kckct

34
TUGAS PAPER KIMIA FARMASI ANALISIS I “SPEKTROFOTOMETRI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI” Disusun oleh: Adam 260110070003 Imam Adi W. 260110070005 Asep Nurrachman Y. 260110070007 Yusrina Nur A. 260110070011 Eva Kartika 260110070013 Ghesa Kalista 260110070015 Aryo Genta 260110070017 Revika Rachmaniar 140510060063

Upload: apelia-candra-rini

Post on 28-Oct-2015

310 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kckt

TRANSCRIPT

Page 1: KCKCT

TUGAS PAPER

KIMIA FARMASI ANALISIS I

“SPEKTROFOTOMETRI KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI”

Disusun oleh:

Adam 260110070003

Imam Adi W. 260110070005

Asep Nurrachman Y. 260110070007

Yusrina Nur A. 260110070011

Eva Kartika 260110070013

Ghesa Kalista 260110070015

Aryo Genta 260110070017

Revika Rachmaniar 140510060063

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PADJAJARAN

Page 2: KCKCT

2009

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Pendahuluan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut dengan

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun

1960-an dan awal tahun 1970-an. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan

sejumlah senyawa organic, anorganik, maupun senyawa biologis dalam jumlah banyak

dan dalam skala proses industry (Rohman dan Gandjar, 2007).

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika

dihubungkan dengan spectrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika

sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Rohman dan

Gandjar, 2007).

Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik dimana solute atau zat terlarut terpisah oleh

perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute-solut ini melewati suatu kolom

kromatografi. Pemisahan solute-solut ini diatur oleh distribusi solute dalam fase gerak

dan fase diam.

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok, yaitu :

1. Wadah fase gerak,

2. Sistem penghantar fase gerak,

3. alat untuk memasukkan sampel,

4. Kolom,

5. Detektor,

6. Wadah penampung buangan fase gerak,

7. Tabung penghubung, dan

Page 3: KCKCT

8. Suatu computer atau integrator atau perekam (Rohman dan

Gandjar, 2007).

Wadah Fase Gerak pada KCKT

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong

ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini

biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum

digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab

adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor

sehingga akan mengacaukan analisis. Adanya pengotor dalam reagen dapat menyebabkan

gangguan pada system kromatografi. Adanya partikel kecil yang kecil dapat terkumpul

dalam kolom, sehingga dapat mengakibatkan suatu kekosongan pada kolom atau tabung

tersebut. Karenanya, fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk

menghindari partikel-partikel kecil ini (Rohman dan Gandjar, 2007).

Fase Gerak pada KCKT

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat

bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi

dan resolusi ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat

komponen-komponen sampel. Deret eluotrofik yang disusun berdasarkan polaritas

pelarut merupakan panduan yang berguna dalam memilih fase gerak yang digunakan

KCKT (Rohman dan Gandjar, 2007).

Nilai pemenggalan UV merupakan panjang gelombang dimana pada kuvet 1cm,

pelarut akan memberikan absorbansi dari 1,0 satuan absorbansi. Sangat dianjurkan untuk

menggunakan panjang gelombang deteksi yang tidak bertepatan atau disekitar dengan

panjang gelombang pemenggalan UV pelarut yang digunakan sebagai fase gerak

(Rohman dan Gandjar, 2007).

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan fase terbalik adalah

campuran larutan buffer dengan methanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk

pemisahan dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah

Page 4: KCKCT

campuran pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorasi atau menggunakan

pelarut-pelarut jenis alcohol. Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum disbanding

dengan fase terbalik (Rohman dan Gandjar, 2007).

Fase diam

Fasa diam adalah fasa yang secara tetap tidak bergerak, biasanya berbentuk

partikel dan terletak di dalam tabung kolom. Kebanyakan fase diam pada KCKT, berupa

silica yg dimodifikasi secara kimiawi, silica yang tidak dimodifikasi, atau polimer –

polimer stiren, dan divinil benzen. Permukaan silica adalah polar dan sedikit asam karena

Adanya residu gugus silanol (Si-OH). Oktadesil silica merupakan fase diam yang paling

banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa – senyawa dengan kepolaran

yang rendah, sedang, maupun tinggi. Fase diam eksklusi dan penukar ion dapat

menggunakan silica atau polimer. Asam sulfonat merupakan fase diam dengan

mekanisme penukar kation, sementara ammonium quartener mempunyai mekanisme

penukar anion. Fase diam kiral telah dikembangkan untuk memisahkan campuran

enansiomer, akan tetapi jenis fase diam ini mahal dan mempunyai waktu hidup yang

pendek. Tersedianya berbagai macam fase diam jenis fase terikat dan polimer telah

memunculkan berbagai macam KCKT (Gandjar dan Abdul, 2009).

Fase diam Mekanisme sorpsi Karakteristik fase diam

Silika yang tidak

dimodifikasi

Adsorpsi, fase normal Polar, waktu retensi bervariasi

karena adanya air yang diserap

Fase terikat

Oktadesil silica-

C18H35(ODS)

Oktil silica-C8H17

Propil silica-C3H7

Partisi, fase terbalik Nonpolar, akan tetapi gugus

silanol yang tidak direaksikan

akan menyebabkan solut-solut

yang polar, terutama solut basa,

akan mengekor. Kisaran pH

terbatas pada kisaran antara 2,5-

7,5. Semua fase diam ini akan

mampu memisahkan sejumlah

Page 5: KCKCT

besar solut.

