konsepsi pelaksanaan ham sebelum dan sesudah amandemen uud 1945

30
KONSEPSI PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945 MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Pendidikan Kewarganegaraan yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh David Winarto (13) SENIN 3-

Upload: david-winarto

Post on 25-Oct-2015

1.389 views

Category:

Documents


47 download

DESCRIPTION

pastinya akan ada banyak perbedaan konsepsi pelaksanaan HAM sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945

TRANSCRIPT

KONSEPSI PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

MAKALAHUNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH

Pendidikan Kewarganegaraanyang dibina oleh Bapak Gatot Isnani

OlehDavid Winarto (13)

UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK MESINMaret 2013

SENIN 3-4

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, taufiq, inayah, dan hidayah-Nya, karena hanya dengan karunia-Nya itulah

penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.

Tugas makalah ini dikerjakan dalam rangka memenuhi tugas matakuliah

Pendidikan Kewarganegaraan di program studi S-1 Pendidikan Teknik Mesin

Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang yang dibina

oleh Bapak Gatot Isnani.

Teselesaikannnya tugas makalah ini telah melibatkan berbagai pihak. Untuk

sumbang saran yang konstruktif yang telah diberikan, penulis patut

menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Gatot Isnani selaku dosen matakuliah Pendidikan

Kewarganegaraan yang telah membimbing selama proses pembelajaran,

2. Teman – teman offering A3 yang yang telah berpartisipasi dalam proses

pembelajaran,

3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung

terselesaikannya makalah ini.

Semoga atas bantuan moril dan materiil tersebut, Allah SWT senantiasa

melimpahkan kekuatan dan petunjuk – Nya sebagai amal sholeh dan senantiasa

mendapat balasan karunia yang berlimpah dari – Nya.

Malang, Maret 2013

Penulis

1i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………….. ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang………………………………………………. 1

1.2. Rumusan Masalah………………………………………….... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia………………………………. 3

2.2. Pasal – Pasal Lama yang

Mengatur tentang Hak Asasi Manusia……………………….. 4

2.3. Pasal – Pasal Baru yang Mengatur

tentang Hak Asasi Manusia…………………………………... 5

2.4. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Sebelum

dan Sesudah Amandemen UUD 1945……………………….. 9

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan……………………………………………………. 14

3.2. Saran…………………………………………………………... 15

DAFTAR RUJUKAN…………………………………………………….. 16

3

i

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hasil amandemen UUD 1945 telah mengubah sistem ketatanegaraan

Indonesia salah satunya adalah mengenai jaminan hak asasi manusia yang

semakin meluas. Dari kualitas jaminan hak-haknya, UUD 1945 mengatur jauh

lebih lengkap dibandingkan sebelum amandemen (Wiratraman, 2007:1). Terdapat

tambahan bab baru yang khusus membahas tentang jaminan hak asasi manusia

yaitu BAB XA. Tidak hanya pada bab baru, jaminan terhadap hak asasi manusia

juga dicantumkan di luar bab XA tersebut. Hal ini membuktikan keseriusan

pemerintah dalam mewujudkan cita – cita bangsa Indonesia yang terdapat pada

pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

Meluasnya jaminan hak asasi manusia dalam pasal – pasal UUD 1945 tentu

berpengaruh besar terhadap sistem ketatanegaraan republik Indonesia terutama

berkaitan tentang hubungan antara pemerintah dan rakyat. Sebelum

diamandemennya UUD 1945 yaitu pada masa orde baru dan orde lama, konsepsi

jaminan hak asasi manusia justru hampir tidak diimplementasikan. Kita tentu

dapat melihat banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh

kesewenang – wenangan pemerintah yang cenderung otoriter dan membatasi hak

– hak warga negaranya.

