ketidaksesuaianpenggunaanlahan_suryanto

Upload: suryanto-

Post on 11-Jul-2015

153 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

TINGKAT KETIDAKSESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN KAWASAN KEMUNGKINAN BAHAYA KECELAKAAN UNTUK AREA PEMUKIMAN DI INDONESIAOleh: Suryanto, Dimas Hanityawan S., Win Islamuddin BaleBidang Pemetaan Dasar Kedirgantaraan, Pusat PDKK, Bakosurtanal Jln. Raya Jakarta Bogor Km. 46 Cibinong Bogor 16911 Telp/fax : +62 21 87901255 Email: [email protected] , [email protected] ABSTRAK Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) merupakan kawasan di sekitar bandara yang digunakan untuk menjamin keselamatan penerbangan. Kawasan ini terbagi menjadi beberapa bagian, salah satu diantaranya adalah Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan. Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan ini sangat rawan mengalami bencana, terutama saat pesawat melakukan pendaratan dan lepas landas. Oleh karena itu dalam aturan aturan mengenai KKOP disebutkan bahwa di Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan sampai jarak 1100m dari kedua ujung permukaan utama (seksi 1) tidak boleh ada bangunan apapun kecuali untuk kepentingan operasi dan keselamatan penerbangan. Namun pada kenyataannya area tersebut justru banyak digunakan sebagai pemukiman, tidak terkecuali di Indonesia. Untuk mengetahui kondisi secara umum yang terjadi di Indonesia maka dilakukan pengecekan terhadap beberapa bandara berkelas internasional di Indonesia. Data yang digunakan adalah Peta Lingkungan Bandar Udara Indonesia (LBI) dan citra satelit. Dengan peta LBI dapat diketahui luas area yang digunakan untuk pemukiman pada saat pembuatan peta LBI. Sedangkan dari citra satelit dapat diketahui luas area pemukiman saat pengambilan citra. Dari dua data tersebut kemudian dapat diketahui rata rata pertambahan luas area pemukiman dalam setiap tahunnya. Dari data data tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum area yang digunakan sebagai pemukiman bervariasi antara 4,91% hingga 73,53% dari total luas seksi 1 Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan. Sementara itu setiap tahun luas area pemukiman mengalami pertambahan yang bervariasi pula antara 0,002% hingga 2,092% dari total luas seksi 1 Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan.

Kata kunci : KKOP, bandara, keselamatan penerbangan, peta Lingkungan Bandar Udara Indonesia

Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

I. PENDAHULUAN Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) adalah wilayah daratan dan/atau perairan dan ruang udara di sekitar bandara yang dipergunakan untuk kegiatan operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan. Kawasan ini meliputi area dengan radius sekitar 15.000m yang dibagi dalam beberapa jenis kawasan, yaitu: kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas; kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan; kawasan di bawah permukaan transisi; kawasan di bawah permukaan horizontal-dalam; kawasan di bawah permukaan kerucut; dan kawasan di bawah permukaan horizontal-luar. Dari beberapa jenis kawasan tersebut Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan memiliki kemungkinan paling besar mengalami bencana saat pesawat akan melakukan pendaratan atau lepas landas karena kawasan ini merupakan bagian dari Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas yang berbatasan langsung dengan kedua ujung permukaan utama. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan nomor KM 44 Tahun 2005 disebutkan bahwa pada Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan sampai jarak mendatar 1100m dari ujung ujung permukaan utama hanya digunakan untuk bangunan yang diperuntukkan bagi keselamatan operasi penerbangan dan benda tumbuh yang tidak membahayakan keselamatan operasi penerbangan dengan batas ketinggian tertentu. Namun pada kenyataannya kawasan ini banyak yang digunakan sebagai lokasi pemukiman. Hal ini berbahaya baik untuk masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut maupun untuk keselamatan pesawat. Memang dalam aturan yang sama tidak disebutkan bahwa pemukiman di Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan harus ditertibkan, namun mengingat bahayanya bermukim di daerah ini maka sebaiknya pembangunan di daerah ini harus dicegah. Sementara bagi masyarakat yang sudah bermukim di lokasi tersebut maka harus diberikan pengertian yang cukup mengenai bahaya dan langkah langkah yang harus dilakukan apabila terjadi segala sesuatu yang tidak diinginkan. Masyarakat juga harus diberi pengertian mengenai kegiatan kegiatan yang dapat mengganggu keselamatan penerbangan. Luas kawasan yang digunakan sebagai pemukiman berbeda beda pada masing masing bandara. Oleh karena itu untuk mengetahui kondisi secara umum di Indonesia maka dilakukan penghitungan luas area pemukiman dalam Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan beberapa bandara di Indonesia. Penghitungan luas pemukiman ini dilakukan untuk dua waktu yang berbeda agar dapat diketahui juga pertambahan luas yang terjadi. II. STUDI AREA Lokasi yang akan digunakan dalam paper ini adalah Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan dari 4 (empat) bandara internasional di Indonesia yaitu: Bandara Polonia-Medan, Bandara Husein Sastranegara-Bandung, Bandara Adi Sutjipto-Yogyakarta, dan Bandara Djuanda-Surabaya. Sementara itu untuk batas batas Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan seperti disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 tahun 2005 adalah sebagai berikut: tepi dalam berbatasan langsung dengan ujung ujung permukaan utama dengan lebar tertentu sesuai klasifikasi landas pacu, kawasan ini meluas ke kedua sisi dengan garis tengahnya merupakan perpanjangan dari sumbu utama landas pacuSimposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