Fase terikat

Aminopropil-C3H6NH2

Partisi yang

dimodifikasi, fase

normal atau fase terbalik

Polar, untuk memisahkan

senyawa-senyawa karbohidrat.

Kisaran pH terbatas pada

kisaran antara 2,5-7,5.

Fase terikat

Asam sulfonat-

(CH2)nSO3H

Penukar kation Transfer massa lambat

karenanya akan melebarkan

puncak, kapasitas sampel

terbatas, kisaran pH terbatas

pada kisaran antara 2,5-7,5

untuk bahan-bahan yang berasal

dari silica.

Fase terikat

Amin kuartener-

(CH2)nNR3OH

Penukar anion -

Fase terikat

Silika dengan porositas

terkendali

Eksklusi ukuran Sesuai baik untuk fase gerak

berair atau pelarut organic.

Kisaran pH terbatas pada

kisaran 2,5-10

Fase terikat

Silica α-,β-,γ-

siklodekstrin

Selektifitas kiral

berdasarkan pada

interaksi adsorpsi

Mahal, waktu hidup kolom

terbatas, resolusi kolom peka

terhadap komposisi fase gerak

Polimer

Polimer stirin atau divinil

benzene baik yang

dimodifikasi atau tidak

Partisi, eksklusi, atau

penukar ion

Non polar jika polimer tidak

dimodifikasi, stabil pada kisaran

pH 1-13

Page 6: KCKCT

dengan gugus penukar ion

(Kealey and Haines, 2002).

Detektor

HPLC mempunyai keunggulan dibanding kromatografi lain, yaitu mempunyai banyak

pilihan detektor yang dapat digunakan. Detektor merupakan suatu bagian integral dari

sebuah peralatan analitik kromatografi cair yang modern.

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel

2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu menditeksi solut kadar – kadar

yang sangat kecil

3. Stabil dalam pengoperasiannya

4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.

Untuk kolom konvensional, selnya bervolume 8mikrol atau lebih kecil, sementara

kolom mikrobor selnya berukuran satu mikro atau lebih kecil

5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solute pada kisaran yang

luas (kisaran dinamis linier)

6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar dan

Abdul, 2009).

Secara garis besar, detektor dalam KCKT dapat dikelompokan:

1. Berdasarkan pengukuran diferensial suatu sifat yang dimiliki baik oleh molekul

sampel maupun fase gerak (bulk property detector), detektor dapat dibedakan

menjadi:

Page 7: KCKCT

a. Detektor Indeks Bias

Detektor indeks bias merupakan detektor yang juga luas penggunaannya setelah

detektor ultraviolet. Dasarnya ialah pengukuran perbedaan indeks bias fase gerak

murni dengan indeks bias fase gerak yang berisi komponen sampel, sehingga

dapat dianggap sebagai detektor yang universal pada KCKT. Detektor ini kurang

sensitif dibanding dengan detektor ultraviolet dansangat peka terhadap perubahan

suhu.

b. Detektor konduktivitas

c. Detektor tetapan dielektrika

2. Berdasarkan pengukuran suatu sifat yang spesifik dari molekul sampel (disebut solute

property detector)

a. Detektor-detektor fotometer (uv-vis dan inframerah)

b. Detektor Polarografi dan radioaktif

c. Kedua detektor ini dipengaruhi oleh variasi laju aliran (Andrew, 2008).

Detektor spektrofotometrik

Detektor spektrofotometri , biasanya dalam daerah ultraviolet, digunakan secara luas.

Idealnya, spektrofotometri yang nyata dengan pemilihan panjang gelombang yang

sempurna akan memberikan fleksibilitas yang maksimal untuk mendeteksi berbagai

macam zat terlarut dengan sensitivitas yang sangat baik, sel sample yang biasa akan

digantikan dengan suatu alir untuk melewatkan larutan eluen kolom guna menembus

berkas sample dari peralatan tersebut. Spektrofotometer ultraviolet yang modern

merupakan salah satu detektor yang sangat mahal, sehingga dibutuhkan suatu kompromi.

Biaya yang lebih rendah mencerminkan penggunaan spektrum garis lampu uap merkuri

dan bukan suatu sumber kontinyu dan monokromator, penyaring-penyaring yang

sederhana mengisolasi garis yang diinginkan di dalam spektrum merkuri.

Page 8: KCKCT

Pemilihan panjang gelombang yang terbatas itu tampaknya membatasi, tetapi detektor-

detektor sederhana ini bekerja dengan baik pada banyak kasus. Contohnya, protein yang

menyerap semua pada 280 nm akibat adanya rantai samping asam amino aromatik, dan

hampir semua senyawa aromatik termasuk yang banyak diminati di bidang biologi

(yakni: purin, pirimidin, nukleosida, nukleotida, dan asam nukleat) dapat dideteksi pada

254 nm. Sensitivitas bervariasi berdasarkan kecocokan antara lain pita absorpsi zat

terlarut dan panjang gelombang detektor yang tersedia dan intensitas pita dan panjang

jalan yang melewati sel detektor, tetapi sebagai pedoman kasar, detektor ultraviolet akan

dapat “melihat” kuantitas nanogram, bisa kita katakan bahwa susunannya 1000 kali lebih

sensitiv daripada detektor indeks bias. Sebagai tambahan, detektor ini relatif tidak sensitif

terhadap temperatur.