Walaupun demikian, menguatnya hak asasi manusia secara tekstual, tidak

serta merta memberikan jawaban tuntas atas masalah hak asasi manusia secara

implementasinya. Perluasan kepada hak asasi manusia dalam UUD 1945 pasca

amandemen tentu tidak dapat sepenuhnya menjunjung kepentingan warga negara

Indonesia. Terbukti dengan masih adanya pelanggaran hak asasi manusia di

Indonesia dan belum meratanya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah menunjukkan bahwa penegakan hak asasi manusia lebih berhasil ketika

datang rezim baru menggantikan rezim lama… tetapi mustahil untuk mengatakan

bahwa pergantian rezim di negeri ini berhasil mendudukkan seratus persen rezim

baru yang terbebas dari rezim Soeharto (Lubis, 2006 : 9).

Namun terlepas dari itu, tentu saja penerapan dan pelaksanaan sebuah

undang-undang dasar akan sangat dipengaruhi oleh situasi perkembangan zaman,

11

serta kedewasaan bernegara para pelaksananya. Adanya semangat para

penyelenggara negara yang benar-benar berjiwa kenegarawanan, mutlak

diperlukan untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan rumusan sebuah undang-

undang dasar. Tanpa itu semua, undang-undang dasar yang baik dan sempurna

pun, dapat diselewengkan ke arah yang berlawanan.

2.1. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hak asasi manusia?

2. Apa saja pasal – pasal lama yang mengatur tentang hak asasi

manusia?

3. Apa saja pasal – pasal baru yang mengatur tentang hak asasi manusia?

4. Bagaimana pelaksanaan hak asasi manusia sebelum dan sesudah

amandemen UUD 1945?

Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan

Karya Tulis Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).

52

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia (HAM) mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia

karena persoalannya berkaitan langsung dengan hak dasar yang dimiliki manusia

yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, karena itu pada dasarnya setiap manusia

memiliki martabat yang sama maka, dalam hal hak asasi mereka harus mendapat

perlakuan yang sama, walaupun kondisi mereka berbeda-beda.

Hak berarti milik, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena

telah ditentukan oleh undang – undang), kekuasaan yang benar atas sesuatu untuk

menuntut sesuatu, derajat, atau martabat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008 :

292).

Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

pasal 1 ayat (1), bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat

pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak

itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan

serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Dalam bagian Pendekatan dan Substansi TAP MPR No. XVII/MPR/1998

tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar

yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai

karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan

hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh

diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.

Martabat manusia, sebagai substansi sentral hak-hak asasi manusia di

dalamnya mengandung aspek bahwa manusia memiliki hubungan secara

eksistensial dengan Tuhannya (Al-Hakim,dkk, 2012 : 60).

Sekalipun demikian, tidak semua orang menyadari akan perlakuan dan

pengakuan martabat kemanusiaan itu. Martabat manusia bukanlah pemberian

sesama manusia berdasarkan kebaikan hati, bukan pemberian penguasa (di dalam

negara) karena belas kasihannya kepada rakyat, melainkan milik asasi manusia

13

karena dia adalah manusia (Wiryotenoyo, 1983 : 56). Oleh karena itu, manusia

seharusnya tahu cara memperlakukan hak - hak asasi manusia dalam kehidupan

nyata sesuai dengan martabat kemanusiaannya.

2.2. Pasal – Pasal Lama yang Mengatur tentang Hak Asasi Manusia.

Berbicara tentang posisi hak asasi manusia dalam konstitusi mengharuskan

pembicaraan tentang konsep dasar konstitusi itu sendiri. Konstitusi biasanya

dikaitkan dengan hukum dasar suatu negara. Sebagai hukum dasar, setiap

peraturan yang dibuat atau tindakan negara tidak boleh bertentangan dengan

peraturan di dalam konstitusi. Sebagai hukum tertinggi maka, jaminan hak asasi

manusia dalam UUD 1945 berarti memberi landasan hukum tertinggi di Indonesia

bagi pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi setiap manusia.

