89
Net Ekspor Antar Daerah 14,63 11,45 -0,15 9,39 -7,10 -14,60 17,83 27,00 30,32 61,64 70,46 37,43 -69,09 61,64 -14,60 30,32
Pertumbuhan (yoy) 1,68 2,22 2,12 0,20 -1,93 -2,09 -0,29 1,42 3,64 3,54 1,28 1,38 -1,00 3,54 -2,09 3,64
2014Komponen
2015 2016 Growth qtq (%)
Grafik 1. 23. Laju dan Kontribusi Pertumbuhan PDRB dari
Sisi Permintaan (yoy, %)
Grafik 1. 24. Struktur PDRB Sisi Permintaan
5,089,32 9,53
12,03
-145,33
-41,47
-37,96
61,64
2,90
0,161,78
3,95
-0,08 -0,43 -0,90
-5,64
-8,0
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
-225,0
-150,0
-75,0
0,0
75,0
Pengelu
ara
n
Konsum
si R
um
ah
Tangga
Pengelu
ara
nKonsum
si L
NPRT
Pengelu
ara
n
Konsum
si
Pem
erin
tah
Pem
bentu
kan M
odal
Teta
p B
ruto
Peru
bahan In
vento
ri
Ekspor L
uar N
egeri
Impor L
uar N
egeri
Net E
kspor A
nta
rD
aera
h
Persen(%)
Pertumbuhan (yoy) Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 29
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
KONSUMSI
Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi baik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya.
Konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan dari 3,78%(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi
5,08%(yoy) pada triwulan laporan. Angka tersebut juga tercatat mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan periode yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 2,82%(yoy) (Grafik 1.25). Peningkatan
pada komponen konsumsi rumah tangga ini didorong oleh adanya momen hari-hari besar keagamaan,
khususnya hari Meugang dan Bulan Ramadhan yang seringkali dirayakan oleh masyarakat Aceh dengan
membeli berbagai kebutuhan rumah sehari-hari dan keperluan rumah tangga. Di samping itu, adanya
pencairan gaji ke-14 bagi para PNS di Aceh juga ikut meningkatkan tingkat konsumsi rumah tangga pada
triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan komponen rumah tangga tersebut akan berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi Aceh. Hal tersebut terkait dengan proporsi komponen ini di dalam struktur
ekonomi Aceh yang berada pada posisi paling besar (30,31%). Pada triwulan ini sendiri konsumsi rumah
tangga memberikan kontribusi pertumbuhan sebesar 2,90% pada triwulan laporan, mengalami peningkatan
sebesar 0,63% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,27%(yoy) (Grafik 1.26).
Data dari BPS menunjukkan bahwa hingga tahun 2015 komponen terbesar dalam konsumsi rumah tangga
rata-rata secara tahunan adalah konsumsi nonmakanan yaitu sebesar 53% sementara konsumsi makanan
sebesar 47% (Grafik 1.24). Komponen nonmakanan terdiri dari 10 sub komponen yang didominasi oleh
konsumsi transportasi yang sebesar 12% dan konsumsi perumahan, air, listrik yang sebesar 8% (Grafik 1.27
dan 1.28).
Grafik 1. 25. Perkembangan Konsumsi RT Grafik 1. 26. Kontribusi Konsumsi RT
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 27. Pangsa Sub komponen Konsumsi Rumah
Tangga
Grafik 1. 28. Pangsa Sub komponen Konsumsi Rumah
Tangga Non Makanan
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
15,3 15,5 15,7 15,8 15,8 15,9 16,3 16,3 16,4 16,7
3,32 3,48 3,252,85 2,93 2,82
3,473,20
3,78
5,08
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
14,5
15,0
15,5
16,0
16,5
17,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp Triliun
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
Y on Y
1,82 1,90 1,771,60 1,69 1,61
1,96 1,82
2,27
2,90
0,52
0,53
0,54
0,55
0,56
0,57
0,58
0,59
0
1
1
2
2
3
3
4
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
% Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
48% 47% 47% 47% 46% 47% 47%
52% 53% 53% 53% 54% 53% 53%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Average
NonMakanan
Makanan
5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
8% 8% 8% 8% 8% 8% 8%
5% 5% 5% 5% 5% 5% 5%3% 3% 3% 3% 3% 3% 3%
11% 12% 12% 11% 12% 12% 12%
6% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 Average
Komunikasi
Transportasi/Angkutan
Kesehatan
Perabot, Peralatan rumahtanggadan Pemeliharaan Rutin Rumah
Perumahan, Air, Listrik, Gas danBahan Bakar Lainnya
Pakaian
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 30
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Adanya peningkatan pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan konsumsi pada subkomponen transportasi dan
perabotan serta peralatan rumah tangga. Kenaikan pertumbuhan sub komponen transportasi terkonfirmasi dari
data penjualan kendaraan bermotor untuk keperluan konsumsi pada triwulan II-2016. Penjualan kendaraan
bermotor untuk konsumsi mengalami perbaikan dari -4,30% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 31,14%
(yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.29). Kondisi perbaikan penjualan yang terjadi pada kendaraan konsumsi
juga terjadi pada penjualan listrik yang digunakan oleh rumah tangga. Hal tersebut terkonfirmasi dari
tumbuhnya penggunaan listrik rumah tangga sebesar 13,23%(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan
yang sama di tahun sebelumnya yang sebesar 6,86% (yoy) (Grafik 1.30).
Peningkatan kinerja juga ditunjukkan komponen konsumsi pemerintah di mana pada komponen ini mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,
pertumbuhan konsumsi pemerintah mengalami peningkatan dari -6,99% (yoy) pada triwulan I-2016 menjadi -
9,53% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.31). Dengan share sebesar 16,88% dalam struktur ekonomi
Aceh, konsumsi pemerintah memberikan kontribusi positif sebesar 1,78% atau mengalami peningkatan yang
cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang memberikan kontribusi positif sebesar -
0,29% (Grafik 1.32).
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh fchg fhg hg
Grafik 1. 29. Penjualan Kendaraan Bermotor (Konsumsi) Grafik 1. 30. Penggunaan Listrik Rumah Tangga
Sumber : Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan
Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : PLN Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 31. Perkembangan Konsumsi Pemerintah Grafik 1. 32. Kontribusi Konsumsi Pemerintah
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
05.000
10.00015.00020.00025.00030.00035.00040.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
UnitKendaraan Bermotor Konsumsi
Growth (yoy)
0
5
10
15
20
25
0
70.000
140.000
210.000
280.000
350.000
420.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
yoy,%KWh (Ribuan)
Kons.listrik Rmh Tangga g_kons.listrik RT
4,5 5,1 5,7 7,8 4,3 5,2 5,9 9,1 4,0 5,7
10,18
0,952,12
-1,36
-5,10
2,243,74
15,82
-6,99
9,53
-10,0
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
0,0
2,5
5,0
7,5
10,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp TriliunPengeluaran Konsumsi Pemerintah
Y on Y
1,65
0,17 0,42
-0,37-0,80
0,42 0,77
4,99
-0,29
1,78
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
-2
0
2
4
6
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Pangsa PDRB Kontribusi Pertumbuhan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 31
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
-25
0
25
50
75
100
0
100
200
300
400
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%Ribuan Ton Konsumsi Semen Growth (yoy)
INVESTASI
Pada triwulan laporan, pertumbuhan investasi Aceh mengalami peningkatan dari 8,17%(yoy) pada
triwulan I-2016 menjadi 12,03% pada triwulan laporan (Grafik 1.31). Dengan pertumbuhan yang
demikian, komponen investasi ini memiliki kontribusi sebesar 3,95% terhadap ekonomi Aceh di triwulan
laporan. Kontribusi tersebut merupakan kontribusi paling besar diantara komponen-komponen ekonomi Aceh
dari sisi permintaan.
Grafik 1. 33 Perkembangan Investasi
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 34 Realisasi Pengadaan Semen di Aceh
Sumber : Kemenperin dan Kemendag,
diolah BI Aceh
Peningkatan investasi di Aceh didorong oleh Anggaran
dan Belanja Aceh (APBA) untuk sektor infrastruktur
yang mengalami peningkatan realisasi dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Realisasi belanja yang
dikelola oleh pemerintah provinsi meningkat menjadi
15,08% pada triwulan laporan setelah pada triwulan
yang sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar
12,48%. Realisasi belanja modal pada periode laporan
telah mencapai Rp456,97 miliar, meningkat
dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu
yang baru.
Realisasi APBA untuk investasi infrastruktur tersebut
mampu menaikkan pertumbuhan menjadi 11,39%(yoy)
sedangkan investasi noninfrastruktur berhasil tumbuh
sebesar 7,37%(yoy). Beberapa investasi utama di Aceh
pada triwulan laporan antara lain pembangunan jalan,
jembatan (Termasuk Jembatan Lamnyong dan Fly Over
Simpang Surabaya), masjid (Khususnya renovasi Masjid
Baiturrahman, serta pembangunan beberapa pasar
tradisional.
Peningkatan investasi infrastruktrur terkonfirmasi oleh
adanya kenaikan pertumbuhan penjualan semen di
Provinsi Aceh yang tumbuh sebesar 26,42%(yoy), naik
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II di
tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar
6,17%(yoy).
9,2 9,1 9,3 9,4 9,2 9,1 9,6 10,7 9,9 10,2
12,29
7,74
5,08
0,91-0,62
0,58
3,39
14,52
8,17
12,03
-5,0
0,0
5,0
10,0
15,0
20,0
8,0
8,5
9,0
9,5
10,0
10,5
11,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp TriliunPembentukan Modal Tetap Bruto
Y on Y
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 32
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
-80%
-40%
0%
40%
80%
120%
0
100
200
300
400
500
I II III
IVI II III
IVI II III
IVI II III
IVI II III
IVI II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
UnitKendaraan Bermotor Investasi
Growth (yoy)
0,3 0,3 0,3 0,4 0,9 0,7 0,5 0,4 0,3 0,4
-56,32
-20,46-26,35
0,18
-45,18
-81,37
-45,70
-73,12
-17,74
-41,47
-100,0
-80,0
-60,0
-40,0
-20,0
0,0
20,0
0,0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp Triliun Impor Luar Negeri Y on Y
0
20
40
60
80
100
0
1.000
2.000
3.000
4.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015 2016
%Rp Miliyar
Kredit Investasi Growth (yoy)
0,8 1,5 1,1 1,3 0,4 0,3 0,6 0,3 0,4 0,2-230,01
177,29
8,75
-149,23
-41,35
-86,72
16,52
-100,83-116,05-145,33
-300,0
-200,0
-100,0
0,0
100,0
200,0
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
%Rp TriliunEkspor Luar Negeri Y on Y
Adanya kenaikan pertumbuhan investasi juga terlihat dari adanya kenaikan pertumbuhan penjualan unit
kendaraan bermotor untuk kepentingan investasi dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun
sebelumnya. Kendaraan bermotor untuk investasi terdiri dari bus, truk, dan becak motor. Pada triwulan
laporan, penjualan kendaraan bermotor untuk investasi ini mengalami pertumbuhan 5,06% (yoy), naik
signifikan dibandingkan dengan triwulan II-2015 yang mengalami kontraksi sebesar 11,07% (Grafik 1.35).
Dari sisi pembiayaan, kredit yang disalurkan dengan tujuan investasi mengalami penurunan pertumbuhan jika
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan ini, jumlah kredit yang disalurkan untuk
tujuan investasi tumbuh sebesar 18,01% (yoy), turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar
21,12% (yoy) (Grafik 1.33).
EKSPOR IMPOR
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja ekspor Aceh pada triwulan laporan semakin mengalami kontraksi lebih dalam seiring
dengan masih adanya pengaruh penurunan ekspor minyak dan gas. Ekspor triwulan II-2016
mengalami kontraksi sebesar 145,09%(yoy), lebih dalam dibandingkan dengan triwulan
sebelimnya yang terkontraksi sebesar 17,74%(yoy). Dengan adanya kontraksi tersebut, komponen
ekspor memberikan kontribusi negatif terhadap ekonomi Aceh sebesar -0,43% (Grafik 1.36). Di sisi lain,
pertumbuhan impor Aceh pada triwulan laporan tercatat mengalami penurunan sebesar 41,47% (yoy) (Grafik
1.37). Penurunan impor tersebut juga menjadi salah satu faktor penahan turunnya pertumbuhan ekonomi
Aceh.
Grafik 1. 33. Perkembangan Penjualan Kendaraan
Bermotor (Investasi)
Sumber : Dinas Pengelolaan Kekayaan dan Keuangan
Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 34. Perkembangan Kredit Investasi
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
Grafik 1. 37. Perkembangan Impor (Dengan
Migas) Provinsi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 36. Perkembangan Ekspor (Dengan Migas)
Provinsi Aceh
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 33
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sementara itu, impor antardaerah Aceh masih
tetap mengalami kondisi net ekspor yang negatif.
Angka defisit dari net ekspor antardaerah Aceh
pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp4,11
triliun atau lebih besar dibandingkan dengan defisit
triwulan sebelumnya yang sebesar Rp2,41 triliun
(Grafik 1.38). Kondisi neraca perdagangan
antardaerah yang mengalami defisit ini menjadi
salah satu faktor pendorong belum optimalnya
pertumbuhan ekonomi di Aceh. Pada triwulan II-
2016, nilai defisit net ekspor antar daerah tersebut
memberikan kontribusi menurunnya ekonomi Aceh
sebesar -5,64%.
Hasil survei perdagangan antar wilayah yang dilakukan oleh Bank Indonesia Aceh pada tahun 2015 juga ikut
mendukung fenomena defisitnya neraca perdagangan antardaerah Aceh ini. Hasil survei tersebut
menyimpulkan bahwa aliran perdagangan daerah menunjukkan pola pembelian dan penjualan komoditas
utama seperti Beras yang kurang efektif. Ketidak-efektifan tersebut terjadi karena barang/komoditas yang
dijual dari Aceh dijual dalam bentuk nilai tambah yang lebih rendah ke Provinsi lain (Khususnya Sumatera
utara) untuk kemudian produk tersebut dibeli kembali oleh Aceh dengan nilai tambah lebih tinggi.
Berdasarkan data ekspor dari BPS Aceh pada triwulan II-2016, adanya penurunan ekspor luar negeri di Aceh
terjadi karena terhentinya ekspor pada sektor migas serta menurunnya ekspor nonmigas Aceh. Sama dengan
triwulan sebelumnya, Aceh tidak lagi mengekspor hasil migasnya setelah triwulan III-2015 pernah melakukan
ekspor condensate dan LNG senilai USD27,30 juta. Sementara itu, di sisi ekspor nonmigas, terjadi penurunan
yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 1.3). Ekspor nonmigas Aceh terbesar
disumbang oleh komoditas Kopi, Coconuts, in the inner shell (endocarp), ikan tuna segar dan udang dengan
tujuan ekspor utama ke Amerika Serikat dan Eropa (Untuk kopi) dan ke Singapura, Korea Selatan, dan
Malaysia untuk komoditas lainnya.
Uraian II-2015 III-2015 IV2015 I-2016 II-2016
Migas - 27.302.066 - - -
> Condensate - 12.652.197 - - -
> Liquid natural gas - 14.649.869 - - -
Non Migas 12.964.408 8.923.016 18.628.396 9.987.780 2.703.799
Total Ekspor 12.964.408 36.225.082 18.628.396 9.987.780 2.703.799
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Grafik 1. 38. Ekspor Impor Luar Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Tabel 1. 3. Ekspor Luar Negeri Aceh (dalam USD)
167408
-241
(4.113)-5.000
-4.000
-3.000
-2.000
-1.000
0
1.000
1
Mili
ar R
up
iah
Ekspor
Impor
Net Ekspor
Net Ekspor
Antardaerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 34
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sementara itu, impor luar negeri Aceh pada triwulan laporan tercatat sebesar USD 11,10 juta, naik
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang besarnya USD 4,35 Juta (Tabel 1.4). Adanya peningkatan
impor tersebut disebabkan oleh meningkatnya permintaan domestik Aceh akan mesin-mesin dan pesawat
mekanik. Peningkatan paling signifikan terjadi pada komoditas nonmigas yang naik sebesar USD 8,00 juta.
Sementara itu, impor migas mengalami penurunan sebesar $1,45 juta dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Tabel 1. 4. Impor Luar Negeri Aceh (dalam USD)
Uraian II-2015 III-2015 IV-2015 I-2016 II-2016
Migas 1.628.909 1.265.563 3.236.674 1.786.234 540.486
> Petroleum Bitumen 1.628.909 1.265.563 3.236.674 1.786.234 540.486
> Lubricating oils for aircraft engines - - - - -
Non Migas 31.107.910 16.174.936 11.550.781 2.567.744 10.565.581
Total Impor 32.736.819 17.440.499 14.787.455 4.353.978 11.106.067
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 35
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Pertumbuhan ekonomi Aceh yang pada tahun 2014 dan 2015 masih rendah dan bahkan sempat terkontraksi memberikan
pelajaran akan perlunya pengembangan sektor ekonomi lain yang potensial. Setelah puluhan tahun struktur ekonomi Aceh
didominasi oleh sektor pertambangan dan penggalian, memasuki tahun 2006 sektor pertanian menjadi sektor utama di Provinsi
Aceh dengan proporsi hampir 30,00% dari total share PDRB Aceh. Berbagai fluktuasi di sektor ini secara otomatis akan sangat
berpengaruh terhadap perekonomian Aceh. Salah satu komponen sektor pertanian yang memiliki potensi yang cukup besar adalah
subsektor perikanan dan kelautan. Kondisi potensi maritim tersebut didukung oleh kondisi geografis, historis, serta sosial budaya di
Aceh.
Provinsi Aceh memiliki letak geografis yang sangat strategis dikarenakan menjadi salah satu pintu masuk utama Indonesia serta
belahan dunia timur, khususnya bagi para pelaku ekonomi dari barat yang berasal dari India, Timur Tengah, Afrika, hingga wilayah
Eropa . Secara geografis sendiri, Aceh berada di jalur lalu lintas perdagangan dunia dikarenakan berbatasan langsung dengan selat
Malaka yang menghubungkan aktivitas ekonomi di wilayah bagian Barat dan Timur sentra ekonomi dunia. Dengan garis pantai
sepanjang 1.660 km, luas wilayah perairan laut seluas 295.370 km², Provinsi Aceh memiliki potensi kemaritiman yang cukup besar
baik dari sisi sumber daya alamnya maupun sektor perdagangan baharinya.
Dalam sejarahnya, Provinsi Aceh sejak masa kesultanannya sudah terkenal dengan kegiatan bahari dan saudagar-saudagarnya yang
telah melakukan berbagai kegiatan transaksi ekonomi ke berbagai belahan dunia. Kegiatan tersebut hingga saat ini masih terasa
terutama di daerah-daerah bahari seperti di kawasan Aceh bagian utara (Banda Aceh, Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya), Kawasan Aceh
bagian barat (Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Tapaktuan), serta Kawasan Aceh bagian Timur (Lhokseumawe, Langsa, Aceh
Tamiang, Aceh Timur, dan Aceh Utara). Dalam perkembangannya hingga saat ini, beberapa potensi kemaritiman di Aceh semakin
patut untuk medapatkan perhatian oleh para pemangku kebijakan, antara lain:
1. Perairan Aceh merupakan jalur migrasi yellowfin Tuna dan tongkol di dunia. Potensi yang bisa dihasilkan dari
penjualan komoditas ikan tersebut dapat mencapai 1,8 juta ton/tahun.
2. Dalam program unggulan Tol Laut yang dicananngkan oleh pemerintah pusat, pelabuhan Malahayati di Aceh
terpilih menjadi salah satu dari sekian banyak pelabuhan yang dimasukkan dalam lintasan program tersebut.
Lintasan program Tol Laut tersebut terbentang dari ujung barat hingga ujung timur kelautan Indonesia.
Diperkirakan dengan dimasukkannya pelabuhan Malahayati dalam program Tol Laut dapat menggairahkan
aktivitas ekonomi dan transaksi di pelabuhan tersebut serta dapat memberikan efek multiplier bagi sektor
ekonomi lainnya di Aceh. Hal tersebut terkait dengan masih bergantungnya Aceh pada kegiatan pengiriman
berbagai barang dana komoditas dari/ke pelabuhan di luar Aceh.
3. Aceh merupakan salah satu dari provinsi di Sumatera yang memiliki pelabuhan perikanan dengan level pelabuhan
Samudera atau dengan kapasitas 300 – 400 ton. Pelabuhan tersebut berlokasi di Lampulo (PPS Lampulo). Di
pelabuhan Lampulo tersebut pada tahun 2015, Aceh juga dinobatkan langsung oleh Wakil Presiden RI sebagai
salah satu poros maritim wilayah Barat Indonesia.
4. Kawasan pulau Weh yang di dalamnya termasuk kota Sabang ditetapkan oleh Kemenko Maritim sebagai salah satu
Kawasan Strategis Pariwisata. Dengan ditetapkannya Sabang sebagai kawasan strategis tersebut, maka perhatian
pemerintah pusat terhadap Sabang akan semakin besar dan dapat dimanfaatkan untuk membangun berbagai
sarana dan prasarana pendukung sektor pariwisata bahari di Aceh.