Detektor Fluorometrik

Detektor-detektor yang didasarkan pada fluroresens sudah semakin biasa. Jenis yang

paling serbaguna mampu menghasilkan eksitasi variabel yang terus menerus di sepanjang

suatu jangkauan panjang gelombang yang lebar dengan memanfaatkan sebuah sumber

kontinyu dan monokromator, biasanya penyaring-penyaring yang sederhana digunakan

untuk mentransmisikan emisi pendaran pada foto detektor sambil menahan radiasi

eksitasinya. Versi yang lebih murah menggunakan penyaring pada sisi eksitasi maupun

sisi emisi dan memanfatkan sumber dengan panjang gelombang eksitasi yang lebih

terbatas. Banyak senyawa dapat dideteksi dengan fluoresens, termasuk diantaranya

banyak pencemar lingkungan, seperti hidrokarbon aromatik polisiklik, dan yang diminati

dalam bidang biologi, seperti vitamin, obat-obatan dan neurotransmitter. Kadang-kadang

fasa bergerak melewati suatu reaktor pasca kolom dimana komponen-komponen sample

nonfluoresensnya dikonversikan menjadi turunan berpendar. Suatu contoh yang paling

terkenal adalah pendeteksian asam-asam amino pada tingkat subnanogram setelah reaksi

dengan reagen fluoresamin (fluorescamin).

Page 9: KCKCT

Detektor Elektrokimia

Detektor elektrokimia biasanya didasarkan pada daya hantar listrik (konduktometri) dan

polarografi. Detektor jenis konduktometri biasanya digunakan untuk mendeteksi solute-

solut yang dapat mengalami reaksi redoks baik senyawa organic maupun anorganik.

Pada detektor ini, larutan eluen dari kolom memasuki sebuah sel di mana larutan tersebut

mengalir di atas permukaan sebuah elektroda yang diberi potensial pada suatu harga,

dimana komponen-komponen smpel mengalami reaksi transfer electron. Pendeteksian

jenis ini telah digunakan, misalnya untuk neurotransmitter dan metabolisme mereka di

dalam ekstra selular dari jaringan otak hewan percobaan, senyawa-senyawa seperti

dopamin, norepinefrin, serotonin dan asam homovanilik menghasilkan arus oksidasi pada

elektroda karbon mirip yang diberi potensial +0,60 V vs. Sebuah elektroda referensi

perak-perak klorida. Elektroda referensi pada umumnya melewati semacam jembatan

garam (Cephy, 2008).

Interpretasi output dari detector spektrofotometrik

Output akan direkam sebagai rangkaian puncak-puncak, dimana masing-masing

puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor dan menerap sinar

UV. Sepanjang pengontrolan kondisi kolom, dapat digunakan waktu retensi untuk

membantu mengidentifikasi senyawa yang diperoleh, tentunya setelah mengukur

senyawa-senyawa murninya dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama. Dapat juga

digunakan puncak sebagai jalan untuk mengukur kuantitas dari senyawa yang dihasilkan.

Mari beranggapan bahwa tertarik dalam senyawa tertentu, X.

Jika menginjeksi suatu larutan yang mengandung senyawa murni X yang telah

diketahui jumlahnya pada instrumen, maka tidak hanya dapat merekam waktu retensi dari

senyawa tersebut, tetapi juga dapat menghubungkan jumlah dari senyawa X dengan

puncak dari senyawa yang dihasilkan.

Page 10: KCKCT

Area yang berada dibawah puncak sebanding dengan jumlah X yang melalui detektor,

dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui layar komputer. Area dihitung sebagai

bagian yang berwarna hijau dalam gambar (sangat sederhana).

Jika larutan X kurang pekat, area dibawah puncak akan berkurang meskipun waktu

retensi akan sama. Misalnya,

Ini berarti dimungkinkan mengkalibrasi instrumen sehingga dapat digunakan untuk

mengetahu berapa jumlah substansi yang dihasilkan meskipun dalam jumlah kecil.

Meskipun demikian, harus berhati-hati. Jika mempunyai dua substansi yang berbeda

dalam sebuah campuran (X dan Y)

Dalam gambar, area di bawah puncak Y lebih kecil dibanding dengan area dibawah

puncak X. Ini mungkin disebabkan oleh karena Y lebih sedikit dari X, tetapi dapat sama

karena Y mengabsorbsi sinar UV pada panjang gelombang lebih sedikit dibanding

dengan X. Ini mungkin ada jumlah besar Y yang tampak, tetapi jika diserap lemah, ini

akan hanya memberikan puncak yang kecil (Andrew, 2008).

Page 11: KCKCT

Komputer, Integrator, atau Rekorder

Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau rekorder, dihubungkan

dengan detektor. Alat ini mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu

memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh

seorang analis (pengguna) (Sudjadi, 2008).

Rekorder saat ini jarang digunakan karenaa rekorder tidak dapat

mengintegrasikan data, sementara itu baik integrator maupun komputer mampu

mengintegrasikan puncak-puncak dalam kromatogram. Komputer mempunyai

keuntungan lebih karena komputer secara elektronik mampu menyimpan kromatogram

untuk evaluasi di kemudian hari (Sudjadi, 2008).