Di dalam negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi

konstitusional, konstitusi mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi

kekuasaan pemerintahan agar penyelenggaraan kekuasaan sedemikian rupa tidak

bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian diharapkan warga negara akan

lebih terlindungi. Oleh karena itu, konstitusi bertujuan untuk mengatur organisasi

negara dan susunan pemerintahan. Sehingga di mana ada organisasi negara dan

kebutuhan menyusun suatu pemerintahan negara, maka akan diperlukan konstitusi

(Manan, 1986 : 31). Secara umum konstitusi merupakan pemberi pegangan dan

pemberi batas, sekaligus dipakai sebagai pegangan dalam mengatur bagaimana

kekuasaan negara harus dijalankan.

Akan tetapi konstitusi tidak cukup hanya dilihat sebagai hukum dasar sebab

konstitusi juga merupakan hasil mediasi dari berbagai kekuatan dan kepentingan.

Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa konstitusi juga dapat dimanipulasi

terutama oleh mereka yang memiliki kekuasaan.

Hal ini pernah dialami konstitusi Indonesia. Sebelum Undang-Undang

Dasar 1945 diamandemen terdapat 6 pasal yang secara eksplisit berurusan dengan

hak asasi manusia, antara lain hak bekerja, berkumpul dan menyatakan pendapat,

berorganisasi, serta hak memeluk agama menurut keyakinan masing-masing

(Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memami dan

Menyelesaikan Masalah Hukum, 2007 : 313). Rumusan hak yang dijamin di

dalam UUD 1945 sebelum amandemen begitu singkat sehingga dapat memberi

74

kuasa kepada rezim yang berkuasa untuk membuat peraturan berdasarkan

kepentingannya. Akibatnya hak-hak asasi manusia yang dijamin di dalamnya

dapat dengan mudah dikesampingkan bahkan dilanggar.

Tabel 2.1. Pasal – Pasal Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Sebelum Amandemen

No. Pasal Isi Pasal1.

2.

3.

4.

5.

6.7.

8.

9.

10.

11.

Pasal 27 ayat (1)

Pasal 27 ayat (2)

Pasal 28

Pasal 29 ayat (2)

Pasal 30 ayat (1)

Pasal 31 ayat (1)Pasal 32

Pasal 33 ayat (1)

Pasal 33 ayat (2)

Pasal 33 ayat (3)

Pasal 34

Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang – undang.Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

(Purwantoro & Sulasmini, 2012 : 8-9)

2.3. Pasal – Pasal Baru yang Mengatur tentang Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia

secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,

meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak

keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak

kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh

siapapun. Selanjutnya manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang

timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat. 1

5

Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Oleh

karena itu bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam

deklarasi tersebut.

Memasukkan hak-hak asasi manusia ke dalam pasal-pasal konstitusi merupakan salah satu ciri konstitusi modern. Setidaknya, dari 120an konstitusi di dunia, ada lebih dari 80 persen diantaranya yang telah memasukkan pasal-pasal hak asasi manusia, utamanya pasal-pasal dalam DUHAM. Perkembangan ini sesungguhnya merupakan konsekuensi tata pergaulan bangsa-bangsa sebagai bagian dari komunitas internasional, utamanya melalui organ Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak dideklarasikannya sejumlah hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau biasa disebut DUHAM 1948 (Universal Declaration of Human Rights), yang kemudian diikuti oleh sejumlah kovenan maupun konvensi internasional tentang hak asasi manusia, maka secara bertahap diadopsi oleh negara-negara sebagai bentuk pengakuan rezim normatif internasional yang dikonstruksi untuk menata hubungan internasional (Wiratraman, 2007:3).

DUHAM 1948 kemudian banyak diadopsi dalam Konstitusi RIS maupun

UUD Sementara 1950, dimana konstitusi-konstitusi tersebut merupakan konstitusi

yang paling berhasil memasukkan hak asasi manusia hampir keseluruhan pasal-

pasal hak asasi manusia yang diatur dalam DUHAM (Poerbopranoto, 1953 : 92).

Rujukan yang melatarbelakangi perumusan UUD 1945 Bab XA (Hak Asasi

Manusia) adalah TAP MPR Nomor XII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Ketetapan MPR tersebut pula yang kemudian melahirkan Undang – Undang No.

39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Tabel 2.2 Kualifikasi Pasal – Pasal Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Pasca Amandemen

No.