hingga mencapai lebar tertentu sesuai klasifikasi landas pacu dan mencapai jarak mendatar 3000m dari ujung permukaan utama. Gambar 1 berikut ini mengilustrasikan kawasan yang dimaksud tersebut.Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan

1100m

Landas Pacu 3000m

Gambar 1 : Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan III. DATA DAN METODE Sumber sumber data yang digunakan dalam tulisan ini diantaranya adalah: 1) Peta Lingkungan Bandar Udara Indonesia No. 1 2. 3. 4. Sheet Polonia-Medan Husein Sastranegara-Bandung Adi Sutjipto-Yogyakarta Djuanda-Surabaya Edisi 2000 2003 2002 2004 Format Freehand dan CAD Geodatabase Freehand dan CAD Geodatabase

2) Citra satelit QuickBird No. 1 2. 3. 4. Bandara Polonia-Medan Husein Sastranegara-Bandung Adi Sutjipto-Yogyakarta Djuanda-Surabaya Tahun 2009 2010 2007 2010

3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 tahun 2005 Tentang Pemberlakuan SNI 03-7112-2005 Mengenai KKOP dan Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor : SKEP 110/VI/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan KKOP di Bandara dan Sekitarnya. Kedua aturan tersebut menjadi dasar dalam penggambaran Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan yang merupakan bagian dari KKOP. 4) Aeronautical Information Publication (AIP) Volume II AIP Volume II berisi data data mengenai bandara internasional, diantaranya mengenai panjang landasan dan alat bantu navigasi yang kemudian digunakan untuk menentukan klasifikasi KKOP. Sedangkan langkah langkah yang dilakukan dalam penghitungan luas area pemukiman ini disajikan dalam gambar 2 berikut ini.Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

Peta LBI

AIP Vol II , PerMenHub No : KM 44 tahun 2005, KepDirJend HubUd No : SKEP / 110 / 2000 Citra Satelit

Poligon Liputan Lahan

Visualisasi KKOP

Poligon Pemukiman

Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan

Digitasi batas pemukiman

Poligon Pemukiman di Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan berdasar Peta LBI

Poligon Pemukiman di Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan berdasar Citra satelit

Luas area pemukiman I

Luas area pemukiman II

Prosentase luas I

Pertambahan luas

Prosentase luas II

Gambar 2 : Diagram alir Secara lebih rinci langkah langkah penghitungan luas area pemukiman tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Visualisasi Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan merupakan bagian dari Kawasan Pendekatan dan Lepas Landas sehingga penggambarannya juga harus mengikuti aturan penggambaran KKOP. Klasifikasi KKOP untuk setiap bandara tidak sama, ditentukan oleh panjang runway dan alat bantu pendaratan yang dimiliki. Berdasarkan data data dalam AIP Volume II keempat bandara yang digunakan dalam tulisan ini seluruhnya memiliki alat bantu pendaratan kategori II dan memiliki panjang runway lebih dari 1800m, sehingga keempatnya memiliki klasifikasi yang sama, yaitu instrument precision Category number II dan Code number 4. Dengan demikian maka aturan penggambaran Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan untuk keempat bandara tersebut adalah seperti disajikan dalam tabel 1 berikut ini. Tabel 1 : Aturan penggambaran Kawasan Kemungkinan Bahaya kecelakaanKawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan Distance from runway end Lebar tepi dalam Divergensi Total length 60m 300m 15% 3000m Seksi 1 Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan 60m 300m 15% 1100m

Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

Berdasarkan aturan penggambaran tersebut kemudian Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan masing masing bandara digambarkan. Pada gambar 3 berikut ini disajikan hasil penggambaran Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan untuk bandara Adi Sutjipto. Daerah yang diberi warna hijau dan ungu merupakan gambar dari Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan bandara Adi Sutjipto.

Gambar 3 : Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan bandara Adi Sutjipto

b) Menyiapkan poligon pemukiman dari peta LBI Salah satu data yang dimuat dalam peta LBI adalah data liputan lahan. Layer liputan lahan terdiri dari beberapa kelas, salah satunya adalah kelas pemukiman.