5. Dari sisi jumlah armada kapal, Aceh memiliki cukup banyak armada dengan jumlah kapal tangkap sebanyak 15.000
unit, 3.000 unit diantaranya berkapasitas 60 GT. Keistimewaan lain dalam kemaritiman di Aceh adalah adanya
qanun penerbitan ijin untuk kapal dengan kapasitas <60 GT.
6. Pada tahun 2015 sendiri, produksi Produksi Perikanan Aceh tercatat sebanyak sebanyak 155,692,29 ton atau naik
5,50% dibandingkan tahun sebelumnya (Setara dengan 12.974 ton per bulan atau 432 ton per hari).
7. Salah satu hal yang menjadi ciri khas dan tidak ada di tempat lainnya adalah adanya memiliki tradisi bahari dan
kearifan lokal yang kuat. Salah satunya kelembagaan Panglima Laot yang membantu pengaturan tangkapan &
konservasi bahari.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 36
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh
Namun demikian, potensi ekonomi yang berasal dari sektor kemaritiman yang tersedia tersebut tidak akan dapat dioptimalkan apabila
tidak didukung oleh sarana dan prasaran infrastruktur yang memadai. Terlepas dari banyaknya potensi yang dimiliki oleh Aceh dari
sektor kemaritiman, tidak dapat dipungkiri terdapat beberapa hal yang perlu untuk menjadi perhatian bagi seluruh pihak yang terkait
dengan pengembangan kemaritiman di Aceh, antara lain:
1. Sebagian besar pelaku usaha kemaritiman, khususnya pengusaha pelayaran barang (freight) masih menilai pelayaran ke
Aceh tidak cost effective karena seringkali kapal yang dikirimkan untuk mengangkut barang ke Aceh kembali tanpa muatan
barang (Kosong).
2. Masih minimnya fasilitas pelabuhan, khususnya terkait dengan keberadaan gudang dan crane yang ada di pelabuhan
Aceh, khususnya pada pelabuhan Malahayati, Krueng Geukeuh Lhokseumawe.
3. Kondsi nelayan di Aceh masih bergantung pada pola pencarian ikan yang tradisional. Para nelayan masih berada dalam
tahapan penyesuaian seiring dengan dengan adanya Peraturan Kelautan dan Perikanan Nomor 02/PERMEN-KP/2015
tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets).
4. Masih minimnya tenaga ahli perikanan yang ada di Provinsi Aceh. Sampai dengan saat ini baru terdapat 11 orang yang
telah mendapatkan gelar Strata 2 (S2) / Master Degree di sektor perikanan dan kelautan.
5. Manajerial pelaku perikanan yang maish minim dan tingkat pendidikan yg masih terbatas serta penerapan IPTEK yg masih
perlu untuk ditingkatkan di industri perikanan dan kelautan.
6. Terjadinya tendensi penolakan produk (Khususnya produk yang berasal dari luar Aceh) dan intimidasi pasar hasil
perikanan.
7. Pedoman umum dan tata ruang ruang wilayah pengelolaan belum optimal dan lengkap.
8. Penggunaan alat dan bahan penangkapan ikan tidak ramah lingkungan serta masih adnaya pencurian ikan oleh negara
asing.
9. Rendahnya tingkat kesehatan lingkungan pemukiman nelayan dan serta adanya konflik pemanfaatan areal.
10. Masih perlu adanya peningkatan dari sisi koordinasi lintas sektoral dan lintas Wilayah Penangkapan WPP 9Wilayah
Pengelolaan Perikanan) dan penerapan manajemen mutu hasil perikanan bagi masyarakat di pesisir (Nelayan)
Dalam rangka menanggulangi berbagai tantangan yang dihadapi di sektor maritim tersebut, Pemerintah Provinsi Aceh telah
mencanangkan beberapa program yang telah berlangsung hingga saat ini. Beberapa program tersebut antara lain:
Pengembangan SDM Dan Penguatan Kelembagaan Usaha
1. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di sektor perikanan dan kelautan, Pemerintah Provinsi Aceh
telah mulai melakukan pembangunan Akademi Perikanan Ladong pada tahun 2016.
2. Pencanangan Program Pemberdayaan Wanita Nelayan.
3. Pelaksanaan Program Sertifikasi Awak Kapal
4. Pelaksanaan Rehabilitasi tambak rakyat seluas 700 hektar.
5. Pelaksanaan Rehabilitasi saluran tersier sepanjang 65 km.
6. Melakukan perpanjangan jalan ke pusat produksi perikanan 20 km.
7. Pembangunan dan rehabilitasi kolam 184 unit.
-
2.000
4.000
6.000
8.000
2011 2012 2013 2014 2015
Rib
u T
on
Bongkar Muat
Grafik 2. Rekapitulasi Kegiatan Bongkar Muat di
Provinsi Aceh
Grafik 1. Rekapitulasi Kegiatan Bongkar Muat di Provinsi
Aceh Berdasarkan Lokasi
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
Rib
u T
on
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 37
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Pengembangan Kawasan
1. Pengembangan kawasan industri cepat tumbuh yang terdiri dari Kawasan Ekonomi Khusus Lhokseumawe, Kawasan Industri
Ladong, dan Pelabuhan Perikanan Samudera. Program-program tersebut dilakukan untuk dapat memberikan supply barang
ke pelabuhan-pelabuhan utama Aceh.
2. Penyempurnaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan Lampulo, sebagai Pelabuhan Perikanan level Samudera yang representatif di
Aceh.
3. Peningkatan dan Pengembangan Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai Idi, sebagai Hinterland Pelabuhan Perikanan
Bagian Timur Aceh.
4. Peningkatan dan Pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan Labuhan Haji, sebagai Hinterland Pangkalan Pendaratan Ikan
Bagian Barat Selatan Aceh.
5. Melakukan kegiatan investasi dalam bentuk pembelian crane di pelabuhan Malahayati serta pembangunan gudang Crude
Palm Oil (CPO).
Program Pengendalian Dan Kelestarian Sumber Daya Alam
1. Pemberantasan Illegal Fishing (Kapal yang ditenggelamkan sebanyak 3 unit kapal dengan kapasitas masing-masing 100 GT).
2. Kerja sama Patroli dengan instansi terkait.
3. Jumlah Pokmaswas sebanyak 83 kelompok yang tersebar di seluruh Aceh.
4. Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hukum Perikanan Sebanyak 3 kasus.
5. Kasus nelayan Aceh terdampar yang telah diselesaikan sebanyak 3 orang.
Dengan semakin majunya sektor maritim di Aceh, maka kinerja ekonomi Aceh diperkirakan akan mengalami akselerasi dikarenakan
hampir 30,00% perekonomian Aceh disokong oleh sektor pertanian yang mana di dalamnya terdapat subsektor perikanan dan
kelautan. Fokus pada kebijakaan pembangunan infrastruktur penunjang serta penyiapan sumber daya manusia yang handal dipercaya
merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait dengan sektor ini. Percepatan
pembangunan tersebut tentu tidak hanya dapat mengandalkan inisiasi dari pemerintah. Partisipasi dari pihak swasta diperkirakan
dapat mempercepat proses pembangunan di sektor yang sangat potensial ini.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 38
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
Proporsi sektor pertanian yang masih mendominasi pada perekonomian Aceh juga diikuti oleh sektor perdagangan dan jasa akomodasi (Perhotelan) yang terus menunjukkan kinerja yang positif. Pada triwulan laporan, tercatat sektor perdagangan mampu memberikan kontribusi sebesar 0,62% terhadap perekonomian Aceh dengan pertumbuhan sebesar 3,88%(yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Aceh yang sebesar 3,54%(yoy).
Peningkatan kinerja pertumbuhan ekonomi di sektor perdaganagn dan jasa akomodasi di Aceh tidak dapat terpisahkan dari kontribusi kondisi pariwisata di Aceh yang menarik para wisatawan untuk melakukan transaksi Ekonomi di Aceh. Untuk Aceh sendiri, berbagai potensi wisata baik yang belum maupun yang sudah akrab di telinga para wisatawan sangatlah potensial untuk mendukung sektor pariwisata di Aceh. Jenis-jenis wisata tersebut bervariasi dari wisata bahari, pegunungan, budaya, hingga wisata kuliner. Salah satu objek wisata yang paling terkenal dan paling besar kontribusi pariwisatanya di Aceh antara lain kawasan wisata Sabang. Meskipun sudah cukup terkenal di telinga para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, kawasan ini masih memiliki berbagai potensi wisata yang dapat untuk dikembangkan. Kawasan Sabang sendiri merupakan daerah paling ujung barat Indonesia dengan letak koordinat 050 46' 28” – 050 54' 28” Lintang Utara (LU) dan 950 13' 02” – 950 22' 36' Bujur Timur (BT). Pemerintah Provinsi Aceh menjadikan Sabang sebagai andalan utama destinasi wisata di Provinsi Aceh, khususnya wisata bahari/maritim. Pada tahun 2016 Sabang telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPD) dari Kementerian Pariwisata Republik Indonesia. Beberapa informasi tambahan yang terkait
dengan Sabang antara lain:
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sabang
Sebagai salah satu destinasi wisata paling utama dan strategis di Provinsi Aceh, Sektor pariwisata di Sabang telah memberikan kontribusi hampir 70% terhadap perekonomian di kota Sabang. Sampai dengan tahun 2015 kemarin tercatat sebanyak lebih dari 620.000 wisatawan domestik dan lebih dari 5.500 wisatawan berkunjung ke Sabang. Dari para wisatawan tersebut tercatat rata-rata pengeluaran para turis tersebut berkisar antara Rp1.100.000,-/hari. Angka tersebut diproyeksikan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan ditemukannya beberapa objek wisata baru di kawasan tersebut serta dengan adanya proses perbaikan dan renovasi berbagai icon Sabang.
Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sabang
Renovasi icon utama Sabang, yakni Tugu Nol Kilometer Indonesia tersebut menggunakan dana APBN sebesar 16 Miliar dan telah mencapai 50% hingga saat ini. Kegiatan pembanguann dan renovasi tersebut sendiri ditargetkan selesai pada tahun 2017. Di samping itu, telah dibangun juga projek The Sabang Hotel yang merupakan hotel berbintang lima pertama di Sabang telah dimulai sejak tahun 2015. Sampai dengan saat ini, progress dari pembangunan hotel tersebut telah berada dalam proses pembebasan lahan dan ditargetkan akan dapat beroperasi pada tahun 2017. Namun demikian, ditengah berbagai projek yang sedang dilaksanakan tersebut, berbagai kendala
INFORMASI SABANG • Sebanyak 60%-70% Pendapatan Asli Daerah Sabang berasal dari
sektor pariwisata. • Dengan keindahan panorama bahari baik di atas maupun di
bawah laut yang dimilikinya, Sabang telah menerima penghargaan sebanyak 3 (Tiga) kali sebagai kawasan laut terbersih di Indonesia.
• Setiap tahun terdapat 10 – 15 kapal pesiar yang datang dan singgah di Pulau Sabang. WISATAWAN SABANG (2015)
• Wisatawan Domestik : 99,00% (623.635 orang) • Wisatawan Asing: 1,00% (5.582 orang) sebagian berasal dari
Malaysia dan Singapura. • Rata-rata kunjungan 5 s/d 7 hari dengan rata-rata pengeluaran
Rp1.100.000,- / hari
AKOMODASI • Total 579 Kamar. • 22 Bungalow, 13 Guest House, 10 Hotel, 4 Losmen & 5 Resort (Diluar Homestay).
TRANSPORTASI • Kapal Laut: Kapal Cepat 14 s/d 28 kali dalam seminggu & Kapal lambat: 14 s/d 28 kali dalam
seminggu. • Pesawat: 2 kali seminggu (Sabang – Kualanamu).
PAKET WISATA • 20 Tour & Travel telah dilatih oleh Dinas Pariwisata Sabang. • 4 Dive Operator. • 80% paket menawarkan kunjungan 3 hari 2 malam di Sabang. • Dari 64 objek wisata yang ada baru 10% yang ditawarkan oleh penyedia paket
wisata (tugu I love Sabang, Km 0, Pulau Rubiah, Benteng Anoi Hitam, Pabrik Bakpia, Pulau Klah, Air Panas Jaboi).
3.669
3.982
5.223 5.032 6.585
2011 2012 2013 2014 2015
Jumlah Kunjungan Wisatawan Asing ke Sabang
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN II-2016 39
BAB 1 Kondisi Makroekonomi Aceh
dan tantangan di sektor infrastruktur dan sumber daya manusia masih menjadi tantangan utama yang dihadapi oleh potensi pariwisata di kawasan Sabang.
Berikut disampaikan beberapa hal yang menjadi kendala serta tantangan yang dapat menjadi fokus perhatian bagi berbagai pihak dalam rangka mengembangkan pariwisata Sabang:
Sumber : Hasil Focussed Group Discussion KPwBI Provinsi Aceh
Sumber Daya Manusia: 1. Sumber daya manusia yang ada belum memiliki
keahlian di bidang pelayanan jasa khususnya yang
terkait dengan jasa akomodasi, tour guide, layanan
transportasi, dan jasa kuliner.
2. Belum adanya sekolah perhotelan atau pariwisata
Objek Wisata
1. Masih mengandalkan wisata alam, belum banyak
alternatif wisata lain.
2. Kebersihan masih kurang terjaga
3. Kurang terawatnya objek wisata
4. Belum adanya objek wisata yang memperkenalkan
budaya tradisional setempat.
Infrastruktur 1. Fasilitas MCK masih kurang, baik dari sisi kuantitas
maupun kualitasnya.
2. Kurangnya jumlah transportasi umum menuju objek
wisata.
3. Jadawal pesawat / kapal drasakan masih belum sesuai
dengan kebituhan wisatawan
Lainnya 1. Jumlah objek wisata unggulan masih relatif sedikit
dibandingkan dengan daerah wisata lainnya.
2. Minimnya jumlah kamar dan penginapan.
3. Belum adanya hotel berbintang.
4. Koordinasi antara warga, pengelola, dan pemerintah
masih terasa kurang.
Dalam mengatasi berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi dalam sektor pariwisata tersebut, pihak pemerintah baik pemerintah kota maupun pemerintah provinsi telah bersama-sama telah mencanangkan berbagai program yang telah dan masih terus dilaksanakan. Beberapa program tersebut antara lain berkaitan dengan kendala yang terkait dengan sumber daya manusia dan infrastruktur: Sumber Daya Manusia 1. Pendirian dan Optimalisasi Koperasi Wisata (Binaan Dinas Pariwisata). 2. Mengadakan Pelatihan secara berkala terkait dengan tema hospitality, kuliner, tour guide. 3. Menggalakan gerakan Masyarakat Sadar Wisata melalui pelaksanaan berbagai event (Sabang Sail, Sabang Marine Festival,dll) 4. Menerapkan sanksi berupa denda sebesar Rp10.000 bagi masyarakat yang dengan sengaja membuang sampah di tempat
wisata, khususnya di daerah wisata Iboih. Infrastruktur dan sarana dan prasarana pendukung: 1. Renovasi Total Tugu Nol Kilometer beserta prasarana umum (selesai tahun 2017) 2. Pelebaran jalan menuju Tugu Nol Kilometer (Tahap perundingan terkait dengan pembebasan lahan). 3. Pembangunan Hotel Bintang 5 di Aceh (Pembebasan lahan telah selesai dan pembangunan dimulai tahun 2017). 4. Pembangunan sarana MCK di tempat-tempat wisata utama (Pantai Iboih dan Tugu Nol Kilometer). 5. Memprioritaskan penambahan objek wisata alam dan heritage potensial yang menjadi prioritas, yakni: Wisata Goa Sarang,
Wisata Historis Benteng Kolonial, Wisata historis bangunan rumah sakit bawah tanah. 6. Pembangunan jalan alternatif menuju KM Nol Lhong Angen sepanjang 9.500 meter. 7. Perubahan dan penyesuaian jadwal pesawat dari dan menuju Sabang dari Bandara Internasional Kuala Namu agar lebih
banyak penerbangan yang terkoneksi. Adanya perbaikan maupun pembangunan di sisi infrastruktur berbagai objek wisata di Sabang diyakini dapat membantu menarik wisatawan baru baik wisatawan domestik maupun mancanegara. Namun demikian, pembangunan infrastruktur tersebut harus dibarengi dengan perencanaan pasca selesainya pembangunan tersebut, baik dari sisi pemeliharaan, keamanan, kenyamanan, serta estetika. Seringkali permasalahan yang muncul adalah adanya pembangunan infrastruktur tetapi tidak ada tindak lanjut upaya pemeliharaannya agar berdampak secara lebih berkesinambungan. Sementara itu, dengan adanya usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), diharapkan pelayanan wisata terhadap para wisatawan akan semakin membaik (Terwujudnya budaya service excellence) bagi para wisatawan yang datang sehingga akan memberikan kesan baik bagi para wisatawan untuk datang kembali ke lokasi. Di samping itu, adanya perbaikan dan pemeilharaan SDM ini juga dapat memberikan peluang akan munculnya ruang bagi wisata baru, yakni wisata budaya, salah satunya dalam bentuk budaya atraksi, kerajinan tradisional, serta berbagai kearifan lokal yang menarik para wisatawan. Kemunculan alternatif wisata-wisata tersebut tentu dapat terwujud dari SDM-SDM yang sudah siap sehingga giat pariwisata di lokasi tersebut semakin berkembang.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 40
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
Keuangan daerah terdiri dari uang yang dikelola oleh pemerintah provinsi dan yang
dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Realisasi dari pendapatan dan belanja
anggaran tersebut dapat menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui transmisi pengeluaran pemerintah dan investasi
Realisasi pendapatan dan belanja Provinsi dan Kabupaten/Kota Aceh pada triwulan II
2016 secara umum mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
5.1 PENDAPATAN DAERAH
Pendapatan pemerintah Aceh pada tahun 2016 sebesar 70% dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota dan 30%
dikelola oleh pemerintah Provinsi (Grafik 3.1). Proporsi pendapatan daerah oleh pemerintah Kabupaten / Kota
Aceh cenderung berada dalam tren yang yang meningkat dalam kurun waktu empat tahun terakhir. Target
pendapatan pemerintah kabupaten/kota Aceh tahun 2016 adalah sebesar Rp26,65 triliun, meningkat 17%
dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara itu, target pendapatan pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2016
adalah sebesar Rp12,54 Triliun, meningkat sebesar 4% dibandingkan dengan tahun 2015.
Grafik 3. 1. Pangsa Pendapatan Daerah Aceh Grafik 3. 2. Pertumbuhan Target Pendapatan Aceh
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Struktur total pendapatan pemerintah Aceh baik provinsi maupun kabupaten/kota selama kurun waktu lima
tahun terakhir didominasi oleh dana perimbangan dan dana Otsus plus. Dana Otsus plus merupakan gabungan
dari dana otsus, penyesuaian, dan lainnya (Grafik 3.3). Sementara itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih
tergolong memiliki pangsa yang rendah.
Pada tahun 2016, dana perimbangan dan Otsus plus Aceh masing-masing mencapai Rp20,56 triliun dan Rp14,21
triliun, atau merupakan dua komponen terbesar dari pendapatan dengan pangsa masing-masing 53% dan 36%
dari total pendapatan Aceh. Proporsi ini berubah dari tahun lalu dimana komponen dana perimbangan dan dana
otsus ialah 47% dan 42% dikarenakan terdapat peningkatan dana perimbangan pada pemda Kota/Kab.
Sementara itu, PAD hanya mencapai 11% dari total pendapatan Aceh (Grafik 3.4). Hal ini mencerminkan masih
besarnya ketergantungan Aceh terhadap anggaran pusat dan potensi fiskal yang ada di Aceh masih dapat
ditingkatkan.
60% 62% 60% 60%64% 65%
70%
40% 38% 40% 40%36% 35%
30%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
23%
13%
17%
30%
13%
29%
14%
23%
16%10%
8%
4%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
41 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
Grafik 3. 3. Perkembangan Struktur Pendapatan Aceh
Grafik 3. 4. Struktur Pendapatan Aceh 2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Jika dilihat lebih rinci pendapatan Aceh tahun 2016, pendapatan yang dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota
Aceh lebih didominasi oleh dana perimbangan yang mencapai Rp 20,56 Triliun (Grafik 3.5). Pada tahun 2016,
bantuan keuangan pemerintah provinsi yang berasal dari otsus mengalami peningkatan karena adanya
keputusan pemerintah untuk meningkatkan pangsa penyaluran otsus kepada pemerintah kabupaten/kota.
Sementara itu, pendapatan yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Aceh didominasi oleh Otsus yang mencapai
Rp 8,81 Triliun (Grafik 3.6).
Grafik 3. 5. Struktur Pendapatan Kab/Kota Aceh 2016
Grafik 3. 6. Struktur Pendapatan Provinsi Aceh 20156
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja pendapatan Pemda Provinsi Aceh pada triwulan II 2016 laporan tercatat sedikit mengalami peningkatan
dibandingkan dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Penerimaan pendapatan Pemerintah
Provinsi Aceh pada triwulan II-2015 adalah sebesar Rp 4.177,61 Milyar atau 34,78% dari target pendapatan
tahunan, sementara pada triwulan II-2016 mencapai Rp 4.398,07 Milyar atau sebesar 35,07% dari target
pendapatan tahunannya (Tabel 3.1).