Jenis-jenis KCKT

1. Kromatografi Adsorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan

menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90%

kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat

gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika

mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga

dapat menyebabkan puncak yang berekor (tailing) (Sudjadi, 2008).

Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alumina berupa pelarut

nonpolar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air, atau alkohol rantai pendek

untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekoran puncak,

misalnya n-heksana ditambah metanol (Sudjadi, 2008).

Pemilihan fase gerak pada kromatografi adsorpsi ini terbatas jika detektor yang

digunakan adalah spektrofotometer UV. Hal ini terkait dengan adanya nilai pemenggalan

UV (UV cut off) pelarut-pelarut yang digunakan sebagai fase gerak (Sudjadi, 2008).

Page 12: KCKCT

2. Kromatografi Partisi

Kromatografi jenis ini disebut juga dengan kromatografi fase terikat. Kebanyakan

fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase

terikat. Seajauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hirokarbon-

hidrokarbon nonpolar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil

(Sudjadi, 2008).

Fase diam yang paling p[opuler digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18)

dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik (Sudjadi, 2008).

Sebagai fase gerak adalah campuran metanol dan asetonitril dengan air atau

dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan

pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami

ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya

dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang

tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat

(Sudjadi, 2008).

3. Kromatografi Penukar Ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau

anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran,

meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah pilistiren resin (Sudjadi,

2008).

Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media

air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya

air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air,

retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta pH fase

gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini

disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk

gugus penukar ion pada resin (Sudjadi, 2008).

Page 13: KCKCT

Jenis ion dalam fase gerak dapat berpengaruh secara nyata pada retensi solut

sebagai akibat dari perbedaan kemampuan ion fase gerak berinteraksi dengan resin

penukar ion. Urutan retensi dari berbagai anion untuk resin penukar anion polistirena

berikatan silang konvensional adalah sebagai berikut : sitrat > sulfat > oksalat > iodida >

nitrat > kromat > bromida > sianida > klorida > format > asetat > hidroksida > fluorida

(Sudjadi, 2008).

4. Kromatografi Eksklusi Ukuran

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat

digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat milekul >2000

dalton (Sudjadi, 2008).

Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus

sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase

diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih

dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul

yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati

porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, adalam pemisahan

dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti

tipe kromatografi yang lain (Sudjadi, 2008).

Dua tipe bahan sebagai fase diam yang digunakan dalam kromatografi ini adalah

gel dari senyawa organik (polimer), dan silika gel yang mudah berinteraksi dengan

polimer. Fase diam yang lebih banyak digunakan adalah senyawa kopolimer dari stiren

dan divinilbenzen yang tidak disertai dengan gugus ionik sulfonat dan amina seperti pada

fase diam penukar ion (Sudjadi, 2008).

Porositas yang terjadi tergantung pada terjadinya interaksi silang antara dua

senyawa tersebut. Berdasar atas struktur tersebut, maka fase diam bersifat hidrofobik,

akan tetapi dengan memasukkan gugus sulfonat, atau poliakrilik, maka fase diam akan

menjadi hidrofilik sehingga dapat juga digunakan untuk memisahkan molekul yang larut

dalam air seperti polisakarida. Berikut adalah beberapa fase diam yang dapat digunakan

pada kromatografi eksklusi ukuran (Sudjadi, 2008).

Page 14: KCKCT

Sphadex, umumnya digunakan untuk pemisahan protein. Bahan disintesis dari

polisakarida seperti dekstran. Adanya residu gugus hidroksil menyebabkan dekstran

menjadi polar, sehingga dapat direaksikan dengan epiklorhidrin (CH2(O)CHCH2Cl).

Polimer yang terjadi dapat dikontrol dengan penambahan asam (Sudjadi, 2008).

Bio-Gel, golongan yang bersifat inert dinamakan Bio-Gel P, yang dibuat dengan

kopolimerisasi dari akrilamida dan N-N’ metil-bis-akrilamid. Senyawa ini tidak larut

dalam air maupun beberapa pelarut organik (Sudjadi, 2008).

Agarosa, digunakan untuk pemisahan senyawa berbobot molekul > 500.000,

dinamakan juga Bio-Gel A. Dibuat dari poligalaktopiranosa, sehingga agak lunak dan

tidak tahan tekanan tinggi (Sudjadi, 2008).

Stiragel, digunakan untuk pemisahan senyawa yang tidak larut sama sekali dalam air

dan menggelembung (swelling) dalam pelarut organik. Stiragel dibuat dari polistiren

yang tahan pada suhu di atas 1500 C. Berat molekul senyawa yang dapat dipidahkan

antara 16.000-40.000 dalton (Sudjadi, 2008).

Derivatisasi pada KCKT

Detektor yang paling banyak digunakan dalam KCKT adalah detector UV-vis

sehingga banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau menambahkan gugus

kromofor yang akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Disamping itu,

juga dikembangkan suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa yang mampu

berfluorosensi) sehingga dapat dideteksi dengan fluorometri (Rohman,2007).

Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni:

prodk yang dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak

atau dapat membentuk suatu senyawa berfluorosen sehingga dapat dideteksi dengan

spektrofluorometri; proses derivatisasi harus cepat dan harus menghasilkan produk yang

sebesar mungkin (100%); produk hasil derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi

dan deteksi; serta sisa pereaksi untuk derivatisasi harus tidak menganggu pemisahan

kromatografi (Rohman,2007).

Derivatisasi pada KCKT dapat dilakukan baik sebelum masuk ke kolom (pre

coloumn derivatization) atau setelah kolom (post- coloumn derivatization coloumn

Page 15: KCKCT

derivatization ). Pada derivatisasi sebelum kolom, analit diderivatisasi lebih dahulu

sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi, sementara itu pada derivatisasi setelah

kolom, analit diinjeksikandahulu sebelum ke dalam kolom lau diderivatisasi setelah

keluar dari kolom (akan tetapi belum mencapai detector) (Matsjeh,2007).

Meskipun derivatisasi ditujukan untuk meningkatkan sifat sifat kromatografi,

akan tetapi disini lebih ditujukan untuk deteksi analit. Uraian derivatisasi disini akan

didasarkan pada gugus fungsional.

1. Asam Karboksilat

Suatu reaksi derivatisasi yang umum bagi asam ini adalah pembentukan ester

yang berasal dari reaksi asam karboksilat dengan pereaksi fenasil bromida

(Matsjeh,2007).

Agen penderivat o-p-nitrobenzil-N,N’-diisopropilisourea (PBDI) bereaksi dengan

asam karboksilat membentuk ester p-nitrobenzil.Agen penderivat 1-p(p-nitro)benzyl-

3-p-toliltriazina juga bereaksi dengan asam karboksilat membentuk ester, sementara

agen penderivat 4-Bromometil-7-metoksikumarin (BMC) bereaksi dengan asam

karboksilat membentuk hasil yang berfluoresen (Rohman,2007).

2. Alkohol

Pembentukan esterjuga banyak diterapkan pada derevatisasi alcohol. Derivate

asam karboksilat aktif seperti asil klorida merupakan pereaksi yang banyak

digunakan. Benzoil klorida bereaksi dengan alcohol membentuk ester

benzoate.Reaksi ini menghasilkan serapan molar pada 254 nm yang terlalu rendah

untuk analisis, sehingga digunakan agen penderivat lain seperti p-nitrobenzil-,3,5-

dinitrobenzil- dan densil klorida yang membentuk ester berserapan molar tinggi

(Rohman,2007).

3. Amina

Pembentukan amina yang melibatkan reaksi antara amina dengan asam

karboksilat sama dengan pembentukan ester bagi alkohol dengan asam karboksilat.

Pembentukan amida ini merupakan reaksi umum bagi amina (Matsjeh,2007).

Page 16: KCKCT

Pereaksi asilasi untuk alkohol juga digunakan untuk derevatisasi amina. Selain

itu, juga digunakan p-metoksibenzoil klorida sebagai bahan asilasi gugus amina

(Rohman,2007).

Amina bereaksi dengan N-suksinil-p-nitrofenil membentuk p-nitro-fenilasetamida

untuk membentuk derivat yang mempunyai kromofor, Dansil klorida (5-N,N-

dimetilaminonaftalen-2-sulfonil klorida) b ereaksi dengan amina primer dan sekunder

membentuk turunan sulfonamid yang mampu berfluorosensi sehingga bisa dideteksi

dengan spektrofluorometri. Fenol juga memberi reaksi yang serupa dengan dansil

klorida (Rohman,2007).

Amina primer dan sekunder bereaksi dengan 7-kloro-4-nitrobenzil-2-oksa-1,3-

diazol (NBD klorida) memberi derivat yang dapat berfluorosensi dengan mengganti

gugus 7-kloro (Rohman,2007).

Amina tersier inti imidazol dari pilokarpin direaksikan dengan p-nitrobenzil-

bromida membentuk suatu derivat kuartener yang dapat menyerap di UV 254 nm.

Amfetamin, metamfetamin dan L-efedrin direaksikan dengan β-naftokuinon-4-

sulfonat untuk memberikan derivat yang menyerap cahaya tampak pada 451 nm

(Rohman,2007)

4. Aldehid dan Keton

Reaksi yang dikenal dengan penambahan nukleofil pada suatu ikatan rangkap

karbon heteroatom paling banyak digunakan untuk derivatisasi senyawa karbonil.

Contoh reaksi ini adalah kondensasi suatu keton dengan 2,4-dinitrofenilhidrazil

(2,4_DNPH) membentuk hidrazon yang mempunyai serapan molar lebih besar dari

104 pada 254 nm. Androsteron dan dehidroepiandrosteron telah dianalisis dengan

KCKT setelah diderivatisasi menggunakan 2,4-DNPH ini (Rohman,2007).

P-Nitrofenilhidrazin bereaksi dengan ketosteroid membentuk fenilhidrazon yang

elekroaktif, yang dapat ditetapkan dengan suatu elektroda karbon kaca pada 0,8 V

(terhadap Ag/AgCl). Reaksi yang serupa meliputi penggunaan dansil hidrazin

membentuk hidrazon berpendar. Hidrokortison dalam plasma diukur dengan

Page 17: KCKCT

derivatisai menggunakan dansil hidrazin. Kedua cara ini menggunakan deteksi

fluorometri (Rohman,2007).