Bab XI A (Hak Asasi Manusia) Di Luar Bab XI A

Pasal Tentang Pasal Tentang1.

2.

28A dan 28I ayat (1)

28D ayat (1)

Hak untuk hidup

Hak atas

28

29 ayat (2)

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisanHak untuk

9

6

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

28D ayat (3)

28D ayat (4) dan 28E ayat (1)28E ayat (1) dan 28I ayat (1)28E ayat (2) dan 28I ayat (1)

28E ayat (3)

28F

28G ayat (1)

28G ayat (2) dan 28I ayat (1)28G ayat (2)

28I ayat (1)

28I ayat (1)

28I ayat (1)

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.Hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahanHak atas status kewarganegaraan dan hak berpindahKebebasan beragama

Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninyaHak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapatHak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasiHak atas rasa aman dan bebas dari ancamanBebas dari penyiksaan

Hak memperoleh suaka politikHak untuk tidak diperbudakHak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukumHak untuk tidak

beragama dan berkepercayaan

1

i

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

25.

28I ayat (2)

28B ayat (1)

28B ayat (2)

28C ayat (1)

28C ayat (2)

28D ayat (2)

28E ayat (1)

28E ayat (1)

28H ayat (1)

28H ayat (1)

28H ayat (2)

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surutHak untuk tidak diperlakukan diskriminatifHak untuk memiliki keturunan

Hak anak

Pemenuhan kebutuhan dasar dan pendidikanHak untuk memajukan dirinya secara kolektif

Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerjaHak untuk memilih pendidikan dan pengajaran

Hak untuk memilih pekerjaanHak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehatHak atas pelayanan kesehatanHak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan

18B ayat (2)

27 ayat (2)

31

32 ayat (1)

33 ayat (3)

34 ayat (1)

34 ayat (2)

34 ayat (3)

Pengakuan hukum dan hak adat tradisionalHak atas pekerjaan dan penghidupan yang layakHak atas pendidikan

Kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayaHak atas akses sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat

Hak untuk mendapat pemeliharaan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantarHak atas jaminan sosialHak atas pelayanan

11

7

8

26.

27.

28.

28H ayat (3)

28H ayat (4)

28I ayat (3)

manfaat yang samaHak atas jaminan sosialPerlindungan hak milikIdentitas budaya dan hak masyarakat tradisional

(Wiratraman, 2007:5-7)

Dengan pasal-pasal hak asasi manusia yang diperlihatkan di atas, maka

terpetakan bahwa: (1) Pasal-pasalnya tidak hanya di dalam Bab XIA namun

sebagian terlihat pula di luar Bab XIA; (2) UUD 1945 hasil amandemen telah

mengatur jauh lebih banyak dan lebih lengkap dibandingkan sebelumnya; (3)

Banyak sekali ditemukan kesamaan substantif pada sejumlah pasal-pasal hak asasi

manusia, sehingga secara konseptual tumpang tindih, repetitif dan pengaturannya

tidak ramping. Misalnya, hak untuk beragama maupun berkepercayaan diatur

dalam tiga pasal, yakni pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29.

2.4. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD

1945.

Harus diakui pada masa Orde Baru dari segi pembangunan fisik memang

ada dan keamanan terkendali, tetapi pada masa Orde Baru demokrasi tidak ada,

kalangan intelektual dibelenggu, pers di daerah dibungkam, KKN dan

pelanggaran hak asasi manusia terjadi di mana-mana.

Soeharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan

Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Soeharto telah memenangkan sekitar enam 

kali pemilihan umum (Pemilu). Presiden Soeharto mengkondisikan kehidupan

politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan sehingga salah satu hak

sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan

menjadi hak yang sulit didapatkan. Salah satu di antara mekanisme yang

digunakan untuk membantu Golkar agar selalu menang dalam setiap Pemilu

adalah kewajiban bagi para pegawai negeri sipil untuk selalu mendukung Golkar

(Indrayana, 2007 : 143).

Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi salah satu

keburukan pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk kredibilitas

dan akuntabilitasnya. Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita

1

9

televisi dan surat kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan

pemerintahan, kritik terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat

mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. Pemerintah Soeharto menerapkan

sistem sensor yang ketat untuk membatasi kebebasan pers (Indrayana, 2007 :

172). Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan dikebiri atas nama stabilisasi politik dan ekonomi, dan hal

tersebut tampak jelas dalam sejumlah kasus seperti pemberangusan simpatisan

PKI di tahun 1965-1967, peristiwa Priok, dan penahanan serta penculikan aktivis

partai pasca kudatuli.

Sementara penyingkiran hak-hak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan terlihat menyolok dalam kasus pembunuhan aktivis buruh

Marsinah, pengusiran warga Kedungombo (Elsam & LCHR, 1995 : 179), dan

pembunuhan 4 petani di waduk Nipah Sampang. Pelajaran berharga di masa itu,

meskipun jaminan hak asasi manusia telah diatur jelas dalam konstitusi, tidak

serta merta di tengah rezim militer otoritarian akan mengimplementasikannya

seiring dengan teks-teks konstitusional untuk melindungi hak-hak asasi manusia.

Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu keburukan

Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat

menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal

ini, hak mengeluarkan pendapat yang berupa aspirasi-aspirasi dan keinginan

rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah.

Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru selanjutnya.

Hukum hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah ke

bawah. Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak

masyarakat untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi

hal yang sangat langka.

Pelanggaran hak asasi manusia di masa Orde Baru membawa setidak –

tidaknya dalam dua konsekuensi. Pertama, hak – hak korban pelanggaran hak

asasi manusia tidak pernah dipulihkan, sehingga secara psikologis merasa tidak

mendapatkan layanan keadilan dan kesejahteraan. Kedua, pelaku dan

penanggungjawab dari kejahatan hak asasi manusia tidak ditindak secara hukum,

sehingga menimbulkan ketidakadilan bagi korban, dan tidak menutup

1310

kemungkinan akan menimbulkan rasa dendam dan kebencian dari pihak keluarga

dan masyarakat.

Perlindungan hak asasi manusia dalam Orde Baru memang dirasa masih

lemah. Meski demikian, Orde Baru memperlihatkan peran yang besar untuk

menjaga stabilitas nasional. Stabilitas nasional ini memungkinkan negara untuk

menjaga terlaksananya pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia bagi

masyarakat.

Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis

moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus

memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. KKN semakin

merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya

ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan

sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama

kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

Periode Reformasi diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden

Indonesia oleh gerakan reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto

mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan

jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai

berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-

undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih

demokratis, yaitu : (1) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai

Politik, (2) Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum,

dan (3) Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan

DPR/MPR. Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata

politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan kedudukan di bidang

politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai berfungsi dengan

baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.

Kebebasan berekspresi dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini

terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi.

Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Mereka

bisa dengan bebas dan aktif mendiskusikan isu – isu kritis, termasuk urgennya

111

mereformasi UUD 1945. Kebebasan berpendapat dan berekspresi ini

mempengaruhi reformasi – reformasi konstitusi yang dihasilkan pada rentang

waktu 1999 – 2002 (Indrayana, 2007 : 172).

Selain itu, hak dalam berpendapat yang diwujudkan dalam kebebasan pers

juga lebih dijunjung tinggi kedudukannya. Dengan pers, masyarakat dapat

menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi

secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.

Pemerintah Soeharto menerapkan sistem sensor yang ketat untuk membatasi kebebasan pers. Menteri Penerangan kala itu mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No. 01 Tahun 1984 tentang Izin Penerbitan. Peraturan ini memberi kewenangan kepada Menteri Penerangan untuk mencabut SIUP atau lisensi penerbitan milik perusahaan media mana pun yang tidak mendukung kebijakan pemerintah. Pada bulan Juni 1998, pemerintah Habibie mencabut peraturan ini dan menyederhanakan prosedur pemberian surat izin bagi dunia penerbitan. Kebijakan ini melahirkan ratusan penerbitan baru dan era baru dalam kebebasan pers (Indrayana, 2007 : 172).