Tabel 3. 1. Realisasi Pendapatan Daerah Triwulan Laporan
Komponen
Pendapatan
Realisasi Pendapatan
II 2015 II 2016
Nilai (Rp Juta) % Nilai (Rp Juta) %
PAD Rp 469.946 24,96% Rp 864.648 42,02%
Perimbangan Rp 922.632 55,60% Rp 741.912 44,41%
Otsus+ Rp 2.785.033 32,89% Rp 2.791.517 31,67%
Total
Pendapatan Provinsi
Rp 4.177.611 34,78% Rp 4.398.078 35,07%
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Rp35
Rp40
Rp45
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tri
liun
PAD Perimbangan Otsus+
11%
53%
36% PAD
Perimbangan
Otsus+
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Tri
liun
Otsus+
Perimbangan
PAD
Rp-
Rp2
Rp4
Rp6
Rp8
Rp10
Rp12
Rp14Tri
liun
Otsus+
Perimbangan
PAD
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 42
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
5.2 BELANJA DAERAH
Belanja pemerintah Aceh pada tahun 2016 sebesar 71% dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota dan 29%
dikelola oleh pemerintah Provinsi (Grafik 3.7). Senada dengan struktur pendapatan daerah, terdapat tren
peningkatan proporsi belanja oleh pemerintah Kota/Kabupaten dalam kurun waktu enam tahun terakhir. Target
belanja pemerintah kabupaten/kota Aceh tahun 2016 adalah sebesar Rp30,82 triliun, meningkat 31%
dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara itu, target belanja pemerintah Provinsi Aceh pada tahun 2016
adalah sebesar Rp12,87 Triliun, atau hanya meningkat sebesar 1% dibandingkan dengan tahun 2015 (Grafik
3.8).
Grafik 3. 7. Pangsa Belanja Daerah Aceh Grafik 3. 8. Pertumbuhan Target Belanja Aceh
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Struktur total belanja pemerintah Aceh dalam kurun waktu enam tahun terakhir, baik di tingkat provinsi maupun
kabupaten/kota masih didominasi oleh belanja pegawai. Namun, belanja modal dalam dua tahun terakhir ini
mengalami peningkatan (Grafik 3.9). Pada tahun 2016, belanja pegawai dan belanja modal masing-masing
mencapai Rp13,37 triliun dan Rp10,03 triliun dan merupakan dua komponen terbesar dari belanja dengan pangsa
masing-masing 35% dan 26% dari total belanja pengeluaran pemerintah Aceh (Grafik 3.10). Hal ini
mencerminkan pemerintah Aceh sudah mulai concern untuk meningkatkan realisasi belanja pada komponen
yang produktif dan memiliki dampak yang berkelanjutan seperti belanja modal.
Grafik 3. 9. Perkembangan Struktur Belanja Aceh
Grafik 3. 10. Struktur Belanja Aceh 2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Jika dilihat lebih rinci belanja pemerintah Aceh tahun 2016, belanja yang dikelola oleh pemerintah
kabupaten/kota Aceh lebih didominasi oleh belanja pegawai yang mencapai Rp 12,35 Triliun (Grafik 3.11).
Sementara itu, belanja yang dikelola oleh pemerintah Provinsi Aceh didominasi belanja barang dan jasa yang
mencapai Rp 4,22 Triliun (Grafik 3.12).
57%60% 59% 57%
61%65%
71%
43%40% 41% 43%
39%35%
29%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
18%
12%
17%
32%
14%
31%
4%
19% 24%
13%
-5%
1%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kota/Kab. Aceh Prov. Aceh
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Rp35
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Tri
liun
Belanja Pegawai Belanja Modal
Belanja Barang Belanja Bansos
35%
26%
25%
1%
13%
Belanja Pegawai
Belanja Modal
Belanja Barang
Belanja Bansos
Belanja Lainnya
43 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 5 Perkembangan Keuangan Daerah
Grafik 3. 11. Struktur Belanja Kab/Kota Aceh 2016
Grafik 3. 12. Struktur Belanja Provinsi Aceh 2016
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Kinerja realisasi belanja Pemerintah Provinsi Aceh pada triwulan-II 2016 tercatat meningkat dibandingkan
dengan realisasi pada periode sama tahun sebelumnya. Persentase realisasi belanja yang dikelola oleh
pemerintah provinsi meningkat dari sebesar 12,48% pada triwulan II tahun lalu menjadi 15,08% pada tahun
2016. Realisasi belanja modal pada periode laporan telah mencapai Rp456,97 miliar, meningkat dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu yang baru. Sementara itu, realisasi belanja barang dan jasa meningkat
dari Rp 766,86 miliar pada triwulan II-2015 menjadi Rp 1.117,14 miliar pada triwulan II-2016 (Tabel 3.2).
Tabel 3. 2. Realisasi Belanja Daerah Triwulan Laporan
Komponen
Belanja
Realisasi Belanja
II 2015 II 2016
Nilai (Rp Juta) % Nilai (Rp Juta) %
Belanja Pegawai Rp 387.853 40,22% Rp 174.391 17,01%
Belanja Modal Rp 85.528 3,71% Rp 456.972 17,70%
Belanja Barang Rp 766.861 16,35% Rp 1.117.149 26,43%
Belanja Bansos Rp 15.000 5,81% Rp 193.246 78,16%
Belanja Lainnya Rp - 0,00% Rp - 0,00%
Total Belanja
Provinsi
Rp 1.592.002 12,48% Rp 1.941.758 15,08%
Sumber : Dinas Keuangan Aceh, diolah BI Aceh
Rp-
Rp5
Rp10
Rp15
Rp20
Rp25
Rp30
Tri
liun
Belanja Bansos
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Pegawai
Rp-
Rp2
Rp4
Rp6
Rp8
Rp10
Rp12
Rp14
Tri
liun
Belanja Lainnya
Belanja Bansos
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Pegawai
44 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Tekanan inflasi Aceh pada triwulan-II 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Laju inflasi tahunan pada
triwulan laporan tercatat menurun dari 3,55% (yoy) pada triwulan-I 2016
menjadi 2,34% (yoy) pada triwulan laporan.
Inflasi Aceh triwulan-II 2016 (yoy) yang tercatat sebesar 2,34% jauh lebih
rendah dibandingkan rata-rata inflasi YoY pada triwulan II dalam tiga tahun
terakhir yaitu sebesar 5,05%.
Kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan merupakan kelompok
yang paling dominan dalam mempengaruhi rendahnya angka inflasi Aceh pada
triwulan-II 2016. Namun, kelompok bahan Makanan seperti ikan dan sayur
mayur menjadi kelompok barang yang memiliki andil besar dalam inflasi
triwulan-II 2016.
Inflasi triwulan-II 2016 di ketiga kota pantauan tercatat masing-masing
Banda Aceh 2,01%, Lhokseumawe 3,03%, dan Meulaboh 2,19% (yoy).
KONDISI UMUM PERKEMBANGAN INFLASI ACEH TRIWULAN II 2016
Aceh mengalami laju inflasi secara tahunan / year on year sebesar 2,34% (yoy) pada triwulan II 2016.
Perkembangan inflasi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mengalami
inflasi tahunan sebesar 3,55%, dan juga lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi year on year
pada triwulan II dalam tiga tahun terakhir (2013-2015) yaitu sebesar 5,05% (yoy). Namun demikian,
walaupun secara year on year menunjukan adanya penurunan, inflasi Aceh secara triwulanan (qtq) maupun
bulanan (mtm) tercatat mengalami peningkatan pada level yang moderat (grafik 2.1).
Inflasi Aceh dihitung berdasarkan kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) di tiga kota pantauan inflasi, yaitu
Banda Aceh, Lhokseumawe, dan Meulaboh dengan nilai sebesar 2,34%(yoy) dan 0,89%(mtm) pada triwulan-
II 2016. Laju inflasi tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi inflasi tahunan nasional di
triwulan yang sama yang tercatat sebesar 3,45% (yoy). Inflasi Aceh di triwulan laporan juga juga berada
di bawah rata-rata inflasi seluruh provinsi di kawasan Sumatera dengan nilai 3,83%. Inflasi Aceh berada
di urutan ke-2 terendah setelah Provinsi Riau. Inflasi tertinggi pada kawasan Sumatera terjadi di Provinsi
Bangka Belitung (Grafik 2.2) yang mencapai 6,21% (yoy).
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi year on year, quarter
to quarter, dan month to month di Aceh (%)
Grafik 2.2. Perbandingan Inflasi year on year di
kawasan Sumatera (%)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
% Inflasi Bulanan (mtm) Inflasi Triwulanan (qtq)
Inflasi Tahunan (yoy)
2,34
4,32
3,23
1,92
3,85 3,38
4,37
5,47
3,16
6,21
3,45
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
yoy (%)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 45
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
ASESMEN ARAH PERKEMBANGAN INFLASI ACEH TERKINI
Mencermati tren perkembangan inflasi tahunan Provinsi Aceh serta arah perkembangan inflasi Aceh pada bulan
Juli dan Agustus 2016, diperkirakan Aceh akan mengalami inflasi secara year on year pada triwulan III 2016
dengan tingkat inflasi yang masih berada dalam target inflasi nasional 4±1%. Tekanan inflasi year on year di
triwulan III 2016 diprediksi menurun bila dibandingkan dengan laju inflasi di Triwulan II 2016.
Berdasarkan Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) hingga minggu ketiga Agustus 2016, tren harga di
Provinsi Aceh cenderung bervariasi. Namun demikian, berdasarkan analisis bobot, diperkirakan terjadi inflasi
bulanan (mtm) di Aceh untuk periode Agustus 2016 dengan tingkat yang rendah. Komoditas penyumbang
inflasi berasal dari komoditas beras, tongkol, rokok kretek filter, tarif Listrik, Cabai Merah, Cabai Rawit.
Sedangkan komoditas utama penyumbang deflasi diperkirakan berasal dari komoditas udah basah, dan buah-
buahan dan sayuran seperti pir, apel, dan wortel .
Deflasi terjadi akibat normalisasi harga pasca Ramadhan & Idul Fitri. Minimnya bencana banjir dan longsor di
periode awal triwulan III 2016 juga mengakibatkan arus barang dari Sumatera Utara cenderung lancar.
Peningkatan harga terjadi pada komoditas beras, hal tersebut disebabkan produksi beras yang berada dibawah
ekspektasi karena gangguan hama tikus. Sedangkan kenaikan harga tongkol terjadi karena gangguan angin
kencang di beberapa sentra penangkapan ikan di Aceh.
INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK BARANG DAN JASA
INFLASI BULANAN (MONTH TO MONTH /MTM)
Rata-rata laju inflasi Aceh secara bulanan pada bulan April, Mei, dan Juni 2016 sebesar 0,22% jauh lebih
rendah dibandingkan rata-rata inflasi bulanan di triwulan yang sama pada tahun 2015 yang tercatat sebesar
0,62%. Rendahnya inflasi pada periode ini disumbang oleh kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan yang mengalami rata-rata deflasi bulanan sebesar -0,73%, disusul oleh kelompok Perumahan, air,
listrik, gas, dan Bahan Bakar, serta kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga yang mengalami rata-rata
inflasi bulanan yang rendah, masing-masing sebesar 0,03% dan 0,04% (mtm). Sedangkan tekanan inflasi
bulanan terbesar pada periode ini disumbang oleh kelompok sandang yang memiliki rata-rata inflasi bulanan
sebesar 1,21%, nilai tersebut masih lebih tinggi apabila dibandingkan dengan rata-rata tekanan inflasi bulanan
kelompok sandang di Triwulan II 2015 yang mencapai 0,92% (Tabel 2.1 dan Grafik 2.3 & 2.4).
Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat bahwa kelompok Sandang memiliki kecenderungan mengalami
peningkatan inflasi bulanan yang signifikan pada bulan Juni dibandingkan dengan bulan sebelumnya di bulan-
bulan triwulan II (April, Mei, dan Juni). Berdasarkan pantauan di beberapa surat kabar lokal, memasuki bulan
Juni mendekati perayaan hari raya Idul Fitri 1347 Hijriah, masyarakat Aceh cenderung menjalani kebiasaan
tiap tahunnya yaitu berbelanja pakaian baru untuk anak dan keluarga. Sejumlah pertokoan dan swalayan
ramai dipadati pembeli pada bulan Juni 2016, permintaan akan baju baru khususnya busana muslim turut
meningkat yang mengakibatkan penjual mengalami kenaikan omzet di bulan tersebut. Adanya kenaikan harga
Sandang merupakan respons penjual terhadap antusiasme pembeli. Namun demikian, kenaikan harga sandang
secara bulanan tersebut tidak terlalu signifikan, atau masih dalam tingkat yang wajar.
Di sisi lain, rendahnya rata-rata inflasi bulanan TW.II 2016 untuk kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan lebih disebabkan adanya kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM per tanggal 1 April
2016. Hal tersebut terkonfirmasi oleh adanya deflasi untuk kelompok Perumahan, air, listrik, dan bahan bakar
di bulan April 2016. Dengan menurunnya harga BBM tersebut per 1 April 2016, maka pihak Organda Aceh
merespon dengan menurunkan tarif angkutan darat khususnya rute Banda Aceh – Meulaboh dengan jumlah
yang sepadan di bulan yang sama.
46 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Bulanan Aceh (mtm %)
Kelompok
2014 Rat
a-
rata
2015 Rata-
rata
2016 Rata-
Rata Apr Mei Jun Apr Mei Jun Apr Mei Jun
Bahan Makanan -1,60 3,18 0,48 0,69 -0,93 1,83 3,45 1,45 -2,26 1,33 2,47 0,51
Makanan jadi, minuman, rokok
0,36 0,14 0,16 0,22 0,10 0,31 0,31 0,24 0,42 0,75 0,83 0,67
Perumahan, air,
listrik, gas, b.bakar 0,33 0,26 0,20 0,26 0,36 -0,08 0,08 0,12 -0,09 0,09 0,08 0,03
Sandang -0,27 0,76 1,48 0,65 0,22 0,33 2,22 0,92 0,31 0,92 2,39 1,21
Kesehatan 0,42 0,03 0,06 0,17 0,24 0,48 0,20 0,31 0,06 0,23 0,11 0,14
Pendidikan, rekreasi,
olahraga 0,25 0,00 0,13 0,13 0,00 0,07 0,16 0,07 0,00 0,04 0,06 0,04
Transpor,
komunikasi, jasa
keu.
0,61 0,08 0,15 0,28 2,34 -0,10 0,14 0,79 -2,17 0,08 -0,09 -0,73
UMUM -0,10 0,89 0,30 0,36 0,29 0,49 1,07 0,62 -0,76 0,54 0,89 0,22
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
Lebih lanjut, pada awal triwulan II 2016 pemerintah juga melakukan penurunan tarif interkoneksi sebesar
30%. Hal ini membuat, sejumlah operator seluler menurunkan biaya telepon lintas operator, sehingga biaya
penggunaan telepon seluler oleh masyarakat kini menjadi lebih murah.
Grafik 2.3. Inflasi Kelompok Rata-Rata
Grafik 2.4. Inflasi Kelompok (mtm)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
INFLASI TRIWULANAN (QUARTER TO QUARTER/QTQ)
Inflasi triwulanan Aceh pada periode laporan tercatat sebesar 0,66% (qtq), meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 0,30% (qtq). Namun, laju inflasi triwulanan di periode ini masih relatif lebih
rendah bila dibandingkan dengan laju inflasi di triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
0,510,67
0,03
1,21
0,14 0,04 -0,73
-0,90-0,60-0,300,000,300,600,901,201,50
Bah
an M
akanan
Makan
an jad
i, min
um
an,
roko
k
Pe
rum
ahan
, air, listrik,gas, b
.bakar
Sand
ang
Keseh
atan
Pe
nd
idikan
, rekreasi,o
lahraga
Transp
or, ko
mu
nikasi,
jasa keu.
mtm
(%)
2,47
0,83
0,08
2,39
0,11 0,06
-0,09-0,50
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
Bah
an M
akanan
Makan
an jad
i, min
um
an,
roko
k
Pe
rum
ahan
, air, listrik,gas, b
.bakar
Sand
ang
Keseh
atan
Pe
nd
idikan
, rekreasi,o
lahraga
Transp
or, ko
mu
nikasi,
jasa keu.
mtm
(%)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 47
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
1,86% (qtq). Sejalan dengan inflasi bulanannya, secara triwulanan nilai inflasi terbesar terjadi di kelompok
sandang dengan nilai inflasi sebesar 3,65% (qtq) di triwulan II 2016 (Grafik 2.5 & Tabel 2.2).
Tabel 2.2. Perbandingan Inflasi Triwulanan (qtq)
Kelompok 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II
Bahan Makanan -
1,65 2,02 4,02 6,50 -5,85 4,36 -1,50 3,68 1,94 1,48
Makanan jadi, minuman, rokok 1,31 0,66 0,73 0,45 1,56 0,73 1,10 0,66 1,18 2,01
Perumahan, air, listrik, gas,
b.bakar 2,66 0,80 2,05 2,55 1,38 0,36 0,02 0,76 -0,73 0,08
Sandang 2,03 1,97 2,54 0,09 1,01 2,78 0,82 -
1,03 1,52 3,65
Kesehatan 0,69 0,51 0,77 0,31 2,18 0,92 0,38 1,00 0,64 0,41
Pendidikan, rekreasi, olahraga 1,78 0,38 1,96 0,07 0,63 0,22 3,27 0,04 0,40 0,11
Transpor, komunikasi, jasa keu. 0,79 0,84 0,89 10,22 -6,21 2,38 0,16 0,02 -1,93 -2,18
UMUM 0,90 1,09 2,13 3,86 -1,66 1,86 0,15 1,21 0,30 0,66
Sumber: BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Secara umum pergerakan kenaikan harga di triwulan II 2016 masih relatif stabil untuk seluruh kelompok
barang dan jasa, dengan tidak adanya lonjakan inflasi triwulanan yang melebihi target nasional 4±1%. Sejalan
dengan nilai inflasi bulanannya, laju inflasi secara triwulanan tertinggi dialami oleh kelompok Sandang dengan
nilai inflasi sebesar 3,65% (qtq) pada triwulan II 2016, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 1,52% (qtq). Namun, peningkatan laju inflasi kelompok Sandang tersebut dinilai bersifat
temporer (Grafik 2.6).
Adanya permintaan yang meningkat untuk pakaian muslim, pakaian baru, dan sandang lainnya oleh
masyarakat dalam rangka untuk memperingati hari raya Idul Fitri 1437 H turut meningkatkan harga sandang
di pasar dalam tingkat moderat dan wajar. Sejumlah pedagang pakaian muslim di Banda Aceh mengkonfirmasi
bahwa terdapat kenaikan harga pakaian muslim dengan rentang Rp5.000,- s.d Rp8.000,- di pasar, kenaikan
tersebut bukan hanya disebabkan oleh faktor permintaan, tetapi juga disebabkan oleh adanya kenaikan harga
dari agen. Kenaikan harga sandang pada bulan Juni 2016 masih dapat dikatakan wajar, karena para pedagang
telah melakukan upaya mitigasi kenaikan harga dengan menyimpan stok barang lebih banyak dari hari-hari
biasa. Hal ini bertujuan agar pada saat permintaan sedang tinggi, pedagang masih dapat menyediakan barang.
Grafik 2.5. Inflasi Triwulanan Provinsi Aceh
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
0,901,09
2,13
3,86
-1,66
1,86
0,15
1,21
0,300,66
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
qtq (%)1,48
2,01
0,08
3,65
0,41 0,11 -2,18
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
Bah
an M
akanan
Makan
an jad
i,m
inu
man
, roko
k
Pe
rum
ahan
, air, listrik,gas, b
.bakar
Sand
ang
Keseh
atan
Pe
nd
idikan
, rekreasi,o
lahraga
Transp
or, ko
mu
nikasi,
jasa keu.
qtq (%)
48 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Rendahnya inflasi secara triwulanan pada triwulan laporan dibandingkan dengan laju inflasi triwulan yang sama
di tahun sebelumnya, disebabkan oleh adanya deflasi untuk kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa
Keuangan, serta inflasi yang rendah untuk kelompok Perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Adanya
kebijakan penurunan tarif angkutan oleh organda Aceh sejak tanggal 7 April 2016, turut menahan laju inflasi
kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan. Penurunan tarif angkutan oleh Organda Aceh
tersebut menyusul adanya penurunan harga BBM oleh pemerintah sejak tanggal 1 April 2016.
Selanjutnya, adanya kebijakan penurunan BI Rate pada bulan April dan bulan Juni 2016 sebanyak 25 basis
poin juga disusul dengan adanya penurunan Suku bunga perbankan di bulan Juni 2016 untuk kredit
perumahan, kredit ritel, dan kredit korporasi. Hal ini turut berdampak meredam laju inflasi triwulanan Provinsi
Aceh pada triwulan laporan untuk sub kelompok jasa keuangan. Selain itu, pemerintah juga menurunkan biaya
/ tarif interkoneksi operator seluler yang juga menurunkan biaya / tarif telepon seluler di masyarakat.