Karbonil juga bereaksi dengan p-nitrobenziloksiamina membentuk suatu oksim

yang berguna dalam KCKT ( Day dan Underwood, 2007).

Derivatisasi pasca-kolom (setelah kolom)

Pada hakekatnya, reaksi yang telah disebut tadi dapat dimanfaatkan untuk

derivatisasi setelah kolom. Pada cara ini, analit dikromatografikan sebagai bentuk belun

direaksikan kemudian diderivatisasi setelah keluar kolom akan tetapi belum mencapai

detektor. Keuntungan pendekatan ini adalah sifat kromatografis bahan dapat digunakan

untuk pemisahan dan adanya gangguan dari agen penderivat dapat dihindari. Kerugian

utamanya adalah terjadinya sejumlah pelebaran pita. Pada derivatisasi setelah- kolom,

senyawa mungkin dirusak dengan oksidasi, reduksi dan lain-lain (Rohman,2007).

Amoksisilin direaksikan dengan raksa(II) klorida setelah-kolom, membentuk

raksa merkaptida dari asam penisilenat, yang dapat diamati pada 310 nm. Indometasin

setelah dihidrolisis setelah-kolom dapat diamati dengan detektor flurometri. Klomifen

dapat diubah mejadi spesis yang berfluorosensi dengan fotolisis setelah-kolom dengan

lampu raksa. Morfin diubah menjadi pseudomorfin yang sangat berfluoresensi dengan

oksidasi menggunakan K-ferisianida alkalis ( Day dan Underwood, 2007).

Penggunaan KCKT dalam analisis Farmasi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda pemisahan canggih dalam analisis farrnasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemumian dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan Kromatografi Gas. Banyak senyawa yang dapat dianalisis, dengan KCKT mulai dari senyawa ion anorganik sampai senyawa organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat /bahan obat campuran rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral (chirale Trennphasen) yang mampu menentukan rasemis dan isomer aktif (Johnson,1978).

Kelebihan penggunaan KCKT dalam bidang obat antara lain adalah peka, selektif, dan penyediaan contoh relative mudah. Dalam banyak hal, sediaan cukup dilarutkan ataudiencerkan sebelum dianalisis. Otomasi analisis KCKT member peluang terpakainya cara ini pada keadaan tertumpuknya contoh yang akan ditetapkan, seperti di laboratorium klinis dan pengendalian mutu (Munson 1991).

Page 18: KCKCT

Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacam- macam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT(Effendy,2004).

Pada Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979 KCKT belum digunakan sebagai suatu metoda analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Padahal di Farmakope negara-negara maju sudah lama digunakan, seperti Farmakope Amerika Edisi 21 (United State of Pharmacopoeia XXI), Farmakope Jerrnan Edisi 10 (Deutches Arzneibuch 10) (Effendy,2004).

Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemumian sejumlah 277 (dua ratus tujuh puluh tujuh) obat/bahan obat. Perubahan yang sangat spektakuler dari Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan benar-benar telah mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dalam bidang analisis obat(Effendy,2004).

Walaupun disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis dengan KCKT sangat mahal, namun metoda ini tetap dipilih untuk digunakan menganalisis 277 jenis obat / bahan obat karena hasil analisis yang memiliki akurasi dan presisi yang tinggi, waktu analisis cepat. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat Daftar Obat-obat yang Penetapan Kadamya dengan KCKT yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 (Effendy,2004)

Tabel 4.1 : Daftar Obat – obat yang Penetapan Kadarnya dengan KCKT (FI Edisi IV) No. Nama Obat /Bahan Obat

1. Tablet Asetazolamida 2. Asetilsistein 3. Larutan Asetilsistein 4. Tablet Asetosal 5. Asam Aminokaproat 6. Asam Aminosalisilat 7. Asam Folat ' 8. Tablet Asam Folat 9. Asam Mefenarnat 10. Kapsul Asam Mefenamat 11. Asiklovir 12. Tablet Allopurinol 13. Alprozolam 14. Tablet Alprozolam 15. Amikasin Sulfat 16. Injeksi Amikasin Sulfat 17. Aminofilin 18. Amoksihn . 19.Kapsu Armoksilin 20. Amoksilin untuk Suspensi Oral 21. Ampisilin 22. Tablet Atropin Sulfat 23. Injeksi Atropin Sulfat 24. Beklometason Dipropionat 25. Gel Benzoil Peroksida 26. Betametason 27. Tablet Betametason 28. Betametason Dipropionat 29. Krim Bemetason Dipropionat