Kekerasan negara seakan telah berkurang, meskipun sesungguhnya masih

saja kerap terjadi, termasuk pelanggengan impunitas, yaitu kekerasan negara telah

terjadi dalam beberapa kasus, misalnya pasca amandemen UUD 1945, peristiwa

penembakan polisi maupun tentara yang menewaskan sejumlah masyarakat adat

dan petani dalam kasus Bulukumba (Sulawesi Selatan), kasus Manggarai (Nusa

Tenggara Timur), dan kasus Alas Tlogo (Jawa Timur) ; kekerasan terhadap

pekerja pers (Kasus Tomy Winata vs. Tempo, dll.); dan kasus pembunuhan aktivis

pembela HAM Munir.

Lahirnya Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia; Undang - Undang Nomor. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak

Asasi Manusia; dan undang - undang lainnya yang didesakkan oleh lembaga –

lembaga demokrasi dan hak asasi manusia ialah bukti kontribusi masyarakat sipil

dalam mewujudkan demokrasi (Pramudya, 2004 : 54).

Sejak beberapa tahun terakhir, perhatian yang semakin meningkat terhadap

masalah hak asasi manusia, pada dasarnya bisa dikonstatir (Al-Hakim, 2012 : 71).

Pengalaman pahit yang dirasakan dalam kehidupan nyata mendorong untuk

menyadarkan manusia mengenai hak asasi manusia yang dimilikinya serta hak

asasi orang lain. Namun, berbagai kasus tetap kunjung datang. Meningkatnya

1512

pengangguran dan kemiskinan, pendidikan semakin mahal sehingga banyak kaum

muda penerus generasi bangsa tidak mendapatkan pendidikan yang layak,

pengambil alihan hak milik atas tanah milik rakyat kecil yang sering dilakukan

tanpa ganti rugi, ketidakadilan atas hukuman yang diterima warga negara kelas

menengah ke bawah dibandingkan dengan hukuman yang diterima warga negara

kelas atas yang terbukti bersalah, serta kejahatan yang semakin beragam dan

merajalela adalah sebagian realitas sosial yang perlu diperhatikan sebagai

implementasi dari pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia pada masa

sekarang.

113

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan beberapa rumusan tentang definisi hak asasi manusia di

atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa hak asasi manusia merupakan

hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan

fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus

dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, dan

negara. Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan

terhadap hak asasi manusia ialah menjaga keselamatan eksistensi

manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan

antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan

individu dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi,

dan menjunjung tinggi hak asasi manusia menjadi kewajiban dan

tanggung jawab bersama antara individu dan pemerintah.

2. Hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) hanya

tercantum pada pasal 27 sampai dengan pasal 34 saja dan tidak ada

pasal dan bab khusus mengenai hak asasi. Pasal – pasal ini

mencantumkan hak persamaan dalam hukum dan pemerintahan dan hak

mendapat pekerjaan yang layak (pasal 27 ayat (1) dan (2)), jaminan

kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

lisan dan tulisan (pasal 28), jaminan untuk memeluk agama dan

beribadah menurut agama dan kepercayaan (pasal 29 ayat (2)), hak

untuk membela negara (pasal 30 ayat(1)), hak mendapatkan pengajaran

(pasal 31 ayat (1)), hak untuk mengembangkan kebudayaan (pasal 32),

hak berekonomi (pasal 33 ayat (1) sampai dengan (3)), dan hak sosial

bagi fakir miskin dan anak terlantar untuk dipelihara oleh negara (pasal

34).

3. Setelah amandemen ke-4 tahun 2002, UUD 1945 disempurnakan

rincian tentang HAM menjadi lebih banyak dan lengkap. Di samping

pasal-pasal terdahulu masih dipertahankan, dimunculkan pula bab baru

17

i

14

yang berjudul bab XA tentang HAM bererta pasal – pasal tambahannya

(pasal 28A sampai 28J).