INFLASI TAHUNAN (YEAR ON YEAR/YOY)
Secara tahunan, laju inflasi Provinsi Aceh pada triwulan II 2016 mencapai 2,34% (yoy), menurun dibandingkan
triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 6,24% (yoy) (Grafik 2.7). Inflasi tahunan Aceh
pada triwulan II 2016 juga lebih rendah daripada inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,45% (yoy). Di sisi
lain, sebagai penahan laju inflasi tahunan di bulan Juni 2016, terdapat deflasi untuk kelompok, transportasi,
komunikasi, dan jasa keuangan. Deflasi ini terjadi terutama disebabkan adanya penyesuaian atau penurunan
tarif angkutan dan pengiriman barang oleh karena kebijakan pemerintah yang menurunkan harga bahan bakar
bensin dan solar per tanggal 1 April 2016. Selain itu, suku bunga kredit perbankan juga turun menyusul
adanya kebijakan penurunan BI Rate sebanyak masing-masing 25 basis poin pada bulan April dan Juni 2016.
Tekanan inflasi pada periode ini didorong oleh kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman,
rokok, serta kelompok sandang yang masing-masing tercatat sebesar 5,66% (yoy), 5,04% (yoy), dan 4,99%
(yoy). Laju inflasi untuk ketiga kelompok barang/jasa tersebut di atas target inflasi nasional 4±1%. Namun
demikian, nilai inflasi tahunan untuk kelompok bahan makanan menurun dari triwulan yang sama di tahun
sebelumnya sebesar 8,83% (yoy) menjadi 5,66% (yoy) pada triwulan laporan. Sama halnya untuk laju inflasi
tahunan kelompok sandang yang juga menurun dari triwulan yang sama di tahun sebelumnya sebesar 6,55%
(yoy) menjadi 4,99% (yoy) di triwulan laporan. Hal ini menandakan risiko tekanan inflasi untuk kelompok
tersebut di triwulan laporan cenderung menurun. Namun demikian, terdapat peningkatan risiko laju inflasi
untuk kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok yang meningkat dari 3,50% (yoy) pada triwulan II 2015
menjadi sebesar 5,04% (yoy) pada triwulan laporan. (Grafik 2.8 dan Tabel 2.3).
Terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya Inflasi tahunan pada kelompok Bahan Makanan di triwulan
laporan yang tercatat sebesar 5,66% (yoy). Memasuki awal bulan Ramadhan di bulan Juni 2016, harga buah-
buahan baik buah impor maupun lokal di sejumlah pasar di Aceh mengalami kenaikan, kenaikan harga
tersebut disebabkan adanya sebagian sentra pertanian buah yang sedang mengalami masa trek, sehingga
pasokan juga berkurang disaat kebutuhan masyarakat cenderung meningkat.
Selanjutnya, cuaca buruk yang masih terjadi di Aceh pada bulan Juni 2016 turut mendongkrak kenaikan harga
ikan Segar. Bahkan, menurut pengakuan sejumlah pedagang, penambahan stok ikan dari daerah lain tidak
dapat menutupi tingginya permintaan ikan di bulan Ramadhan. Selain itu, musibah longsor & banjir di Aceh
Bagian Barat serta erupsi gunung Sinabung turut mengakibatkan pasokan sayur mayur, wortel, bawang merah
dari Sumatera Utara menjadi terhambat, sedangkan permintaan masyarakat pada bulan Juni 2016 cenderung
meningkat oleh karena memasuki bulan Ramadhan.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 49
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Lebih lanjut, inflasi bahan makanan juga disebabkan oleh adanya kenaikan harga gula di tingkat grosir yang
sebelumnya dijual pada harga yang berkisar antara Rp 11.000 hingga Rp 13.000/Kg menjadi Rp
18.000/kilogram. Tingginya harga gula sejak sebulan lalu, disebabkan berkurangnya jatah pasokan gula untuk
Aceh yang diterima dari Medan.
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Aceh (yoy) Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Triwulan-II 2016 (yoy)
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
Harga beras secara tahunan juga cenderung meningkat di pasar, khususnya di kota Meulaboh Kabupaten Aceh
Barat dan Kota Lhokseumawe. Harga jual eceran beras di pasar Meulaboh, mengalami kenaikan sekitar 17
persen. Dari sebelumnya Rp10.670/kg menjadi Rp12.500/kg pada bulan Juni 2016 memasuki bulan
Ramadhan. Sementara itu, harga beras di Lhokseumawe mulai merangkak naik di penghujung bulan
Ramadhan. Naiknya harga beras di Aceh pada bulan Juni 2016 disebabkan oleh banyak faktor.
Selain disebabkan oleh upaya pedagang yang menaikan harga, adanya hama ulat daun yang menyerang
ratusan hektare areal tanaman padi di Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara turut menghambat pasokan
gabah di kilang padi. Lebih lanjut, pada bulan Mei 2016 juga terdapat ratusan hektar tanaman padi berumur
dua bulan 50 hari yang terserang penyakit Tungro di Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan. Sehingga
petani tidak dapat menghasilkan gabah secara optimal.
Di sisi lain, inflasi tahunan yang terjadi pada kelompok Sandang, disebabkan adanya peningkatan permintaan
baju muslim, gamis, dan pakaian baru lainnya oleh masyarakat Aceh untuk memenuhi kebutuhan perayaan
Idul Fitri 1437H. Namun demikian, peningkatan harga sandang tersebut masih dapat dikatakan wajar, dan
tidak sebesar inflasi tahunan untuk kelompok Sandang di triwulan yang sama di tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar 6,55% (yoy). Hal tersebut dikarenakan para pedagang pakaian di Aceh telah mengantisipasi
peningkatan permintaan dengan menyimpan stok lebih banyak dari jauh hari sebelumnya.
Selanjutnya, tekanan laju inflasi untuk kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi masyarakat sehubungan dengan bulan Ramadhan dan persiapan hari raya Idul Fitri
1437H. Dari hasil pemantauan di sejumlah pasar Banda Aceh, permintaan masyarakat akan sirup botol rata-
rata meningkat sebanyak 30%, merespon kenaikan permintaan tersebut sejumlah pedagang menaikan harga
untuk mengambil keuntungan. Di samping itu, oleh karena adanya kenaikan harga untuk sejumlah bahan
makanan yaitu daging sapi, ikan segar, sayur-mayur, buah-buahan, gula pasir pada bulan Ramadhan, maka
hal tersebut juga meningkatkan harga makanan jadi. Permintaan kue basah dan kue kering pun meningkat
pada bulan Juni 2016. Sehingga terjadi inflasi untuk sub kelompok makanan jadi dan minuman dalam tingkat
moderat.
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
yoy (%) Aceh Nasional5,66
5,04
0,13
4,99
2,45
3,82
-3,89
-6,0
-4,0
-2,0
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
Bah
an M
akanan
Makan
an jad
i,m
inu
man
, roko
k
Pe
rum
ahan
, air, listrik,gas, b
.bakar
Sand
ang
Keseh
atan
Pe
nd
idikan
, rekreasi,o
lahraga
Transp
or, ko
mu
nikasi,
jasa keu.
yoy(%)
50 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.3. Perbandingan Inflasi Tahunan (yoy)
Kelompok 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II
Bahan Makanan 2,69 1,87 6,71 11,49 6,39 8,83 3,07 0,35 8,65 5,66
Makanan jadi, minuman, rokok 5,97 5,07 3,63 2,90 3,44 3,50 3,89 4,11 3,71 5,04
Perumahan, air, listrik, gas,
b.bakar 4,96 5,43 6,07 7,99 6,95 6,48 4,36 2,54 0,41 0,13
Sandang 7,11 11,00 6,35 6,34 5,71 6,55 4,76 3,59 4,11 4,99
Kesehatan 3,45 3,97 2,75 2,10 3,81 4,24 3,84 4,55 2,97 2,45
Pendidikan, rekreasi, olahraga 5,79 6,10 4,18 3,95 3,06 2,90 4,22 4,19 3,94 3,82
Transpor, komunikasi, jasa
keu. 12,52 9,73 2,56 13,04 5,17 6,78 6,00 -3,80 0,59 -3,89
Aceh 5,73 5,45 5,07 8,09 5,45 6,24 4,19 1,53 3,55 2,34
Nasional 7,32 6,70 4,53 8,38 6,38 7,26 6,83 3,35 4,45 3,45
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
DISAGREGASI INFLASI1
Pada triwulan II 2016, laju inflasi untuk komoditas Administered Price dan Volatile Food secara year on year
masing-masing tercatat mengalami deflasi sebesar -1,70% (yoy) dan inflasi sebesar 6,20% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 2,04% (yoy) dan
10,26%. Sedangkan untuk kelompok Core tercatat mengalami inflasi sebesar 2,12% (yoy) di triwulan laporan,
meningkat dibandingkan dengan inflasi core di triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,78% (yoy) (grafik
2.9).
Menurut kontribusinya tekanan inflasi tertinggi disumbang oleh kelompok volatile food sebesar 1,29%(Grafik
2.10). Komoditas pada kelompok ini yang memberikan andil inflasi tinggi antara lain Beras, Cumi-cumi, Apel,
dan Daging Ayam Ras. Selain itu inflasi tahunan Aceh pada triwulan laporan juga disumbang beberapa
komoditas dari kelompok administered price yaitu rokok kretek dan rokok kretek filter dengan rata-rata andil
inflasi sebesar 0,30% (yoy).
Grafik 2.9. Disagregasi Inflasi Tahunan
Provinsi Aceh
Grafik 2.10. Kontribusi Disagregasi Inflasi
Provinsi Aceh
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
1Disamping pengelompokan berdasarkan COICOP (Classification of Individual Consumption According to Purpose), BPS juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan yang lainnya yang dinamakan disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat
fundamental.
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2015 2016
%,yoy IHK Core
Volatile Adm Price
(1)
0
1
2
3
4
5
6
7
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2015 2016
%,yoy Core Volatile Adm Price
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 51
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Meningkatnya harga beras di Aceh secara year on year pada Triwulan II 2016 disebabkan adanya serangan
hama ulat daun yang menyerang ratusan hektare sawah di Aceh Utara, selain itu penyakit tungro yang
menyerah ratusan hektare sawah di Aceh Selatan juga turut menghambat pasokan gabah. Di samping itu,
pada pertengahan hingga akhir bulan Juni 2016, harga daging ayam ras di sejumlah pasar di Banda Aceh juga
cenderung meningkat. Adanya kenaikan permintaan oleh masyarakat direspon dengan kenaikan harga oleh
pedagang walaupun stok daging ayam ras masih mencukupi, hal ini dikarenakan masyarakat tetap melakukan
konsumsi walaupun harga sedang naik.
Laju inflasi tahunan untuk kelompok barang volatile food juga didorong oleh kenaikan harga komoditas buah-
buahan dan cumi-cumi. Adanya sebagian sentra pertanian buah yang sedang mengalami masa trek,
menyebabkan pasokan berkurang disaat kebutuhan masyarakat cenderung meningkat. Sedangkan untuk
penyebab naiknya harga komoditas cumi-cumi ialah tingginya frekuensi angin kencang. Merujuk pada tren
cuaca 30 tahun terakhir, sejumlah kabupaten/kota di Aceh selalu dilanda angin kencang pada bulan Juni, Juli
hingga Agustus.
Grafik 2.11. Pergerakan Harga Komoditas
Beras Premium
Grafik 2.12. Pergerakan Harga Komoditas
Daging Ayam
Sumber: http://hargapanganaceh.com/, diolah BI Aceh
Fenomena angin kencang biasanya terjadi di Kota Banda Aceh, Aceh Besar, Kota Sabang, bagian utara Aceh
Jaya dan bagian utara Kabupaten Pidie. Tingginya frekuensi kejadian angin kencang di bulan Juni 2016
menyebabkan pasokan ikan segar dan cumi-cumi turut menurun di saat konsumsi masyarakat tengah
mengalami peningkatan di bulan Ramadhan. Sehingga, harga ikan segar dan cumi cukup berfluktuasi dan
cenderung meningkat di Bulan Juni 2016 dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama.
Lebih lanjut, adanya deflasi secara year on year pada triwulan II 2016 untuk kelompok barang administered
Price turut meredam laju inflasi di triwulan laporan. Deflasi pada kelompok barang administered price terjadi
oleh karena adanya penurunan harga BBM oleh pemerintah per tanggal 1 April 2016, yang juga diikuti dengan
adanya penurunan tarif angkutan oleh Organda Aceh sebagai respon atas kebijakan tersebut.
Namun demikian, kebijakan pemerintah untuk menaikan biaya cukai rokok sebesar rata-rata 11,19 persen per
1 Januari 2016 menyebabkan komoditas rokok kretek dan rokok kretek filter memiliki andil yang cukup tinggi
untuk menyebabkan inflasi tahunan di sepanjang periode tahun 2016.
9.000 9.000
9.300
9.850
10.250
10.750 10.600
10.500
10.950
9.950 9.750
9.850 9.750
9.900 9.850
8.500
9.000
9.500
10.000
10.500
11.000
11.500
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Au
g
Sep
Okt
No
v
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
2015 2016
Rp/Kg
18.150 19.150
21.250
12.300
20.650
13.650
19.950 21.150
23.700
21.000 21.100
29.600 28.050
25.900 25.200
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Au
g
Sep
Okt
No
v
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
2015 2016
Rp/Kg
52 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Menurut survei pemantauan harga yang dilakukan oleh Disperindag Provinsi Aceh pada website Pusat
Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Aceh, komoditas yang memiliki kenaikan harga secara year on year
pada Triwulan II 2016 yakni daging ayam ras, beras, dan bawang. Sementara itu, komoditas cabai merah dan
cabai rawit terpantau relatif cukup stabil. (Grafik 2.1 1-2.13).
Grafik 2.13. Pergerakan Harga Komoditas Bumbu-Bumbuan
Sumber: http://hargapanganaceh.com/, diolah BI Aceh
PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA
Realisasi inflasi triwulan-II 2016 (yoy) di seluruh kota pantauan inflasi Aceh menunjukkan arah yang serupa
dengan tren inflasi Provinsi Aceh, yaitu lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan yang sama di tahun
sebelumnya (Grafik 2.14 dan Tabel 2.4).
Laju inflasi tahunan masing-masing kota penimbang inflasi adalah Banda Aceh 2,01%, Lhokseumawe 3,03%,
dan Meulaboh 2,19% (yoy), capaian tersebut masih berada jauh dibawah inflasi nasional sebesar 3,45% (yoy)
dan target capaian inflasi di tahun 2016 sebesar 4±1%.
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
2015 2016
Rp/Kg Cabe merah biasa Cabe rawit Bawang merah
Grafik 2.14. Pergerakan laju Inflasi Tahunan
Kota Pantauan Aceh
Grafik 2.15. Inflasi Bulanan
Kota Pantauan Aceh Triwulan-III 2015
Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah BI Aceh
0
1
2
3
4
5
6
7
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu Se
p
Okt
No
v
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei Jun
2015 2016
YoY (%)
Banda Aceh Lhokseumawe
Meulaboh Aceh
2,012,19 3,03
2,34
-2
-1
-1
0
1
1
2
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu Se
p
Okt
No
v
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei Jun
2015 2016
MtM (%)
Banda Aceh Lhokseumawe
Meulaboh Aceh
1,10
0,16
0,79
0,89
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 53
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Inflasi kota Banda Aceh pada triwulan laporan secara umum mengalami penurunan menjadi 2,01% (yoy) dari
3,10% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Bila dibandingkan dengan harga yang berlaku di triwulan II 2015,
beberapa kelompok barang & jasa yang mengalami inflasi dengan tingkat moderat di Kota Banda Aceh pada
triwulan II 2016 adalah Kelompok sandang sebesar 6,30%, Kelompok Bahan Makanan sebesar 6,69%, dan
kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau sebesar 5,02% (yoy).
Tabel 2.4 Pergerakan Inflasi 3 Kota di Provinsi Aceh
Kota yoy,%
II-14 III-14 IV-14 I-15 II-15 III-15 IV-15 I-16 II-16
Banda Aceh 5,33 4,53 7,83 5,40 6,12 4,30 1,27 3,10 2,01
Lhokseumawe 5,26 5,12 8,53 5,44 6,36 4,55 2,44 4,63 3,03
Meulaboh 5,76 7,52 8,20 5,67 6,47 2,86 0,58 3,12 2,19
Aceh 5,45 5,07 8,09 5,45 6,24 4,19 1,53 3,55 2,34
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
Sedangkan untuk kota Lhokseumawe, inflasi tahunan yang terjadi pada triwulan II 2016 terutama didorong
oleh kenaikan harga untuk kelompok Bahan Makanan sebesar 6,18% (yoy), kelompok makanan jadi,
minuman, rokok, dan tembakau sebesar 5,24% (yoy), serta sandang sebesar 3,65% (yoy). Sejalan dengan
kota lainnya, Di kota Meulaboh untuk kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi tertinggi yaitu
kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 4,69% (yoy) (Tabel 2.5).
Tabel 2.5. Inflasi menurut kota dan kelompok barang dan jasa di Provinsi Aceh (yoy%)
No Kelompok Kota
Aceh Banda Aceh Lhokseumawe Meulaboh
1 Bahan Makanan 5,69 6,18 4,17 5,66
2 Makanan jadi, minuman, rokok, tembakau
5,02 5,24 4,69 5,04
3 Perumahan, air, listrik, gas & bahan bakar
0,03 0,33 0,09 0,13
4 Sandang 6,30 3,65 2,48 4,99
5 Kesehatan 2,14 3,56 1,25 2,45
6 Pendidikan, rekreasi, olahraga
4,51 3,65 1,19 3,82
7 Transpor, komunikasi, jasa keuangan
-4,10 -3,08 -4,49 -3,89
Inflasi Keseluruhan 2,01 3,03 2,19 2,34
Sumber : BPS Provinsi Aceh
Penyebab inflasi di ketiga kota pantauan inflasi Aceh juga tergambar dalam andil komoditas-komoditas di kota
tersebut terhadap inflasi. Pada kota Banda Aceh, komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Cumi-
cumi, sedangkan pada kota Lhokseumawe komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Daging Ayam
Ras dan di kota Meulaboh komoditas yang memberikan andil tertinggi adalah Beras. Komoditas yang konsisten
memberikan andil inflasi tahunan terbesar di 3 kota adalah Daging ayam ras, beras, dan Rokok Krektek Filter.
Sementara itu, andil komoditas lainnya terhadap inflasi bervariasi di antara ketiga kota pantauan inflasi
tersebut (Tabel 2.6).
54 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Tabel 2.6. Komoditas Pemberi Andil Inflasi Triwulan II Tahun 2016 (yoy%)
Banda Aceh Lhoksumawe Meulaboh
Komoditas Andil Inflasi
Komoditas Andil Inflasi Komoditas Andil Inflasi
Cumi-cumi 0,35
Daging Ayam Ras 0,50 Beras 0,40
Rokok Kretek Filter 0,31
Daging Sapi 0,27 Rokok Kretek Filter 0,38
Apel 0,24
Rokok Kretek Filter 0,26 Rokok Kretek 0,26
Beras 0,22
Gula Pasir 0,21 Pir 0,22
Pir 0,19
Bawang Merah 0,19 Bawang Merah 0,15
Emas Perhiasan 0,16
Cabai Rawit 0,18 Mie 0,14
Akademi/Perguruan Tinggi 0,15
Minyak Goreng 0,16 Emas Perhiasan 0,13
Rokok Kretek 0,15
Mie 0,13 Gula Pasir 0,11
Sewa Rumah 0,09
Beras 0,12 Kangkung 0,10
Daging Sapi 0,08
Kembung/Gembung/Banyar/Gembolo/Aso-Aso
0,11 Bawang Putih 0,10
Sumber : BPS Provinsi Aceh
Bila dilihat dari 23 kota di Sumatera, pada bulan Juni 2016, seluruhnya mengalami inflasi tahunan. Inflasi
tertinggi terjadi di Kota Pangkal Pinang yaitu sebesar 7,78% dan terendah di Kota Pekanbaru sebesar 1,65%.
Kota-kota pantauan inflasi di Provinsi Aceh tercatat mengalami inflasi yang relatif lebih rendah diantara kota-
kota lainnya di Sumatera (Tabel 2.7).