Page 19: KCKCT

30. Salep Betametason Dipropionat 31. Betametason Natrium Fosfat 32. Inj. Betametason Natrium Fosfat 33. Betametason Valerat 34. Krim Betametason Valerat 35. Salep Betametason Valerat 36. Tablet Bisakodil 37. Supositoria Bisakodil 38. Tablet Bromokriptin Mesilat 39. Injeksi Bupivakain Hidroklorida 40. Karbamazepin 41. Tablet Karbamazepin 42. Karbidopa 43. Tablet Karisoprodol 44. Sefazolin Natrium untuk Injeksi 45. Sefaleksin 46. Kapsul Sefaleksin 47. Tablet Sefaleksin 48. Sefaleksin untuk Suspensi Oral 49. Sefradin 50. Kapsul Kloramfenikol 51. Krim Kloramfenikol 52. Tetes Telinga Kloramfenikol 53. Tetes Mata Kloramfenikol 54.Kloramfenikol Palmitat 55.Susp.Oral Kloramfenikol Palmitat 56. Klordiazepoksida 57. Tablet Klordiazepoksida 58. Klorpropamida 59. Tablet Klorpropamida 60. Klortalidon 61. Tablet Klortalidon 62.Kolekalsiferol 63. Simetidin 64. Tablet Simetidin 65. Sisplatin 66. Sisplatin untuk Injeksi 67. Tablet Klemastin Fumarat 68. Kelindamisin Hidroklorida 69. Kapsul Klindamisin Hidroklorida 70.Klindamisin Fosfat 71. Injeksi Klindamisin Fosfat 72. Klomifen Sitrat 73. Tablet Klomifen Sitrat 74. Tablet Klonazem 75. Klotrimazol 76. Krim Klortrimazol 77. Tablet Vaginal Klotrimazol 78. Kloksasilin Natrium 79. Kolkhisin 80. Kortison Asetat 81. Suspensi Steril Kortison Asetat 82. Siklofosfamida 83. Tablet Siklofosfamida 84. Siklofosfamida untuk Injeksi

Page 20: KCKCT

85. Siklosporin 86. LarPekat Siklosporin untuk Inj. 87. Larutan Oral Siklosporin 88. Sitarabin 89. Sitarabin Steril 90.Daktinomisin 91.Daktinomisin untuk Injeksi 92.Dapson 93. Tablet Dapson 94.Daunorubisin Hidroklorida 95.Daunorubisin Hidroklorida u. Inj. 96. Desoksimetason 97. Deksametason 98. Deksametason Asetat 99. Tablet Deksametason 100. Deksametason Natrium Fosfat 101. Inj. Deksametason Natrium Fosfat 102. Dekstrometorfan Hidrobromida 103. Sirup Dekstrometorfan HBr 104. Tablet Diazepam 105. Injeksi Diazepam 106. DibukainiIidroklorida 107. DikIoksasilin Natrium 108. Dikloksasilin Natrium steril 109. Kapsul pikloksasilin Natratrium 110. Dikloksasilin Na utk Susp. Oral 111. Digitoksin 112. Tablet Digitoksin 113. Digoksin 114. Tablet Digoksin 115. Diltiazem Hidroklorida 116. Tablet Diltiazem Hidroklorida 117. Tablet Difenhidramin Teoklat 118. Difenhidramin Hidroklorida 119. Inj. Difenhidramin Hidroklorida 120. Tablet Dipiridamol 121. Injeksi Dopamin Hidroklorida 122. Doksorubisin Hidroklorida 123. Doksorubisin HCI untuk Injeksi 124. Doksisiklin 125. DoksisikIin Hiklat 126. Kapsul Doksisiklin Hiklat 127. Ergokalsiferol (Vitamin D) 128. Tablet Ergonovin Maleat 129. Injeksi Ergonovin Maleat 130. Estradiol 131. Estradiol Sipionat 132. Etinil Estradiol 133. Injeksi Fentanil Sitrat 134. Fluosinolon Asetonida 135. Fluoksimesteron 136. Tablet Furosemida 137. Injeksi Furosemida 138. Gemfibrozil 139. Gentamisin Sulfat

Page 21: KCKCT

140. Griseofulvin 141. Tablet Griseofulvin 142. Tablet Guaifenesin 143. Tablet Haloperidol 144. Hidralazin Hidroklorida 145. Hidroklorotiazida 146. Tablet Hidroklorotiazida 147. Hidrokortison 148. Hidrokortison Asetat 149. Krim Hidrokortison Asetat 150. Hidrokortison Butirat 151. Ibuprofen 152. Tablet Ibuprofen 153. Isoniazid 154. Tablet Isoniazid 155. Isosorbid Dinitrat Encer 156. Tab. Subli. Isosorbid Dinitrat 157. Kalium Kiavulanat 158. Tablet Ketokonazol 159. Tablet Levamisol Hidroklorida 160. Levotiroksin Natrium 161. Tablet Levotiroksin Natrium 162. Lidokain Hidroklorida 163. Injeksi Lidokain Hidroklorida 164. Lrt. Oral Topikal Lidokain HCl 165. Inj. Lidokain dan Epinefrin 166. Linkomisin Hidroklorida 167. Kapsul Linkomisin Hidroklorida 168. Injeksi Linkomisin Hidroklorida 169. Tablet Lorazepam 170. Manitol 171. Medroksiprogesteron Asetat 172. Susp.Ster.Medroksiprogest. Asetat 173. Metotreksat 174. Tablet Metotreksat 175. Injeksi Metotreksat Natrium 176. Metoksalen 177. Tablet Metilergonovin Maleat 178. Injeksi Metilergonovin Maleat 179. Metilprednisolon Asetat 180. Metiltestosteron 181. Tablet Metoklopramida HCl 182. Tablet Metoklopramida HCI 183. Injeksi Metoklopramida HCI 184. Lrt. Oral Metoklopramida HCI 185. Tablet Metoprolol Tartrat 186. Tablet Metronidazol 187. Injeksi Metronidazol 188. Meksiletin Hidroklorida 189. Minosiklin Hidroklorida 190. Mitomisin 191. Mitomisin untuk Injeksi 192. Morfin Sulfat 193. Injeksi Morfin Sulfat 194. Tablet Nadolol