Gambar 4 : Poligon pemukiman dari peta LBISimposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

Untuk peta LBI yang sudah dibuat dalam format geodatabase maka tinggal dipilih layer liputan lahan dengan kelas pemukiman, kemudian di-crop dengan menggunakan poligon Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan. Sedangkan untuk peta LBI yang masih dalam format freehand maka layer pemukiman diambil dari data CAD, kemudian dikonversi ke format *.shp dan kemudian baru di-crop dengan menggunakan poligon Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan. Gambar 4 di atas merupakan contoh poligon pemukiman hasil cropping dari peta LBI Adi Sutjipto. Dalam gambar tersebut garis garis biru merupakan batas batas Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, sedangkan area area berwarna coklat merupakan poligon poligon pemukiman hasil cropping dari data pemukiman peta LBI. Langkah yang sama dilakukan untuk tiga bandara lainnya. c) Menghitung luas area pemukiman berdasarkan peta LBI Poligon pemukiman yang telah didapatkan di atas kemudian dihitung luasannya dan dijumlahkan, sehingga didapatkan luas pemukiman dalam Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan untuk masing masing bandara. d) Digitasi poligon pemukiman dari citra satelit Sebagai data pembanding digunakan data pemukiman dari citra satelit. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan membuat batas Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, kemudian dilakukan digitasi batas batas pemukiman di dalam kawasan tersebut. Hasil digitasi tersebut kemudian dikonversi menjadi poligon. Dalam gambar 5 berikut ini disajikan poligon pemukiman dalam Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan bandara Adi Sutjipto runway 09.

Gambar 5 : Poligon pemukiman dari citra satelit Dalam gambar tersebut garis berwarna biru merupakan garis batas Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, sedangkan area area berwarna coklat merupakan poligon pemukiman hasil digitasi dari citra satelit. Langkah yang sama juga dilakukan untuk tiga bandara lainnya.

Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

e) Menghitung luas area pemukiman berdasarkan citra satelit Seperti halnya poligon pemukiman dari peta LBI, poligon pemukiman hasil digitasi citra tersebut kemudian juga dihitung luasannya kemudian dijumlahkan, sehingga didapatkan luas pemukiman dalam Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan untuk masing masing bandara. f) Menghitung pertambahan luas pemukiman Pertambahan luas pemukiman di masing masing Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan dihitung dengan cara membandingkan luas dari citra satelit dan luas dari peta LBI kemudian selisihnya dibagi dengan jumlah tahun selisih usia peta LBI dan citra satelit. Sehingga didapatkan rata rata pertambahan luas pemukiman dalam setiap tahun untuk masing masing bandara. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penghitungan luas pemukiman dapat disajikan dalam tabel 2 dan tabel 3 berikut ini. Dalam tabel 2 prosentase (%) dihitung terhadap luas sesi 1 Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, sedangkan dalam table 3 prosentase (%) dihitung terhadap luas Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan. Tabel 2 : Luas pemukiman dalam Sesi 1 Kawasan Kemungkinan Bahaya KecelakaanNama Bandara Polonia Luas seksi 1 KKBK (m2) 1.023.000 Th LBI 2000 2003 2002 2004 Luas pemukiman (m2) 726.561 752.162 310.190 50.225 Th Citra 2009 2010 2007 2010 Luas Pemukiman (m2) 820.636 763.112 417.219 51.201 Pertambahan luas (%/th) 1,022 0,153 2,093 0,002

%

%

71,02 73,53 30,32 4,91

80,22 74,60 40,78 5,01

H.Sastranegara 1.023.000 Adi Stjipto Djuanda 1.023.000 1.023.000

Tabel 3 : Luas pemukiman dalam seluruh area Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan Luas Luas Luas Th Pertambahan Th Nama % % Pemukiman pemukiman KKBK Citra luas (%/th) LBI Bandara (m2) (m2) (m2) Polonia 4.500.000 2000 2003 2002 2004 3.510.309 3.160.258 1.577.010 890.619 78.01 70.23 35.04 19.79 2009 2010 2007 2010 3.872.191 3.593.041 2.115.567 973.428 86.05 79.85 47.01 21.63 1.15 1.37 2.39 0.92