Tabel 2.7 Perbandingan Inflasi Kota
Kota Y o Y (%) Kota Y o Y (%)
PANGKAL PINANG 7,78 PADANG 3,16
BENGKULU 5,47 LHOKSEUMAWE 3,03
MEDAN 4,54 DUMAI 3,02
PALEMBANG 4,37 METRO 2,84
LUBUKLINGGAU 4,3 SIBOLGA 2,81
BUNGO 4,13 PADANG SIDIMPUAN 2,71
BATAM 4,13 TEMBILAHAN 2,63
BUKIT TINGGI 3,76 TANJUNG PINANG 2,19
PEMATANG SIANTAR 3,68 MEULABOH 2,19
TANJUNG PANDAN 3,5 BANDA ACEH 2,01
JAMBI 3,3 PEKANBARU 1,65
BANDAR LAMPUNG 3,21 Sumber : BPS Provinsi Aceh
TPID PROVINSI ACEH
Salah satu bentuk koordinasi antara Pemerintah dengan Bank Indonesia (BI) sebagai salah satu upaya dalam
pengendalian inflasi adalah melalui pembentukan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) baik di level Pusat maupun
Daerah yang dikenal dengan sebutan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Dalam rangka menindaklanjuti
surat Instruksi Menteri Dalam Negeri atau Inmendagri Nomor 027/1696/SJ Perihal Menjaga Keterjangkauan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 55
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
Barang dan Jasa di Daerah dimana pada poin ketujuh Instruksi tersebut menyebutkan bahwa “Segera
membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah
koordinasi dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah”.
Sehubungan dengan hal tersebut, sampai dengan bulan triwulan II 2016 seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Aceh telah memiliki TPID masing-masing, yakni dengan rincian di 23 kabupaten/kota dan 1 (satu) TPID
Provinsi di Provinsi Aceh. Kabupaten / Kota yang baru membentuk TPID pada tahun 2016 antara lain:
Kabupaten Aceh Barat Daya (24 Mei 2016), Gayo Lues (12 Maret 2016), Langsa (18 Maret 2016), Nagan Raya
(29 Februari 2016).
Untuk TPID Aceh, Surat Keputusan (SK) Pembentukan TPID telah mengalami beberapa pembaharuan, dimana
TPID Aceh pertama kali dibentuk dengan adanya dasar hukum SK Gubernur Aceh No.580/703/2009 tanggal 26
November 2009 yang diperbarui dengan SK Gubernur Aceh No. 580/473/2011 tanggal 8 Agustus 2011,
selanjutnya diperbaharui melalui SK Gubernur No.580/128/2015 tanggal 29 Januari 2015 dimana jabatan
ketua TPID yang semula dijabat oleh Asisten II menjadi Sekretaris Daerah Aceh. Sementara Asisten II yang
membidangi ekonomi ditetapkan sebagai sekretaris TPID.
Dalam rangka penguatan kegiatan dan koordinasi terkait dengan stabilitas harga, TPID Provinsi Aceh juga
selalu melibatkan instansi vertikal diantaranya adalah BPS Provinsi Aceh, Bulog Sub Divre Aceh, Pertamina,
PLN, dll. Hal ini bertujuan untuk dapat meningkatkan koordinasi terutama dalam hal stabilisasi harga bahan
pangan pokok dan ketersediaan energi (BBM, Listrik, dan Gas Elpiji) serta meningkatkan kualitas asesmen
terhadap perkembangan inflasi Provinsi Aceh. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan TPID Aceh sampai
dengan triwulan II 2016 antara lain:
a) Memfasilitasi pertemuan antara TPID Kota Banda Aceh dan TPID Kabupaten Aceh Besar pada tanggal 12
Januari 2016 untuk menjajaki kerjasama perdagangan antar Kota/Kabupaten.
b) Melakukan Rapat Koordinasi Wilayah TPID Provinsi Aceh (High Level Meeting) di Kabupaten Pidie pada
tanggal 16 Maret 2016.
c) Melalui surat Gubernur Aceh No.500/7300 tanggal 26 April 2016 tentang percepatan pembentukan tim
pengendalian inflasi daerah, TPID Aceh mengakselerasi pembentukan TPID ke Kabupaten/Kota yang
belum memiliki TPID di Provinsi Aceh.
d) Melaksanakan Rapat Teknis TPID Provinsi Aceh pada tanggal 24 Februari 2016 yang membahas mengenai
program kerja TPID Aceh tahun 2016 dan Rapat Tim Teknis Penyusunan Strategi TPID Menjelang Bulan
Ramadhan dan Lebaran Tahun 2016 pada tanggal 11 Mei 2016.
e) Membentuk satgas pemantauan distribusi elpiji untuk mencegah penyalahgunaan tabung elpiji 3kg dan
kelangkaan tabung elpiji di pasar yang dapat memicu peningkatan harga.
f) Mengevaluasi & mengirimkan konsep Perjanjian Kerjasama perdagangan antar wilayah antara pemerintah
Provinsi Aceh dengan Pemprov Sumatera Utara.
g) Melakukan strategi antisipasi lonjakan harga menjelang Ramadhan 1437 H melalui upaya-upaya sebagai
berikut:
Melakukan kegiatan penyaluran beras miskin (Raskin) yang dikawal oleh Badan Urusan Logistik
(Bulog) Provinsi Aceh.
Melaksanakan kegiatan operasi pasar guna mengatasi lonjakan harga barang kebutuhan pokok
masyarakat dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan 1437 H yang bertempat di 23 (dua puluh
tiga) kabupaten/kota di Aceh selama bulan Ramadhan tahun 2016.
Melaksanakan kegiatan inspeksi pasar di Aceh.
Melakukan rapat high level pengendalian inflasi & stok Ramadhan yang dipimpin oleh Gubernur Aceh
pada tanggal 1 Juni 2016 setelah melakukan sidak pasar di pasar peunayong Banda Aceh.
56 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Melakukan diseminasi dalam bentuk pemutaran iklan layanan masyarakat di Radio yang berisi ajakan
kepada masyarakat tidak hidup konsumtif dan berlebih-lebihan selama bulan Ramadhan 1437 H.
Melakukan himbauan di media massa agar masyarakat menjaga pola konsumsi.
Usulan tersebut di atas kemudian dibahas pada rapat high level pengendalian inflasi & stok Ramadhan yang
dipimpin oleh Gubernur Aceh pada tanggal 1 Juni 2016 setelah melakukan sidak pasar di pasar peunayong
Banda Aceh. Melalui upaya-upaya tersebut di atas, inflasi Aceh pada periode Ramadhan (Juni 2016) 1437 H
relatif terkendali dengan capaian 2,34% (yoy) atau 0,89% (mtm).
TPID Aceh juga mendapatkan penghargaan sebagai TPID Terinovatif dalam Rapat Koordinasi Nasional
(Rakornas) VII Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Pada tanggal 4 Agustus 2016. Acara tersebut
diselenggarakan di Hotel Grand Sahid Jakarta yang juga turut dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo.
Penghargaan tersebut diberikan atas penilaian program inovatif yang dilakukan pemerintah setempat cukup
berhasil dalam menjaga stabilitas harga di daerah. Penghargaan ini diberikan Gubernur Bank Indonesia (BI),
Agus D.W. Martowardojo yang diterima oleh Sekretaris Daerah Aceh, Dermawan MM.
Salah satu program TPID Aceh terkait dengan pengendalian inflasi pangan khsusunya hasil laut, yaitu
mengoperasikan dan membangun Pelabuhan Perikanan Lampulo (PPS Lampulo). Pelabuhan tersebut
merupakan pelabuhan perikanan baru yang memiliki tujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
perikanan tangkap di Aceh. Proyek kawasan pelabuhan & TPI Lampulo Banda Aceh dilakukan sejak tahun 2007
dan mulai beroperasi sejak tanggal 8 Januari 2014.
Pada tahun 2015 operasional kegiatan ditingkatkan melalui operasionalisasi Cold Storage PPS Lampulo. Pada
tahun yang sama, PPS Lampulo menjadi lokasi puncak kegiatan hari nusantara ke 15 yang dibuka oleh Wakil
Presiden RI, Jusuf Kalla pada tanggal 12/12/2015. Dalam melakukan pembangunan PPS Lampulo, Pemerintah
Provinsi Aceh melakukan penyediaan lahan pembangunan TPI seluas 30 Ha, serta pembangunan infrastruktur
pendukung (jalan, listrik, air, gudang pengepakan).
Grafik 2.16 Pergerakan Inflasi Komoditas
Tongkol/Ambu-Ambu di Provinsi Aceh
Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah BI Aceh
PPS Lampulo direncanakan memiliki 3 (tiga) unit Gedung Cold Storage, saat ini telah dioperasikan 1 (satu) unit
gedung Cold Storage dengan kapasitas 100 ton. Jumlah rata-rata per bulan orang yang melakukan transaksi
mencapai 12.000 orang. Manfaat dari keberadaan PPS Lampulo yaitu dapat menurunkan kondisi asymetric
34,88
20,3423,68
20,01
11,95 11,56 13,17
3,446,53
1,82
-13,81
-24,29
-18,20
-10,17-6,49
-13,00
-5,87-1,89
-11,70
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
% (yoy)
Inflasi Tongkol (yoy) 2015 Inflasi Tongkol (yoy) 2016
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 57
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
information di kalangan nelayan, konsumen maupun para pedagang. Hal tersebut diminimalisir dengan kondisi
pasar yang lebih terbuka dan transparan di PPS Lampulo. Keberadaan dan pengoperasioan Cold Storage yang
disediakan oleh PPS Lampulo dapat memberikan solusi over supply saat musim melaut dan menjamin
ketersediaan stok saat cuaca buruk atau shortage. Sebagai akibatnya, inflasi komoditas ikan segar,
tongkol/ambu-ambu di Banda Aceh dapat lebih terkendali. Sejak dimulainya program PPS Lampulo, Laju inflasi
tongkol/ambu-ambu dari awal Januari 2015 hingga Juli 2016 terlihat mengalami tren yang menurun (Grafik
2.16). Hal ini menjelaskan bahwa Program PPS Lampulo cukup efektif untuk mengendalikan laju inflasi
komoditas tongkol/ambu-ambu.
Namun demikian, sejumlah tantangan masih perlu diatasi oleh pemerintah terkait dengan operasionalisasi PPS
Lampulo. Yaitu masih kurangnya pasokan air bersih ke dalam lokasi pelabuhan yang hingga saat ini belum
terselesaikan. Selain itu, belum adanya pasokan listrik yang sesuai dengan kapasitas optimal karena belum
dibangunnya gardu induk PLN oleh pemerintah.
58 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Mencermati tren Inflasi Aceh secara year on year (yoy) dan month to month (mtm) dalam kurun
waktu tiga tahun terakhir (2013 s.d 2015), terdapat pola dimana inflasi Aceh cenderung meningkat untuk
kelompok barang volatile food di bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Dari data perkembangan IHK Aceh untuk
sejumlah barang dan sasa di tahun 2015 (Grafik 1), komoditas yang memiliki kontribusi penyumbang inflasi
relatif tinggi pada bulan Ramadhan yaitu Ikan Tongkol, Daging Ayam Ras, Udang Basah, dan Sayur-
Sayuran.
Grafik 1. Data Kontribusi Penyumbang Inflasi Aceh Tahun 2015 Secara Month to Month
Sumber: BPS (diolah BI Aceh)
Untuk mengidentifikasi sejumlah komoditas yang memiliki risiko lonjakan inflasi pada bulan
Ramadhan dan Idul Fitri di tahun 2016, KPw BI Provinsi Aceh mendiseminasikan data Survei Pemantauan
Harga Mingguan (SPHM) di Rapat Teknis TPID Triwulan II 2016. Dari hal tersebut, diperoleh informasi
bahwa harga barang sejumlah komoditas seperti Beras, Tongkol/Ambu-ambu, Daging Sapi, dan Daging
Ayam Ras, di sejumlah pasar di Banda Aceh mulai merangkak naik menjelang “Meugang” menyambut bulan
Ramadhan (Grafik 2).
Menindaklanjuti hal tersebut, pada pelaksanaan Rapat Tim Teknis Penyusunan Strategi TPID
Menjelang Bulan Ramadhan dan Lebaran Tahun 2016 pada tanggal 11 Mei 2016, TIM Teknis TPID Aceh
mengusulkan beberapa program pengendalian inflasi Aceh untuk menghadapi risiko kenaikan harga
sejumlah komoditas. Program-program dimaksud disusun berdasarkan Strategi Pengendalian Inflasi 4K
yaitu:
1. Ketersediaan Pasokan - Menjamin pasokan komoditas pokok masyarakat yang memberi andil besar
terhadap inflasi.
2. Keterjangkauan Harga - Menjaga stabilitas harga komoditas utama masyarakat.
3. Kelancaran Distribusi - Menjamin tersalurkannya pasokan komoditas pokok kepada masyarakat.
4. Komunikasi Ekspektasi - Menjaga ekspektasi masyarakat terhadap pembentukan harga
Berdasarkan analisis 4K, terdapat beberapa alternatif kegiatan TPID Aceh yang dapat dilakukan
dalam rangka penanganan inflasi selama bulan Ramadhan (Bagan 1). Menindaklanjuti strategi pengendalian
inflasi tersebut dan untuk menjaga ekspektasi masyarakat terkait dengan perkembangan harga komoditas
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016 59
BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh
menjelang bulan Ramadhan, TPID Aceh melakukan kegiatan Sidak/ serta pemberitahuan melalui siaran pers
mengenai kondisi pasokan dan distribusi yang masih terkendali.
Salah satu pelaksanaan sidak pasar dilakukan pada tanggal 1 Juni 2016 di Pasar Peunayong Banda
Aceh dan dipimpin langsung oleh Gubernur Aceh Dr. H. Zaini Abdullah. Pemerintah Aceh pun memberikan
siaran pers di sejumlah surat kabar lokal guna memberitahukan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan
kebutuhan pokok masyarakat selama bulan Ramadhan. KPw BI Provinsi Aceh juga gencar melakukan iklan
layanan masyarakat yang berisikan himbauan belanja bijak di siaran-siaran radio lokal. Dengan demikian,
ekspektasi harga dan perilaku konsumsi masyarakat Aceh pun turut terjaga.
Grafik 2. Data perkembangan harga komoditas B.Aceh
Sumber: Survei Pemantauan Harga Mingguan (SPHM) KPw BI Prov.Aceh
Untuk mendukung kestabilan harga beras, Koordinasi antar anggota TPID ditingkatkan untuk
mengatur kelancaran distribusi dan timing penyaluran beras miskin. Karena hal tersebut memiliki pengaruh
yang besar terhadap masyarakat berkemampuan ekonomi lemah di samping untuk stabilisasi harga pangan
beras di pasar. Di samping itu, kondisi cuaca juga terus dipantau mengingat ketergantungan pasokan
komoditas ikan dan bahan pangan berbasiskan holtikultura sangat bergantung pada kondisi cuaca.
Untuk memitigasi fluktuasi harga barang pokok pada bulan Ramadhan, Bulog Provinsi Aceh telah
melaksanakan kegiatan operasi pasar. Dalam jangka panjang, Bulog Aceh juga telah mencanangkan
program Rumah Pangan Kita (RPK). RPK ini terimplementasi dalam bentuk outlet pemasaran bahan pangan
dan produk industri pangan strategis yang dibentuk dengan tujuan untuk memotong mata rantai distribusi
sehingga diharapkan dapat menurunkan harga/biaya transportasi. Di samping itu, program ini juga
diharapkan dapat semakin mendekatkan jangkauan produsen kepada para konsumen
Sebagai langkah mitigasi awal lonjakan kenaikan harga, Dinas Perhubungan Provinsi Aceh telah
melakukan pemantauan di jembatan timbang perbatasan antara Aceh dan Sumatera Utara. Data dari
pemantauan tersebut dapat menjadi informasi awal terkait dengan kondisi pasokan dan ketersediaan stok
berbagai komoditas penyumbang inflasi di Aceh. Pada awal bulan Ramadhan, TPID Aceh telah memperoleh
informasi pemantauan harga buah-buahan sudah mengalami peningkatan. Sehingga upaya pengendalian
lebih lanjut pun dilakukan agar kenaikan harga tidak terlalu signifikan. Strategi TPID Aceh lainnya untuk
menjaga agar jalur distribusi tetap lancar, maka diminta Dinas Perhubungan Aceh untuk melakukan
penelitian gangguan lalu lintas, termasuk kerusakan yang terjadi di jalan-jalan yang menjadi nadi utama
ekonomi Aceh.
60 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS-2016
4BAB 2
Perkembangan Inflasi Aceh
Bagan 1. Bagan Strategi Pengendalian Inflasi Aceh Selama Bulan Ramadhan 2016
Sumber: Bahan Rapat Tim Teknis TPID Aceh TW.II 2016
Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Aceh juga telah diminta oleh TPID Aceh untuk memasang
LED Display di beberapa pasar di kabupaten/kota di Aceh. LED Display tersebut dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya asymetric information di masyarakat terkait dengan perkembangan harga komoditas
di Pasar selama bulan Ramadhan. BKP juga telah merencanakan untuk melaksanakan kegiatan pasar murah
di beberapa titik di Aceh sebelum bulan Ramadhan. Kegiatan tersebut diharapkan dapat memperbaiki sistem
tata niaga pangan dengan mengurangi rantai produksi, agar komoditas pangan dapat lebih terjangkau.
Untuk mengoptimalisasi upaya pengendalian inflasi Aceh, TPID Aceh juga membuat jawdal
pelaksanan kegiatan operasi pasar murah dan inspeksi pasar di Aceh. Operasi pasar dilakukan di 23 (dua
puluh tiga) Kabupaten/Kota di Aceh. Khusus Banda Aceh, operasi pasar di lakukan di dua titik yaitu Pasar
Peunayong dan Gampong Ateuk Banda Aceh. Namun, terdapat juga pasar murah keliling yang diluncurkan
untuk menstabilkan harga di sejumlah titik di Banda Aceh.
Melalui upaya-upaya tersebut di atas, inflasi Aceh pada periode Ramadhan (Juni 2016) 1437 H
relatif terkendali dengan capaian 2,34% (yoy) atau 0,89% (mtm). Pasca Hari Raya Idul Fitri 1437 H, Indeks
Harga Konsumen (IHK) Provinsi Aceh di bulan Juli 2016 juga turut mengalami Inflasi yang relatif rendah,
yakni sebesar 0,52% (mtm) atau 2,31% (yoy). Secara bulanan dan tahunan, capaian inflasi Aceh pada
bulan Juli 2016 juga tercatat menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Untuk menjaga kestabilan harga
dalam sepanjang tahun 2016 untuk jangka panjang ke Depan. TPID Provinsi Aceh telah menyusun Roadmap
pengendalian inflasi Aceh yang berisikan program-program kerja SKPD Pemerintah Daerah dan Bank
Indonesia dalam rangka penanggulangan inflasi Aceh ke depan.
61 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan perekonomian Aceh di triwulan II 2016, sektor
korporasi masih terekspos kerentanan yang bersumber dari perlambatan sektor
pertambangan, pengolahan dan pertanian berbasis ekspor. Namun demikian optimisme
pelaku usaha terhadap perekonomian Aceh ke depan masih cukup tinggi yang tercermin
dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha. Kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke
Sektor Korporasi di Aceh berada di level yang perlu untuk mendapat perhatian lebih
khusus atau kurang baik. Hal ini tercermin dari indikator Non Performing Loans (NPL)
kredit pada sektor Korporasi di Aceh yang berada di atas level aman 5%.
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami peningkatan pada triwulan II-
2016. Kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi
Aceh masih cukup baik. Hal ini tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik
untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level yang berada jauh dibawah
critical point 5%. Namun demikian peningkatan tingkat pengangguran di Aceh yang
mencapai level 8,13% pada bulan Februari 2016 dari 7,73% pada periode yang sama
sebelumnya perlu terus mendapatkan perhatian karena dapat menjadi sumber kerentanan
sektor rumah tangga perseorangan.
KETAHANAN SEKTOR KORPORASI
3.1.1. Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Perekonomian Aceh di triwulan II-2016 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya karena penurunan ekspor
Aceh sebagai dampak perlambatan ekspor bahan mineral tambang, bahan kimia anorganik dan perlambatan
ekspor di sektor pertanian. Namun demikian hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia
mengindikasikan optimisme bahwa kegiatan usaha di tahun 2016 meningkat dibandingkan kondisi tahun
sebelumnya. Peningkatan kegiatan usaha tersebut tercermin pada saldo bersih tertimbang (SBT) 1 kegiatan
usaha sebesar 6,35% atau lebih tinggi dibandingkan SBT akhir triwulan I 2016 sebesar 4,34% (Grafik). Dunia
usaha memandang bahwa kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif dan diperkirakan akan terjadi
peningkatan kegiatan usaha di 2016. Peningkatan kegiatan usaha terutama disebabkan oleh sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan dengan SBT sebesar 2,21%, sebagai dampak optimisme yang timbul akibat
peningkatan tren harga komoditas dunia.
Sementara itu, berdasarkan SKDU, rata-rata kapasitas produksi terpakai menurun dari 91,63% pada triwulan II
2015 menjadi 56,89% pada triwulan laporan. Indikasi penurunan kapasitas produksi terjadi pada sektor
pertambangan yang secara rata-rata mengalami penurunan dari 100% pada tahun sebelumnya menjadi 40,22%
pada periode laporan (Grafik). Penurunan ini dikonfirmasi oleh ekspor bahan bakar mineral Aceh yang mengalami
perlambatan pada periode laporan.
3.1.2. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi
Kondisi korporasi di Aceh pada triwulan laporan menunjukkan adanya perbaikan kinerja ekonomi. Perbaikan
tersebut khususnya berasal dari korporasi di sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan.