Page 22: KCKCT

195. Tablet Naproksen Natrium 196. Natrium Aminosalisilat 197. Tablet Natrium Aminosalisilat 198. Nifedipin 199. Nitrofulantoin 200. Kapsul Nitrofurantoin 201. Nitrogliserin Encer 202. Tablet Nitrogliserin 203. Metaproterenol Sulfat 204. Oksimetazolin Hidroklorida 205. Tetes Hidung Oksimetazolin HCI 206. Tablet Parasetamol 207. Larutan Oral Parasetamol 208. Suspensi Oral Parasetamol 209. Luminal 210. Tablet Fenobarbital 211. Luminal Natrium 212. Injeksi Fenobarbital Natrium 213. Fenolftalein 214. Penisilin V 215. Tablet Penisilin V 216. Fenilbutazon 217. Fenitoin Natrium 218. Kapsul Fenitoin Natrium 219. Vitamin KI (Fitonadion) 220. Tablet Fitonadion 221. Injeksi Fitonadion 222. Tetes Mata Pilokarpin HCI 223. Tetes Mata Pilokarpin Nitrat 224. Pindolol 225. Piperazin 226. Piroksikam 227. Prazikuantel 228. Tablet Prazikuantel 229. Tablet Prazosin Hidroklorida 230. Prednisolon 231. Prednisolon Asetat 232. Tts.Mata Susp. Prednisolon Asetat 233. Prednison 234. Tablet Prednison 235. Probenesid 236. Prokainamida HCI. 237. Progesteron 238. Injeksi Prometazin HCI 239. Propanolol HCI 240. Tablet Propanolol HCI 241. Injeksi Propanolol HCI 242. Tablet Propiltiourasil 243. Pirantel Pamoat 244. Suspensi Oral Pirantel Pamoat 245. Piridoksin HCI 246. Tablet Kuinin Sulfat 247. Ranitidin HCI 248. Tablet Ranitidin HCI 249. Riboflavin Natrium Fosfat

Page 23: KCKCT

250. Rifampisin 251. Kapsul Rifampisin 252. Sorbitol 253. Spironolakton 254. Tts. Mata Sulfasetamida Natrium 255. Sulfadiazin 256. Sulfametizol 257. Tablet Kotrimoksazol 258. Tablet Tamoksifen Sitrat 259. Terbutalin Sulfat 260. Tetrasiklin 261. Tetrasiklin HCI 262. Kapsul Tetrasiklin HCI 263. Teofilin 264. Tiamin HCl 265. Injeksi Vitamin Bl 266. Tiamin Mononitrat 267. Tiokonazol 268. Tobramisin 269. Tolbutamida 270. Tablet Tolbutamida (DEPKES RI,1995)

Dari Tabel 4. 1 di atas dapat diketahui bahwa : 1. Penetapan Kadar obat / Bahan ohat baik dalam bentuk murni maupun dalam

bentuk sediaannya ditetapkan dengan KCKT 2. Penetapan kadar Obat / Bahan Obat dalam bentuk murni dilakukan dengan

metoda lain seperti Titrasi Bebas Air, Nitrimetri, lodo-i/metri dan lain-lain, I sedangkan Penetapan Kadar sediaannya menggunakan KCKT.

3. Khusus untuk beberapa Antibiotik dalam bentuk murninya dilakukan Penetapan Potensinya, namun dalam bentuk sediaannya dilakukan Penetapan kadar dengan KCKT. Namun ada juga Antibiotik baik bentuk murninya dan sediaannya ditetapkan kadarnya dengan KCKT

4. Beberapa senyawa Sulfonamida dalam bentuk murninya ditetapkan kadarnya dengan nitrimetri tetapi dalam bentuk sediaannya dengan KCKT (Effendy,2004).

DAFTAR PUSTAKA

Andrew. 2008. Detektor HPLC. Available Online at http://one.indoskripsi.com/node/7076. [Diakses pada tanggal 7 November 2009].

Chepy. 2008. Detektor HPLC. Available Online at http://cephy-net.com/2008/11/detektor-hplc-high-performance-liquid.html . [Diakses pada tanggal 7 November 2009].

Page 24: KCKCT

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta. Departemen Kesehatan R.I.

Effendy, 2004. KCKT. http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasi-effendy2.pdf [diakses tanggal 07 November 2009].

Gandjar, I.G. dan Abdul R. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Johnson, E. L. and Steven son, R, 1978. Basic liquid chromatography. California. Varian.

Kealey, D. and Haines, P.J. 2002. Instant Notes: Analytical Chemistry. New York: BIOS Scientific Publisher Limited

Matsjeh, Sabirin. 2007. Kimia Pemisahan. Yogyakarta. FMIPA Press.

Munson, J.W. 1991. Analisis Farmasi. Surabaya. Airlangga University Press. R.A, Day Jr and Underwood. 2007. Analisis Kuantitatif. Jakarta. Erlangga

Rohman, A dan Gandjar, I G. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Sudjadi.2008. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.