4. UUD 1945 hasil amandemen sudah memuat masalah – masalah hak

asasi manusia secara rinci sehingga pelaksanaannya tidak lagi dijadikan

residu kekuasaan melainkan kekuasaanlah yang menjadi residu hak

asasi manusia. Berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen masalah

hak asasi manusia diatur secara singkat yang pelaksanaannya

didistribusikan kepada lembaga legislatif sehingga menjadi alat

kekuasaan. Itulah sebabnya, baik di zaman Orde Lama maupun Orde

Baru banyak terjadi kekerasan dan pelanggaran terhadap hak asasi

manusia. Namun sekarang hal tersebut tak mudah lagi dilakukan karena

UUD 1945 hasil amandemen memuat rincian mengenai hak asasi

manusia, sistem pengawasan politik, serta pengawasan hukum terhadap

pemerintah secara lebih lengkap sehingga tidak dapat dengan mudah

melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Walaupun

demikian, bukan berarti sekarang ini Indonesia bebas dari segala bentuk

pelanggaran hak asasi manusia.

3.1. Saran

Peraturan tentang pelaksanaan dan jaminan hak asasi manusia memang

penting untuk terus menerus dikoreksi, tidak saja secara konsepsional dan

pengaturannya, tetapi tantangannya adalah bagaimana Indonesia mampu

mengimplementasikan penerapan pelaksanaan peraturan tentang hak asasi

manusia yang sesuai dengan UUD 1945 di tengah situasi yang menyuguhkan

politik hak asasi manusia yang mistifikatif.

Hambatan dan tantangan utama yang sering ditemukan dalam penegakan

hak asasi manusia di Indonesia adalah masalah ketertiban dan keamanan nasional,

rendahnya kesadaran akan hak asasi manusia yang dimiliki dan hak asasi orang

lain, serta kurang tegasnya perangkat hukum dan perundang – undangan yang ada.

Dalam situasi demikian, konstitusi Indonesia perlu terus menerus didorong untuk

secara berani dan tegas menjamin serta melindungi hak-hak asasi manusia yang

telah memiliki landasan hukum tertinggi sebagai hak-hak konstitusional. Dengan

begitu, pembatasan kekuasaan secara sewenang-wenang akan terkelola.

115

DAFTAR RUJUKAN

Al Hakim, S. dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan : Dalam Konteks Indonesia. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.

Elsam & LCHR. 1995. Atas Nama Pembangunan: Bank Dunia dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jakarta: Elsam.

Indrayana, D. 2007. Amandemen UUD 1945 : Antara Mitos dan Pembongkaran. Bandung : PT Mizan Pustaka.

Lubis, T.M. 2004. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Manan, B. 1986. Konvensi Ketatanegaraan. Bandung : CV Armico.

Poerbopranoto, K. 1953. Hak Asasi Manusia dan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia. Jakarta : JB. Wolters.

Pramudya, W.(Ed.). 2004. Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi. Jakarta : Gagas Media.

Purwantoro, G., Sulasmini, E. 2012. UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen & GBHN 33 Propinsi di Indonesia. Surabaya : Bintang Surabaya.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.

TAP MPR No. XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia. 1998. Majelis Permusyawatan Rakyat. (Online). (http://www.mpr.go.id). Diakses 31 Maret 2013. Pukul 00:51 WIB.

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah : Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang : Universitas Negeri Malang.

UU RI No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. 2007. Jakarta : PT Sinar Grafika.

UU RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 1999. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (Online). (http://www.komnasham.go.id). Diakses 20 Maret 2013. Pukul 23:40 WIB.

Wiratraman, R.H.P. 2007. Konsorsium Reformasi Hukum Nasional. Hak – Hak Konstitusional Warga Negara Setelah Amandemen UUD 1945 : Konsep, Pengaturan, dan Dinamika Implementasi.1 (1). (Online), (http://herlambangperdana.files.wordpress.com), diakses 15 Februari 2013. Pukul 20:30 WIB.

1916

Wiryotenoyo, B.S. 1983. Manusia dan Hak – Hak Asasi Manusia. Semarang : Penerbit Satya Wacana.

Yayasan Obor Indonesia. 2007. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memami dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

117