1Saldo Bersih Tertimbang adalah hasil perkalian saldo bersih sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 62
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Berdasarkan hasil Liaison dan SKDU KPwBI Provinsi Aceh, adanya optimisme kenaikan harga komoditas
perkebunan, khususnya minyak kelapa sawit dan kopi membuat para korporasi merasa optimis terhadap kinerja
usaha mereka. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya tingkat penjualan korporasi tersebut. Kondisi
tersebut secara langsung juga ikut berdampak pada membaiknya kinerja perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek maupun jangka panjangnya.
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang dimiliki oleh nasabah korporasi di Aceh pada triwulan II-2016
mencapai Rp2,02 triliun atau tumbuh sebesar 25,99%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
terkontraksi sebesar 0,20%. Komposisi DPK korporasi di Aceh pada triwulan laporan masih didominasi oleh jenis
simpanan Giro dengan proporsi 67,03%, kemudian diikuti dengan deposito dengan proporsi 19,25%, dan
terakhir Tabungan dengan proporsi 13,71%. Secara nominal struktur DPK Aceh tergambar pada Grafik 4.2.
Grafik 4. 1. Perkembangan DPK Korporasi Grafik 4. 2. Komposisi DPK Korporasi
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Peningkatan tingkat pertumbuhan DPK korporasi di Provinsi Aceh terutama diakibatkan oleh peningkatan
tingkat pertumbuhan Giro. Pada triwulan laporan ini, pertumbuhan Giro korporasi adalah sebesar 49,75%
(yoy) dengan posisi sebesar Rp1,35 triliun, meningkat secara signifikan dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,63% (yoy). Pertumbuhan giro korporasi terjadi seiring dengan
pelunasan down payment dan pembayaran tahap awal proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Pertumbuhan Deposito korporasi adalah sebesar 0,72%(yoy) dengan posisi sebesar Rp388 miliar, menurun
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 2,22%, sedangkan Tabungan
korporasi terkontraksi sebesar 11,50% (yoy) dengan posisi sebesar Rp277 miliar atau mengalami
perlambatan kontraksi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 15,75% (yoy).
Grafik 4. 3. Perkembangan Tabungan Korporasi
Grafik 4. 4. Perkembangan Deposito Korporasi
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
I II III IV I II
2015 2016
Rp M
ilyar
DPK Korporasi Pertumbuhan DPK Korporasi(yoy)
67,03%
13,71%
19,25%Giro Korporasi
TabunganKorporasi
DepositoKorporasi
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
I II III IV I II
2015 2016
Rp M
ilyar
Giro Korporasi Growth Giro Korporasi
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II
2015 2016
Rp M
ilyar
Tabungan Korporasi Growth Tabungan Korporasi
63 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Pada triwulan laporan, suku bunga Giro korporasi berada pada level 1,61% atau sedikit menurun
dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 1,66% (Grafik 4.8). Hal ini senada dengan suku
bunga Tabungan korporasi yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya dari sebesar 3,40%
menjadi 3,71% pada triwulan laporan. Suku bunga Deposito korporasi juga cenderung sedikit menurun di
level 6,65% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 7,14%. Penurunan suku bunga DPK Korporasi di
Aceh sejalan dengan rangkaian penyesuaian BI-Rate pada bulan awal tahun 2016, dari sebelumnya 7,25%
pada bulan Januari 2016 menjadi 6,75% pada bulan Maret 2016
Grafik 4. 5. Perkembangan Giro Korporasi Grafik 4. 6. Perkembangan Suku Bunga DPK Korporasi
Sumber : LBU, diolah BI Aceh
Pembiayaan sektor Korporasi oleh perbankan berdasarkan lokasi proyek pada Triwulan-II 2016 menunjukkan
penurunan kontraksi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit Bank Umum yang diterima oleh
sektor korporasi di Aceh pada akhir Triwulan-II 2016 mencapai Rp31,91 triliun, terkontraksi sebesar 2,1% (yoy)
atau mengalami perlambatan kontraksi dibandingkan dengan kontraksi kredit korporasi pada Triwulan-I 2016
sebesar 2,81% (yoy) (Grafik 4.1).
Grafik 4. 7. Perkembangan Kredit ke Korporasi Grafik 4. 8. Perkembangan NPL Kredit ke Korporasi
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kredit yang disalurkan oleh Bank Umum di Aceh tersebut diterima oleh tiga sektor korporasi utama di Aceh yaitu
sektor Perdagangan Besar & Eceran, Pertanian, Kehutanan & Perikanan serta sektor Industri Pengolahan yang
mencapai 67,52% dari total kredit yang disalurkan ke sektor Korporasi di Aceh.
Kredit yang diterima oleh korporasi pada sektor pertanian di Aceh mencapai Rp1,78 triliun dan masih mengalami
pertumbuhan yang cukup tinggi pada triwulan laporan, yaitu sebesar 19,37% (yoy). Walaupun demikian, tingkat
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
I II III IV I II
2015 2016
Rp M
ilyar
Giro Korporasi Growth Giro Korporasi
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II
2015 2016
%
Giro Tabungan Deposito
-10%
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Kredit Ke Korporasi
Kredit Total
Growth Kredit Korporasi (yoy, Kiri))
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
4
4,5
5
I II III IV I II
2015 2016
%
Rp T
riliun
Kredit Ke Korporasi NPL Kredit ke Korporasi
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 64
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
pertumbuhan tersebut menurun dibandingkan dengan pertumbuhan kredit triwulan sebelumnya yang mencapai
sebesar 27,02% (yoy).
Seiring dengan perlambatan perekonomian pada sektor industri pengolahan, posisi kredit yang disalurkan
kepada sektor industri pengolahan mengalami peningkatan kontraksi dari 31,71% (yoy) pada triwulan I-2016,
menjadi terkontraksi sebesar 31,90% (yoy) pada triwulan laporan dengan baki debet sebesar Rp302,19 miliar.
Kredit ke sektor perdagangan di Aceh mencapai Rp753,39 miliar dan masih mengalami kontraksi sebesar 22,04%
(yoy), namun tingkat kontraksi tersebut mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya yang
terkontraksi lebih dalam sebesar 32,42%.
Grafik 4. 9. Komposisi Kredit Perbankan Di Aceh
Grafik 4. 10. Perkembangan Kredit dan NPL
Sektor Industri Pertanian
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Grafik 4. 11. Perkembangan Kredit dan NPL Korporasi
Sektor Perdagangan
Grafik 4. 12. Perkembangan Kredit dan NPL Korporasi
Sektor Pengolahan
Kualitas kredit yang disalurkan Bank Umum ke Sektor Korporasi meningkat. NPL kredit Bank Umum yang
disalurkan kepada sektor Korporasi di Aceh pada akhir Triwulan-II 2016 tercatat sebesar 7,18% (yoy), sedikit
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 7,54 % (yoy) (Grafik 4.18). Jika dilihat berdasarkan
sektor Korporasi utama, NPL Kredit yang disalurkan sektor Perdagangan di Aceh pada akhir Triwulan-II 2016
masih berada pada level yang tinggi yaitu sebesar 14,26%. Kondisi tersebut berbeda dengan rasio NPL kredit
yang disalurkan Bank Umum ke korporasi di sektor industri pengolahan dan pertanian yang masih terjaga rendah
di bawah level 5% yaitu masing-masing hanya sebesar 1,86% dan 2,13%.
7%
18%
42%
33%
Perdagangan
IndustriPengolahan
Pertanian
SektorLainnya 0
0,5
1
1,5
2
2,5
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
1,4
1,6
1,8
2
I II III IV I II
2015 2016
%
Rp T
riliun
Kredit Ke Pertanian NPL Pertanian (kanan)
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV I
2015 2016
%
Rp T
riliun
Kredit Ke Perdagangan NPL PHR (kanan)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
0
100
200
300
400
500
I II III IV I
2015 2016
%
Rp M
ilyar
Kredit Ke Industri Pengolahan
NPL Industri Pengolahan (kanan)
65 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
Grafik 4.13. Perkembangan Suku Bunga Kredit
Korporasi Di Aceh
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Tingkat suku bunga kredit korporasi terus
menunjukkan tren penurunan seiring dengan
rangkaian penyesuaian BI-Rate pada bulan
awal tahun 2016, dari sebelumnya 7,25% pada
bulan Januari 2016 menjadi 6,75% pada bulan
Maret 2016. Pada triwulan laporan, suku bunga
kredit perorangan berada pada level 12,27%
atau sedikit menurun dibandingkan suku bunga
triwulan sebelumnya sebesar 12,38% (Grafik
4.8).
KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA
3.2.1. Sumber kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Pertumbuhan konsumsi di Aceh cenderung mengalami peningkatan pada triwulan II-2016. Hal ini juga
terkonfirmasi dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) di triwulan II-2016
masing-masing sebesar 121,9 dan 115,2, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yaitu masing-masing
sebesar 110,4 dan 101,1. Demikian pula Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tercatat sebesar 128,37, lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 119,5. Optimisme konsumen pada triwulan laporan ini
didorong oleh adanya kepercayaan pada kondisi kegiatan dunia usaha saat ini. Di samping itu, sumber lain yang
juga menjadi faktor pendorong kenaikan optimisme ini adalah adanya kenaikan pada komponen konsumsi
barang-barang tahan lama dan perkiraan jumlah lapangan kerja.
Namun demikian peningkatan tingkat pengangguran di Aceh yang mencapai level 8,13% pada bulan Februari
2016 dari 7,73% pada periode yang sama sebelumnya dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan
rumah tangga perorangan di wilayah.
3.2.2. Eksposur Perbankan Terhadap Sektor Rumah Tangga
Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan yang dimiliki oleh nasabah perorangan di Aceh pada triwulan II-2016
mencapai Rp20,07 triliun atau tumbuh sebesar 23,38%, meningkat dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar 23,38%. Komposisi DPK perorangan di Aceh pada triwulan laporan masih didominasi oleh
jenis simpanan Tabungan dengan proporsi 76,32%, kemudian diikuti dengan deposito dengan proporsi 20,02%,
dan terakhir giro dengan proporsi 3,66%. Secara nominal struktur DPK Aceh tergambar pada Grafik 4.4.
Grafik 4. 14. Perkembangan DPK Perseorangan Grafik 4. 15. Komposisi DPK Perseorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
0%
500%
1000%
1500%
0
2
4
6
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Jumlah Kredit Korporasi (kanan)
BI Rate
Suku Bunga Kredit Korporasi
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
DPK Perseorangan Pertumbuhan DPK Perseorangan(yoy)
3,66%
76,32%
20,02%
Giro
Perseorangan
Tabungan
Perseorangan
Deposito
Perseorangan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 66
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Peningkatan tingkat pertumbuhan DPK perorangan di Provinsi Aceh terutama diakibatkan oleh peningkatan
tingkat pertumbuhan Tabungan. Pada triwulan laporan ini, pertumbuhan Tabungan perorangan adalah
sebesar 24,20% (yoy) dengan posisi sebesar Rp15,31 triliun atau meningkat dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 16,32% (yoy). Pertumbuhan Deposito perorangan adalah sebesar
17,29%(yoy) dengan posisi sebesar Rp4,02 triliun, menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada
triwulan sebelumnya sebesar 21,59%, sedangkan pertumbuhan Giro perorangan adalah sebesar 36,95%
(yoy) dengan posisi sebesar Rp735 miliar atau meningkat secara signifikan dibandingkan tingkat
pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 17,32% (yoy).
Grafik 4. 16. Perkembangan Tabungan Perseorangan Grafik 4. 17. Perkembangan Deposito Perseorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Pada triwulan laporan, suku bunga Deposito perorangan berada pada level 6,51% atau sedikit menurun
dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 6,82% (Grafik 4.8). Hal ini senada dengan suku
bunga Tabungan perorangan yang sedikit menurun dibanding triwulan sebelumnya dari sebesar 1,84%
menjadi 1,73% pada triwulan laporan. Suku bunga giro perorangan juga cenderung sedikit menurun di level
1,53% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1,54%.
Grafik 4. 18. Perkembangan Giro Perseorangan Grafik 4. 19. Perkembangan Suku Bunga DPK
Perseorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kredit berdasarkan lokasi proyek yang disalurkan oleh perbankan kepada sektor Rumah Tangga perorangan di
Aceh memiliki proporsi sebesar 44,59% dari total kredit. Pembiayaan kredit yang disalurkan kepada individu
perorangan di Provinsi Aceh mengalami perlambatan pertumbuhan (Grafik 4.20). Pada akhir Triwulan-II 2016
kredit yang disalurkan perbankan kepada perorangan mencapai Rp14,23 triliun atau tumbuh sebesar 9,67%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Tabungan Perseorangan
Pertumbuhan Tabungan Perseorangan (YoY, Kanan)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
0
1
1
2
2
3
3
4
4
5
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Deposito Perseorangan
Pertumbuhan Deposito Perseorangan (YoY, Kanan)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
DPK Perseorangan Pertumbuhan DPK Perseorangan(yoy)
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
I II III IV I II
2015 2016
%
Giro Tabungan Deposito
67 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
(yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan kredit rumah tangga di Triwulan-I 2016 sebesar 15,46 %
(yoy). Kredit rumah tangga terdiri dari Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp2,48 trilun (15,95%), Kredit
Kendaraan Bermotor (KKB) Rp1,26 triliun (8,86%), dan Multiguna sebesar Rp13,37 triliun (67,48%)
Mayoritas kredit perorangan di Aceh disalurkan untuk skim multiguna yang pada triwulan II-2016 mencapai
Rp13,37 triliun, atau tumbuh sebesar 10,28%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh
sebesar 16,55%. Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang disalurkan Bank Umum ke sektor Rumah Tangga di
Aceh di Triwulan-II 2016 mencapai Rp1,26 triliun, dimana tingkat pertumbuhannya menurun dibandingkan
triwulan lalu yang tumbuh sebesar 11,04%, menjadi terkontraksi sebesar 2,24% (yoy) pada triwulan laporan.
Selain dalam bentuk KKB, kredit Bank Umum yang diterima oleh sektor Rumah Tangga di Aceh juga berupa KPR
sebesar Rp2,48 triliun pada Triwulan-II 2016 . Kredit dalam bentuk KPR yang diterima oleh sektor rumah tangga
mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan laporan sebesar 2,63% (yoy) atau sedikit menurun
dibandingkan tingkat pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 4,39% (yoy).
Grafik 4. 20. Perkembangan Kredit Perorangan Grafik 4. 21. Perkembangan Kredit Multiguna
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Grafik 4. 22. Perkembangan KKB Grafik 4. 23. Perkembangan KPR
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Kualitas kredit yang disalurkan oleh perbankan ke sektor perorangan di Provinsi Aceh masih cukup baik. Hal ini
tercermin dari rasio Non Performing Loans (NPL) baik untuk kredit berupa KPR, KKB maupun multiguna di level
yang berada dibawah critical point 5%. NPL KPR pada Triwulan-II 2016 sebesar 2,53% atau menurun dari
triwulan sebelumnya sebesar 3,62%, sedangkan NPL KKB pada periode laporan mencapai 1,06%, sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 1% sedangkan NPL kredit multiguna hanya sebesar
0,45% atau sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dengan tingkat NPL 0,44% (Grafik 4.24).
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Kredit Perorangan
Kredit Total
Pertumbuhan (yoy,kanan)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Multiguna Pertumbuhan yoy Multiguna (kanan)
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
0,5
1
1,5
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
KKB Pertumbuhan yoy KKB (kanan)
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
18%
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
KPR Pertumbuhan yoy KPR (kanan)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 68
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Grafik 4. 24. Perkembangan NPL Kredit Perorangan Grafik 4. 25. Perkembangan Suku Bunga Kredit
Perorangan
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
Tingkat suku bunga kredit perorangan terus menunjukkan tren penurunan seiring dengan rangkaian
penyesuaian BI-Rate pada bulan awal tahun 2016, dari sebelumnya 7,25% pada bulan Januari 2016 menjadi
6,75% pada bulan Maret 2016. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit perorangan berada pada level
11,99% atau menurun dibandingkan suku bunga triwulan sebelumnya sebesar 12,08% (Grafik 4.8).
PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
3.3.1. Asesmen Penyaluran Pembiayaan UMKM
Penyaluran kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek di Provinsi Aceh pada Triwulan-II 2016 mengalami
peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Posisi kredit yang disalurkan perbankan kepada UMKM
di triwulan pelaporan ini mencapai Rp9,53 triliun, atau tumbuh sebesar 14,42% (yoy), meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,22%.
Namun demikian, hingga akhir Triwulan-I 2016 pangsa penyaluran kredit UMKM hanya mencapai 29,86% dari
total kredit yang disalurkan perbankan ke Provinsi Aceh. Kondisi ini mengindikasikan bahwa penyaluran kredit
kepada usaha mikro, kecil, dan menengah di Aceh masih cukup rendah. Apabila dilihat berdasarkan skala
usahanya, kredit UMKM masih didominasi oleh kredit skala kecil (rafik3.22). Kredit UMKM skala kecil (Rp 50juta
– Rp500 juta) yang disalurkan pada Triwulan-II 2016 mencapai Rp4,60 triliun, disusul oleh kredit skala mikro
(di bawah Rp50 juta) dengan baki debet sebesar Rp2,86 triliun dan kredit skala menengah (Rp500 juta – Rp5
miliar) senilai Rp2,06 triliun.
Grafik 4. 26. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4. 27. Komposisi Kredit UMKM
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
I II III IV I II
2015 2016
NPL KPR NPL KKB NPL Multiguna
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
10,5
11
11,5
12
12,5
13
13,5
14
14,5
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Posisi Kredit Perorangan
BI Rate
Suku Bunga Kredit Perorangan (kanan)
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0
2
4
6
8
10
12
I II III IV I II
2015 2016
Rp T
riliun
Total Pembiayaan UMKM (kiri)
Pertumbuhan (yoy)
Menengah22%
Kecil48%
Mikro30%
69 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
Terkait dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR), outstanding Kredit Untuk Rakyat (KUR) dengan total baki debet
tercatat sebesar Rp458,83 miliar (Grafik 4.23) dengan jumlah debitur sebanyak 13.361 debitur (Grafik 4.24).
Penyaluran KUR (total baki debet) Provinsi Aceh tersebut terkontraksi sebesar 7,0% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang telah terkontraksi sebesar 58,59% (yoy) (Grafik 4.24).
Grafik 4. 28. Perkembangan Penyaluran
KUR Aceh
Grafik 4. 29. Perkembangan
Debitur KUR Aceh
Sumber : LBU,diolah BI Aceh
3.3.2. Program Akses Keuangan dan Pengembangan UMKM
Dalam melaksanakan tugasnya mengawal kebijakan stabilitas sistem keuangan dan pengendalian inflasi
daerah, KPwBI Provinsi Aceh melakukan berbagai pengembangan UMKM dan sosialisasi akses keuangan. Salah
satu program unggulan yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia pada tahun 2016 adalah pengembangan program
pengendalian inflasi klaster bibit bawang merah pada salah satu sentra bawang di Provinsi Aceh, yaitu Kabupaten
Pidie dan Aceh Besar.
Komoditas bawang merah merupakan komoditas yang sedang dirintis produksinya oleh Pemerintah
Provinsi Aceh. Sentra produksi bawang merah di Aceh berada di Kabupaten Pidie, Bener Meriah dan Aceh Tengah.
Bahkan pada tanggal 30 Juli 2015 telah dilaksanakan Jambore Bawang Merah Nasional di Kabupaten Pidie. Walau
demikian, Aceh belum dapat untuk mencukupi kebutuhannya sendiri. Puncak panen bawang merah di Aceh
terjadi hampir selama 6-7 bulan setiap tahun, dan terkonsentrasi antara bulan Maret s.d. September. Kebutuhan
Bawang Merah untuk Provinsi Aceh Tahun 2015 diperkirakan adalah sebesar 31.809 ton sedangkan produksi
bawang merah di Aceh baru 6.706,5 ton mencapai dan berarti kekurangannya harus dipasok dari luar daerah,
terutama dari Sumatera Utara dan Jawa Tengah.
Persediaan Bawang Merah yang sering menipis dipasaran seringkali menimbulkan gejolak harga.
Menipisnya persediaan Bawang Merah disebabkan produksi yang tidak stabil dan pasokan dari luar daerah yang
suplainya tidak menentu. Kebutuhan komoditas bawang merah bagi masyarakat Aceh yang didatangkan dari
luar daerah mengakibatkan sebuah ketergantungan yang dapat menjadi kendala ketika terjadi kendala pasokan,
baik itu kegagalan panen dari daerah sumber penghasil maupun gangguan distribusi sehingga angkutan tidak
dapat melayani pengangkutan distribusi bahan pokok yang tidak pelak secara bersamaan memicu terjadinya
kenaikan harga jual bawang merah. Hal ini berpotensi berdampak buruk bagi perekonomian, ditandai dengan
inflasi yang tinggi.
Oleh karena itu, BI mendukung langkah budidaya benih bawang merah dalam rangka pengendalian
inflasi dan kedaulatan pangan di Provinsi Aceh. Salah satu kendala yang dihadapi oleh petani dalam berproduksi
adalah keterbatasan benih. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara musiman, yang pada
umumnya dilakukan pada musim kemarau (April s.d. Oktober), sehingga mengakibatkan produksi dan harganya
berfluktuasi sepanjang tahun. Untuk mencegah terjadinya fluktuasi produksi dan fluktuasi harga yang sering
merugikan petani, maka perlu upaya budidaya yang dapat berlangsung sepanjang tahun.