H.Sastranegara 4.500.000 Adi Stjipto Djuanda 4.500.000 4.500.000

Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa seksi 1 Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan yang paling banyak digunakan sebagai pemukiman adalah bandara Husein Sastranegara yaitu sebesar 73,53% sedangkan yang paling sedikit adalah bandara Djuanda sebesar 4,91%. Sedangkan kawasan yang mengalami pertambahan area pemukiman paling banyak adalahSimposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

bandara Adi Sutjipto yaitu sebesar 2,093% per tahun sedangkan yang paling sedikit adalah bandara Djuanda yaitu sebesar 0,002% per tahun. Sementara itu untuk seluruh Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan, kawasan yang paling banyak digunakan sebagai pemukiman adalah bandara Polonia yaitu sebesar 78,01% sedangkan yang paling sedikit adalah bandara Djuanda sebesar 19,79%. Sedangkan kawasan yang mengalami pertambahan area pemukiman paling banyak adalah bandara Adi Sutjipto yaitu sebesar 2,39% per tahun sedangkan yang paling sedikit adalah bandara Djuanda yaitu sebesar 0,92% per tahun. Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan bandara Polonia dan Husein Sastranegara baik secara keseluruhan maupun di seksi 1 memiliki area pemukiman yang paling luas, dikarenakan kedua bandara ini memang berada di tengah kota, sementara untuk bandara Djuanda area pemukiman cukup kecil, pertambahannya pun sangat sedikit, kemungkinan besar adalah karena posisi bandara Djuanda yang berada di luar kota dan Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan-nya sebagian berada di daerah tambak. Di sisi lain untuk bandara Adi Sutjipto luas area pemukimannya berkisar antara 30%-50% namun pertambahannya sangat pesat hingga mencapai sekitar 2% per tahun, ini kemungkinan besar dikarenakan posisi bandara Adi Sutjipto relatif dekat dengan pusat kota dan Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaannya berada di atas kawasan yang memungkinkan mengalami pertumbuhan luas pemukiman yang sangat cepat. Pemukiman dalam kawasan ini dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, diantaranya perkampungan, perumahan modern, perkantoran, pertokoan dan gudang/pabrik. Di dalam seksi 1 Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan sebagian berada di area perluasan di sisi kanan dan kiri dan sebagian area pemukiman berada tepat di depan runway yang merupakan area yang paling berbahaya. Gambar 6 berikut ini menunjukkan contoh persebaran area pemukiman di dekat ujung runway 27 bandara Adi Sutjipto.

Gambar 6 : Persebaran area pemukiman

Dalam gambar ini garis biru merupakan perpanjangan dari garis sumbu utama runway, garis kuning merupakan batas Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan seksi 1 dan garis merah merupakan batas area yang tepat berada di depan runway.Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

V. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penjelasan di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a) Di Indonesia masih banyak Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan yang digunakan sebagai area pemukiman, dan luas area pemukiman tersebut dari tahun ke tahun semakin bertambah. b) Belum terjadi pengawasan yang terintegrasi oleh pemerintah dalam mengendalikan tata ruang di sekitar bandara untuk mewujudkan standar keamanan operasi penerbangan. c) Belum tumbuh kepedulian masyarakat dalam menciptakan kondisi yang mendukung keselamatan operasi penerbangan. d) Besarnya ketidaksesuaian penggunaan lahan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lokasi bandara, jenis lahan, akses transportasi dan lain lain. Sementara itu saran saran yang dapat diberikan adalah: a) Perlu dilakukan penelitian yang lebih komprehensif yang dapat menghubungkan besarnya ketidaksesuaian penggunaan kawasan berbahaya tersebut dengan faktor faktor penyebabnya. b) Perlu dilakukan koordinasi berbagai pihak untuk mencegah semakin bertambahnya pemukiman di Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan dan kawasan kawasan lain yang berbahaya. c) Pemerintah daerah dan otoritas bandara harus memperketat perijinan pendirian bangunan di sekitar bandara terutama area yang masuk kawasan berbahaya. d) Perlu dilakukan pencegahan terjadinya bencana bagi warga yang sudah terlanjur tinggal di area berbahaya berupa penjelasan mengenai bahaya dan cara cara penyelamatan diri serta penjelasan mengenai kegiatan kegiatan yang dapat membahayakan penerbangan.

Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011

DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional, SNI 03-7112-2005 Mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan, Jakarta, (2005). Direktorat Jendral Perhubungan Udara, Keputusan Direktorat Jendral Perhubungan Udara Nomor:SKEP/110/VI/2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembuatan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan di Bandar Udara dan Sekitarnya, Jakarta, (2000). ICAO, Annex 14 Volume I, Aerodrome Design And Operation, Second Edition, (1995). Menteri Perhubungan, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 44 Tahun 2005 Tentang Pemberlakuan SNI 03-7112-2005 Mengenai Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Sebagai Standar Wajib, Jakarta, (2005). Suryanto, et al, Pembuatan Peta Zona Batas Tinggi Obstacle Sebagai Dasar Pengendalian Tata Ruang Di Sekitar Bandara, Studi Kasus : Bandara Ngurah Rai-Bali, Majalah Ilmiah Globe Edisi Juni 2011, (2011).

Simposium Nasional Sains Geoinformasi 2011 PUSPICS Fakultas Geografi UGM Yogyakarta, 27-28 Oktober 2011