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
0
100
200
300
400
500
600
700
I II III IV I II
2015 2016
Rp M
ilia
r
Total Pembiayaan KUR (Kiri) Pertumbuhan (yoy)
-70%
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
I II III IV I II
2015 2016
Jumlah Debitur KUR (kiri) Pertumbuhan (yoy)
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 70
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
Pada tahun 2014 Bank Indonesia menginisiasi program pengembangan klaster pengendalian inflasi
bawang merah di Kabupaten Pidie dengan membuat program uji adaptasi dan demonstration plot bekerja sama
dengan petani penangkar yang telah bersertifikasi dan juga pemerintah kabupaten Pidie dalam membina dan
memberikan sertifikat benih hasil penangkaran bawang merah tersebut untuk dijual sebagai bibit. Tujuan
pengembangan klaster mencakup penyediaan varietas unggul bawang merah kualitas sebagai salah satu upaya
substitusi terhadap ketergantungan impor dan Pengembangan sentra produksi dan perluasan areal tanam.
Gambar 4.1 Demplot Bawang Merah
Gambar 4.2. Praktek Lapangan Budidaya
Bawang Merah
Dengan pemanfaatan ilmu dan teknologi yang sesuai, tanaman bawang merah pada demonstration plot
ternyata dapat menghasilkan panen yang optimal walaupun mendekati musim penghujan. Pada demplot bawang
merah, panen yang dilaksanakan pada permulaan musim penghujan dimana sebagian panen bawang gagal,
benih bawang merah yang ditangkarkan berhasil tumbuh dan dapat dipanen. Hal ini akan membantu pemerataan
jumlah produksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Program pengendalian inflasi melalui klaster bawang kembali dilanjutkan pada tahun 2016.
Berdasarkan identifikasi permasalahan terkini, Usaha budidaya bawang merah dibiayai oleh petani sendiri, masih
belum banyak yang memperoleh pembiayaan dari kredit perbankan. Kesenjangan informasi (Asymetric
Information) antara produk perbankan beserta persyaratan yang ditetapkan dengan pengetahuan yang dimiliki
usaha mikro kecil (UMK) sebagai salah satu dari penyebab masih belum optimalnya fungsi intermediasi
perbankan pada sektor usaha produktif. Di satu sisi, pelaku UMK masih mengalami keterbatasan informasi
mengenai pola usaha yang layak dibiayai oleh bank.
Dengan menyadari hal tersebut, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh terus mendukung
pengembangan komoditas klaster bawang merah yang ada setelah dilakukannya demplot dengan
mengembangkan manajemen usaha pembibitan bawang merah melalui usaha kelompok yang mengedepankan
aspek keuntungan serta kesinambungan dalam segi keuntungan maupun kelestarian lingkungan serta
pemberdayaan masyarakat. Mengingat komoditas ini telah banyak diusahakan oleh masyarakat dalam skala
usaha rumah tangga sehingga menjadi salah satu sumber mata pencaharian yang dapat menyerap tenaga kerja,
meningkatkan pendapatan keluarga, dan memberikan multiplier effect pada masyarakat di sekitarnya.
Terlihat dalam kondisi masyarakat yang ada, walaupun sebagian besar petani sudah tergabung dalam
kelompok tani, namun pada prakteknya, budidaya bawang merah kebanyakan dilakukan secara individu. Artinya
fungsi kelompok tani belum dijalankan secara maksimal. Motivasi petani dalam membudidayakan bawang merah
diantaranya adalah karena harga jual bawang merah yang cukup baik dengan pola perubahan yang statis,
meneruskan usaha yang telah ada, pemasaran yang terjamin, sumber daya alam yang mendukung, atau adanya
keterampilan yang sederhana.
Untuk mencapai produktivitas bawang merah yang maksimal, budidaya harus dilakukan secara intensif
sehingga perlu keuletan dan ketelatenan ekstra, terutama dalam hal pengendalian hama dan penyakit bawang
71 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan Pengembangan
Akses Keuangan & UMKM
merah. Bawang merah termasuk komoditi yang rentan terhadap serangan hama penyakit yang dapat
menyebabkan gagal panen. Untuk menanggulangi masalah tersebut diatas, Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Aceh menggalakkan tema “Petani Pintar” dimana selain unggul dalam aspek produksi, para petani
dituntut untuk unggul dalam aspek organisasi.
Pembinaan kelompok petani ini dilakukan di dua kabupaten yakni Kabupaten Pidie dan Aceh Besar.
Bekerja sama dengan pemerintah daerah terkait yakni Pemerintah Kabupaten Pidie serta Pemerintah Kabupaten
Aceh Besar, bersama sepakat dalam mengembangkan komoditas bawang merah dengan disepakatinya Nota
Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Aceh serta Pemerintah Kabupaten Pidie dan Aceh Besar secara bersama-sama dengan kewenangan masing-
masing untuk turut serta mengalokasikan sumber daya bagi pengembangan komoditas bawang merah di wilayah
masing-masing.
Gambar 4.2 Penyerahan Bantuan Sarana Tani
Gambar 4.2. Capacity Building Kunjungan Ke Petani
Bawang Di Brebes
Wujud dari aksi tersebut ialah adanya pendampingan selama 6 (enam) bulan terhadap kelompok petani
binaan di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh Besar dengan mengedepankan aspek manajemen produksi,
keuangan dan pemasaran sehingga petani dapat mengatasi kendala-kendala tersebut. Petani bawang merah
binaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh telah mendapatkan pendampingan mengenai
manajemen usaha yang baik. Diantaranya pencatatan, analisis usaha, dan pembuatan laporan keuangan. Saling
bertukar informasi juga pengalaman dilakukan petani-petani bawang merah ini dengan pengusaha/petani
bawang merah yang telah sukses.
Setelah adanya demplot yang memprakarsai adanya manajemen produksi yang baik dengan teknologi
yang sesuai dengan standar budidaya yang baik dan benar, kelompok petani didampingi oleh konsultan
manajemen keuangan untuk melakukan pencatatan dalam setiap aspek pengeluaran dalam proses produksinya.
Pencatatan ini dilakukan untuk memberikan kesadaran bagi petani penangkar dalam menyadari biaya yang
dikeluarkan dalam setiap siklus produksi sehingga petani menyadari biaya yang produktif dan biaya yang tidak
produktif serta menelusuri setiap biaya dengan jelas dan terukur.
Setelah itu pada setiap siklus produksi didapat laporan keuangan sederhana yang memperlihatkan
neraca dan laba rugi yang dilakukan oleh petani. Laporan keuangan sederhana ini berguna bagi entitas keuangan
seperti perbankan, koperasi serta pihak berkepentingan yang lainnya dalam mengambil keputusan untuk
melakukan investasi dalam sektor pertanian berikut. Laporan keuangan ini mengurangi adanya informasi yang
tidak simetris antara institusi keuangan serta pelaku UMKM dalam mengambil keputusan untuk pembiayaan pada
usaha ekonomi UMKM yang dimaksud dalam hal ini petani penangkar bawang merah dengan usaha penangkaran
bawang merah.
Para petani yang tergabung dalam kelompok tani tersebut mulai difungsikan secara aktif dengan adanya
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai fondasi saling percaya dan komitmen antar anggota
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 72
BAB 4
Stabilitas Keuangan Daerah Dan
Pengembangan Akses Keuangan & UMKM
kelompok tani dalam mewujudkan usaha bersama yang berkelanjutan dan berkesinambungan demi
kesejahteraan bersama memenuhi kebutuhan hidup dengan rasa gotong royong dan kekeluargaan. Struktur
organisasi ditentukan dalam musyawarah kelompok dengan beberapa fungsi strategis yang berperan dalam
jabatan tertentu seperti jabatan inti, ketua, sekretaris dan bendahara serta badan pengawas untuk mengawasi
jalannya jabatan inti sesuai aturan yang berlaku.
Dengan adanya manajemen keuangan yang terpercaya melalui laporan keuangan sederhana yang dapat
dijadikan acuan dalam memberikan kinerja serta struktur fondasi organisasi yang memberikan tanggung jawab
bagi pihak luar dalam meyakini kelangsungan hidup kelompok tani tersebut. Kantor Perwakilan Bank Indonesia
senantiasa berkontribusi dalam upaya pengembangan kelompok bagi tercapainya produksi komoditas yang
berkelanjutan dan memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan masyarakat dan tercapainya pengendalian
inflasi dan keuangan inklusif.
73 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Aliran uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan
adanya peningkatan net outflow dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukan peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume maupun nominal
KINERJA SISTEM PEMBAYARAN
Perkembangan Sistem Pembayaran Tunai
Seiring dengan momen menjelang perayaan hari raya Idul Fitri dan masuknya bulan Ramadhan 1437H. Aliran
uang kartal melalui Bank Indonesia di Banda Aceh dan Lhokseumawe menunjukkan adanya net outflow, atau
cenderung keluar dari Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat. Posisi netflow mengalami pertumbuhan
negatif sebesar 927,8% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami inflow sebesar Rp413,45 miliar
menjadi outflow sebesar Rp3,42 triliun pada triwulan laporan. Pertumbuhan tahunan netflow mencatat
peningkatan outflow sebesar 191,9% (yoy), meningkat signifikan apabila dibandingkan periode yang sama tahun
lalu yang terkontraksi sebesar 334,6%.
Aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) mengalami pertumbuhan negatif sebesar 40,4% (qtq)
dari sebesar Rp1,62triliun pada triwulan I 2016 menjadi Rp967,77 miliar pada triwulan II 2016. Sebaliknya,
aliran uang kartal dari Bank Indonesia menuju perbankan dan masyarakat (outflow) pada triwulan pelaporan
tercatat sebesar Rp4,39 triliun atau lebih tinggi 262,7% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp1,2 triliun.
Posisi net inflow yang tinggi saat triwulan II sejalan dengan pola historisnya. Hal ini didorong
oleh peningkatan aliran uang keluar dari Bank Indonesia ke perbankan/masyarakat seiring dengan masuknya
hari raya Ramadhan dan Idul Fitri 1437 H.
Secara tahunan, pertumbuhan posisi inflow pada triwulan laporan mengalami perlambatan dari 175,9% (yoy)
pada triwulan I 2016 menjadi 105,4% (yoy) pada triwulan II 2016. Namun demikian pertumbuhan posisi outflow
sebesar 162,5% (yoy) lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya yang sebesar 115,7% (yoy).
Dalam rangka meningkatkan kualitas uang beredar di masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Aceh secara rutin melaksanakan kegiatan kas keliling baik di dalam kota (Banda Aceh dan sekitarnya), luar kota,
maupun remote area (daerah terpencil). Pada periode triwulan II-2016 telah dilaksanakan kegiatan kas keliling
di Kota Banda Aceh sebanyak 20 kali, dan di Kabupaten Aceh Barat pada tanggal 27 s.d 30 Mei 2016 dan di Kota
Sabang tanggal 8 s.d 10 Juni 2016 yang seluruhnya terserap ke masyarakat. Selain itu untuk memenuhi
kebutuhan uang layak edar masyarakat di wilayah pesisir barat Aceh, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Grafik 5. 1. Perkembangan Inflow Outflow Grafik 5. 2. Perkembangan Uang Tidak Asli
Sumber : BI Aceh
-4000
-3000
-2000
-1000
0
1000
2000
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Outflow Inflow Netflow
10
21
33
58
130
24 24
80
27
71
118
44
210
0
20
40
60
80
100
120
140
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
Lem
bar
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 74
BAB 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
Aceh juga telah membuka kas titipan sejak 25 Februari 2016 bertempat di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk,
Cabang Blangpidie.
Penemuan uang palsu di Provinsi Aceh pada triwulan laporan meningkat menjadi
sebanyak 10 lembar dari triwulan sebelumnya sebanyak 2 lembar (grafik 5.2). Penemuan tersebut antara lain
berasal dari hasil setoran bank, setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari temuan perbankan yang
dilaporkan ke Bank Indonesia. Secara nominal, uang palsu yang ditemukan berada dalam pecahan Rp100.000
sebanyak 5 lembar, 4 lembar dalam pecahan Rp50.000 dan 1 lembar pecahan Rp5.000.
Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Kegiatan sistem pembayaran nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui Sistem Kliring Nasional
Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, baik dari sisi volume
maupun nominal (Grafik 5.).
Secara triwulanan, pada triwulan II-2016 penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI tercatat sebesar 91.770
Data Keuangan Elektronik (DKE) atau meningkat sebesar 25,34% dibandingkan dengan periode yang sama
triwulan sebelumnya sebesar 73.218 DKE. Nilai transaksi yang diproses melalui SKNBI sebesar Rp4,62 triliun
atau meningkat 13,22% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp4,08 triliun.
Peningkatan aktivitas transaksi melalui SKNBI tersebut sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga
sebagaimana terkonfirmasi dari peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen Bnak
Indonesia. IKK pada triwulan berjalan berada pada level optimis dan tercatat sebesar 121,9 lebih tinggi
dibandingkan IKK triwulan sebelumnya sebesar 110,4.
Secara tahunan, volume transaksi ritel melalui SKNBI pada periode triwulan II-2016 tercatat meningkat sebesar
197,87% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 30.809 DKE. Nilai transaksi yang
diproses melalui SKNBI sebesar meningkat 141,41% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar Rp1,06 triliun.
Grafik 5. 3. Perkembangan Nilai Kliring Grafik 5. 4. Perkembangan Volume Kliring
Sumber : BI Aceh
Aktivitas kliring yang meningkat signifikan pada triwulan laporan didorong oleh implementasi Peraturan Bank
Indonesia No.17/9/PBI/2015 tanggal 5 Juni 2015 tentang Penyelenggaraan Transfer Dana dan Kliring Berjadwal
oleh Bank Indonesia yang berlaku efektif per 1 Januari 2016. Dengan adanya peraturan tersebut, SKNBI Generasi
II melayani transfer dana masyarakat melalui sistem kliring sebanyak 5 kali dalam sehari (sebelumnya 4 kali),
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%
Rp
Milia
r
Nominal (Kiri) g_NomKliring(QtQ)
g_NomKliring(YoY)
-1
-0,5
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016
%
Volume (kiri)
g_VolKliring(QtQ)
g_VolKliring(YoY)
75 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 5
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
sementara Layanan Kliring Warkat Debit ditingkatkan menjadi 4 kali dalam sehari (sebelumnya 1 kali) dengan
jam layanan 9,5 jam (sebelumnya 8 jam) dan nilai maksimal transaksi Rp500 juta pertransaksi (sebelumnya Rp
100 juta). Selain itu, penyempurnaan dalam SKNBI Generasi II juga mencakup perluasan akses kepesertaan
terhadap Penyelenggaraan Transfer Dana Selain Bank Umum, yaitu menambah juga Penyelenggara Transfer
Dana (PTD) Non Bank khusus untuk Layanan Transfer Dana (Kliring Kredit). Hal ini memungkinkan masyarakat
melakukan transfer dana ke seluruh wilayah Indonesia secara aman, murah dan efisien.
Pada triwulan II 2016, transaksi perputaran kliring terbesar masih didominasi kota Banda Aceh sebagai kota
pusat perekonomian di Provinsi Aceh. Secara volume dan nominal transaksi kliring di kota Banda Aceh mencapai
masing-masing sebesar Rp2,50 triliun dan 46.043 DKE. Aktivitas kliring pada triwulan laporan di kota Banda
Aceh menunjukkan pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu sebesar 40,97% dari
sisi volume dan 42,05% dari sisi nominal.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 76
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Masyarakat
Tingkat partisipasi angkatan kerja di Provinsi Aceh hingga bulan Februari 2016 mencapai
64,24%, atau menurun dibanding bulan Februari 2015 yang mencapai 66,37. Sementara
itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Aceh berada pada level 8,13%, meningkat
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,73%.
Tingkat Kemiskinan di Provinsi Aceh berdasarkan data terakhir bulan Maret 2016 tercatat
sebesar 16,73%. Angka tersebut menurun dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada
bulan Maret 2015 yang mencapai 17,08%. menurunnya tingkat kemiskinan di Aceh
tersebut diakibatkan oleh adanya menurun tingkat kemiskinan di daerah pedesaan
sebesar -0,73%, sementara itu tingkat kemiskinan di daerah perkotaan cenderung
meningkat sebesar 1,22%.
KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Aceh
berdasarkan survei tenaga kerja BPS per Februari
2016 menunjukan jumlah angkatan kerja di
Provinsi Aceh pada Februari 2016 mencapai 2235
juta orang, atau menurun sebanyak -26 ribu orang
dari jumlah angkatan kerja di bulan Februari 2015
sebanyak 2261 juta orang.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi
Aceh pada Februari 2016 mencapai 8,13%, lebih
tinggi dibandingkan TPT bulan Februari 2015
sebesar 7,73%.
Grafik 6. 1. Perkembangan Kondisi Ketenagakerjaan Aceh (%)
Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2015, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2016 di sektor
pertanian, industri pengolahan mengalami penurunan sedangkan penduduk yang bekerja di sektor jasa-jasa
meningkat.
Sektor pertanian masih merupakan sektor utama yang mempengaruhi keadaan ketenagakerjaan di Provinsi
Aceh. Pekerja di sektor pertanian mencapai 738 ribu orang, menurun sebanyak 122 ribu orang dibandingkan
dengan bulan Februari 2015 sebanyak 860 ribu orang. Sedangkan pekerja di sektor industri adalah sebanyak
299 ribu orang atau menurun sebesar -5 ribu orang dibandingkan dengan bulan Februari 2015 sebanyak 304
ribu orang. Pekerja di sektor Jasa-Jasa meningkat sebanyak 93 ribu orang dari 923 ribu orang pada bulan
Februari 2015 menjadi 1016 ribu pada bulan Februari 2016. (Grafik 6.2).
Feb Agu Feb Agu Feb
2014 2015 2016
TPAK 65,32 63,06 66,37 63,44 64,24
TPT (rhs) 6,75 9,02 7,73 9,93 8,13
0
2
4
6
8
10
12
61
62
63
64
65
66
67
TPAK TPT (rhs)
77 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
Grafik 6. 2. Perkembangan Tenaga Kerja Aceh menurut Lapangan
Kerja Utama (dalam ribu jiwa)
Grafik 6. 3 Porsi Tenaga Kerja menurut Status Pekerjaan Utama
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Secara sederhana, pendekatan kegiatan formal dan informal dari penduduk yang bekerja dapat diidentifikasi
berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori
berusaha dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan, sedangkan selebihnya termasuk pekerja informal.
Berdasarkan identifikasi ini, maka pada bulan Februari 2016 sebesar 853 ribu orang (41,55%) bekerja pada
kegiatan formal dan 1200 juta orang (58,45%) bekerja pada kegiatan informal. Situasi ini menggambarkan
bahwa sebagian besar tenaga kerja di Provinsi Aceh adalah tenaga kerja di sektor informal, yang artinya tenaga
kerja di Provinsi Aceh mayoritas tidak memiliki perlindungan yang memadai bagi tenaga kerja. Karena pekerja
di sektor informal tidak dilindungi dengan hak-hak yang didapatkan oleh tenaga kerja di sektor formal.
Apabila dilihat secara rinci menurut status pekerjaan utama, situasi ini masih serupa dengan kondisi
ketenagakerjaan pada bulan Februari 2016. Status pekerjaan utama yang terbanyak adalah sebagai
buruh/karyawan/pegawai sebesar 0,35% diikuti oleh berusaha sendiri sebesar 0,19% kemudian pekerja
keluarga/tidak dibayar 0,11% lalu berusaha dibantu buruh tidak tetap sebesar 0,03%. Pekerja dengan status
berusaha sendiri mengalami penurunan paling banyak dibanding yang lain yakni sebanyak -78 ribu orang. Hal
ini senada dengan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor jasa-jasa, karena mayoritas pekerja di sektor jasa-
jasa adalah pekerja yang berusaha sendiri.
4.2. KESEJAHTERAAN
Sampai dengan periode bulan Maret 2016,
tingkat kemiskinan1 di Provinsi Aceh mengalami
penurunan dibandingkan dengan bulan Maret
2015. Jumlah penduduk miskin di Aceh pada
bulan Maret 2016 mencapai 848 ribu jiwa
(16,73%) atau menurun sebanyak -3 ribu orang
jika dibandingkan dengan periode Maret 2015
yang mencapai 852 ribu orang (17,08%) (Grafik
6.4).
Grafik 6. 4. Perkembangan Kemiskinan Aceh
1 Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan
0
200
400
600
800
1000
1200
Feb Agu Feb Agu Feb
2014 2015 2016
Pertanian
Ind.pengolahan
Jasa-jasa
21%
17%
3%38%
9%
12%
Berusaha Sendiri
Berusaha dibantu buruhtdk tetap/Buruh tdkdibayarBerusaha dibantu butuhtetap
Buruh/Karyawan/Pegawai
Pekerja bebas dipertanian
Pekerja keluarga / tidakdibayar
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 78
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Masyarakat
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada Maret 2015 yaitu 17,08%, terdapat penurunan
persentase penduduk miskin sebesar -0,35%. Sementara itu, jika dibandingkan dengan periode semester
sebelumnya yakni September 2015, tingkat kemiskinan di Aceh juga mengalami menurun sebanyak -10,97 ribu
orang (naik 0,92%). Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut bersumber dari penurunan angka kemiskinan
di daerah pedesaan sebesar 3,57% sedangkan di daerah perkotaan menurun sebesar -1,41%. Adanya penurunan
realisasi anggaran belanja pemerintah yang diimplementasikan dalam berbagai proyek pembangunan
diperkirakan menjadi faktor pendorong adanya naiknya tingkat kemiskinan di Aceh (Grafik 6.5).
Grafik 6. 5. Perkembangan Angka Kemiskinan
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Grafik 6. 6. Angka Kemiskinan Nasional Menurut Provinsi
Tingkat kemiskinan di Aceh saat ini menduduki urutan ke-7 tertinggi dibandingkan 33 Provinsi lainnya (Grafik
6.6). Adapun 10 provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi lainnya dari rendah ke tinggi berturut-turut
adalah Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Gorontalo, Bengkulu, Aceh, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Tengah dan Lampung (grafik 6.7).
Nilai Tukar Petani (NTP) Aceh yang mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat petani yang mayoritas
tinggal di pedesaan pada 2015 mengalami peningkatan dibandingkan NTP triwulan sebelumnya sebesar 68,81
menjadi 69,45. Angka realisasi NTP subsektor tanaman pangan, hortikultura, perikanan, tanaman perkebunan
rakyat masing-masing mengalami mengalami penurunan, penurunan, peningkatan, penurunan, peningkatan
dibandingkan dengan angka NTP pada 2014, kecuali sektor (Grafik 6.7 dan 4.9). Apabila dibandingkan dengan
provinsi lainnya di wilayah Sumatera, NTP Aceh berada di posisi ke-1 terendah (Grafik 6.8).
Grafik 6. 7. Perkembangan NTP Aceh Grafik 6. 8. NTP Tiap Provinsi di Wilayah
Sumatera pada triwulan IV 2015
15
16
17
18
19
20
750
800
850
900
950
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015
%
Rib
u J
iwa
Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Orang)
Angka Kemiskinan (rhs)
0
5
10
15
20
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%
Kota Desa Nasional
0
5
10
15
20
25
30D
KIJ
Ban
gka
Ria
u
Mal
ut
Ria
u
Jab
ar
Sulb
ar
Jate
ng
Lam
bu
ng
Ace
h
Mal
uku
Pap
ua
Aceh (16,73%)
Nasional 10,86%
79 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Grafik 6. 9. NTP Aceh Menurut Sub Sektor pada triwulan IV 2015
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Dimensi lain yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi kemiskinan adalah tingkat kedalaman dan keparahan
dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan
kemiskinan juga sekaligus dapat mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.
Pada periode Maret 2016, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan sebesar 0,33. Indeks
Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan dari 19,44 pada Maret 2015 menjadi 19,11 pada Maret 2016. Hal
ini serupa dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) yang penurunan sebesar -0,31. Indeks ini mengalami
penurunan dari 11,13 pada Maret 2015 menjadi 10,82 pada Maret 2016.
Jika dibandingkan dengan semester sebelumnya, yakni periode September 2015, Indeks Kedalaman Kemiskinan
(P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan mengalami
penurunan dari 10,92 pada September 2015 menjadi 11,13 pada Maret 2016. Di samping itu, Indeks Keparahan
Kemiskinan pada periode yang sama menurun dari 19,56 menjadi 19,11. (Grafik 6.10 dan 4.11)
80
90
100
110
120
130
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
It Ib NTP
0
20
40
60
80
100
120
140
80
85
90
95
100
105
110
I II III IV I II III IV I II
2014 2015 2016
T.Pangan HortikulturaPerikanan TP RakyatPeternakan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 80
BAB 6 Perkembangan Ketenagakerjaan &
Kesejahteraan Masyarakat
Grafik 6. 10. Indeks Kedalaman Kemiskinan & Indeks
Keparahan Kemiskinan Aceh
Grafik 6. 11. Indeks Kedalaman Kemiskinan & Indeks
Keparahan Kemiskinan Nasional
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
Indikator lain untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM
merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur pencapaian pembangunan manusia di suatu wilayah.
Pembangunan manusia di Provinsi Aceh terus mengalami perbaikan. Data terakhir pada tahun 2015 mencatat
bahwa IPM Aceh mencapai 69,45, atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
namun demikian masih lebih rendah daripada IPM nasional sebesar 69,55. Capaian IPM yang terus meningkat
dari tahun ke tahun merupakan indikasi positif bahwa kualitas manusia di Aceh semakin membaik dari aspek
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi (Grafik 6.12).
Aspek terakhir yang menggambarkan kualitas hidup manusia yaitu standar hidup layak yang digambarkan
melalui indikator pengeluaran per kapita. Indikator ini memperlihatkan tingkat kesejahteraan yang dapat
dinikmati oleh penduduk dan sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian. Data publikasi BPS terakhir
mencatat selama periode 5 tahun (2011-2015) pengeluaran per kapita Aceh menunjukkan peningkatan dari
tahun ke tahun. Pengeluaran per kapita Aceh tahun 2015 tercatat sebesar Rp8,53 juta, atau telah mengalami
peningkatan sebesar Rp235,57 ribu dibandingkan tahun 2014 (Grafik 6.13).
Grafik 6. 12. Indeks Pembangunan Manusia Aceh
Grafik 6. 13. Pengeluaran Per Kapita Aceh (Dalam Ribu Rp)
Sumber BPS Prov Aceh diolah BI Aceh
0
1
2
3
4
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015 2016
%
Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan
0
1
2
3
Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar
2011 2012 2013 2014 2015 2016
% Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan
67,09
67,45
67,81
68,30
68,81
69,45
66,53
67,09
67,70
68,31
68,90
69,55
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Aceh Nasional
7.933,73
8.043,67 8.134,01
8.288,79 8.297,48
8.533,05
2010 2011 2012 2013 2014 2015
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 81
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
Perekonomian Aceh pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh meningkat pada kisaran
3,13% - 4,13% (yoy).
Dari sisi penawaran, sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yang
cukup signifikan sementara itu sektor pertambangan dan industri pengolahan
diperkirakan masih mengalami kontraksi. Dari sisi permintaan, peningkatan konsumsi
diperkirakan memberikan andil utama dalam pertumbuhan namun defisit neraca
perdagangan daerah Aceh masih menjadi penghambat.
Pada tahun 2016 inflasi Aceh diperkirakan masih berada pada level antara 2,39% -
3,39% (yoy). Tekanan diperkirakan bersumber dari inflasi kelompok volatile food.
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH
Pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan II 2016 sebesar 3,66% atau berada di bawah proyeksi pada triwulan
sebelumnya yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,62% – 4,62%. Perekonomian Aceh
tumbuh dibawah potensi optimumnya dikarenakan terjadi perlambatan ekspor, terutama ekspor batubara,
bahan kimia anorganik dan ekspor produk pertanian.
Tabel 7. 1. Perkembangan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Aceh (yoy,%)
2013 2014 2015 2016
I II IIP IIIP IVP 2016P
2,83 1,65 (0,72) 3,66 3,54 3,62-4,62 3,2-4,2 3,10-4,10 3,13-4,13
Sumber : BPS Provinsi Aceh
*) Angka perkiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Perekonomian Aceh pada triwulan III 2016 diperkirakan akan tumbuh positif antara 3,2% dan 4,2% dan pada
triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh sebesar 3,1% sampai 4,1%. Secara keseluruhan perekonomian Aceh
tahun 2016 diperkirakan mengalami pertumbuhan antara 3,13% dan 4,13%, lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan perekonomian Aceh tahun 2015 yang mengalami kontraksi 0,72%.
Sumber pertumbuhan ekonomi Aceh pada triwulan-III 2016 diperkirakan masih akan berasal dari pengeluaran
konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah seiring dengan peningkatan konsumsi menjelang persiapan
pilkada serentak 2017 serta peningkatan alokasi dana desa. Sementara itu, dari sisi penawaran sektor
pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan masih menjadi sektor yang memacu pertumbuhan ekonomi
Aceh di tengah risiko penurunan harga komoditas dunia.
Tabel 7. 2. Hasil Proyeksi PDRB Aceh 2016 Sisi Permintaan (yoy, %)
Sektor 2016
2016P I II IIIP IVP
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
3,94% 5,08% 4,94% 6,15% 5,04%
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 4,96% 9,32% 1,64% 6,77% 5,67%
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah -1,84% 9,53% 5,57% 3,62% 1,71%
82 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,17% 12,03% 2,85% 4,37% 4,28%
Net Ekspor 16,55% 49,29% 11,47% 10,02% 8,57%
Total (Median) 3,66% 3,54% 3,70% 3,60% 3,63%
Sumber : Proyeksi BI Aceh
Dari sisi permintaan, keseimbangan internal dan eksternal yang baru diperkirakan kembali terbentuk seiring
dengan permintaan domestik yang masih tetap kuat serta meningkatnya ekspor komoditas non migas.
Permintaan domestik yang kuat diperkirakan ditandai dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah
tangga dan belanja pemerintah yang meningkat. Peningkatan konsumsi rumah tangga dan pemerintah masih
mengandalkan APBA Aceh yang diperkirakan akan meningkat pada tahun 2016.
Oleh karena itu, pertumbuhan pada tahun 2016 tergantung dari seberapa besar realisasi APBA di tahun 2016.
Agenda pilkada serentak di Aceh pada tahun 2017 merupakan salah satu faktor yang mendorong peningkatan
pertumbuhan komponen konsumsi di tahun 2016 karena berdasarkan historisnya, kegiatan kampanye dan
persiapan pilkada akan memberikan dampak terhadap peningkatan konsumsi. Dengan kondisi optimis ini
pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan pemerintah pada tahun 2016 masing-masing diperkirakan sebesar
5,04% dan 1,71%. Namun, disisi lain, pilkada serentak ini juga memiliki risiko menghambat pertumbuhan jika
konsentrasi pilkada membuat proyek-proyek pemerintah pada tahun 2016 menjadi terbengkalai.
Alokasi dana desa dari pemerintah pusat kepada Provinsi Aceh yang sebesar Rp3,8 Triliun atau meningkat
sebesar 123,5% dibandingkan tahun sebelumnya diperkirakan dapat memberikan stimulus perekonomian bagi
masyarakat Aceh, khususnya di daerah pedesaan apabila serapannya dapat dimaksimalkan.
Kinerja neraca perdagangan Aceh tahun 2016 diperkirakan masih belum pulih jika dibandingkan dengan era
sebelum habisnya ekspor gas Aceh pada triwulan IV 2014. Namun demikian, dengan semakin besarnya concern
pemerintah pada upaya peningkatan daya saing komoditas unggulan, diharapkan terjadi perbaikan kinerja
ekspor sehingga ekspor Aceh diperkirakan akan tumbuh positif hingga 8,57%
Ketergantungan Aceh terhadap pasokan barang dari daerah lain (Sumatera Utara) masih menjadi faktor utama
dalam pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2016. Peningkatan konsumsi rumah tangga dan konsumsi
pemerintah diperkirakan akan meningkatkan defisit neraca perdagangan Aceh sebesar 13,44%. Selain itu,
proyek-proyek infrastruktur yang terlaksana pada tahun 2016 diperkirakan juga akan meningkatkan impor luar
negeri Aceh.
Sementara itu, seiring dengan realisasi megaproyek infrastruktur listrik & pengairan serta pengembangan
sumber pertumbuhan ekonomi baru, investasi pada tahun 2016 diperkirakan akan meningkat. Dana investasi
yang masuk terkait beberapa megaproyek yang diselenggarakan di Provinsi Aceh serta pembangunan pabrik
semen baru di Kabupaten Pidie pada tahun 2016 juga diharapkan dapat mendorong perekonomian Aceh dari
sisi permintaan. Investasi masih tetap akan tumbuh positif pada tahun 2016 sebesar 4,28%. Program
pemerintah untuk meningkatkan daya saing daerah lewat pengembangan kawasan strategis, agropolitan,
minapolitan serta kawasan industri; peningkatan realisasi investasi serta pertambahan nilai tambah produk
komoditas unggulan yang dikonkritkan melalui sinergi program SKPA pada tahun 2016 dapat pemenuhan
pasokan bahan pangan dan beberapa komoditas inti yang saat ini masih dipenuhi lewat antar-daerah. Upaya
pemerintah untuk memperbaiki kondisi keamanan, serta mempromosikan investasi akan semakin memperkuat
peran investasi dalam pertumbuhan.
Dari sisi penawaran, sektor utama yang diperkirakan akan menjadi penyangga ekonomi Aceh pada tahun 2016
adalah sektor pertanian, sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Sektor pertanian diproyeksikan mengalami
peningkatan seiring dengan tren membaiknya harga komoditas unggulan seperti sawit, kakao dan kopi. Dengan
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 83
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
kondisi tersebut, sektor pertanian diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan yang signifikan sebesar
4,13%.
Seiring dengan meningkatnya investasi di Aceh terkait dengan megaproyek nasional, pembangunan kawasan
industri dan kawasan khusus serta pembangunan pabrik semen baru, sektor konstruksi diharapkan dapat
menyumbang andil pertumbuhan yang cukup tinggi. Pada tahun 2016 sektor konstruksi diperkirakan tumbuh
sebesar 11,87%, jauh lebih tinggi daripada tahun sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 4,53%.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Aceh masih terhambat sektor pertambangan dan industri pengolahan yang
terkontraksi cukup dalam. Penghentian ekspor mineral mentah dan morotarium tambang serta berhentinya
produksi gas masih menjadi pemicu utama menurunnya kinerja sektor ini. Berhentinya ekspor batubara di Aceh
juga turut menyumbang terkontraksinya sektor pertambangan yang diperkirakan dapat mencapai -14,46%
pada tahun 2016.
Dari sisi eksternal, terdapat beberapa risiko yang masih perlu diwaspadai, antara lain: lemahnya pertumbuhan
ekonomi global, ketidakpastian ekonomi Tiongkok yang meningkat. Namun demikian ketidakpastian atas
peningkatan suku bunga acuan Amerika Serikat (fed fund rate) cenderung mereda dan harga komoditas dunia
berada dalam tren peningkatan pada tahun 2016.
Dengan kondisi tersebut, beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah Aceh untuk dapat menjaga
pertumbuhan ekonomi Aceh antara lain:
1. Memberikan stimulus perekonomian berupa percepatan realisasi APBA, tren peningkatan pertumbuhan
pengeluaran pemerintah terutama untuk proyek pembangunan harus dipertahankan karena merupakan
sumber utama penopang pertumbuhan Aceh.
2. Merumuskan kebijakan untuk menurunkan defisit neraca perdagangan Aceh, diantaranya melalui upaya
pembuatan model kerjasama perdagangan antar daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten / kota
yang memprioritaskan pemenuhan komoditas strategis dari Aceh sendiri, selain itu percepatan
pembangunan pabrik-pabrik pengolahan harus dilakukan agar produk dengan nilai tambah yang terbesar
berada di Aceh.
3. Melakukan penguatan daya saing daerah. Tren peningkatan ekspor non migas Aceh saat ini harus
dipertahankan dan bahkan ditingkatkan melalui upaya: (i) Peningkatan nilai tambah komoditas pertanian
dan perkebunan seperti gabah, kopi, CPO, karet, dan kokoa melalui integrasi dengan industri pengolahan
pertanian sebagai sektor unggulan baru Aceh; (ii) Meningkatkan kemudahan dalam berusaha dan
berinvestasi di Aceh melalui pembentukan kawasan khusus seperti kawasan industri maupun kawasan
ekonomi khusus; (iv) Menumbuhkan sektor perdagangan & akomodasi melalui peningkatan infrastruktur,
regulasi maupun tata kelola pariwisata potensial di Aceh; (v) pembentukan forum peningkatan daya saing
daerah dan Regional Investment Relation Unit untuk meningkatkan awareness Aceh sebagai daerah
berpotensi, baik dan terpercaya.
84 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
BAB 7 Prospek Perekonomian Daerah
7.2. INFLASI PROVINSI ACEH
Tabel 7. 3. Perkembangan dan Perkiraan Inflasi Aceh (yoy, %)
2015 2016
I II III IV I II IIP IIIP IVP
5,44 6,24 4,18 1,53 3,55 2,34 3,19-4,19 1,74 – 2,74% 2,39-3,39
Sumber : BPS Provinsi Aceh
*) Angka perkiraan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh
Laju inflasi Aceh pada triwulan laporan yaitu 2,34%, berada di bawah range proyeksi KPw BI Provinsi Aceh
maupun sasaran inflasi nasional sebesar 4±1%. Namun demikian, secara keseluruhan inflasi Aceh pada tahun
2016 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2015 dengan kisaran 2,39% - 3,39% (yoy). Faktor
utama penyebab peningkatan inflasi Aceh pada tahun 2016 adalah kebijakan pemerintah dalam penghapusan
subsidi tarif listrik secara bertahap, peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat serta risiko cuaca buruk pada
akhir tahun.
Pada triwulan III-2016, inflasi Aceh diperkirakan berada pada kisaran 1,74% - 2,74% (yoy), lebih rendah
dibandingkan inflasi Aceh pada triwulan III-2015 sebesar 4,18%. Penyesuaian harga BBM pada bulan April
2016 terkait perkembangan harga minyak dunia yang cenderung menurun telah mengurangi tekanan inflasi di
tahun 2016. Namun demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi pada
semester II-2016, yakni: i) Perayaan Meugang & Ramadhan ii) Dampak kebijakan penyesuaian harga berbagai
komoditas dalam kelompok administered prices khususnya UMR, Cukai Rokok, LPG dan tarif tenaga listrik iii)
iii) tren kenaikan harga komoditas dunia, terutama emas sejak bulan Januari 2016.
Koordinasi intensif antara BI dan pemerintah dalam Tim pengendalian inflasi Daerah (TPID) Aceh diperlukan
untuk menjaga laju inflasi sehingga inflasi Aceh pada akhir tahun 2016 agar berada dalam kisaran target yaitu
4±1%. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga laju inflasi antara lain:
1. Pengalokasian APBN dan APBD dalam memperbaiki konektivitas perhubungan dan energi untuk
mendukung kelancaran distribusi barang dan mendukung peningkatan ketersediaan pasokan.
2. Menyinergikan program kerja SKPA untuk pengendalian inflasi di Aceh melalui dokumen roadmap TPID
Aceh.
3. Senantiasa memonitor perkembangan harga, stok dan produksi komoditas bahan makanan sebagai dasar
dalam pelaksanaan intervensi pengendalian harga melalui program operasi pasar, beras sejahtera dan
pasar murah.
4. Mendorong upaya pengembangan infrastruktur dan antisipasi kerusakan infrastruktur khususnya
infrastruktur yang mendukung produksi bahan pangan dan terkait transportasi untuk menjamin
kelancaran pasokan barang.
5. Melakukan diseminasi dan komunikasi terkait inflasi untuk menjaga ekspektasi harga di masyarakat.
6. Meningkatkan kelancaran distribusi barang ke masyarakat melalui pasar alternatif, seperti Toko Tani
Indonesia atau optimalisasi pasar induk.
7. Melakukan upaya untuk meningkatkan kecukupan pangan melalui upaya pemanfaatan bibit unggul, serta
aplikasi metode dan teknologi tepat guna.
8. Melaksanakan kerjasama perdagangan antar provinsi/kabupaten/kota terkait pemenuhan stok komoditas
strategis di Aceh secara tepat waktu dan tepat guna.
9. Mendorong peningkatan stok untuk menjaga ekspektasi pasar, salah satunya melalui optimalisasi program
Sistem Resi Gudang (SRG) dan pemanfaatan cold storage.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 86
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
Administered price Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah Aceh yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi
masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah.
Faktor Fundamental Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,
eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non Fundamental Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar
kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan
(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah
(administered price)
Indeks Ekspektasi Konsumen Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan
skala 1–100.
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan
konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala
1–100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui
peningkatan modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Liaison Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada
pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan
cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri
minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan
sebelumnya.
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
87 KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016
LAMPIRAN
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah
negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
Sektor ekonomi dominan Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai
pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROV. ACEH AGUSTUS 2016 88
LAMPIRAN
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Ahmad Farid
KOORDINATOR PENYUSUN
Handoko
EDITOR
Akhmad Ginulur
TIM PENULIS
Akhmad Ginulur
Ridwan Sobirin
Fadhil Muhammad
Muhamad Yoga Pranata
KONTRIBUTOR
Unist Statistik, Survei & Liaison
Unit Operasional Kas
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI ACEH
JL. Cut Mutia No.15, Banda Aceh
Telp. (0651) 32320 ext. 8205| Fax. (0651) 34116
Softcopy dapat diunduh pada tautan:
http://www.bi.go.id/web/id/publikasi/ ekonomi_regional/aceh/